• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI DIABETIC RETINOPATHY MELALUI CITRA FUNDUS RETINA MENGGUNAKAN PROBABILISTIC NEURAL NETWORK SKRIPSI TIKA ANJULINA MANIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IDENTIFIKASI DIABETIC RETINOPATHY MELALUI CITRA FUNDUS RETINA MENGGUNAKAN PROBABILISTIC NEURAL NETWORK SKRIPSI TIKA ANJULINA MANIK"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI DIABETIC RETINOPATHY MELALUI CITRA FUNDUS RETINA MENGGUNAKAN PROBABILISTIC NEURAL NETWORK

SKRIPSI

TIKA ANJULINA MANIK 151402070

PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2020

(2)

IDENTIFIKASI DIABETIC RETINOPATHY MELALUI CITRA FUNDUS RETINA MENGGUNAKAN PROBABILISTIC NEURAL NETWORK

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh ijazah Sarjana Teknologi Informasi

TIKA ANJULINA MANIK 151402070

PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2020

(3)
(4)

ii PERNYATAAN

IDENTIFIKASI DIABETIC RETINOPATHY MELALUI CITRA FUNDUS RETINA MENGGUNAKAN PROBABILISTIC NEURAL NETWORK

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing telah disebutkan sumbernya.

Medan, 14 Januari 2020

TIKA ANJULINA MANIK 151402070

(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmat dan izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer, Program Studi S1 Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.

Penulisan skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya doa, dukungan, dan dorongan dari berbagai pihak. Adapun dalam kesempatan ini, dengan rendah hati penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Runtung Sitepu, SH., M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Opim Salim Sitompul selaku Dekan Fasilkom-TI USU.

3. Bapak Romi Fadillah Rahmat, B.Comp.Sc., M.Sc dan Ibu Sarah Purnamawati, ST., M.Sc selaku Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi S1 Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Marischa Elveny, S.TI, M.Kom. selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.

5. Bapak Baihaqi Siregar, S.Si., MT. selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.

6. Bapak Dedi Arisandi, ST., M.Kom. selaku Dosen Pembanding I yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

7. Bapak Dr. Sawaluddin, M.IT.selaku Dosen Pembanding II yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

8. Keluarga Penulis Ayahanda Sahat Manik dan Ibunda Mariati Kristina Sidabariba dan adik tercinta penulis Joseph Anjulus Manik, Rita Agustriana Manik, Rian Martua Manik, dan Mutiara Febriola Manik yang selalu memberikan doa, kasih sayang, nasehat, dan semangat yang tiada putusnya kepada penulis.

9. Sahabat terkasih penulis abangda Mangasa Manullang S.Kom., Renaldo Panjaitan, Rany Ervina Gultom S.Kom., Lastri Debora Sitorus S.Kom., Yusuf Raja Tamba S.Kom., yang selalu menemani, memberikan semangat dan penghiburan kepada penulis.

(6)

iv 10. Teman seperjuangan penulis Grace Lusianna Siregar S.Kom., Hotnida Megawaty Manurung S.Kom., Karina br Tanggang S.Kom., Adi Putra Sinaga S.Kom yang membantu penulis selama mengerjakan Tugas Akhir.

11. Teman – teman Keluarga Besar Teknologi Informasi USU, terkhusus Angkatan 2015 dan Kom C yang telah menjadi keluarga penulis dalam menjalani kegiatan sebagai mahasiswi di Teknologi Informasi.

12. Semua pihak yang terlibat langsung ataupun tidak langsung yang tidak dapat penulis ucapkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga Tuhan Yesus Kristus melimpahkan berkat kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, perhatian, serta dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Medan, 14 Januari 2020

TIKA ANJULINA MANIK

(7)

ABSTRAK

Diabetic retinopathy adalah komplikasi mikrovaskuler dari penyakit diabetes melitus yang menyerang pembuluh darah di retina. Karakteristik utama dari diabetic retinopathy adalah mikroaneurisma, pendarahan retina, eksudat, dan neovaskularisasi.

Salah satu cara yang digunakan untuk mengidentifikasi diabetic retinopathy adalah dengan cara pemeriksaan pada citra fundus retina. Adapun pemeriksaan masih dilakukan manual oleh dokter mata. Pemeriksaan manual membutuhkan tingkat konsentrasi yang tinggi dan kesalahan identifikasi mungkin terjadi karena beberapa karakteristik diabetic retinopathy sulit untuk dilihat secara langsung, sehingga dibutuhkan suatu metode yang dapat mempermudah dokter mata dalam mengambil keputusan untuk mengidentifikasi diabetic retinopathy. Metode yang diajukan pada penelitian ini adalah Probabilistic Neural Network untuk mengidentifikasi diabetic retinopathy. Sebelum tahap identifikasi dilakukan, citra retina akan melalui tahap preprocessing yang berupa resize, green channel, contrast stretching dan feature extraction menggunakan Gray Level Co-Occurrance Matrix. Setelah dilakukan pengujian pada penelitian ini, didapatkan kesimpulan bahwa metode yang diajukan mampu melakukan identifikasi diabetic retinopathy dengan akurasi sebanyak 86,8%.

Kata kunci: Identifikasi diabetic retinopathy, Gray Level Co-Occurrance Matrix, Probabilistic Neural Network

(8)

vi IDENTIFICATION OF DIABETIC RETINOPATHY THROUGH RETINAL

FUNDUS IMAGE USING PROBABILISTIC NEURAL NETWORK

ABSTRACT

Diabetic retinopathy is a microvascular complication of diabetes mellitus that attacks blood vessels in the retina. The main characteristics of diabetic retinopathy are micoaneurism, retonal hemorrhages, exudates, and neovascularization. One of the methods used to diagnose diabetic retinopathy is by examining the retinal fundus image.

The examination is stiil done manually by ophthalmologist. Manual examination requires a high level og concentration and misidentification may occur because some diabetic retinopathy characteristics are retinopathy difficult to see directly, so it is needed a method that can facilitate the ophthalmologist in making decisions to identify diabetic retinopathy. The method proposed in this research is Probabilistic Neural Network to identify diabetic retinopathy. Before the identification stage is carried out, the retinal image will go through the preprocessing stage in the form of risize, green channel, contrast stretching and feature extraction using Gray Level Co-Occurrance Matrix. After testing in this research, it was concluded that the proposed method was able to identify diabetic retinopathy with an accuracy of 86,8%.

Keyword: Diabetic retinopathy identification, Gray Level Co-Occurance Matrix, Probabilistic Neural Network.

(9)

DAFTAR ISI

Hal.

PERSETUJUAN i

PERNYATAAN ii

UCAPAN TERIMA KASIH iii

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 3

1.3. Batasan Masalah 3

1.4. Tujuan Penelitian 3

1.5. Manfaat Penelitian 3

1.6. Metedologi Penelitian 4

1.7. Sistematika Penulisan 4

BAB 2 LANDASAN TEORI 6

2.1. Diabetic Retinopathy 6

2.1.1. Penyebab Diabetic Retinopathy 7

2.1.2. Gejala Diabetic Retinopathy 7

2.1.3. Diagnosis Diabetic Retinopathy 8

2.1.4. Pengobatan dan Pencegahan Diabetic Retinopathy 9

2.2. Citra 10

2.2.1. Citra Warna 10

2.2.2. Citra Biner 10

2.2.3. Citra Grayscale 10

2.3. Pengolahan Citra Digital 11

2.3.1. Resize 11

(10)

viii

2.3.2. Pembentukan Citra Green Channel 11

2.3.3. Perbaikan Citra (Image Enhancement) 12

2.4. Gray Level Co-Occurance Matrix 13

2.5. Probabilistic Neural Network 15

2.6. Penelitian Terdahulu 18

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 20

3.1. Arsitektur Umum 20

3.2. Data yang digunakan 21

3.3. Preprocessing 23

3.3.1. Resize 23

3.3.2. Green Channel 23

3.3.3. Peningkatan Kualitas Citra 25

3.4. Feature Extraction 25

3.5. Classification 27

3.6. Output 29

3.7. Perancangan Sistem 29

3.7.1. Perancangan Menu Sistem 29

3.7.2. Perancangan Tampilan Antarmuka Sistem 30

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN 33

4.1. Implementasi Sistem 33

4.1.1. Spesifikasi Perangkat yang digunakan 33

4.1.2. Implementasi Data 33

4.1.3. Implementasi Perancangan Antarmuka 38

4.2. Prosedur Operasional 40

4.3. Pengujian Sistem 43

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 50

5.1. Kesimpulan 50

5.2. Saran 50

DAFTAR PUSTAKA

(11)

DAFTAR TABEL

Hal.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu 20

Tabel 3.1 Pembagian citra yang digunakan dalam penelitian 22 Tabel 3.2 Pembagian citra data training dan testing 23

Tabel 3.4. Hasil nilai feature extraction GLCM 27

Tabel 3.5. Nilai Probabilitas masing-masing kelas 29

Tabel 4.1. Rangkuman data citra retina 37

Tabel 4.2. Data Hasil Pengujian 45

Tabel 4.3. Analisis Hasil Penelusuran 48

(12)

x DAFTAR GAMBAR

Hal.

