• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Pusat Pertumbuhan

Theory growth poles adalah salah satu teori yang dapat menggabungkan antara prinsip-

prinsip konsentrasi dengan desentralisasi secara sekaligus (Alonso dalam Sirojuzilam dan Mahalli, 2010). Dengan demikian teori pusat pengembangan merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pembangunan regional yang saling bertolak belakang, yaitu pertumbuhan dan pemerataan

pembangunan keseluruh pelosok daerah. Selain itu teori ini juga dapat menggabungkan antara kebijaksanaan dan program pembangunan wilayah dan perkotaan tepadu.

Menurut Mercado (2002) konsep pusat pertumbuhan diperkenalkan pada tahun 1949 oleh Fancois Perroux yang mendefinisikan pusat pertumbuhan sebagai “pusat dari pancaran

gaya sentrifugal dan tarikan gaya sentripetal”. Menurut Rondinelli dan Unwin dalam Mercado (2002) bahwa teori pusat pertumbuhan didasarkan pada keniscayaan bahwa pemerintah di negara berkembang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan dengan melakukan investasi yang besar pada industri padat modal di pusat kota.

Teori pusat pertumbuhan juga ditopang oleh kepercayaan bahwa kekuatan pasar bebas melengkapi kondisi terjadinya trickle down effect (dampak penetesan ke bawah) dan menciptakan spread effect (dampak penyebaran) pertumbuhan ekonomi dari perkotaan ke pedesaan. Menurut Stohr dalam Mercado (2002), konsep pusat pertumbuhan mengacu pada pandangan ekonomi neo-klasik. Pembangunan dapat dimulai hanya dalam beberapa sektor yang

dinamis, mampu memberikan output rasio yang tinggi dan pada wilayah tertentu, yang dapat memberikan dampak yang luas (spread effect) dan dampak ganda (multiple effect) pada sektor lain

dan wilayah yang lebih luas. Oleh karena itu pembangunan sinonim dengan urbanisasi (pembangunan di wilayah perkotaan) dan industrialisasi (hanya pada sektor industri).

Pandangan ekonomi neo-klasik berprinsip bahwa kekuatan pasar akan menjamin ekuilibrium (keseimbangan) dalam distribusi spasial ekonomi dan proses trickle down effect atau centre down dengan sendirinya akan terjadi ketika kesejahteraan di perkotaan tercapai dan dimulai

(2)

dari level yang tinggi seperti kawasan perkotaan ke kawasan yang lebih hirarki perkotaan dan perusahaan-perusahaan besar.

Namun demikian kegagalan teori pusat pertumbuhan karena trickle down effect (dampak penetesan ke bawah) dan spread effect (dampak penyebaran) tidak terjadi yang diakibatkan

karena aktivitas industri tidak mempunyai hubungan dengan basis sumberdaya di wilayah hinterland. Selain itu respon pertumbuhan di pusat tidak cukup menjangkau wilayah hinterland

karena hanya untuk melengkapi kepentingan hirarki kota (Mercado, 2002).

2.2. Teori Lokasi

Mengetahui karakteristik jenis kegiatan merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan suatu lokasi kegiatan. Menentukan lokasi sangat terkait dengan daerah pelayanan yang menjadi target pelayanan. Dari sini akan terlihat bahwa pelayanan umum yang lebih bersifat pelayanan publik akan berbeda dengan kegiatan ekonomi yang lebih berorientasi ekonomi. Menurut Daldjoeni dalam (Miarsih, 2009) terdapat tiga konsep mengenai lokasi kegiatan:

1. Jangkauan (range), maksudnya seberapa jauh jarak yang mampu ditempuh untuk membeli barang dan jasa pada tingkat harga tertentu.

2. Batas ambang penduduk (treshold), biasanya jumlah penduduk minimal yang dibutuhkan/membutuhkan suatu fasilitas tertentu.

3. Tempat pusat (central place), yaitu suatu pusat yang melayani perkotaan dan perdesaan serta wilayah yang lebih besar lagi daripada wilayahnya sendiri dengan masing-masing tempat pusat tersebut menawarkan batas ambang populasi dan jangkauan fungsi untuk wilayah komplemen yang dilayani.

Pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas perilaku lokasi dari kegiatan pada umumnya adalah memaksimalkan akses pada komunitas masyarakat (Rusthon dalam Miarsih, 2009).

(3)

Teori lokasi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi. Atau dapat juga diartikan sebagai ilmu tentang alokasi secara geografis dari sumber daya yang langka, serta hubungannya atau pengaruhnya terhadap lokasi berbagai macam usaha atau kegiatan lain (activity).

Secara umum, pemilihan lokasi oleh suatu unit aktivitas ditentukan oleh beberapa faktor seperti: bahan baku lokal (local input); permintaan lokal (local demand);

bahan baku yang dapat dipindahkan (transferred input); dan permintaan luar (outside demand) (Hoover dan Giarratani dalam Miarsih, 2009)

Selain teori yang dikemukakan di atas, terdapat teori lokasi yang perlu untuk diketahui yaitu Central Place Theory. Teori ini dikembangkan oleh Christaller yang disempurnakan oleh August Losch. Kesimpulan yang dapat diambil dari teori ini adalah bahwa cara yang baik untuk menyediakan pelayanan berdasarkan aspek keruangan kepada penduduk adalah dengan menempatkan lokasi kegiatan yang melayani kebutuhan penduduk pada tempat yang sentral. Hal tersebut merupakan landasan utama bagi setiap alokasi lokasi fasilitas pelayanan (Djojodipuro dalam Miarsih, 2009).

Tempat lokasi yang sentral yang dimaksudkan dalam hal ini adalah tempat yang memungkinkan pertisipasi masyarakat secara maksimum, baik bagi mereka yang terlibat dalam aktivitas pelayanan, maupun yang menjadi konsumen dari barang-barang atau jasa pelayanan yang dihasilkan. Tempat seperti itu, oleh Christaller dan Losch, diasumsikan sebagai titik simpul-simpul dari suatu bentuk yang heksagonal. Tempat-tempat tersebut memiliki kawasan pengaruh terhadap daerah di sekitarnya.

