STRATEGI ADAPTASI DAN MITIGASI BENCANA BANJIR
PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN AUR KECAMATAN
MEDAN MAIMUN
TESIS
Oleh
ZULFAHMI TARIGAN
127024028/SP
PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
STRATEGI ADAPTASI DAN MITIGASI BENCANA BANJIR
PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN AUR KECAMATAN
MEDAN MAIMUN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) Program Studi Magister
Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
Oleh
ZULFAHMI TARIGAN
127024028/SP
PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis : STRATEGI ADAPTASI DAN MITIGASI
BENCANA BANJIR PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN AUR KECAMATAN MEDAN MAIMUN
Nama Mahasiswa : Zulfahmi Tarigan Nomor Pokok : 127024028
Program Studi : Studi Pembangunan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. R. Hamdani, Harahap M.Si) (
Ketua Anggota Drs. Kariono, M.Si)
Ketua Program Studi Dekan
(Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA) (Prof. Dr. Badaruddin, M.Si)
Telah diuji pada
Tanggal 25 Agustus 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
KETUA : Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si Anggota : 1. Drs. Kariono, M.Si
: 2. Drs. Yance, M.Si
PERNYATAAN
STRATEGI ADAPTASI DAN MITIGASI BENCANA BANJIR PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN AUR KECAMATAN MEDAN
MAIMUN
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 05 September 2014 Penulis
STRATEGI ADAPTASI DAN MITIGASI BENCANA BANJIR PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN AUR KECAMATAN MEDAN
MAIMUN
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Strategi Adaptasi Dan Mitigasi Bencana Banjir Pada Masyarakat Di Kelurahan Kampung Aur Kecamatan Medan Maimun Kota Medan. Wilayah bantaran sungai di Indonesia merupakan salah satu wilayah yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Dampak tersebut meliputi perubahan pola cuaca dan iklim setempat yang menyebabkan pola dan debit air sungai tidak dapat di perhitungkan dan dapat dengan tiba-tiba meningkat dan mengakibatkan banjir. Di Kota Medan sendiri masalah banjir telah menjadi masalah yang rutin bagi masyarakat di kelurahan Aur karena mereka tinggal tepat di bibir sungai Deli. Banjir telah berlangsung selama puluhan tahun dan masyarakat kelurahan Aur dan pemerintah kota Medan telah terbiasa dan telah mempersiapkan strategi adaptasi dan mitigasi untuk mengurangi dampak dari banjir tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi Adaptasi Masyarakat dalam mengahadapi bencana banjir pada masyarakat di Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli Kota Medan Kelurahan Kampung Aur Kecamatan Medan Maimun dan untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan mitigasi bencana banjir pada masyarakat di Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli Kota Medan Kelurahan Kampung Aur Kecamatan Medan Maimun. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif yang menekankan pada proses dimaksudkan agar peneliti dan proses penelitian tidak terjebak pada kerangka pemikiran teoritik yang kaku dan bersifat streotipik, dengan tujuh orang informan. Dari hasil penelitian diperoleh Adapun strategi yang dilakukan masyarakat Kelurahan Aur dalam menghadapi banjir adalah dengan Meninggikan bangunan rumah yang terletak di bibir sungai; Membuat dinding penahan di bibir sungai: Dengarkan pengumuman kejadian banjir dan radio; Matikan aliran listrik; Pindahkan barang berharga dan obat-obatan ketempat yang tinggi; Jangan melintasi genangan banjir bila masih dapat dihindari. Selanjutnya untuk mitigasi Pra Bencana pemerintah dan masyarakat Melaksanakan proyek Pembanguan Medan Flood Control Project dan Hibauan Larangan Membuang Sampah di Sungai. Pada saat terjadi bencana merka mendirikan Posko darurat dan Dapur umum untuk keperluan masyarakat koban banjir. Untuk mitigasi Pasca bencana perintah telah mengupayakan relokasi masyarakat di sekitar bibir sungai ke rusunawa dan memberikan sosialisasi akan bahaya tinggal di wilayah bibir sungai. Akan tetapi usaha relokasi warga tidak dipatuhi karena warga merasa lokasi rusunawa terlalu jauh dari wilayah perkotaan dan mereka beranggapan sudah nyaman tinggal di Kelurahan Aur.
FLOODS ADAPTATION AND MITIGATION STRATEGY IN KAMPUNG AUR UBAN VILLAGE A PART OF MAIMUN SUBDISTRICT IN THE CITY OF
MEDAN ABSTRACT
The research is Floods Adaptation and Mitigation Strategy in Kampung Aur Uban Village A Part of Maimun Subdistrict in The City of Medan .Areas along the river bank in indonesia is an area which is very vulnerable to the climate change .Has included the impact of change in the weather and local climate that causes pattern and a discharge of water the river can count and is able to suddenly risen to flooded .In the city of Medan the problem of flooding has become routine problems for the society in kelurahan aur because they live trepat in the river deli .Flood has lasted for decades and aur urban village society government and the city of Medan has come to strtegi has prepared adaptation and mitigation to reduce the impact of the flood . In the city of medan flood problems has become a problem that routine for the Society of Kamungf Aur because they live in the lip of Deli river.Flood has lasted for decades and Aur urban village Society and government the city of Medan has accustomed and has prepared adaptation and mitigation strategy to reduce the impact from flood.This research aims to understand strategies in the adaptation of the community faces floods in the community in the Deli river flow areas ( RFA ) the city of Medan in Kampung Aur Medan Maimun sub-district and to know things connected with the mitigation of flood disaster in the community in the Deli river flow areas ( RFA ) the city of Medan Kampung Aur medan Maimun sub-district.The method used in this research is a qualitative approach .Who insists on the process of qualitative approach intended to researchers and the process of research not being stuck in the framework of thought and rigid teoritik streotipik nature , with seven people informants .The strategy of research results obtained by aur flood in the face of the community urban village to exalt the building is located in the river; make a retaining wall in the river flood: listen to the announcement of the incident and radio; turn off the flow of electricity; move valuables and medicines all the way high; not flood across the puddle can still be avoided if . Then helped to mitigate the disaster government and the Society to implement the construction of the field of flood control project and hibauan ban disposing of garbage in the river .At the time of disasters they set up the post of emergency and kitchen to community needs koban flood .To mitigate the disaster after command has seek the relocation of the community around the river to the flat and will give the danger of living in the river areas .But businesses will relocate residents not obeyed because people felt the location of flat too far from urban areas and they assume are comfortable living in Kmpung Aur uban village .
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan nikmat sehingga penelitian dan penulisan tesis ini dapat diselesaikan.
Penelitian dan penulisan tesis dengan judul Strategi Adaptasi Dan Mitigasi Bencana Banjir Pada Masyarakat Di Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun Kota Medan ini dapat diselesaikan juga tidak terlepas dari partisipasi dan bantuan dari pihak-pihak diluar penulis.
Untuk itu penulis mengucapkan :
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA selaku Ketua Program Magister Studi Pembangunan FISIP Universitas Sumatera Utara sekaligus selaku Dosen pembimbing I yang telah banyak memberi masukan, dukungan dan motivasi pada penulis.
3. Bapak Husni Thamrin, S.Sos, MSP selaku Dosen pembimbing II yang telah banyak memberi masukan, dukungan, arahan dan motivasi pada penulis.
4. Bapak Prof. Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si, Bapak Drs. Agus Suriadi M. Si, dan Bapak Nurman Ahmad, S.Sos, M.Soc,Sc Selaku tim penguji atas krtitikan konstruktifnya dan masukkannya dalam hal penyempurnaan tesis ini.
5. Terima kasih Penulis buat seluruh Bapak/Ibu Dosen Magister Studi Pembangunan Pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, atas Semua Ketulusan, bimbingan dan pengertiannya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini.
7. Terima kasih buat kedua orang tua saya Ayahanda Namburi Tarigan, SH dan Ibunda Rosmawarni S.Pd yang telah menjadi inspirasi penulis dalam banyak hal.
8. Terimakasih buat ibu Mertua saya Ibunda Syarifah yang turut memberi dorongan dan motivasi selama dalam menjalani pendidikan.
9. Buat Istriku Tercinta Nelly Fitriani Sitepu, SE. Terima kasih atas kasih sayang, perhatian dan pengertiannya serta dukungan do’a dan pengorbannya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan hingga selesai.
10. Buat anak-anakku tercinta, Althaf Fahmi Tarigan dan Athaya Saafia Fahmi Tarigan, Terima Kasih buat semua pengertiannya. Semoga kalian bisa menuntut ilmu lebih tinggi lagi kelak di hari depan.
11. Terimakasih Penulis buat Buat Abang dan kakak, Iswandi Toni Tarigan,S.Si dan Umi susanti Br Tarigan ST, Terima kasih atas dukungan dan bantuan nya.