Gambar 2.1. Perbandingan penglihatan orang normal dan diabetic retinopathy 8

Gambar 2.5. Orientasi Sudut pada GLCM 14

Gambar 2.6. Arsitektur PNN 17

Gambar 3.1 Arsitektur Umum 22

Gambar 3.2. Citra Retina Normal 23

Gambar 3.3. Citra Retina Diabetic Retinopathy 23

Gambar 3.4. Citra Retina Hasil Resize 24

Gambar 3.5. Perbandingan hasil channel 25

Gambar 3.6. Gambar hasil proses green channel 25

Gambar 3.7. Citra hasil proses Contrast Stretching 26

Gambar 3.8. Citra Masking 26

Gambar 3.9. Struktur Menu Sistem 30

Gambar 3.10. Rancangan tampilan Home 31

Gambar 3.11. Rancangan tampilan training sistem 32

Gambar 3.12. Rancangan tampilan testing sistem 33

Gambar 4.1. Tampilan Home 35

Gambar 4.2. Halaman Training 36

Gambar 4.3. Halaman Testing 36

Gambar 4.4. Tampilan choose file 41

Gambar 4.5. Tampilan proses training 41

Gambar 4.6. Tampilan proses data berhasil disimpan 42

Gambar 4.7. Tampilan hasil testing Diabetic Retinopathy 42

Gambar 4.8. Tampilan hasil testing retina Normal 43

Gambar 4.9. Grafik Hasil Akurasi Pengujian 44

(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diabetic Retinopathy (DR) merupakan salah satu komplikasi Diabetes Melitus (DM) pada mata yang menyerang pembuluh darah retina yang paling banyak menyebabkan kebutaan secara menetap, penderita tidak hanya mengalami penurunan fungsi penglihatan tetapi akan mendadak kehilangan penglihatan jika telah terjadi kerusakan yang sangat parah pada retina.

Diabetic retinopathy ditandai dengan munculnya titik-titik pada pembuluh darah (mikroaneurisma), bocornya pembuluh darah, munculnya bercak kekuningan berupa lipid (eksudat), pembengkakan retina, pertumbuhan pembuluh darah baru yang abnormal dan jaringan saraf yang rusak. Terlepas dari statistik yang mengkhawatirkan, penelitian menunjukkan bahwa setidaknya 90% kasus baru, bisa dikurangi jika ada perawatan yang tepat, waspada dan pemantauan intens terhadap mata. DR dapat didiagnosis dalam 5 tahap: ringan, sedang, parah, proliferatif atau tidak ada penyakit (Doshi et al., 2016).

Berdasarkan data WHO (2016), diabetic retinopathy menempati urutan ke-4 penyebab kebutaan secara global setelah katarak, glukoma, dan degenerasi makula. DR menyebabkan 1,9% gangguan penglihatan berat secara global dan 2,6% kebutaan pada tahun 2010. Prevalensi retinopati pada penderita DM di dunia tahun 2012 adalah 35%

dan 7% diantaranya merupakan prevalensi retinopati proliferatif. Di Indonesia, prevalensi DR pada orang dewasa dengan DM Tipe 2 tahun 2017 adalah 43,1%

Pemeriksaan medis terhadap penderita penyakit diabetic retinopathy dilakukan dengan salah satu cara yaitu pengamatan secara langsung oleh dokter pada citra retina pasien yang diambil menggunakan kamera fundus . Hasil citra retina akan dianalisisoleh dokter, pemeriksaan ini biasanya membutuhkan konsentrasi yang tinggi dalam menganalisis citra.

(14)

2

Perkembangan teknologi saat ini mampu mengatasi masalah mengindetifikasi penyakit diabetic retinopathy, salah satunya melalui analsis citra fundus. Oleh karena itu, peneliti akan mengembangkan teknologi komputer yang dapat mengindentifikasi DR. Identifikasi dilakukan dengan cara menginput gambar, kemudian gambar diproses dengan pengolahan citra, dan akan diperoleh informasi dari hasil pengolahan tersebut.

Sebelumnya telah dilakukan penelitian tentang identifikasi diabaetic retinopathy dengan beberapa metode. Pada tahun 2013, Dillak & Bintiri menggunakan jaringan saraf tiruan Backpropagation dalam mengidentifikasi diabetic retinopathy. Metode ekstraksi fitur yang digunakan adalah 3D-GLCM Projection. Eliminasi optic disc dilakukan pada citra retina untuk meningkatkan hasil akurasi. Adapun akurasi yang didapat pada penelitian ini adalah 95%. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Febriani (2014) yaitu identifikasi diabetic retinopathy Modified k-Nearest Neighbor didapat kesimpulan. Penggunaan metode Modified k-Nearest Neighbor(Mk-NN) dapat mengidentifikasi diabetic retinopathy melalui citra retina dengan akurasi 86,4%, sensitivity 91,6%, dan specificity 80%. Tahapan sebelum sebelum identifikasi yaitu pemotongan citra, memperkecil ukuran citra (scaling), pembentukan citra green channel, peningkatan kualitas citra, proses pengolahan citra feature extraction menggunakan GLCM.

Pada penelitian kali ini, penulis mengajukan metode Probabilistic Neural Network. Probabilistik Neural Network (PNN) adalah sebuah metode jaringan syaraf tiruan yang menggunakan prinsip dari teori statistik yaitu Byesian Classification untuk menggantikan prinsip heuristik yang digunakan oleh algoritma Backpropagation (Specht, 1994). Algoritma ini telah banyak digunakan karena kemampuannya yang mampu memproses data lebih cepat dari metode-metode lainnya. Disisi lain, metode Probabilistic Neural Network (PNN) dipilih karena merupakan salah satu jenis jaringan syaraf yang telah terbukti memiliki tingkat akurasi yang cukup tinggi dalam mengidentifikasi, yaitu akurasi sebesar 95% (Putri, 2018)

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mengajukan penelitian dengan judul “IDENTIFIKASI DIABETIC RETINOPATHY MELALUI CITRA FUNDUS RETINA MENGGUNAKAN PROBABILISTIC NEURAL NETWORK”. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mencapai akurasi yang tinggi dan bermanfaat dalam bidang kesehatan.

(15)

1.2. Rumusan Masalah

Diagnosa diabetic retinopathy biasanya dilakukan dengan cara pengambilan citra fundus retina. Kemudian hasil citra fundus akan dianalisis oleh dokter mata, dan penganalisisan dilakukan secara manual yang membutuhkan tingkat konsentrasi yang tinggi. Oleh karena itu diperlukan suatu pendekatan yang dapat mengindentifikasi diabetic retinopathy dan sebagai masukan kepada praktisi kesehatan dalam mengambil keputusan dalam identifikasi Diabetic Retinopathy melalui citra fundus retina sehingga diperoleh hasil pemeriksaan yang akurat.

1.3. Batasan Masalah

Pada penelitian ini, peneliti membuat batasan masalah untuk mencegah meluasnya ruang lingkup permasalahan dalam penelitian ini. Adapun batasan masalah tersebut diantaranya, yaitu:

1. Citra yang digunakan yaitu citra retina dari dataset Methods for Evaluating Segmentation and Indexing techniques Dedicated to Retinal Ophtalmology (MESSIDOR)

2. Ekstensi dari citra yang digunakan adalah .png 3. Resolusi data citra yang diolah 800 × 800 piksel.

4. Penelitian ini hanya untuk mengidentifikasi penyakit diabetic retinopathy dan retina normal.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengindentifikasi penyakit diabetic retinopathy melalui citra fundus menggunakan Probabilistic Neural Network.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Membantu pakar (dokter) dalam mengambil keputusan untuk mendiagnosa diabetic retinopathy melalui citra fundus retina.

(16)

4

2. Memberi masukan untuk penelitian lain dalam bidang medical image, image processing dan neural network.

1.6. Metedologi Penelitian

Adapun tahap-tahap yang dilakukan pada penelitian ini adalah : 1. Studi Literatur

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan mempelajari informasi yang diperoleh dari buku, skripsi, jurnal, dan berbagai sumber informasi lainnya yang mendukung penelitian ini.