(4)

Berdasar pada asumsi Christaller bahwa “orang akan berjalan ke tempat yang paling dekat tempat tinggalnya untuk mendapatkan barang kebutuhan”, maka bagi orang-orang yang tinggal di kawasan pengaruh tempat-tempat sentral yang bertampalan, mereka akan pergi ke tempat sentral yang paling dekat.

Bourne (dalam Mirza, 2008) strategi yang dilakukan untuk menetapkan lokasi pada tingkat pelayanan umum sehingga dapat memberikan pelayanan secara optimal adalah :

1. Diperoleh gambaran yang tepat pada tingkat karakteristik target populasi konsumen yang telah teridentifikasi.

2. Menetapkan distribusi ruang dari target populasi yang telah di identifikasi.

3. Menetapkan area wilayah yang berpotensi untuk dialokasikan pada area fasilitas.

4. Menetapkan secara pasti terhadp lokasi fasilitas masing-masing area pelayanan

Diperoleh manfaat dari teori tersebut di atas adalah: pergerakan kota merupakan aktivitas yang ada dalam ruang kota, baik ekononi maupun jasa pelayanan umum, termasuk diantaranya urban/penduduk kota dan keberadaan fasilitas sarana prasarana pendidikan.

2.3. Teori Basis Ekonomi

Aktivitas dalam perekonomian regional digolongkan dalam dua sektor kegiatan yakni aktivitas basis dan non basis. Kegiatan basis merupakan kegiatan yang melakukan kegiatan yang berorientasi ekspor (barang dan jasa) ke luar batas wilayah perekonomian yang bersangkutan. Kegiatan non basis adalah kegiatan yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang berada

(5)

di dalam batas wilayah perekonomian yang bersangkutan. Luas lingkup produksi dan pemasarannya adalah bersifat lokal (Adisasmita, 2005).

Menurut Arsyad (1999) teori basis ekonomi menyatakan bahwa factor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah berhubungan dengan permintaan barang dan jasa dari luar daerah. Teori basis ekonomi pada intinya membedakan aktivitas sektor basis dan aktivitas sektor non basis. Aktivitas sektor basis adalah pertumbuhan sektor tersebut menentukan pembangunan menyeluruh daerah itu, sedangkan aktivitas sektor non basis merupakan sektor sekunder artinya tergantung perkembangan yang terjadi dari pembangunan yang menyeluruh itu.

Sektor basis adalah sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah karena mempunyai keuntungan kompetitif (competitive advantage) yang cukup tinggi. Sedangkan sektor non basis adalah sektor-sektor lainnya yang kurang potensial tetapi berfungsi sebagai penunjang sektor basis atau service industries (Sjafrizal, 2008).

Sektor basis ekonomi suatu wilayah dapat dianalisis dengan teknik Location Quotient (LQ), yaitu suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu

sektor/industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor/industri tersebut secara nasional (Tarigan, 2009).

Analisis LQ digunakan untuk menentukan komoditas unggulan dari segi produksinya. Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan kegiatan basis dan bukan basis, diantaranya adalah teknik Location Quotient (LQ).

Pendekatan ini sering digunakan untuk mengukur basis ekonomi. Dalam teknik LQ pengukuran dari kegiatan ekonomi secara relatif berdasarkan nilai tambah

(6)

bruto atau tenaga kerja. Analisis LQ juga dapat digunakan untuk menetukan komoditas unggulan dari sisi produksinya.

Kelebihan analisis LQ yang lainnya adalah analisis ini bisa dibuat menarik apabila dilakukan dalam bentuk time –series/trend, artinya dianalisis selama kurun waktu tertentu. Dalam hal ini perkembangan LQ bisa dilihat untuk suatu komoditi tertentu dalam kurun waktu yang berbeda, apakah terjadi kenaikan atau penurunan (Tarigan, 2006).

2.4. Analisis Interaksi atau Gravitasi

Interaksi adalah terjadinya kontak atau hubungan antara dua wilayah atau lebih dan dari hasil kontak itu dapat timbul sesuatu kenyataan yang baru dalam wujud tertentu, maka apa yang sedang atau yang sudah terjadi. Menurut Bintarto (1989) interaksi dapat dilihat sebagai suatu proses sosial, proses ekonomi, proses budaya ataupun proses politik dan sejenisnya dan lambat ataupun cepat dapat menimbulkan suatu realita atau kenyataan.

Menurut Roucek dalam Suprapta (2006) interaksi merupakan suatu proses yang sifatnya timbal balik dan mempunyai pengaruh terhadap perilaku dari pihak- pihak yang bersangkutan melalui kontak langsung. Sedangkan Short dalam Suprapta (2006) mengatakan bahwa interaksi merupakan sistem perkotaan dan tatanan dari kota-kota kecil melalui aliran manusia, barang dan gagasan. Aliran ini merupakan dinamika sistem perkotaan dan merupakan daerah sistem pergerakan manusia dalam melakukan aktivitasnya yang berupa perjalanan ke tempat kerja, perjalanan belanja, kunjungan keluarga maupun perjalanan untuk rekreasi, tetapi alasan pergerakan pada umumnya adalah alasan ekonomi, penduduk cenderung bergerak apabila terdapat prospek pekerjaan dan gaji yang lebih baik disamping

(7)

itu ada alasan dalam bentuk sosial, seperti kurangnya pelayanan sosial yang miskin dan kurang kebebasan individu.

Sistem wilayah adalah sistem yang rumit. Hanya sebagian saja yang dapat diamati oleh manusia, atau yang mampu diamati dengan mikroskop perencana, antara lain : hubungan antar manusia atau masyarakat, perusahaan industri, aparat pemerintahan dan lain-lain. Berbagai sistem pendekatan telah dilakukan dalam usaha menghayati system wilayah yang rumit tersebut, misalnya dengan pendekatan analisis kependudukan, analisis ekonomi, analisis masukan-keluaran, program linier, dan sebagainya.

