• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN HUKUM TERHADAP PEMENUHAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS UMUM DI RUMAH SUSUN DALAM PENYEDIAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN YANG LAYAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TINJAUAN HUKUM TERHADAP PEMENUHAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS UMUM DI RUMAH SUSUN DALAM PENYEDIAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN YANG LAYAK"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

TINJAUAN HUKUM TERHADAP PEMENUHAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS UMUM DI RUMAH SUSUN DALAM PENYEDIAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN YANG LAYAK HUNI DI KOTA

MAKASSAR

OLEH

AULIA FATHANAH B121 14 308

PROGRAM STUDI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2018

(2)

HALAMAN JUDUL

TINJAUAN HUKUM TERHADAP PEMENUHAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS UMUM DI RUMAH SUSUN DALAM PENYEDIAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN YANG LAYAK

HUNI DI KOTA MAKASSAR

OLEH

AULIA FATHANAH B121 14 308

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Tugas Akhir Dalam Rangka Penyelesaian Studi Sarjana Hukum

Dalam Prodi Hukum Administrasi Negara

PROGRAM STUDI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2018

(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

AULIA FATHANAH (B121 14 308), Tinjauan Hukum Terhadap Pemenuhan Prasarana, Sarana, Dan Utilitas Umum Di Rumah Susun Dalam Penyediaan Perumahan Dan Permukiman Yang Layak Huni Di Kota Makassar Dibimbing oleh Bapak Prof. Dr. Achmad Ruslan, S.H, M.H sebagai Pembimbing I dan Bapak Dr. Romi Librayanto, S.H, M.H sebagai Pembimbing II

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pertanggungjawaban pemerintah dalam pemenuhan prasarana, sarana, dan utilitas umum di rumah susun dalam penyediaan perumahan dan kawasan permukiman yang layak huni.

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Susun di Kota Makassar, dan Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah Metode Wawancara dengan berbagai pihak yang terkait yang menangani Rumah Susun dan Studi Kepustakaan dengan membaca buku-buku, internet, serta perundang-undangan kemudian data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kualitatif sehingga mengungkapkan hasil yang diharapkan dan kesimpulan atas permasalahan yang diteliti.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat di simpulkan hasil berupa: Pertama, Pertanggungjawaban Pemerintah dalam pembangunan maupun pemenuhan prasarana, sarana, dan utilitas umum di rumah susun dapat berupa perbaikan fasilitas di lingkungan rumah susun dan mengadakan sosialisasi-sosialisasi yang berguna untuk masyarakat yang tinggal di Rumah Susun agar tercipta kondisi yang nyaman dan layak.

Dengan diterbitkan UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun secara teori pemerintah telah berpihak pada rakyat dalam menyediakan perumahan dan permukiman yang layak huni dan secara praktek pemerintah belum sepenuhnya memenuhi amanat UU No. 20 Tahun 2011 di lapangan karena rumah susun yang masih tidak layak dengan alasan prasarana, sarana, dan utilitasnya tidak lengkap atau tidak layak huni.

Kata Kunci : Permukiman, Perumahan yang layak huni

(7)

KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr.Wb

Puji syukur saya haturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan banyak nikmat, taufik dan hidayah sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan maksimal berkat kerjasama dengan para pembimbing saya. Oleh karena itu saya sampaikan banyak terima kasih kepada pihak yang telah berkontribusi secara maksimal dalam penyelesaian skripsi ini.

Diluar itu, saya sebagai penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati, saya selaku penyusun menerima segala kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Demikian yang bisa saya sampaikan, semoga skripsii ini dapat diterima dengan baik dan menambah ilmu pengetahuan dan memberikan manfaat nyata untuk masyarakat luas.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Makassar, 2018

Aulia Fathanah

(8)

UCAPAN TERIMAKASIH

Alhamdulillah, tiada kata yang paling indah selain mengucapkan Syukur Kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta Alam, Sumber kehidupan bagi seluruh mahluk, Sumber dari segala ilmu, dan Sumber dari segala sumber hukum. Juga salam dan shalawat Penulis junjungkan kepada Rasulullah Muhammad SAW. Nabi dan Rasul yang menjadi panutan bagi seluruh umat manusia, yang mengajarkan keselamatan kepada kita semua, dan membawa kita semua ke alam yang terang ini.

Suatu kebahagiaan tersendiri bagi Penulis dengan selesainya tugas akhir ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Penulis akui perjuangan ini sangatlah berat, banyak rintangan yang harus dilalui, bahkan membuat semangat sempat menjadi pasang surut, Tetapi, semua itu bukanlah penghambat untuk menyelesaikan karya ini, Karena penulis tahu bahwa perjuangan terbesar bukanlah hanya satu-satunya, tanggungjawab atas ilmu hukum yang Penulis miliki merupakan tantangan yang paling besar untuk menghadapi persoalan- persoalan hukum di Masyarakat dan yang paling penting lagi adalah persaingan yang sesungguhnya dalam belantara kehidupan yang masih penuh dengan tanda tanya.

Untuk itu perkenalkan Penulis mengucapkan Terima kasih terlebih dahulu Kepada Kedua Orang Tua Penulis, Alm. Dr. Muslim Nashar dan Misnah Bakrie yang telah melahirkan, mengasuh, membimbing, merawat,

(9)

memberikan kasih sayang, serta perhatian kepada penulis sampai menyelesaikan pendidikan Strata 1 Penulis, Serta kepada adik perempuan tersayang saya yang selalu memberikan semangat, Ananda Zidna Istiqamah, dan kedua saudara laki-laki saya, Muh.Favian, S.E, dan Muhammad Ibrahim.

Penulis juga ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada My forever favorite buddie of my life, Anang Rahmansyah, yang memiliki banyak waktu dan jasa untuk membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari keterlibatan berbagai pihak yang senantiasa membantu dan membimbing penulis dalam suka maupun duka, oleh karena itu penulis menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada keluarga tercinta yang senantiasa memberi semangat serta doa kepada penulis, dan seluruh pihak yang telah terkait dalam penyusunan skripsi ini, diantaranya :

1. Terima Kasih kepada Prof. Dwia Aries Tina Pulubuhu, M.A. selaku Rektor Universitas Hasanuddin, dan para wakil rektor, beserta seluruh staf dan jajarannya.

2. Terima Kasih kepada Prof. Dr. Farida Patittingi, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, beserta para wakil dekan Prof. Dr. Ahmadi Miru, S.H., M.H., Dr. Syamsuddin Muchtar, S.H., M.H., Prof. Dr. Hamzah Halim, S.H., M.H, atas berbagai bantuan yang diberikan kepada Penulis, baik bantuan untuk menunjang berbagai kegiatan individual maupun yang dilaksanakan oleh Penulis bersama Organisasi di Fakultas Hukum Universtitas Hasanuddin.

(10)

3. Terima Kasih kepada Ketua Prodi Hukum Administrasi Negara, Prof. Dr.

Achmad Ruslan, S.H, M.H dan Para Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar yang telah menuangkan ilmu kepada Penulis sejak kuliah pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar sampai sekarang

4. Terima Kasih Kepada Pembimbing I, Prof. Dr. Achmad Ruslan, S.H, M.H, Pembimbing II, Dr. Romi Librayanto, S.H, M.H, Penguji I, Prof. Dr. Farida Patittingi, S.H, M.Hum, Penguji II, Dr. Muh. Hasrul, S.H, M.H, Penguji III, Ariani Arifin, S.H, M.H yang telah banyak memberikan masukan, nasihat, serta ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sangat baik.

5. Terima Kasih kepada Seluruh staff akademik dan perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin atas segala bantuanya selama Penulis berkuliah di Fakultas Hukum Univ. Hasanuddin

6. Kepada Sahabat-Sahabat Tercinta, yang tak dapat saya sebutkan satu- persatu namanya karena terlalu banyak.

7. Keluarga Besar DIPLOMASI 2014, Terima kasih telah banyak berbagi ilmu, pengalaman, dan persaudaraan.

8. Dan tentunya terima kasih banyak kepada orang-orang yang telah mendoakan saya dengan penuh ketulusan hati.

Akhir kata semoga amal kebaikan serta bantuan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah Swt. Skripsi ini hanyalah karya manusia biasa

(11)

yang memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini penulis harapkan.