2. Analisis Permasalahan

Pada tahap selanjutnya dilakukan analisis terhadap berbagai informasi yang telah diperoleh dari berbagai sumber yang terkait dengan penelitian agar didapatkan metode yang tepat untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian ini.

3. Perancangan Sistem

Pada tahap ini dilakukan perancangan sistem untuk menyelesaikan permasalahan yang telah dianalisis pada tahap sebelumnya.

4. Implementasi

Pada tahap ini dilakukan implementasi dari analisis sesuai perancangan yang akan dilakukan pada sistem.

5. Pengujian

Pada tahap ini akan dilakukan pengujian dan analisis terhadap sistem PNN yang sudah dibangun.

6. Penyusunan Laporan

Pada tahap ini penulis akan membuat dokumentasi berupa laporan penelitian yang akan memaparkan hasil penelitian yang telah dilakukan.

1.7. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dari skripsi ini terdiri atas lima bagian utama sebgai berikut:

Bab 1 : Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian, metedologi penelitian, dan sistematika penulisan.

(17)

Bab 2 : Landasan Teori

Bab ini terdiri dari teori-teori yang digunakan dan berhubungan dalam permasalahan yang dibahas pada penelitian ini.

Bab 3 : Analisis dan Perancangan Sistem

Bab ini berisi tentang analisis dari arsiktektur umum serta analisis dari metode yang digunakan yaitu metode Probabilistic Neural Network dan Gray Level Co-occurrence Matrix untuk melakukan identifikasi penyakit diabetic retinopathy melalui citra fundus retina.

Bab 4 : Implementasi dan Pengujian

Bab ini berisi pembahasan tentang implementasi dari perancangan penerapan yang telah dijabarkan pada bab 3. Selain itu, hasil yang didapatkan dari pengujian terhadap implementasi yang dilakukan juga dijabarkan pada bab ini.

Bab 5 : Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi kesimpulan dari keseluruhan penelitian yang telah diuraikan pada bab- bab sebelumnya serta saran-saran yang diajukan untuk pengembangan dan penelitian selanjutnya.

(18)

BAB 2

LANDASAN TEORI

Bab ini membahas tentang teori penunjang dan penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penerapan metode Probabilistic Neural Network untuk mengidentifikasi penyakit diabetic retinopathy melalui citra fundus retina.

2.1. Diabetic Retinopathy

Diabetic retinopathy (DR) adalah suatu mikroangiopati yang ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh halus, meliputi arteriol prekapiler retina, kapiler- kapiler, dan vena-vena (Lubis, 2007).

DR adalah penyakit mata yang diakibatkan oleh diabetes. Retinopathy adalah kondisi yang mempengaruhi kerja retina mata, yang merupakan lapisan saraf yang berada di bagian belakang mata dan yang menangkap gambar yang dilihat mata dan mengirimkan informasinya ke otak agar dapat diterjemahkan oleh otak. DR pada awalnya menyebabkan pandangan mengabur dan dapat berkembang menjadi kebutaan jika tidak diobati.

Diabetic Retinopathy dapat berkembang melalui 4 tahap:

1. Retinopati nonproliferatif ringan

Area kecil pembengkakan seperti balon di pembuluh darah retina yang kecil, yang disebut microaneurysms, terjadi pada tahap paling awal dari penyakit ini. Mikroaneurisma ini dapat mengeluarkan cairan ke dalam retina.

2. Retinopati nonproliferatif sedang

Seiring perkembangan penyakit, pembuluh darah yang menyehatkan retina bisa membengkak dan berubah bentuk. Mereka juga mungkin kehilangan kemampuan untuk mengangkut darah. Kedua kondisi tersebut menyebabkan perubahan karakteristik pada penampilan retina dan dapat berkontribusi pada DME.

(19)

3. Retinopati nonproliferatif berat

Banyak lagi pembuluh darah yang tersumbat, sehingga mengurangi pasokan darah ke daerah retina. Area ini mengeluarkan faktor pertumbuhan yang memberi sinyal retina untuk menumbuhkan pembuluh darah baru.

4. Retinopati diabetik proliferatif (PDR)

Pada tahap lanjut ini, faktor-faktor pertumbuhan yang disekresikan oleh retina memicu proliferasi pembuluh darah baru, yang tumbuh di sepanjang permukaan bagian dalam retina dan ke dalam vitreous gel, cairan yang mengisi mata. Pembuluh darah baru itu rapuh, yang membuatnya cenderung bocor dan berdarah. Jaringan parut yang menyertainya dapat berkontraksi dan menyebabkan ablasi retina — penarikan retina dari jaringan di bawahnya, seperti kertas dinding yang mengelupas dari dinding. Ablasi retina dapat menyebabkan hilangnya penglihatan permanen.

2.1.1. Penyebab Diabetic Retinopathy

Gula darah tinggi kronis dari diabetes dikaitkan dengan kerusakan pembuluh darah kecil di retina, yang menyebabkan diabetic retinopathy. Retina mendeteksi cahaya dan mengubahnya menjadi sinyal yang dikirim melalui saraf optik ke otak. Diabetic retinopathy dapat menyebabkan pembuluh darah di retina bocor atau berdarah (berdarah), mengganggu penglihatan. Pada tahap paling lanjut, pembuluh darah baru yang abnormal berkembang biak (bertambah jumlahnya) di permukaan retina, yang dapat menyebabkan jaringan parut dan kehilangan sel di retina.

2.1.2. Gejala Diabetic Retinopathy

Diabetic retinopathy tidak memiliki gejala yang signifikan hingga kerusakan terjadi pada retina. Adapun beberapa gejala yang muncul adalah sebagai berikut.

1. Penglihatan menjadi kabur.

2. Muncul objek-objek hitam yang menghalangi penglihatan.

3. Kehilangan sebagian atau keseluruhan fungsi penglihatan.

4. Sakit pada area mata.

(20)

8

(a) (b)

Gambar 2.1. (a) penglihatan orang normal (b) penglihatan penderita diabetic retinopathy (National Eye Institute, 2015)

2.1.3. Diagnosis Diabetic Retinopathy

Berdasarkan National Eye Institute (2015), orang dengan semua jenis diabetes (tipe 1, tipe 2, dan kehamilan) berisiko terhadap diabetic retinopathy. Semakin lama seseorang menderita diabetes maka resiko diabetic retinopathy pun meningkat.. Antara 40%

samapai 45% orang Amerika yang didiagnosis menderita diabetes memiliki beberapa tingkat diabetic retinopathy, meskipun hanya sekitar setengah yang mengetahuinya. Wanita yang mengalami atau menderita diabetes selama kehamilan mungkin memiliki onset cepat atau memburuknya retinopati diabetik.

Diabetic retinopathy terdeteksi selama pemeriksaan mata komprehensif yang meliputi:

1. Pengujian ketajaman visual.

Tes grafik mata ini mengukur kemampuan seseorang untuk melihat pada berbagai jarak.

2. Tonometri.

Tes ini mengukur tekanan di dalam mata.

3. Pelebaran pupil.

Tetes yang ditempatkan pada permukaan mata melebarkan (memperlebar) pupil, memungkinkan dokter untuk memeriksa retina dan saraf optik.

(21)

4. Optical Coherence Tomography (OCT)

Teknik ini mirip dengan USG tetapi menggunakan gelombang cahaya, bukan gelombang suara untuk menangkap gambar jaringan di dalam tubuh. OCT menyediakan gambar rinci jaringan yang dapat ditembus oleh cahaya, seperti mata.

Pemeriksaan mata yang komprehensif memungkinkan dokter akan memeriksa retina dengan ciri sebgai berikut:

1. Perubahan pada pembuluh darah

2. Bocornya pembuluh darah atau tanda-tanda peringatan bocornya pembuluh darah, seperti timbunan lemak

3. Pembengkakan makula 4. Perubahan lensa

5. Kerusakan jaringan saraf

Jika diabetic retinopathy diduga parah, angiogram fluorescein dapat digunakan untuk mencari pembuluh darah yang rusak atau bocor. Dalam tes ini, pewarna fluorescent disuntikkan ke dalam aliran darah, seringkali ke dalam vena lengan. Gambar pembuluh darah retina diambil saat pewarna mencapai mata.

