Analisis Masalah
a. Bagaimana mekanisme nyeri yang menjalar ke rahang bawah dan terasa seperti terbakar?
Rasa nyeri di sekitar rahang bawah merupakan nyeri alih dari rasa nyeri yang terjadi di dada. Nyeri alih merupakan nyeri yang berasal dari salah satu daerah di tubuh tapi dirasakan terletak di daerah lain. Nyeri visera sering dialihkan ke dermatom (daerah kulit) yang dipersarafi oleh segmen medulla spinalis yang sama dengan viskus nyeri tersebut. Apabila dialihkan ke permukaan tubuh, maka nyeri visera umumnya terbatas di segmen dermatom tempat organ visera tersebut berasal pada masa mudigah, tidak harus di tempat organ tersebut pada masa dewasa. Pada kasus ini, distribusi nyeri sesuai dengan dermatom diamana organ tersebut berasal saat embrio yakni C3-T5.
Sehingga nyeri dari jantung akan dialihkan ke permukaan tubuh bagian yang dipersarafinya (dada, punggung, lengan, rahang bawah, epigastrium).
Nyeri diperkirakan disebabkan oleh penimbunan metabolit dan defisiensi oksigen, yang merangsang ujung-ujung saraf sensorik di miokardium. Serat-serat saraf aferen naik ke SSP melalui cabang-cabang kardiak trunkus simpatikus dan masuk ke medulla spinalis melalui akar dorsalis lima saraf torakalis paling atas (T1-T5). Nyeri jantung tidak dirasakan di jantung tapi beralih ke bagian kulit (dermatom) yang dipersarafi oleh saraf spinalis (somatik) yang sesuai. Oleh karena itu, daerah kulit yang dipersarafi oleh lima saraf interkostalis teratas dan saraf brakhialis intercostal (T2) akan terkena. Di dalam SSP tentunya terjadi sejumlah penyebaran impuls nyeri karena nyeri kadang-kadang terasa di leher dan rahang.
b. Bagaimana keterkaitan antar keluhan pada analisis diatas?
Pada infark miokard akut terjadi gejala nyeri dada, nafas pendek, diaphoresis dan nausea. Keempatnya memiliki mekanisme masing-masing, namun sama-sama disebabkan oleh hal yang sama yaitu akibat rupturnya plak aterosklerosis.
Atherosklerosis merupakan suatu proses yang tersembunyi yang telah dimulai 20-30 tahun sebelum timbunya keluhan klinis. Hiperkolesterolemia, hipertensi dan faktor risiko lainnya menyebabkan kerusakan pada sel endotel pembuluh darah, dimana proses atherosklerosis dimulai. Adanya kerusakan sel endotel membuat makrofag lebih mudah menempel dan melakukan penetrasi kedalam sel endotel. Molekul Low Density Lipoprotein (LDL) kolesterol dapat melakukan penetrasi ke dalam dinding pembuluh darah. LDL yang masuk kedalam dinding pembuluh darah akan difagosit (dimakan) oleh makrofag dan kemudian menjadi sel busa (foam sel). Sel inilah yang
kemudian akan menjadi plak atherosklerotik. Selanjutnya dengan faktor presipitasi, atherosklerosis tersebut akan ruptur. Pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit yang selanjutnya mrmproduksi dan melepaskan tromboksan A2. Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein Iib/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor memiliki afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut seperti faktor von Willebrand dan fibrinogen dimana keduanya dapat mengikat 2 platelet yang berbeda. Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin jadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen jadi fibrin. Akibatnya, terjadi oklusi oleh trombus yang terdiri dari agregat trombosit dan fibrin. Oklusi ini lah yang menimbulkan gejala-gejala klinis pada kasus Mr.T.
c. Apa penyebab dan mekanisme Mr. T tidak sadar?
