• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Desain Kolam Retensi sebagai Alternatif Pengendalian Banjir di Kecamatan Medan Maimun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Perencanaan Desain Kolam Retensi sebagai Alternatif Pengendalian Banjir di Kecamatan Medan Maimun"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN DESAIN KOLAM RETENSI SEBAGAI ALTERNATIF PENGENDALIAN BANJIR DI KECAMATAN MEDAN MAIMUN

TUGAS AKHIR

Oleh

MUHAMMAD RIDHOWAN HARUN HARIANJA 17 0407 052

Ivan Indrawan, S.T., M.T Muhammad Faisal, S.T., M.T Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2021

ANALISA PERBANDINGAN METODE ANALISIS DEBIT BANJIR

TA/TL-USU/2021/264

(2)

PERENCANAAN DESAIN KOLAM RETENSI SEBAGAI ALTERNATIF PENGENDALIAN BANJIR DI KECAMATAN MEDAN MAIMUN

TUGAS AKHIR

Oleh

MUHAMMAD RIDHOWAN HARUN HARIANJA 17 0407 052

TUGAS AKHIR INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2021

(3)
(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhana Wata’ala karena atas rahmat dan taufik-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan tugas akhir dengan judul

“Perencanaan Desain Kolam Retensi Sebagai Alternatif Pengendalian Banjir Kecamatan

Medan Maimun”. Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat dan mengantarkan kepada

kebaikan.

Atas terselasaikannya penyusunan tugas akhir ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Orang tua penulis Bapak P. Harianja dan Ibu Sari Madonna Lubis yang tak henti-hentinya senantiasa memberikan do’a, dukungan, motivasi dan kasih sayang kepada penulis.

2. Kak Santi, kak Dani dan adek Nazwa yang selalu memberi semangat serta dukungan kepada penulis disaat-saat penulis mengalami kesulitan.

3. Bapak Ivan Indrawan, ST., M.T dan Bapak Muhammad Faisal, ST., M.T selaku Dosen Pembimbing I dan Dosen Pembimbing II.

4. Bapak Dr. Ir. Munir Tanjung, MM dan Bapak Ronald Leonardo Siregar, ST., M.T selaku Dosen Penguji I dan Dosen Penguji II.

5. Bapak Zaid Pradana Nasution, ST., MT. Ph.D., selaku Ketua Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Sumatera Utara dan Ibu Rahmi Utami, ST., MT selaku Koordinator Tugas Akhir.

6. Indah Ayu Pratiwi sebagai motivator dan partner terbaik bagi penulis saat menjalani seluruh proses di setiap tahap, dan kesulitan dalam perkuliahan maupun pengerjaan tugas akhir ini.

7. Teman-teman seperjuangan Faldy, Rifa, Rainy dan seluruh teman-teman teknik lingkungan stambuk 2017 yang selalu memberi dukungan.

8. Adik-adik teknik lingkungan Abdiel, Rezki, Angga, Vincent, Fachri, Yemima Bangun,

Alya, Wan Hafiz, Raihan dan Andi yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan

penelitian dan penyusunan maket serta anggota Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan

(HMTL FT USU).

(6)

i

7. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan proposal ini, semoga bantuan dan perhatian dari semua pihak mendapat rahmat dari Allah SWT.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam pengerjaan tugas akhir ini. Maka dari itu penulis bersedia menerima segala bentuk kritikan dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca khususnya dalam bidang Teknik lingkungan.

Medan, November 2021

Penulis

(7)

BIOGRAFI PENULIS

Nama : Muhammad Ridhowan Harun Harianja

NIM : 170407052

Tempat/Tgl. Lahir : Pekanbaru/ 11 Desember 1998 Alamat email : ridhoanharun22@gmail.com

No. Hp : 082288755877

Nama orang tua Ayah

Ibu

: P. Harianja

: Sari Madonna Lubis Alamat orang tua

: Jl. Adisucipto Gg. Ombax/Damai Kelurahan Sidomulyo Timur, Kecamatan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru

Asal Sekolah

1. SD Angkasa Lanud Roesmin Nurjadin Pekanbaru, tahun 2005-2011 2. SMP N 8 Kota Pekanbaru, tahun 2011-2014

3. SMA N 4 Kota Pekanbaru, tahun 2014-2017 Pengalaman Organisasi/Kerja

1. Ketua Divisi Peralatan, Tempat dan Transportasi Ikatan Mahasiswa Pekanbaru USU (IKAMPUS) Periode 2018/2019

2. Pengurus Departemen Perguruan Tinggi Kemahasiswaan dan Pemuda Himpunan Mahasiswa Islam Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara (PTKP HMI FT- USU) Periode 2018/2019

3. Ketua Angkatan Generasi Ke-6 Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara (HMTL FT-USU) 2018-2021

4. Asisten Tugas Besar Menggambar Teknik, Teknik Lingkungan T.A. 2018/2019

5. Koordinator Asisten Tugas Besar Menggambar Teknik, Teknik Lingkungan T.A. 2019/2020 6. Dewan Pembimbing Ikatan Mahasiswa Pekanbaru (IKAMPUS) Periode 2019/2020

7. Pengurus Divisi Kaderisasi Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara (HMTL FT-USU) Periode 2019/2020

8. Pengurus Divisi Humas Komisi Pemilihan Umum Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara (KPU FT-USU) Periode 2019/2020

Artikel yang sudah dipublikasikan dalam Jurnal/Pertemuan Ilmiah -

(8)

PERENCANAAN DESAIN KOLAM RETENSI SEBAGAI ALTERNATIF PENGENDALIAN BANJIR DI KECAMATAN MEDAN MAIMUN

Muhammad Ridhowan Harun Harianja

Program Studi Teknik Lingkungan, Universitas Sumatera Utara Email: ridhoanharun22@gmail.com

Abstrak

Abstrak: Daerah Aliran Sungai Deli merupakan salah satu daerah aliran sungai yang berada di kota.

Luas catchment area Daerah Aliran Sungai Deli mencapai 47,748.01 Ha dengan panjang sungai mencapai 70 km dari hulu ke hilir. Saat terjadi perubahan iklim dimana pada musim hujan dengan intensitas yang tinggi sungai deli kerap sekali mengalami peningkatan debit hingga menyebabkan debit sungai meluap dan mengganangi kawasan pemukiman diwilayah Kecamatan Medan Maimun. Hal ini juga dipicu karena adanya perubahan fungsi tata guna lahan dimana adanya pembangunan wilayah pemukiman di daerah resapan air di Kecamatan Medan Maimun. Tujuan dari tugas akhir perancangan ini adalah untuk mereduksi debit banjir yang terjadi pada Sungai Deli di Kecamatan Medan Maimun dan untuk mengetahui seberapa efektif pembangunan kolam retensi dalam upaya pengendalian banjir di Kecamatan Medan Maimun. Metodologi yang digunakan dalam tugas akhir perancangan ini adalah metode Hidrograf Satuan Sintesis Nakayasu untuk penentuan debit banjir dengan menggunakan analisis data distribusi probabilitas dan intensitas curah hujan rencana. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan metode debit banjir HSS Nakayasu diperoleh sebesar 200,692 m3/s pada kala ulang 20 tahun dan debit normal sungai deli sebesar 87,23 m3/s, dan kapasitas volume kolam retensi yang direncanakan sebesar 712.500 m3. Dengan perencanaan 3 kolam retensi dibeberapa lokasi dan kedalaman masing-masing kolam direncanakan 3 m, luas kolam yang direncanakan seluas 237.500 m2 atau sekitar 23,75 ha. Untuk mengalirkan debit banjir kedalam kolam retensi direncanakan menggunakan spillway yang dengan lebar masing-masing 43 m dan tinggi 2 m. Sedangkan bangunan penguras kolam retensi yang direncanakan menggunakan pintu air sebanyak satu pintu dengan lebar pintu kolam I 50 cm dan tinggi 1,5 m, kolam II 1 m dan tinggi 1,5 m dan kolam III 1,8 m dan tinggi 1,5 m.

Kata kunci: Banjir, Daerah Aliran Sungan Deli, HSS Nakayasu, Kolam Retensi

(9)

Abstract

Deli River is one of the watersheds in the city. The catchment area of the Deli River reaches 47,748.01 Ha with a river length of 70 km from upstream to downstream. When climate change occurs, where in the rainy season with high intensity, the Deli River often experiences an increase in discharge, causing the river discharge to overflow and inundate residential areas in the Medan Maimun District. This is also triggered by a change in the function of land use where there is the development of residential areas in catchment areas in Medan Maimun District. The purpose of this final project is to reduce the flood discharge that occurred in the Deli River in the District of Medan Maimun and to find out how effective the construction of retention ponds in flood control efforts in the District of Medan Maimun is.

The methodology used in this final project is the Nakayasu Synthesis Unit Hydrograph method to prepare a flood discharge plan using analysis of the distribution of probability and rainfall data. Based on calculations using the HSS Nakayasu flood discharge method, it is obtained 200,692 m3/s at the 20 year return period and the river capacity is 80,35 m3/s, and the planned retention volume capacity is 712,500 m3. With the planning of 3 retention ponds in several locations and the planned depth of each pond is 3m, the planned pond area is 237,500 m2 or about 23.75 ha. To drain the flood discharge into the retention pond, it is planned to use a spillway with a width of 43 m and a height of 2m, respectively.