Makassar, Februari 2018

AULIA FATHANAH

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……….i

PENGESAHAN SKRIPSI………..ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING………..iii

PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI………...iv

ABSTRAK……….v

KATA PENGANTAR………..vi

DAFTAR ISI ... .xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... .1

B. Rumusan Masalah………..…....9

C. Tujuan Penelitian ... .9

D. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Rumah Susun ... 12

B. Konsep dan Klasifikasi Perumahan dan Permukiman yang Layak Huni ... 24

C. Penyediaan PSU di Rumah Susun ... 33

D. Fasilitas Pemerintahan dan Pelayanan Umum Pada Lingkungan Rumah Susun yang Jumlah Penduduknya Sampai Dengan 2.500 Jiwa38 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 41

B. Lokasi Penelitian ... 41

C. Jenis dan Sumber Data... 42

D. Teknik Pengumpulan Data ... 42

E. Analisis Data ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pemenuhan Fasilitas Pemerintahan dan Pelayanan Umum dalam Penyediaan PSU Pada Rumah Susun Di Kota Makassar………44

B. Upaya Pemerintah Dalam Penyelesaian Hambatan Pemenuhan Fasilitas Pemerintahan Dan Pelayanan Umum di Rumah Susun………...50

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan………..…54

B. Saran………..……..……55

DAFTAR PUSTAKA………..…56

LAMPIRAN………..…57

(13)
(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan nasional di Indonesia bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Masyarakat yang adil dan makmur tersebut diartikan tidak hanya cukup sandang, pangan, dan papan saja tetapi justru harus diartikan sebagai cara bersama untuk memutuskan masa depan yang dicita-citakan dan juga turut secara bersama mewujudkan masa depan tersebut. Semangat untuk mewujudkan masa depan tersebut merupakan amanah dari mukadimah Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 jo. Pasal 28 H ayat (1) dan Pasal 33 UUD 1945.1

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28H ayat (1) menegaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera, lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Tempat tinggal mempunyai peran strategis dalam pembentukan watak dan kepribadian bangsa serta sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia

1 4M. Rizal Arif, Analisis Kepemilikan Hak Atas Tanah Satuan Rumah Susun Dalam Kerangka

(15)

seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif. Oleh karena itu, negara bertanggung jawab untuk menjamin pemenuhan hak akan tempat tinggal dalam bentuk rumah yang layak dan terjangkau.2

Pembangunan perumahan yang dilakukan oleh pemerintah maupun pengembang merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia. Pembangunan perumahan ditujukan agar seluruh rakyat Indonesia menempati rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur. Rumah yang layak adalah bangunan rumah yang sekurang-kurangnya memenuhi persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas bangunan serta kesehatan penghuninya. Lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur adalah lingkungan yang memenuhi persyaratan penataan ruang, persyaratan penggunaan tanah, penguasaan hak atas tanah, dan kelayakan prasarana dan sarana lingkungannya.3

Meningkatnya kebutuhan akan perumahan dan permukiman sangat erat kaitannya dengan kependudukan, seperti jumlah penduduk, laju pertumbuhannya, dan perubahan rata-rata jumlah jiwa keluarga.

Hal tersebut merupakan masalah yang dihadapi, terutama di kota-kota besar di Indonesia, sepeti Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, dan Semarang. Menurut A.P Parlindungan, pembangunan rumah susun, terutama di wilayah perkotaan, merupakan suatu kemutlakan sebagai

2Lihat Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

3.Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Jakarta, Kencana Prenada Group, 2010, hlm 75

(16)

akibat terbatasnya tanah untuk perumahan tersebut dan permintaan akan papan semakin tinggi.4

Dalam rangka peningkatan daya guna dan hasil guna tanah bagi pembangunan perumahan dan permukiman, serta mengefektifkan penggunaan tanah terutama di daerah-daerah yang berpenduduk padat, maka perlu dilakukan penataan atas tanah sehingga pemanfaatannya betul- betul dapat dirasakan oleh masyarakat banyak.

Dengan demikian di kota-kota besar perlu diarahkan pembangunan perumahan dan permukiman yang diutamakan sepenuhnya pada pembangunan rumah susun.5

Pembangunan rumah susun menjadi solusi bagi penataan kawasan kumuh. Menurut Lampiran Perpres No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), menyebutkan bahwa di wilayah perkotaan telah meningkat luas permukiman kumuh dari 40.053 Ha pada tahun 1996 menjadi 47.500 Ha pada tahun 2000.

Pembangunan rumah susun juga akan membantu mengatasi kemacetan lalu lintas dan dapat menekan serta menghemat biaya transportasi yang pada akhirnya dapat menekan inefisiensi di dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Di samping itu, rumah susun dibangun sebagai upaya pemerintah guna memenuhi masyarakat perkotaan akan papan yang layak dalam lingkungan yang sehat. Selain

4A.P Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Perumahan dan Permukiman dan Undang-Undang Rumah Susun, hlm 12

5Urip Santoso, Pendaftaran…Op.Cit., hlm 77

(17)

itu, hal ini juga dijadikan sebagai salah satu alternatif pemecahan masalah pengadaan lahan yang sangat sulit didapat di wilayah- wilayah kota-kota besar di Negara berkembang, seperti Indonesia yang sangat padat penduduknya akibat urbanisasi, misalnya yang terjadi di Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, dan Medan. Guna memenuhi kebutuhan penting masyarakat perkotaan tersebut di atas, dibentuklah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun.6

Berdasarkan tujuan pembentukan UURS, sekaligus diketahui bahwa latar belakang pembangunan rumah susun adalah sebagai berikut : 1. Untuk memenuhi pemerataan kebutuhan perumahan rakyat, khususnya

yang berpenghasilan rendah. Pasal 5 UURS menegaskan keberpihakan untuk mengutamakan pembangunan rumah susun bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah. A.P Parlindungan menyayangkan ketentuan Pasal 5 UURS ini oleh karena pada waktu ini juga sudah berkembang rumah-rumah flat yang akan dihuni oleh penduduk golongan ekonomi menengah ke atas dengan fasilitas yang lebih baik.

A.P Parlindungan berpendapat pembangunan rumah-rumah flat tersebut perlu diatur juga dalam suatu peraturan sendiri.

2. Untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna pembangunan perumahan serta lebih meningkatkan lingkungan permukiman di daerah-daerah yang berpenduduk padat, tetapi hanya tersedia luas tanah yang terbatas. Kedua hal itu mengharuskan dilaksanakan dan ditingkatkannya pembangunan rumah susun.7

Seiring dengan berkembangnya zaman fungsi rumah susun tersebut tidak hanya untuk hunian namun juga untuk usaha ataupun perindustrian. Pertumbuhan rumah susun untuk hunian atau usaha akan semakin sertambah pesat, seiring semakin pesatnya pertumbuhan penduduk perkotaan yang semakin meningkat pendapatan per

6M. Rizal Arif, Analisis Kepemilikan….. Op. Cit., hlm. 14.

7Oloan Sitorus & Balans Sebayang, Kondominium, hlm 14

(18)

kapitanya. Namun peraturan yang ada saat ini tidaklah melaju secepat perkembangan jaman. Undang Undang Nomor 16 tahun 1985 tersebut dianggap tidak memadai lagi untuk menghadapi tuntutan demi tuntutan akan kebutuhan setiap orang terutama tempat tinggal yang terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan partisipasi masyarakat serta tanggung jawab dan kewajiban Negara dalam penyelenggaraan rumah susun. Untuk itu perlu diadakan penyempurnaan peraturan perundang-undangan yang dapat mengcover semua permasalahan yang menyangkut rumah susun.