12. Terimakasih Penulis buat Bapak Lurah Pulo Brayan Bengkel Irwan K. Pane, S.Sos MSP, yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan studi.
13. Terima kasih penulis kepada seluruh Narasumber yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungan dan kesediaanya dalam penyelesaian Tesis penulis.
14. Dan terima kasih buat semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Dengan segala kerendahan hati yang tulus, penulis memohon maaf atas kekurangan-kekurangan dalam penelitian ini. Ketidakberdayaan selalu milik kita semua, maka tidak ada yang berdiri sempurna. Penulis sadar betul akan hal itu. Penulis berharap tesis ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan khususnya penulis sendiri.
PENULIS
RIWAYAT HIDUP
Nama : Zulfahmi Tarigan
Tempat Lahir : Tanjung Langkat
Tanggal Lahir : 23 Januari 1978
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : PNS
Pendidikan Formal
1. SD Negeri 050630 Tanjung Langkat Tamat 1991
2. SMP Negeri I Salapian Tanjung Langkat Tamat 1994
3. SMU Negeri I Binjai Tamat 1997
4. Diploma (D III) Program Studi Kimia Analisis FMIFA USU
tidak dilanjutkan tahun 1997
5. Strata I (S1) Jurusan Ilmu Politik Fak ISIP Universitas Andalas
Padang tamat 2003
6. Strata II (S2) Program Studi Magister Studi Pembangunan FISIP
USU tamat 2015
Pengalaman Pekerjaan
1. Honorer Dinas Pertamanan Pemko Medan (2003)
2. Staf Pegawai (PNS) Dinas Pertamanan Medan (2010-2012)
3. Kasi Trantibum Kelurahan Pulo Brayan Bengkel Kec. Medan
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.4 Manfaat Penelitian... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bencana ... 7
2.1.1 Manajemen Bencana ... 8
2.1.2 Bencana Banjir ... 12
2.1.3 Faktor-Faktor Penyebang Banjir ... 13
2.1.4 Penanggulangan Banjir ... 14
2.2 Strategi Adaptasi ... 25
2.3 Masyarakat ... 28
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 31
3.2 Lokasi Penelitian ... 31
3.3 Informan Penelitian ... 31
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 33
3.5 Analisis Data ... 34
BAB IV DESKRIPSI LOKASI DAN HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 35
4.1.1 Profil Singkat Kota Medan ... 35
4.1.2 Perbandingan Pengelolaan Banjir di Vietnam (Provinsi Hanoi dan Na Dimh... 37
4.1.3 Fluktuasi Banjir di Kota Medan ... 49
4.1.4 Profil Kelurahan Aur... 51
4.2 Sejarah Banjir Kota Medan... 55
4.3 Strategi Adaptasi dan Mitigasi Bencana Banjir di Kelurahan Aur.. 60
4.2.1 Strategi Adaptasi ... 41
4.2.2 strategi Mitigasi ... 48
Daftar Pustaka 77 DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Judul Tabel Hal
Tabel 1.1. Kota-Kota di Indonesia yang berada di dataran Banjir ...
2
Tabel 3.1 Jumlah dan Laju pertumbuhan Penduduk Kota Medan ...
29
Tabel 4.1 Pemanfaatan lahan di Kelurahan Aur ... 35
Tabel 4.2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin 36
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Judul Gambar Hal
Gambar 4.1 Peta Kelurahan Aur Kec. Medan Maimun Kota Medan ... 34
Gambar 4.2 Bangunan yang didtinggikan ... 42
Gambar 4.3 Dinding Penyangga Sungai ... 44
Gambar 4.4 Rumah Bertingkat ... 46
Gambar 4.5 Lokasi Masyarakat Melakukan Aktivitas Sehari-hari Seperti Mandi, Mencuci dan lainnya ... 50
Gambar 4.6 Peta Lokasi paket MFC-1 sampai MFC-8 ... 57
Gambar 4.7 Lokasi Floodway ... 58
STRATEGI ADAPTASI DAN MITIGASI BENCANA BANJIR PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN AUR KECAMATAN MEDAN
MAIMUN
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Strategi Adaptasi Dan Mitigasi Bencana Banjir Pada Masyarakat Di Kelurahan Kampung Aur Kecamatan Medan Maimun Kota Medan. Wilayah bantaran sungai di Indonesia merupakan salah satu wilayah yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Dampak tersebut meliputi perubahan pola cuaca dan iklim setempat yang menyebabkan pola dan debit air sungai tidak dapat di perhitungkan dan dapat dengan tiba-tiba meningkat dan mengakibatkan banjir. Di Kota Medan sendiri masalah banjir telah menjadi masalah yang rutin bagi masyarakat di kelurahan Aur karena mereka tinggal tepat di bibir sungai Deli. Banjir telah berlangsung selama puluhan tahun dan masyarakat kelurahan Aur dan pemerintah kota Medan telah terbiasa dan telah mempersiapkan strategi adaptasi dan mitigasi untuk mengurangi dampak dari banjir tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi Adaptasi Masyarakat dalam mengahadapi bencana banjir pada masyarakat di Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli Kota Medan Kelurahan Kampung Aur Kecamatan Medan Maimun dan untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan mitigasi bencana banjir pada masyarakat di Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli Kota Medan Kelurahan Kampung Aur Kecamatan Medan Maimun. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif yang menekankan pada proses dimaksudkan agar peneliti dan proses penelitian tidak terjebak pada kerangka pemikiran teoritik yang kaku dan bersifat streotipik, dengan tujuh orang informan. Dari hasil penelitian diperoleh Adapun strategi yang dilakukan masyarakat Kelurahan Aur dalam menghadapi banjir adalah dengan Meninggikan bangunan rumah yang terletak di bibir sungai; Membuat dinding penahan di bibir sungai: Dengarkan pengumuman kejadian banjir dan radio; Matikan aliran listrik; Pindahkan barang berharga dan obat-obatan ketempat yang tinggi; Jangan melintasi genangan banjir bila masih dapat dihindari. Selanjutnya untuk mitigasi Pra Bencana pemerintah dan masyarakat Melaksanakan proyek Pembanguan Medan Flood Control Project dan Hibauan Larangan Membuang Sampah di Sungai. Pada saat terjadi bencana merka mendirikan Posko darurat dan Dapur umum untuk keperluan masyarakat koban banjir. Untuk mitigasi Pasca bencana perintah telah mengupayakan relokasi masyarakat di sekitar bibir sungai ke rusunawa dan memberikan sosialisasi akan bahaya tinggal di wilayah bibir sungai. Akan tetapi usaha relokasi warga tidak dipatuhi karena warga merasa lokasi rusunawa terlalu jauh dari wilayah perkotaan dan mereka beranggapan sudah nyaman tinggal di Kelurahan Aur.
FLOODS ADAPTATION AND MITIGATION STRATEGY IN KAMPUNG AUR UBAN VILLAGE A PART OF MAIMUN SUBDISTRICT IN THE CITY OF
MEDAN ABSTRACT
The research is Floods Adaptation and Mitigation Strategy in Kampung Aur Uban Village A Part of Maimun Subdistrict in The City of Medan .Areas along the river bank in indonesia is an area which is very vulnerable to the climate change .Has included the impact of change in the weather and local climate that causes pattern and a discharge of water the river can count and is able to suddenly risen to flooded .In the city of Medan the problem of flooding has become routine problems for the society in kelurahan aur because they live trepat in the river deli .Flood has lasted for decades and aur urban village society government and the city of Medan has come to strtegi has prepared adaptation and mitigation to reduce the impact of the flood . In the city of medan flood problems has become a problem that routine for the Society of Kamungf Aur because they live in the lip of Deli river.Flood has lasted for decades and Aur urban village Society and government the city of Medan has accustomed and has prepared adaptation and mitigation strategy to reduce the impact from flood.This research aims to understand strategies in the adaptation of the community faces floods in the community in the Deli river flow areas ( RFA ) the city of Medan in Kampung Aur Medan Maimun sub-district and to know things connected with the mitigation of flood disaster in the community in the Deli river flow areas ( RFA ) the city of Medan Kampung Aur medan Maimun sub-district.The method used in this research is a qualitative approach .Who insists on the process of qualitative approach intended to researchers and the process of research not being stuck in the framework of thought and rigid teoritik streotipik nature , with seven people informants .The strategy of research results obtained by aur flood in the face of the community urban village to exalt the building is located in the river; make a retaining wall in the river flood: listen to the announcement of the incident and radio; turn off the flow of electricity; move valuables and medicines all the way high; not flood across the puddle can still be avoided if . Then helped to mitigate the disaster government and the Society to implement the construction of the field of flood control project and hibauan ban disposing of garbage in the river .At the time of disasters they set up the post of emergency and kitchen to community needs koban flood .To mitigate the disaster after command has seek the relocation of the community around the river to the flat and will give the danger of living in the river areas .But businesses will relocate residents not obeyed because people felt the location of flat too far from urban areas and they assume are comfortable living in Kmpung Aur uban village .
