1
KONSEP PENATAAN PKL
DI KORIDOR JALAN KEDUNGDORO SURABAYA Atika Febriani, ST; Dr. Ing. Ir, Bambang Soemardiono; Ir. Sardjito, MT Jurusan Pasca Sarjana Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,
Institut teknologi Sepuluh Nopember Surabaya atika_febriani@yahoo.com
ABSTRAK
Daerah-daerah perdagangan umumnya tak lepas dari keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang banyak terdapat disepanjang koridor jalannya. Namun banyaknya PKL dapat menimbulkan masalah berupa kekumuhan kawasan. Padahal citra kawasan dari lokasi-lokasi perdagangan tersebut akan turut menentukan dalam menarik ‘pembeli’. Berdasarkan latar belakang dan kajian teori yang dijabarkan, permasalahan yang diangkat adalah adanya kondisi pelayanan PKL yang buruk dari segi estetik dan fungsi sehingga muncul kesan kumuh dan tidak teratur. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan konsep penataan Pedagang Kaki Lima dikoridor jalan Kedungdoro dengan mengoptimalkan potensi yang ada.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Karena penelitian ini terkait dengan citra yang sifatnya tidak terukur dan pengamatan yang dilakukan lebih bersifat deskriptif. Indikator dalam penelitian ini adalah indikator elemen fisik kota sebagai visualisasi dari citra yangbersifat tidak terukur. Variabel terkandung adalah jenis dagangan, sarana usaha, pola penyebaran PKL, pola pelayanan PKL, fungsi pelayanan, pengguna, skala, waktu, sifat, pola pengelolaan, interaksi sosial. Alat analisis yang digunakan adalah teknik analisa deskriptif kualitatif untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi nilai terhadap citra kawasan terkait dengan keberadaan PKL , kemudian teknik analisa delphi dan teknik triangulasi teori dari pendapat stakeholder dan fakta empiris dilapangan. Dari kriteria- kriteria tersebut maka dikembangkan suatu hasil akhir berupa konsep penataan PKL
Kata Kunci: PKL, koridor , elemen fisik kota, kumuh.
2
STREET VENDORS ARRANGEMENT CONCEPT OF KEDUNGDORO ROAD CORRIDOR AT SURABAYA
ABSTRACT
Commercial areas are generally not separated from the presence of street vendors (PKL) which usually take place along the road corridor. However, The presence of these many street vendors can cause problems in the form of area slums. Though in fact the image of these trading area in these locations will contribute to attract 'buyers'. Based on the background and review of the theory that is described, the issue raised is the poor conditions of street vendors presence service in terms of aesthetics and function so that it shows the impression of slums and irregularity of the road corridor. The purpose of this study is to get the concept of structuring street vendors at Kedungdoro road corridor by optimizing the potential that has already exists.
The method used in this study is a qualitative method. Because the study is related to the image that are not measured and the observations made are more descriptive. Indicators in this study are the physical indicators elements of the city as the visualization of the image which are not measurable. The variable contained in this research is the type of merchandise items, business tools, the dispersal patterns of street vendors, street vendors service patterns, service functions, users, scale, time, attitude, pattern management, social interaction. Analysis tool which is used are a qualitative descriptive analysis techniques to identify the factors that affect the value of the image area associated with the presence of these street vendors, then delphi analysis techniques and theory of triangulation techniques from stakeholder opinion and empirical facts on on research field. From these criteria then we developed a final result of the street vendors arrangement concept .
Keywords: street vendors, corridor, the physical elements of the city, shabby.
PENDAHULUAN
Alisjahbana (2005) menyatakan, penggusuran PKL biasanya menjadi tragedi kota yang dilematis antara peran Pemerintah menegakkan peraturan tata kota dengan kebutuhan
masyarakat akan pemenuhan kebutuhan ekonomi. DiIndonesia banyak PKL dengan karakter relatif sama yang muncul disepanjang koridor jalan. Baik dijalan arteri, jalan kolektor naupun jalan lokal. Keberadaannya dianggap mengenggu fungsi jalan dan merusak keindahan tata kota dengan penampilan fisik kios-kios yang jauh dari kesan rapi dan estetik.