Untuk memenuhi tuntutan tersebut, maka diterbitkanlah Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Lahirnya undang-undang tersebut juga merupakan instruksi dari Pasal 46 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman yang menetapkan bahwa ketentuan mengenai rumah susun diatur sendiri dengan undang-undang.

Terjadi perbedaan substansi antara Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985.

Perbedaan substansi tersebut tentunya akan memberikan dampak bagi pembangunan rumah susun guna tercapainya pasal 28 H ayat (1) setiap orang berhak hidup sejahtera yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Banyak hal yang tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 kini disempurnakan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011.

(19)

Dengan demikian perlu ditilik Pelaksanaan Undang-Undang No.20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun Dalam Penyediaan Perumahan dan Permukiman Layak Huni. Penulis mengutip informasi dari media online Harian Berita Kota Makassar yang berjudul “penghuni menjerit, Danny janji datang ke Rusunawa” yang terbit pada tanggal 6 april 2017 yaitu, “Rumah susun sederhana sewa (rusunawa) di Jalan Rajawali, Kelurahan Lette, Kecamatan Mariso, Kota Makassar sejatinya diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Tapi faktanya, ada indikasi dan aroma penyimpangan di tempat ini. BKM datang ke rusunawa, pemandangannya cukup mencengangkan. Ada banyak mobil yang sengaja ditutup oleh pemiliknya. Kendaraan roda empat tersebut terparkir rapi di tempat parker khusus yang telah diatapi.

Sementara motor tak terhitung jumlahnya. Sejatinya pula, rusunawa menjadi tanggung jawab Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Kota Makassar. Namun dalam pengelolaannya, organisasi perangkat daerah (OPD) ini justru membentuk tim sendiri. Terdiri dari tenaga keamanan, teknisi, kebersihan, dan administrasi. Mereka inilah yang mengelola secara keseluruhan rusunawa. Termasuk semua retribusi maupun biaya sewa kamar. Biaya sewa di rusunawa dibedakan berdasarkan tempat di tiap lantainya setiap bulannya meski kamar memiliki ukuran yang sama. Lantai satu 150 ribu rupiah. Lantai dua 125 ribu rupiah. Lantai tiga 100 ribu rupiah, dan lantai empat 75 ribu rupiah.

Selain biaya sewa kamar, para penghuni juga diwajibkan membayar

(20)

iuran listrik, air, sampah, dan lampu jalan. Setiap 1KWH listrik para penghuni membayar 1.500 ribu rupiah. Untuk air, setiap 1 kubiknya sebesar 4000 ribu rupiah, sementara sampah sebesar 5000 ribu rupiah tiap bulannya. Iuran tersebut di hitung setiap kamarnya. Namun untuk air dan listrik, tidak menentu. Tergantung pemakaiannya. Jika dikalkulasikan, maka pembayaran iuran listrik saja untuk setiap kamar berkisar 150 ribu rupiah. Benarkah hanya sebesar itu? Ibu Tadah (61), salah seorang penghuni mengatakan, selama ini para penghuni membayar iuran listrik per bulannya sebesar 300 ribu rupiah bahkan pernah sampai 600 ribu rupiah. Wanita yang telah tinggal 10 tahun di rusunawa tersebut masih mengeluhkan listrik yang terkadang masih padam. Hal yang sama dikeluhkan penghuni lain bernama Fitri (24). Ia mengeluhkan mahalnya iuran listrik. Kondisi ini membuat para penghuni membayar hampir 1 juta tiap bulannya. Biaya yang dirasa cukup besar.

Ada pula penghuni lain berkata, “saya juga heran katanya untuk orang kurang mampu tapi ada penghuni yang memiliki kendaraan beroda empat” tutur Radah. Berapa tahun terakhir ia mengaku dirinya harus mempersiapkan dana sebesar Rp800 ribu setiap bulan. Dana tersebut digunakan untuk membayar listrik dan air yang sering naik secara mendesak. Penulis juga telah mewawancarai salah satu penghuni rusunawa bernama ibu Fatimah, ia mengatakan bahwa “katanya ada keamanan, iya posnya ada tapi tidak ada satpamnya. Makanya kami

(21)

pernah mengalami kecurian dan anak-anak biasa berkelahi tanpa ada yang melerai kecuali orang setempat”.8

Ada pula kutipan dalam media online Metro Timur dengan judul

“Fathur Rahim dan Hasanuddin Leo temui warga rumah susun Lette”

yang terbit pada 28 Februari 2017, mengatakan bahwa, Kadis Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Makassar, bersilaturahim dengan warga rusunawa Lette Kelurahan Lette Kecamatan Mariso, silaturahim ini dalam rangka merespon keluhan para penghuni rusun, dimana tingginya biaya iuran listrik dan air yang tak sesuai, tak adanya keamanan membuat para penghuni Rusunawa meminta kepada Pemerintah untuk memberikan solusi. Menyikapi keinginan warga dalam sambutan Kadis DPKP mengatakan “terkait dengan keluhan warga tentu menjadi tanggung jawab kami sebagai pemerintah untuk memberikan solusi apa yang menjadi keluhan para warga Rusunawa.

“Apa yang menjadi keluhan warga terkait tingginya iuran listrik dan iuran air bersih, termasuk keamanan, kami akan segera melakukan koordinasi dengan pihak pengelola dalam hal ini UPTD Rusunawa dan juga kita akan segera melakukan rapat kerja dengan DPRD untuk memanggil pihak-pihak terkait” Kata Fathur Rahim.9

Berdasarkan fakta tersebut, terdapat ketidaksesuaian antara aspek yang wajib dipenuhi dalam peraturan perundang-undangan

8http://beritakotamakassar.fajar.co.id/berita/2017/04/06/penghuni-menjerit-danny-janji-datang-ke- rusunawa/

9http://metrotimur.com/fathur-rahim-dan-hasanuddin-leo-temui-warga-rumah-susun-lette/

(22)

dengan fakta di lapangan, untuk itu penulis ingin mengkaji dan membahas lebih jauh mengenai permasalahan ini.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada pengamatan penulis mengemukakan beberapa permasalahan yang berkisar sebagai berikut:

1. Bagaimana pemenuhan fasilitas pemerintahan dan pelayanan umum dalam penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum pada rumah susun Di Kota Makassar?

2. Bagaimana upaya pemerintah dalam penyelesaian hambatan pemenuhan fasilitas pemerintahan dan pelayanan umum pada rumah susun Di Kota Makassar?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apakah pemenuhan prasarana, sarana, dan utilitas umum khususnya fasilitas pemerintahan dan pelayanan umum pada rumah susun di Kota Makassar sudah terpenuhi sesuai Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

2. Untuk mengetahui upaya pemerintah dalam penyelesaian hambatan pemenuhan PSU khususnya fasilitas pemerintahan dan pelayanan umum Di Kota Makassar.

(23)

D. Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian yang dilakukan ini akan memberikan manfaat antara lain:

1. Secara teoritis

Skripsi ini diharapkan bermanfaat sebagai tambahan dokumentasi dalam segi hukum terhadap persoalan pembangunan rumah susun di Indonesia.

2. Secara praktis penulisan skripsi diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi siapapun yang memiliki ketertarikan pada bidang ini, khususnya mengenai pelaksanaan pembangunan rumah susun di Indonesia.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Hukum Administrasi Negara terkandung dua aspek, yaitu : pertama, aturan-aturan hukum yang mengatur dengan cara bagaimana alat-alat perlengkapan negara itu melakukan tugasnya; kedua, aturan- aturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara alat perlengkapan administrasi negara atau pemerintah dengan para warga negaranya.10

Pelaksanaan dan pertanggungjawaban pemerintah dalam Hukum Administrasi Negara, telah disebutkan bahwa salah satu prinsip negara hukum adalah asas legalitas, yang mengandung makna bahwa setiap tindakan hukum pemerintahan harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku atau setiap tindakan hukum pemerintah harus berdasarkan pada kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Dengan bersandar pada asas legalitas itulah pemerintah melakukan berbagai tindakan hukum. Karena setiap tindakan hukum itu mengandung makna penggunaan kewenangan, maka di dalamnya tersirat adanya kewajiban pertanggungjawaban.

10Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, hlm. 37

(25)

Agar dapat menjalankan tugasnya maka administrasi negara melakukan bermacam-macam perbuatan yang dikenal dengan instrumen pemerintahan.11 Instrumen pemerintahan adalah alat-alat atau sarana yang digunakan oleh pemerintah atau administrasi negara dalam melaksanakan tugasnya. dalam melaksanakan tindakan pemerintahan, terdapat instrumen yuridis yang digunakan oleh pemerintah dalam rangka mengatur dan menjalankan urusan pemerintahan dan masyarakat. Instrumen tersebut antara lain yaitu instrumen peraturan (regeling), instrumen keputusan (beschikking), dan peraturan kebijakan (beleidregels).

A. Pengertian Rumah Susun

Undang-Undang No.1 Tahun 2011 Pasal 28 mengatakan :

1. Jenis rumah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) dibedakan berdasarkan pelaku pembangunan dan penghunian yang meliputi:

a. rumah komersial;

b. rumah umum;

c. rumah swadaya;

d. rumah khusus; dan e. rumah negara.

2. Rumah komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diselenggarakan untuk mendapatkan keuntungan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

11Utrecht,1959, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Bandung Hlm. 62

(26)

3. Rumah umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi MBR.

4. Rumah swadaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diselenggarakan atas prakarsa dan upaya masyarakat, baik secara sendiri maupun berkelompok.

5. Rumah khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diselenggarakan dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah untuk kebutuhan khusus.

6. Rumah umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mendapatkan kemudahan dan/atau bantuan dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

7. Rumah swadaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat memperoleh bantuan dan kemudahan dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

8. Rumah khusus dan rumah negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e disediakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

Namun yang akan penulis bahas dalam bab ini adalah rumah umum yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah, dalam hal ini adalah rumah susun.

Kepastian hukum dalam pengadaan permukiman dan perumahan telah diatur dalam Pasal 3 UU No.1 Tahun 2011, yakni Perumahan dan kawasan permukiman diselenggarakan untuk:

(27)

1. Memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman;

2. Mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan, terutama bagi MBR;

3. Meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi pembangunan perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan;

4. Memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan perumahan dan kawasan permukiman;

5. Menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya; dan

6. Menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan

Dalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman telah diatur dalam UU No.1 tahun 2011 Pasal 56 yang mengatakan :

1. Penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan untuk mewujudkan wilayah yang berfungsi sebagai lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan

(28)

dan penghidupan yang terencana, menyeluruh, terpadu, dan berkelanjutan sesuai dengan rencana tata ruang.

2. Penyelenggaraan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk memenuhi hak warga negara atas tempat tinggal yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur serta menjamin kepastian bermukim.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun diundangkan pada tanggal 31 Desember 1985 dalam Lembaran Negara RI nomor 75/1985. Undang-undang ini dapat disebut dengan undang- undang kondominium Indonesia yang menjadi landasan hukum untuk mengatur rumah susun. Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 dimuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988. Mulai tanggal tersebutlah masalah hukum mengenai rumah susun mendapat jawaban yang pasti. Namun menimbang bahwa Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum, kebutuhan setiap orang, dan partisipasi masyarakat serta tanggung jawab dan kewajiban Negara dalam penyelenggaraan rumah susun sehingga perlu diganti.

Untuk menjawab perkembangan hukum serta kebutuhan masyarakat yang belum terakomodir oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tersebut maka pada tanggal 10 November 2011 melalui

(29)

sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat resmi mengesahkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.12

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun merumuskan bahwa rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan- satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Pengertian mengenai rumah susun tersebut dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 sama seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Dengan demikian tidak ada perubahan mengenai pengertian tentang makna dari rumah susun itu baik yang dijelaskan dalam UURS yang lama maupun yang baru. Dalam Penjelasan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 menegaskan bahwa rumah susun yang dimaksudkan dalam UURS ini adalah istilah yang memberikan pengertian hukum bagi rumah susun yang senantiasa mengandung sistem pemilikan perseorangan dan hak bersama, yang penggunaannya untuk hunian atau bukan hunian, secara mandiri ataupun terpadu sebagai satu kesatuan sistem pembangunan. Dengan demikian berarti tidak semua rumah susun itu

12Konsideran bagian Menimbang Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011

(30)

dapat disebut rumah susun menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985, tetapi setiap rumah susun adalah selalu rumah susun.13

Rumah susun mengandung sistem pemilikan perseorangan (individual) dan hak bersama. Kita mengenal ada 3 (tiga) bentuk sistem pemilikan, yaitu :

a. sistem pemilikan perseorangan

b. sistem pemilikan bersama yang terikat

c. sistem pemilikan perseorangan yang sekaligus dilengkapi dengan sistem pemilikan bersama yang bebas (condominium)

Rumah susun merupakan kategori sistem pemilikan yang ketiga. Di dalam rumah susun secara simultan terkandung sistem pemilikan perseorangan dengan hak bersama yang bebas. Oleh karena itulah, maka hak pemilikan perseorangan atas satuan (unit) rumah susun meliputi pula hak bersama atas bangunan, benda dan tanahnya. Sebagaimana telah disebutkan bahwa hak milik (individual) atas satuan rumah susun juga meliputi hak bersama atas bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama.

Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun merumuskan bahwa bagian bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara terpisah tidak untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuan-satuan rumah susun.

Penjelasan Pasal 25 ayat 1 undang-undang tersebut memberi contoh bagian bersama adalah antara lain : pondasi, kolom, balok, dinding,

13

(31)

lantai, atap, talang air, tangga, lift, selasar, saluran-saluran, pipa-pipa, jaringan- jaringan listrik, gas dan telekomunikasi.

Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 mendefinisikan bahwa benda bersama adalah benda yang bukan merupakan bagian rumah susun melainkan bagian yang dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama. Selanjutnya Penjelasan Pasal 25 ayat 1 mencontohkan benda bersama adalah ; ruang pertemuan, tanaman, bangunan pertamanan, bangunan sarana sosial, tempat ibadah, tempat bermain, dan tempat parkir yang terpisah atau menyatu dengan struktur bangunan rumah susun.

Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 merumuskan bahwa tanah bersama adalah sebidang tanah hak atau tanah sewa untuk bangunan yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang di atasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin mendirikan bangunan.

Menurut A.P Parlindungan, sebenarnya rumah susun itu adalah suatu istilah yang dibuat oleh perundangan kita yang berwujud sebagai suatu perumahan yang dimiliki oleh beberapa orang/badan hukum secara terpisah dengan segala kelengkapan sebagai suatu tempat hunian ataupun bukan hunian, untuk perkantoran, usaha komersil dan lain-lain, dengan akses tersendiri untuk keluar ke jalan besar dan dengan segala hak dan kewajibannya dan mempunyai bukti-bukti tentang haknya tersebut, dengan berdimensi horizontal dan vertical.

(32)

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 menganut asas kondominium dalam pemilikan atas rumah susun. Masalah paling penting dalam asas kondominium adalah pemilikan dan penghunian secara terpisah bagian- bagian dari suatu rumah susun, di samping bagian-bagian lainnya serta tanah di atas mana bangunan yang bersangkutan berdiri, yang karena fungsinya harus digunakan bersama.

Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 mendefinisikan bahwa benda bersama adalah benda yang bukan merupakan bagian rumah susun melainkan bagian yang dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama. Selanjutnya Penjelasan Pasal 25 ayat 1 mencontohkan benda bersama adalah ; ruang pertemuan, tanaman, bangunan pertamanan, bangunan sarana sosial, tempat ibadah, tempat bermain, dan tempat parkir yang terpisah atau menyatu dengan struktur bangunan rumah susun.

