• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DETEKSI ILUSI FISKAL SELURUH PROVINSI DI PULAU SULAWESI PADA TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS DETEKSI ILUSI FISKAL SELURUH PROVINSI DI PULAU SULAWESI PADA TAHUN"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

1.Mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan : Jurusan Ilmu Ekonomi : FEB , UPN Veteran Yogyakarta

ANALISIS DETEKSI ILUSI FISKAL SELURUH PROVINSI DI PULAU SULAWESI PADA TAHUN 2010-2017

Muhammad Mujib Burhanuddin

Program Studi Ekonomi Pembangunan UPN “Veteran” Yogyakarta E-mail: rev.users@gmail.com

ABSTRACT

This study aims to determine whether there is a fiscal illusion in the regional income and expenditure budget of all provinces on Sulawesi Island in 2010 to 2017.

The analysis carried out is quantitative analysis. The analytical tool used in this study is Panel Regression analysis. The results of the study using panel data regression test analysis show that in Sulawesi, especially in each province there is no fiscal illusion.

This happens because the Regional Government has optimized the assistance of the Central Government by maximizing spending to function for the needs of supporting the improvement of public facilities.

Keywords: Regional Expenditures, Taxes, Retribution, DBH, DAU, Fiscal Illusion Detection, Panel Regression

(2)

1.Mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan : Jurusan Ilmu Ekonomi : FEB , UPN Veteran Yogyakarta

PENDAHULUAN

Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari system sentralisasi menjadi sistem desentralisasi. Bentuk pelaksanaan sistem desentralisasi ditandai dengan diberlakukannya otonomi daerah yang sejalan dengan Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang- Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang mengatur tentang Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal (Adi 2006)'.

Pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran sistem pemerintahan sentralisasi ke sistem desentralisasi, yaitu dengan memberikan kekuasaan kepada daerah untuk mengatur, mengurus dan bertanggungjawab atas daerahnya masing-masing sesuai dengan potensi daerah-daerah tersebut.

Pemberian wewenang otonomi daerah ini bertujuan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaran Pemerintah Daerah terutama dalam

pelaksanaan pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat.

Menurut Mardiasmo (2002) tujuan utama penyelenggaran otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perkonomian daerah. Misi utama pelaksanaan otonomi daerah adalah (a) meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat, (b) menciptakan efesiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah, (c) memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyakarat untuk berpatisipasi dalam proses pembangunan. Indonesia memulai babak baru penyelenggaraan pemerintahan, dimana otonomi daerah dilaksanakan di seluruh wilayah di Indonesia, baik itu tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Bastian dalam Rusydi (2010) menyatakan bahwa tujuan otonomi daerah pada dasarnya diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil- hasilnya, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menggalakkan prakarsa dan peran serta masyarakat, serta

(3)

1.Mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan : Jurusan Ilmu Ekonomi : FEB , UPN Veteran Yogyakarta

meningkatkan pendayagunaan potensi daerah secara nyata, optimal, terpadu, dan dinamis, serta bertanggungjawab sehingga memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan terhadap daerah dan memberikan peluang untuk koordinasi tingkat lokal atau daerah. Sebelum adanya desentralisasi fiskal, pendanaan utama Pemerintah Daerah adalah dari pendanaan Pemerintah Pusat dan PAD dengan pajak dan retribusi sebagai instrumen utama penerimaan daerah.

Perbedaan kondisi geografis disetiap daerah di Indonesia menyebabkan kesenjangan keuangan antar daerah.

Sehingga Pemerintah berupaya mengurangi kesenjangan ini dengan mengeluarkan UU No.33 Tahun 2004 tentang dana perimbangan. Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK)

dan Dana Bagi Hasil (DBH).

Pemberian dana ini merupakan transfer dana dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah.

Perimbangan keuangan merupakan suatu sistem hubungan keuangan yang bersifat vertikal antara pemerintah pusat dan daerah. Hal tersebut sebagai konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dalam bentuk penyerahan sebagian wewenang pemerintahan.

Besarnya nilai transfer yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam bentuk dana perimbangan, seharusnya menjadi insentif untuk meningkatkan pendapatan daerah (Rachim, 2013).

