• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Sosio Agri Papua Vol 10 No 1 Juni 2021

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Jurnal Sosio Agri Papua Vol 10 No 1 Juni 2021"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

96 INDEX KEPUASAN BERMITRA PETANI KOPI ARABIKA

DI DESA UMA, KABUPATEN TORAJA UTARA

Darmawanto.Uria

Dosen Proggram Studi Agribisnis Fakulltas Pertanian, Universitas Papua Email:darmawanto uria.agb@gmail.com

ABSTRAK

Komoditi kopi memberikan kontribusi yang besar bagi pendapatan masyarakat di Kabupaten Toraja Utara namun rendahnya kualitas biji kopi yang dihasilkan petani mengakibatkan harga rendah dan tingkat penolakan mutu oleh perusahaan meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepuasan bermitra petani kopi terhadap kinerja perusahaan di Desa Uma Kabupaten Toraja Utara. Lokasi penelitian dilakukan di Desa Uma Kabupaten Toraja Utara, sumber data berasal dari data primer dengan teknik survey melalui pendekatan kuantitatif.

Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan wawancara terhadap 80 petani binaan PT Toarco Jaya sehingga metode sensus diperlukan. Hasil penelitian ini menjelaskan teknologi pasca panen, akses pasar, harga bersaing dan premi seluruhnya berada pada area prioritas utama, penyuluhan dan pelatihan, fleksibiltas berada pada kondisi yang perlu di pertahankan prestasinya sedangkan bantuan saprodi menjadi prioritas rendah.

Kata kunci: Kepuasan, Kemitraan, Performance, Analisis IPA, Komoditi Kopi

PENDAHULUAN

Potensi produksi kopi di Kabupaten Toraja Utara sangat besar, terbukti pada tahun 2011 produksi kopi Arabika mencapai 1.694 ton dengan luas tanam tanaman sebesar 8.564 ha (Hashilah, 2013).

Berdasarkan data BPS Toraja Utara (2010), produksi kopi Arabika tahun 2009 dihasilkan paling banyak di Kecamatan Buntu Pepasan yaitu sekitar 372 ton yang berasal dari perkebunan rakyat seluas 1.553 ha dari keseluruhan perkebunan rakyat seluas 8.832 ha.

Data pada tahun 2012 petani kopi di Desa Uma Kabupaten Toraja Utara mengalami penolakan biji kopi dari perusahaan sebesar 818,8 kg selanjutnya pada tahun 2013 meningkat signifikan sebesar 4.572,4kg.

Jika dilihat pada pada bulan Juni selama tiga tahun terakhir tahun 2011 total penolakan sebesar 9.398,7 kg sedangkan pada tahun 2012 sebesar 7.161,9 kg namun terjadi peningkatan signifikan jumlah penolakan pada bulan Juni tahun 2013 sebesar 11.839,9 kg. selain itu rendahnya kemampuan pemeliharaan tanaman seperti pemangkasan sehingga kurang efisien, harga dan insentif yang diterima petani masih rendah, intensitas pembinaan dan pelatihan dari perusahaan dengan melibatkan seluruh petani tidak efektif terhadap peningkatan keterampilan sebagian besar petani, dan rendahnya frekuensi kunjungan perusahaan mitra dalam melakukan pengawasan.

Penelitian Saleh (2003), menjelaskan harga dan insentif rendah lebih disebabkan kemitraan yang terjalin belum saling menguntungkan sehingga petani mitra kurang termotivasi dalam upaya perawatan dan pemeliharaan tanaman. Kemitraan yang ideal adalah win-win solution partnership, bukan berarti para partisipan dalam kemitraan tersebut harus memiliki kemampuan dan kekuatan yang sama, tetapi yang lebih dipentingkan adalah posisi tawar yang setara berdasarkan peran masing-masing (Hafsah, 2000). Kemitraan di dasarkan pada hubungan kerjasama dalam jangka panjang mengandung arti, hubungan saling percaya, tidak ada pihak yang dirugikan dengan tujuan bersama untuk meningkatkan keuntungan dan pendapatan melalui pengembangan usaha (Hafsah, 2000) sehingga kerjasama atau hubungan tersebut sifatnya cukup permanen dan berkelanjutan untuk waktu yang lama dan diikat untuk beberapa persetujuan (Simanjutak, 1999). Namun sebaliknya penelitian Sales (2003), menjelaskan kedudukan petani yang lemah dalam aktivitasnya seperti kurang selektif dalam pemetikan dan penyortiran pada saat jumlah produksi yang besar, petani belum optimal dalam mengaplikasian teknologi sehingga persentase jumlah produksi berkualitas ekspor hanya sebesar 8%.