Interaksi antar wilayah merupakan suatu mekanisme yang menggambarkan dinamika yang terjadi di suatu wilayah karena aktivitas yang dilakukan oleh sumberdaya manusia di dalam suatu wilayah. Salah satu metode yang banyak digunakan untuk menduga besarnya interaksi antar wilayah adalah model gravitasi. Persamaan dalam model gravitasi ini bisa digunakan untuk menganalisis dan menduga pola interaksi spasial (Panuju, 2005).

Model gravitasi adalah model yang paling banyak digunakan untuk melihat besarnya daya tarik dari suatu potensi yang berada pada suatu lokasi dan besarnya wilayah pengaruh dari potensi tersebut. Dalam perencanaan wilayah, model ini sering dijadikan alat untuk melihat apakah lokasi berbagai fasilitas kepentingan umum telah berada pada tempat yang benar. Oleh karenanya model gravitasi berfungsi ganda, yaitu sebagai teori lokasi dan sebagai alat dalam perencanaan.

Interaksi bisa saja diukur dari banyaknya perjalanan (trip) dari penduduk kota A ke kota B atau sebaliknya. Besarnya interaksi antara kedua wilayah

(8)

ditentukan oleh 2 (dua) faktor, yaitu : 1) banyaknya kedua kota wilayah tersebut yang dapat diukur dari jumlah penduduk, banyaknya lapangan kerja, total pendapatan (nilai tambah), jumlah/luas bangunan, banyaknya fasilitas kepentingan umum dan lain-lain. Mungkin karena mudah mendapatkan datanya maka ukuran yang sering digunakan adalah jumlah penduduk. Penggunaan jumlah penduduk sebagai alat ukur karena jumlah penduduk sangat terkait langsung dengan berbagai ukuran lain yang dikemukakan di atas ; dan 2) jarak antara kedua kota/wilayah tersebut. Jarak mempengaruhi keinginan orang untuk berpergian karena untuk menempuh jarak tersebut diperlukan waktu, tenaga dan biaya.

Makin jauh jarak yang memisahkan kedua lokasi, makin rendah keinginan orang untuk bepergian (Tarigan, 2009).

2.5. Pengertian Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu pilar terpenting dalam meningkatkan kualitas manusia, bahkan kinerja pendidikan yaitu gabungan angka partisipasi kasar (APK) jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi (Sirojuzilam, Abdiyanto, Bastari, Kadir dan Binsar, 2005).

Pendidikan merupakan agenda strategis dalam kehidupan dan pembangunan bangsa. Kenerhasilan pembangunan dan kemajuan suatu Negara biasanya diukur melalui beberapa indikator, termasuk potensi ekonomi, mutu sumber daya manusia (SDM). Kualitas manusia ditentukan oleh kualitas pendidikan, dan merupakan faktor penting penentu kemajuan bangsa. Pendidikan adalah salah satu bentuk investasi modal manusia (human investment) yang jika dikelola dengan benar akan berdampak peningkatan kesejahteraan (Lubis, 2010).

(9)

Pendidikan merupakan upaya strategis untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap mental sumber daya manusia. Melalui pendidikan diharapkan dapat dibangun kualitas sumber daya manusia yang mampu membangun kemajuan suatu bangsa (Lumban Gaol, 2010). Sedangkan Ahadin (2009) menyatakan bahwa pendidikan pada hakekatnya adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia yang diharapkan mampu bersaing pada kehidupan global.

Menurut Supriadi (2010) pendidikan dikatakan bermutu, jika dapat menjawab tantangan yang ada di masyarakatnya sehingga dapat menghasilkan lulusan pendidikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat termasuk dunia industri sebagai pemakai lulusan serta sesuia dengan perkembangan Ipteks.

Pendidikan dapat dimaknai sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai yang ada dimasyarakat (Isbiayantoro dalam Miarsih, 2009). Selanjutnya Rechey dalam Miarsih (2009) pendidikan diartikan sebagai suatu aktifitas sosial yang esensial yang memungkinkan masyarakat yang kompleks, modern, dan fungsi pendidikan ini mengalami proses spesialisasi dan melembaga dengan pendidikan formal yaitu sekolah, yang tetap berhubungan dengan pendidikan di luar sekolah. Menurut Lodge dalam Miarsih (2009) dalam pengertian yang lebih sempit pendidikan berati, dalam praktiknya identik dengan

“sekolah”, yaitu pengajaran formal dalam kondisi-kondisi yang di atur.

Menurut Isbiyantoro dalam Miarsih (2009) hubungan antara sekolah dengan masyarakat dapat dilihat dari dua segi yaitu:

1. Sekolah sebagai patner dari masyarakat di dalam melakukan fungsi pendidikan 2. Sekolah sebagai produser yang melayani pesanan pendidikan dari masyarakat

(10)

Hubungan tersebut terdapat tiga gambaran hubungan yang rasional;

pertama, sekolah sebagai lembaga layanan masayarakat sehingga terdapat konsekuensi konseptual dan teknis, hal ini mengakibatkan terjadi kesesuaian antara fungsi pendidikan yang dimainkan dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Kedua, target yang ditangani sekolah akan ditentukan oleh kejelasan formulasi kontrak antara sekolah dengan masyarakat. Ketiga, mengingat sekolah sebagai pihak yang dikontrak masyarakat, sehingga akan dipengaruhi oleh ikatan obyektif antara keduanya seperti sarana dan prasarana yang ada.

Pendidikan adalah proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat dimana ia hidup, proses sosial di mana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), dan dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum (Dikti dalam Mirza, 2008).

Pendidikan adalah proses yang berisi berbagai macam kegiatan yang cocok bagi individu untuk kehidupan sosialnya dan membantu meneruskan adat dan budaya serta kelembagaan sosial dari generasi ke generasi. (Suprapto dalam Mirza, 2008).

Dari uraian di atas, bahwa yang dimaksud dengan pendidikan dalam penelitian ini adalah : 1) Suatu proses pertumbuhan yang menyesuaikan dengan kondisi lingkungan; 2). Suatu pengarahan dan bimbingan yang diberikan kepada anak dalam pertumbuhannya; 3). Suatu usaha sadar untuk menciptakan suatu keadaan atau situasi tertentu yang dikehendaki oleh seseorang atau masyarakat;

(11)

dan 4). Suatu pembentukan kepribadian dan kemampuan anak dalam menuju kedewasaan.