Berdasarkan fungsinya, pendapatan asli daerah (PAD) merupakan aspek penting dalam keberhasilan pelaksanaan otonomi. Namun, kenyataan yang terjadi adalah dana transfer justru dijadikan sebagai sumber penerimaan utama daerah dibandingkan dengan PAD. Kondisi ini ditunjukkan dengan besarnya dana perimbangan yang diterima pemerintah daerah yang tidak sebanding dengan nilai pendapatan asli daerah (PAD)

(4)

1.Mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan : Jurusan Ilmu Ekonomi : FEB , UPN Veteran Yogyakarta

yang mampu dikumpulkan oleh daerah, terbukti menurut stuktur APBD salah satu Kabupaten di Provinsi DIY, yaitu Kabupaten Sleman memiliki dana perimbangan yang jumlahnya lebih besar daripada nilai pendapatan asli daerah tersebut.

Fenomena semacam ini oleh Dollery dan Worthington (1999) (dalam Rusydi, 2010) diindikasikan sebagai ilusi fiskal (fiscal illusion). Ilusi fiskal secara sederhana diidentifikasi dari peningkatan PAD yang tidak seimbang.

KAJIAN PUSTAKA

Teori ilusi fiskal pertama kali dikemukakan oleh seorang ekonom Italia yang bernama Amilcare Puviani.

Amilcare Puviani menggambarkan ilusi fiskal terjadi saat pembuat keputusan yang memiliki kewenangan dalam institusi menciptakan ilusi dalam penyusunan keuangan yang mampu merubah perilaku keuangan.

Mueller (1989) sebagaimana dikutip oleh Dollery dan Worthington (1999) memberikan pengertian definisi ilusi fiskal kontemporer sebagai berikut

To bring about an increase in government size, for which citizens are not willing to pay voluntary, the legislative – executive entites must increase citizens tax burdens in such a way that citizens are unaware that they are paying more taxe ... if tax burdens can be disguished in this way, citizens have the illusion that the government is smaller than it actually is and government can grow beyond the levels citizens prefer.

Defenisi ini mengindikasikan bahwa pemerintah akan melakukan rekayasa terhadap laporan keuangan sedemikian rupa, sehingga mampu mengarahkan pihak lain pada persepsi/ penilaian maupun pada tindakan/perilaku tertentu. Ilusi fiskal dapat dideteksi baik dari sisi penerimaan maupun dari sisi pengeluaran. Apabila terdapat respon yang asimetris terkait dengan penerimaan maupun pengeluaran, maka dapat diindikasikan terjadi ilusi fiskal. Berkaitan dengan hal itu Dollery dan Worthington (1996) memberikan pengertian lebih mendasar tentang ilusi fiscal sebagai berikut:

The concept of fiscal revolves around the proposition that the

(5)

1.Mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan : Jurusan Ilmu Ekonomi : FEB , UPN Veteran Yogyakarta

true cost and benefit of government may be consistenly misconstrued by the citizenry of a given fiscal juridictions. ...

The empirical analysis of fiscal illusion has been directed almost exclusively at revenue side of fiscal equation with corresponding neglect benefit of public sector activity.

Pendapat yang disampaikan kedua peneliti ini menegaskan bahwa berbagai penerimaan harus memberikan benefit adanya peningkatan aktivitas layanan yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan penerimaan daerah itu sendiri. Bila realitas yang terjadi justru berlawanan maka dapat diindikasikan terjadi ilusi fiskal.

Menurut Hewitt (1989) dalam Kuncoro (2007) Ilusi fiskal ini terjadi karena asimetris informasi Pemerintah pusat tidak memahami sepenuhnya kapasitas fiskal daerah dan situasi seperti ini justru dimanfaatkan daerah untuk meningkatkan kebutuhan fiskalnya (meningkatkan belanja) dalam rangka untuk memperoleh dana transfer yang besar (khususnya DAU).

Menurut khasanah ekonomi, telaah mengenai flypaper effect dapat

dikelompokkan menjadi 2 aliran pemikiran, yaitu model birokratik (bureaucratic model) dan ilusi fiskal (fiscal illusion model). Model birokratik menelaah flypaper effect dari sudut pandang dari birokrat, sedangkan model ilusi fiskal mendasarkan kajiannya dari sudut pandang masyarakat yang mengalami keterbatasan informasi terhadap anggaran pemerintah daerahnya (Kuncoro, 2007). Oates dalam Kuncoro (2007) menyatakan fenomena flypaper effect dapat dijelaskan dengan ilusi fiskal. Bagi Oates, transfer akan menurunkan biaya rata-rata penyediaan barang publik (bukan biaya marginalnya). Namun, masyarakat tidak memahami penurunan biaya yang terjadi adalah pada biaya rata-rata atau biaya marginalnya. Masyarakat hanya percaya harga barang publik akan menurun. Bila permintaan barang publik tidak elastis, maka transfer berakibat pada kenaikan pajak bagi masyarakat. Ini berarti flypaper effect merupakan akibat dari ketidaktahuan masyarakat akan anggaran pemerintah

(6)

1.Mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan : Jurusan Ilmu Ekonomi : FEB , UPN Veteran Yogyakarta

daerah. Fillimon, Romer, dan Rosenthal (1982) mengembangkan hipotesis ilusi fiskal dalam konteks ketidaktahuan masyarakat akan jumlah transfer yang diterima.Dalam kasus ini, pemerintah daerah menyembunyikan jumlah transfer yang diterima dari pusat dan kemudian membelanjakannya pada level puncak.

Akibatnya, masyarakat memandang telah terjadi kenaikan pengeluaran pemerintah daerah dengan kenaikan yang lebih tinggi daripada kenaikan kuantitas yang diminta sebagai cerminan dari kenaikan pendapatannya.

Deteksi terhadap ilusi fiskal dapat dilakukan melalui berbagai cara, dua diantaranya adalah melalui pengukuran pendapatan (revenue enhancement) (Bergstrom dan Goodman, (1973) Dollery dan Worthington, (1999) dan melalui manipulasi belanja (expenditure manipulation). Pengukuran dengan menggunakan pengukuran pendapatan mengasumsikan bahwa komponen penerimaan mempunyai hubungan positif dengan belanja. penelitian ini

hanya memfokuskan pada pengukuran ilusi fiskal dengan Pengukuran Pendapatan (Revenue Enchancement) Universitas Sumatera Utara 10 Menurut Adi (2009) Belanja daerah pada dasarnya merupakan fungsi dari penerimaan daerah. Belanja merupakan variabel terikat yang besarannya akan sangat bergantung pada sumber-sumber pembiayaan daerah, baik yang berasal dari penerimaan sendiri maupun dari transfer pemerintah pusat. Sehingga dalam pengukurannya jika terdapat hubungan negatif antara variabel- variabel pendapatan dengan variabel belanja, maka terdapat ilusi fiskal.

Sedangkan pengukuran dengan manipulasi belanja, deteksi terjadinya ilusi fiskal dilakukan dengan melihat peran/kontribusi masing-masing komponen penerimaan terhadap peningkatan anggaran. Komponen belanja dimanipulasi (dihilangkan), sehingga diasumsikan sama (ceteris paribus) dengan besarnya penerimaan daerah itu sendiri. Semakin besar penerimaan daerah maka besaran Pendapatan Asli Daerah (PAD)

(7)

1.Mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan : Jurusan Ilmu Ekonomi : FEB , UPN Veteran Yogyakarta

seharusnya juga menjadi semakin besar. Maimunah (2006) dalam Ekaristi (2008) Secara umum (menurut APBD), penerimaan daerah bersumber dari Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan. Tujuan dari pemberian dana perimbangan yang berupa Dana Alokasi Umum adalah untuk mengurangi kesenjangan fiskal antar pemerintah dan menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum di seluruh negeri. Dengan peningkatan standar pelayanan publik, diharapkan PAD juga mengalami peningkatan.

DAU yang besar diharapkan dapat memaksimalkan kinerja pemerintah daerah dalam meningkatkan PAD baik yang berupa pajak maupun retribusi.

Universitas Sumatera Utara 11 Dollery dan Worthington (1996) dalam Ekaristi (2008) mengindikasikan adanya keuntungan yang didapat pemerintah daerah dengan melakukan ilusi fiskal melalui peningkatan belanja dan penurunan pendapatan pajak. Oleh karena itu, pemerintah daerah akan mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat yang lebih besar. Pengukuran peningkatan belanja dilakukan dengan

membandingkan antara anggaran dan realisasi anggaran DAU, untuk melihat kesesuaian alokasi DAU dengan kebutuhan daerah.

Untuk melihat adanya indikasi ilusi fiskal dalam anggaran belanja dan untuk mengetahui seberapa besar kemungkinan terjadinya ilusi fiskal, dapat dilakukan dengan menganalisis pertumbuhan realisasi belanja daerah dibandingkan dengan realisasi PAD.

Pemerintah pusat dapat mengetahui seberapa efektif dana bantuan yang diberikan untuk meningkatkan PAD, bila dibandingkan dengan belanja daerah. Penelitian terkait oleh Holtz- Eakin (1985) dalam Ekaristi (2008) menunjukkan adanya keterkaitan yang sangat erat antara transfer pemerintah pusat dengan belanja pemerintah daerah. Berbagai kebijakan pemerintah daerah dalam jangka pendek lebih ditentukan oleh transfer yang diterima oleh pemerintah pusat. Idealnya semua komponen penerimaan daerah mempunyai korelasi yang positif terhadap besarnya belanja daerah.

Peningkatan belanja daerah diharapkan memprioritaskan aspek pelayanan

(8)

1.Mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan : Jurusan Ilmu Ekonomi : FEB , UPN Veteran Yogyakarta

publik, sehingga terjadi peningkatan kesejahteraan (peningkatan pertumbuhan ekonomi) dan pada gilirannya terjadi peningkatan kontribusi pajak maupun retribusi dari masyarakat. Gemmel dkk (1998) dalam Elaristi (2008) menunjukkan naiknya anggaran belanja daerah sebagai upaya untuk mendapatkan jumlah transfer yang besar. Universitas Sumatera Utara 12 Diamond (1989) dan Ashworth (1995) dalam Ekaristi (1998) menemukan terjadinya ilusi fiskal melalui adanya hubungan yang negatif antara pengeluaran pemerintah dengan pajak tidak langsung dan rasio pengeluaran yang digunakan untuk belanja.

Hipotesis

Berdasarkan kerangka diatas, diduga terjadi ilusi fiskal dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah Seluruh Provinsi pada Pulau Sulawesi.

Metodelogi penelitian

Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif, karena dalam penelitian ini mendeskriptifkan keadaan yang terjadi

pada saat sekarang secara sistematis dan faktual dengan tujuan untuk memaparkan serta penyelesaian dari masalah yang diteliti.

Penelitian ini menggunakan data sekunder dalam bentuk data panel atau gabungan antara data time series selama 8 tahun yaitu dari tahun 2010- 2017 dan cross section yaitu Provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, dan Gorontalo yang telah berdiri/terbentuk dibawah tahun 2001 (sebelum pelaksanaan otonomi daerah) Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini diperolah dari :

a. Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan (DPJK) Kementrian Keuangan RI

b. Badan Pusat Statistik Indonesia Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode data panel.

Pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan software Microsoft Excel dan E-views 6.0.

Hasil pengolahan data disajikan pada bagian lampiran. Untuk penjelasan hasil analisis, dikutip beberapa bagian

(9)

1.Mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan : Jurusan Ilmu Ekonomi : FEB , UPN Veteran Yogyakarta

dari olahan dan dideskripsikan dalam bab hasil dan pembahasan.

Regresi Berganda Data Panel

Alat yang digunakan untuk menganalisis dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda data panel. Menurut Sugiyono (2012), regresi berganda digunakan oleh sebuah penelitian jika penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui pengaruh dan meramalkan suatu pengaruh antar variabel. Masing- masing Variabel Independen antara lain Pajak (TAX), Retribusi (RTR), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Bagi Hasil (DBH) untuk mengetahui pengaruhnya terhadap Variabel Belanja Daerah (BD).

Persamaan matematis pengaruh variabel bebas terhadap veriabel terikat dinyatakan sebagai berikut,

TAX,RTR,DAU,DBH ………

………(3.1) Keterangan:

TAX = Pajak (rupiah) RTR = Retribusi (rupiah)

DAU = Dana Alokasi Umum (rupiah)

DBH = Dana Bagi Hasil (rupiah) BD = Belanja Daerah (rupiah)

... (3.2) Keterangan:

, = Konstanta

Regresi

, , = Koefisien Regresi

= error term

i = cross section

t = time series

Dalam menggunakan regresi data panel terdapat beberapa model regresi yang dapat digunakan. Menurut Gujarati (2006) paling tidak terdapat tiga model regresi data panel yaitu Common Effect Model, Fixed Effect Model, dan Random Effect Model:

a. Common Effect

Model common effect merupakan pendekatan data panel yang paling

(10)

1.Mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan : Jurusan Ilmu Ekonomi : FEB , UPN Veteran Yogyakarta

sederhana. Model ini tidak memperhatikan dimensi individu maupun waktu sehingga diasumsikan bahwa perilaku antar individu sama dalam berbagai kurun waktu. Model ini hanya mengkombinasikan data time series dan cross section dalam bentuk pool, mengestimasinya menggunakan pendekatan kuadrat terkecil/pooled least square.

b. Fixed Effect

Model ini mengasumsikan bahwa perbedaan antar individu dapat diakomodasi dari perbedaan intersepnya. Untuk mengestimasi data panel model Fixed Effect menggunakan teknik variable dummy untuk menangkap perbedaan intersep antar wilayah. Namun demikian slopnya tetap sama antar wilayah. Model estimasi ini sering juga disebut dengan teknik Least Squares Dummy Variable (LSDV).

c. Random Effect

Untuk menentukan model regresi mana yang akan digunakan maka diperlukan pengujian. Menurut Widarjono (2009) dalam menguji model regresi mana yang akan

digunakan dapat dilakukan diantaranya dengan tiga pengujian model, yaitu Uji Chow, Uji Hausman, dan Uji Lagrange Multiplier (LM):

a. Uji Chow

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah model yang digunakan adalah Common Effect atau Fixed Effect. Hipotesis dalam Uji Chow adalah:

1) H0 = Model Common Effect 2) Ha = Model Fixed Effect Untuk menguji Hipotesis nol atau alternatif yang dipilih adalah dengan membandingkan probabilitas F statistik dengan nilai alfa sebesar 5%.

Jika nilai probabilitas F statsitik lebih besar dari nilai alfa maka H0 diterima sedangkan Ha ditolak sehinga model yang digunakan adalah Common Effect. Jika nilai probabilitas F statistik lebih kecil dari nilai alfa atau dikatakan signifikan maka H0

ditolak sedangkan Ha diterima sehingga model yang digunakan adalah menggunakan Fixed Effect.

b. Uji Hausman

(11)

1.Mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan : Jurusan Ilmu Ekonomi : FEB , UPN Veteran Yogyakarta

Uji ini digunakan untuk menentukan apakah akan menggunakan model Random Effect atau model Fixed Effect. Hipotesis dalam Uji Hausman adalah:

1) H0 = Model Random Effect 2) Ha = Model Fixed Effect Untuk menguji Hiptesis nol atau alternatif dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas Chi Square dan alfa sebesar 5%.

Jika nilai probabilitas Chi Square lebih besar dari nilai alfa maka H0 diterima sedangkan Ha ditolak sehinga model yang digunakan adalah Random Effect. Jika nilai probabilitas Chi Square lebih kecil dari nilai alfa atau dikatakan signifikan maka H0 ditolak sedangkan Ha diterima sehingga model yang digunakan adalah menggunakan Fixed Effect.

Uji Statistik

Setelah model regresi data panel ditentukan maka perlu untuk melakukan uji statistik dan pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen. Untuk menguji

signifikasi pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen baik secara parsial maupun secara bersama-sama dilakukan dengan Uji Parsial (uji t-statistik), Uji Simultan (uji F-statistik), dan melihat Koefisien Determinasi ( ).

a. Uji Signifikansi secara Parsial (Uji t)

Uji t adalah jenis pengujian statistik yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara individual (Ghozali, 2005). Uji t dilakukan dengan tingkat keyakinan 95% dan tingkat kesalahan analisis (nilai α) sebesar 5%. Hipotesis dalam Uji t adalah:

1) H0 = variabel independen tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel

dependen.

2) Ha = variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

Untuk menguji Hiptesis nol atau alternatif dilakukan dengan

(12)

1.Mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan : Jurusan Ilmu Ekonomi : FEB , UPN Veteran Yogyakarta

membandingkan nilai probabilitas t- statistik dan alfa sebesar 5%.

Jika nilai probabilitas t-statistik lebih besar dari nilai alfa maka H0 diterima sedangkan Ha ditolak sehingga variabel independen tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Jika nilai probabilitas t-statistik lebih kecil dari nilai alfa atau dikatakan signifikan maka H0 ditolak sedangkan Ha

diterima sehingga variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

b. Uji Signifikansi secara Simultan (Uji F)

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen (Ghozali, 2005).

Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersama-sama memengaruhi variabel dependen secara signifikan. Uji F dilakukan pada tingkat keyakinan 95% dan

tingkat kesalahan analisis (α) = 5%

Hipotesis dalam Uji F adalah:

1) H0 = variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan

terhadap variabel dependen.

2) Ha = variabel independen secara bersama-sama berpengaruh signifikan

terhadap variabel dependen.

Untuk menguji Hiptesis nol atau alternatif dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas F statistik dan alfa sebesar 5%.

Jika nilai probabilitas F statistik lebih besar dari nilai alfa maka H0 diterima sedangkan Ha ditolak sehingga variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

Jika nilai probabilitas F statistik lebih kecil dari nilai alfa atau dikatakan signifikan maka H0 ditolak sedangkan Ha diterima sehingga variabel independen secara bersama-sama

(13)

1.Mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan : Jurusan Ilmu Ekonomi : FEB , UPN Veteran Yogyakarta

berpengaruh signifikan terhadap

variabel dependen.

c. Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi ( ) merupakan nilai koefisien yang dapat menunjukkan seberapa besar persentase variasi total variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen (goodness of fit test)

(Ghozali, 2005). Besarnya koefisien

determinasi adalah antara 0 sampai 1.

Hasil Regresi Model Fixed Effect

Semakin mendekati nol, maka semakin kecil variasi vriabel independen dapat menjelaskan variabel dependen. Sedangkan jika koefisien determinasi mendekati satu maka

VARIABEL Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. Kesimpulan

C -9.56E+11 1.29E+11 -7.423978 0.0000 -

PAJAK 2.100685 0.089934 23.35815 0.0000 Tidak Terjadi Ilusi Fiskal RETRIBUSI 0.701084 1.448192 0.484110 0.6313 Tidak Terjadi Ilusi

Fiskal DBH 3.552744 0.940993 3.775526 0.0006 Tidak Terjadi Ilusi

Fiskal DAU 1.411222 0.135562 10.41016 0.0000 Tidak Terjadi Ilusi

Fiskal

R-squared 0.993172

Prob(F-statistic) 0.000000

(14)

1.Mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan : Jurusan Ilmu Ekonomi : FEB , UPN Veteran Yogyakarta

dapat dikatakan semakin kuat model tersebut dalam menerangkan variasi variabel independen terhadap variabel dependen.

Uji Signifikansi secara Parsial (Uji t)

Uji t adalah jenis pengujian statistik yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara individual (Ghozali, 2005). Uji t dilakukan dengan tingkat keyakinan 95% dan tingkat kesalahan analisis (nilai α) sebesar 5%. Hipotesis dalam Uji t adalah:

H0 = variabel independen tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

Ha =variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

Untuk menguji Hiptesis nol atau alternatif dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas t- statistikdan alfa sebesar 5%.

a. Pengaruh Pajak terhadap Belanja

Diketahui nilai probabilitas t-statistik variabel pajak adalah sebesar 0.00000 atau lebih kecil dari nilai α sebesar 0.05. Dengan begitu H0 ditolak sedangkan Ha diterima. Yang berarti bahwa variabel pajak berpengaruh signifikan secara statistic terhadap variabel belanja.

b. Pengaruh Retribusi terhadap Belanja

Diketahui nilai probabilitas t-statistik variabel retribusi adalah sebesar 0.6313 atau lebih besar dari nilai α sebesar 0.05. Dengan begitu H0 diterima sedangkan Ha ditolak. Yang berarti bahwa variabel retribusi tidak berpengaruh signifkan terhadap variabel belanja.

c. Pengaruh Dana Bagi Hasil terhadap Belanja

Diketahui nilai probabilitas t statistic- variabel DBH adalah sebesar 0.0006

(15)

1.Mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan : Jurusan Ilmu Ekonomi : FEB , UPN Veteran Yogyakarta

atau lebih besar dari nilai α sebesar 0.05. Dengan begitu H0 ditolak sedangkan Ha diterima. Yang berarti bahwa variabel dana bagi hasil berpengaruh signifikan secara statistic terhadap variabel belanja.

d. Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Belanja

Diketahui nilai probabilitas t statistic- variabel DAU adalah sebesar 0.000 atau lebih besar dari nilai α sebesar 0.05. Dengan begitu H0 ditolak sedangkan Ha diterima. Yang berarti bahwa variabel Dana Alokasi Umum berpengaruh signifkan terhadap variabel belanja.

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen (Ghozali, 2005).

Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersama-sama memengaruhi variabel dependen secara signifikan. Uji F dilakukan pada tingkat keyakinan 95% dan

tingkat kesalahan analisis (α) = 5%

Hipotesis dalam Uji F adalah:

3) H0 = variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan

terhadap variabeldependen.

4) Ha = variabel independen secara bersama-sama berpengaruh signifikan

terhadap variabel dependen.

Untuk menguji Hiptesis nol atau alternatif dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas F statistikdan alfa sebesar 5%.

Berdasarkan hasil regresi pada table 4.3 nilai probabilitas F-statistik sebesar 0.00000 lebih kecil dari α sebesar 0.05.

Dengan begitu H0 ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa variabel indipenden (Pajak, Retribusi, DBH, DAU) bersama-sama mempengaruhi signifikan secara statistik terhadap variabel dipenden. Kemampuan variasi total Variabel-Variabel Independen (Pajak, Retribusi, DBH, dan DAU)

(16)

1.Mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan : Jurusan Ilmu Ekonomi : FEB , UPN Veteran Yogyakarta

dalam menjelaskan Variabel Dependen (Belanja) dapat diketahui dari nilai Koefisien Determinasi atau nilai R- Squared hasil regresi terhadap model.

Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa nilai R-Squared (R2) pada model sebesar 0.9931 yang dapat dimaknai bahwa Variasi total variabel-variabel independen (Pajak, Retribusi, DBH, dan DAU) dapat menjelaskan variabel dependen Belanja sebesar 99,31%, sedangkan 0,6821% sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model penelitian ini.

Pembahasan

Dari analisis data diketahui kinerja keuangan Provinsi yang ada di Pulau Sulawesi tidak terjadi ilusi fiskal seperti yang diduga pada hipotesis. Hal ini dikarenakan data APBD yaitu Pajak yang ada dalam pendapatan asli daerah berpengaruh sama kuat dengan DBH dan juga DAU yang ada pada dana perimbangan dalam mempengaruhi belanja daerah. Pajak disetiap provinsi sudah ikut andil dalam pendapatan sebesar 26%. Dalam hal ini menyebabkan tidak terjadinya ilusi

fiskal. Hal tersebut memperkuat bahwa dana yang disuntikan oleh pemerintah pusat telah dikelola dengan baik oleh pemerintah daerah.

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan hasil analisis data dalam penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa di Sulawesi khususnya pada setiap provinsi tidak terjadi ilusi fiskal. Hal ini terjadi karena Pemerintah Daerah telah mengoptimalkan bantuan Pemerintah Pusat dengan memaksimalkan belanja guna berfungsi untuk kebutuhan penunjang peningkatan fasilitas publik.

Hal ini yang nantinya secara tidak langsung akan menaikan Pendapatan Asli Daerah dengan sendirinya.

Saran

a. Dalam penyusunan APBD, pemerintah daerah harus mengetahui sektor mana saja yang perlu dikembangkan dan juga mana yang perlu digali lebih dalam untuk meningkatkan pendapatan asli daerahnya, dan mempertimbangkan seberapa besar belanja daerah dan kemampuan daerah untuk memenuhi

(17)

1.Mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan : Jurusan Ilmu Ekonomi : FEB , UPN Veteran Yogyakarta

kebutuhan belanja. Sehingga dalam pelaksanaan otonomi daerah menjadi lebih maksimal.

b. Bagi pemerintah pusat, perlu lebih mempertimbangkan tingkat kebutuhan pemerintah daerah serta senantiasa melakukan pengawasan terhadap penggunaan dan dana perimbangan yang diberikan kepada daerah. Hal ini dilakukan agar dana perimbangan lebih tepat sasaran dan berguna, sehingga pelaksanaan otonomi daerah dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Daftar Pustaka

Astutik, Eni Nur Puji (2016), “Analisis Flypaper Effect Pada Belanja Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi D.I Yogyakarta Tahun 2008-2014, skripsi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Dipublikasikan.

Calvin, Yesdi Christian, Lia Yuliana,

“Deteksi Ilusi Fiskal Pada Keuangan

DaerahKabupaten/Kota Di Nusa Tenggara Timur Tahun 2008-2013”, Skripsi, Sekolah Tinggi Ilmu Statistika, Jakarta. Dipublikasikan.

Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan (2018), Laporan

Realisasi APBD tahun 2010, 2011, 2012, 2013, 2014, 2015, 2016, 2017 Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan, Jakarta.

Dude, Dewi Purwanti, dkk (2014),

“Analisis Kinerja Keuangan Dan Fiscal Illusion Pada Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2003-2012”, Program Sarjana Universitas Sam Ratulangi Manado.

Vol.14, Hal 12.

Dipublikasikan.

Elisabeth (2018), “Pengaruh PAD, DAU, DAK, dan DBH Terhadap Belanja Daerah serta Analisis Flypapper Effect Pada Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat”. Skripsi, Fakultas Ekonomi.

Universitas Sanata Dharma.

Dipublikasikan.

Hari Adi, Priyo dan Puspa Dewi Ekaristi (2009), “Fenomena Ilusi Fiskal Dalam Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah”, Jurnal Akutansi dan Keuangan Indonesia, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Vol.6, Hal 1-19. Dipublikasikan.

Maretha, Vevi Retno, “Dampak Kebijakan Fiskal, Kebijakan Moneter Dan Keterbukaan Perdagangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi: Studi Komparatif Negara-Negara Asean+6”, Skripsi, Fakultas

(18)

1.Mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan : Jurusan Ilmu Ekonomi : FEB , UPN Veteran Yogyakarta

Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian, Bogor.

Dipublikasikan.

Riduansyah, Muhammad (2013),

“Kontribusi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (Pad) Dan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (Apbd) Guna Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Kasus Pemerintah Daerah Kota Bogor)”, Jurnal Sosial dan Politik, Universitas Indonesia.

Vol. 7 No. 2. Dipublikasikan.

Rusyidi, Bahrul Ulum (2010),

“Analisis Determinan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dan Deteksi Ilusi Fiskal Provinsi di Indonesia”, Skripsi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis IESP Universitas Diponegoro, Semarang, Dipublikasikan.

Sidik, Dr.Machfud, Dr.B. Raksaka Mahi, Dr. Robert Simanjuntak, Dr. Bambang Brodjonegoro (2002), Dana Alokasi Umum: Konsep, Hambatan, dan Prospek di Era Otonomi Daerah, Penerbit Kompas, Jakarta.

Sriyana, Jaka (2011), “Kinerja Fiskal Daerah : Kasus Kabupaten dan Kota di Provinsi DIY”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Indonesia.

Vol. 15 No.2.

Suparmoko (2002), Ekonomi Publik Untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah, ANDI, Jakarta.

Varika, A.Citra (2014), ”Deteksi Ilusi Fiskal Pada Keuangan Daerah Kabupaten/Kota Provinsi Lampung”, Skripsi, Universitas Lampung, Bandar Lampung. Dipublikasikan.

Widarjono, Agus (2013), Ekonometrika : Teori dan Aplikasi Untuk Ekonomi dan Bisnis, Edisi Kelima, Penerbit

UPP STIM YKPN,

Yogyakarta.

Widarjono, Agus (2013), Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya, Edisi Keempat,

UPP STIM YKPN,

Yogyakarta.

(19)

1.Mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan : Jurusan Ilmu Ekonomi : FEB , UPN Veteran Yogyakarta

Referensi

Dokumen terkait

(F-statistic) lebih kecil dari nilai α (0,0000 < 0,05), maka H 0 ditolak dan Hα diterima yaitu secara bersama-sama terdapat pengaruh hubungan yang positif

Dimana jika nilai probabilitas F diatas 0.05, maka H0 diterima atau variabel independen secara bersama-sama tidak memiliki pengaruh terhadap variabel dependen

Dengan demikian nilai probability F- stat 0,000000 < 0,05, maka dapat disimpulkan H a diterima dan H 0 ditolak yang berarti secara bersama-sama variabel

Jika F-hitung ≤ F-tabel, maka H o diterima dan H a ditolak, yang berarti tidak ada pengaruh secara simultan antara variabel independen (budaya organisasi dan lingkungan

Para guru penulis yang amat terpelajar di PSL SPs USU yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu pada kesempatan yang terbatas ini, telah memberikan bekal ilmu yangberharga

untuk tambahan gaji dari tanah bengkok memang selalu menimbulkan pertanyaan apakah kesamarataan dan keadilan dari tanah bengkok dapat menutupi kesejangan

Pada Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 menyatakan bahwa : 1) Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. 2) Pengertian beralih dan dialihkan

a) Adanya perbedaan individual dalam belajar. Ciri utama pembelajaran berbasis komputer model tutorial adalah proses pembelajaran yang dilakukan secara individual