Pasal 2 Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 dan penjelasannya menyatakan bahwa asas penyelenggaraan rumah susun adalah sebagai berikut:

a. asas kesejahteraan

Yang dimaksud dengan asas kesejahteraan adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang layak bagi masyarakat agar mampu mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya

b. Asas keadilan dan pemerataan

Yang dimaksud dengan asas keadilan dan pemerataan adalah memberikan hasil pembangunan di bidang rumah susun agar dapat dinikmati secara proporsional dan merata bagi seluruh rakyat.

(33)

c. Asas kenasionalan

Yang dimaksud dengan asas kenasionalan adalah memberikan landasan agar kepemilikan sarusun dimanfaatkan sebesar- besarnya untuk kepentingan nasional.

d. Asas keterjangkauan dan kemudahan

Yang dimaksud dengan asas keterjangkauan dan kemudahan adalah memberikan landasan agar hasil pembangunan rumah susun dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, serta mendorong terciptanya iklim kondusif dengan memberikan kemudahan bagi MBR.

e. asas keefisienan dan kemanfaatan

Yang dimaksud dengan asas keefisienan dan kemanfaatan adalah memberikan landasan penyelenggaraan rumah susun yang dilakukan dengan memaksimalkan potensi sumber daya tanah, teknologi rancang bangun, dan industri bahan bangunan yang sehat serta memberikan kemanfaatan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat.

f. asas kemandirian dan kebersamaan

Yang dimaksud dengan asas kemandirian dan kebersamaan adalah memberikan landasan penyelenggaraan rumah susun bertumpu pada prakarsa, swadaya, dan peran serta masyarakat sehingga mampu membangun kepercayaan, kemampuan, dan kekuatan sendiri serta terciptanya kerja sama antarpemangku kepentingan.

g. asas kemitraan

Yang dimaksud dengan asas kemitraan adalah memberikan landasan agar penyelenggaraan rumah susun dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan melibatkan pelaku usaha dan masyarakat dengan prinsip saling mendukung.

h. asas keserasian dan keseimbangan

Yang dimaksud dengan asas keserasian dan keseimbangan adalah memberikan landasan agar penyelenggaraan rumah susun dilakukan dengan mewujudkan keserasian dan keseimbangan pola pemanfaatan ruang.

i. asas keterpaduan

Yang dimaksud dengan asas keterpaduan adalah memberikan landasan agar rumah susun diselenggarakan secara terpadu dalam hal kebijakan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, dan pengendalian.

j. asas kesehatan

Yang dimaksud dengan asas kesehatan adalah memberikan landasan agar pembangunan rumah susun memenuhi standar rumah sehat, syarat kesehatan lingkungan, dan perilaku hidup sehat.

(34)

k. asas kelestarian dan keberlanjutan

Yang dimaksud dengan asas kelestarian dan keberlanjutan adalah memberikan landasan agar rumah susun diselenggarakan dengan menjaga keseimbangan lingkungan hidup dan menyesuaikan dengan kebutuhan yang terus meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk dan keterbatasan lahan.

l. asas keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan

Yang dimaksud dengan asas keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan adalah memberikan landasan agar bangunan rumah susun memenuhi persyaratan keselamatan, yaitu kemampuan bangunan rumah susun mendukung beban muatan, pengamanan bahaya kebakaran, dan bahaya petir; persyaratan kenyamanan ruang dan gerak antar ruang, pengkondisian udara, pandangan, getaran, dan kebisingan; serta persyaratan kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan, kelengkapan prasarana, dan sarana rumah susun termasuk fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia.

m. asas keamanan, ketertiban, dan keteraturan

Yang dimaksud dengan asas keamanan, ketertiban, dan keteraturan adalah memberikan landasan agar pengelolaan dan pemanfaatan rumah susun dapat menjamin bangunan, lingkungan, dan penghuni dari segala gangguan dan ancaman keamanan; ketertiban dalam melaksanakan kehidupan bertempat tinggal dan kehidupan sosialnya; serta keteraturan dalam pemenuhan ketentuan administratif.

Dalam Pasal 5 angka satu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 menyebutkan bahwa Negara bertanggung jawab atas penyelenggaraan rumah susun yang pembinaannya dilaksanakan oleh pemerintah. Di sebutkan pula dalam pasal 12 yaitu, ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diatur dalam Peraturan Pemerintah.14

14Lihat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun pasal 5 dan 12

(35)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2014 Tentang Pembinaan Penyelenggaraan Perumahan Dan Kawasan Permukiman menyebutkan dalam Pasal 5 angka 3 :15

Pembinaan pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bidang rumah susun dilakukan terhadap aspek:

a. pembangunan

b. penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan c. pengelolaan

d. peningkatan kualitas e. kelembagaan dan

f. pendanaan dan pembiayaan

Ada beberapa Pasal dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 yang mensyaratkan pengaturan lebih lanjut melalui peraturan pemerintah. Pasal tersebut antara lain :

1. Pasal 12 mengenai pembinaan

2. Pasal 16 ayat (4) mengenai kewajiban menyediakan rumah susun umum

3. Pasal 20 ayat (5) mengenai pendayagunaan tanah wakaf untuk rumah susun

4. Pasal 27 mengenai pemisahan rumah susun serta gambar dan uraian

15Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 88 Tahun 2014 pasal 5

(36)

5. Pasal 49 mengenai bentuk SHM sarusun dan SKBG sarusun dan tata cara penerbitannya

6. Pasal 54 ayat (4) mengenai pengalihan kepemilikan sarusun umum

7. Pasal 60 mengenai pengelolaan rumah susun, masa transisi, dan tata cara penyerahan pertama kali

8. Pasal 69 mengenai peningkatan kualitas rumah susun

9. Pasal 71 ayat (2) mengenai pengendalian penyelenggaraan rumah susun

10. Pasal 73 mengenai penguasaan atau pembentukan badan pelaksana

11. Pasal 78 mengenai perhimpunan pemilik dan penghuni satuan rumah susun

12. Pasal 88 ayat (4) mengenai bentuk dan tata cara pemberian intensif kepada pelaku pembangunan rumah susun umum dan rumah susun khusus serta bantuan dan kemudahan kepada masyarakat berkemampuan rendah

13. Pasal 108 ayat (3) mengenai sanksi administratif, tata cara dan besaran denda administratif16

Selain aturan lebih lanjut melalui peraturan pemerintah, beberapa ketentuan dalam UU Nomor 20 Tahun 2011 juga mensyaratkan pengaturan lebih lanjut melalui peraturan menteri. Berikut

16http://www.jurnalhukum.com/peraturan-pemerintah-tentang-rumah-susun-baru/

(37)

ini pasal-pasal yang menentukan pengaturan lebih lanjut melalui peraturan menteri:

1. Pasal 40 ayat (4) mengenai standar pelayanan minimal prasarana, sarana dan utilitas umum

2. Pasal 57 ayat (5) mengenai tata cara perhitungan besarnya biaya pengelolaan

3. Pasal 96 ayat (6) mengenai peran masyarakat dalam penyelenggaraan rumah susun dan forum pengembangan rumah susun

B. Konsep dan Klasifikasi Perumahan dan Pemukiman yang Layak Huni

Meningkatnya pembangunan perumahan, baik yang dilakukan oleh pemerintah, swasta, maupun perorangan, perlu ditunjang dengan ketentuan-ketentuan yang dapat dijadikan pedoman baik dalam persiapan, perencanaan, pelaksanaan, maupun pengawasan dan pembiayaannya. Pembangunan lingkungan perumahan harus direncanakan pada daerah yang telah ditentukan bagi pengembangan perumahan seperti yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang suatu wilayah. Masing-masing lokasi perumahan ini mempunyai tingkat kesulitan yang berbeda, tergantung kondisi fisik masing-masing lokasi.