Menurut Sukmadinata (dalam Mirza, 2008) ada empat teori pendidikan, antara lain: pendidikan klasik, pendidikan pribadi, teknologi pendidikan dan teori pendidikan interaksional.

1. Pendidikan klasik (classical education);

Teori pendidikan klasik berlandaskan pada filsafat klasik, seperti perenialisme, essensialisme, dan eksistensialisme yang memandang bahwa pendidikan

berfungsi sebagai upaya memelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan budaya. Teori pendidikan ini lebih menekankan peranan isi pendidikan dari pada proses.

2. Pendidikan pribadi (personalized education);

Teori pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa sejak dilahirkan anak telah memiliki potensi-potensi tertentu. Pendidikan harus dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik dengan bertolak dari kebutuhan dan minat peserta didik. Materi pengajaran berasal dari pengalaman peserta didik yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya.

3. Teknologi pendidikan

Teknologi pendidikan, lebih mengutamakan pembentukan dan penguasaan kompetensi atau kemampuan-kemampuan praktis, bukan pengawetan dan pemeliharaan budaya lama. Dalam konsep teknologi pendidikan, isi pendidikan dipilih oleh tim ahli bidang-bidang khusus. Isi pendidikan berupa data-data

(12)

objektif dan keterampilan-keterampilan yang mengarah kepada kemampuan vocational.

4. Pendidikan interaksional

Pendidikan interaksional yaitu suatu konsep pendidikan yang bertitik tolak dari pemikiran manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi dan bekerja sama dengan manusia lainnya. Lebih dari itu, interaksi ini juga terjadi antara peserta didik dengan materi pembelajaran dan dengan lingkungan, antara pemikiran manusia dengan lingkungannya.

Menurut Slamet dalam Mirza (2008) teori pendidikan kejuruan yaitu : 1. Pendidikan Kejuruan yang efektif hanya dapat diberikan jika tugas latihan

dilakukan dengan cara, alat, dan mesin yang sama seperti yang diterapkan di tempat kerja.

2. Pendidikan Kejuruan akan efektif jika individu dilatih secara langsung dan spesifik, dan

3. Menumbuhkan kebiasaan kerja yang efektif kepada siswa akan terjadi hanya jika pelatihan dan pembelajaran yang diberikan berupa pekerjaan nyata dan bukan sekedar latihan.

2.6. Bonus Demografi dalam Pembangunan

Sektor penduduk merupakan aset utama wilayah dalam setiap aktivitas perkotaan. Lingkup keruangan dan kekotaan, aktivitas penduduk merupakan aktivitas utama kota, dan dalam studi ini peran penduduk sebagai pengguna, sarana pendidikan yang berfungsi sebagai penyedia berhubungan erat.

Tantangan masa depan Indonesia dalam kependudukan adalah memiliki bonus demografi yang berupa angkatan kerja berusia muda dan produktif. Bonus

(13)

demografi merupakan modal Negara untuk pembangunan di masa datang sehingga perlu mendidik generasi muda tersebut agar memiliki kompetensi global.

Bonus demografi menjelaskan hubungan antara pertumbuhan penduduk dengan pertumbuhan ekonomi. Bonus Demografi adalah keuntungan ekonomis yang disebabkan penurunan proporsi penduduk muda yang mengurangi besarnya biaya investasi untuk pemenuhan kebutuhannya, sehingga sumber daya dapat dialihkan kegunaannya untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan keluarga.

Bonus demografi adalah keuntungan ekonomis yang disebabkan oleh menurunnya rasio ketergantungan sebagai hasil proses penurunan fertilitas jangka panjang. Transisi demografi menurunkan proporsi penduduk umur muda dan meningkatkan proporsi penduduk usia kerja, dan ini menjelaskan hubungan pertumbuhan penduduk dengan pertumbuhan ekonomi.

Rusli dalam Miarsih (2009) mengemukakan bahwa tujuan analisis kependudukan secara umum paling tidak meliputi:

a. Mengetahui kuantitas dan kondisi penduduk, baik berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, bahkan kondisi sosio-ekonominya.

b. Mengetahui pertumbuhan masa lampau, masa sekarang, penurunannya dan penyebarannya (distribusi) dalam suatu wilayah pembangunan.

c. Mengembangkan hubungan sebab-akibat antara perkembangan penduduk dengan bermacam-macam aspek pembangunan.

d. Mencoba memproyeksikan pertumbuhan penduduk dan kemungkinan- kemungkinan konsekuensinya serta pengaruhnya terhadap pelaksanaan pembangunan.

(14)

e. Sebagai bahan pemantauan untuk melakukan pengendalian penduduk yang dapat mempengaruhi kondisi masyarakat secara keseluruhan.

Distribusi penduduk memiliki tujuan untuk peningkatan taraf hidup, pembangunan daerah, keseimbangan penyebaran penduduk, pembangunan yang merata di seluruh wilayah, pemanfaatan sumber-sumber alam dan tenaga manusia, kesatuan dan persatuan bangsa, serta ,memperluas pertahanan dan keamanan nasional.

Penduduk merupakan salah satu modal dasar pembangunan. Tetapi jumlah penduduk yang bertambahnya semakin pesat akan menimbulkan berbagai permasalahan bagi pembangunan. Demikian pula Indonesia sebagai negara berkembang yang memiliki ciri labour surplus economy dan memiliki jumlah penduduk yang keempat terbesar dunia.

Permasalahan yang ditimbulkan akibat pertambahan penduduk yang pesat di antaranya masalah ketenagakerjaan, kesempatan kerja yang dikaitkan dengan peluang ekonomi yang diperoleh. Misalnya penduduk dipandang sebagai konsumen, semakin banyak penduduk, semakin besar permintaan terhadap barang jasa. Artinya negara yang berpenduduk jumlah besar merupakan pasar yang sangat potensial bagi peningkatan perekonomian (Rizal, 2006)

Konsep pembangunan berkelanjutan memberikan dampak adanya batas, bukan batas absolut akan tetapi batas yang ditentukan oleh tingkat masyarakat dan organisasi sosial, mengenai sumber daya alam serta kemampuan biosfer menyerap berbagai pengaruh dari kreativitas manusia. Teknologi dan organisasi dapat dikelola dan ditingkatkan guna member jalan bagi era baru pembangunan ekonomi.