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Hampir seluruh negara di dunia mengalami masalah banjir, tidak
terkecuali di negara-negara yang telah maju sekalipun. Masalah tersebut mulai
muncul sejak manusia bermukim dan melakukan berbagai kegiatan di kawasan
yang berupa dataran banjir (flood plain) suatu sungai. Kondisi lahan di kawasan
ini pada umumnya subur serta menyimpan berbagai potensi dan kemudahan
sehingga mempunyai daya tarik yang tinggi untuk dibudidayakan. Oleh karena
itu, kota-kota besar serta pusat-pusat perdagangan dan kegiatan-kegiatan penting
lainnya seperti kawasan industri, pariwisata, prasarana perhubungan dan
sebagainya sebagian besar tumbuh dan berkembang di kawasan ini. Sebagai
contoh, di Jepang sebanyak 49% jumlah penduduk dan 75% properti terletak di
dataran banjir yang luasnya 10% luas daratan; sedangkan sisanya 51% jumlah
penduduk dan hanya 25% properti yang berada di luar dataran banjir yang luasnya
90% luas daratan ( Siswoko 2007).
Wilayah bantaran sungai di Indonesia merupakan salah satu wilayah yang
sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Dampak tersebut meliputi
perubahan pola cuaca dan iklim setempat yang menyebabkan pola dan debit air
sungai tidak dapat di perhitungkan dan dapat dengan tiba-tiba meningkat dan
mengakibatkan banjir. Hal ini semakin diperparah dengan kenyataan adanya
kerusakan lingkungan di sekitar bantaran sungai. Seperti yang diketahui bahwa
geologis,hidrologis dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik
yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia yang
menyebabkan timbulnya korban jiwa manusia, dan dampak psikologis, yang
dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional. Hampir
seluruh kota-kota besar di Indonesia juga berada di dataran banjir (Tabel 1.1).
Tabel 1.1 Kota-kota di Indonesia yang berada di dataran banjir
NO KOTA SUNGAI
1 JAKARTA
Kamal, Tanjungan, Pesanggrahan, Sekretaris, Grogol, Krukut, Cideng, Ciliwung, Cipinang, Sunter, Buaran, Jatikramat, Cakung
2 SEMARANG Kali Garang/ Kali Semarang 3 SURABAYA Kali Brantas
4 PALEMBANG Sungai Musi
5 BANDUNG
SELATAN Sungai Citarum Hulu
6 PADANG Batang Arau, Batang Kuranji, Batang Air Dingin 7 PEKAN BARU Sungai Siak
8 JAMBI Sungai Batanghari
9 MEDAN Sungai Belawan, Deli, Babura, Kera 10 BANDA ACEH Krueng Aceh
11 PONTIANAK Sunagi Kapuas 12 BANJARMASIN Sungai Barito 13 SAMARINDA Sungai Mahakam 14 MAKASAR Sungai Jeneberang 15 GORONTALO Sugai Bone, Bolango Sumber : Dirjen Pengairan (2010)
Selain memberikan manfaat bagi kehidupan manusia, dataran banjir juga
mengandung potensi yang merugikan sehubungan dengan terdapatnya ancaman
dengan laju pertumbuhan pembangunan di dataran banjir maka potensi terjadinya
kerusakan dan bencana tersebut mengalami peningkatan pula dari waktu ke
waktu. Indikasi terjadinya peningkatan masalah yang disebabkan oleh banjir di
Indonesia dapat diketahui dari peningkatan luas kawasan yang mengalami
masalah banjir sejak Pelita I sampai sekarang.
Hampir seluruh kegiatan penanganan masalah banjir sampai saat ini
dilakukan oleh Pemerintah, lewat berbagai proyek dengan lebih mengandalkan
pada upaya-upaya yang bersifat struktur (structutal measures). Berbagai upaya
tersebut pada umumnya masih kurang memadai bila dibandingkan laju
peningkatan masalah. Masyarakat baik yang secara langsung menderita masalah
maupun yang tidak langsung menyebabkan terjadinya masalah masih
kurang berperan baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan operasi serta
pemeliharaan terhadap sarana dan prasarana fisik pengendali banjir, maupun
terhadap upaya-upaya non struktur. Hal ini didukung oleh kebijakan
pembangunan selama ini yang cenderung sentralistis dan top down, serta adanya
berbagai kendala / keterbatasan yang ada di masyarakat sendiri antara lain
menyangkut kondisi sosial, budaya dan ekonomi.
Selama tahun 2009 telah terjadi banjir di daerah aliran sungai (DAS) Deli
Medan yaitu pada 4 Januari 2009, mencapai 3 m, merendam 1.500 rumah di
pinggiran sungai Deli; 15 Januari 2009, Sei Deli, mencapai ketinggian 2 m,
akibat hujan deras yang melanda kota Medan seharian di tambah hujan dari hulu
sungai menyebabkan warga yang tinggal di bantaran DAS harus mengungsi.
Banjir terparah di kelurahan Aur, kelurahan Sei Mati ,kelurahan Kampung Baru,
mengungsi untuk menghindari banjir; 300 kk rumahnya terendam; 5 Mei 2009,
banjir kiriman dari dataran tinggi Tanah Karo mengakibatkan Sungai Deli di
Medan meluap, yang menyebabkan ratusan rumah dan sebuah sekolah yang
berada di bantaran sungai terendam air. Akibatnya sejumlah siswa batal mengikuti
ujian. Kondisi terparah dialami warga yang bermukim di kecamatan Medan
Maimun. Seperti yang terlihat di Gang Al-Fajar, Jln. Brigjen Katamso, kelurahan
Sei Mati, ketinggian air mencapai sedada orang dewasa. Warga terpaksa
mengungsi dan memindahkan sebagian perabotan rumah tangga ke badan jalan
Brigjen Katamso Medan; 10 Mei 2009, ratusan rumah di pinggiran Sungai Deli
terendam banjir ketinggian air mencapai 1.5 m. Banjir berasal ); 5 November
2009, 1.292 rumah terkena banjir akibat hujan deras yang menurut Camat Medan Maimun, Arfan Harahap ada lima kelurahan yang terendam banjir seperti kel, Sei
Mati 596 kk, kel. Hamdan 338 kk, kel. Kampung Baru 11 kk, kel. Aur 275 kk dan
kel. Sukaraja 65 kk (Waspada, 6 November 2009, hal 11). dari meluapnya Sungai
Deli yang terjadi sejak minggu malam. Luapan air terjadi akibat kiriman air dari
hulu Sungai Deli, yakni dari kecamatan Sibolangit, kiriman air dan curah hujan
yang terjadi selama tiga jam
Pada tahun berikutnya sampai dengan saat ini bencana banjir masih juga
terus melanda daerah-daerah tersebut, namun masyarakat masih tetap bertahan
dan beradaptasi dengan bencana banjir tersebut.
Kenyataan menunjukkan bahwa banjir sudah merupakan hal yang biasa
saja bagi masyarakat. Hal ini sangat menarik untuk diteliti sehubungan Kurangnya
pengetahuan, pemahaman, kesadaran, kepedulian, dan tanggung jawab akan
jatuhnya korban dan kerugian material apabila terjadi bencana. Dalam paradigma
baru, penanganan bencana adalah suatu pekerjaan terpadu yang melibatkan
masyarakat secara aktif. Pendekatan yang terpadu semacam ini menuntut
koordinasi yang lebih baik di antara semua pihak, baik dari sektor pemerintah,
lembaga-lembaga masyarakat, badan-badan internasional, dan sebagainya.
Perubahan paradigma penanganan bencana mulai bergeser ke arah
pengurangan risiko bencana yaitu kombinasi dari sudut pandang teknis dan ilmiah
terhadap kondisi sosial, ekonomi dan politis, dan menganalisis risiko bencana,
ancaman, kerentanan, dan kemampuan masyarakat. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan kemampuan dalam mengelola dan mengurangi risiko, dan juga
mengurangi terjadinya bencana. Kegiatannya dilakukan bersama oleh semua para
pihak (stakeholder) dengan pemberdayaan masyrakat.
1.2. Perumusan Masalah
Dari uraian di atas, yang menjadi permasalahan yaitu:
1. Bagaimana strategi Adaptasi Masyarakat dalam mengahadapi bencana
banjir pada masyarakat di Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli Kota Medan
Kelurahan Kampung Aur Kecamatan Medan Maimun?
2. Bagaimana mitigasi bencana banjir pada masyarakat di Daerah Aliran
Sungai (DAS) Deli Kota Medan Kelurahan Kampung Aur Kecamatan
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui strategi adaptasi masyarakat dalam mengahadapi
bencana banjir pada masyarakat di Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli Kota
Medan Kelurahan Kampung Aur Kecamatan Medan Maimun.