Secara umum, tingkat kemudahan lingkungan perumahan dibedakan dalam tiga tingkatan yaitu :

(38)

1. Lingkungan perumahan di daerah dengan tingkat kemudahan I, yaitu lingkungan perumahan di daerah yang paling dekat dengan pusat kegiatan yang memberikan pelayanan untuk kehidupan sehari-hari, misalnya fasilitas pendidikan, pelayanan umum, kesehatan, perbelanjaan, olahraga, lapangan terbuka, dan lain-lain. Tempat terjauh dari pusat pelayanan tersebut mempunyai jarak tempuh 15 menit berjalan kaki, atau sejauh 1 km.

2. Lingkungan perumahan di daerah dengan tingkat kemudahan 11, yaitu lingkungan perumahan di mana tempat kediamannya berada di dalam daerah yang berbatasan dengan lingkungan perumahan daerah kemudahan tingkat 1.

3. Lingkungan perumahan di daerah dengan tingkat kemudahan III, yaitu lingkungan perumahan di mana tempat kediamannya berada di dalam daerah yang berbatasan dengan lingkungan perumahan daerah kemudahan tingkat 11.

Untuk merencanakan lingkungan perumahan dengan baik, kita perlu memperhatikan beberapa kriteria berikut:17

1. Lokasi

Lokasi perumahan sebaiknya dipilih di daerah yang memberikan akses yang mudah bagi para pemukim (selama-lamanya 30 menit dengan menggunakan alat transportasi umum) untuk menuju tempat

17M. Sastra S. dkk, 2005. Op. Cit, hal.131

(39)

kerja dan pusat-pusat kegiatan pelayanan yang lebih luas. Ketentuan ini mengandung beberapa pengertian berikut:

a. Antara Lokasi perumahan dan tempat bekerja serta pusat- pusat kegiatan dihubungkan dengan prasarana dan sarana jalan umum.

b. Antara lokasi perumahan dan tempat bekerja serta pusat- pusat layanan kegiatan dilalui alai transportasi umum yang dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat yang bermukim di tempat tersebut.

c. Perencanaan permukiman harus dapat memberikan keseimbangan sosial, dalam arti bahwa pembangunan perumahan tersebut harus dapat menciptakan hubungan yang serasi antara berbagai lapisan masyarakat, misalnya dalam hubungannya dengan golongan pendapatan (rendah, sedang, menengah, dan tinggi), agama, dan budaya sehingga tercipta hubungan yang harmonis di dalam masyarakat.

Keseimbangan sosial yang terbentuk merupakan salah satu ciri berkembangnya kondisi masyarakat ke arah yang positif.

Kondisi ini dalam jangka panjang merupakan salah satu pertimbangan pengembangan wilayah sekitarnya menjadi kawasan permukiman baru.

(40)

Kondisi sosial masyarakat yang seimbang akan memberi kesempatan kepada setiap anggota masyarakat untuk membina diri dan keluarganya sehingga dapat tumbuh dengan baik dalam kehidupan bermasyarakat.

2. Kondisi Geologi/Topografi

Suatu daerah permukiman memerlukan kondisi dasar geologi maupun topografi yang baik untuk dapat berkembang dengan baik. Dari aspek geologi, struktur dan kekuatan tanah yang direncanakan untuk pengembangan daerah permukiman harus dalam kondisi yang baik dan stabil. Kondisi geologi tanah yang kurang menguntungkan sebaiknya diolah terlebih dahulu hingga mencapai kondisi yang baik sebelum dikembangkan menjadi daerah permukiman. Apabila tanah mempunyai kestabilan dan kemantapan yang baik, secara teknis di lahan tersebut akan dapat dikembangkan berbagai bangunan secara bebas dan leluasa.

Tidak jarang pengembang permukiman kurang memikirkan hal ini, namun hanya mengejar harga tanah yang murah saja, misalnya dengan memilih lokasi permukiman di daerah bantaran sungai. Selain menyalahi aturan teknis, daerah ini juga labil. Secara teknis di daerah bantaran sungai tidak boleh didirikan bangunan permanen untuk menghindari bahaya banjir. Dipandang dari aspek geologi pun daerah ini sebenamya kurang tepat untuk pengembangan perumahan karena tanahnya cenderung labil.

(41)

Kondisi topografi adalah kondisi yang menggambarkan kondisi kemiringan lahan, atau kontur lahan. Semakin besar kontur lahan berarti lahan tersebut mempunyai kemiringan yang semakin besar.

Lahan yang baik untuk dikembangkan sebagai area perumahan adalah lahan yang relatif landai, memiliki kemiringan yang kecil, sehingga mempunyai potensi pengembangan yang besar.

3. Kepastian Hukum

Status hukum suatu lahan merupakan hal yang sangat penting sehubungan dengan legalitas lahan tersebut. Dengan kejelasan status hukum suatu lahan, pemilik akan mempunyai kebebasan untuk mengembangkan (selama masih dalam aturan yang berlaku di wilayah tersebut), bahkan juga memindahtangankan lahan kepada orang lain.

Suatu bangunan/rumah dan tanah dikatakan mempunyai status hukum yang jelas apabila tanah, rumah, dan penghuniannya diperoleh dengan tata cara/prosedur hukum. Tanah, rumah, dan penghuniannya dalam hal ini akan dilindungi oleh hukum.

Kegiatan-kegiatan/prosedur hukum pemilikan tanah, rumah, dan penghuniannya dapat dilakukan oleh perseorangan atau badan hukum/perusahaan, meliputi:

a. Pembebasan tanah b. Permohonan hak c. Pembangunan d. Penghunian

(42)

Dalam konsep klasifikasi perumahan dan permukiman yang layak huni dijelaskan pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 bagian menimbang huruf c yaitu, bahwa setiap orang dapat berpartisipasi untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal melalui pembangunan rumah susun yang layak, aman, harmonis, terjangkau secara mandiri, dan berkelanjutan. Dalam Pasal 40 ayat 1 mengatakan bahwa Pelaku pembangunan wajib melengkapi lingkungan rumah susun dengan prasarana, sarana dan utilitas umum. Dan pada ayat 3 dikatakan bahwa Prasarana, sarana dan utilitas umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi standar pelayanan minimal, yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri.18

Program pemerintah terkait pelaksanaan perumahan dan permukiman yang layak huni adalah sebagai berikut disamping usaha dan program pemerintah untuk membantu memberdayakan masyarakat dalam pengadaan perumahannya di daerah perkotaan ada beberapa program pemerintah yang berkaitan dengan masalah perumahan masyarakat berpenghasilan rendah di daerah perkotaan. Beberapa program yang penting antara lain:19

1. Pembangunan Perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah oleh Perum Perumnas

Pembangunan perumahan bagi masyarakat, terutama masyarakat berpenghasilan rendah di daerah perkotaan dimulai pada awal Pelita II.

18Lihat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun

19Panudju, B. Pengadaan Perumahan Dengan Peran Serta MBR, Hal.175

(43)

Untuk melaksanakan program tersebut pada tahun 1974 dibentuk Perum Perumnas sebagai perusahaan negara yang bergerak di bidang pengadaan perumahan rakyat, berdasarkan Peraturan Pemerintah No.

29 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1988. Secara garis besar tugas Perum Perumnas yang tercantum dalam Pasal 5 sebagai berikut :

a. sifat usaha dari perusahaan adalah menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.

b. maksud didirikannya perusahaan adalah untuk menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa kegiatan produktif di bidang pelaksanaan pembangunan perumahan rakyat beserta sarana dan prasarananya, dan melakukan pemupukan dana.

c. tujuan perusahaan melakukan kebijakan dan program pemerintahan di bidang pelaksanaan pembangunan perumahan rakyat beserta sarana dan prasarananya yang mampu mewujudkan lingkungan permukiman sesuai dengan rencana pembangunan wilayah/kota.

Dari arahan tersebut diatas, pada kenyataannya Perum Perumnas mempunyai tugas ganda yang tidak mudah untuk dilaksanakan. Disitu pihak harus melaksanakan fungsi sosial untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah, dan dilain pihak harus memupuk keuntungan.