While the retention pond draining building is planned to use one sluice gate with a gate width of 50 cm and a height of 1.5m, pool II 1 m and height 1.5m and pool III 1.8 m and 1.5m high.

Keywords: Flood, Deli River Basin, HSS Nakayasu, Retention Pond

(10)

ix

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... ix

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar ... xii

Daftar Rumus ... xiii

BAB I PENDAHULUAN...I-1

1.1 Latar Belakang ...I-1

1.2 Tujuan Perancangan...I-11

1.3 Rumusan Masalah ...I-11

1.4 Ruang Lingkup ...I-11

1.5 Manfaat Perancangan...I-11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...II-1

2.1 Sungai ...II-1

2.1.1 Fungsi Sungai...II-1

2.1.2 Morfologi Sungai ...II-1

2.1.3 Pengelolaan Sungai ...II-2

2.1.4 Penguasaan Sungai...II-2

2.2 Daerah Aliran Sungai (DAS) ...II-3

2.2.1 Debit Aliran Sungai ...II-3

2.2.2 Prinsip Pengukuran Debit Sungai ...II-5

2.3 Banjir...II-6

2.3.1 Tipe-Tipe Banjir ...II-6

2.3.2 Penyebab Banjir...II-7

2.3.2.1 Penyebab Banjir Secara Alami ...II-7

2.3.2.2 Penyebab Banjir Akibat Aktifitas Manusia …...II-8

2.3.3 Penelusuran Banjir...II-10

2.3.4 Pengendalian Banjir...II-10

2.3.5 Analisa Debit Banjir ...II-13

2.4 Kolam Retensi...II-13

2.4.1 Fungsi Kolam Retensi ...II-14

2.4.2 Jenis-Jenis Kolam Retensi...II-14

(11)

2.5 Analisa Hidrologi ... I-16

2.5.1 Siklus Hidrologi...II-16

2.5.1.1 Pengertian Siklus Hidrologi ...II-16

2.5.1.2 Tahapan-Tahapan Siklus Hidrologi...II-17

2.5.1.3 Macam-Macam Siklus Hidrologi ...II-19

2.5.2 Analisa Curah Hujan Rencana...II-19

2.5.3 Intensitas Curah Hujan ...II-20

2.5.4 Analisa Frekuensi Curah Hujan...II-20

2.5.4.1 Penentuan Distribusi...II-22

2.5.4.2 Metode Distribusi Normal ...II-22

2.5.4.3 Distribusi Gumbel ...II-23

2.5.4.4 Distribusi Log Pearson III ...II-24

2.6 Uji Probabilitas ...II-27

2.6.1 Metode Chi-Kuadrat X

2

...II-28

2.6.2 Metode Smirnov-Kolmogorof (Secara Analitis) ...II-29

2.7 Analisa Debit Banjir Rencana...II-29

2.7.1 Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Nakayasu...II-29

2.8 Dimensi Kolam Retensi ...II-30

2.9 Bangunan Pelengkap Kolam Retensi...II-32

2.9.1 Perencanaan Mercu ...II-32

2.9.2 Perencanaan Pintu Air...II-34

BAB III METODE PERANCANGAN ...III-1

3.1 Lokasi dan Waktu Perencanaan ...III-1

3.2 Metode Perancangan ...III-2

3.3 Alat...III-5

3.4 Perencanaan Desain ...III-7

3.4.1 Perencanaan Kolam Retensi ...III-7

3.4.2 Perencanaan Bangunan Spillway ...III-8

3.4.2 Perencanaan Pintu Air...III-8

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...IV-1

4.1 Analisis Hidrologi ...IV-1

4.2 Penentuan Curah Hujan Maksimum ...IV-1

(12)

xi 4.2.1 Hasil Perhitungan Curah Hujan Maksimum Harian Rata-Rata ...IV-5

4.2.1.1 Curah Hujan Max Bulanan (mm) Stasiun Kebun Helvetia

PTPN II (Medan) ... ... V-5 4.2.1.2 Curah Hujan Max Bulanan (mm) Stasiun BBMKG

Wilayah I Medan...IV-6

4.2.1.3 Curah Hujan Max Bulanan (mm) Stasiun Tuntungan ...IV-6

4.2.2 Penentuan Curah Hujan Maksimum Wilayah...IV-7

4.3 Analisis Frekuensi Curah Hujan Periodik ...IV-7

4.3.1 Metode Distribusi Normal...IV-8

4.3.2 Metode Distribusi Log Pearson III ...IV-9

4.3.3 Metode Distribusi Gumbel ...IV-10

4.4 Uji Distribusi Probabilitas ...IV-12

4.4.1 Metode Chi-Kuadrat X

2

...IV-12

4.4.2 Metode Smirnov-Kolmogorof ...IV-15

4.5 Analisa Intensitas Hujan...IV-16

4.6 Analisa Debit Banjir Rencana ...IV-18

4.6.1 Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Nakayasu...IV-18

4.7 Analisa Kapasitas Sungai Deli ...IV-25

4.7.1 Menggunakan cara Manual ...IV-25

4.8 Analisa Perencanaan Kolam Retensi ...IV-27

4.8.1 Ketersediaan lahan ...IV-28

4.8.2 Analisa Kapasitas Tampungan Kolam Retensi...IV-29

4.9 Analisa Kebutuhan Lebar Spillway ...IV-30

4.9.1 Kebutuhan Lebar Spillway Kolam Retensi ...IV-30

4.10 Analisa Kebutuhan Lebar Pintu Air ...IV-31

4.10.1 Kebutuhan Lebar Pintu Air Kolam I ...IV-31

4.10.2 Kebutuhan Lebar Pintu Air Kolam II...IV-32

4.10.3 Kebutuhan Lebar Pintu Air Kolam III ...IV-33

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...V-1

5.1 Kesimpulan ...V-1

5.2 Saran ...V-1

DAFTAR PUSTAKA ... …….xxii

LAMPIRAN

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu Yang Menjadi Acuan Penelitian ... I-3 Tabel 2.1

Harga koefisien pada masing-masing metode

...II-22 Tabel 2.2 Nilai Koefisien Untuk Distribusi Normal...II-22 Tabel 2.3 Reduced Mean (Yn)...II-23 Tabel 2.4 Reduced Standard Deviasi (Sn) ...II-24 Tabel 2.5 Reduced Variate (Yt) ...II-24 Tabel 2.6 Faktor k Untuk Sebaran Log Pearson III ...II-25 Tabel 2.7 Nilai Variabel Reduksi Gauss...II-27 Tabel 2.8 Reduced Variate, Y

TR

Sebagai Fungsi Periode Ulang...II-28 Tabel 4.1 Data Curah Hujan Harian Maksimum Stasiun Tuntungan (mm/hari)...IV-2 Tabel 4.2 Data Curah Hujan Harian Maksimum Stasiun BBMKG Wilayah I (mm/hari…..IV-3 Tabel 4.3 Data Curah Hujan Harian Maksimum Stasiun Kebun Helvetia PTPN II

(mm/hari)………...IV-4 Tabel 4.4 Jarak Antar Stasiun Curah Hujan ………...IV-5 Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Curah Hujan Max Bulanan Stasiun Kebun Helvetia

PTPN II (Medan) (mm)...IV-5 Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Curah Hujan Max Bulanan Stasiun BBMKG

Wilayah I Medan (mm)...IV-6

Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Curah Hujan Max Bulanan Stasiun Tuntungan (Medan)…....IV-6

Tabel 4.8 Rekapitulasi Data Curah Hujan Harian Maksimum DAS Deli (mm/hari) ...IV-7

Tabel 4.9 Perhitungan Distribusi Normal ...IV-8

Tabel 4.10 Analisa Curah Hujan Rencana Dengan Metode Distribusi Normal ...IV-9

(14)

xiii Tabel 4.11 Perhitungan Metode Log Pearson Type III ... IV-9 Tabel 4.12 Analisis Curah Hujan Rencana Dengan Metode Log Pearson Type IIII...IV-10 Tabel 4.13 Perhitungan Metode Gumbel ...IV-10 Tabel 4.14 Analisis Curah Hujan Rencana Dengan Metode Gumbel ...IV-11 Tabel 4.15 Rekapitulasi Analisa Curah Hujan Rencana Maksimum...IV-11 Tabel 4.16 Pengurutan Data Curah Hujan Dari Terbesar Hingga Terkecil ...IV-12 Tabel 4.17 Analisis Uji Probabilitas Chi-Kuadrat Distribusi Normal ...IV-13 Tabel 4.18 Analisis Uji Probabilitas Chi-Kuadrat Distribusi Log Pearson Type III...IV-14 Tabel 4.19 X

2

Untuk Distribusi Normal ...IV-14 Tabel 4.20 X

2

Untuk Distribusi Log Pearson III ...IV-14 Tabel 4.21 Rekapitulasi Nilai X

2

dan X

2Cr

...IV-14 Tabel 4.22 Perhitungan Distribusi Metode Smirnov-Kolmogorof Pada Distribusi

Normal ...IV-15 Tabel 4.23 Perhitungan Distribusi Metode Smirnov-Kolmogorof Pada Distribusi