2.1.4. Pengobatan dan Pencegahan Diabetic Retinopathy

Penglihatan yang hilang akibat diabetic retinopathy kadang-kadang tidak dapat disembuhkan. Namun, deteksi dan pengobatan dini dapat mengurangi risiko kebutaan hingga 95 persen. Karena diabetic retinopathy sering tidak memiliki gejala awal, penderita diabetes harus mendapatkan pemeriksaan mata yang komprehensif setidaknya setahun sekali. Orang dengan diabetic retinopathy mungkin perlu pemeriksaan mata lebih sering. Wanita hamil yang menderita diabetes harus segera menjalani pemeriksaan mata yang komprehensif. Tes tambahan selama kehamilan mungkin diperlukan. Studi seperti Diabetes Control and Complications Trial (DCCT) telah menunjukkan bahwa mengendalikan diabetes memperlambat timbulnya dan memburuknya diabetic retinopathy. Peserta studi DCCT yang menjaga kadar glukosa darah mereka sestabil mungkin secara signifikan lebih kecil memiliki resiko diabetic retinopathy serta penyakit ginjal dan saraf. dibandingkan mereka yang tidak mengontrol glukosa. Percobaan lain menunjukkan bahwa mengendalikan tekanan darah tinggi dan

(22)

10

kolesterol dapat mengurangi risiko kehilangan penglihatan di antara penderita diabetes.

Pengobatan diabetic retinopathy sering ditunda sampai mulai berkembang menjadi proliferatif diabetic retinopathy (PDR). Pemeriksaan mata melebar yang komprehensif diperlukan lebih sering karena diabetic retinopathy menjadi lebih parah. Orang-orang dengan diabetic retinopathy nonproliferatif yang parah memiliki risiko tinggi terkena PDR dan mungkin perlu pemeriksaan mata yang komprehensif setiap 2 hingga 4 bulan (National Eye Institute, 2015).

2.2. Citra

Sebuah citra direpresentasikan sebagai fungsi f(x,y) yaitu fungsi dua dimensi, dimana x dan y adalah koordinat posisi, dan nilai f pada setiap koordinat (x,y) disebut sebagai nilai intensitas citra. Sebuah citra dinyatakan sebagai citra digital jika nilai x, y dan nilai intensitas dari f bersifat terbatas dan dalam bentuk discrit. Sebuah citra digital dibentuk oleh sejumlah elemen yang disebut sebagai piksel dimana setiap piksel tersebut memiliki posisi dan nilai tertentu (Gonzales, 2008). Citra digital dapat diklasifikasikan menjadi citra biner, citra keabuan, dan citra warna.

2.2.1. Citra Warna

Citra berwarna atau biasa dinamakan citra RGB merupakan jenis citra yang menyajikan warna dalam bentuk komponen Red (merah), Green (hijau), dan Blue (biru). Setiap komponen warna menggunakan 8 bit (nilainya berkisar antara 0 sampai dengan 255).

Dengan demikian, kemungkinan warna yang bisa disajikan mencapai 255 x 255 x 255 atau 16.581.375 warna.

2.2.2. Citra Biner

Citra biner adalah citra dengan setiap piksel hanya dinyatakan dengan sebuah nilai dari dua buah kemungkinan (yaitu nilai 0 dan 1). Nilai 0 menyatakan warna hitam dan nilai 1 menyatakan warna putih. Citra jenis ini banyak dipakai dalam pemrosesan citra, misalnya untuk kepentingan memperoleh tepi bentuk suatu objek.

2.2.3. Citra Grayscale

Sesuai dengan nama yang melekat, citra jenis ini menangani gradasi warna hitam dan putih, yang tentu saja menghasilkan efek warna abu-abu. Pada jenis gambar ini, warna dinyatakan dengan intensitas. Dalam hal ini, intensitas berkisar antara 0 sampai dengan

(23)

255. Nilai 0 menyatakan hitam dan nilai 255 menyatakan putih. Gambar citra grayscale dapat dilihat pada Gambar 2.4.

2.3. Pengolahan Citra Digital

Pengolahan Citra Digital merupakan cara pemrosesan citra dengan menggunakan perangkat komputer agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau mesin. Pengolahan Citra umumnya diterapkan untuk melakukan pemodifikasian, pengubahan, penggabungan maupun perbaikan kualitas Citra. Pada pengolahan citra, yang menjadi disiplin dalam pemrosesan gambar adalah input dan output (Gonzales et al. 2010).

Beberapa teknik pengolahan citra yang diterapkan pada penelitian ini diantaranya sebagai berikut.

2.3.1. Resize

Resize adalah suatu operasi pada pengolahan citra digital untuk mengubah ukuran citra dengan memperbesar atau memperkecil ukuran citra pada arah horizontal dan atau vertikal.

2.3.2. Pembentukan Citra Green Channel

Grayscale merupakan proses mengubah citra warna (RGB) menjadi citra keabuan.

Grayscaling digunakan untuk menyederhanakan model citra RGB yang memiliki 3 layer matriks, yaitu layer matriks red, green, dan blue menjadi 1 layer matriks keabuan.

Grayscaling dilakukan dengan cara mengalikan masing-masing nilai red, green, dan blue dengan konstanta yang jumlahnya 1, seperti ditunjukkan pada persamaan 2.1.

𝐼(𝑥, 𝑦) = 𝛼. 𝑅 + 𝛽. 𝐺 + γ. B (2.1)

Dimana : I(x,y) = piksel citra hasil grayscaling

α,β,γ = konstanta yang hasil penjumlahannya 1 R = nilai red dari sebuah piksel

G = nilai green dari sebuah piksel B = nilai blue dari sebuah piksel

(24)

12

Green channel merupakan salah satu jenis grayscaling yang mengganti nilai setiap piksel pada citra hanya dengan nilai green dari piksel citra tersebut. Seperti ditunjukkan pada persamaan 2.2.

𝐼(𝑥, 𝑦) = 0. 𝑅 + 1. 𝐺 + 0. B = G (2.2)

Dimana I(x,y) = piksel citra hasil green channel R = nilai red dari sebuah piksel G = nilai green dari sebuah piksel B = nilai blue dari sebuah piksel

2.3.3. Perbaikan Citra (Image Enhancement)

Perbaikan citra bertujuan meninggkatkan kualitas tampilan citra untuk pandangan manusia atau untuk mengkonversi suatu citra agar memiliki format yang lebih baik sehingga citra tersebut dapat diolah dengan mesin (komputer). Kontras suatu citra adalah distribusi pixel terang dan gelap. Citra grayscale dengan kontras rendah maka akan terlihat terlalu gelap, terlalu terang, atau terlalu abuabu. Citra dengan kontras yang bagus menampilkan rentangan nilai pixel yang lebar. Histogram relatif menunjukkan distribusi nilai pixel yang seragam, tidak memiliki puncak utama, atau tidak memiliki lembah. Contrast Stretching adalah teknik yang sangat berguna memperbaiki kontras citra terutama citra yang memiliki kontras rendah. Teknik ini bekerja dengan baik pada citra yang memiliki distribusi Gaussian atau mendekati distribusi Gaussian (Putra, 2010). Contrast Stretching dilakukan dengan persamaan yang dapat dilihat pada persamaan 2.3.

𝐵(𝑥, 𝑦) =𝐴(𝑥,𝑦)−𝑐

𝑑−𝑐 (𝐿 − 1) (2.3)

Dimana : B(x,y) = piksel citra hasil perbaikan A(x,y) = piksel citra asal

c = nilai minimum dari piksel citra input d = nilai maksimum dari piksel citra input L = nilai grayscale maksimum

(25)

2.4. Gray Level Co-Occurance Matrix

Ektraksi ciri bertujuan untuk mengektraksi ciri yang unik pada citra yang akan dijadikan input pada tahap klarifikasi. Ekstraksi ciri yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan metode Gray-Level Co-Occurrance Matrix (GLCM). GLCM adalah matriks yang merepresentasikan hubungan ketetanggaan antar dua piksel dalam citra grayscale di berbagai arah orientasi dan jarak spasial. GLCM merupakan matriks berukuran n × n, dimana n adalah banyaknya level abu-abu yang dimiliki oleh citra grayscale.

Metode GLCM diawali dengan membentuk matriks kookurensi, yang berukuran L x L (L menyatakan banyaknya tingkat keabuan) dengan elemen matriks (i, j) yang merupakan distribusi probabilitas bersama dari pasangan tetangga pixel dengan jarak (berlaku overlap) dan sudut tertentu. Orientasi sudut pada GLCM ialah 0º, 45º, 90º, dan 135º. Ilustrasi orientasi sudut pada GLCM dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Orientasi Sudut pada GLCM (Aliefiya 2014).

Adapun langkah-langkah ekstraksi fitur menggunakan GLCM adalah sebagai berikut.

a. Menentukan area kerja matriks.

b. Menentukan jarak dan sudut antara piksel referensi dengan piksel tetangga. Jarak (𝑑) yang digunakan adalah 1 dan sudut (𝜃) yang digunakan adalah 0°, 45°, 90°, dan 135°.

c. Menghitung nilai kookurensi berdasarkan jarak dan sudut yang telah ditentukan.

d. Menjumlahkan matriks kookurensi dengan matriks transposenya agar matriks kookurensi menjadi simetris.