2. Untuk mengetahu hal-hal yang berhubungan dengan mitigasi bencana
banjir pada masyarakat di Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli Kota Medan
Kelurahan Kampung Aur Kecamatan Medan Maimun.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:
a. Manfaat Teoritis
1. Sebagai bahan informasi tentang data empiris yang dapat digunakan sebagai
bahan perbandingan bagi penelitian selanjutnya.
2. Dapat digunakan untuk menambah khasanah perpustakaan.
b. Manfaat Praktis
a. Sumber informasi bagi stakeholder untuk berpartisipasi dalam
penanggulangan bencana.
b. Bahan masukan bagi stakeholder penanggulangan bencana Provinsi
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.Bencana
Undang-Undang No. 24 Tahun 2007, bencana merupakan peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam maupun faktor
non-alam sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Carter (2001) dalam Kodoatie dan Sjarief (2006) yang dikutip oleh Purnomo
dan Sugiantoro (2010) mendefenisikan bencana sebagai suatu kejadian alam atau
buatan manusia, yang datang secara tiba-tiba yang menimbulkan dampak yang
dahsyat, sehingga masyarakat yang terkena harus merespon dengan
tindakan-tindakan yang luar biasa.
Menurut United Nation Development Program (UNDP) dalam Ramli (2010),
bencana adalah suatu kejadian yang ekstrem dalam lingkungan alam atau manusia
yang secara merugikan mempengaruhi kehidupan manusia, harta benda atau
aktivitas sampai pada tingkat yang menimbulkan bencana.
Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 mengklasifakasikan bencana ke dalam
tiga jenis, yaitu:
a. Bencana Alam : Merupakan bencana yang besumber dari
fenomena alam seperti gempa bumi, letusan gunung berapi, banjir,
b. Bencana Non-Alam : Merupakan bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau rangkaian peristiwa non-alam antara lain; gagal
teknologi, epidemik, dan wabah penyakit.
c. Bencana Sosial : Merupakan bencana yang diakibatkan oleh
manusia seperti; konflik sosial, dan aksi teror.
2.1.1. Manajemen Bencana
Manajemen bencana adalah upaya sistematis dan komprehensif untuk
menanggulangi semua kejadian bencana secara cepat, tepat, dan akurat untuk
menekan korban jiwa dan kerugian yang ditimbulkannya (Ramli, 2010: 10).
Manajemen bencana pada dasarnya merupakan konsep penanggulangan
bencana. Dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2007, penanggulangan bencana
adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang
beresiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan
rehabilitasi.
Menurut Ramli (2010) ada empat tujuan manajemen bencana, yaitu:
1) Mempersiapkan diri menghadapi semua bencana atau kejadian yang tidak
diinginkan.
2) Menekan kerugian dan angka korban yang dapat timbul akibat dampak
suatu bencana.
3) Meningkatkan kesadaran semua pihak dalam masyarakat atau organisasi
terhadap bencana sehingga terlibat dalam proses penanggulangan bencana.
4) Melindungi anggota masyarakat dari ancaman, bahaya atau dampak
Manajemen bencana dapat dibagi atas tiga tingkatan, yaitu pada tingkat lokasi,
tingkat unit atau daerah, dan tingkat nasional atau korporat. Untuk tingkat lokasi
disebut manajemen insiden (incident management), pada tingkat daerah atau unit
disebut manajemen darurat (emergency management), dan pada tingkat nasional
disebut manajemen krisis (crisis management).
1) Manajemen insiden (incident management) : Yaitu penanggulangan
bencana di lokasi atau langsung di tempat kejadian. Penanggulangan
bencana pada tingkat ini bersifat teknis.
2) Manajemen darurat (emergency management) : Yaitu penanggulangan
bencana di daerah yang mengkordinir lokasi kejadian. Tingkatan ini
meliputi strategi dan taktis.
3) Manajemen krisis (crisis management) : Manajemen krisis berada pada
tingkat yang lebih tinggi, yaitu tingkat nasional. Tingkatan ini lebih
bersifat strategis dan penentuan kebijakan.
Tahapan bencana merupakan suatu proses terencana yang dilakukan untuk
mengelola bencana dengan baik dan aman. Tahapan tersebut pada dasarnya adalah
satu kesatuan sistem dalam upaya penanggulangan bencana. Berikut tahapan
manajemen bencana tersebut :
1) Pra bencana.
a) Kesiagaan : Kesiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta
melalui langkah-langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
menentukan ketahanan anggota masyarakat dalam manghadapi
datangnya suatu bencana.
b) Peringatan dini : Langkah ini diperlukan untuk memberi peringatan
kepada masyarakat akan bencana yang akan terjadi. Peringatan
yang diberikan didasarkan pada berbagai informasi teknis dan
ilmiah yang dimiliki, diolah, atau diterima dari pihak berwenang
mengenai kemungkingan akan terjadinya suatu bencana.
c) Mitigasi : Mitigasi adalah upaya untuk mencegah atau mengurangi
dampak yang ditimbulkan suatu bencana (Ramli, 2010).
Pendekatan-pendekatan dalam mitigasi bencana.
a. Pendekatan teknis.
1) Membuat rancangan bangunan yang kokoh.
2) Membuat material yang tahan terhadap bencana. Contoh: material tahan api.
3) Membuat rancangan teknis pengaman. Contoh: tanggul.
b. Pendekatan manusia.
Pendekatan ini ditujukan untuk membentuk karakter manusia yang paham dan
sadar mengenai bahaya bencana. oleh karenanya hidup manusia harus dapat
diperbaiki dengan kondisi lingkungan dan potensi bencana yang dihadpainya.
c. Pendekatan administratif.
1) Penyusunan tata ruang dan tata lahan yang memperhitungkan aspek resiko
bencana.
2) Sistem prizinan dengan memasukkan aspek analisa resiko bencana.
4) Menyiapkan prosedur tanggap darurat dan organisasi pelaksananya baik
pemerintah maupun industri bersiko tinggi.
d. Pendekatan kultural.
Pendekatan ini pada dasarnya bertujuan untuk memberikan penyadaran
kepada masyarakat mengenai bencana dan bahaya yang ditimbulkannya.
Penyadaran disesuaikan dengan kearifan lokal dan tradisi masyarakat yang telah
membudaya sejak lama (Ibid).
2) Saat terjadi bencana (tanggap darurat).
Tangggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan
segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang
ditimbulkan, yang meliputi proses pencarian, penyelamatan, dan evakuasi korban,
pemenuhan kebutuha n dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, serta
pemulihan sarana dan prasarana.
Dalam UU No. 24 Tahun 2007 disebutkan proses penyelengaraan bencana
pada saat tanggap darurat sebagai berikut:
a) Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap loksi, kerusakan, dan sumber
daya.
b) Penentuan status keadaan darurat bencana.
c) Penyelamatan dan evakuasi.
d) Pemenuhan kebutuhan dasar.
e) Perlindungan terhadap kelompok rentan.
3) Pasca bencana
a) Rehabilitasi : Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek
pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada
wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau
berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan
masyarakat.
b) Rekontruksi: Rekontruksi adalah pembangunan kembali semua sarana dan
prasarana serta kelembagaan di wilayah pasca bencana, baik pada tingkat
pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan
berkembangnya kegiatan perkonomian, sosial dan budaya, tegaknya
hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam
segala aspek kehidupan bermasyarakat (Ramli, 2010).
2.1.2. Bencana Banjir
Menurut Hasibuan (2004), banjir adalah jumlah debit air yang melebihi
kapasitas pengaliran air tertentu, ataupun meluapnya aliran air pada palung sungai
atau saluran sehingga air melimpah dari kiri kanan tanggul sungai atau saluran.
Dalam kepentingan yang lebih teknis, banjir dapat di sebut sebagai genangan air
yang terjadi di suatu lokasi yang diakibatkan oleh : (1) Perubahan tata guna lahan
di Daerah Aliran Sungai (DAS); (2) Pembuangan sampah; (3) Erosi dan
sedimentasi; (4) Kawasan kumuh sepanjang jalur drainase; (5) Perencanaan sistem
pengendalian banjir yang tidak tepat; (6) Curah hujan yang tinggi; (7) Pengaruh
fisiografi/geofisik sungai; (8) Kapasitas sungai dan drainase yang tidak memadai;
surut air laut); (11) Drainase lahan; (12) Bendung dan bangunan air; dan (13)
Kerusakan bangunan pengendali banjir. (Kodoatie, 2002).
Banjir adalah keadaan dimana suatu daerah tergenang oleh air dalam
jumlah yang begitu besar. Sedangkan banjir bandang adalah banjir yang datang
secara tiba-tiba yang disebabkan oleh tersumbatnya sungai maupun karena
penggundulan hutan di sepanjang aliran sungai (Ramli, 2010: 98).