Log Pearson Type III ...IV-15 Tabel 4.24 Rekapitulasi Simpangan Maksimum (∆P) Keseluruhan Distribusi

Probabilitas ...IV-16 Tabel 4.25 Analisis Curah Hujan Rencana Dengan Metode Gumbel ...IV-16 Tabel 4.26 Perhitungan Intensitas Curah Hujan ...IV-17 Tabel 4.27 Zona Penggunaan Lahan DAS Deli...IV-19 Tabel 4.28 Hasil Perhitungan Zona Penggunaan Lahan DAS Deli ...IV-19 Tabel 4.29 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Hidrograf Metode Nakayasu Sungai

Deli Kecamatan Medan Maimun ...IV-22

Tabel 4.30 Rekapitulasi Perhitungan Hidrograf Nakayasu ...IV-23

Tabel 4.31 Hasil Pengukuran Kedalaman Sungai Deli...IV-25

Tabel 4.32 Hasil Pengukuran Kecepatan Aliran Sungai Deli...IV-25

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Daerah Penguasaan Sungai ... I-3

Gambar 2.2 Kolam Retensi Yang Terletak Di Samping Badan Saluran/Sungai...II-14

Gambar 2.3 Kolam Retensi Yang Terletak Pada Badan Saluran/Sungai ...II-15

Gambar 2.4 Kolam Retensi Tipe Storage Memanjang ...II-15

Gambar 2.5 Siklus Hidrologi ...II-17

Gambar 2.6 Pelimpah ...II-30

Gambar 2.7 Tipe-Tipe Mercu ...II-32

Gambar 3.1 Lokasi Perencanaan ...III-1

Gambar 3.2 Bagan Alir Perancangan ...III-5

Gambar 3.3 Alat Current meter ...III-5

Gambar 3.4 Baju pelampung ...III-6

Gambar 3.5 Alat bak ukur ...III-6

Gambar 3.6 Alat meteran ...III-7

Gambar 3.7 Tali pipih ...III-7

Gambar 4.1 Grafik Rekapitulasi Analisa Curah Hujan Rencana Maksimum ...IV-12

Gambar 4.2 Grafik Intensitas Curah Hujan ...IV-18

Gambar 4.3 Grafik Metode HSS Nakayasu...IV-24

Gambar 4.4 Sketsa Pengukuran Luas Penampang Melintang Sungai Deli...IV-25

Gambar 4.5 Peta Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Dan Peraturan Zonasi Kota Medan

Tahun 2015-2035...IV-25

(16)

xv

DAFTAR RUMUS

Rumus 2.1 Kecepatan liran Rata-rata ... I-5

Rumus 2.2 Debit pada bagian ke x ... I-5

Rumus 2.3 Intensitas Curah Hujan ...II-20

Rumus 2.4 Nilai Rata-Rata Curah Hujan...II-21

Rumus 2.5 Persamaan Standard Deviasi ...II-21

Rumus 2.6 Koefisien Skewness...II-21

Rumus 2.7 Pengukuran Kurtosis ...II-21

Rumus 2.8 Curah Hujan Rencana Distribusi Normal...II-22

Rumus 2.9 Curah Hujan Rencana Dalam Periode Ulang T Tahun Gumbel...II-23

Rumus 2.10 Harga Rata-Rata Logaritmik ...II-28

Rumus 2.11 Logaritma Hujan Rencana Dengan Periode Ulang T Tahun ...II-25

Rumus 2.12 Curah Hujan Rencana Dengan Periode Ulang T Tahun...II-25

Rumus 2.13 Parameter Chi-Kuadrat Terhitung ...II-28

Rumus 2.14 Derajat Kebebasan...II-28

Rumus 2.15 Jumlah Kelas Distribusi...II-28

Rumus 2.16 Perbandingan Chi-Kuadrat Terhitung Dengan Kritis...II-28

Rumus 2.17 Peluang Empiris...II-29

Rumus 2.18 Selisih Antara Peluang Empiris dan Teoritis...II-29

Rumus 2.19 Debit Banjir Puncak Nakayasu...II-30

Rumus 2.20 Jumlah Air Yang Melimpas...II-31

Rumus 2.21 Debit Pintu...II-32

Rumus 2.22 Debit Yang Akan Dialirkan Melalui Spillway...II-33

Rumus 2.23 Debit Yang Akan Dialirkan Melalui Pintu Air...II-34

(17)
(18)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Akibat dari pesatnya kegiatan manusia di wilayah perkotaan memberikan dampak positif terhadap kemajuan ekonomi terhadap wilayah tersebut. Namun disisi lain dapat menimbulkan permasalahan lingkungan akibat pembangunan yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungannya. Masalah utama yang timbul adalah banjir, genangan air serta penurunan muka air tanah (Astuti, 2016).

Daerah resapan memiliki fungsi untuk menangkap, menyimpan dan mengalirkan air melalui badan sungai menuju laut. Sehingga dengan menurunnya fungsi daerah resapan akibat dari perubahan penggunaan lahan menjadi daerah kedap menyebabkan pengaruh terhadap siklus hidrologi. Hal ini berkaitan dengan keseimbangan air daerah tersebut yaitu dengan menurunnya laju infiltrasi ke dalam tanah akibat meningkatnya daerah pemukiman atau lahan terbangun yang menyebabkan peningkatan laju aliran permukaan dan pengurangan penyimpanan air tanah (Sudinda, 2020).

Kota Medan merupakan salah satu kota di Provinsi Sumatera Utara yang mengalami pertambahan penduduk akibat adanya perpindahan penduduk dengan tingkat kelahiran yang cukup tinggi.

Pertambahan jumlah penduduk mengakibatkan tata guna lahan di sekitar Daerah Aliran Sungai berubah menjadi daerah pemukiman yang mengakibatkan limpasan permukaan aliran mengalir dengan cepat.

Secara geografis dan berdasarkan peta wilayah sungai wilayah Kota Medan dicakup oleh 2 Daerah Aliran Sungai yang cukup luas yaitu Daerah Aliran Sungai Deli dan Daerah Aliran Sungai Belawan (Zevri, 2019).

Daerah Aliran Sungai Deli merupakan salah satu daerah aliran yang berada di dalam cakupan Wilayah Satuan Belawan Ular Padang. Luas catchment area Daerah Aliran Sungai Deli mencapai 47,748.01 Ha dengan panjang sungai mencapai 70 km dari hulu ke hilir. Hulu DAS Sungai Deli berada di Kabupaten Deli Serdang yaitu Sibolangit dan Kutalimbaru yang mengalir ke hilir melewati jantung Kota Medan dan bermuara di Selat Malaka (Zevri, 2017).

Curah hujan yang tinggi disertai dengan kondisi sungai yang mengalami pendangkalan akibat erosi dan sedimentasi mengakibatkan kapasitas tampungan sungai dalam menampung limpasan debit banjir tidak maksimal. Kondisi ini dapat mengakibatkan volume air meluap sehingga terjadi daerah genangan banjir. Potensi banjir di Daerah Aliran Sungai Deli dapat memberikan dampak yang buruk terhadap penduduk di Kota Medan. Tinggi muka air banjir akibat debit banjir DAS Deli mencapai 1-3meter dari dataran sungai yang menggenangi Kota Medan (Zevri, 2014 dalam Zevri, 2017). Kondisi banjir ini akan tetap terjadi dikarenakan perubahan tata guna lahan dan belum adanya sistem penanggulangan banjir di Kota Medan yang efektif dan efisien (Zevri, 2017).

(19)

Banjir dapat diartikan sebagai datangnya air secara berlebihan di suatu tempat. Apabila hal ini tidak mendapatkan penanganan yang semestinya, maka dapat menimbulkan gangguan dan kerugian bagi masyarakat yang tinggal di tempat tersebut bahkan kehilangan kehidupan serta nyawa (Harmani, 2017).

Saat terjadi perubahan iklim dimana pada musim hujan dengan intensitas yang tinggi, Daerah Aliran Sungai Deli kerap sekali mengalami peningkatan debit hingga menyebabkan debit sungai meluap dan mengganangi kawasan pemukiman diwilayah Kecamatan Medan Maimun. Hal ini juga dipicu karena adanya perubahan fungsi tata guna lahan dimana adanya pembangunan wilayah pemukiman di daerah resapan air di Kecamatan Medan Maimun.

Secara teori yang dimaksud dengan pengendalian banjir adalah mengalirkan kelebihan air ke tempat lain agar tidak mengganggu kenyamanan yang ada. Konsep lama dalam pengendalian banjir adalah mengusahakan agar air secepatnya dialirkan/dibuang kehilir. Sejalan dengan pengalaman ternyata hal ini tidak selalu membawa hal baik bagi masyarakat yang tinggal di daerah hilir. Dalam kenyataannya pola ini seringkali hanya memindahkan lokasi banjir yang terjadi. Sehingga muncul lah konsep baru pengendalian banjir (Harmani, 2017).

Konsep baru dalam pengendalian banjir adalah suatu upaya mengendalikan air permukaan dengan sasaran memperlama kehadirannya pada suatu tempat, tanpa mengganggu lingkungan yang ada. Konsep yang baru ini lebih didasarkan pada upaya pelestarian air agar tidak terjadi kekeringan (Harmani, 2017).