(26)

14

e. Normalisasi matriks kookurensi ke bentuk probabilitas dengan cara membagi masing-masing nilai kookurensi dengan jumlah semua nilai kookurensi yang ada pada matriks, sehingga hasil penjumlahan semua nilai pada matriks adalah 1.

f. Hitung ciri statistik orde dua yang diusulkan oleh Haralick. Ada 5 ciri yang digunakan, yaitu contrast, homogenity, energy, entropy, variance, dan correlation.

Contrast digunakan untuk mengukur variasi pasangan level keabuan dalam sebuah citra. Contrast dihitung dengan persamaan 2.4.

𝐶𝑜𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑡 = ∑𝑁−1𝑖=0𝑁−1𝑗=0 𝑃𝑖,𝑗(𝑖 − 𝑗)2 (2.4)

Homogenity atau Inverse Different Moment (IDM) digunakan untuk mengukur homogenitas citra dengan level keabuan sejenis. Homogenity dihitung dengan persamaan 2.5.:

𝐻𝑜𝑚𝑜𝑔𝑒𝑛𝑒𝑡𝑦 = ∑ ∑ 𝑃𝑖,𝑗

1+(𝑖−𝑗)2 𝑁−1𝑗=0

𝑁−1𝑖=0 (2.5)

Energy atau Angular Second Moment (ASM) digunakan untuk mengukur homogenitas sebuah citra. Energy dihitung dengan persamaan 2.6.

𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑦 = ∑𝑁−1𝑖=0𝑁−1𝑗=0 𝑃𝑖,𝑗2 (2.6)

Entropy digunakan untuk menghitung level ketidakteraturan citra. Entropy dihitung dengan persamaan 2.7.

𝐸𝑛𝑡𝑟𝑜𝑝𝑦 = ∑𝑁−1𝑖=0𝑁−1𝑗=0 𝑃𝑖,𝑗(− ln 𝑃𝑖,𝑗) (2.7)

Dissimilarity digunakan untuk menghitung nilai ketidakmiripan suatu tekstur.

Dissimilarity dihitung dengan persamaan 2.8.

𝐷𝑖𝑠𝑠𝑖𝑚𝑖𝑙𝑎𝑟𝑖𝑡𝑦 = ∑ 𝑝(𝑖, 𝑗)𝑖,𝑗 |𝑖 − 𝑗|𝑝(𝑖, 𝑗) (2.8)

g. Hasil dari penghitungan ciri statistik orde dua diubah ke dalam bentuk vektor, kemudian digunakan pada tahap selanjutnya.

(27)

2.5. Probabilistic Neural Network

Probabilistic Neural Network (PNN) berdasarkan pada metode teorema Bayes untuk probabilitas bersyarat dan metode Parzen untuk memperkirakan fungsi kepadatan probabilitas variabel acak. PNN pertama kali diperkenalkan oleh Specht pada tahun 1990 yang menunjukkan bagaimana Bayes Parzen Classifier bisa dipecah menjadi sejumlah besar dari proses sederhana dan diimplementasikan kedalam jaringan saraf multilayer (Shahana et al, 2016). Probabilistic Neural Network (PNN) dapat digunakan untuk masalah klasifikasi. PNN adalah feed-forward neural network dengan struktur yang kompleks. Lapisan pada PNN terdiri empat layer yaitu input layer, pattern layer, summation layer, dan output layer. Meskipun memiliki struktur yang kompleksi, PNN hanya memiliki satu parameter pelatihan yaitu smoothing parameter (σ) dari fungsi kepadatan probabilitas (PDF) yang digunakan untuk aktivasi neuron pada pattern layer.

Dengan demikian, proses pelatihan PNN semata-mata membutuhkan satu sinyal input- output yang lulus untuk dihitung. Namun, hanya nilai σ yang optimal yang memberikan kemungkinan kebenaran respon model dalam hal kemampuan generalisasi. Nilai σ harus diestimasi berdasarkan kinerja klasifikasi PNN yang biasanya dicapai dengan cara yang iteratif. (Kusy & Zajdel, 2014).

Keuntungan utama yang membedakan PNN dengan algoritma lain adalah proses pelatihan cepat, struktur parallel yang menyatu, menjamin dalam menemukan klasifikasi optimal sesuai dengan peningkatan perwakilan data pelatihan, dan proses pelatihan dapat ditambahkan atau dihapus tanpa melakukan pelatihan ulang. PNN belajar lebih cepat dari pada model jaringan saraf tiruan lain. Algoritma ini juga dapat dilihat sebagai supervised neural network yang mampu digunakan dalam masalah klasifikasi dan pengenalan pola (Mishra et al. 2013).

PNN merupakan tipe khusus dari radial basis neural network terutama dalam masalah klasifikasi. Seperi radial basis neural network, PNN menggunakan fungsi aktivasi dilapisan kedua yaitu hidden layer yang bertujuan untuk membuat local decision function yang berpusat pada sampel dari input layer. Setelah pelatihan, fungsi tersebut dijumlahkan pada summation layer. Hasil dari jumlah fungsi tersebut itu merupakan probabilitas. Sehingga probabilitas yang paling maximum masuk kedalam sebuah kelas yang spesifik. Neural network ini biasanya digunakan untuk masalah dengan dataset pelatihan berukuran kecil (Lotfi, 2014).

(28)

16

PNN memiliki beberapa layer, diantaranya yaitu input layer, radial basis layer, summation layer, dan output layer. Struktur dari jaringan PNN ini dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Arsitektur PNN (Lotfi & Benyettou 2015)

 Input Layer

Pada lapisan ini terdapat variabel vektor input yang akan dijadikan input kedalam jaringan. Nilai dari variabel ini merupakan hasil dari ekstraksi ciri dari setiap data yang diuji.

 Hidden Layer

Pada lapisan hidden layer dilakukan perhitungan kedekatan jarak antara vektor bobot dengan vektor input. Vektor bobot merupakan nilai dari data latih setiap kelasnya sedangkan vektor input merupakan nilai dari ekstraksi ciri data yang akan diuji. Proses yang terjadi pada lapisan ini menggunakan persamaan 2.9.

𝑊𝑖𝑗(𝑥) = 1

2𝜋𝑑2 𝜎𝑑𝑒𝑥𝑝 [−‖(𝑥−𝑥𝑖𝑗

2

2𝜎2 ] (2.9)

Dimana :

Wi j = gaussian kernel d = dimensi vektor x

σ = spread / smoothing parameter x = vektor pengujian

xi j = vektor pelatihan ke j dari kelas i

(29)

Tidak terdapat metode untuk menentukan nilai dari smoothing parameter sehingga digunakan teknik trial and error.

Summation Layer

Pada lapisan ini menghitung penjumlahan kemungkinan maksimum dari setiap i- neuron pada lapisan pattern layer dengan kelas yang sama dan dirata-ratakan dengan jumlah data uji masing-masing kelas. Proses yang terjadi dengan menggunkan persamaan 2.10.

𝑔𝑖(𝑥) = 1

2𝜋𝑑2𝜎𝑑 1

𝑁𝑖𝑁𝑗=1𝑖 𝑒𝑥𝑝[−‖(𝑥−𝑥𝑖𝑗

2

2𝜋2 ] (2.10)

Dimana :

𝑔𝑖(𝑥) = fungsi kepaatan probabilitas d = dimensi vektor x

σ = spread / smoothing parameter N = jumlah data latih pada kelas i x = vektor pengujian

xi j = vektor pelatihan ke j dari kelas i

 Output Layer

Pada lapisan terakhir ini dibandingkan nilai antara hasil dari dua kelas. Nilai probabilitas yang tertinggi maka akan dikelompokkan menjadi kelas tersebut.

Proses yang dilakukan pada lapisan ini dengan menggunakan persamaan 2.11.

𝐺𝑖(𝑥) = 𝑎𝑟𝑔𝑚𝑎𝑥{𝑔𝑖(𝑥)}, 𝑖 = 1,2, … , 𝑚 (2.11) Dimana :

Gi(x) = bayes’s decision

Pada proses training dilakukan langkah-langkah, dimana nilai bobot dari masing-masing neuron pada pattern layer akan terbentuk oleh vektor karakteriktik dari ekstraksi ciri pada masing-masing data pelatihan.

Pada proses testing, data uji yang digunakan akan masuk ke dalam pattern layer, proses tersebut dilakukan dengan menerapakan fungsi gausian kernel. Kemudian, masuk kelapisan summation layer dimana dilakukan penjumlahan hasil dari fungsi gaussian kernel yang dikelompokkan dari kelas yang sama kemudian dirata-ratakan dengan jumlah data uji dari masing-masing kelas. Pada tahap ini menggunakan fungsi

(30)

18

kepadatan probabilitas. Selanjutnya masuk kelapisan output layer, dimana layer ini akan mengambil nilai probabilitas yang tertinggi yang kemudian masuk kedalam kelas tersebut. Tahap ini menggunakan fungsi bayes’s decision.