Syncope merupakan keadaan kehilangan kesadaran dan sebagai suatu mekanisme tubuh dalam mengantisipasi kurangnya suplai oksigen ke otak. Syncope biasanya terjadi secara mendadak dan sebentar. Keadaan pingsan ini merupakan suatu bentuk usaha terakhir tubuh dalam mempertahankan zat-zat penting (yang jumlahnya sedikit) untuk disuplai ke otak seperti oksigen dan substansi lain contohnya glukosa.
d. Bagaimana tatalaksana dari kasus ini?
Tatalaksana umum :
Oksigen. Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%.
Nitrogliserin. NTG sublingual dapat diberkan dengan aman dengan dosis 0.4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. NTG tidak boleh dipakai pada infark ventrikel kanan dengan TD <90 mmHg.
Morfin. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek sampingnya adalah pooling darah di vena sehingga mengurangi curah jantung. Hal ini dapat dikompensasi dengan meninggikan tungkai dan menambahkan cairan isotonis. Morfin juga
menyebabkan blok jantung dan bradikardi yang dapat diatasi dengan menggunakan atropine.
Aspirin. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorbsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
Beta blocker. Regimen yang biasa diberikan dalam bentuk IV adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat HR >60 menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR <0.24 detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma.
Seleksi Strategi Reperfusi
Fibrinolisis umumnya lebih disukai jika :
Presentasi awal <3 jam atau kurang lebih dari onset gejala
Strategi invasive bukanlah pilihan
Cath Lab belum tersedia
Kesulitan akses vascular
Terlambat untuk strategi invasive : transport jauh, (door-to-balloon)-(door-to- needle) time lebih dari 1 jam.
Medical contact to-baloon atau door-to-ballon time lebih dari 90 menit
Strategi invasive umumnya lebih disukai jika :
Laboratorium PCI mampu tersedia, dengan door-to-balloon time <90 menit dan (door-to-balloon)-(door-to-needle) time <1 jam.
Risiko tinggi STEMI.
Kontraindikasi fibrinolisis.
Presentasi terlambat.
Diagnosis STEMI tidak yakin.
Reperfusi farmakologis : A. Fibrinolisis
Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolisis idealnya diberikan dalam 30 menit sejak masuk. Terdapat beberapa obat seperti Tissue Plasminogen Activator (tPA), streptokinase, tenekteplase, dan reteplase (rPA). Semua obat bekerja dengan memicu konversi plasminogen menjadi plasmin.
Skala Thrombolysis in Myocardial Infarction (TIMI)
Grade 0 : Oklusi total pada arteri yang terkena infark
Grade 1 : Penetrasi sebagian materi kontras tanpa perfusi vascular
Grade 2 : Ada perfusi, tapi lebih lambat dari aliran normal
Grade 3 : Infark dengan aliran darah yang normal
Target pengobatan infark adalah aliran TIMI grade 3. Terapi fibrinolitik dapat menurunkan risiko relative kematian di rumah sakit sampai 50% jika diberikan dalam jam pertama onset gejala STEMI.
Trombolitik dianggap berhasil jika terdapat resolusi nyeri dada dan penurunan elevasi ST >50% dalam 90 menit. Trombolitik tidak menunjukkan hasil pada graft vena, sehingga jika pasien pasca CABG datang dengan IMA, cara reperfusi yang disukai adalah PCI.
Tatalaksana di rumah sakit
Aktivitas. Istirahat untuk 12 jam pertama
Diet. Puasa hanya minum cair 4-12 jam pertama. Diet dengan lemak <30% asupan kalori harian, kolesterol <300 mg/hari. Makanan tinggi serat, kalium, magnesium dan rendah natrium.
Bowels. Diberikan Dioctyl sodium sulfosuksinat 200 mg/hari untuk mencegah konstipasi.