Disini kehadiran PKL tidak dianggap sebagai perusak keharmonisan komposisi kota tetapi justru suatu fenomena yang harus diperhatikan dan ditata sehingga dapat memperkuat citra kawasan dengan nilai-nilai yang positif.
PKL dikawasan Kedungdoro ini dipilih sebagai obyek penelitian karena terletak di salah satu lokasi strategis dan menempati sepanjang jalan arteri sekunder yang ramai dilalui warga kota. Karakter PKL diwilayah ini memiliki spesifikasi yang khas karena jenis dagangan yang diperjualbelikan PKL adalah makanan sehingga bisa menjadi salah satu tujuan wisata kuliner diSurabaya. Sebagian besar berjualan makanan jadi yang merupakan menu khas kota Surabaya, seperti bebek goreng, soto, martabak dan lain sebagainya.
Sebagian kecil PKL berdagang rokok dan menyediakan servis motor.
Sarana usaha yang digunakan PKL dikawasan ini beragam. Sebagian besar merupakan warung yang dilengkapi gerobak dan meja kursi. Dan sisanya menggunakan kios semi permanen dan tenda.
Melihat kondisi tersebut maka penelitian mengenai PKL perlu dilakukan dengan memperhitungkan data dan informasi berkaitan dengan permasalahan dilokasi studi, untuk kemudian dikaji secara menyeluruh untuk merumuskan konsep desain sebagai sebuah solusi.
3 METODE PENELITIAN
Langkah analisa yang dilakukan menggunakan beberapa metode sebagai berikut:
1.Analisa identifikasi penyebab kekumuhan dikoridor jalan Kedongdoro terkait dengan keberadaan PKL
Digunakan teknik analisa deskriptif kualitatif dalam pengolahan data yang didapat dari hasil wawancara dan diskusi terhadap responden terpilih. Metode desktiptif kualitatif digunakan untuk merumuskan penyebab kekumuhan dari keberadaan PKL terhadap lingkungannya.
2. Analisa penentuan kriteria penataan yang tepat untuk menghilangkan kesan kumuh dan menentukan konsep yang tepat untuk menciptakan kesinambungan antara potensi PKL dengan lingkungannya
a. Analisa Delphi
Analisa Delphi digunakan untuk menjaring pendapat dan pandangan para stakeholders yang terpilih melalui analisa stakeholders.
b. Analisa Triangulasi
Triangulasi pada hasil yang berisi analisa studi lapangan dan hasil Delphi yang berisi analisa penanganan permasalahan dan faktor penyebab kekumuhan dari pendapat stakeholders. Kemudian dengan teori-teori perancangan kota melalui analisis deskriptif kualitatif maka akan dirumuskan kriteria dan konsep penataan PKL pada lokasi studi kasus.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengolahan Eksplorasi
Pada tahap ini dilakukan penggalian pendapat dari para responden tentang penyebab kekumuhan pada lingkungan PKL. Metode yang dilakukan untuk mendapatkan komponen tersebut adalah wawancara semi terstruktur. Hasil dari eksplorasi yang dilakukan pada responden adalah sebagai berikut:
Tabel .Analisa subvariabel pembuat kumuh kawasan pada reponden PKL
No Variabel Keterangan
1 Jenis dagangan Makin banyak jenis dagangan yang dijual maka akan makin kumuh. Dalam hal ini yang dinilai paling menyebabkan kekumuhan adalah PKL yang berjualan makanan.
Jenis dagangan yang dijual PKL juga berkaitan erat dengan kebersihan. Kebersihan merupakan aspek penting dalam usaha meningkatkan citra suatu kawasan.
Kebersihan meliputi kebersihan sarana usaha PKL, kebersihan barang
2 Sarana Usaha Sarana usaha dianggap mempengaruhi kekumuhan baik itu warung permanen, warung semi permanen, gerobak maupun gelaran. Karena sarana usaha ini biasanya hanya mengutamakan fungsi untuk berjualan dan tidak memperhatikan estetikadari bentuknya.
Sarana usaha ini harus memperhatikan aspek bentuk secara fisik. Jika bentuk sarana PKL tertata dan memenuhi baik dari fungsi maupun estetika. Maka akan dapat memberikan support positif terhadap peningkatan citra kawasan.
3 Pola Penyebaran Makin tersebar pola keberadaan PKL maka akan menyebabkan ketidakteraturan dan dapat menyebabkan kekumuhan.
4
Maka susunan yang baik dari penyebaran PKL dianggap dapat meningkatkan citra kawasan dimana PKL tersebut berada. PKL yang penyebarannya teratur dapat memudahkan pengelolaan dan dapat memberikan support positif terhadap peningkatan citra kawasan
Sumber: Hasil Survey primer, 2012
Variabel diatas digunakan dalam analisa untuk mendapatkan kriteria desain. Kriteria yang diperoleh tersebut selanjutnya akan dikaitkan dengan fakta empiris yang kemudian dianalisa untuk menyusun konsep penataan PKL di koridor jalan Kedungdoro. Berikut pembahasan analisa triangulasi untuk merumuskan penataan PKL di koridor jalan Kedungdoro.
Hasil Analisa Penyusunan kriteria dan konsep penataan
Pada tahap analisa ini teknik yang digunakan adalah teknik analisa triangulasi, yakni dengan mengkaji permasalahan yang diperoleh dari analisa mengenai penyebab kekumuhan.
Kemudian dari faktor tersebut akan ditentukan kriteria-kriteria penataan yang didasari dari beberapa referensi terkait diantaranya teori, kebijakan, standar maupun pendapat pakar. Kriteria yang diperoleh tersebut selanjutnya akan dikaitkan dengan fakta empiris yang kemudian dianalisa untuk menyusun konsep penataan PKL di koridor jalan Kedungdoro. Berikut pembahasan analisa triangulasi untuk merumuskan penataan PKL di koridor jalan Kedungdoro.
Tabel. Analisa Penyusunan Kriteria dan Konsep Desain
Aspek Empiris Teori Analisa Kriteria Desain
Bentuk Fisik Koridor Sarana Usaha PKL
Komposisi fasade bangunan di koridor Kedungdoro terganggu oleh keberadaan PKL.
Sarana usaha PKL menutupi fasade bangunan secara tidak beraturan dan mengganggu estetika visual sehingga menyebabkan kesan kumuh pada lingkungan.
Koridor jalan Kedungdoro saat ini digunakan untuk kegiatan perdagangan dan jasa. Selain sektor perdagangan formal, juga terdapat sektor perdagangan informal berupa PKL yang menempati trotoar dan sebagian badan jalan.
Jacob, 1965.
Hubungan yang harmonis antar bangunan dapat dicapai jika keseluruahn bangunan tersebut merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi antara satu dengan lainnya.
Hal tersebut dapat dicapai melalui kesamaan tinggi, material, warna, garis hiasaan, bukaan.
Ihar, 1995. Adanya kesamaan bentuk dasar geometri pada elemen fasade bangunan. Sehingga dapat membentuk keserasian dan keterpaduan visual.
Sukma, 2008. Fasade yang harmonis antar bangunan dapat dicapai melalui penggunaan bentuk yang serasi, komposisi garis
1. Fasade bangunan perlu
merepresentasikan fungsi tersebut karena harus mampu memberikan kejelasan fungsi dibalik fasadenya (Jacob, 1965).
Karakter fisik bangunan yang digunakan untuk fungsi perdagangan harus mempunyai kesan terbuka / transparan.Dalam hal ini diwujudkan dengan desain sarana usaha PKL tanpa elemen penutup dinding sehingga berkesan transparan.
2. Kemudian untuk mencapai keserasian antara fasade sarana usaha PKL dengan fasade bangunan dapat dicapai melalui kesamaan bentuk
Kriteria 1:
Bentuk Sarana Usaha PKL harus
mempunyai keserasian dengan fasade bangunan dan berkesan transparan sehingga tidak mengganggu estetika visual koridor jalan Kedungdoro.
Kriteria 2:
Peletakan sarana usaha PKL
disesuaikan dengan keberadaan bangunan dikoridor jalan Kedungdoro.
Kriteria 3:
Trotoar harus memiliki luas yang cukup untuk digunakan para pejalan kaki.
Kriteria 4:
Desain Street
5
Dengan adanya sektor informal tersebut bentuk fisik koridor tampak tidak teratur dan kumuh.
Perkembangan fisik sarana usaha para PKL di Kedungdoro saat ini paling banyak berupa warung non permanen.
Sebagian kecil saran usaha berupa gerobak dan kios.
vertikal-horisontal, warna & material yang senada, kesamaan levelornamen.
Elemen fisik koridor yang ditata meliputi trotoar, street funiture , vegetasi.
McGee dan Yeung (1997) , sarana fisik dagangan PKL umumnya sangat sederhana dan biasanya mudah untuk dipindah- pindah atau mudah dibawa dari satu tempat ke tempat lainnya.
Lynch (1960), Kualitas fisik di kawasan kota yang dapat memberikan identitas kawasan kuat terhadap pengamat meliputi:
• bentuk,
• susunan lingkungan
• warna
dasar geometri pada elemen fasade bangunan.
Sehingga dapat membentuk keserasian dan keterpaduan visual (Ihar, 1995).
3. Berdasarkan pengamatan, saat ini PKL dikoridor jalan Kedungdoro terletak dengan pola yang tidak beraturan. Maka untuk mencapai hubungan yang harmonis antar bangunan, pola peletakan PKL diatur dengan jarak tertentu agar tidak menutupi seluruh fasade bangunan.
Dengan demikian keseluruhan bangunan tersebut merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi antara satu dengan lainnya (Jacob, 196 .
furniture harus memperhatikan skala dan penempatannya karena berfungsi sekaligus untuk mencegah PKL memakai seluruh trotoar.
Kriteria 5:
Penanaman vegetasi harus disesuaikan dengan karakter tempat dan
fungsinya. Dalam hal ini vegetasi akan difungsikan sebagai tanaman pembatas.
a.Penataan bentuk fisik PKL meliputi sarana usahanya.
Sarana usaha PKL harus bisa dibongkar pasang. Sarana usaha PKL harus memiliki tampilan fisik yang serupa
Sumber: Hasil Analisa, 2012
6 Konsep Desain
Bentuk dasar geometri lapak PKL disesuaikan dengan bentukan fasade bangunan yaitu segiempat pada elemen dinding dan segitiga pada elemen atap.
Gb. Sarana Usaha PKL mengambil bentuk dasar yang sesuai dengan bangunan sekitarnya
Gb. Konsep desain pada street picture KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan dan analisa, maka dapat diambil kesimpulan bahwa perumusan konsep penataan PKL di koridor jalan Kedungdoro harus dilakukan dengan memperhatikan karakter dan lokalitas dari kondisi koridor jalan dan bangunan disekelilingnya.
Berdasar triangulasi yang telah dilakukan, maka agar tercapai kondisi dimana keberadaan PKL dapat ditata teratur dan menyatu serta menjadi nilai tambah didalam koridor jalan maka dapat disimpulkan:
1. Bentuk Fisik Koridor Jalan Kedungdoro dan Sarana Usaha PKL
• Keberadaan PKL harus memiliki kesatuan dengan koridor jalan dan bangunan disekitarnya. Hal ini dicapai dengan cara menentukan desain sarana usaha PKL yang mengambil bentukan dasar geometris sesuai dengan mayoritas bentuk bangunan sekelilingnya. Bentuk dasar geometris yang dipakai adalah persegi panjang untuk elemen dinding dan segitiga sebagai elemen atap.
• Keberadaan PKL harus menimbulkan kesan teratur dan tidak merusak fasade bangunan disepanjang koridor. Hal ini diwujudkan dengan menggunakan kesan transparan pada sarana usaha PKL yang terbuka pada elemen dinding (tanpa
Sarana Usaha PKL didesain sesuai dengan kriteria yaitu mempunyai keserasian dengan fasade bangunan dan berkesan transparan sehingga tidak mengganggu estetika visual koridor jalan Kedungdoro. Bentuk fisik dan warna disesuaikan dengan tampilan bangunan disekitarnya.
Sarana Usaha PKL didesain memiliki luasan kapling dan ketinggian yang sama untuk menampilkan kesan harmonis
Menghadirkan sarana usaha PKL dengan kualitas material yang lebih baik dan
menampilkan kesan transparan.
7
spanduk penutup) sehingga fasade bangunan dapat terlihat oleh pengguna jalan/pemerhati kota.
• Elemen fisik koridor yang bersentuhan langsung dengan PKL dibenahi untuk membantu menghilangkan kesan kumuh. Elemen fisik yang termasuk didalamnya adalah trotoar, street furniture dan vegetasi. Trotoar didesain dengan memperhatikan kebutuhan visual dan kebutuhan gerak. Trotoar harus memiliki luas yang cukup untuk digunakan sebagai tempat peletakan sarana usaha PKL dan juga untuk para pejalan kaki. Lebar trotoar diperlebar dengan cara memanfaatkan selokan tertutup. Sehingga trotoar mempunyai ruang yang tutup untuk mengakomodasi pejalan kaki walaupun pada malam hari terdapat PKL yang menggunakan sebagian trotoar. Street furniture disediakan untuk melengkapi fasilitas koridor jalan, sekaligus berguna untuk mencegah PKL menggunakan seluruh trotoar maupun badan jalan. Street furniture yang disediakan yaitu bak sampah, bangku, lampu jalan. Peletakannya diatur dengan jarak yang teratur. Vegetasi ditambah dengan pemilihan jenis tanaman sesuai fungsinya yaitu perdu sebagai tanaman pembatas.
• Untuk mendukung fungsi dan tampilan visual koridor jalan perlu diperhatikan desain fisik dari sarana usaha PKL.Sarana usaha PKL yang terdapat disepanjang koridor jalan Kedungdoro distandarkan dengan bentukan yang serupa satu sama lain, non permanen, gerobak memiliki roda. Luasan kapling PKL juga ditentukan memiliki luasan yang seragam untuk memperkuat kesan harmonis antara PKL dengan bangunan yang ada disepanjang koridor jalan kedungdoro. Sarana usaha PKL yang diperbolehkan dipakai berdagang adalah yang bersifat semi permanen yang bisa dibongkar pasang dan harus dibawa pulang seusai jam operasional. Sarana usaha semi permanen yang diperbolehkan meliputi tenda, gerobak beroda, dan perlengkapan meja-kursi.
Sarana usaha harus memiliki fungsi tempat berjualan, sarana penyimpanan dan sarana pengangkutan barang
2. Jenis Dagangan PKL
Jenis barang dagangan yang mayoritas dijual PKL di kawasan Kedungdoro adalah makanan & minuman.Maka kelompok PKL penjual makanan dan minuman diorganisir dengan teratur, berselang seling dengan sedikit PKL yang menyediakan jenis dagangan lain.
3. Pola Penyebaran PKL
• Menggunakan konsep penataan sharing time dengan PKL yang berjualan dimalam hari, maka kawasan Kedungdoro dijadikan pusat PKL jajanan dan kuliner khas Surabaya.
• Pelegalan kawasan Kedungdoro sebagai kawasan PKL dan pelegalan status para PKL menjadi pedagang terdaftar.
• Dilakukan pembinaan PKL dibuktikan dengan pemberian surat ijin usaha oleh pemerintah kota Surabaya. Dengan demikian akan dapat dilakukan pembatasan jumlah PKL, pengaturan kapling dan lokasi berjualan serta memudahkan penarikan restribusi untuk kebersihan dan keamanan.
• PKL ditata linier sepanjang jalan Kedungdoro sesuai dengan jenis barang dagangannya.
• Lokasi usaha PKL tetap berdekatan dengan sirkulasi pejalan kaki namun tidak bercampur dengan alur lalu lintas kendaraan.Lokasi usaha PKL diberikan ruang dengan membebaskan sebagian lebar ruas jalan untuk berjualan dengan pembatasan yang jelas.
8 DAFTAR PUSTAKA
Alisjahbana, 2004 , Perlawanan Pedagang Kaki Lima DalamMenghadapi Kebijakan Pemerintah Kota, Studi Kasus PKL diKota Surabaya (Ringkasan Disertasi), Program Doktor IlmuSosial, Pasca Sarjana Universitas Airlangga
Alisjahbana. 2005. Sisi Gelap Perkembangan Kota. Yogyakarta: LaksBang PRESSindo.
Alisjahbana. 2005. Marjinalisasi Informal Perkotaan. Yogyakarta: LaksBang PRESSindo.
Ahmad, Ahmadin. (2002) Re-Desain Jakarta, Tata Kota TataKita, Kotakita Press:Jakarta Ashihara, Yoshinobu , Exterior Design in Architecture,(VanNostrand Reinhold Company: New
York, 1964).(diterjemahkanoleh Sugeng Gunadi, 1985, Merancang Ruang Luar, PenerbitITS ).
Bobo, Julius. 2003. Transformasi Ekonomi Rakyat. Jakarta:Cidesindo.
Christopher Alexander.1987; A New Theory of Urban Design; Oxford University Press. New York
Darjosanjoto, Endang T.S.(2004). Penelitian Arsitektur di bidang Perumahan dan Permukiman, ITS press.
Djunaedi, Achmad, (1989). Metodologi Penelitian Arsitektural.Jurusan Arsitektur fakultas teknik UGM. Yogjakarta
Duerk, Donna,P. (1993) Architectural Programming; Information Management for Design.
United States of America.
Fu-chen Ho. 1978; Rural Urban and Regional Development; Nagoya,Japan.-
Furchan, Arief, MA.,Ph.D. (Penejemah). 2004. Pengantar penelitian Dalam Pendidikan.
Yogyakarta: Pustaka
Gallion, B, Arthur, & Eisner, Simon. (1994). PengantarPerancangan Kota. Erlangga, edisi kelima, jilid II. Jakarta.
Groat, Linda and Wang, David.(1954). Architectural Research Methods, John Wiley & sonc, Inc.
Hariyono, Paulus (2007). Sosiologi Kota untuk Arsitek. BumiAksara.Indonesia
Laurens, 2001. Studi Perilaku Lingkungan, Percetakan Universitas Kristen Petra, Surabaya.
Lynch, Kevin.(1960) The Image of The City. The M.I.T. Press
McCluskey, Jim (1992). Roadform & Townscape. Library of Congress Cataloguing. London.
McGee, T.G. dan Y.M. Yeung. 1977. Hawkers in Southeast Asian Cities: Planning for The Bazaar Economy. Ottawa: International Development Research Centre.
Maslow, Abraham H; (1954); Motivation and Personality, Harper& Row, New York Moughtin, Cliff.( 1992. ) Urban Design: Street and Square. Butterworth Architecture. Boston.
Nasution, S. (1996). Metode Research – penelitian Ilmiah. Bumi Aksara Rossi, Aldo. 1982; The Architecture of the City. MIT Press -
Rapoport, Amos. Human Aspect of Urban Form. A Wheaton & Co. Ltd.Exeter. Great Britain.- Rukayah, Siti. 2005; SeminarNasional PESAT; UniversitasGunadarma; Jakarta
Santosa, Budi; Hessel Nogi S. Tangkilisan. 2004, Strategi Pengembangan Sektor Pariwisata:
Perspektif Manajemen Strategik Sektor Publik. Yogyakarta:YPAPI
Snyder, James C. And Catanese, Anthony J. (1979). Introduction to Architecture. McGraw Hill Book Company. New York.
Spreiregen ,Paul D. (1965) .Urban Design : The Architecture ofTowns and Cities, Mc.Graw Hill Book Company:New York
Sutedjo, Suwondo B. (1983). Arsitektur, Manusia danPengamatannya. Djambatan.
Suyanto, B.,dkk.,2003, Menata PKL dan Bangunan Liar , Surabaya ; Pemerintah Kota Surabaya, Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Surabaya
Suryabrata, Suryadi (1983) . Metodologi Penelitian
Sutedjo, Suwondo B. (1983). Arsitektur, Manusia dan Pengamatannya. Djambatan.
Syaodih, Nana Sukmadinata, Prof.,Dr. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung :Remaja Rosdakarya
9
Syamsuddin, Prof., Dr. dan Vismaia, Dr. (2006.) Metode Penelitian Pendidikan Bahasa.
Bandung : Remaja Rosdakarya.
Tange, Kenzo. (1971.) Architecture and Urban Design. Praeger Publisher.
Urban design technic & method (4shared) – architectural ebook Urban design toolkit (pdf. Udn)
Walgito, Bimo. 2001; Psikologi Sosial – Suatu Pengantar. Andi. Yogyakarta.
Wiriaatmadja,Rochiati. (2007). Metode penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Remaja Rosdakarya