Salah satu upaya metode pengendalian banjir secara struktural yaitu dengan merencanakan kolam retensi. Pendekatan dalam merencanakan kolam retensi yaitu dengan memahami karakteristik curah hujan, debit banjir, tata guna lahan, dan penampang sungai. Parameter tersebut dapat menjadi dasar dalam merencanakan volume tampungan kolam retensi yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan (Zevri, 2019).

Berdasarkan penjabaran diatas penelitian ini bertujuan untuk mengetahui debit banjir yang terjadi di Daerah Aliran Sungai Deli. Debit banjir yang terjadi nantinya akan dialirkan dan ditampung didalam kolam retensi sebagai upaya pengendalian banjir yang terjadi di Kecamatan Medan Maimun. Oleh karena itu peneliti melakukan penelitian dengan judul: “PERENCANAAN DESAIN KOLAM RETENSI SEBAGAI ALTERNATIF PENGENDALIAN BANJIR DI KECAMATAN MEDAN MAIMUN”.

Selanjutnya mengenai penelitian terdahulu yang menjadi acuan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut ini:

(20)

I-3 Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu Yang Menjadi Acuan Penelitian

No Nama Peneliti Tahun Penelitian

Judul penelitian Tujuan Metode Hasil

1 Desyi Astuti, 2016 ANALISIS Tujuan penelitian ini Proses pelaksanaan Simulasi dengan

Siswanto dan KOLAM RETENSI yaitu untuk menganalisis penelitian ini pada penambahan kolam

Imam SEBAGAI kapasitas kolam retensi prinsipnya terbagi dalam retensi mampu

Suprayogi PENGENDALIAN untuk mereduksi air tiga bagian yaitu menanggulangi

BANJIR limpasan dengan pengumpulan data, banjir

GENANGAN DI menggunakan data data pengolahan data atau hingga 7,35% dengan

KECAMATAN yang ada dan dapat perhitungan dan asumsi kolam belum

PAYUNG SEKAKI dimanfaatkan sebagai keluaran berupa hasil terisi air, apabila masukan bagi pihak- Analisa sebagai kolam telah terisi air

pihak yang rekomendasi kepada sebanyak setengah

berkepentingan untuk pihak yang dari kapasitas kolam perencanaan sistem membutuhkan. Langkah maka efektifitas

drainase yang langkah yang diambil kolam akan

berwawasan lingkungan. dalam prosedur berkurang menjadi penelitian ini adalah 3,67%.

studi literatur, survei dan pengumpulan data.

(21)

2 Teddy W Sudinda

2020 PENENTUAN DEBIT

ANDALAN DENGAN METODA F J MOCK DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CILIWUNG

untuk mengetahui debit aliran sungai pada suatu waktu dan daerah tertentu dengan analisa debit andalan menggunakan Model FJ. Mock.

Metode Model FJ.

Mock.

Metode F.J. Mock telah diterapkan untuk memperkirakan besarnya debit andalan suatu daerah aliran sungai Ciliwung berdasarkan

konsep water balance.

Air hujan yang jatuh (presipitasi) akan mengalami evapotranspirasi sesuai dengan vegetasi yang menutupi daerah tangkapan hujan.

Evapotranspirasi

(22)

I-5 pada Metode Mock adalah evapotranspirasi yang dipengaruhi oleh jenis vegetasi, permukaan tanah dan jumlah hari hujan.

3 ASRIL ZEVRI

2017 ANALISIS VOLUME

TAMPUNGAN KOLAM RETENSI DAS DELI SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENGENDALIAN BANJIR KOTA MEDAN

Untuk mengetahui volume tampungan kolam retensi DAS Deli

Pendekatan dalam

merencanakan kolam retensi yaitu dengan memahami karakteristik curah hujan, debit banjir, tata guna lahan, dan penampang sungai.

Parameter tersebut dapat menjadi dasar dalam merencanakan volume tampungan kolam retensi yang

Berdasarkan data curah hujan harian maksimum, tata guna lahan,

karakteristik profil sungai diperoleh bahwasanya debit banjir kala ulang 100 tahun DAS Deli-Titi Kuning memilki potensi banjir terhadap debit

kapasitas penampang

(23)

berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

sungai. Debit banjir kala ulang 100 tahun DAS Deli-Titi Kuning Q100 = 548.66 m3/det sementara debit kapasitas

penampang sungai Deli- Titi Kuning Qkapasitas = 160 m3/det sehingga mengakibatkan debit kolam retensi = 388.66 m3/det dengan lama waktu puncak banjir kembali ke waktu normal terjadi dalam jangka waktu 6.13 jam.

Potensi Volume tampungan kolam

(24)

I-7 retensi yaitu 8,600,000 m3

sehingga rencana dimensi kolam retensi

membutuhkan luas lahan 215 Ha dengan

kedalaman rata-rata 4 m.

4 Evy Harmani, M.Soemantoro

2017 KOLAM RETENSI

SEBAGAI ALTERNATIF PENGENDALI BANJIR

Untuk dapat mengendalikan besarnya debit puncak dengan menekan atau memotong puncak banjir yang seharusnya terjadi

Analisa Hidrograf Dari hasil analisa terhadap beberaa hidrograf banjir yang ditampilkan di atas, maka terlihat bahwa

pembuatan atau pengembangan Kolam Retensi dapat

(25)

menjadi alternative pengendali banjir yang efektif.

5 ASRIL ZEVRI

2019 DESAIN KOLAM

RETENSI PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI BEKALA

Tujuan penelitian ini untuk melakukan desain kolam retensi di DAS Bekala berdasarkan debit banjir kala ulang dengan debit kapasitas penampang Sungai Bekala

Metode penelitian dilakukan dengan dua cara yaitu secara kuantitatif dan kualitatif.

Kuantitafif adalah metode yang dilakukan dalam pengambilan data baik itu data primer yang meliputi debit kapasitas sungai dan penampang sungai sementara data sekunder meliputi curah hujan dan peta daerah aliran sungai. Kualitatif adalah metode yang dilakukan dalam pengolahan data

Potensi debit banjir kala ulang yang terjadi di DAS Bekala berdasarkan hasil analisa debit banjir rancangan yaitu sebesar Q25 125.37 m/det. Debit kapasitas penampang Sungai Bekala Qkapasitas 31 m3/det sehingga dengan simulasi volume kapasitas kolam retensi dengan waktu puncak banjir 3.37 jam diperoleh

(26)

I-9 dengan menggunakan rumus

dan persamaan yang relevan yang menghasilkan data berupa statistic dan numerik.

Kesimpulan diperoleh dengan penjelasan secara induktif yaitu data-data pengamatan yang diperoleh dari lapangan dengan dukungan data dari instansi terkait dianalisa secara hidrologi dan hidraulika yang akan menghasilkan volume kapasitas tampungan DAS Bekala dengan rencana dimensi

kolam retensi sebagai

volume tampungan kolam retensi DAS Bekala mencapai 907,769.80 m3. Luas pemanfaatan yang dibutuhkan atau direncanakan dalam pembangunan

mencapai 50 Ha dengan kedalaman kolam 1.82 m.

Bangunan pendukung pintu intake direncanakan dengan lebar 4 m dan bukaan pintu 3 m sebanyak 3 unit

sementara pintu penguras direncakan

dengan lebar 2 m dan

(27)

salah satu solusi dalam pengendalian banjir Kota Medan.

bukaan pintu 0.5 m sebanyak 1 unit.

(28)

I-11 1.2 Tujuan Perancangan

Adapun tujuan dari tugas akhir perancangan ini adalah:

1.

Untuk mereduksi debit banjir yang terjadi pada Sungai Deli di Kecamatan Medan Maimun.

2.

Untuk mengetahui seberapa efektif pembangunan kolam retensi dalam upaya pengendalian banjir di Kecamatan Medan Maimun.

1.3 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari tugas akhir perancangan ini adalah:

1. Puncak banjir Sungai Deli di Kecamatan Medan Maimun diperkirakan akan semakin meningkat dari waktu ke waktu.

2. Bagaimana keefektifan penanganan banjir melalui pembangunan kolam retensi untuk debit banjir dengan rentang periode 2, 5, 10, 15, 20 ,25, 50 sampai 100 tahun?

1.4 Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam tugas akhir perancangan perencanaan desain kolam retensi sebagai alternatif pengendalian banjir di Kecamatan Medan Maimun merupakan batasan – batasan masalah yang akan dilakukan dalam mencapai tujuan perancangan. Adapun ruang lingkup dari perancangan ini adalah:

1.

Lokasi rencana perancangan dilakukan di Kawasan Sungai Deli di Kecamatan Medan Maimun.

2.

Analisis debit banjir rencana menggunakan Metode Nakayasu dengan kala ulang 2, 5, 10, 15, 20, 25, 50 dan 100 tahun.

3.

Perhitungan yang dilakukan hanya meliputi hidrologi dan hidrolis. Tanpa melakukan analisis geoteknik yang berhubungan dengan rembesan, daya dukung dan kestabilan lereng dari tanggul tersebut

4.

Perancangan dilakukan sampai tahapan perencanaan desain gambar kolam retensi, kapasitas tampungan serta terkait dengan bangunan pelengkap seperti bangunan inlet, dan pintu air pembuang.