Menurut Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2011, banjir adalah peristiwa
meluapnya air sungai melebihi palung sungai.
2.1.3. Faktor-faktor Penyebab Banjir
Berikut beberapa faktor penyebab banjir menurut Ramli (2010):
d. Curah hujan tinggi.
e. Permukaan tanah lebih rendah dari permukaan air laut.
f. Terletak pada suatu cekungan yang dikelilingi perbukitan dengan
pengaliran air keluar sempit atau terbatas.
g. Banyak pemukiman yang dibangun pada dataran (bantaran)
sepanjang sungai.
h. Aliran sungai tidak lancar akibat banyaknya sampah serta
bangunan dipinggir sungai.
i. Kurangnya tutupan lahan di daerah hulu sungai.
Kodoatie (2002) menjelaskan faktor-faktor penyebab banjir karena tindakan
manusia sebagai berikut:
a. Perubahan kondisi Daerah Pengaliran Sungai (DPS).
c. Sampah.
d. Drainase lahan.
e. Kerusakan bangunan pengendali banjir.
f. Perencanaan sistem pengendalian banjir yang tidak tepat.
2.1.4. Penanggulangan Banjir
Maryono (2005) menjelaskan langkah-langkah pokok dalam menyusun
pedoman atau kerangka acuan untuk pembuatan masterplan atau program
penanganan banjir. Langkah-langkah tersebut yaitu:
a. Pemetaan dan analisis perubahan tata guna lahan di DAS. Hasil dari
langkah ini adalah berupa peta tata guna lahan di DAS perubahannya, serta
kaitannya dengan kejadian-kejadian banjir.
b. Pemetaan dan analisis wilayah sungai, sempadan sungai, dan alur sungai,
baik sungai besar di hilir maupun sungai kecil di bagian hulu. Dari
pemetaan di sepanjang sungai ini selanjutnya dapat di analisis dengan
cermat karakter sungai bersangkutan serta kaitannya dengan potensi banjir,
baik banjir biasa maupun banjir banding.
c. Pemetaan komponen ekologi retensi alamiah sempadan sungai dan kondisi
fisik hidraulik di sepanjang sempadan sungai. Hasil dari pemetaan ini
dapat digunakan untuk menganalisis kemungkinan peningkatan retensi
sepanjang alur sungai.
d. Pemetaan dan analisis saluran drainase yang masuk ke sungai. Dari hasil
pemetaan ini dapat ditetapkan alur-alur drainase yang perlu diperbaiki.
e. Pemetaan dan pendataan kondisi daerah pedesaan dan daerah semi urban
masyarakat, sehingga tujuan penanganan banjir dapat tercapai, dan
masyarakat mendapatkan pembelajaran dai itu.
f. Pemetaan sistem makro dan mikro wilayah keairan (sungai, danau, pantai,
dan lain-lain) yang dilanda banjir. Hasil kegiatan ini adalah dapat
ditemukan secara pasti penyebab banjir pada skala mikro dan makro
wilayah tersebut. Hasil pemetaan ini juga dapat digunakan sebagai acuan
dalam penentuan kebijakan mengenai penanggulangan banajir.
g. Pemetaan budaya masyarakat dan kaitannya dengan penanggulangan
banjir.
Selain langkah-langkah di atas, terdapat langkah-langkah penanggulangan
banjir lainnya yang terkait langsung dengan sungai, yaitu:
1) Reboisasi dan konservasi hutan di sepanjang DAS dari hulu ke hilir.
2) Penataan tata guna lahan yang meminimalisir limpasan langsung dan
mempertinggi retensi dan konservasi air di DAS.
3) Tidak melakukan pelurusan sungai.
4) Mempertahankan bentuk sungai yang berliku-liku, karena akan
mengurangi erosi, dan meningkatkan konservasi.
5) Memanfaatkan daerah genangan air di sepanjang sempadan sungai dari
hulu ke hilir.
6) Mengubah sistem drainase konvensional yang mengalirkan air buangan
secepat-cepatnya ke hilir menjadi sistem yang alamiah (lambat), sehingga
waktu konservasi air cukup memadai dan tidak menimbulkan banjir di
hilir.
8) Melakukan pendekatan sosio-hidraulik, yaitu dengan meningkatkan
kesadaran masyarakat secara terus menerus untuk terlibat dalam
penanggulangan banjir.
Beberapa tindakan penanggulangan banjir menurut Ramli (2010):
a. Penataan daerah aliran sungai secara terpadu dan sesuai dengan fungsi
lahan.
b. Pembangunan sistem pemantauan dan peringatan dini pada bagian sungai
yang sering menimbulkan banjir.
c. Tidak membangun rumah atau pemukiman di bantaran sungai serta daerah
banjir.
d. Mengadakan program pengerukan sampah di sungai.
e. Pemasangan pompa untuk daerah yang lebih rendah dari permukaan air
laut.
2.2 Adaptasi Sosial
2.2.2 Pola Adaptasi Sosial
Adaptasi adalah suatu penyesuaian pribadi terhadap lingkungan,
penyesuaian ini dapat berarti mengubah diri pribadi sesuai dengan keadaan
lingkungan, juga dapat berarti mengubah lingkungan sesuai dengan keinginan
pribadi (Gerungan,1991:55).
Menurut Karta Sapoetra adaptasi mempunyai dua arti. Adaptasi yang
artinya bentuk), sedangkan pengertian yang kedua disebut penyesuaian diri yang
allopstatis (allo artinya yang lain, palstis artinya bentuk). Jadi adaptasi ada yang
artinya “pasif” yang mana kegiatan pribadi di tentukan oleh lingkungan. Dan ada
yang artinya “aktif”, yang mana pribadi mempengaruhi lingkungan (Karta
Sapoetra,1987:50).
Menurut Suparlan (Suparlan,1993:20) adaptasi itu sendiri pada hakekatnya
adalah suatu proses untuk memenuhi syarat-syarat dasar untuk tetap
melangsungkan kehidupan. Syarat-syarat dasar tersebut mencakup:
1. Syarat dasar alamiah-biologi (manusia harus makan dan minum untuk
menjaga kesetabilan temperatur tubuhnya agar tetap berfungsi dalam
hubungan harmonis secara menyeluruh dengan organ-organ tubuh lainya).
2. Syarat dasar kejiwaan (manusia membutuhkan perasaan tenang yang jauh
dari perasaan takut, keterpencilan gelisah).
3. Syarat dasar sosial (manusia membutuhkan hubungan untuk dapat
melangsungkan keturunan, tidak merasa dikucilkan, dapat belajar
mengenai kebudayaanya, untuk dapat mempertahankan diri dari serangan
musuh). Menurut Soerjono Soekanto (Soekanto, 2000: 10-11) memberikan
beberapa batasan pengertian dari adaptasi sosial, yakni:
a. Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan.
b. Penyesuaian terhadap norma-norma untuk menyalurkan
ketegangan.
c. Proses perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi yang
berubah.
e. Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan
lingkungan dan sistem.
f. Penyesuaian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi
alamiah. Dari batasan-batasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
adaptasi merupakan proses penyesuaian. Penyesuaian dari
individu, kelompok, maupun unit sosial terhadap norma-norma,
proses perubahan, ataupun suatu kondisi yang diciptakan.
Lebih lanjut tentang proses penyesuaian tersebut, Aminuddin
menyebutkan bahwa penyesuaian dilakukan dengan tujuan-tujuan tertentu
(Aminuddin, 2000: 38), di antaranya:
a. Mengatasi halangan-halangan dari lingkungan.
b. Menyalurkan ketegangan sosial.
c. Mempertahankan kelanggengan kelompok atau unit sosial.
d. Bertahan hidup.
Di dalam adaptasi juga terdapat pola-pola dalam menyesuaikan diri
dengan lingkungan. Menurut Suyono (1985), pola adalah suatu rangkaian
unsur-unsur yang sudah menetap mengenai suatu gejala dan dapat dipakai sebagai
contoh dalam hal menggambarkan atau mendeskripsikan gejala itu sendiri. Dari
definisi tersebut diatas, pola adaptasi dalam penelitian ini adalah sebagai
unsur-unsur yang sudah menetap dalam proses adaptasi yang dapat menggambarkan
proses adaptasi dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam interaksi, tingkah laku
Proses adaptasi berlangsung dalam suatu perjalanan waktu yang tidak
dapat diperhitungkan dengan tepat. Kurun waktunya bisa cepat, lambat, atau
justru berakhir dengan kegagalan. Bagi manusia, lingkungan yang paling dekat
dan nyata adalah alam fisio-organik. Baik lokasi fisik geografis sebagai tempat
pemukiman yang sedikit banyaknya mempengaruhi ciri-ciri psikologisnya,
maupun kebutuhan biologis yang harus dipenuhinya, keduanya merupakan
lingkungan alam fisio-organik tempat manusia beradaptasi untuk menjamin
kelangsungan hidupnya. Alam fisio organik disebut juga lingkungan eksternal.