(15)

Dengan demikian strategi pembangunan berkelanjutan bermaksud mengembangkan keselarasan baik antara umat manusia dengan alam. Keselarasan tersebut tentunya tidak bersifat tetap, melainkan merupakan suatu proses yang dinamis. Proses pemanfaatan sumber daya, arah investasi, orientasi pengembangan teknologi, serta perubahan kelembagaan diselenggarakan secara konsisten dengan kebutuhan masa kini dan masa depan. Oleh karena itulah dalam pembangunan berkelnjutan, proses pembangunan ekonomi harus disesuaikan dengan kondisi penduduk serta sumber daya alam dan lingkungan yang ada di suatu wilayah tertentu.

Menurut Tjiptoherijanto (2002) beberapa alasan yang melandasi pemikiran bahwa kependudukan merupakan faktor yang sangat strategis dalam kerangka pembangunan nasional, antara lain adalah :

Pertama, kependudukan atau dalam hal ini adalah penduduk merupakan pusat dari seluruh kebijaksanaan dan program pembangunan yang dilakukan.

Penduduk adalah subjek dan objek pembangunan. Sebagai subjek pembangunan maka penduduk harus dibina dan dikembangkan sehingga mampu menjadi penggerak pembangunan. Sebaliknya, pembangunan juga harus dapat dinikmati oleh penduduk yang bersangkutan. Dengan demikian jelas bahwa pembangunan harus dikembangkan dengan memperhitungkan kemampuan penduduk agar seluruh penduduk dapat berpartisipasi aktif dalam dinamika pembangunan tersebut. Sebaliknya, pembangunan tersebut baru dikatakan berhasil jika mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk dalam arti yang luas.

Kedua, keadaan dan kondisi kependudukan yang ada sangat mempengaruhi dinamika pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Jumlah

(16)

penduduk yang besar jika diikuti dengan kualitas penduduk yang memadai akan merupakan pendorong bagi pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya jumlah penduduk yang besar jika diikuti dengan tingkat kualitas yang rendah, menjadikan penduduk tersebut sebagai beban bagi pembangunan.

Ketiga, dampak perubahan dinamika kependudukan baru akan terasa dalam jangka yang panjang, Karena dampaknya baru terasa dalam jangka waktu yang panjang, sering kali peranan penting penduduk dalam pembangunan terabaikan.

2.7. Pengembangan Wilayah

Pengembangan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan menambah, meningkatkan, memperbaiki atau memperluas. (Sirojuzilam dan Mahalli, 2010).

Wilayah adalah kumpulan daerah berhamparan sebagai satu kesatuan geografis dalam bentuk dan ukurannya. Wilayah memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia serta posisi geografis yang dapat diolah dan dimanfaatkan secara efisien dan efektif melalui perencanaan yang komprehensif (Miraza, 2005).

Pengembangan wilayah yaitu setiap tindakan pemerintah yang akan dilakukan bersama-sama dengan para pelakunya dengan maksud untuk mencapai suatu tujuan yang menguntungkan bagi wilayah itu sendiri maupun bagi kesatuan administratif di mana wilayah itu menjadi bagiannya, dalam hal ini Negara Kesatuan Republik Indonesia (Mulyanto, 2008).

Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai arti peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu mampu menampung lebih banyak penghuni, dengan tingkat kesejahteraan masyarakat

(17)

yang rata-rata banyak sarana/prasarana, barang atau jasa yang tersedia dan kegiatan usaha-usaha masyarakat yang meningkat, baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan maupun kualitasnya.

Pembangunan daerah atau pengembangan wilayah dilakukan melalui rangkaian tindakan atau kegiatan yang direncanakan dan dilangsungkan secara terus menerus selama kurun waktu tertentu. Kegiatan pengembangan wilayah dipahami sebagai kegiatan yang dilakukan oleh berbagai pihak yang di antaranya adalah pihak pemerintah, pihak swasta dan pihak masyarakat.

Menurut Dirjen Penataan Ruang dalam Mirza (2008) konsep pengembangan wilayah di Indonesia merupakan penggabungan dari berbagai teori dan model yang senantiasa berkembang yang telah diujiterapkan dan kemudian dirumuskan kembali menjadi suatu pendekatan yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pembangunan di Indonesia. Pengertian pengembangan wilayah dapat dirumuskan sebagai rangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumber daya, merekatkan dan menyeimbangkan pembangunan nasional dan kesatuan wilayah nasional, meningkatkan keserasian antar kawasan, keterpaduan antar sektor pembangunan melalui proses penataan ruang dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan yang berkelanjutan dalam wadah NKRI.

Riyadi (2000) mengungkapkan beberapa pemikiran yang dapat dikembangkan untuk strategi pengembangan wilayah di masa mendatang antara lain adalah :

a. Alokasi sumber daya yang lebih seimbang

(18)

Berbagai deregulasi di sektor riil dan moneter telah dilakukan Pemerintah dalam rangka efisiensi di segala bidang. Namun dari berbagai studi yang dilakukan ternyata upaya tersebut masih cenderung menguntungkan Jawa dan kawasan-kawasan cepat berkembang lainnya. Seperti misalnya penambahan infrastruktur besar-besaran dan pengembangan pertanian di wilayah padat penduduk seperti Jawa telah menarik investasi modal swasta, serta terjadinya peningkatan kemampuan tekhnologi dan manajemen hanya di kawasan- kawasan tersebut. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah telah membuka kewenangan yang semakin besar bagi pemerintah daerah dalam merencanakan dan menggunakan sumber-sumber keuangannya. Untuk itu, perlu pula dilakukan reformasi fiskal yang mendukung alokasi sumber daya yang lebih baik terutama ke kawasan- kawasan yang belum berkembang, termasuk diantaranya reformasi di bidang perpajakan. Deregulasi sektor riil juga perlu memperhatikan perkembangan kemampuan daerah.