Masalah utama dalam penelitian ini adalah kualitas dan kuantitas biji kopi yang dihasilkan rendah disebabkan kurangya pengetahuan petani dalam budidaya usahatani kopi dan rendahnya manajemen pasca panen. Berdasarkan masalah tersebut maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat

(2)

97 kepuasan bermitra petani kopi terhadap kinerja perusahaan sebagai inti di Desa Uma Kabupaten Toraja Utara

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Uma, Kabupaten Toraja Utara (Rantepao) khususnya petani binaan.

Waktu penelitian dilakukan selama 3 bulan.

Teknik Pengambilan sampel

Penelitian mengambil seluruh petani binaan PT.Toarco Jaya di Desa Uma Kabupaten Toraja Utara sebanyak 80 petani khususnya petani yang memiliki kartu mitra dengan perusahaan sebagai subjek penelitian oleh sebab itu metode sensus diperlukan.

Teknik Pengumpulan data

Data dikumpulkan dengan cara survei yaitu dilakukan menggunakan kuesioner dibuat dengan menggunakan skala likert dan melakukan wawancara kepada petani binaan yang ada di Desa Uma.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data subjek kualitatif yang dikuantitatifkan yang bersumber dari data primer meliputi variabel penyuluhan dan pelatihan, teknologi pasca panen, bantuan saprodi, akses pasar, harga bersaing, premi dan fleksibilitas.

Teknik Analisis data

Pengukuran Importance Performance Analysis (IPA) digunakan dengan tujuan menjelaskan tingkat kepuasan bermitra terhadap kinerja perusahaan. Selain itu untuk memberikan kontribusi bagi perusahaan terhadap prioritas utama memperbaiki kinerja perusahaan dalam bermitra. Mengetahui tingkat kepentingan (kepuasan) petani dan performansi masing-masing variabel, selanjutnya dapat dipetakan variabel tersebut dalam 4 kuadran di bawah ini untuk analisa lebih lanjut.

Gambar 1. Diagram Kartesius

Concentrate here (konsentrasi di sini) Menurut para responden, tingkat kepentingan variabel yang terletak pada kuadran ini adalah tinggi, namun menurut mereka, performansi pada variabel ini masih

(3)

98 rendah. Sehingga, diharapkan akan berkonsentrasi untuk memperbaiki semua variabel yang terletak pada kuadran tersebut.

Keep up the good work (pertahankan prestasi) adalah responden menganggap penting variabel yang ada pada kuadran II, selain itu mereka juga telah merasa puas terhadap performansi untuk variabel tersebut.

Sehingga, untuk menjaga kepuasan bermitra responden, sebaiknya mempertahankan prestasi nya.

Low priority (prioritas rendah) adalah responden menilai rendah performansi variabel yang terletak pada kuadran III, namun mereka juga tidak menganggap hal tersebut adalah sesuatu yang penting.

Sehingga, variabel variabel tersebut merupakan prioritas rendah bagi perusahaan untuk menjaga kepuasan bermitra mereka.

Possible overskill (Terlalu berlebihan) adalah responden merasa performansi yang baik pada tiap- tiap variabel di kuadran IV, hanya saja, mereka menganggap variabel tersebut memiliki kepentingan yang rendah. Sehingga, meskipun hal tersebut baik untuk diteruskan, namun sebaiknya sumber daya yang dialokasikan dipindahkan untuk variabel pada kuadran 1 misalnya.

Prosedur pertama yang harus dilaksanakan pada metode IPA (Setiawan, 2005) adalah menentukan faktor-faktor yang akan dianalisa, kemudian dapat dilakukan penyebaran kuesioner yang memuat pertanyaan yang berhubungan dengan faktor-faktor tersebut. Langkah selanjutnya adalah menghitung nilai rata-rata tingkat kepuasan bermitra dan tingkat pelaksanaan atau prioritas penanganan. Untuk menghitung rata-rata, maka perlu dilakukan pembobotan (Supranto, 2003) terhadap variabel yang mewakili tingkat kinerja perusahaan dan petani. Variabel yang mewakili tingkat penilaian menggunakan skala Likert.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini menemukan bahwa rata-rata kinerja perusahaan masih rendah jika dibandingkan dengan kepuasan bermitra atau tingkat kepentingan petani kopi dalam kemitraan. Kepuasan bermitra petani diukur dengan membandingkan kinerja perusahaan dengan kepuasan bermitra atau tingkat kepentingan petani.

Tabel 1. Tingkat Kepuasan Bermitra Petani Kopi Terhadap Kinerja Perusahaan di Desa Uma Kabupaten Toraja Utara

No Variabel Kode Kinerja

Perusahaan

Tingkat Kepuasan Bermitra/Harapan Petani

1 Penyuluhan dan pelatihan A 3,3 4,9

2 Teknologi pasca panen B 2,0 4,7

3 Bantuan saprodi C 2,4 3,2

4 Akses pasar D 2,1 4,9

6 Harga bersaing E 2,0 5,0

7 Premi F 2,2 5,0

8 Fleksibilitas pasar G 3,4 4.6

Rata-rata 2,5 4,6

Sumber: Diolah dari Data Primer

Tabel 1 menunjukkan bahwa masih adanya tingkat kepentingan atau kepuasan bermitra lebih tinggi dibandingkan dengan kinerja atau pelaksanaan. Kinerja perusahaan dalam hal penyuluhan dan pelatihan memiliki nilai sebesar 3,3 lebih rendah dibandingkan dengan tingkat kepuasan atau harapan petani sebesar 4,9. Teknologi pasca panen memiliki nilai sebesar 2,0 lebih rendah dibandingkan dengan harapan petani dengan nilai 4,7. Bantuan saprodi memiliki nilai sebesar 2,4 lebih rendah dibandingkan dengan harapan

(4)

99 petani sebesar 3,2. Kinerja perusahaan dalam hal akses pasar diberikan bobot sebesar 2,1 lebih rendah dibandingkan dengan harapan petani sebesar 4,9, harga bersaing memiliki nilai 2,0 jauh lebih rendah dibandingkan dengan kepuasan petani sebesar 5,0, premi yang diberikan dengan nilai sebesar 2,2 masih jauh dibawah harapan petani sebesar 5,0, dalam hal fleksibilitas pasar masih rendah sebesar 3,4 dibandingkan dengan harapan petani sebesar 4,6. Sehingga secara keseluruhan Tabel 1 menunjukkan harapan atau kepuasan bermitra petani belum terwujud melalui kemitraan. Kemudian untuk mengetahui sejauh mana indikator tersebut penting untuk dipertahankan atau diabaikan dapat disajikan pada Gambar kartesius pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram Kartesius, Kepuasan Bermitra Petani Kopi

Prioritas utama

Penelitian ini menemukan teknologi pasca panen, akses pasar, harga bersaing dan premi seluruhnya berada pada area prioritas utama. Menurut para responden, kepuasan bermitra atau kepentingan pada variabel tersebut sangat tinggi namun performansi atau kinerja perusahaan pada variabel ini masih rendah. Sehingga, perusahaan diharapkan berkonsentrasi untuk memperbaiki variabel yang terletak pada kuadran tersebut.

Pertahankan prestasi

Hasil penelitian menemukan penyuluhan dan pelatihan, fleksibiltas pasar berada pada kondisi yang perlu di pertahankan prestasinya. Gambar 2 menunjukkan bahwa tingkat kepentingan atau kepuasan bermitra petani kopi sangat tinggi namun hal ini harus di imbangi dengan kinerja perusahaan yang tinggi sehingga

(5)

100 mereka telah merasa puas terhadap performansi perusahaan untuk variabel tersebut. Selain itu variable ini juga dianggap penting oleh responden.

Prioritas rendah

Hasil penelitian ini menemukan bahwa bantuan saprodi yang diberikan perusahaan masih rendah selain itu, petani juga menganggap bantuan saprodi belum menjadi prioritas utama sehingga energi yang dikeluarkan oleh perusahaan pada kuadran ini disarankan untuk dialihkan pada variabel yang lain.