Adaptasi dan campur tangan terhadap lingkungan eksternal merupakan
fungsi kultural dan fungsi sosial dalam mengorganisasikan kemampuan manusia
yang disebut teknologi. Keseluruhan prosedur adaptasi dan campur tangan
terhadap lingkungan eksternal, termasuk keterampilan, keahlian teknik, dan
peralatan mulai dari alat primitif samapai kepada komputer elektronis yang secara
bersama-sama memungkinkan pengendalian aktif dan mengubah objek fisik serta
lingkungan biologis untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan hidup manusia.
(Alimandan, 1995:56).
Stategi adaptasi yang dilakukan dalam masyarakat pasca bencana alam
dapat dilakukan dengan penanggulangan bencana alam yang tepat, agar
masyarakat bisa aktif kembali pasca bencana alam. Besarnya potensi ancaman
bencana alam yang setiap saat dapat mengancam dan mempengaruhi kehidupan
sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia serta guna meminimalkan risiko pada
kejadian mendatang, perlu disikapi dengan meningkatkan kapasitas dalam
penanganan dan pengurangan risiko bencana baik di tingkat Pemerintah maupun
yaitu UU Nomor 24 Tahun 2007 yang memberikan kerangka penanggulangan
bencana, meliputi prabencana, tanggap darurat, dan pascabencana. Aktivitas
penanggulangan bencana yang menjadi prioritas utama meliputi: mitigasi,
rehabilitasi, dan rekonstruksi.
1. Mitigasi yaitu upaya-upaya yang dilakukan untuk mencegah apa yang
akan terjadi terutama berdampak negatif pada lingkungan akibat bencana
alam.
2. Rehabilitasi yaitu pemulihan kembali yang dilakukan terhadap
kerusakan-kerusakan berupa fisik dan infrastruktur akibat bencana alam.
3. Rekontruksi yaitu membangun kembali dari kerusakan kerusakan yang
terjadi akibat bencana alam. Penaggulangan bencana yang telah ditetpakan
pemerintah dibuat guna membangun kembali daerah yang terkena bencana
menggingat indonesia rawan akan bencana alam.
2.2.2 Perubahan Sosial
Setiap kehidupan manusia akan mengalami perubahan. Perubahan itu
dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola prilaku,
perekonomian, lapisan-lapisan sosial dalam masyarakat, interaksi sosial dan yang
lainya. Perubahan sosial terjadi pada semua masyarakat dalam setiap proses dan
waktu, dampak perubahan tersebut dapat berakibat positif dan negatif. Terjadinya
perubahan merupakan gejala yang wajar dalam kehidupan manusia. Hal ini terjadi
karena setiap manusia mempunyai kepentingan yang tidak terbatas.
Perubahan sosial adalah proses sosial yang dialami masyarakat serta
kehidupan masyarakat secara suka rela atau di pengaruhi oleh unsur-unsur
eksternal meninggalkan pola-pola kehidupan, budaya dan sistem sosial yang baru.
Perubahan sosial terjadi pada dasarnya karena ada anggota masyarakat pada
waktu tertentu merasa tidak puas lagi terhadap keadaan kehidupanya yang lama
dan menganggap sudah tidak puas lagi atau tidak memadai untuk memenuhi
kehidupan yang baru.
Menurut Gillin dan Gillin (Abdulsyani,2002:163) perubahan-perubahan
sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena
perubahan geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi maupun
karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat. Selain
itu, Selo Soemardjan berpendapat bahwa perubahan sosial adalah segala
perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan didalam suatu
masyarakat, yang memepengaruhi sistem sosial lainya, termasuk didalam
nilai-nilai, sikap, dan pola prilaku antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
(Soerjono Soekanto,2007:263).
Soerjono Soekanto (2000:338) berpendapat bahwa ada kondisi-kondisi
sosial primer yang menyebabkan terjadinya perubahan. Misalnya kondisi-kondisi
ekonomis, teknologis dan geografis, atau biologis yang menyebabkan terjadinya
perubahan pada aspek-aspek kehidupan sosial lainnya. Sebaliknya ada pula yang
mengatakan bahwa semua kondisi tersebut sama pentingnya, satu atau semua akan
menghasilkan perubahan-perubahan sosial. Adapun yang menjadi ciri-ciri
a. Perubahan sosial terjadi secara terus menerus
b. Perubahan sosial selalu diikuti oleh perubahan-perubahan sosial lainnya
c. Perubahan-perubahan sosial yang cepat biasanya mengakibatkan
disorganisasi yang bersifat sementara karena berada di dalam proses
penyesuaian diri
d. Setiap masyarakat mengalami perubahan (masyarakat dinamis)
Perubahan sosial tidak terjadi begitu saja. Selo Soemardjan dan Soelaeman
Soemardi berpendapat bahwa perubahan sosial dapat bersumber dari dalam
masyarakat (internal) dan faktor dari luar masyarakat (eksternal).
1. Faktor internal
Perubahan sosial dapat disebakan oleh perubahan-perubahan yang berasal
dari masyarakat itu sendiri. Adapun faktor tersebut antara lain:
a) Perkembangan ilmu pengetahuan, Penemuan-penemuan baru akibat
perkembangan ilmu pengetahuan, baik berupa teknologi maupun berupa
gagasan-gagasan menyebar kemasyarakat, dikenal, diakui, dan
selanjutnya diterima serta menimbulkan perubahan sosial.
b) Kependudukan, faktor ini berkaitan erat dengan bertambah dan
berkurangnya jumlah penduduk.
c) Penemuan baru untuk memenuhi kebutuhannya, manusia berusaha untuk
mencoba hal-hal yang baru. Pada suatu saat orang akan menemukan suatu
yang baru baik berupa ide maupun benda. Penemuan baru sering
d) Konflik dalam masyarakat, adanya konflik yang terjadi dalam masyarakat
dapat menyebabkan perubahan sosial dan budaya, pertentangan antara
indvidu, individu dengan kelompok maupun antar kelompok sebenarnya
didasari oleh perbedaan kepentingan.
2. Faktor eksternal
Perubahan sosial disebabkan oleh perubahan-perubahan dari luar
masyarakat itu sendiri seperti:
a) Pengaruh kebudayaan masyarakat lain, Adanya interaksi langsung (tatap
muka) antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya akan
menyebabkan saling berpengaruh. Disamping itu, pengaruh dapat
berlangsung melalui komunikasi satu arah, yakni komunikasi masyarakat
dengan media-media massa.
b) Peperangan, Terjadinya perang antar suku atau antar negara akan berakibat
munculnya perubahan-perubahan pada suku atau negara yang kalah. Pada
umumnya mereka akan memaksakan kebiasaan-kebiasaan yang biasa
dilakukan oleh masyarakatnya, ataupun kebudayaan yang dimilikinya
kepada suku atau negara yang mengalami kekalahan.
c) Perubahan dari lingkungan alam fisik yang ada di sekitar
manusia,terjadinya gempa bumi, topan, banjir besar, gunung meletus dan
lain-lain mungkin menyebabkan masyarakat-masyarakat yang mendiami
daerah- daerah tersebut terpaksa harus meninggalkan tempat tinggalnya
dan kemungkinan masih bertahan di daerahnya tersebut. Hal tersebut akan
kemasyarakatanya karena masyarakatnya harus memulai kehidupan baru
kembali. Sebab yang bersuber dari lingkungan alam fisik kadang-kadang
ditimbulkan oleh tindakan para warga masyarakat itu sendiri.
Strategi Adaptasi Masyarakat Dalam Bencana Hardesty (1977)
mengemukakan tentang adaptasi bahwa: “adaptation is the process through which
benefi cial relationships are established and maintained between an organism and
its environment”, maksudnya, adaptasi adalah proses terjalinnya dan
terpeliharanya hubungan yang saling menguntungkan antara organisme dan
lingkungannya. Sementara itu para ahli ekologi budaya (cultural ecologists)
(Alland, 1975;
Harris, 1968; Moran, 1982) mendefi nisikan, bahwa adaptasi adalah suatu
strategi penyesuaian diri yang digunakan manusia selama hidupnya untuk
merespon terhadap perubahan-perubahan lingkungan dan sosial. Dalam kajian
adaptabilitas manusia terhadap lingkungan, ekosistem merupakan keseluruhan
situasi, di mana adaptabilitas berlangsung atau terjadi.
Karena populasi manusia tersebar di berbagai belahan bumi, konteks
adaptabilitas sangat berbeda-beda. Suatu populasi di suatu ekosistem tertentu
menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungan dengan cara-cara yang spesifi k.