Sedasi
Farmakologis :
i. Antitrombolitik
Tujuan primer pengobatan adalah untuk memantapkan dan mempertahankan patensi arteri koroner yang terkait infark. Tujuan sekunder adalah menurunkan tendensi pasien menjadi thrombosis. Klopidogrel harus diberikan segera mungkin pada semua pasien STEMI yang mengalami PCI dengan dosis 600 mg. Sedangkan yang tidak mengalami PCI dosis loading 300 mg, dengan dosis lanjutan 75 mg/hari. Inhibitor glikoprotein seperti abciximab juga menunjukkan manfaat untuk mencegah komplikasi thrombosis pada pasien STEMI dengan PCI.
ii. Beta-Blocker
Manfaat beta-blocker pada STEMI dibagi menjadi manfaat akut dan jangka panjang. Pemberian beta blocker IV akut akan memperbaiki keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen miokard, mengurangi nyeri, dan mengurangi
luasnya infark dan menurunkan resiko aritmi. Untuk jangka panjang, diberikan bersama ACE.
iii. ACE-Inhibitor
Inhibitor ACE menurunkan remodeling ventrikel pasca infark. Inhibitor ACE harus diberikan dalam 24 jam pertama pasien STEMI.
Tata laksana kegawatdaruratan
Keterlambatan banyak terjadi pada penanganan pasien biasanya bukan selama transportasi ke RS, tetapi karena lama waktu mulai onset nyeri dada sampai keputusan pasien untuk meminta pertolongan. Reperfusi pasien STEMI dapat dilakukan dengan terapi farmakologis atau pendekatan kateter. Sasaran adalah waktu iskemia total hanya 120 menit. Terdapat 3 kemungkinan :
Jika EMS mempunyai kemampuan memberikan fibrinolitik dan pasien memenuhi syarat, fibrinolisis pra rumah sakit dapat dimulai dalam 30 menit sejak EMS tiba
Jika EMS tidak mampu memberikan fibrinolitik sebelum ke rumah sakit dan pasien di bawa ke RS yang tidak memiliki sarana PCI, hospital door to needle time harus dalam 30 menit untuk pasien yang mempunyai indikasi fibrinolitik
Jika EMS tidak mampu memberikan fibrinolisis sebelum ke rumah sakit, dan pasien dibawa ke RS yang memiliki sarana PCI, hospital door-to-balloon time harus dalam waktu 90 menit.
e. Berapa kompentensi dokter umum pada kasus ini?
Kompetensi Dokter Umum : 3B
Dokter umum mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter misalnya pemeriksaan lab atau x-ray.
Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis.
f. Diagnosis banding?
1. Mengancam jiwa dan perlu penanganan segera: diseksi aorta, perforasi ulkus peptikum atau saluran cerna,emboli paru,dan tension pneumothorax
2. Non iskemik : miokarditis, perikarditis akut, kardiomyopati hipertropik, sindrom Brugada, sindrom wolf-parkinson-white.
3. Non kardiak : nyeri bilier, ulkus peptikum, ulkus duodenum,pleuritis, GERD, nyeri otot dinding dada, kostokondritis, serangan panik, gangguan gastrointestinal, dan gangguan psikogenik
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) tanpa nyeri lebih sering dijumpai pada diabetes melitus dan usia lanjut.
Learning Issues (ACS)
1. Penegakan diagnosis STEMI
STEMI dapat ditegakkan diagnosisnya berdasarkan adanya NYERI DADA YANG KHAS, elevasi ST lebih dari sama dengan 2mm pada 2 sadapan prekordial yang berdampingan, atau lebih dari 1 mm pada 2 sadapan ekstremitas, serta dengan pemeriksaan enzim jantung terutama troponin T dan CK-MB.
How to diagnose Nyeri
dada
Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit
dan tidak hilang dengan pemberian
nitrat biasa
1. Lokasi: Substernal, retrosternal, dan prekordial.
2. Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas dan dipelintir.
3. Penjalaran: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan 4. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat
5. Faktor pencetus: latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan
6. Gejala yang menyertai: mual, muntah,sulit bernapas, keringat dingin, cemas, dan lemas.
Perubahan EKG
UAP STEMI NSTE
MI
1.Depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T 2.Kadang elevasi segmen ST sewaktu ada nyeri
3. Tidak dijumpai gelombang Q
1.Hiperakut T 2.Elevasi segmen ST 3.Gelombang Q inversi gelombang T
1.Depresi segmen ST 2.Inversi gelombang T dalam
Peningkatan penanda biokimia
1.Aspartate aminotransferase (AST)
2.Lactate dehidrogenase (LDH) 3.Creatine kinase isoenzyme MB (CK-MB)
4.Mioglobin
5.Carbonic anhydrase III (CA III) 6.Myosin light change (MLC) 7.Cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT)
2. Manifestasi klinis STEMI
Nyeri epigastrik
Terdapat 3 kategori reseptor nyeri yaitu nosiseptor mekanis, yang berespon terhadap kerusakan mekanis misalnya tusukan, benturan, atau cubitan; nosiseptor termal yang berespon terhadap suhu yang berlebihan terutama panas; dan nosiseptor polimodal yang berespon setara terhadap semua jenis rangsangan yang merusak, termasuk iritasi zat kimia yang dikeluarkan dari jaringan yang cedera.
1. Lokasi: Substernal, retrosternal, dan prekordial.
2. Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas dan dipelintir.
3. Penjalaran: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan 4. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat
5. Faktor pencetus: latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan
6. Gejala yang menyertai: mual, muntah,sulit bernapas, keringat dingin, cemas, dan lemas.
1.Aspartate aminotransferase (AST)
2.Lactate dehidrogenase (LDH) 3.Creatine kinase isoenzyme MB (CK-MB)
4.Mioglobin
5.Carbonic anhydrase III (CA III) 6.Myosin light change (MLC) 7.Cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT)
Aterosklero sis
Ruptur plak
Pembentukan trombus
Penyempitan pembuluh darah
Kurang supply oksigen
Mekanisme anaerob
Penumpukan asam laktat
Tersensitisasi nosiseptor polimodal
Rangsangan ke korteks somatosensorik, thalamus, dan formatio retikularis
Nyeri epigastrik
Shortness of breath
Nausea
Pada MI, curah jantung menurun mengakibatkan hipoksia jaringan
Sebagai kompensasi, denyut jantung dipercepat oleh respon adrenergik
Peningkatan volume akhir diastolik ventrikel kiri
Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri naik
Tekanan atrium kiri naik
Tekanan kapiler pulmonal naik
Transudasi cairan ke jaringan interstitium paru
Cairan merembes ke alveoli
Penurunan tekanan oksigen di paru
Rangsangan ke medula oblongata untuk tetap memenuhi kebutuhan oksigen
Gagal karena ada obstruksi cairan di paru
Shortness of breath
MI
Supply oksigen ke jaringan berkurang
Meningkatkan fungsi kerja saraf simpatis
Menurunkan peristaltik dan tonus otot usus dengan peningkatan tonus otot sphincter
Refluks cairan ke lambung
Diaphoresis
3. Etiologi STEMI Etiologi
a. Penyempitan arteri koroner non sklerotik b. Penyempitan aterosklerotik
c. Trombus
d. Plak aterosklerotik
e. Lambatnya aliran darah di daerah plak atau oleh viserasi plak f. Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium (sepsis, thyrotoxicosis) g. Penurunan aliran darah koroner (anemia, hipotensi)
h. Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur i. Spasme otot segmental pada arteri kejang otot
4. Apa patofisiologi dari STEMI?
1 2 3 4 5 6
Nausea
MI
Supply oksigen ke jaringan berkurang
Meningkatkan fungsi kerja saraf simpatis
Meningkatkan fungsi kerja neuron simpathetic cholinergic yang menginervasi kelenjar keringat
Pengeluaran keringat berlebihan
Patogenesis
1,2 Lesi inisiasi dan akumulasi lipid ekstraselular dalam intima 3 Evolusi stadium fibrofatty
Pembuluh darah memiliki resiko injuri tinggi yang disebabkan oleh faktor pencetus, seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid, mengalami disfungsi endotel. Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Selain itu, juga disebabkan oleh monosit yang menjadi makrofag di subendotel yang terpajan kolesterol LDL yang disebut foam cell.
Agregat trombosit, fibrin, dan soft lipid rich core ini merupakan plak aterosklerosis.
4 Lesi progresi dengan ekspresi prokoagulan dan lemahnya fibrous cap. Plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core).