(44)

2. Peremajaan Kota dan Lingkungan Perumahan

Peremajaan lingkungan perumahan kumuh merupakan bagian dari program peremajaan kota. Program ini dilaksanakan berdasarkan, Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Peremajaan Permukiman Kumuh diatas Tanah Negara. Sesuai dengan Instruksi Presiden tersebut, arahannya adalah sebagai berikut:20

a. peremajaan permukiman kumuh adalah pembongkaran sebagian atau seluruh permukiman kumuh yang sebagian besar atau seluruhnya berada diatas tanah negara dan selanjutnya ditempat yang sama dibangun prasarana dan fasilitas lingkungan, rumah susun serta bangunan lainnnya sesuai dengan rencana tata ruang kota yang bersangkutan.

b. peremajaan permukiman kumuh bertujuan untuk meningkatkan mutu kehidupan, harkat, derajat, dan martabat masyarakat penghuni permukiman kumuh terutama golongan masyrakat berpenghasilan rendah, mewujudkan kawasan kota yang ditata secara sesuai dengan fungsinya sebagai ditetapkan dalam rencana tata ruang kota yang bersangkutan, dan mendorong pengunaan lahan yang lebih efisien dengan pembangunan rumah susun, meningkatkan tertib bangunan, memudahkan penyediaan sarana dan prasarana lingkungan permukiman yang diperlukan serta mengurangi kesenjangan kesejahteraan penghuni dan berbagai kawasan daerah perkotaan.

20Ibid, hal. 178-179

(45)

3. Perbaikan Kampung

Program perbaikan kampung yang lebih dikenal dengan nama kampung improvement project yang disebut KIP pada kenyataannya bukan suatu program baru di Indonesia. Kegiatan tersebut telah ada pada waktu penjajahan Belanda dengan nama Kampoeng Verbetering.

Tujuan program ini pada awalnya untuk memperbaiki kondisi lingkungan perumahan kampung didalam kota yang kumuh dan tidak sehat , agar masyarakat dapat tinggal dalam lingkungan perumahan yang lebih sehat dan lebih nyaman. Dengan adanya perbaikan kondisi lingkungan, diharapkan masyarakat secara bertahap akan berkembang memperbaiki kondisi rumah mereka masing-masing.

4. Prasarana Lingkungan Perumahan

Dalam suatu lingkungan perumahan harus disediakan prasarana untuk memberikan kemudahan bagi penghuni.21

Dalam Peraturan Menteri Nomor 38/PRT/M/2015 Tentang Bantuan Prasarana, sarana, dan utilitas umum untuk perumahan umum menyebutkan pengertian prasarana, sarana dan utilitas umum sebagai berikut22:

a. prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman dan nyaman

b. sarana adalah fasilitas dalam lingkungan hunian yang berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan social, budaya, dan ekonomi.

21M. Suparno. dkk. Perencanaan dan Pengembangan Perumahan, hal.145

22Lihat Peraturan Menteri Nomor 38 Tahun 2015

(46)

c. utilitas umum adalah kelengkapan penunjang untuk pelayanan lingkungan hunian

Dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Nomor 60 Tahun 1992 tentang Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun mengatakan bahwa jenis prasarana, sarana, dan utilitas umum yang dimaksud adalah sebagai berikut :

a. utilitas umum adalah sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan yang antara lain berupa jaringan air bersih, saluran pembuangan air hujan, saluran pembuangan air limbah, tempat pembuangan sampah, jaringan pemadam kebakaran, jaringan listrik, jaringan gas dan jaringan telepon serta pemakaman dan pertanaman.

b. fasilitas lingkungan adalah fasilitas penunjang, yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, social budaya, yang antara lain dapat berupa bangunan perniagaan atau perbelanjaan (aspek ekonomi), lapangan terbuka, pendidikan, kesehatan, peribadatan, fasilitas pemerintahan dan pelayanan umum serta pemakaman dan pertanaman.23

Konsep dan klasifikasi perumahan dan permukiman yang layak huni diciptakan agar permukiman kumuh dapat dihindari. Permukiman kumuh menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat.24

C. Penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum di Rumah Susun

Di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011, Bab IV tentang Perencanaan, Pasal 14 ayat (1) Perencanaan pembangunan

23Lihat Peraturan Menteri Nomor 60

24Lihat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

(47)

rumah susun dilaksanakan berdasarkan, huruf d yaitu, layanan prasarana, sarana, dan utilitas umum. Lalu pasal terkait dijelaskan dalam Pasal 40 yaitu :

(1) pelaku pembangunan wajib melengkapi lingkungan rumah susun dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum.

(2) prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempertimbangkan:

a. kemudahan dan keserasian hubungan dalam kegiatan sehari-hari

b. pengamanan jika terjadi hal-hal yang membahayakan, dan;

c. struktur, ukuran, dan kekuatan sesuai dengan fungsi dan penggunaannya.

(3) prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi standar pelayanan miminal.

(4) ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan minimal prasarana, sarana dan utilitas umum diatur dengan Peraturan Menteri.

Pada Pasal 70 ayat (1) dan (2) menyebutkan bahwa:

(1) pengendalian penyelenggaraan rumah susun dilakukan pada tahap:

a. perencanaan b. pembangunan

c. penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan; dan d. pengelolaan

(48)

(2) pengendalian penyelenggaraan rumah susun pada tahap perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan melalui penilaian terhadap:

a. kesesuaian jumlah zonasi b. kesesuaian zonasi

c. kesesuaian lokasi, dan;

d. kepastian ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum.

Dalam Peraturan Menteri Nomor 22 Tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perumahan Rakyat Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota, menjelaskan bahwa Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Indikator SPM adalah tolak ukur prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam pencapaian suatu SPM tertentu, berupa masukan, proses, hasil dan/

atau manfaat pelayanan.25

Dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Nomor 22 Tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perumahan Rakyat Daerah dan Kabupaten/Kota menyatakan bahwa, Pemerintah memberikan pelayanan dalam bidang perumahan rakyat agar masyarakat mampu menghuni rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan

25Lihat Peraturan Menteri Nomor 22 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal

(49)

yang sehat dan aman yang didukung dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum (PSU).

Dalam Pasal 3 ayat 2 sampai dengan 6 dijelaskan bahwa :

a. jenis pelayanan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi rumah layak huni dan terjangkau serta lingkungan yang sehat dan aman yang didukung prasarana, sarana, dan utilitas umum

b. indikator dari rumah layak huni dan terjangkau sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a adalah cakupan ketersediaan rumah layak huni dan cakupan layanan rumah layak huni yang terjangkau

c. indikator dari lingkungan yang sehat dan aman yang didukung prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah cakupan lingkungan yang sehat dan aman yang didukung dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum

d. nilai SPM bidang perumahan rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang terdiri dari indikator cakupan ketersediaan rumah layak huni sebesar 100% dan untuk indikator cakupan layanan rumah layak huni yang terjangkau sebesar 70%

e. nilai SPM bidang perumahan rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang terdiri dari indikator cakupan lingkungan

(50)

yang sehat dan aman yang didukung prasarana, sarana, dan utilitas umum sebesar 100%

Dalam Pasal 64 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 60 Tahun 1992 Tentang Persyaratan Tekins Pembangunan Rumah Susun menjelaskan bahwa, Lingkungan rumah susun harus dilengkapi dengan fasilitas lingkungan yang berupa ruangan dan/ atau bangunan, yang terdiri dari fasilitas perniagaan atau perbelanjaan, lapangan terbuka, pendidikan, kesehatan, peribadatan, fasilitas pemerintahan dan pelayanan umum serta pemakaman dan pertanaman. Dalam Pasal 70 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 60 Tahun 1992, yang disebut fasilitas pemerintahan dan pelayanan umum harus sesuai dengan kebutuhan dan memenuhi persyaratan:

a. Untuk jumlah penduduk sampai dengan 2.500 jiwa, sekurang- kurangnya harus disediakan pos pertanahan sipil (hansip), balai pertemuan, dan rumah duka.

b. Untuk jumlah penduduk sampai dengan 30.000 jiwa, sekurang- kurangnya harus disediakan pos polisi, pos pemadam kebakaran, kantor pos pembantu, parkir umum dan gedung serba guna.

c. Untuk jumlah penduduk sampai dengan 120.000 jiwa, sekurang- kurangnya harus disediakan kantor polisi, kantor pos cabang, kantor telepon cabang.