Penelitian ini menjelaskan variabel teknologi pasca panen, akses pasar, harga bersaing dan premi seluruhnya berada pada area prioritas utama namun kinerja perusahaan masih rendah selain itu, Penyuluhan dan pelatihan, fleksibiltas pasar berada pada kondisi yang perlu di pertahankan prestasinya, sedangkan bantuan saprodi belum menjadi prioritas utama atau prioritas rendah. Menurut hasil penelitian Santoso (2016), menjelaskan beberapa faktor yang berpengaruh sangat nyata terhadap keuntungan aktual usahatani kopi rakyat adalah luas kebun, jumlah pohon, dan umur pohon. Terdapat indikasi nyata bahwa semakin bertambah umur pohon kopi akan semakin mengurangi keuntungan. Hal ini menunjukkan bahwa umur rata- rata pohon kopi di daerah penelitian sudah melewati puncak produksi (produksi mulai menurun) dengan umur rata-rata 17 tahun. lmplikasinya adalah bahwa sebagian pohon kopi rakyat perlu diremajakan. Namun biaya peremajaan/pembongkaran kebun kopi tua relatif sangat mahal bagi petani kopi. Oleh karena itu, bantuan pemerintah berupa paket kredit peremajaan perlu dipertimbangkan untuk diadakan lagi. Usahatani kopi rakyat di daerah penelitian berada pada kondisi skala usaha tetap (constant returns to scale). Usaha peningkatan mutu/kualitas hasil tampaknya belum dianggap penting oleh petani dibanding usaha peningkatan kuantitas hasil, padahal sebagian besar kopi petani adalah untuk ekspor yang membutuhkan mutu yang baik. Salah satu faktor penyebabnya adalah perbedaan mutu kopi petani belum dihargai sesuai dengan perbedaan harga oleh pembeli/pedagang kopi. Hal ini menyebabkan petani kurang terangsang untuk meningkatkan mutu kopinya. Kebijakan pemerintah dalam rangka meningkatkan mutu kopi rakyat seperti mendirikan Pusat Pengolahan Kopi (CPC) dan usaha penyuluhan pasca panen perlu diikuti oleh kebijakan diferensiasi harga ditingkat petani untuk merangsang petani agar berusaha meningkatkan mutu kopinya.

Usahatani kopi rakyat di daerah penelitian belum memberikan tingkat keuntungan yang maksimum kepada petani pengelolanya. Ini berarti alokasi penggunaan masukan secara keseluruhan belum optimal ( Santoso, 2016). Selanjutnya Menurut Saragih (2010), menjelaskan perkembangan harga domestik yang cenderung lebih fluktuatif kurang memberikan insentif bagi peningkatan produksi kopi arabika. Sebaliknya, harga kopi arabika di pasar internasional yang cenderung stabil dan mengalami kenaikan dari tahun ke tahun (1999-2008), memberikan dampak positif terhadap peningkatan produksi kopi arabika. Menurut Maridelana (2014) menjelaskan faktor yang mempengaruhi keuntungan petani kopi arabika adalah produksi, yang memiliki hubungan positif terhadap keuntungan dan luas lahan.

Indonesia menjadi produsen kopi terbesar keempat di dunia setelah Brasil, Vietnam dan Colombia, dengan volume ekspor lebih dari 300 ribu ton (dari produksi total 676 ribu ton) pada tahun 2007. Dari jumlah tersebut, sekitar 75.000 ton adalah kopi arabika dari Sumatera, Jawa, Bali, Sulawesi, Flores, dan Papua. Produksi tersebut dihasilkan dari areal kopi seluas hampir 1,3 juta hektar, yang terdiri dari TM (tanaman menghasilkan) 75%, dan sisanya TBM dan tanaman tua. Dari luas areal dimaksud, hampir seluruhnya 96% merupakan perkebunan rakyat, sisanya perkebunan negara 2% dan perkebunan swasta 2%

(Ditjen Perkebunan, 2008). Produktivitas perkebunan kopi rakyat di Indonesia hanya mencapai 525 kg/hektar. Produktivitas ini jauh lebih rendah dari negara pesaing Vietnam yang mencapai 3-4 ton/hektar (Herman, 2003). Produktivitas yang lebih tinggi di Vietnam diperoleh petani karena didukung kebijakan pemerintahnya untuk membantu petani. Kebijakan yang diambil antara lain: (1) menyediakan kredit lunak dengan bunga 6-7,2%/tahun, (2) memberikan dana kompensasi pengganti investasi bagi petani yang mengkonversi kopi robusta ke kopi arabika, (3) membebaskan petani kopi dari pajak dan cicilan kredit pada tahun 2000-2003, (4) membebaskan eksportir kopi dari pajak dan pungutan hingga tahun 2004, dan (5) mengijinkan eksportir memasarkan kopi langsung ke pembeli di laur negeri tanpa pungutan di pelabuhan (Herman, 2003).

Kinerja perusahaan masih rendah dibandingkan dengan yang diharapkan atau tingkat kepuasan petani kopi masih rendah dalam kemitraan. Kepuasan seringkali diartikan sebagai respon efektif terhadap

(6)

101 pengalaman melakukan konsumsi yang spesifik atau suatu evaluasi kesesuaian atau ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual produk setelah pemakaian (Oliver, 1997).