b. Peningkatan sumber daya manusia di daerah

Pembangunan selama ini telah menurunkan angka buta huruf, meningkatkan taraf pendidikan dan kesehatan masyarakat di daerah. Namun demikian, kualitas manusia di kawasan-kawasan tertinggal umumnya masih di bawah rata-rata kualitas nasional. Untuk itu, pendekatan pembangunan sektoral yang telah meningkatkan standar kualitas manusia Indonesia sampai pada taraf tertentu, pada masa mendatang perlu diikuti oleh pendekatan pembangunan yang lebih memperhatikan kondisi dan aspirasi wilayah, bukan oleh pendekatan yang bersifat uniform. Strategi pembangunan manusia di masa

(19)

mendatang harus mampu mengidentifikasi jenis pendidikan dan pelatihan yang dapat menempatkan tenaga kerja dan lulusan terdidik dalam pasar peluang kerja yang senantiasa menuntut adanya peningkatan keahlian.

c. Pengembangan kelembagaan dan aparat daerah

Struktur kelembagaan dan aparat pemerintah daerah selama ini mencerminkan sistem pemerintahan berjenjang. Walaupun propinsi dan kabupaten juga berfungsi sebagai daerah otonom, yang mempunyai kewenangan dalam mengatur daerahnya sendiri, namun dalam berbagai implementasi pelaksanaan pembangunan selama ini daerah lebih kepada “menunggu” petunjuk dari Pusat.

Proses pengambilan keputusan yang demikian kemudian berkembang menjadikan aparat daerah lebih melayani aparat Pusat daripada melayani masyarakat daerahnya. Dalam era demokratisasi yang semakin berkembang seperti sekarang ini, yang ditunjang oleh berbagai peraturan perundangan mengenai desentralisasi yang lebih lengkap, pemerintah daerah dituntut untuk lebih mampu melaksanakan kewenangan yang semakin besar dalam menata pembangunan daerahnya. Semakin lengkapnya perangkat peraturan dan perundang-undangan mengenai penataan ruang di setiap provinsi dan kabupaten/kota dapat menjadi acuan aparat daerah dalam untuk mengelola berbagai unsur ruang (seperti sumber daya alam, manusia dan buatan) secara optimal, serta mengembangkan konsep pembangunan yang berkelanjutan.

d. Pelayanan masyarakat yang efisien

Untuk kepentingan stabilitas ekonomi dan politik selama ini pemerintah memegang kendali yang lebih besar terhadap sumber-sumber penerimaan dan berbagai kebijaksanaan pelayanan masyarakat. Hal ini dilakukan mengingat

(20)

kebutuhan dasar masih sangat kurang, risiko investasi masih sangat besar, dan tingkat pendidikan rata-rata manusia di daerah masih rendah. Dengan semakin meningkatnya kemampuan kelembagaan dan kualitas aparat di daerah, sudah masanya sekarang untuk memperbesar kewenangan daerah dalam menata pembangunan di daerah. Keterlibatan pihak swasta sebagai mitra kerja sekaligus sebagai pelaku pembangunan perlu diperbesar, sejalan dengan kewenangan daerah yang semakin besar dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan daerahnya. Hal ini ditujukan agar pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih efisien dan efektif.

2.8. Hubungan Antara Pengembangan Wilayah dan Pendidikan

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia dibandingkan negara lain akan mencerminkan keberhasilan dalam memberdayakan rakyatnya. Apalagi IPM Indonesia terbilang rendah dibanding negara-negara di dunia, karena itu upaya meningkatkan IPM dari mulai skala Kabupaten/Kota di seluruh nusantara patut dihargai dan mestinya terus dilakukan (Surya, 2012).

Upaya peningkatan kualitas hidup warga idealnya diawali dengan melihat akar masalah yang kemudian menimbulkan substansi mmasalah lainnya. Kasus beberapa kota metropolitan dan kota besar lain di Indonesia menunjukkan akar masalahnya bermuara pada peningkatan populasi penduduk dan sebaran yang tidak merata. Kota metropolitan dan kota besar masih dilirik sebagai kota yang mampu memberi lapangan pekerjaan dengan pendapatan tinggi. Padahal persepsi seperti ini cenderung keliru, sebab lowongan pekerjaan formal hanya diperoleh oleh tenaga kerja dengan kualifikasi tinggi (Surya, 2012).

(21)

Pelayanan sosial kota dalam penyelenggaraannya memerlukan adanya penyediaan fasilitas sosial. Penyediaan ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan wilayah dan kota seharusnya tidak hanya berorientasi pada pembangunan fisik saja, melainkan juga pembangunan sumber daya manusianya. Konsep perencanaan wilayah pada dasarnya merupakan kegiatan untuk mengalokasikan sumber daya demi tercapainya tujuan yang lebih baik dimasa yang akan datang ( Tarigan, 2007).

Hal tersebut, berarti bahwa harus ada upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Masyarakat merupakan subyek sekaligus obyek pembangunan, maka sudah seharusnya perlu diperhatikan kualitas masyarakat. Meningkatkan kualitas masyarakat, maka pemerintah perlu mengupayakan mutu pendidikan dan kesehatan bagi masyarakatnya. Pemerintah harus memberikan fasilitas dibidang kesehatan, sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Peningkatan kualitas pendidikan paling mendasar dapat dilakukan dengan peningkatan kualitas dan kuantitas sarana pendidikan.

Berbagai problematik peningkatan mutu sarana pendidikan termasuk rehabilitasi kondisi fisik gedung-gedung yang bermasalah tentulah terkait dengan pengelolaan dan sistem pendidikan yang belum seperti diharapkan oleh kalangan pendidikan. Pembangunan fasilitas sosial di bidang pendidikan sangat penting untuk dilakukan, karena tingkat pendidikan masyarakat sangat mempengaruhi kualitas masyarakat bahkan kualitas bangsa ini (www.suaramerdeka.com).

Menurut Supriyoko dalam Miarsih (2009) pendidikan dan masyarakat multikultural itu memiliki hubungan timbal balik (reciprocal relationship).

(22)

Artinya, bila pada satu sisi pendidikan memiliki peran signifikan guna membangun masyarakat, di sisi lain masyarakat dengan segala karakternya memiliki potensi signifikan untuk memberhasilkan fungsi dan peran pendidikan umumnya.