1.5 Manfaat Perancangan

Adapun manfaat dari tugas akhir perancangan ini ialah sebagai tambahan ilmu dan ide yang dapat dikembangkan dalam solusi untuk mengatasi banjir yang terjadi di daerah Kecamatan Medan Maimun.

(29)
(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sungai

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Sungai, sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan.

Sungai adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Ada juga sungai yang terletak di bawah tanah, disebut sebagai underground river.

sungai sebagai salah satu sumber air mempunyai fungsi yang sangat penting bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat (Triwibowo & Abduh, 2020).

Sungai terjadi dari air hujan yang jatuh dan mengalir di permukaan kemudian akan berkumpul membentuk penampang dan mengalir ke tempat yang lebih rendah. Sungai juga merupakan sumber air untuk kebutuhan atau keperluan bagi manusia, antara lain air bersih untuk keperluan air minum, air irigasi, tenaga listrik, industri, transportasi dan sebagainya (Mananoma dkk, 2017).

2.1.1 Fungsi Sungai

Sungai yaitu sumber air yang merupakan salah satu sumber daya alam yang mempunyai fungsi serbaguna bagi kehidupan dan penghidupan manusia. Sungai mempunyai fungsi yang luas, antara lain untuk:

a.

Penyediaan air, untuk minum, irigasi, industri, dsb.

b.

Prasarana transportasi, penyediaan tenaga.

c.

Sarana pengaliran/drainase.

d.

Sarana rekreasi.

e.

Sarana perikanan (Mulyono,2018).

2.1.2 Morfologi Sungai

Morfologi sungai merupakan ukuran dan bentuk sungai sebagai hasil reaksi terhadap perubahan kondisi hidraulik dari aliran. sehingga sungai akan leluasa dalam menyesuaikan ukuran-ukuran dan bentuknya baik bentuk geometri atau kekasaran dasar sungai. Bagian dasar dan tebing sungai akan dibentuk oleh material yang diangkut aliran sungai yang berasal dari pelapukan geologi pada periode yang panjang. Bentuk sungai selalu berubah mengikuti karakteristik alami yang merupakan faktor penting dalam proses pembentukan sungai (Sutikno dkk 2017).

(31)

Karakteristik alami tersebut adalah iklim dan fisiografi daerah di wilayah sungai, yang secara pembagian besar terdiri dari topografi DAS, formasi batuan, daerah tangkapan hujan dan vegatasi. Secara umum bentuk sungai dapat diklasifikasikan menjadi 4 bentuk yaitu meandering, straight (sungai lurus), dan breained (sungai yang dipisahkan oleh pulau-pulau kecil) dan anastomasing. Namun sesungguhnya banyak kondisi transisi dari klasifikasi tersebut (Sutikno dkk 2017).

2.1.3 Pengelolaan Sungai

Yang dimaksud dengan istilah pengelolaan sungai adalah segala usaha yang dilakukan untuk memanfaatkan potensi sungai, memelihara fungsi sungai danmencegah terjadinya bencana yang dapat ditimbulkan oleh sungai (Rahmatullah, 2019).

Dengan demikian ruang cakup pengelolaan sungai luas sekali dan diantaranya dapat disebabkan:

a.

Perbaikan dan pengaturan sungai. Pengoperasian bangunan-bangunan sungai

b.

Pengendalian alternatif seperti pembatasan atau pelalangan atas kegiatan-kegiatan yang dapat memberikan dapak negatif terhadap fungsi sungai

c.

Pemberian izin atas pemanfatan air sungai

d.

Pemberian tanda batas – batas daerah sungai

Dalam melaksanakan pengelolaan sungai, Langkah langkah yang tepat perlu dilaksanakan sehinga dapat dicapai/dipenuhi fungsi dan kegunaan/manfaat sungai sebagai milik umum (public properties), menjamin kesejahteraan umum, pelestarian dan pengembangan lahan serta memberikan rasa aman kepada masyarakat (Rahmatullah, 2019).

2.1.4 Penguasaan Sungai

Sungai dikuasai oleh negara, yang pelaksanaannya dilakukan oleh pemerintah. Pelaksanaan wewenang dan tanggung jawab pengusaan sungai tersebut dilakukan oleh menteri (PU). Dalam rangka pelaksanaan wewenang dan tanggung jawab tersebut, menteri menetapkan: (Mulyono, 2018)

a.

Garis sempadan sungai.

b.

Pengaturan daerah diantara dua garis sempadan sungai.

c.

Pengelolaan lahan di daerah manfaat sungai.

d.

Pengelolaan/pemanfaatan lahan di daerah penguasaan sungai.

e.

Pengaturan pemanfaatan lahan bekas sungai.

(32)

II-3 Gambar 2.1. Daerah Penguasaan Sungai

Sumber: Mulyono, 2018

2.2 Daerah Aliran Sungai (DAS)

DAS merupakan ekosistem alam yang dibatasi oleh punggung bukit. Air hujan yang jatuh di daerah tersebut akan mengalir pada sungai-sungai yang akhirnya bermuara ke laut atau ke danau. Pada Daerah Aliran Sungai dikenal dua wilayah yaitu wilayah pemberi air (daerah hulu) dan wilayah penerima air (daerah hilir).

Kedua daerah ini saling berhubungan dan mempengaruhi dalam unit ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS). Fungsi Daerah Aliran Sungai adalah sebagai areal penangkapan air (catchment area), penyimpan air (water storage) dan penyalur air (distribution water) (Halim 2014 dalam Haridjaja dkk, 2017).

DAS merupakan suatu kesatuan yang sistematis, dimana terdapat input, proses dan output. Input dari DAS adalah curah hujan, prosesnya adalah ekosistem dalam DAS tersebut dan output nya berupa debit, aliran permukan, erosi, sedimentasi dan sebagainya (Haridjaja dkk, 2017).

2.2.1 Debit Aliran Sungai

Debit aliran adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu. Satuan debit yang digunakan adalah meter kubik per detik (m3/s) (Asdak, 2007 dalam Haridjaja dkk, 2017).

Debit aliran sungai dapat berasal dari beberapa sumber air, yaitu:

1.

Aliran Permukaan Atas: Bagian aliran yang melintas di atas permukaan tanah menuju saluran sungai.

Atau disebut aliran permukaan di atas lahan.

(33)

2.

Aliran Permukaan Bawah: Permukaan Aliran permukaan ini merupakan sebagian dari aliran permukaan yang disebabkan oleh bagian presipitasi yang berinfiltrasi ke tanah permukaan dan bergerak secara lateral melalui horizon-horizon tanah bagian atas menuju sungai.

3.

Aliran Permukaan Langsung: Bagian aliran permukaan memasuki sungai secara langsung setelah curah hujan. Aliran ini sama dengan kehilangan presipitasi atau hujan efektif.

Faktor-Faktor yang mempengaruhi debit aliran pada suatu DAS terdiri dari faktor meteorologi dan karakteristik suatu DAS. Faktor-faktor meteorologi yang berpengaruh pada debit aliran sungai terutama adalah karakteristik hujan, yang meliputi:

1.

Intensitas hujan. Pengaruh intensitas hujan terhadap aliran permukaan sangat tergantung pada laju infiltrasi, maka akan terjadi limpasan permukaan sejalan dengan peningkatan intensitas curah hujan, namun demikian, peningkatan limpasan permukaan tidak selalu sebanding dengan peningkatan intensitas hujan karena adanya penggenangan di permukaan tanah. Intensitas hujan berpengaruh pada debit maupun volume aliran permukaan (Susilowati, 2007 dalam Haridjaja dkk, 2017).

2.

Durasi hujan. Total aliran permukaan dari suatu hujan berkaitan langsung dengan durasi hujan dengan intensitas tertentu (Susilowati, 2007 dalam Haridjaja dkk, 2017).

3.

Distribusi curah hujan. Faktor ini mempengaruhi antara hujan dengan daerah pengaliran. Distribusi hujan yang merata di seluruh daerah aliran, intensitasnya akan berkurang apabila curah hujan sebagian saja dari daerah aliran. Berkurang nya distribusi curah hujan menyebabkan laju dan volume aliran permukaan melambat. Sebaliknya, laju dan volume aliran permukaan akan mencapai nilai maksimum apabila hujan turun merata diseluruh daerah aliran (Susilowati, 2007 dalam Haridjaja dkk, 2017).

Karakteristik DAS yang berpengaruh besar pada aliran permukaan meliputi luas dan bentuk DAS, topografi, tata guna lahan.

1.

Luas dan bentuk DAS. Laju dan volume aliran permukaan makin bertambah besar dengan bertambahnya luas DAS, tetapi apabila aliran permukaan tidak dinyatakan sebagai jumlah total dari DAS, melainkan sebagai laju dan volume per satuan luas, besarnya akan berkurang dengan bertambahnya luasnya DAS.