Selanjutnya Filiani (2009) dalam penelitian menjelaskan kepuasan supplier yang tinggi akan meningkatkan kualitas produksi perusahaan. Selanjutnya penelitian tersebut didasarkan pada pendapat Abdul dan Muhmin (2002); Angur (1999); Biong (1993) berpendapat bahwa kepuasan dapat diukur dengan indikator kepuasan dengan produk. Aspek produk melibatkan alat-alat pemasaran yang berhubungan dengan tingkat kualitas, desain, fitur, pengepakan, garansi dan lain sebagainya yang berhubungan dengan produk (Abdul dan Muhmin, 2002).

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Rata-rata Index kepuasan petani masih rendah dibandingkan dengan kinerja perusahaan sehingga yang menjadi prioritas utama adalah teknologi pasca panen, akses pasar, harga bersaing dan premi, sedangkan penyuluhan dan pelatihan, fleksibiltas perlu di pertahankan prestasinya, selain itu bantuan saprodi menjadi prioritas rendah oleh sebab itu kinerja perusahaan mengalihkan energinya kepada hal-hal yang menjadi prioritas.

Saran

Pihak perusahaan perlu meningkatkan kinerjanya dalam hal teknologi pasca panen, akses pasar, harga bersaing dan premi, sedangkan pihak pemerintah sebagai mediator dalam kemitraan antara pihak perusahaan dan petani. Bagi para akademisi variabel-variabel penelitian sebagai bahan penelitian lanjutan dalam bidang kimtraan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul & Muhmin, A. G. 2002. Effects of suppliers' marketing program variables on industrial buyers' relationship satisfaction and commitment. Journal of Business & Industrial Marketing

Angur, Madhukar, G., Rajan Nataraajan dan Joh S. Jahera. 1999. Service Quality in the Banking Industry : an Assessment in a Developing Economy. International Journal of Bank Marketing

Biong, Harald. 1993. Satisfaction and Loyalty to Suppliers within the Grocery Trade. European Journal of Marketing.

Filiani, D. 2009. Membangun Kepuasan Supplier Dalam Rangka Meningkatkan Kualitas Produksi. Thesis Magister Management, Universitas Diponegoro, semarang

Oliver, Richard, I. 1997. Satisfaction: A Behavioral Perpective On The Consumer. The McGraw-Hill Companise, Inc : New York

Santoso B. (2016) Jurnal Agro Ekonomi. Litbang Pertanian

Saragi J.R. (2010) Kinerja Produksi Kopi Arabika dan Prakiraan Sumbangannya dalam Pendapatan Wilayah Kabupaten Simalungun. Jurnal

Herman (2003), Membangkitkan kembali peran komoditas kopi bagi perekonomian Indonesia, Makalah untuk Mata Kuliah Filsafat Ilmu, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Wong, Alfred, Jul. 2000. Integrating Supplier Satisfaction with Customer Satisfaction, Total Quality Management,

Gambar

Gambar 2. Diagram Kartesius, Kepuasan Bermitra Petani Kopi

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan kemampuan membaca permulaan tersebut dapat terlihat berdasarkan persentase yang meningkat dari pra tindakan anak yang berada pada kriteria baik sebesar

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh modal sosial peternak terhadap pengembangan badan Usaha Milik Desa (BUMDes) unit usaha ternak sapi di

a) Wajib muwaqqat, yaitu kewajiban yang ditentukan batas waktu untuk melaksanakannya, seperti shalat fardhu yang lima waktu, kapan mulai dan berakhirnya waktu

Berdasarkan fenomena tersebut peneliti menemukan bahwa jumlah pengunjung yang terus meningkat masih ada masalah yang dihadapi diTaman Margasatwa yaitu dari segi

Beberapa potensi yang dimiliki oleh STMIK MUSIRAWAS untuk mendapatkan pengakuan secara nasional salah satunya dapat dilihat dari kerjasama-kerjasama yang selama ini telah

Selain itu, berdasarkan dengan data 34% tersebut siswa yang tidak berminat untuk berwirausaha memiliki beberapa alas an dalam diri sendiri yakni terdapat 17 siswa yang

Makalah ini bertujuan untuk mendokumentasikan toponimi yang dimunculkan pada sejumlah lagu populer sehingga dapat menjadi rekomendasi bagi pemerintah daerah terkait,