5 Disrupsi plak adalah rangsangan terhadap trombogenesis. Hal ini disebabkan karena pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivitas trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu, aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuens asam amino pada protein adhesi yang larut seperti faktor von Willebrand dan fibrinogen, yang merupakan molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi. Terjadi trombosis.
6 Disrupsi plak menyebabkan oklusi trombus total atau oklusi trombus subtotal mengakibatkan pasien mengalami nyeri iskemia akibat penurunan aliran arteri koroner epikardial yang terlibat
Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme, fungsi dan struktur sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan glukosa menjadi karbon dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa diubah menjadi asam laktat dan pH intrasel menurun. Keadaaan ini mengganggu stabilitas membran sel. Gangguan fungsi membran sel menyebabkan kebocoran kanal K+ dan ambilan Na+ oleh monosit. Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen menentukan apakah kerusakan miokard
yang terjadi reversibel (<20 menit) atau ireversibel (>20 menit). Iskemia yang ireversibel berakhir pada infark miokard
5. Komplikasi STEMI Komplikasi
Disfungsi ventrikular
Gangguan hemodinamik
Syok kardiogenik
Infark ventrikel kanan
Aritmia pasca STEMI
Ekstrasistol ventrikel
Takikardia dan fibrilasi ventrikel
Fibrilasi atrium
Aritmia supraventrikular
Asistol ventrikel
Bradiaritmia dan blok
Komplikasi mekanik (ruptur muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding ventrikel)
Perikarditis
6. Diagnosis banding STEMI
1. Mengancam jiwa dan perlu penanganan segera: diseksi aorta, perforasi ulkus peptikum atau saluran cerna,emboli paru,dan tension pneumothorax 2. Non iskemik : miokarditis, perikarditis akut, kardiomyopati hipertropik,
sindrom Brugada, sindrom wolf-parkinson-white.
3. Non kardiak : nyeri bilier, ulkus peptikum, ulkus duodenum,pleuritis, GERD, nyeri otot dinding dada, kostokondritis, serangan panik, gangguan gastrointestinal, dan gangguan psikogenik
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) tanpa nyeri lebih sering dijumpai pada diabetes melitus dan usia lanjut.
7. Penatalaksanaan kegawatdaruratan STEMI
Keterlambatan banyak terjadi pada penanganan pasien biasanya bukan selama transportasi ke RS, tetapi karena lama waktu mulai onset nyeri dada sampai keputusan pasien untuk meminta pertolongan. Reperfusi pasien STEMI dapat dilakukan dengan terapi farmakologis atau pendekatan kateter. Sasaran adalah waktu iskemia total hanya 120 menit. Terdapat 3 kemungkinan :
Jika EMS mempunyai kemampuan memberikan fibrinolitik dan pasien memenuhi syarat, fibrinolisis pra rumah sakit dapat dimulai dalam 30 menit sejak EMS tiba
Jika EMS tidak mampu memberikan fibrinolitik sebelum ke rumah sakit dan pasien di bawa ke RS yang tidak memiliki sarana PCI, hospital door to needle time harus dalam 30 menit untuk pasien yang mempunyai indikasi fibrinolitik
Jika EMS tidak mampu memberikan fibrinolisis sebelum ke rumah sakit, dan pasien dibawa ke RS yang memiliki sarana PCI, hospital door-to-balloon time harus dalam waktu 90 menit.
8. Penatalaksanaan kasus STEMI Tatalaksana umum :
Oksigen. Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%.
Nitrogliserin. NTG sublingual dapat diberkan dengan aman dengan dosis 0.4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain
mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. NTG tidak boleh dipakai pada infark ventrikel kanan dengan TD <90 mmHg.
Morfin. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek sampingnya adalah pooling darah di vena sehingga mengurangi curah jantung. Hal ini dapat dikompensasi dengan meninggikan tungkai dan menambahkan cairan isotonis. Morfin juga menyebabkan blok jantung dan bradikardi yang dapat diatasi dengan menggunakan atropine.