Ketika suatu populasi atau masyarakat mulai menyesuaikan diri terhadap suatu
lingkungan yang baru, suatu proses perubahan akan dimulai dan dapat saja
membutuhkan waktu yang lama untuk dapat menyesuaikan diri (Moran 1982).
Sahlins (1968) menekankan bahwa proses adaptasi sangatlah dinamis, karena
dalam kajiannya mengenai perubahan iklim, mengartikan adaptasi sebagai
penyesuaian di dalam sistem ekologi-sosial-ekonomi sebagai respon terhadap
kondisi ikilm dan dampaknya.
Smit dan Wandel (2006) juga menyatakan bahwa adaptasi manusia dalam
perubahan global merupakan proses dan hasil dari sebuah sistem, untuk mengatasi
dan menyesuaikan diri terhadap perubahan, tekanan, bahaya, risiko, dan
kesempatan. Dalam perubahan iklim terdapat 2 peran adaptasi yaitu sebagai
bagian dari penilaian dampak dengan kata kunci yaitu (1) adapatasi yang
dilakukan, dan (2) respon kebijakan dengan kata kunci rekomendasi adaptasi.
Kerangka dalam mendefi niskan adaptasi adalah dengan mempertanyakan: (1)
adaptasi terhadap apa?; (2) siapa atau apa yang beradaptasi?; dan (3) bagaimana
adaptasi berlangsung?. Hal ini berarti bahwa adaptasi adalah proses adaptasi dan
kondisi yang diadaptasikan
2.2. Strategi Adaptasi
Adaptasi menurut Soerjono Soekanto dalam Rabanta (2009),
mengemukakan tentang adaptasi dalam beberapa batasan adaptasi sosial:
1. Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan
2. Penyesuaian terhadap norma-norma untuk menyalurkan
ketegangan
3. Proses perubahan-perubahan menyesuaikan dengan situasi yang
berubah
4. Mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan
5. Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan
6. Penyesuaian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi ilmiah
Dari batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa adaptasi merupakan proses
penyesuaian individu, kelompok terhadap norma-norma, perubahan agar dapat
disesuaikan dengan kondisi yang diciptakan. Lebih lanjut tentang proses
penyesuaian tersebut Aminuddin dalam Rabanta (2009) menyebutkan bahwa
penyesuaian dilakukan demi tujuan-tujuan tertentu, diantaranya:
1. Mengatasi halangan-halangan dari lingkungan
2. Menyalurkan ketegangan sosial
3. Mempertahankan kelangsungan keluarga/unit sosial
4. Bertahan hidup
Strategi adaptasi dimaksud oleh Edi Suharto dalam Edi (2009), sebagai
Coping strategies. Secara umum strategi bertahan hidup (coping strategies) dapat
didefinisikan sebagai kemampuan seseorang dalam menerapkan seperangkat cara
untuk mengatasi berbagi permasalahan yang melingkupi kehidupannya. Strategi
penanganan masalah ini pada dasarnya merupakan kemampuan segenap anggota
keluarga dalam mengelola segenap aset yang dimilikinya.
Berdasarkan konsepsi ini, Mosser dalam Suharto (2009) membuat kerangka
analisis yang disebut “The Aset Vulnerability Framework”. Kerangka ini meliputi
berbagai pengelolaan aset yang dapat digunakan untuk melakukan penyesuaian
atau pengembangan strategi dalam mempertahankan kelangsungan hidup:
1. Aset tenaga kerja, misalnya meningkatkan keterlibatan wanita dan
2. Aset modal manusia , misalnya memanfaatkan status kesehatan
yang dapat menentukan kapasitas seseorang atau bekerja atau
ketrampilan dan pendidikan yang menentukan umpan balik atau
hasil kerja terhadap tenaga yang dikeluarkannya.
3. Aset produktif , misalnya menggunakan rumah, sawah, ternak,
tanaman untuk keperluan lainnya.
4. Aset relasi rumah tangga atau keluarga, misalnya memanfaatkan
jaringan dan dukungan dari sistem keluarga besar, kelompok etnis,
migarasi tenaga kerja dan mekanisme “uang kiriman”
5. Aset modal sosial, misalnya memanfaatkan lembaga-lembaga
sosial loka, arisan dan pemberi kredit dalam proses dan sistem
perekonomian keluarga.
Selanjutnya Edi Suharno dalam Edi (2009:31) menyatakan strategi bertahan
hidup (coping strategies) dalam mengatasi goncangan dan tekanan ekonomi dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Cara-cara tersebut dapat dikelompokkan menjadi
tiga kategori yaitu:
1. Strategi aktif, yaitu strategi yang mengoptimalkan segala potensi keluarga
untuk (misalnya melakukan aktivitasnya sendiri, memperpanjang jam
kerja, memanfaatkan sumber atau tanaman liar di lingkungan sekitarnya
dan sebagainya)
2. Strategi pasif, yaitu mengurangi pengeluaran keluarga ( misalnya, biaya
untuk sandang, pangan, pendidikan, dan sebagainya).
3. Strategi jaringan, misalnya menjalin relasi, baik formal maupun informal
meminjam uang dengan tetangga, mengutang di warung, memanfaatkan
program kemiskinan, meminjam uang ke rentenir atau bank, dan
sebagainya).
2.3. Masyarakat
Koentjaraningrat (2003) merumuskan pengertian masyarakat berdasarkan
empat ciri berikut :
a. Interaksi.
b. Adat-istiadat, norma-norma, hukum, dan aturan-aturan.
c. Bersifat terus-menerus.
d. Rasa identitas.
Berdasarkan empat ciri di atas, masyarakat diartikan sebagai kesatuan hidup
manusia yang berinteraksi sesuai dengan sistem adat-istiadat tertentu yang sifatnya
berkesinambungan, dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Sihotang (1992)
menjelaskan masyarakat dalam dua defenisi, yaitu defenisi analitik dan defenisi
fungsional. Dalam definisi analitik, masyarakat adalah sejumlah orang yang berdiri
sendiri atau swasembada yang mempunyai cirri-ciri adanya organisasi sendiri,
wilayah tempat tinggal, kebudayaan sendiri, dan keturunan yang akan meneruskan
masyarakatnya. Sedangkan dalam defenisi fungsional, masyarakat adalah sejumlah
manusia yang mempunyai sistem tidakan bersama, yang mampu terus ada lebih lama
dari masa hidup seorang individu, dan para anggotanya bertambah sebagian melalui
keturunan pada anggota.
Ciri-ciri masyarakat (Sihotang, 1992):
b. Mampu mempertahankan keberadaanya melalui pergantian atau pertambahan
anggota dengan adanya keturunannya.
c. Mampu mempertahankan keberadaannya bergenerasi-generasi.
d. Ada wilayah tertentu yang menjadi tempat tinggal.
e. Mempunyai kebudayaan sendiri yang menjadi sumber nilai dan norma, pola
tindakan, dan alat memenuhi keperluan hidup.
f. Mempunyai sistem dan struktur.
Berdasarkan ciri-ciri di atas, definisi masyarakat adalah sejumlah orang yang
bertempat tinggal di wilayah tertentu yang tersusun oleh sistem dan mempunyai
struktur, mempunyai kebudayaan sendiri, dan dapat mempersiapkan penerusan
adanya anggota untuk bergenerasi (Sihotang, 1992).
Sihotang (1992) menilai bahwa masyarakat baik perkotaan ataupun pedesaan
secara pasti akan menghadapi berbagai masalah sosial yang terwujud sebagai hasil
dari kebudayaanya, sebagai akibat dari hubungan antar sesamanya dan juga sebagai
akibat dari tingkah laku mereka. Berkembangnya kebudayaan nasional cenderung
terjadi di kota. Masyarakat kota sendiri cenderung untuk lebih banyak terlihat dalam
berbagai kegiatan sosial yang tergolong dalam lingkungan nasional.
Masyarakat perkotaan bersifat heterogen. Heterogenitas yang mewarnai
kehidupan di perkotaan berlaku juga untuk keanekaragaman lapangan mata
pencaharian, karena adanya keanekaragaman sektor-sektor ekonomi. Perkembangan
industri erat hubungannya dengan laju perkembangan kota, karena perkembangan
industri merupakan salah satu terjadinya dinamika kota. Pada waktunya, kota-kota
akan mengalami kesulitan untuk menyediakan pekerjaan, dan syarat-syarat minimal
meningkatkan laju pertumbuhan jumlah penduduk kota sedangkan mereka adalah
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Pendekatan kualitatif yang menekankan pada proses dimaksudkan agar
peneliti dan proses penelitian tidak terjebak pada kerangka pemikiran teoritik
yang kaku dan bersifat streotipik, sehingga apa yang menjadi tujuan dalam
penelitian ini dapat diperoleh
3.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun
yang setiap tahunnya terkena dampak banjir dan berada di bantaran sungai Deli.