Menurut Margater dalam Miarsih (2009) mengatakan bahwa pendidikan dalam pembangunan dituntut untuk mengemban tugas yang semakin kompleks dan luas sesuai dengan aneka ragam masalah yang terjadi di kehidupan masyarakat. Adapun pendidikan yang relevan dengan pembangunan diarahkan untuk:

a. Menambah konformitas masyarakat terhadap program-program pembangunan.

b. Menambah kepekaan masyarakat terhadap perkembangan dan perubahan yang terjadi di kehidupan masyarakat dari pengaruh pembangunan yang terjadi.

c. Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mampu menyelesaikan persoalan yang ada sebagai upaya untuk memajukan pembangunan di lingkungan mereka.

d. Mengembangkan sikap yang cocok untuk tuntutan hidup dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Peran pendidikan dapat memberi penguatan di satu sisi, yaitu peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Hal ini langsung atau tidak langsung, akan memberi penguatan pada sisi lain. Penguatan terhadap pendidikan, misalnya dengan memperbaiki sistem dan mengefektifkan kegiatan belajar dengan cara mengoptimalkan fungsi sarana dan prasarana pendidikan, akan menambah keberhasilan dalam membangun masyarakat. Di sisi lain, penguatan pada

(23)

masyarakat yaitu dengan mengelola potensi yang dimiliki secara benar, akan menambah keberhasilan fungsi dan peran pendidikan umumnya. Implikasinya, dilakukannya penguatan pada kedua sisi secara simultan akan memberi hasil optimal, baik dari sisi peran pendidikan maupun pembangunan masyarakat secara berkesinambungan (Miarsih, 2009)

Kajian pengembangan wilayah memiliki aspek yang luas. Pengembangan wilayah tidak hanya menjangkau aspek-aspek pengembangan fisik, tetapi juga aspek ekonomi, kelembagaan dan manusia. Pembangunan daerah melalui pengembangan wilayah menuntut terciptanya manusia yang berkualitas, yang mempuyai kempuan intelektual, keterampilan kerja, dan daya saing tinggi.

Permasalahan pembangunan daerah melalui pengembangan wilayah salah satunya disebabkan rendah kualitas sumber daya manusianya.

Peranan institusi pendidikan dalam rangka meningkatkan kualiatas Sumber Daya Manusia (SDM) kaitannya dengan pengembangan dan pembanguan wilayah/daerahnya telah menarik perhatian akhir-akhir ini. Perencanaan pembangunan wilayah ditujukan untuk mengupayakan keserasian dan keseimbangan pembangunan antar daerah sesuai dengan potensi alamnya dan memanfaatkan potensi tersebut secara efisien, tertib dan aman (Riyadi, 2000).

Lebih lanjut, Riyadi (2000) menyatakan bahwa peningkatan sumber daya manusia di daerah melalui sarana pendidikan dan pelatihan yang tepat dapat memicu pengembangan wilayah. Arbo dan Benneworth dalam Mirza (2008) institusi pendidikan tidak hanya sebatas melaksakan pendidikan dan penelitian- penelitian (research), tetapi juga memainkan peranan penting di dalam

(24)

mendukung pembangunan daerah melalui pengembangan wilayahnya di sektor ekonomi, sosial dan budaya.

2.9. Penelitian Sebelumnya

Banyak peneliti yang meneliti hubungan antara pengembangan wilayah dan pendidikan. Diantaranya, Song Seng dalam Mirza (2008), meneliti hubungan pembangunan/pengembangan wilayah dengan pendidikan kejuruan di Singapura.

Song Seng menyatakan bahwa pendidikan kejuruan memerankan peranan yang krusial dalam pembangunan ekonomi dan sosial dalam sebuah bangsa. Babatunde dan Adefabi dalam Mirza (2008) melakukan studi tentang hubungan jangka panjang pendidikan dan pembangunan ekonomi di Nigeria. Penelitian mereka meneliti hubungan jangka panjang pendidikan dan pertumbuhan ekonomi antara tahun 1970 sampai 2003 di Nigeria. Mereka menguji pendidikan dengan dua cara.

Pertama, ketika pendidikan menjadi input dalam fungsi produksi, dan kedua, pendidikan mempengaruhi penguasaan teknologi. Berdasarkan analisis, temuan studi menyimpulkan ada hubungan jangka panjang antara pendidikan dengan pertumbuhan ekonomi. Tenaga kerja yang terdidik mempunyai pengaruh signifikan dalam pertumbuhan ekonomi.

Kilpatrick dalam Mirza (2008) melakukan studi tentang institusi pendidikan dan training sebagai modal sosial dalam pembangunan daerah/wilayah di Australia. Kilpatrick berpendapat bahwa institusi pendidikan dan training memainkan peranan penting dalam pembangunan di daerah-daerah Australia.

Dalam kesimpulannya, Kilpatrick menyatakan bahwa, institusi pendidikan dan training merupakan modal sosial yang bagi masyarakat untuk berinteraksi dengan orang dan institusi pendidikan dalam memperoleh pengetahuan/ketrampilan.

(25)

Karyono (2009) dalam penelitiannya “Penentuan Lokasi SMK di Banyuwangi Dengan Menggunakan Analisis Multi Kriteria AHP ( Analytic Hierarchy Process )”. Variabel yang diteliti adalah sebaran sekolah tingkat SD,

SMP, dan SMA, serta SMK dengan menggunakan analisis spasial, analisis kurva kumulatif dan penentuan lokasi SMK dengan menggunakan analisis AHP (Analytic Hierarchy Process). Berdasarkan analisis spasial dan analisis kumulatif terhadap sebaran sekolah di Kabupaten Banyuwangi dapat disimpulkan bahwa sebaran sekolah tingkat Sekolah Dasar sudah merata, tingkat sekolah Menengah Pertama cukup merata, tingkat Skolah Menengah Atas cukup merata, sedangkan untuk Sekolah Menengah Kejuruan kurang merata. Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode AHP (Analytic Hierarchy Process), maka diketahui bahwa ada 8 kriteria dominan yang mempengaruhi pemilihan lokasi pembangunan SMK.