Ini berkaitan dengan waktu yang diperlukan air untuk mengalir dari titik terjauh sampai ke titik kontrol (waktu konsentrasi) dan juga penyebaran atau intensitas hujan. Bentuk DAS mempunyai pengaruh pada pola aliran dalam sungai. Pengaruh bentuk DAS terhadap aliran permukaan dapat ditunjukkan dengan memperhatikan hidrograf-hidrograf yang terjadi pada dua buah DAS yang bentuknya berbeda, namun mempunyai luas yang sama dan menerima hujan dengan intensitas yang sama. Bentuk DAS memanjang

(34)

II-5 dan sempit cenderung menghasilkan laju aliran permukaan yang lebih kecil dibandingkan dengan DAS yang berbentuk melebar atau melingkar. Hal ini terjadi karena waktu konsentrasi DAS yang memanjang lebih lama dibandingkan dengan DAS melebar, sehingga terjadinya konsentrasi air di titik control lebih lambat yang berpengaruh pada laju dan volume aliran permukaan. Faktor bentuk juga dapat berpengaruh pada aliran permukaan apabila hujan yang terjadi tidak serentak di seluruh DAS, tetapi bergerak dari ujung yang satu ke ujung lainnya, misalnya dari hilir ke hulu DAS. Pada DAS memanjang laju aliran akan lebih kecil karena aliran permukaan akibat hujan di hulu belum memberikan kontribusi pada titik control ketika aliran permukaan dari hujan di hilir telah habis, atau mengecil. Sebaliknya pada DAS melebar, datangnya aliran permukaan dari semua titik di DAS tidak terpaut banyak, artinya air dari hulu sudah tiba sebelum aliran dari hilir mengecil (Susilowati, 2007 dalam Haridjaja dkk, 2017).

2.

Topografi. Tampaknya rupa muka bumi atau topografi seperti kemiringan lahan, keadaan dan kerapatan parit dan/atau saluran dan bentuk bentuk cekungan lainnya mempunyai pengaruh pada laju volume aliran permukaan. DAS dengan kemiringan curam disertai parit/saluran yang rapat akan menghasilkan laju dan volume aliran permukaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan DAS yang landai dengan parit yang jarang dan adanya cekungan-cekungan. Pengaruh kerapatan parit, yaitu Panjang parit per satuan luas DAS pada aliran permukaan adalah memperpendek waktu konsentrasi, sehingga memperbesar laju aliran permukaan (Susilowati, 2007 dalam Haridjaja dkk, 2017).

3.

Tata Guna Lahan. Pengaruh tata guna lahan pada aliran permukaan dinyatakan dalam koefisien aliran permukaan (C), yaitu bilangan yang menunjukkan perbandingan antara besarnya aliran permukaan dan besarnya curah hujan. Angka koefisien aliran permukaan ini merupakan salah satu indikator untuk menentukan kondisi fisik suatu DAS. Nilai C berkisar antara 0 sampai 1. Nilai C = 0 menunjukkan bahwa semua air hujan terintersepsi dan terinfiltrasi ke dalam tanah, sebaliknya untuk nilai C = 1 menunjukkan bahwa semua air hujan mengalir sebagai aliran permukaan. Pada DAS yang masih baik, harga C mendekati nol dan semakin rusak suatu DAS, maka harga C makin mendekati satu (Susilowati, 2007 dalam Haridjaja dkk, 2017).

2.2.2 Prinsip Pengukuran Debit Sungai

Prinsip pelaksanaan debit adalah mengukur kecepatan aliran, luas penampang basah, dan kedalaman.

Penampang basah dihitung berdasarkan lebar rai dan muka air. Debit dapat dihitung dengan rumus:

qx = Vx .ax ………...……..………...(2.1) n

Q = ∑ 𝑞𝑥……….………(2.2)

(35)

Keterangan:

qx : Debit pada bagian ke x, (m3/s)

Vx : Kecepatan aliran rata-rata pada bagian penampang ke x (m/s) ax : Luas penampang basah pada bagian ke x, (m2)

Q : Debit seluruh penampang

N : Banyaknya penampang bagian SNI 8066, (2015).

2.3 Banjir

Banjir adalah kelebihan debit air yang menyebabkan meluapnya air pada suatu sungai. Karakteristik DAS dari suatu sungai memiliki pengaruh yang besar terhadap lama waktu dan besarnya banjir pada sungai tersebut. Terjadinya banjir dapat merugikan banyak pihak seperti kerusakan pada pemukiman penduduk, saluran drainase, saluran irigasi, lahan pertanian dan infrastruktur umum seperti jalan raya (Tangkudung dkk, 2019).

Banjir yang sering terjadi dibeberapa bagian belahan dunia termasuk Indonesia, merupakan peristiwa alam yang tidak dapat dicegah. Peristiwa banjir merupakan akibat dari berbagai sebab. Misalnya hujan deras dan lama serta kondisi daerah pengaliran sungai yang tidak mampu menahan air hujan, akan menimbulkan aliran permukaan yang besar. Ketika palung sungai tidak menampung aliran permukaan yang besar berakibat banjir (Budiyanto, 2017).

Perkembangan sosial ekonomi masyarakat Indonesia yang sangat dinamis berdampak pada berbagai komponen lingkungan tempat hidup masyarakat tersebut, salah satu diantaranya adalah pada tutupan lahan yang mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Perkembangan tersebut antara lain dipicu oleh pertambahan jumlah penduduk yang diikuti dengan peningkatan kebutuhan penunjang kehidupan. Usaha pemenuhan kebutuhan tersebut membutuhkan lahan baru atau menyebabkan alih fungsi lahan, dengan kata lain menyebabkan terjadinya perubahan tutupan lahan (Budiyanto, 2017).

2.3.1 Tipe-tipe Banjir

Ada beberapa jenis atau tipe banjir yang menjadi dasar bagi setiap keputusan yang diambil untuk penanganan bajir, yaitu:

a.

Banjir Sungai: melubernya air sungai melalui tanggul-tanggul sungai. Hal ini seringkali terjadi pada sungai-sungai perennial dengan intensitas hujan yang tinggi.

b.

Banjir Pantai: naiknya muka air laut akibat pasang naik. Daerah-daerah di muara sungai sering kali mengalami bajir tipe ini. Naiknya muka air laut akibat pasang masuk ke muara sungai mengakibatkan

(36)

II-7 terhambatnya air di hilir sungai sehingga Ketika terjadi hujan dihulu sehingga terjadi stagnasi aliran di ruas bagian hilir. Hal ini menyebabkan terjadinya banjir.

c.

Banjir Tiba-tiba: banjir yang terjadi secara tiba-tiba akibat hujan deras dengan intensitas tinggi. Banjir ini seringkali terjadi area pemukiman. Kurangnya resapan dan tingginya intensitas hujan menjadi pemicu utama terjadinya banjir tipe ini. Banjir ini juga sering terjadi di sungai-sungai ephemeral. Ketika terjadi hujan deras dengan intensitas hujan yang tinggi di bagian hulu maka bagian hilir akan terjadi banjir tiba- tiba. Apabila kapasitas sungai tidak mencukupi maka aliran akan keluar melalui tanggul-tanggul sungai dan membanjiri daerah sekitarnya.

d.

Banjir Lokal/Perkotaan: banjir di area pemukiman atau perkotaan akibat drainase yang tidak memadai atau perubahan tata guna lahan. Perubahan tata guna lahan menjadi area masif sering kali menjadi pemicu utama dalam terjadinya banjir, karena berkurangnya resapan sehingga aliran tidak banyak memiliki akses untuk meresap ke dalam tanah.

e.

Banjir danau/ tampungan: naiknya muka air di danau atau tampungan hingga melewati tanggul danau/

tampungan. Akibat intensitas hujan yang tinggi seringkali menyebabkan danau atau tampungan melimpaskan airnya melalui tanggul sehingga berakibat terjadinya banjir/genangan di daerah sekitarnya (Soemantoro, 2017).

2.3.2 Penyebab Banjir

Banjir disebabkan oleh dua katagori yaitu banjir akibat alami dan banjir akibat aktivitas manusia. Banjir akibat alami dipengaruhi oleh curah hujan, fisiografi, erosi dan sedimentasi, kapasitas sungai, kapasitas drainase dan pengaruh air pasang. Sedangkan banjir akibat aktivitas manusia disebabkan karena ulah manusia yang menyebabkan perubahan-perubahan lingkungan seperti: perubahan kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS), kawasan pemukiman di sekitar bantaran, rusaknya drainase lahan, kerusakan bangunan pengendali banjir, rusaknya hutan (vegetasi alami), dan perencanaan sistim pengendali banjir yang tidak tepat (Jannah & Itratip, 2017).

2.3.2.1 Penyebab Banjir Secara Alami

a.

Curah Hujan

Indonesia mempunyai dua musim sepanjang tahun, yakni musim penghujan umumnya terjadi antara bulan Oktober–Maret dan musim kemarau terjadi antara bulan April- September. Pada musim hujan, curah hujan yang tinggi berakibat banjir di sungai dan bila melebihi tebing sungai maka akan timbul banjir atau genangan.

(37)

b.

Pengaruh Fisiografi

Fisiografi atau geografi fisik sungai seperti bentuk, fungsi dan kemiringan daerah aliran sungai (DAS), kemiringan sungai, geometrik hidrolik (bentuk penampang seperti lebar, kedalaman, potongan memanjang, material dasar sungai), lokasi sungai dan lain-lain merupakan hal-hal yang mempengaruhi terjadinya banjir.

c.