(51)

Yang penulis akan teliti dalam hal ini fasilitas pemerintahan dan pelayanan umum yaitu berupa pemenuhan pos pertanahan sipil (hansip), balai pertemuan, dan rumah duka.

D. Fasilitas Pemerintahan dan Pelayanan Umum Pada Lingkungan Rumah Susun Yang Jumlah Penduduknya Sampai Dengan 2.500 jiwa

Dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2006 Tentang Petunjuk Teknis Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun, Pasal 142 menjelaskan bahwa :26

“Persyaratan Rencana Rinci Tata Ruang Lingkungan Siap Bangun yang berdiri sendiri sebagaimana disebutkan dalam pasal 138, pasal 139, pasal 140, dan pasal 141 di atas mengacu pada Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327//KPTS/M/2002 Tahun 2002 tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang dan SNI 1733 tentang Standar Standar Nasional Indonesia Nomor SNI 03-1733-2004 tentang Tatacara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan dan Standar Nasional Indonesia Nomor SNI 02-2406-1991 tentang Tatacara Perencaan Umum Drainase Perkotaan.”

26Lihat Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2006 Tentang Petunjuk Teknis Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun

(52)

Dalam Pasal 145 Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2006 Tentang Petunjuk Tekinis Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun menyebutkan bahwa, Pembangunan fasilitas pemerintahan dan pelayanan umum di Lingkungan Siap Bangun yang berdiri sendiri harus memenuhi standar perencanaan fasilitas pemerintahan dan pelayanan umum di Lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri sesuai Standar Nasional Indonesia.

1. Pos Pertanahan Sipil

Berdasarkan tinjauan prasarana SNI Nomor 03-7013-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Fasilitas Lingkungan Rumah Susun menjelaskan bahwa:

a. Jumlah maksimal yang dapat dilayani yaitu, 200 penghuni

b. lokasi dan jarak maksimal dari unit hunian yaitu berada ditengah- tengah lingkungan jarak maksimal 200 meter

c. letak posisi pada lantai bangunan yaitu dapat diletakkan pada lantai dasar unit hunian

d. luas lantai minimal yaitu 4 meter persegi

e. luas lantai minimal (merupakan bangunan tersendiri) yaitu 6 meter.

(53)

2. Balai Pertemuan

Berdasarkan tinjauan prasarana SNI Nomor 03-7013-2004 menjelaskan bahwa:

a. jumlah maksimal yang dapat dilayani yaitu 1000 jiwa

b. lokasi dan jarak maksimal dari unit hunian yaitu berada ditengah- tengah lingkungan dengan jarak maksimal pencapaian 500 meter c. letak posisi pada lantai bangunan yaitu pada lantai dasar

d. luas lantai minimal yaitu 250 meter persegi

e. luas lantai minimal (merupakan bangunan tersendiri) yaitu 500 meter persegi

3. Rumah Duka

Berdasarkan tinjauan prasarana SNI Nomor 03-7013-2004, rumah duka belum memiliki identifikasi penjelasan yang lebih detail mengenai fasilitas ini.

(54)

BAB III Metode Penelitian

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian empiris, menggunakan studi lapangan (field research) sebagai sumber data utama dari penelitian, dan menggunakan studi literature sebagai data sekunder.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Makassar dengan lokasi penelitian adalah Rumah Susun di Kelurahan Lette Kecamatan Mariso, Rumah Susun di Kelurahan Panambungan Kecamatan Mariso, Rumah Susun di Daya, Kelurahan Daya Kecamatan Biringkanaya dan Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman. Alasan penulis memilih rumah susun tersebut karena rumah susun tersebut merupakan rumah susun yang di peruntukkan untuk para pekerja dan para masyarakat berpenghasilan rendah yang juga memiliki hak untuk mendapatkan permukiman yang layak huni dalam hal ini yaitu rumah susun umum yang berjenis Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa).

(55)

C. Jenis dan Sumber Data

Sumber data di ambil dari hasil penelitian dengan jenis penelitian wawancara dengan pihak yang terkait. Seperti, Kepala UPT Rumah Susun, Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman, Kepala Staff Pengelola Rumah Susun terkait serta Warga yang menempati Rumah Susun.

D. Teknik Pengumpulan Data

Alat atau instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa: Studi dokumen (Library Research) Yaitu dengan mempelajari, mengumpulkan dan/atau mengutip bahan-bahan bacaan yang bersifat teoritis ilmiah baik milik umum maupun milik instansi terkait terkait, data dari arsip instansi pemerintahan yang berwenang dalam bidang pembangunan rumah susun, dan peraturan perundang- undangan yang terkait dengan rumah susun.

Penulis juga menggunakan studi lapangan atau penelitian lapangan ( field research ). Dalam penelitian ini penulis mengadakan pengumpulan data dengan cara berinteraksi dengan objek yang di teliti.

Dalam hal ini melakukan wawancara langsung dengan pihak-pihak yang berkompeten guna memperoleh data yang akurat.

(56)

E. Analisis Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang-undangan.

(57)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. PEMENUHAN FASILITAS PEMERINTAHAN DAN PELAYANAN UMUM DALAM PENYEDIAAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS UMUM PADA RUMAH SUSUN DI KOTA MAKASSAR

Dalam Pasal 70 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 60 Tahun 1992 Tentang Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun, yang disebut Fasilitas Pemerintahan dan Pelayanan Umum harus sesuai dengan kebutuhan dan memenuhi persyaratan :

“Untuk jumlah penduduk sampai dengan 2.500 jiwa, sekurang- kurangnya harus di sediakan pos pertanahan sipil (hansip), balai pertemuan, dan rumah duka” . Fasilitas Pemerintahan dan Pelayanan Umum itulah yang penulis teliti dan akan membahasnya dalam bab ini.

Dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2006 Tentang Petunjuk Teknis Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun, Pasal 142 menjelaskan bahwa :

“Persyaratan Rencana Rinci Tata Ruang Lingkungan Siap Bangun yang berdiri sendiri sebagaimana disebutkan dalam pasal 138, pasal 139, pasal 140, dan pasal 141 di atas mengacu pada Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327//KPTS/M/2002 Tahun 2002 tentang Penetapan Enam Pedoman

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Aktivitas siswa dalam belajar pasca erupsi Merapi dapat dengan baik jika lingkungan belajar kondusif,

Kesadaran merek memiliki pengaruh yang positif terhadap kepuasan konsumen pengguna IM3 Pengaruh yang positif ini menunjukkan bahwa jika kesadaran merek pengguna IM3 semakin baik,

8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang dimaksud dengan reksadana adalah wadah yang digunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal, untuk selanjutnya diinvestasikan

Hal ini karena pada kedua metode tersebut terdapat perbedaan beberapa parameter: Pada metode AASHTO terdapat Structur number (SN) yang di dalam perhitungan SN

TBC adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini menyerang paru-paru sehingga pada bagian dalam alveolus terdapat

Komite Pemantau Risiko bertugas untuk memberikan pendapat kepada Dewan Komisaris terhadap laporan atau hal-hal yang disampaikan oleh Direksi kepada Dewan

Pengawasan atas pelayanan publik di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM sebagai unit kerja pengawasan

Kaisar Romawi ketika itu, Diocletian mulai mengalami kesulitan-kesulitan yang serius dalam menjalankan pemerintahannya diatas daerah yang sangat luas, kesulitan ini di antaranya,