2.6. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang identifikasi diabetic retinopathy telah dilakukan dengan beberapa metode. Pada tahun 2013, Dillak & Bintiri menggunakan jaringan saraf tiruan Backpropagation dalam mengidentifikasi diabetic retinopathy. Metode ekstraksi fitur yang digunakan adalah 3D-GLCM Projection. Eliminasi optic disc dilakukan pada citra retina untuk meningkatkan hasil akurasi. Data yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 150 citra. Adapun akurasi yang didapat pada penelitian ini adalah 95%.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Febriani (2014) yaitu identifikasi diabetic retinopathy Modified k-Nearest Neighbor didapat kesimpulan. Penggunaan metode Modified k-Nearest Neighbor(Mk-NN) dapat mengidentifikasi diabetic retinopathy melalui citra retina dengan akurasi 86,4%, sensitivity 91,6%, dan specificity 80%.

Tahapan sebelum sebelum identifikasi yaitu pemotongan citra, memperkecil ukuran citra (scaling), pembentukan citra green channel, peningkatan kualitas citra, proses pengolahan citra feature extraction menggunakan GLCM.

Pada penelitian berikutnya dilakukan oleh Purandare & Noronha (2016) melalui analisis fundus image untuk mengklasifikasi diabetic retinopathy. Pada tahap prepocessing, menggunakan adaptive histogram equiliazer (AHE) untuk menghilangkan bagian yang tidak sesuai dari background. Menggunakan 2-D gabor wavelet untuk segmentasi pada pembuluh darah. Pada tahap feature extraction menggunakan Gray Level co-Occurrence. SVM (Support Vector Machine) digunakan untuk mengklasifikasikan retina normal atau diabetic retnopathy. Akurasi yang dicapai sebesar 92,55 %.

Khosravanian & Ayat (2016) melalui penelitian kanker payudara menggunakan jaringan syaraf tiruan Probabilistic Neural Network dengan 699 kasus penelitian ini menghasilkan accuracy 99%, sensitivity 100%, specificity 98% Ini menyiratkan bahwa PNN memiliki tingkat keandalan yang dapat diterima dalam mengklasifikasikan kasus. Bahkan, PNN diimplementasikan dalam penelitian ini, karena kecepatannya dalam pemrosesan tinggi dan generalisasi yang baik, serta lebih

(31)

efisien daripada sistem saraf tiruan lainnya. Salah satunya alasan sensitivitas tinggi dan spesifisitas jaringan dalam penelitian ini dapat diperhitungkan dengan normalisasi input vektor dan pemilihan jaringan yang sesuai untuk tujuan fungsional penelitian.

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Tahun Metode Akurasi

1 Dillak &

Bintiri

Klasifikasi Citra Diabetic Retinopathy Menggunakan 3D- GLCM Projection

2013 3D-GLCM Projection Backpropagation Neural Network

95,83%

2 Febriani Identifikasi Diabetic Retinopathy Melalui Citra Retina Menggunakan

Modified K-Nearest Neighbor

2014 GLCM

Modified K- Nearest Neighbor

86,14%

3 Purandare

& Noronha

Hybrid System for Automatic

Classification of Diabetic Retinopathy using Fundus Image

2016 Adaptive Histogram

Equiliazer 2-D Gabor Wavalet Support Vector Machine

92,55%

4 Khosravian

& Ayat

Diagnosing Breast Cancer Type by Using Probabilistic Neural Network in Decision Support System

2016 Probabilistic Neural Network

99%

(32)

BAB 3

ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

Bab ini akan membahas tentang analisis dan perancangan dalam aplikasi identifikasi diabetic retinopahty melalui citra fundus retina. Tahap pertama yaitu analisis data yang digunakan, analisis terhadap tahapan pengolahan citra yang diterapkan, feature extraction, beserta implementasi metode probabilistic neural network dalam mengindetifikasi penyakit ini. Pada tahapan selanjutnya yaitu dilakukan perancangan tampilan antarmuka sistem yang akan dibangun.

3.1. Arsitektur Umum

Metode yang dilakukan untuk mengidentifikasi diabetic retinopathy terdapat beberapa tahapan yang digunakan. Tahapan-tahapan tersebut diawali dengan mengumpulkan data citra normal dan diabetic retinopathy yang akan digunakan untuk citra latih dan citra uji, tahap preprocessing yang terdiri dari resize yaitu mengubah ukuran citra menjadi ukuran 800x800, kemudian pembentukan green channel yang mendapatkan citra pembuluh darah dan struktur retina yang lebih jelas, perbaikan kualitas citra keabuan dengan cara meningkatkan kontras citra dengan metode contrast stretching.

Kemudian tahapan selanjutnya dilakukan ekstraksi ciri dari hasil segmentasi menggunakan Gray Level Oc-occurence Matrix (GLCM). Dan yang terakhir yaitu tahap klasifikasi menggunakan Probabilistic Neural Network. Setelah tahapan-tahapan tersebut dilakukan maka akan didapat hasil identifikasi diabetic retinopathy. Adapun arsitektur umum yang menggambarkan metode pada penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 3.1.

(33)

Gambar 3.1 Arsitektur Umum

3.2. Data yang digunakan

Data citra yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari basis data Methods for Evaluating Segmentation and Indexing techniques Dedicated to Retinal Ophtalmology (MESSIDOR). Messidor adalah program penelitian yang didanai oleh Kementerian Riset dan Pertahanan Prancis dalam program TECHNO-VISION 2004. Data citra yang akan digunakan dibagi menjadi dua dataset, yaitu untuk dataset pelatihan dan dataset pengujian untuk mengetahui berapa akurasi dari proses pengidentifikasian. Seluruh data berjumlah 1025 citra, dimana pembagian data ditunjukan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Pembagian citra yang digunakan dalam penelitian

No Klasifikasi Jumlah Data

1 Normal 470

2 Diabetic Retinopathy 555

Citra yang telah dikumpulkan kemudian dibagi menjadi dua dataset, yakni:

traning dataset atau dataset pelatihan yang akan digunkan sebgai pebanding dalam klasifikasi dan testing dataset atau dataset pengujian yang digunakan untuk mengetahui akurasi dari proses klarisifikasi. Dataset pelatihan berjumlah 80% dari data keseluruhan san dataset pengujian berjumlah 20% dari data keseluruhan. Pembagian seluruh citra menjadi dataset pelatihan dan dataset pengujian dilakukan secara acak. Detail pembagina dataset dapat dilihat pada Tabel 3.2.

(34)

22

Tabel 3.2 Pembagian citra data training dan testing

No Klasifikasi Training Testing Jumlah Data

1 Normal 376 94 470

2 Diabetic Retinopathy 444 111 555

Contoh citra yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Citra Retina Normal

Gambar 3.3. Citra Retina Diabetic Retinopathy

Pada Gambar 3.2 dapat kita lihat citra retina yang normal dengan keadaan baik, tidak memiliki gejala-gejala diabetic retinopathy. Sedangkan pada Gambar 3.3 citra tersebut terlihat gejala dengan munculnya titik-titik pada pembuluh darah (mikroaneurisma), bocornya pembuluh darah, muculnya bercak kuning berupa lipid (eksudat) yang menunjukkan terkena diabetic retinopathy

(35)

3.3. Preprocessing

Pada tahap preprocessing, data terlebih dahulu diproses melalui beberapa tahap agar dapat digunakan dalam tahap selanjutnya. Citra retina diolah agar diekstraksi dengan menghasilkan ciri baik. Adapun tahapan preprocessing terdiri dari resize, pembentukan citra green channel, dan peningkatan kualitas citra.

3.3.1. Resize

Pada tahap awal proses preprocessing dilakukan resizing untuk mengubah ukuran citra dengan memperkecil ukuran citra pada arah horizontal dan vertikal menjadi ukuran 800 x 800 piksel. Hal ini bertujuan untuk menyeragamkan ukuran dari masing-masing citra yang digunakan selama proses training dan testing. Citra hasil resize dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4. Citra Retina Hasil Resize

3.3.2. Green Channel

Citra retina yang digunakan merupakan citra RGB. Tahap awal kedua dalam pengolahan citra yaitu green channel. Green channel dipilih karena menghasilkan citra pembuluh darah dan struktur retibna yang lebih jelas dibandingkan channel lainnya yaitu red channel dan blue channe. Gambar hasil green channel dapat dilihat pada perbandingan antara hasil dari ketiga channel pada gambar 3.5.