3.3. Informan Penelitian
Informan penelitian ini adalah seluruh pemangku kepentingan dalam
nitigasi banjir dan masyarakat yang menjadi korban. Adapun rencana Infroman
yang akan diwawncari adalah sebagai berikut :
1. Korban banjir sebanyak 5 orang (bila dibutuhkan akan dapat di tambah
sesuai dengan kebutuhan data)
a. Indah
Ibu 30 tahun yang tinggal di bantaran Sungai Deli yang terletak di
wilayah Kelurahan Aur sejak 10 tahun silam. Ibu dua orang anak yang
mengaku telah terbiasa oleh banjir yang selalu datang secara tiba-tiba
tingkat. Kebanyaan aktivitasnya beserta keluarga banyak dihabiskan di
lantai atas rumahnya saat banjir datang.
b. Imron Munthe
Pria 45 tahun yang kesehariannya disibukkan oleh kegiatan berdagang
es keliling ini sudah sejak tahun 2003 tinggal di bantaran Sungai Deli
bersama istri dan 2 orang anaknya. Beliau memandang Sungai Deli
merupakan pusat aktivitas masyarakat Kelurahan Aur seperti mencuci,
mandi dan kegiatan lainnya.
c. Supardi
Pria 30 tahun yang bekerja di salah satu tempat perbelanjaan di Kota
Medan menjadi penduduk Kelurahan Aur Sejak 7 tahun silam. Beliau
mengungkapkan bagaimana beliau meniru penduduk sekitar dalam
menghadapi banjir sehingga sekarang sudah terbiasa dengan banjir
yang datang.
d. Indah
Wanita 59 tahun yang tinggal di bantaran sungai sejak 20 tahun lalu ini
merupakan pensiunan sebuah perkebunan swasta. Sekarang beliau
tinggal bersama menantu, anak dan cucunya. Beliau mengungkapkan
bagaimana cara beliau membiasakan dirinya dengan banjir yang sering
datang secara tiba-tiba.
e. Suryani
Wanita 29 tahun yang telah tinggal selama 5 tahun di bantaran Sungai
Deli ini mengaku telah membiasakan diri dengan banjir. Ibu rumah
bantaran sungai. Seperti kebanyakan masyarakat bantaran sungai
lainnya, beliau melakukan aktivitas mencuci, MCK, dan membuang
sampah di bantaran sungai juga.
2. Tokoh masyarakat di kelurahan Kampung Aur
a. Budi Bahar
Pria 43 tahun ini merupakan koordinator sebuah komunitas masyarakat
yang bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat. Komunitasnya
bernama LOBUSUDE (Laskar Bocah Sungai Deli) memfokuskan
kegiatannya pada pembangunan kreativitas anak-anak di sekitaran
bantaran Sungai Deli
3. Lurah Kelurahan Kampung Aur
a. Yunasri Nasution
Wanita 55 tahun ini merupakan lurah di Kelurahan Aur. Beliau melihat
banjir ini adalah banjir kiriman sehingga relokasi masyarakat yang tinggal
di bantaran sungai menjadi satu-satunya cara untuk meminimalisir korban
bencana. Beliau melihat bagaimana masyarakat sudah sangat dapat
beradaptasi dengan banjir yang datang di kelurahannya.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Data yang akan dikumpulkan berasal dari dua sumber yaitu
sumber-sumber tangan pertama (data primer) dan sumber-sumber-sumber-sumber tangan kedua (data
sekunder). Data-data primer diperoleh melalui wawancara (interview) dan
observasi untuk pendekatan kualitatif. Untuk mendapatkan informasi yang
dikumpulkan dari hasil olahan data orang lain, baik berupa dokumen, laporan,
publikasi, dan sebagainya.
3.5. Analisis Data
Untuk pendekatan kualitatif, analisis dilakukan secara simultan dengan
proses pengumpulan data (on going analysis). Analisis kualitatif ini dilakukan
mengikuti proses antara lain, reduksi data, penyajian data dan menarik kesimpulan
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI DAN HASIL PENELITIAN 4.1.Deskripsi Lokasi Penelitian
4.1.1. Profil Singkat Kota Medan
Medan merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara dengan letak wilayah
pada posisi 30.30’ LU-30.48’ LU dan 980.39’BT-980.47’36’BT dengan
ketinggian 0 - 40 m di atas permukaan laut. Suhu kota Medan pada pagi hari
berkisar 23,70 0 C-25,10 0 C, siang hari berkisar 29,20 0 C-32 0 C, pada malam
hari berkisar 26 0 C-30,8 0 C, dan kelembapan udara berkisar antara 68% sampai
93%.
Gambar 1: KOTA MEDAN bila dilihat dari satelite/google map. (http://maps.google.com/maps?q=kota%20 medan&oe=utf8&aq=t&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefox-a&um=1&ie=UTF-8&hl=en&sa=N&tab=wl
(diakses 6 September 2014 pukul 11.00 WIB)
Posisi dan letak kota Medan berada di dataran rendah pantai Timur
Sumatera, persis di antara Selat Malaka dan jajaran pegunungan yang membujur
dari Barat Laut sampai wilayah Tenggara Pulau Sumatera menjadikan kota Medan
daerah yang strategis baik untuk menjalankan roda perekonomian hingga pusat
kebudayaan. Medan adalah tempat yang selalu terbuka bagi siapa saja yang
Berdasarkan data BPS Kota Medan diketahui ada peningkatan jumlah penduduk
Kota Medan dari 2.083.156 jiwa pada tahun 2007 menjadi 2.102.105 jiwa pada
tahun 2008 dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,91%. Sedangkan pada
tahun 2009, jumlah penduduk Kota Medan diperkirakan meningkat menjadi
2.121.053 jiwa atau tumbuh sebesar 0,90% dari tahun sebelumnya. Dilihat dari
laju pertumbuhannya, penduduk Kota Medan mengalami pertumbuhan yang
fluktuatif. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor alami, seperti tingkat kelahiran,
kematian dan arus urbanisasi.
Tabel 3.1 Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk Kota Medan
Tahun 2012 2011 2010 2009 2008
Jumlah Pria (jiwa) 1.047.875 1.046.560 1.036.926 1.049.457 1.039.707
Jumlah Wanita (jiwa) 1.074.929 1.070.664 1.060.684 1.071.596 1.062.398
2.122.804 2.117.224 2.097.610 2.121.053 2.102.105
- 1 -1 1 -
8.008 7.987 7.913 - 7.932
Medan memiliki topografi miring ke utara dan berada pada ketinggian 0 -
40 m di atas permukaan laut dengan kelembaban dan curah hujan yang relatif
tinggi. Mengenai curah hujan di Tanah Deli, Medan dapat digolongkan dua
mendapat curah hujan dan Maksima Tambahan yang berarti bagi waktu yang
mendapat lebih sedikit curah hujan. Maksima Utama terjadi pada bulan Oktober
s/d bulan Desember, sedangkan Maksima Tambahan terjadi antara bulan Januari
s/d bulan September. Secara rinci curah hujan di Medan rata-rata 2000 mm
pertahun dengan intensitas rata-rata 4,4 mm/jam.
Secara keseluruhan jenis tanah di wilayah Deli terdiri dari tanah liat, tanah
pasir, tanah campuran, tanah hitam, tanah coklat dan tanah merah. Hal ini
merupakan penelitian dari Van Hissink tahun 1900 yang dilanjutkan oleh
penelitian Vriens tahun1910 bahwa di samping jenis tanah seperti tadi ada lagi
ditemui jenis tanah liat yang spesifik. Tanah liat inilah pada waktu penjajahan
Belanda berada di tempat yang bernama Bakaran Batu (sekarang Medan Tenggara
atau Menteng) orang membakar batu bata yang berkualitas tinggi dan salah satu
pabrik batu bata zaman itu bernama Deli Klei.
4.1.2. Perbandingan Pengelolaan Banjir di Vietnam (Provinsi Hanoi dan Na Dimh)
A. Kota Hanoi
Mempunyai area seluas lebih dari 918 kilometer persegi, Hanoi terdiri atas
dua tipe topografi yang berbeda: bagian delta dan Kawasan Tengah bagian Utara.
Sebagian besar daerah delta terbentang di sepanjang kedua sisi Sungai Merah dan
anak sungainya. Kawasan Tengah meliputi distrik Soc Son dan sebagian distrik
Dong Anh, perluasan dari jajaran pegunungan Tam Dao yang terbentang ke arah
Delta, yang berada 7–10 meter atau terkadang lebih dari ratusan meter di atas
permukaan laut. Hanoi telah bergabung dengan Ha Tay dan sebagian Hoa Binh