Aspirin. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorbsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
Beta blocker. Regimen yang biasa diberikan dalam bentuk IV adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat HR >60 menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR <0.24 detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma.
Seleksi Strategi Reperfusi
Fibrinolisis umumnya lebih disukai jika :
Presentasi awal <3 jam atau kurang lebih dari onset gejala
Strategi invasive bukanlah pilihan
Cath Lab belum tersedia
Kesulitan akses vascular
Terlambat untuk strategi invasive : transport jauh, (door-to-balloon)-(door-to- needle) time lebih dari 1 jam.
Medical contact to-baloon atau door-to-ballon time lebih dari 90 menit
Strategi invasive umumnya lebih disukai jika :
Laboratorium PCI mampu tersedia, dengan door-to-balloon time <90 menit dan (door-to-balloon)-(door-to-needle) time <1 jam.
Risiko tinggi STEMI.
Kontraindikasi fibrinolisis.
Presentasi terlambat.
Diagnosis STEMI tidak yakin.
Reperfusi farmakologis : B. Fibrinolisis
Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolisis idealnya diberikan dalam 30 menit sejak masuk. Terdapat beberapa obat seperti Tissue Plasminogen Activator (tPA), streptokinase, tenekteplase, dan reteplase (rPA). Semua obat bekerja dengan memicu konversi plasminogen menjadi plasmin.
Skala Thrombolysis in Myocardial Infarction (TIMI)
Grade 0 : Oklusi total pada arteri yang terkena infark
Grade 1 : Penetrasi sebagian materi kontras tanpa perfusi vascular
Grade 2 : Ada perfusi, tapi lebih lambat dari aliran normal
Grade 3 : Infark dengan aliran darah yang normal
Target pengobatan infark adalah aliran TIMI grade 3. Terapi fibrinolitik dapat menurunkan risiko relative kematian di rumah sakit sampai 50% jika diberikan dalam jam pertama onset gejala STEMI.
Trombolitik dianggap berhasil jika terdapat resolusi nyeri dada dan penurunan elevasi ST >50% dalam 90 menit. Trombolitik tidak menunjukkan hasil pada graft vena, sehingga jika pasien pasca CABG datang dengan IMA, cara reperfusi yang disukai adalah PCI.
Tatalaksana di rumah sakit
Aktivitas. Istirahat untuk 12 jam pertama
Diet. Puasa hanya minum cair 4-12 jam pertama. Diet dengan lemak <30% asupan kalori harian, kolesterol <300 mg/hari. Makanan tinggi serat, kalium, magnesium dan rendah natrium.
Bowels. Diberikan Dioctyl sodium sulfosuksinat 200 mg/hari untuk mencegah konstipasi.
Sedasi
Farmakologis : - Antitrombolitik
Tujuan primer pengobatan adalah untuk memantapkan dan mempertahankan patensi arteri koroner yang terkait infark. Tujuan sekunder adalah menurunkan tendensi pasien menjadi thrombosis. Klopidogrel harus diberikan segera mungkin
pada semua pasien STEMI yang mengalami PCI dengan dosis 600 mg.
Sedangkan yang tidak mengalami PCI dosis loading 300 mg, dengan dosis lanjutan 75 mg/hari. Inhibitor glikoprotein seperti abciximab juga menunjukkan manfaat untuk mencegah komplikasi thrombosis pada pasien STEMI dengan PCI.
- Beta-Blocker
Manfaat beta-blocker pada STEMI dibagi menjadi manfaat akut dan jangka panjang. Pemberian beta blocker IV akut akan memperbaiki keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen miokard, mengurangi nyeri, dan mengurangi luasnya infark dan menurunkan resiko aritmi. Untuk jangka panjang, diberikan bersama ACE.
- ACE-Inhibitor
Inhibitor ACE menurunkan remodeling ventrikel pasca infark. Inhibitor ACE harus diberikan dalam 24 jam pertama pasien STEMI.
9. Kompetensi dokter umum Kompetensi Dokter Umum : 3B
Dokter umum mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter misalnya pemeriksaan lab atau x-ray. Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis.