1 BAB II
DASAR PEMIKIRAN
2.1 Budaya
Menurut antropolog Inggris bernama E.B. Taylor, budaya adalah sesuatu kompleks yang mencangkup pengetahuan kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan lainnya yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
2.2 Batik
Memahami dari pelukis batik Amri Yahya (didalam buku Batik: Warisan Adiluhung Nusantara karangan Asti Musman dan Ambar B. Arini 2011:2) mendefinisikan bahwa batik sebagai karya seni yang menggunakan malam untuk mencoret pada kain yang berisikan motif-motif ornamental. Kemudian dari Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring, batik adalah kain bergambar yang pembuatannya secara khusus dengan menuliskan atau menggunakan malam sebagai media mencetak pada kain itu, kemudian pengolahannya melalui proses tertentu; kain batik.
Mengacu pada kedua teori tersebut, Penulis menyimpulkan bahwa batik adalah suatu proses seni mencetak menggunakan malam sebagai medianya yang umumnya diterapkan pada kain. Melihat dari aspek batik sebagai seni, sebagai budaya, dan sebagai pakaian, batik memiliki fungsi dan kegunaan tertentu. Batik terbagi menjadi dua kelompok yaitu, batik klasik yang berasal dari Keraton Yogyakarta dan Sukarakta yang motifnya sarat do‘a harapan makna filosofis dengan warna terbatas pada putih, biru gelap, dan coklat, kemudian batik peranakan atau batik pesisiran yang berasal dari Cirebon, Pekalongan, Kudus, Demak dengan motif sebagai dekoratif saja dan penuh warna.
1. Sejarah Batik
Sejarah Batik Indonesia memilik beragam versi. Dalam Ensiklopedia Indonesia disebutkan bahwa diduga teknik batik dari India, kemudian Bangsa Hindu membawanya ke tanah Jawa. G.P Rouffaer
2 berpendapat bahwa ada kemungkinan jika teknik membatik atau batik ini dikenalkan oleh Bangsa India atau Srilanka pada abad ke-6 atau ke-7.
Teori lain mengemukakan bahwa batik berasal dari Jawa, kerajaan Mataram kuno yang menurun pada Keraton Yogyakarta, dimana raja-raja menemukan sendiri motif-motif batik dan status batik sangatlah sakral di dalam kerajaan kemudian beberapa pengikut raja mulai hidup diluar keraton dan membawa kesenian batik keluar keraton dan dikerjakan di daerahnya masing-masing.
Dengan terdapatnya berbagai versi sejarah batik Indonesia, Penulis menyimpulkan bahwa masih banyak simpang siur mengenai asal batik Indonesia, namun yang paling mendekati adalah sejarah Keraton Jawa, khususnya Keraton Yogyakarta yang hingga kini masih melestarikan warisan motif batik klasik didalam keraton.
2. Proses pembuatan batik
Mengacu pada batik dasar atau batik tradisional dan medianya, proses batik dibagi menjadi tiga macam yaitu batik tulis, batik cap, dan kombinasi antara batik tulis dan cap. Batik tulis menggunakan canting atau kuas sebagai media menuliskan malam diatas kain untuk menggambarkan motif batik. Batik cap menggunakan cap atau dalam Bahasa Indonesia itu cetakan yang telah dibentuk untuk menempelkan malam motif batik kepada kain. Macam terakhir mengkombinasikan kedua macam tersebut, jadi terdapat perpaduan dari lukis dengan canting dan dari cap cetakan.
Setelah proses penggambaran motif selesai, berlanjut ke tahap pewarnaan kain, lalu dijemur agar warna mongering pada kain, kemudian proses perebusan untuk menghilangkan bekas malam pada kain, hingga proses penjemuran kain lagi agar kering setelah direbus.
2.2.1 Batik Klasik
Batik klasik memiliki ciri khas dari motifnya yang terdiri dari berbagai macan jenis hasil penemuan raja-raja Mataram terdahulu, warnanya yang dibatasi hanya tiga warna yaitu putih dan biru gelap untuk Keraton Yogyakarta lalu warna coklat untuk Keraton Surakarta memiliki
3 makna tersendiri karena warna tersebut dianggap sakral, dan harapan makna filosofis yang terkandung didalamnya.
Dalam batik klasik terdapat beberapa perbedaan dari daerah Yogyakarta dan Surakatra. Perbedaan di dalam bentuk motif, milik Yogyakarta berukuran besar namun terlihat memiliki celah di kain, sedangkan Surakarta berukuran kecil namun terlihat padat di kain dengan ornamen yang terlihat rumit. Dari segi warna seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Yogyakarta dengan warna putih dan biru gelap, Surakarta dengan warna coklat.
2.2.2 Motif Batik Klasik dan Makna Filosofinya
Motif seni batik keraton mengandung arti filosofis dan penuh dengan makna kehidupan. Dari gambarnya yang rumit dan halus, serta hanya terdapat beberapa warna didalamnya. Sejarah penemuan motif batik klasik berawal dari raja-raja keraton terhadulu yang biasa bersemedi dan mendapatkan semacam ilham pencerahan kemudian didesain menjadi motif batik yang memiliki makna filosofis dan sakral. Beberapa motif kuno keraton diciptakan oleh Sultan Agung (1613-1645) seperti pola panji (abad ke-14), grinsing, dan kawung. Terdapat pula motif parang, serta motif anyaman seperti tirta teja. Dri motif-motif tersebut terdapat lagi berbagai macam variasinya, seperti parang dan parang rusak, dari parang rusak ada parang rusak barong, dan sebagainya.
Batik mengacu pada konsep kejawen (Spiritual Jawa Kuno) lebih banyak berisi konsepsi-konsepsi spiritual terwujud pada bentuk simbol filosofis. Contoh motif gurda pada batik klasik atau tradisional memiliki makna simbolis burung garuda, jika melihat dari sisi Hindu maka burung garuda adalah lambang kendaraan menuju surga. Sehingga dapat disimpulkan bahwa motif ini dahulu biasa digunakan oleh tokoh pemuka agama.
4 2.3 Animasi
Menurut Walter Santucci dalam bukunya yang berjudul The Guerrilla Guide to Animation definisi animasi adalah gambar bergerak yang diciptakan melalui perfotografian dengan lain digitalisasi objek mati atau menggambar secara berkelanjutan. Dari Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring, animasi memiliki arti sebagai film berbentuk rentetan rangkaian lukisan atau gambar yang jarak antar satu dengan lainnya hanya berbeda tipis sehingga saat diputar akan tampak dilayar seolah menjadi bergerak.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa animasi merupakan film dari rangkaian gambar yang berkelanjutan berhubungan, disusun sedemikian rupa sehingga saat diputar di layar akan memberikan ilusi gerak pada objek mati.
2.3.1 Animasi 2D
Walter Santucci dalam bukunya menjelaskan bahwa Animasi 2D adalah salah satu jenis animasi yang tradisional, masih mengharuskan bagi animator untuk menggambar tiap gerakan satu per satu secara manual dengan alat tulis pensil, pena, tinta atau digital seperti komputer dengan mouse, bisa juga pen tablet (The Guerilla Guide to Animation, 2009:5).
2.3.1.1 Prinsip Animasi 1. Staging
Staging dalam konteks animasi meliputi bagaimana
―lingkungan‖ dibuat untung mendukung suasana atau ―mood‖ yang ingin dicapai dalam sebagian atau keseluruhan scene seperti yang terdapat pula pada film dan teater.
2. Timing
Timing adalah pengaturan waktu didalam animasi, hal dasar yang perlu ditekankan adalah semakin banyak gambar maka gerakan aksi yang dilakukan terlihat semakin lambat pada layar saat hasil akhir aksi ditunjukkan. Semakin sedikit gambar in-between berarti semakin cepat aksi diantara key drawings.
Hal lain yang perlu diingat dengan aksi apapun adalah bahwa kecepatannya tidaklah konstan. Seperti sebuah anak panah yang
5 ditembakkan dari busur awalnya akan cepat namun lambat laun akan semakin pelan efek terkena angin atau faktor wind resistance. Anak panah itu juga akan gerak melengkung keatas kemudian kebawah sebagaimana kelihangan kecepatan dan begitu pula efek gravitasi yang diaplikasikan pada benda tersebut.
Disisi lain, sebuah kereta besar dan berat memulai gerakannya perlahan di awal, kemudian menambahkan kecepatannya seraya kereta membangun momentum geraknya, lalu secara perlahan mengurangi kecepatan sebelum kereta tersebut sampai di titik pemberhentian selanjutnya. Alhasil, sang animator harus mengambil hal tersebut sebagai pertimbangan saat memetakan aksi in-between dari key drawing ke key drawing berikutnya. Ini menyambung ke salah satu teknik penting untuk penempatan atau positioning dari gambar yaitu, slowing-in dan slowing-out. Dimana terdapat gerakan pelan diawal dan gerakan pelan diakhir suatu aksi.
3. In-Between
Gambar penengah mengisi didalam sebuah aksi diantara awal dan akhir disebut in-between. Hal ini digunakan agar aksi terlihat dinamis dan ―hidup‖.
3. Solid Drawing
Solid Drawing digunakan agar gambar telihat bervolume, berdimensi, memberikan karakter pada tokoh, dan menambahkan kesan
―hidup‖ pada animasi. Digunakan pula untuk membantu menjelaskan, mempertegas suatu aksi agar terlihat dinamis.
4. Secondary Action
Gerakan sampingan atau secondary action digunakan untuk membantu memperjelas suatu gerakan, menaikkan minat, memberi motif atau kesan tertentu, dan menambahkan kompleksitas realistis sehingga animasi terlihat ―logis‖ dan dinamis dimata audiens.
5. Exaggeration
Gerakan yang dilebih-lebihkan atau upaya untuk mendramatisir dangan sifat hiperbolis disebut exaggeration. Exaggeration
6 adalah salah satu prinsip yang digunakan didalam animasi untuk memperjelas, mempertegas suatu aksi atau kejadian demi menarik minat audiens dan atau sebagai bagian hiburan untuk audiens.
6. Sequencing
Melalui pemahaman dari Mascelli A.S.C dan Joseph V dalam bukunya yang berjudul The Five C’S of Cinematography Motion Picture Filming Techniques Simplified dan diterjemahkan oleh H Misbach Yusa Biran, Sequence merupakan rangkaian scene atau beberapa shot, yang merupakan suatu kesatuan utuh. Dalam satu sequence bisa berlangsung pada satu seting atau beberapa seting. Satu sequence bisa dimulai sebagai adegan eksterior dan dilanjutkan dengan di interior. Dapat juga diawali dan diakhiri dengan transisi ―fade‖, ―dissolve‖ atau bisa juga dengan ―cut‖. Sequencing adalah mengacu pada proses Sequence tersebut.
2.3.1.2 Storyboard
Mengacu kepada penulisan John Hart dalam bukunya yang berjudul The Art of Storyboard a Filmmaker’s Introduction, storyboard adalah pra-produksi premier, alat pra-visualisasi yang didesain untuk memberikan frame-by-frame, serial shot-by-shot, diadaptasi dari naskah cerita. Hal itu adalah gambar konsep yang mencerahkan dan augmentasi naratif naskah dan memungkinkan seluruh tim produksi untuk mengorganisir seluruh tindakan rumit yang dibutuhkan naskah sebelum film yang sebenarnya selesai untuk menciptakan penampilan yang benar pada produk akhir sesuai dengan konsep. Storyboard Artist harus bisa mengatur cetira dalam sekuens natarif yang logis. Storyboard terdiri dari pembuatan kumpulan sketsa dimana terdapat semua scene dasar dan semua set up kamera didalam illustrasi scene. Ini adalah rekaman visual dari penampakan film sebelum produksi dimulai.
Didalam animasi, memahami dari Andy Wyatt dalam bukunya yang berjudul The Complete Digital Animation Course, proses storyboard bertahap dari thumbnail storyboard, rough storyboard, kemudian clean- up.
7 1. Thumbnail Storyboard
Disebut sketsa thumbnail karena hasil gambarnya begitu kecil, adegan divisualisasikan secara kasar, seringkali digambar diatas naskah, untuk memberikan kesan dari alur cerita. Meskipun kasar, hal itu memungkinkan bagi direktur dari film untuk memastikan pandangan mereka akan filmnya dijalur yang benar.
2. Rough Storyboard
Dengan gagasan yang cukup baik mengenai bagaimana alur film akan mengalir, tahap berikutnya adalah untuk memproduksi sebuah storyboar kasar atau rough storyboard. Gambar untuk hal ini bisa beragam dari segi ukuran dan kualitas dan karena sang seniman akan ingin bereksperimen dengan merubah susunan sequence, bisa juga digambar diatas postcard atau sticky notes.
3. Clean-up
Hasil akhir dari rough storyboard yang telah disetujui lalu dirapihkan, dibersihkan gambarnya lebih jelas untuk mengikuti suatu format tertentu. Menambahkan deskripsi kemana arah gambarnya, pergerakan kamera atau kebutuhan lainnya.
2.4 Camera Movement
Setiap pergerakan kamera mempunyai tujuan, maksud, atau arti. Maka harus diusahakan agar tidak menjalankan pergerakan kamera yang tidak ada tujuannya. Camera Movement adalah salah satu bagian terpenting dalam suatu film atau video yang memilik fungsi untuk menguatkan sebuah cerita. Pergerakan kamera ini digunakan bukan karena membuat gambar lebih keren atau bagus, melainkan karena untuk menguatkan cerita. Sebuah pergerakan kamera harus berasaskan motivasi.
Fungsi pergerakan kamera yang kerap dipakai yaitu:
- Revealing: Pergerakan kamera ini berfungsi untuk mengungkap sifat baru atau adegan baru dalam sebuah episode.
8 - Expressing moments: Pergerakan ini berfungsi untuk memperbanyak nilai artistik sebuah bagian, agar pengamat menghasilkan pengetahuan tersirat yang ingin disampaikan oleh pembuat film.
- Dynamizing-reframing: Pergerakan ini berfungsi untuk memperbanyak dinamisasi cerita melalui gambar. Bagian-bagian aksi dalam sebuah film trilogi Jason Boune atau the Raid menjadi sangat mengagumkan dengan teknik pergerakan seperti ini.
- Establishing story/location: Pergerakan ini fungsinya hampir mirip dengan revealing, perbedaan terletak pada niat dari pembuat film. Umumnya dalam pergerakan ini cenderung pemuat diberikan gambar keseluruhan sehingga dapat memahami sebuah cerita. Biasanya digunakan untuk memberikan bagian kejutan atau kekaguman.
- Act of seeing: Pergerakan ini berfungsi untuk mewakili perspektif dari suatu objek-objek dalam bagian itu sendiri.
2.5 Landasan Perancangan 2.5.1 Metode Kualitatif
Penelitian kualitatif merupakan metode-metode untuk mengekplorasi dan memahami makna yang –oleh sejumlah individu atau sekelompok orang— dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusian. Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosuder- prosuder, mengumpulkan data yang spesifik dari para partisipan, menganalisis data, secara induktif mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema umum, dan menafsirkan makna data (Creswell, 2010:04).
Pada dasarnya, penulis menggunakan metode ini guna memahami data yang telah penulis kumpulkan dengan matang. Hal ini guna memudahkan penulis dalam mengolah data yang telah diperoleh.
2.6 Khalayak Sasar
Khalayak konsumen umum memiliki sifat yang sangat heterogen, maka akan sulit bagi perusahaan untuk melayani semuanya.
9 Oleh karenanya harus dipilih segmen-segmen tertentu saja dan meninggalkan segmen lainnya. Bagian atau segmen yang dipilih itu adalah bagian yang homogenya yang memiliki ciri-ciri yang sama dan cocok dengan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan mereka.
(Morissan, 2010:57). Pada kenyataan, setiap individu memiliki ketertarikan dan keinginannya masing-masing namun, ada beberapa benag merah yang membatasi para indivitu tersebut dan membagi mereka kedalam pembagian-pembagian yang dapat lebih mudah di olah untuk menjadi sebuah data.
2.6.1 Demografis
Segmentasi konsumen berdasarkan demogafi pada dasarnya adalah segmentasi yang didasarkan pada peta kependudukan, misalnya: usia, jenis kelamin, besarnya anggota keluarga, pendidikan tertinggi yang dicapai, jenis pekerjaan konsumen, tingkat penghasilan, agama, suku, dan sebagainya. Semua ini disebut dengan variable-variabel demografi. Data demografi dibutuhkan antara lain untuk mengantisipasi perubahan- perubahan pasar menyangkut bagaimana produsen barang dan jasa menilai potensi pasar dalam setiap area geografi yang dapat dijangkau. (Morissan, 2010:59)
Data demografi juga sangat dibutuhkan dalam menentukan strategi periklanan yang menyangkut bagaimana suatu produk dikomunikasikan kepada khalayak-khalayak sasaran. (Morissan, 2010:60)
Menurut penjelasan tersebut dapat kita klasifikasin mengenai demografisnya. Untuk pemaknaan filosofi motif batik klasik, usia, jenis kelamin, besarnya anggota keluarga, tingkat pendidikan, dan sebagainya yang merupakan latar belakang dari seorang individu akan dapat mempengaruhi pandangannya, cara dia berpakaian, sifat dan bahkan bagaimana dia menyikapi sesuatu.
10 2.6.2 Psikografis
Psikografis adalah segmentasi berdasarkan gaya hidup dan kepribadian manusia. Gaya hidup memengaruhi perilaku sesorang, dan akhirnya menentukan pilihan-pilihan konsumsi seseorang. (Morissan, 2010:65)
Gaya hidup mencerminakan bagaimana seseorang menghabiskan waktu dan uangnya yang dinyatakan dalam aktivitas-aktivitas, minat dan opini-opininya. Dengan demikian, psikografis adalah segmentassi yang mengelompokkan audiensi secara lebih tajam daripada sekadar variable- variabel demografi. (Morissan, 2010:66)
11 BAB III
ANALISA DATA DAN MASALAH
3.1 Data dan Analisis Objek
Untuk membuat storyboard yang baik, Penulis perlu mengumpulkan data yang berkaitan dan mendukung perancangan Penulis. Salah satu data yang diperlukan oleh Penulis adalah data objek yang berkaitan dengan objek Penulis yaitu makna filosofis dibalik motif batik klasik. Dalam makna filosofis dibalik motif batik klasik, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Hal-hal tersebut dapat berupa teknis bentuk simbolik, sejarah dari motif tersebut, do‘a amanat yang terkandung di dalam motif batik dan pengartian motif itu sendiri. Beberapa hal tersebut merupakan aspek-aspek penting yang akan membuat motif batik klasik memiliki nilai tersendiri. Berikut adalah beberapa hal tersebut:
3.1.1 Definisi Batik Jawa
Batik merupakan kain yang motifnya dibuat dari perintang warna berbahan lilin, Batik yang berasal dari kata ―ambha‖ berarti luas, kain, dan
―titik‖ yang berarti menitikkan.
Gambar 3.1 Sebuah batik yang menjadi pajangan di Museum Batik Yogyakarta yang belum diwarnai. Menggunakan teknik batik tulis.
Sumber: dokumentasi penulis
12 3.1.1.1 Proses Membatik
Proses membatik bukan perkara mudah, butuh konsentrasi, keikhlasan dan keluwesan dari pelukisnya itu sendiri. Bahkan dalam para empu batik melakukan meditasi agar mendapat wahyu atau yang sering kita sebut dengan proses brainstorming.
Diurutkan dalam prosesenya, Batik memiliki tiga macam proses, yakni batik tulis, batik cap dan kombinasi batik tulis dan cap. Penggunaan teknologi jaman sekarang yang menggunakan teknologi screening tidak bisa dinamakan sebagai batik, tetapi di namakan tekstil motif batik atau batik printing (Sejarah Batik di Jawa Tengah 2014:25).
Pembuatan Batik Tulis
Batik tulis merupakan proses batik yang bisa terbilang cukup rumit, proses ini juga bisa memakan berbulan-bulan untuk menghasilkan selembar kain, prosesnya melibatkan kesabaran dan kelenturan sang pelukis batik.
Proses pembuatan batik tulis ini menggunakan sebuah alat yang bernama canting. Bentuk dari canting ialah memiliki tangkai kayu yang diujungnya terdapat sebuah metal tempat menopang lilin cair berbentuk cangkir yang memiliki saluran
Gambar 3.2 Seorang wanita sedang membatik dengan proses batik tulis.
Sumber: dokumen pribadi
13 kecil serupa belalai gajah, proses pengaplikasiannya cukup sulit, dikarenakan konsistensi dari lilin cair yang dikandung oleh canting ini sangatlah encer, maka dari itu pengaplikasiannya harus mengangkat ujung cantingnya sekitar 45°. Mengangkat ujungnya juga harus berhati-hati karena bisa saja melukai tangan disebabkan lilin cairnya tumpah.
3.1.1.2 Sejarah Batik di Pulau Jawa
Kesenian batik semakin terkenal, menjadikannya milik rakyat Indonesia, khususnya suku Jawa setelah akhir abad ke-18 atau abad ke-19 hal ini dilihat dari candi seperti Prambanan dan Borobudur, corak batik memiliki kesamaan dengan prasasti atau lukisan busana yang dikenakan raja atau ratu (Andriani 2014:10).
3.1.1.3 Batik Klasik
Gambar 3.3 Beberapa variasi canting dengan ukuran yang berbeda.
Sumber: Inger McCabe Elliot, Batik Fabled Cloth of Java
14 Batik klasik memiliki ciri khas dari motifnya yang terdiri dari berbagai macan jenis hasil penemuan raja-raja Mataram terdahulu, warnanya yang dibatasi hanya tiga warna yaitu putih dan biru gelap untuk Keraton Yogyakarta lalu warna coklat untuk Keraton Surakarta memiliki makna tersendiri karena warna tersebut dianggap sakral, dan harapan makna filosofis yang terkandung didalamnya.
Dalam batik klasik terdapat beberapa perbedaan dari daerah Yogyakarta dan Surakatra. Perbedaan di dalam bentuk motif, milik Yogyakarta berukuran besar namun terlihat memiliki celah di kain, sedangkan Surakarta berukuran kecil namun terlihat padat di kain dengan ornamen yang terlihat rumit. Dari segi warna seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Yogyakarta dengan warna putih dan biru gelap, Surakarta dengan warna coklat.
Dasar penyebutan batik klasik mengacu pada budaya yang masih dilestarikan oleh Keraton Yogyakarta sejak dahulu kala hingga sekarang dan memiliki nilai-nilai filosofis dari kebijaksanaan raja-raja terdahulu dibalik motifnya.
3.1.1.3.1 Motif Batik Klasik dan Pemaknaannya
Motif seni batik keraton mengandung arti filosofis dan penuh dengan makna kehidupan. Dari gambarnya yang rumit dan halus, serta hanya terdapat beberapa warna didalamnya.
Sejarah penemuan motif batik klasik berawal dari raja-raja keraton terhadulu yang biasa bersemedi dan mendapatkan semacam ilham pencerahan kemudian didesain menjadi motif batik yang memiliki makna filosofis dan sakral. Beberapa motif kuno keraton diciptakan oleh Sultan Agung (1613-1645) seperti pola panji (abad ke-14), grinsing, dan kawung. Terdapat pula motif parang, serta motif anyaman seperti tirta teja. Dari motif-motif tersebut terdapat
15 lagi berbagai macam variasinya, seperti parang dan parang rusak, dari parang rusak ada parang rusak barong, dan sebagainya.
Batik mengacu pada konsep kejawen (Spiritual Jawa Kuno) lebih banyak berisi konsepsi-konsepsi spiritual terwujud pada bentuk simbol filosofis. Contoh motif gurda pada batik klasik atau tradisional memiliki makna simbolis burung garuda, jika melihat dari sisi Hindu maka burung garuda adalah lambang kendaraan menuju surga. Sehingga dapat disimpulkan bahwa motif ini dahulu biasa digunakan oleh tokoh pemuka agama.
Motif batik klasik selain memiliki makna filosofis juga digunakan untuk menunjukkan profesi atau status seseorang didalam Kerajaan Mataram Kuno. Ada beberapa yang dikhususkan hanya untuk keluarga kerajaan yang disebut sebagai Motif Larangan, beberapa sebagai symbol penghargaan dari raja kepada penasehat raja dan pengikut setia kerajaan, beberapa motif digunakan untuk kalangan raykat biasa dan terdapat motif khusus untuk menggambarkan profesinya sebagai petani, nelayan, prajurit, ataupun profesi lainnya. Berikut salah satu motif larangan:
Motif Kawung
Gambar 3.4 Batik Motif Kawung.
Sumber: Batik: Warisan Adiluhung Nusantara, Karangan Asti Musman & Ambar B. Aini
16 Motif kawung berasal dari mimesis biji kawung, biji buah siwalan atau buah pohon tal yang dibelah melintang. Ide dasar pola kawung adalah simbolisasi dari konsep “Pancapat”. Pelahiran bentuk simboliknya bersifat filosofis. Bentuk simbolik tersebut disusun dari bentuk dasar dan tekstur-tekstur sederhana, yang selalu melambangkan jumlah empat (empat bentuk yang sama), dan satu bentuk kelima (berbentuk lain) sebagai pusat atau intinya.
Pancapat merupakan kehidupan, peraturan kenegaraan, politik, ekonomi, dan lain-lain. Beberapa pemaknaan motif kawung:
1. Catur Ubhaya (empat ikrar menjalani kehidupan). Suatu kearifan tradisional, bahwa semua manusia yang dititahkan lahir sebagai makhluk hidup, pada umumnya akan sanggup menjalani empat ikrar, yakni lahir, birahi, palakrama (pernikahan), dan pralaya (mati). Bentuk yang kelima adalah symbol manusia.
2. Catatan kearifan tradisional dalam menghadapi emosi yang bergejolak. Jika emosi manusia sedang bergolak, langkah untuk mengatasinya ialah meneng (diam), karena dalam keadaan diam akan timbul keheningan sehingga pikiran akan menjadi wening (bening). Bila pikiran telah menjadi bening, maka arah tindakan menjadi dunung (terarah dan masuk akal, sesuai dengan kenyataan dan kemampuan pribadinya). Setelah tindakan yang dijalani terarah dengan benar, maka menang (sukses) akan menjadi hasil akhirnya.
17 Motif Kawung Kemplang
Gambar 3.5 Batik Motif Kawung Kemplang Sumber: https://infobatik.id/motif-batik-kawung-kempalang/
Mengutip dari buku Batik: Warisan Adiluhung Nusantara (Karangan Asti Musman dan Ambar B. Arini, 2011), Motif Kawung Kemplang adalah variasi batik motif kawung dengan ukuran sebesar kawung kentang dengan ragam hiasan-hiasan pada bentuk kelimanya untuk lebih memperindah tampilannya. Motif ini dahulu sempat disakralkan karena dipakai untuk persembahan pada upacara labuhan. Kemplang diambil dari Bahasa Jawa ngemplang yang berarti tak dapat membayar hutang. Demikian untuk menyadar manusia bahwa dengan cara apapun hingga akhir hidupnya, manusia tidak dapat membalas budi hingga impas segala kebaikan budi dari alam yang telah memberinya lahan kehidupan, dengan air, api, bumi, udara, energi, meskipun semua itu atas pekenaan Tuhan Yang Maha Esa.
3.2 Data dan Analisis Khalayak Sasar
3.2.1 Psikologi Anak Usia Sekolah Dasar
Anak usia sekolah dasar memiliki keterampilan berpikir bertindak dan pengaruh sosial yang lebih kompleks. Anak yang baru masuk sekolah dasar pada masanya masih egosentris (berpusat pada diri sendiri) dan dunia mereka adalah rumah keluarga dan sekolah.
18 Selama duduk di kelas kecil SD, anak mulai menilai diri mereka sendiri dengan membandingkannya dengan orang lain. Anak-anak cenderung menggunakan perbandingan sosial terutama untuk norma- norma sosial dan kesesuaian jenis-jenis tingkah laku tertentu untuk mengevaluasi kemudian menilai kemampuan mereka sendiri.
Bagi anak pada kelas besar SD, mereka berupaya untuk tampil dewasa. Terjadi perubahan perubahan yang berarti dalam kehidupan sosial dan emosional mereka. Di kelas besar SD, anak laki-laki dan perempuan menganggap keikutsertaan dalam kelompok menumbuhkan perasaan bahwa dirinya berharga. Pada tingkat ini, anak memiliki kebutuhan sangat tinggi untuk diterima oleh teman sebaya.
Sifat anak SD pada umumnya senang bermain, senang bergerak karena bagi anak usia ini dapat duduk dengan tenang paling lama sekitar 30 menit, senang bekerja dalam kelompok, serta senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung.
3.2.2 Kurangnya Film Animasi yang Mengangjat Budaya Batik.
Film sebagai salah satu media hiburan, sangat populer di kalangan anak-anak. Begitu pula halnya dengan film animasi atau sering disebut film kartun di Indonesia. Karena selain mampu memberikan hiburan yang menarik dan lucu, karakter yang ada pada kartun tersebut juga menarik.
Tentu saja hal itu menjadi salah satu alasan mengapa serial kartun menjadi tontonan yang paling sering dilihat oleh anak-anak. Namun tidak semua tayangan kartun memiliki dampak positif terhadap anak, sebagian lagi bahkan memberikan dampak buruk kepada anak. Hal tersebut pernah dilansir dalam sebuah artikel oleh psikolog Sandra Pohan, M. Psi, dalam acara Evaluasi Monitoring ‗Pengaruh Tayangan Kartu terhadap Anak Ditinjau dari Pendidikan dan Psikologisnya‘, yang diselenggarakan oleh Komisi Penyiaran Indonesia, Sumatera Utara dan dimuat pada Media Bisnis Daily. Dirinya menyatakan bahwa setiap tayangan film ataupun media pasti memiliki dampak positif dan negatif, termasuk juga film
19 kartun. Untuk itu penonton perlu memperhatikan konten yang ada di dalamnya, karena film kartun tidak hanya menayangkan sesi cerita saja, tetapi juga ekspresi yang kemudian dapat membentuk gender dan karakter bagi anak. ―Tayangan kartun memang sangat berkaitan erat dengan anak-anak. Namun di dalam tayangan tersebut kadang kala ditemukan cerita yang seharusnya diperuntukkan bagi kalangan orang dewasa.
Adapun dampak positif tayangan kartun, anak dapat menambah kosa kata anak, belajar hal yang baru, dan juga meningkatkan rasa ingin tahunya.
Sedangkan dampak negatifnya adalah kecenderungan anak selalu menyendiri, terganggunya kognitif anak, perilaku anak hiperaktivitas, emosi anak yang berakibat mudah marah dan menghambat kemampuannya dalam bersosialisasi,‖ ucap Sandra menjelaskan. Melihat pula urangnya film animasi yang mengangkat budaya batik.
Menggerakkan penulis membuat konsep storyboard untuk animasi edukasi mengenai batik.
3.3 Data dan Analisis Karya Sejenis
Dalam mengalisi karya sejenis, Penulis mencoba untuk menganalisis beberapa karya sejenis yang didalamnya terdapat storyboard yang dirasa sesuai untuk dijadikan referensi Penulis dalam membuat storyboard. Analisis karya sejenis ini didasari oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis melalui observasi.
3.3.1.1 Spirited Away
Salah satu karya film animasi yang Penulis gunakan sebagai karya sejenis adalah Spirited Away dengan Hayao Miyazaki sebagai sutradaranya.
Penulis tertarik untuk mengambil beberapa staging, layout, camera movement storyboard Spirited Away sebagai referensi analisis karena memiliki sedikit kesamaan konsep tentang seorang anak-
20 anak yang memasuki dunia fantasi. Bagian yang diambil adalah bagian awal dimana sang tokoh utama memasuki dunia baru yang belum dia lihat sebelumnya.
ORIENTATION
SCENE SHOT DESKRIPSI BREAKDOWN ANALISIS
Scene 1 Didalam Mobil
Karangan bunga dan kartu ucapan perpisahan.
Kamera Extreme Close Up.
Dari sudut pandang mata karakter melihat ke kartu yang ada di karangan bunga.
Kamera sengaja difokuskan pada satu benda untuk menunjukkan bahwa sang karakter sudah berpisah dengan teman lamanya.
Tumpukan barang- barang di kursi mobil.
Kamera Extreme Close Up.
Dari sudut pandang mata karakter melihat ke kaki yang diangkat diatas kursi.
Komposisi digunakan untuk
menunjukkan padatnya ruangan karena karakter sedang dalam perjalanan berpindah rumah.
Chihiro terlihat tidak bersemangat karena dia harus berpindah rumah ke suasana baru, meninggalkan teman lamanya.
Kamera High Angle.
Menunjukkan karakter yang sedang berbaring diatas kursi mobil.
Penggunaan sudut kamera seperti ini untuk
menunjukkan ekspresi karakter agar aundiens dapat membaca suasana yang dipaparkan di layar.
21 Chihiro
melihat kearah kursi depan.
Kamera High Angle.
Movement kamera sedikit zoom out,
memperjelas gambar karakter terlihat seluruh badan.
Menunjukkan karakter yang sedang berbaring diatas kursi mobil.
Penggunaan sudut kamera seperti ini untuk
menunjukkan ekspresi dan gestur karakter agar aundiens dapat membaca suasana yang dipaparkan di layar.
3.3.1.2 Spongebob Squarepants – Doodle Dimension
Film serial animasi produksi Nickelodeon ciptaan seorang ahli biologi laut dan animator Stephen Hillenburg, bercerita tentang karater sponge dengan kehidupannya dibawah laut menyerupai kehidupan manusia dengan sentuhan fantasi kartun untuk anak-anak. Episode Doodle Dimension penulis analisis karena mengandung tema pindah ke dimensi lain, dan terdapat penggunaan portal untuk pindah ke dunia lain di dalam animasi ini. Penulis tertarik untuk mengambil beberapa staging, layout, camera movement storyboard Spongebob Squarepants – Doodle Dimension sebagai referensi analisis.
ORIENTATION
SCENE SHOT DESKRIPSI BREAKDOWN ANALISIS
22 Mesin
Teleportasi di Rumah Sandy
Mesin Teleportasi di Rumah Sandy aktif menyala
Kamera Full Shot.
Menunjukkan Mesin
Teleportasi Aktif
Posisi pengambilan gambar seperti ini untuk menunjukkan adegan secara menyeluruh kepada audien.
Sandi mencoba memasukkan tangannya kedalam portal untuk mengetes fungsi mesin teleportasi.
Kamera Medium Shot.
Menunjukkan karakter berinteraksi dengan objek.
Tangan Sandy masuk kedalam portal.
Penggunaan shot seperti ini untuk
menunjukkan ekspresi dan gestur gerakan karakter agar aundiens terfokuskan melihat aksi adegan yang terjadi di layar.
23 3.3.1.3 Houkago Teibou Nisshi (Diary of Our Days at The Breakwater)
Serial animasi studio Doga Kobo, bercerita tentang keseharian klub ekstrakulikuler memancing di sebuah Sekolah Menengah Atas suatu daerah di Jepang. Karya ini penulis analisis karena mengandung unsur edukatif, type of shot, plot cerita yang bisa menjadi referensi untuk animasi yang sedang penulis garap.
ORIENTATION
SCENE SHOT DESKRIPSI BREAKDOWN ANALISIS
Penjelasan mengenai ikan
Natsumi (Gadis berambut biru) sedang menjelaskan kepada Hina (Gadis berambut pirang)
mengenai satu jenis ikan.
Kamera Full Shot.
Menunjukkan Natsumi dan Hina sedang melihat jenis ikan.
Shot ini dugnakan untuk
menunjukkan informasi edukasi visual agar audiens mengetahui pesan informasi mengenai suatu benda yang di visualisasikan di dalam animasi tersebut.
24 Daftar Pustaka
Blair, Preston. 1995. Cartoon Animation. Amerika: Walter Foster Publishing.
Creswell, J. W. 2010. Research Design: Pendekatan Kualitatif, kuantitatif, dan mixed. Jakarta: PT Pustaka Pelajar.
Hart, John. 2008. The Art of the Storyboard: A Filmmaker's Introduction. Inggris:
Elsevier.
Marliani, Rosleny. 2016. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung:
CV PUSTAKA SETIA.
Musman, Asti & Ambar B. Arini. 2011. Batik – Warisan Adiluhung Nusantara.
Yogyakarta: G-Media.
White, Tony. 2009. How to Make Animated Films. China: Elsevier Inc.
Wrigh, Ann Jean. 2005. Animation Writing and Develop. America: Focal Press https://www.liputan6.com/citizen6/read/3868276/pengertian-budaya-menurut- para-ahli-jangan-keliru-memaknainya diakses pada tanggal 22 Oktober 2020, pukul 16.43