(36)

24

(a) (b) (c) Gambar 3.5. Perbandingan hasil channel

(a) Citra retina Red Channel

(b) Citra Retina Green Channel (c) Citra retina Blue Channel

Pada Gambar3.5.(a) terlihat bahwa red channel menghasilkan citra yang lebih terang sehingga pembuluh darah sehingga pembuluh darah dan struktur retina tidak jelas. Gambar 3.5. (b) terlihat bahwa green channel menghasilkan citra dengan pembuluh darah dan sturuktur retina yang jelas dengan komposisi saturasi yang tepat sedangkan Gambar 3.5 (c) blue channel menghasilkan citra yang terlalu gelap sehingga struktur retina dan pembuluh darah tidak terlihat jelas juga sama halnya dengan red channel. Dari hasil ketiga channel citra, maka penulis menggunakan green channel sebagai tahap preprocessing. Adapun hasil green channel dari Gambar 3.4 sebelumnya dapat dilihat pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6. Gambar hasil proses green channel

(37)

3.3.3. Peningkatan Kualitas Citra

Selanjutnya citra yang telah diproses pada tahap sebelumnya yaitu green channel akan diproses menjadi contrast stretching. Tahapan ini ialah untuk mengatur kontras citra sehingga didapatkan fitur-fitur pada citra dapat dilihat lebih baik dan jelas. Citra hasil proses contrast stretching ditunjukkan pada Gambar 3.7.

Gambar 3.7. Citra hasil proses Contrast Stretching

3.4. Feature Extraction

Setelah dilakukan perbaikan citra retina maka tahap selanjutkannya ialah feature extraction menggunakan Gray Level Co-Occurence Matrix (GLCM). Bagian citra yang digunakan dalam perhitungan matriks kookurensi hanya bagian retina. Untuk mengambil bagian retina pada citra, digunakanlah konsep masking. Masking merupakan citra biner yang digunkan untuk mengambil bagian tertentu dalam sebuah citra tergantung nilai piksel yang dimiliki oleh nilai biner tersebut. Masking yang digunakan ditunjukkan pada Gambar 3.8.

Gambar 3.8. Citra Masking

(38)

26

Perhitungan matriks kookurensi dilakukan dengan cara menghitung nilai piksel referensi dengan piksel tetangga di citra retina pada citra masking. Dilakukannya konsep masking agar nilai pada piksel referensi dan piksel tetangga dari background citra retina bernilai 0 atau hitam, maka piksel referensi dan piksel tetangga pada citra retina tidak dapat diperhitungkan dalam perhitungan matriks kookurensi.

Adapun langkah-langkah feature extraction menggunakan GLCM adalah sebagai berikut:

1. Menentukan nilai gray level untuk membentuk matriks framework. Gray level yang digunakan adalah 256.

2. Menentukan jarak dan sudut antara piksel referensi dengan piksel tetangga. Jarak (𝑑) yang digunakan adalah 1 dan sudut (𝜃) yang digunakan adalah 0°, 45°, 90°, dan 135°.

3. Menghitung nilai kookurensi berdasarkan jarak dan sudut yang telah ditentukan.

4. Menjumlahkan matriks kookurensi dengan matriks transposenya agar matriks kookurensi menjadi simetris.

5. Normalisasi matriks kookurensi ke bentuk probabilitas dengan cara membagi masing-masing nilai kookurensi dengan jumlah semua nilai kookurensi yang ada pada matriks, sehingga hasil penjumlahan semua nilai pada matriks adalah 1.

6. Hitung ciri statistik orde dua yang diusulkan oleh Haralick. Ada 5 ciri yang digunakan pada penelitian ini, yaitu contrast, homogenity, energy, dan dissimiliarity.

Karena terdapat empat matriks GLCM dimana masing-masing dari matriks tersebut menhasilkan 5 ciri, maka keseluruhan terdapat 20 fitur yang akan digunakan pada tahapan selanjutnya yaitu sebagai input pada tahap pembelajaran dengan metode Probabilisitic Neural Network. Contoh nilai fitur dari citra retina pada Gambar 3.7 ditunjukkan pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4. Hasil nilai feature extraction GLCM

No Fitur Arah Nilai Fitur

1 Contrast 0° 28,336232790989

2 Contrast 45° 38,478492358251

3 Contrast 90° 28,605467772215

(39)

Tabel 3.4. Hasil nilai feature extraction GLCM (lanjutan)

4 Contrast 135° 39,828874014921

5 Homogeneity 0° 0,333285421472

6 Homogeneity 45° 0,310634847895

7 Homogeneity 90° 0,330938031003

8 Homogeneity 135° 0,310635087345

9 Entropy 0° 6,558556719363

10 Entropy 45° 6,558556719363

11 Entropy 90° 6,568633453131

12 Entropy 135° 6,657496878819

13 Energy 0° 0,013472538352

14 Energy 45° 0,012757458086

15 Energy 90° 0,013373666261

16 Energy 135° 0,012755456307

17 Dissimiliarity 0° 3,527027534418

18 Dissimiliarity 45° 4,010886574426

19 Dissimiliarity 90° 3,572614205256

20 Dissimiliarity 135° 4,027927587833

3.5. Classification

Tahap selanjutnya setelah didapatkan nilai ekstrasi ciri yaitu identification dengan menggunakan metode Probabilistic Neural Netwok (PNN). Tahapan pada metode ini dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap pelatihan dan tahap pengujian. Pada tahap pelatihan akan digunakan nilai feature extraction dari beberapa data latih yang sudah disimpan. Sedangkan pada tahap pengujian nilai feature extraction dari data uji akan masuk ke dalam pattern layer kemudian ke summation layer dan nilai probability yang paling tertinggi akan dikelompokkan kedalam kelas tersebut.

Nilai hasil ektraksi fitur dari setiap data pelatihan akan dijadikan sebagai input pada proses pengujian. Kemudian semua nilai tersebut akan disimpan kedalam matriks N yang merupakan hasil transpose dari matriks N × X, dimana N merupakan data latih dan X adalah vektor pelatihan. Pada penelitian ini data latih seluruh citra sebanyak 180,

(40)

28

dengan pembagian normal sebanyak 80 citra dan diabetic retinopathy sebanyak 100 citra sedangkan data uji seluruhnya sebanyak 45 dengan pembagian 20 citra normal dan 25 citra diabetic retinopathy.

Proses pelatihan pada metode PNN terdiri dari langkah unik, yaitu menyimpan bobot masing-masing pada pada pattern layer yang terbentuk oleh vektor hasil dari ekstraksi ciri dari masing-masing data pelatihan. Proses pengujian pada metode PNN terdiri dari beberapa langkah diantaranya yaitu:

1. Input layer : masukkan data pengujian dengan nilai ekstraksi ciri GLCM dari data uji tersebut.

2. Hidden layer : data uji akan dihitung jarak kedekatannya dengan data latih yang tersimpan didalam file Data.txt dengan menerapkan fungsi gaussian kernel. Proses ini dilakukan dengan persamaan 3.1.

𝑊𝑖𝑗(𝑥) = 1

2𝜋𝑑2 𝜎𝑑𝑒𝑥𝑝 [−‖(𝑥 − 𝑥𝑖𝑗2 2𝜎2 ] Dimana:

Wi j = gaussian kernel d = dimensi vektor x

σ = spread / smoothing parameter x = vektor pengujian

xi j = vektor pelatihan ke j dari kelas i

3. Summation layer : selanjutnya akan dijumlahkan hasil dari fungsi gaussian kernel dengan kelas yang sama kemudian dirata-ratakan dengan jumlah data uji sesuai dengan kelas masing-masing. Tujuan dari proses ini yaitu mencari probabilitas masing-masing kelas. Proses ini dilakukan dengan Persamaan 2.9 dan hasil perhitungan yang dilakukan pada Gambar 3.6 dapat dilihat pada tabel 3.5.

Tabel 3.5. Nilai Probabilitas masing-masing kelas

No Citra Retina Nilai Probabilitas

1 Diabetic Retinopathy 0,999761458151

2 Normal 0,000238541849

(41)

4. Output layer : Nilai probabilitas tertinggi akan msuk ke dalam kelas tersebut.

Dilihat pada Tabel 3.—Nilai probabilitas tertinggi yaitu pada kelas diabetic retinopathy dengan nilai sebesar 0,994831018139, maka dari itu hasil dari identifikasi adalah diabetic retinopathy.

3.6. Output

Hasil dari proses penelitian ini adalah identifikasi terhadap citra fundus retina yang normal dan diabetic retinopathy.

3.7. Perancangan Sistem

Pada tahapan perancangan sistem ini akan dijelaskan tentang perancangan menu sistem dan perancangan antarmuka aplikasi identifikasi diabetic retinopathy melalui citra fundus. Perancangan ini bertujuan agar pengguna dapat mudah menjalankan aplikasi.

3.7.1. Perancangan Menu Sistem

Struktur menu pada sistem akan ditunjukkan pada Gambar

Gambar 3.9. Struktur Menu Sistem Output Halaman

Awal

Keluar Testing Data Traning

Data

Proses Input Data

(42)

30

3.7.2. Perancangan Tampilan Antarmuka Sistem

Perancangan antarmuka merupakan gambaran umum tentang tampilan yang terdapat pada sistem.

1. Rancangan Tampilan Home

Gambar 3.10. Rancangan tampilan Home

Keterangan :

a. Gambar yang akan digunakan adalah logo Universitas Sumatera Utara b. Tombol “Training” akan menghubungkan pengguna untuk masuk ke

halaman proses data latih.

c. Tombol “Testing” akan menghubungkan pengguna untuk masuk ke halaman proses data uji.

d. Tombol “Exit” akan memungkinkan pengguna untuk keluar dari sistem.

(43)

2. Rancangan Tampilan Training

Gambar 3.11. Rancangan tampilan training sistem Keterangan :

a. Tombol “Browse” akan menampilkan kotak dialog yang digunakan memilih citra yang akan dilatih.

b. Panel “Input Image” menampilkan citra latih yang telah diplih oleh user.

c. Panel “Green Channel” sebagai hasil green channel dari citra yang telah dipilih.

d. Panel “Contrast Stretch” sebagai hasil contrast stretching dari citra grayscale.

e. Panel “Feature Extraction” untuk menampilkan ektraksi fitur dari citra yang telah dipilih.

f. Panel “Classification” yang terdapat radion button untuk memilih jenis kategori citra yaitu: Normal dan Diabetic Retinopathy berdasarkan citra latih yang telah dipilih sebelumnya.

g. Tombol “Save” yang digunakan untuk menyimpan hasil training.

h. Tombol “Reset” digunakan untuk menghapus citra yang dipilih.

(44)

32

3. Rancangan Tampilan Testing

Gambar 3.12. Rancangan tampilan testing sistem Keterangan:

a. Tombol “Browse” akan menampilkan kotak dialog yang digunakan untuk memilih citra yang akan diuji untuk mengetahui identifikasinya.

b. Panel “Input Image” menampilkan citra yang telah dipilih oleh user.

c. Panel “Green Channel” menampilkan gambar sebagai hasil green channel dari citra yang telah dipilih.

d. Panel “Contrast Stretch” menampilkan gambar sebagai hasil contrast stretching dari citra green channel.

e. Panel “Feature Extraction” untuk menampilkan nilai ekstraksi fitur dari citra yang telah melakukan proses preprocessing.

f. Panel “Probability” untuk menampilkan nilai probabilitas dari hasil metode PNN

g. Panel “Result” menampilakan output hasil klasifikasi citra yang sedang diuji.

(45)

BAB 4

IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

Bab ini berisi implementasi dan pengujian aplikasi berdasarkan analisis dan perancangan aplikasi yang telah dibahas pada bab sebelumnya. Pada tahap ini bertujuan untuk menampilkan hasil perancangan aplikasi yang telah dibangun dan proses pengujian aplikasi dalam melakukan identifikasi penyakit diabetic retinopathy.

4.1. Implementasi Sistem

Pada tahap implementasi sistem, identifikasi diabetic retinopathy melalui citra fundus menggunakan Gray Level Co-Occurance dan Probabilistic Neural Network memerlukan perangkat keras dan perangkat lunak.

4.1.1. Spesifikasi Perangkat yang digunakan

1. Processor Intel® Core™ i3-4030 CPU @ 1.90GHz 2. Kapasitas hard disk 500 MB.

3. RAM yang digunakan 6,00 GB.

4. Sistem operasi yang digunakan Windows 10 Pro 64bit.

5. Netbeans IDE 8.2.

4.1.2. Implementasi Data

Data yang dimasukkan kedalam sistem adalah citra yang bersumber dari Methods for Evaluating Segmentation and Indexing techniques Dedicated to Retinal Ophtalmology (MESSIDOR). Data tersebut dipilih dan dibagi menjadi dua kategori yaitu normal dan diabetic retinopathy (DR). Rangkuman data dapat dilihat pada Tabel 4.1.

(46)

34

Tabel 4.1. Rangkuman data citra retina

No Nama Citra Gambar Citra Normal DR

1 img_n_21

2 img_n_22

3 img_n_23

4 img_n_24

5 img_n_25

6 img_n_26

(47)

Tabel 4.1. Rangkuman data citra retina (lanjutan)

7 img_n_27

8 img_n_28

9 img_n_29

10 img_n_30

11 img_n_31 ✓

12 img_n_33 ✓

13 img_n_37 ✓

(48)

36

Tabel 4.1. Rangkuman data citra retina (lanjutan)

14 img_n_40

15 img_n_47 ✓

... ... ... ... ...

215 img_dr_26

216 img_dr_27

217 img_dr_28

218 img_dr_29

(49)

Tabel 4.1. Rangkuman data citra retina (lanjutan)

219 img_dr_30

220 img_dr_31

221 img_dr_32

222 img_dr_33

223 img_dr_34

224 img_dr_35

225 img_dr_36

(50)

38

4.1.3. Implementasi Perancangan Antarmuka

Implementasi perancangan antarmuka berdasarkan rancangan sistem yang telah dibahas di Bab 3 adalah sebagai berikut:

1. Halaman Utama

Halaman utama merupakan tampilan awal saat sistem pertama kali dijalankan. Pada halaman utama hanya terdapat tiga button yaitu button training, testing, dan exit. Yang jika diklik akan langsung menuju halaman diinginkan pengguna baik itu testing, training dan button exit untuk keluar dari sistem. Tampilan halaman utama dapat dilihat pada gambar 4.1.

Gambar 4.1. Tampilan Home 2. Halaman Training

Pada saat memilih button training pada halaman utama maka aplikasi ini akan menampilkan halaman training. Pengguna dapat melakukan proses latih data citra sendiri dengan memilih citra fundus yang ingin dilatih dengan mengklik button Browse. Kemudian pilih citra yang diinput sebagai citra latih. Setelah itu citra yang dipilih akan diproses sampai ekstrasi ciri lalu klik tombol Save untuk menyimpan hasil proses citra yang dilatih. Halaman training dapat dilihat pada Gambar 4.2.

(51)

Gambar 4.2. Halaman Training 3. Halaman Testing

Pada saat mengklik tombol testing pada halaman utama maka sistem ini akan menampilkan halaman testing. Pengguna dapat melakukan proses uji data citra dengan memilih cintra fundus retina yang akan diuji dengan mengklik tombol Browse. Sistem akan langsung melakukan proses uji makan hasil dari identifikasi citra akan muncul di panel Result. Halaman testing dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3. Halaman Testing

Gambar

Gambar 2.2. Orientasi Sudut pada GLCM (Aliefiya 2014).
Gambar 2.3. Arsitektur PNN (Lotfi & Benyettou 2015)
Gambar 3.1 Arsitektur Umum
Tabel 3.2 Pembagian citra data training dan testing
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu juga bila dikaitkan dengan sistem hukum pada negara asal apakah akan memengaruhi manajemen laba yang dilakukan meskipun perusahaan tersebut terdaftar di pasar

Adsorben bentonit yang ditambahkan pada pemurnian minyak hasil samping industri pengalengan ikan lemuru pada konsentrasi bentonit 6% menghasilkan kadar asam lemak bebas

Berdasarkan data bivariat diperoleh hasil ada hubungan antara riwayat keluarga dengan kejadian disminorhea primer dengan p value = 0,027 OR 3,986 dan tidak ada hubungan

Kerjasama yang dilaksanakan harus meliputi kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan akademik (Tri Dharma Perguruan Tinggi) dan non- akademik dalam rangka pencapaian

2009 Implementasi Model Pembelajaran M – APOS Pada Mata Kuliah Struktur Aljabar I Untuk Meningkatkan Daya Matematik Mahasiswa (Penelitian Tindakan Kelas Di Jurusan Pendidikan

Sementara itu, Deputy CEO Huawei Indonesia Sun Xi Wei mengungkapkan, uji coba Massive IoT yang didukung teknologi LPWA NB-IoT dari Huawei merupakan sebuah terobosan besar yang akan

.Tika tidak lulus ujian, maka biaya tidak sedikit.. .lika luttts

Museum Serawak. Kandungan hukum Kanun Brunei ini jelas mencakup bidang yang luas dalam pelaksanaan hukum syara’, termasuk hukum hudud dan qishas. Hukum Kanun Brunei