Erosi dan Sedimentasi

Erosi di DAS berpengaruh terhadap pengurangan kapasitas penampang sungai. Erosi menjadi problem klasik sungai-sungai di Indonesia. Besarnya sedimentasi akan mengurangi kapasitas saluran sehingga timbul genangan dan banjir di sungai. Sedimentasi juga merupakan masalah besar pada sungai-sungai di Indonesia. Menurut Rahim (2000), erosi tanah longsor (landslide) dan erosi pinggir sungai (stream bank erosion) memberikan sumbangan sangat besar terhadap sedimentasi di sungai-sungai, bendungan dan akhirnya ke laut.

d.

Kapasitas Sungai

Pengurangan kapasitas aliran banjir pada sungai dapat disebabkan oleh pengendapan berasal dari erosi DAS dan erosi tanggul sungai yang berlebihan. Sedimentasi sungai terjadi karena tidak adanya vegetasi penutup dan adanya penggunaan lahan yang tidak tepat, sedimentasi ini menyebabkan terjadinya agradasi dan pendangkalan pada sungai, hal ini dapat menyebabkan berkurangnya kapasitas tampungan sungai. Efek langsung dari fenomena ini menyebabkan meluapnya air dari alur sungai keluar dan menyebabkan banjir.

e.

Kapasitas Drainasi yang tidak memadai

Sebagian besar kota-kota di Indonesia mempunyai drainasi daerah genangan yang tidak memadai, sehingga kota-kota tersebut sering menjadi langganan banjir di musim hujan.

f.

Pengaruh air pasang

Air pasang laut memperlambat aliran sungai ke laut. Pada waktu banjir bersamaan dengan air pasang yang tinggi maka tinggi genangan atau banjir menjadi besar karena terjadi aliran balik (backwater). Fenomena genangan air pasang (Rob) juga rentan terjadi di daerah pesisir sepanjang tahun baik di musim hujan dan maupun di musim kemarau.

2.3.2.2 Penyebab Banjir Akibat Aktifitas Manusia

a.

Perubahan kondisi DAS

Perubahan kondisi DAS seperti penggundulan hutan, usaha pertanian yang kurang tepat, perluasan kota,

(38)

II-9 dan perubahan tata guna lainnya dapat memperburuk masalah banjir karena meningkatnya aliran banjir.

Dari persamaan-persamaan yang ada, perubahan tata guna lahan berkontribusi besar terhadap naiknya kuantitas dan kualitas banjir.

b.

Kawasan kumuh dan Sampah

Perumahan kumuh (slum) di sepanjang bantaran sungai dapat menjadi penghambat aliran. Masalah kawasan kumuh ini menjadi factor penting terjadinya banjir di daerah perkotaan. Disiplin masyarakat untuk membuang sampah pada tempat yang ditentukan masih kurang baik dan banyak melanggar dengan membuang sampah langsung ke alur sungai, hal ini biasa dijumpai di kota-kota besar. Sehingga dapat meninggikan muka air banjir disebabkan karena aliran air terhalang.

c.

Drainase lahan

Drainase perkotaan dan pengembangan pertanian pada daerah bantaran banjir akan mengurangi kemampuan bantaran dalam menampung debit air yang tinggi.

d.

Kerusakan bangunan pengendali air

Pemeliharaan yang kurang memadai dari bangunan pengendali banjir sehingga menimbulkan kerusakan dan akhirnya tidak berfungsi dapat meningkatkan kuantitas banjir.

e.

Perencanaan sistim pengendalian

banjir tidak tepat Beberapa sistim pengendalian banjir memang dapat mengurangi kerusakan akibat banjir kecil sampai sedang, tetapi mungkin dapat menambah kerusakan selama banjir banjir yang besar.

Semisal, bangunan tanggul sungai yang tinggi. Limpasan pada tanggul ketika terjadi banjir yang melebihi banjir rencana dapat menyebabkan keruntuhan tanggul. Hal ini mengakibatkan kecepatan aliran yang sangat besar melalui tanggul yang bobol sehingga menibulkan banjir yang besar.

f.

Rusaknya hutan (hilangnya vegetasi alami)

Penebangan pohon dan tanaman oleh masyarakat secara liar (Illegal logging), tani berpindah-pindah dan permainan rebiosasi hutan untuk bisnis dan sebagainya menjadi salah satu sumber penyebab terganggunya siklus hidrologi dan terjadinya banjir.

Banjir yang terjadi tidak selalu mengikuti salah satu kriteria di atas. Adakalanya terjadi akibat kombinasi dari dua atau lebih kriteria tersebut. Sebagai contoh kota yang terletak pada coastal area [daerah pantai]

dimana sungai juga bermuara ditempat yang sama sangat rentan terhadap kejadian banjir. Pada saat curah hujan turun cukup tinggi dengan intensitas tinggi yang pada saat bersamaan juga terjadi pasang naik

(39)

menyebabkan air sungai tertahan sehingga dapat memicu terjadinya banjir yang akan bertahan cukup lama (Soemantoro, 2017).

Banjir pada daerah perkotaan umumnya terjadi karena beberapa kasus sebagai berikut:

a.

Curah hujan yang jatuh ke permukaan tanah tidak dapat masuk kesaluran drainase, karena tertahan oleh bermacam penghalang bangunan, bagian permukaan tanah yang lebih tinggi.

b.

Permukaan jalan yang tidak mempunyai saluran tepi jalan. Air genangan akan hilang karena menguap dan meresap ke dalam tanah.

c.

Hujan terjadi di lahan/ lapangan yang luas dan di daerah perkembangan yang tidak mempunyai fasilitas drainase yang memadai.

d.

Debit banjir lebih besar dari kapasitas saluran yang ada, karena curah hujan yang terjadi melampaui intensitas hujan yang dipakai untuk perencannaan

e.

Kapasitas saluran drainase berkurang karena adanya sedimentasi atau pengotoran oleh sampah.

f.

Kelancaran aliran tergganggu oleh adanya hambatan di saluran, antara lain jembatan, pipa listrik, telpon, air minum yang melintang saluran, dan bangunan lain yang mengurangi penampang basah saluran, kapasitas gorong-gorong lebih kecil dari pada kapasitas saluran dsb.

g.

Perubahan tata guna lahan, dan pengurangan lahan hijau yang menyebabkan berkurangnya daerah resapan air hujan, sehingga koefisien pematusan meningkat.

h.

Luapan dari saluran drainase akibat kenaikan permukaan air di saluran primer/ sungai saat banjir atau saat muka air laut pasang, yaitu akibat adanya arus balik yang masuk lewat out let/ out fall (Soemantoro, 2017).

2.3.3 Penelusuran banjir

Penelusuran banjir bisa ditafsirkan sebagai suatu prosedur untuk menentukan, memperkirakan waktu dan besaran banjir di suatu titik berdasarkan data yang diketahui (atau anggapan data) di sungai bagian hulu (Mulyono,2018).

Maksud dari penelusuran banjir adalah untuk mengetahui kapasitas alur sungai dan profil muka air sungai pada saat terjadi banjir. Aliran yang terjadi di sungai-sungai merupakan aliran tidak permanen (unsteady flow). Debit banjir diambil debit puncak dari hidrograf yang dihasilkan dalam analisis hidrologi (Mulyono,2018).

2.3.4 Pengendalian Banjir

Pengendalian banjir perlu dilakukan untuk mencegah dan/atau mengurangi kerugian yang ditimbulkan akibat banjir. Komponen-komponen pokok dalam upaya pengendalian banjir terdiri dari, manajemen

(40)

II-11 sumber daya air, manajemen tata ruang, manajemen ancaman bencana, dan manajemen kawasan pesisir.

Secara umum terdapat dua jenis pengendalian, yaitu pengendalian banjir secara structural (reboisasi lahan, pembangunan infrastruktur bangunan pengendali aliran, kanalisasi dan lainnya) serta pengendalian banjir non-struktural meliputi pengendalian tata ruang, peningkatan kesadaran masyarakat, pemetaan daerah rawan banjir (Hamdani et al., 2014 dalam Nurdiawan dan Putri, 2018).

Berbagai upaya pengendalian banjir dapat disusun, sesuai dengan inti permasalahannya. Pada prinsipnya, pengendalian banjir dilakukan dengan pengurangan debit yang harus dialirkan dan meningkatkan kapasitas sungai penyalurnya. Pengurangan debit dilakukan dengan membuat tampungan, baik yang di bawah maupun atas permukaan. Peningkatan kapasitas alur dilakukan dengan “normalisasi sungai”. Paduan antara konservasi vegetatif, mekanis, dan konstruktif pada umumnya sangat efektif dalam mengendalikan banjir.

Kegiatan konservasi sumber daya air akan efektif jika berbasis partisipasi masyarakat (Hargono dkk, 2018).

Metode penanganan banjir yang umum dilakukan adalah sebagai berikut:

1.

Kanal Banjir

Kanal atau saluran dibangun khusus untuk mengalirkan air hujan agar tidak terjadi banjir. Dimensi kanal disesuaikan dengan debit rencana yang telah dihitung berdasar kala ulang tertentu yang menjadi dasar perencanaan.

2.

