Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran employee engagement pada karyawan bagian inspecting Pabrik “X” di Bandung. Populasi penelitian ini adalah karyawan bagian inspecting yang berjumlah 32 orang.
Untuk memperoleh gambaran employee engagement, digunakan alat ukur Employee Engagement yang dibuat oleh peneliti berdasarkan teori Macey, Schneider, Barbera, &Young (2009) yang terdiri dari 31 item yang sudah valid antara 0,326- 0,775 dan reliabilitas sebesar 0,91. Data yang diperoleh diolah menggunakan uji korelasi Spearman dengan program SPSS 19.00.
Berdasarkan hasil pengolahan data secara statistik terhadap 32 karyawan bagian inspecting Pabrik “X”, terdapat 84,37% (27 karyawan) yang non-engage .dan 15,63% (5 karyawan) yang engage terhadap pihak pabrik.
Simpulan yang dipeeroleh adalah karyawan bagian inspecting Pabrik “X” di Bandung memiliki employee engagement yang tergolong rendah. Aspek dari feeling of engagement dan engagement behavior menjadi penentu dari gambaran employee engagement yang diperoleh.
Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT
This research has been conducted with the purpose to obtain a description of employee engagement on the employees of the inspecting department of “X” Factory in Bandung. The population of this research is the inspecting department employees amounting to 32 persons.
To obtain employee engagement description, we use Employee Engagement measurement tools devised by researcher based on The Macey theory, Schneider, Barbera, & Young (2009) consisting of 31 valid items between 0,326- 0,775 validation and 0,91 reliability. The acquired data is processed using The Spearman Rank Correlation test, programme SPSS 19.0 with 0,326- 0,775 for validation.
According to the results of data processing of the 32 employees of the inspecting department Factory “X”, statistically, 84,37% (27 employees) are non-engaged and 15,63% (5 employees) are non-engaged to the factory.
Based on this results, we can conclude that the employees of the inspecting department Factory “X” has a low employee engagement. The aspects of the feeling of engagement and the engagement behavior become the decisive factors for the acquires employee engagement description.
The researcher suggests that a correlation research be conducted on the aspects of employee engagement of the inspecting department employees of Factory “X”.
iv
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan
Kata Pengantar ……… ....i
Daftar Isi ……….... iv
Daftar Bagan………... 1.5.1 Bagan Kerangka Pikir ………...16
3.2.2 Bagan Rancangan Penelitian……….………...35
Daftar Tabel Tabel Kisi – Kisi Alat Ukur ………..38
Sistem Penilaian………..… 39
Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Usia………44
Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin………..45
Tabel Gambaran Hasil Penelitian………...45
Tabel Derajat Feeling of engagement………45
Tabel Derajat Engagement Behavior……….46
v
Universitas Kristen Maranatha
Tabel Tabulasi Silang Employee Engagement dengan
Feeling of Urgency...48
Tabel Tabulasi Silang Employee Engagement dengan
Feeling of Being focused………48
Tabel Tabulasi Silang Employee Engagement dengan Feeling of Intensity……..49
Tabel Tabulasi Silang Employee Engagement dengan Feeling of Enthusiasm….50
Tabel Tabulasi Silang Employee Engagement dengan Persistence………...50
Tabel Tabulasi Silang Employee Engagement dengan Proaktif………51
Tabel Tabulasi Silang Employee Engagement dengan Role Expansion…………52
Tabel Tabulasi Silang Employee Engagement dengan Adaptability………..52
Tabel Tabulasi Silang Feeling of Engagement dengan Engagement Behavior….53
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah ………...1
1.2Identifikasi Masalah ………...8
1.3Maksud dan Tujuan Penelitian ………...