Kriteria tersebut secara berurut, yaitu : Angka Partisipasi Kasar (APK), Penduduk, Tingkat Pelayanan, Kedekatan Praktek, Aksesibilitas, Jumlah Lulusan, Ketersediaan Sarana, dan Kondisi Geografis. Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan AHP dan Skoring tiap-tiap kecamatan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa prioritas pembangunan SMK baru di Kabupaten Banyuwangi adalah di Kecamatan Banyuwangi, kemudian Kecamatan Muncar, Kecamatan Kalipuro, Kecamatan Sempu, dan Kecamatan Gambiran.

Miarsih (2009) dalam penelitiannya “Kajian Penentuan lokasi Gedung SD- SMP Satu Atap Di Kabupaten Demak. Variabel yang diteliti adalah penentuan lokasi Gedung SD-SMP Satu Atap di Kabupaten Demak. Kriteria yang digunakan dalam penentuan lokasi adalah sesuai dengan pedoman pelaksanaan SD-SMP Satu Atap Tahun 2006 yang ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Nasional. Metode

(26)

pendekatan yang digunakan adalah ketersediaan dan kebutuhan sarana pendidikan, pengaruh karakteristik penduduk terhadap tingkat partisipasi pendidikan dan persebaran pengguna sarana pendidikan dan aksesibilitas penduduk terhadap pelayanan sarana pendidikan. Analisis yang digunakan meliputi analisis ketersediaan dan kebutuhan sarana pendidikan, analisis sebaran penduduk terhadap lokasi sarana pendidikan di Kabupaten Demak, analisis karakteristik penduduk dan analisis kesesuaian lokasi SD-SMP Satu Atap pada tiap kecamatan di Kabupaten Demak. Teknik analisis yang digunakan adalah alat analisis perbandingan dan analisis statistik deskriptif. Hasil dari studi ini adalah menentukan Desa Wedung Kecamatan Wedung sebagai lokasi yang memiliki ketersediaan sarana dan prasana yang cukup sesuai dengan standar minimal sarana prasarana untuk dijadikan lokasi SD-SMP Satu Atap.

Sokib dan Wiraawan (2010) dalam penelitiannya “Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Pengembangan Komptenesi Keahlian Pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kabupaten Gresik”. Variabel yang diteliti adalah program pendidikan di SMK sesuai dengan kebutuhan dunia kerja maka perlu penentuan Kopetensi Keahlian yang sesuai dengan kebutuhan sektor industri di Wilayah Gresik dan juga perlu ditentukan keberadaannya untuk dapat melayani warga di wilayah tersebut. Teknik analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis kebutuhan SMK untuk mengetahui kebutuhan SMK kelompok teknologi dan industri. Untuk menentukan lokasi Kompetensi keahlian SMK dilakukan beberapa tahapan analisis yaitu AHP untuk menentukan nilai pembobotan faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan lokasi Kompetensi keahlian SMK, analisis Super Impose (GIS) untuk mengetahui lokasilokasi yang

(27)

sesuai untuk pendirian SMK dan Analisis Scoring untuk mentukan lokasi Kompetensi keahlian SMK paling ideal. Hasil analisis menunjukkan bahwa di Gresik Selatan kekurangan 4 Lokasi kompetensi keahlian SMK Kelompok Teknologi Industri. Adapun lokasi empat kompetensi keahlian SMK tersebut adalah 2 Lokasi kompetensi keahlian SMK di Kecamatan Driyorejo yaitu di Desa Banjaran dan Desa Petikan. Satu Lokasi kompetensi keahlian SMK di Kecamatan Wringinanom yaitu di Desa Sumberame. Satu Lokasi kompetensi keahlian SMK di Kecamatan Menganti yaitu di Desa Domas.

2.10. Kerangka Pemikiran

Kota Pematangsiantar yang memiliki wilayah yang cukup luas serta jumlah penduduk yang cukup padat tetapi merupakan masalah pada kualitas SDM masih rendah, disebabkan oleh faktor-faktor pendidikan, kondisi sekolah tingkat penyebarannya belum merata, kondisi sekolah kejuruan yang ada belum memenuhi permintaan pasar. Membandingkan antara issu sekolah kejuruan dengan kebijakan pembangunan bidang pendidikan, selanjutnya dikemukakan Bagaimana sebaran tingkat pendidikan, tingkat potensi wilayah untuk pengembangan sekolah kejuruan di Kota Pematangsiantar, dan pendirian lokasi SMK di Kota Pematangsiantar. Adapun kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1.

(28)

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Kota Pematangsiantar

Kebutuhan dan ketersedian SMA/SMK

Belum Merata

Jumlah penduduk cukup tinggi

SMK belum sesuai dengan Potensi

Wilayah

Analisis

1. Sebaran SMK Kota Pematangsiantar 2. Potensi Wilayah Kota Pematangsiantar 3. Pendirian Lokasi SMK

Referensi

Dokumen terkait

k adet eleman içeren bir y fonksiyonuna Hızlı fourier dönüşümü komutu uygulandığında ancak k/2 kadar harmonik ve bunların genlikleri hakkında bilgi sahibi

Judul Tugas Akhir : Strategi Pemasaran Untuk Meningkatkan Volume Pengunjung Pada Event Marketing Di Solo Paragon Lifestyle Mall (Studi Kasus Pada PT. Sunindo Gapura Prima)..

menyajikan garis- garis gambar teknik Bentuk penilaian  Pengamatan sikap  tes  penilaian kinerja  portofolio 1.1 Menyadari sempurnanya konsep Tuhan tentang benda-benda

Grant memberi contoh bagi siswa tentang bagaimana menilai proyek mereka dengan menggunakan rubrik, dan ia mengamati dan membuat catatan-catatan kecil saat mereka bekerja..

pada novel Purba Sari Ayu Wangi cerita bergulir karena Purba Rarang tidak terima Purba Sari dipilih menjadi ratu sedangkan dalam Musikal Lutung Kasarung cerita bergulir karena

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan Motivasi Belajar terhadap prestasi Belajar Bahasa Indonesia pada siswa

KI 2: Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan pro-aktif)