Perbaikan dan Pemeliharaan Saluran/ sungai

Perbaikan saluran/ sungai meliputi normalisasi dan rehabilitasi saluran. Normalisasi saluran dilakukan apabila dimensi saluran tidak seragam dan terjadi penyempitan di beberapa ruas tengah yang mengakibatkan pengurangan kapasitas dan menghambat laju aliran. Rehabilitasi diperlukan untuk mengembalikan fungsi saluran sebagaimana mestinya yaitu dengan memperbaiki tebing/talud saluran yang rusak misalnya. Pemeliharaan saluran memegang peranan penting dalam penanganan banjir.

Dangkalnya saluran akibat sedimentasi menyebabkan berkurangnya kapasitas saluran yang pada akhirnya berakibat banjir. Untuk itu perlu pengerukan rutin untuk menjaga kemampuan saluran dalam menghantarkan aliran air sampai ke muara.

3.

Tanggul dan Pintu pengatur

Tanggul sering kali di bangun di sepanjang sungai/saluran untuk meningkatkan kapasitas saluran dan diharapkan dapat menampung lebih banyak debit banjir sehingga tidak terjadi over-topping aliran.

4.

Polder dan Pompa

Topografi suatu daerah tidaklah sama satu terhadap yang lainnya. Untuk daerah dengan topografi yang relatif datar perlu klengkapan berupa pompa sebagai upaya mendorong dan mempercepat aliran pada

(41)

sistem drainase. Daerah atau kota yang terletak di muara umumnya dilengkapi dengan polder, yaitu suatu lahan yang dikelilingi oleh tanggul yang disediakan untuk menampung air yang akan dibuang ke muara atau laut sehubungan dengan adanya pasang surut air laut. Polder umumnya dilengkapi dengan pintu dan pompa. Air yang ada dibuang melalui bukaan pintu dikala pasang rendah dan di pompa keluar apabila terjadi pasang naik.

5.

Kolam Retensi dan Kolam Detensi

Detensi Kolam retensi dibangun untuk mengatur kelebihan aliran permukaan sehingga dapat terhindar dari bahaya banjir. Kolam retensi dibuat bukan hanya sebagai upaya pengendalian banjir tetapi juga sebagai upaya konservasi atau pelestarian air. Sebagaimana kolam retensi, kolam detensi juga dibangun untuk mencegah terjadinya banjir. Pada kolam detensi air ditampung sementara waktu kemudian dialirkan kembali ke hilir badan air ketika puncak banjir telah lewat. Apabila retention basin selalu terisi air sehingga menyerupai danau maka detention basin lebih menyerupai danau kering karena hanya akan terisi air ketika air berlebih.

6. Tampungan/ Reservoir

Tampungan atau reservoir dibangun untuk menampung kelebihan aliran dalam jumlah besar dengan berbagai tujuan. Salah satunya adalah sebagai pengendali banjir. Air yang tertampung ini kemudian dapat dimanfaatkan sebagai suplai air bersih, irigasi, perikanan dan lain sebagainya. Tampungan di bangun di hulu aliran daerah yang terkena banjir untuk mencegah kelebihan air memasuki area tersebut. Tampungan yang khusus dibangun untuk mengantisipasi banjir disebut 'Situ' dan dibangun dengan timbunan/ urugan tanah disekelilingnya sebagai tanggul (Soemantoro, 2017).

Menurut (Kodoatie, Robert J. 2013 hlm 166 dalam Tahadjuddin dkk, 2019), penanganan pengendalian banjir dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

a.

Pengendalian banjir secara teknis (metode struktur).

1. Bendungan(dam)/waduk 2. Kolam retensi/penampungan

3. Pembuatan check dam (penangkap sedimen) 4. Bangunan pengurang kemiringan sungai 5. Retarding basin

6. Pembuatan polder

7. River improvement (perbaikan/peningkatan sungai) 8. Tanggul

(42)

II-13 9. Sudetan (by pass/short-cut)

10. Floodway

11. Sistem drainase khusus

b.

Pengendalian banjir secara non teknis (metode non-struktur).

1. Pengelolaan DAS

2. Pengaturan tata guna lahan 3. Pengendalian erosi

4. Pengembangan dan pengaturan daerah anjir 5. Penanganan Kondisi darurat

6. Peramalan dan sistem peringatan banjir 7. Law enforcement

8. Penyuluhan pada masyarakat 9. Asuransi (Tahadjuddin dkk, 2019).

2.3.5 Analisa Debit Banjir

Dalam penentuan indeks banjir debit yang dihitung adalah besarnya debit itu menyebabkan banjir. Jadi yang dimaksud dengan debit minimum adalah debit terkecil yang menyebabkan terjadinya banjir dimulai. Debit maksimum adalah debit terbesar yang mungkin terjadi karena curah hujan maksimum terjadi di daerah aliran sungai (Tahadjuddin dkk, 2019).

2.4 Kolam Retensi

Kolam retensi adalah suatu bak atau kolam yang dapat menampung atau meresapkan air sementara yang terdapat di dalamnya. Kolam retensi dibagi menjadi 2 macam tergantung dari bahan pelapis dinding dan dasar kolam, yaitu kolam alami dan kolam buatan. Kolam alami adalah kolam retensi berbentuk cekungan atau bak resapan yang sudah terbentuk secara alami dan dapat dimanfaatkan baik pada kondisi aslinya atau dilakukan penyesuaian. Kolam buatan atau kolam non alami adalah kolam retensi yang dibuat sengaja didesain dengan bentuk dan kapasitas tertentu pada lokasi yang telah direncanakan sebelumnya dengan lapisan material yang kaku, seperti beton (Djohan dkk, 2017).

Konsep dasar dari kolam retensi adalah menampung volume air ketika debit maksimum di sungai datang, kemudian secara perlahan-lahan mengalirkanya ketika debit di sungai sudah kembali normal. Secara spesifik kolam retensi akan memangkas besarnya puncak banjir yang ada di sungai, sehingga potensi over topping yang mengakibatkan kegagalan tanggul dan luapan sungai tereduksi (Arbaningrum, 2018).

(43)

2.4.1 Fungsi Kolam Retensi

Fungsi dari kolam retensi adalah untuk menggantikan peran lahan yang semula untuk resapan, namun dijadikan lahan tertutup/perumahan/perkantoran, maka fungsi resapan dapat digantikan dengan kolam retensi. Fungsi kolam ini adalah menampung air hujan langsung dan aliran dari sistem untuk diresapkan ke dalam tanah. Sehingga kolam retensi ini perlu ditempatkan pada bagian yang terendah dari lahan. Jumlah, volume, luas dan kedalaman kolam ini sangat tergantung dari berapa lahan yang dialih fungsikan menjadi Kawasan permukiman (Sisinggih dkk, 2018).

2.4.2 Jenis-jenis Kolam Retensi

Ada 3 (tiga) tipe lokasi Kolam retensi sebagai berikut:

1. Kolam retensi terletak di samping saluran / sungai

Gambar 2.2. Kolam retensi yang terletak di samping badan saluran/sungai Sumber: Suprayogi dkk, 2017

Tipe ini memiliki bagian-bagian berupa kolam retensi, pintu inlet, bangunan pelimpah samping, pintu outlet, jalan akses menuju kolam retensi, ambang rendah di depan pintu outlet, saringan sampah, kolam penangkap sedimen (Suprayogi dkk, 2017)

(44)

II-15 2. Kolam retensi yang terletak di pada badan saluran/sungai.

Gambar 2.3. Kolam retensi yang terletak pada badan saluran/sungai Sumber: Sumanto, 2019

Kolam retensi jenis ini memiliki bagian-bagian berupa tanggul keliling, pintu outlet, bendung, saringan sampah dan kolam sedimen. Tipe ini diterapkan bila lahan untuk kolam retensi sulit didapat. Kelemahan dari tipe ini adalah kapasitas kolam yang terbatas, harus menunggu aliran air dari hulu, pelaksanaan sulit dan pemeliharaan yang mahal (Sumanto, 2019).

3. Kolam retensi terletak pada saluran/sungai tersebut yang disebut channel storage atau long storage.

Gambar 2.4 Kolam retensi tipe storage memanjang Sumber: Sumanto, 2019

Referensi

Dokumen terkait

bantaran sungai Code seringkali terjadi akibat air hujan yang turun tidak dapat. langsung keluar melalui saluran

Selisih debit Qa dan Qb adalah 0,081 m 3 /s merupakan sisa debit aliran permukaan yang tidak seluruhnya masuk kedalam saluran drainase sehingga mengakibatkan genangan di wilayah

Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan mengumpulkan data curah hujan yang diperlukan kemudian mencari hujan maksimum setiap tahunnya, melakukan analisis

yang mengalir atau melimpas di atas permukaan tanah ( surface run-off ) dengan jumlah air hujan yang jatuh dari atmosfir (hujan total yang terjadi). Besaran

Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan mengumpulkan data curah hujan yang diperlukan kemudian mencari hujan maksimum setiap tahunnya, melakukan analisis

Untuk menentukan besarnya debit banjir rencana sungai berdasarkan hujan yang terjadi, ditinjau hubungan antara hujan dan aliran sungai. Besarnya aliran yang terjadi pada

Berdasarkan data – data curah hujan yang ada di sekitar wilayah Kota Kupang digunakan untuk menghitung curah hujan rencana dengan kala ulang 10 tahun

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi Adaptasi Masyarakat dalam mengahadapi bencana banjir pada masyarakat di Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli Kota Medan Kelurahan