1.3.1 Maksud Penelitian ………...8 1.3.2 Tujuan Penelitian ………8
1.4Kegunaan Penelitian
vi
Universitas Kristen Maranatha
1.4.2 Kegunaan Praktis ………...….9
1.5Kerangka Penelitian ………...……… 10
1.6Asumsi Penelitian ………..17
1.7Hipotesis Penelitian………18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Employee Engagement ………..19
2.1.1 Pengertian Employee Engagement ………....19
2.1.2 Faktor yang memengaruhi Employee Engagement ………22
2.1.3 Aspek-aspek Employee Engagement ………25
2.2Penelitian yang Relevan ………....32
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1Rancangan dan Prosedur Penelitian ………..…....34
3.2Bagan Rancangan Penelitian………..…35
3.3Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ……… 3.3.1 Variabel Penelitian ……….…..35
3.3.2 Definisi Operasional ……….35
3.4Alat Ukur 3.4.1 Alat Ukur Employee Engagement ………....37
3.4.2 Sistem Penilaian ………...38
3.4.3 Data Penunjang ………40
vii
Universitas Kristen Maranatha
3.5.2 Reliabilitas Alat Ukur ………...41
3.6Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ………. 3.6.1 Populasi Sasaran………42
3,6,2 Karakteristik Populasi ………..42
3.7 Teknik Analisis Data ………42
BAB IV PEMBAHASAN………..44
4.1 Gambaran Umum Responden………..44
4.1.1 Usia………44
4.1.2 Jenis Kelamin……….45
4.2 Hasil Penelitian………45
4.2.1 Derajat Feeling of Engagement...45
4.2.2 Derajat Engagement Behavior...46
4.2.3 Tabulasi Silang antara Employee Engagement dengan Feeling of Engagement ...46
4.2.4 Tabulasi Silang antara Employee Engagement dengan Engagement Behavior...47
4.2.5 Tabulasi silang Employee Engagement dengan Aspek Feeling of engagement ………...47
viii
Universitas Kristen Maranatha
4.2.7 Tabulasi silang antara Feeling of engagement dan
Engagement Behavior………53
4.3 Pembahasan………..53
BAB V SIMPULAN DAN SARAN………..58
5.1Simpulan………58
5.2Saran………...59
DAFTAR PUSTAKA ……….……ix
DAFTAR RUJUKAN……….x
LAMPIRAN ……….
LAMPIRAN I Profil Pabrik “X”………
LAMPIRAN II Kuesioner Employee Engagement..………
LAMPIRAN III Uji Validitas dan Reliabilitas……….
LAMPIRAN IV Data Mentah Hasil Penelitian……….
LAMPIRAN V Tabulasi Silang Data Utama dan Data Penunjang………
LAMPIRAN VI Kuesioner Data Penunjang………..
1 Universitas Kristen Maranatha BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, industri tekstil di Indonesia menghadapi banyak tekanan
terlihat dari adanya pemberlakuan perjanjian perdagangan bebas antara Indonesia
dengan negara-negara lain dan munculnya industtri-industri tekstil baru dari
dalam maupun luar negeri.(www.antaranews.com). Industri tekstil merupakan
salah satu sektor industri yang memberi kontribusi cukup besar terhadap
perekonomian nasional, diantaranya sebagai penyumbang devisa ekspor
non-migas dan penyerap tenaga kerja. Hingga hari ini, baik industri tekstil maupun
garmen, tetap memperlihatkan adanya pertumbuhan walaupun tingkatnya
tergolong lamban.(www.kemenprin.go.id).
Tekanan lain yang dihadapi oleh pabrik tekstil di Bandung adalah
penolakan pembangunan pabrik tekstil (TPT) karena dianggap mencemari
lingkungan sekitarnya dengan limbah yang dihasilkan oleh pabrik tekstil tersebut.
Beberapa investor tidak diijinkan membangun pabrik tekstil dan pabrik yang
sudah ada dikabarkan akan segera menutup pabriknya. Pemerintah Kota Bandung
memprediksikan bahwa tahun 2015 akan banyak pabrik tekstil yang tidak akan
beroperasi lagi.(http://www.jabarprov.go.id/) .
Berbeda halnya dengan salah satu pabrik tekstil di Bandung yang sudah
2
Universitas Kristen Maranatha
yang terletak di Bandung ini termasuk pabrik tekstil yang memerhatikan
lingkungannya. Hal ini terlihat dari lingkungan pabrik yang asri, yang masih
ditumbuhi banyak pohon di lingkungan sekitar pabrik sebagai usaha untuk
mengurangi pencemaran udara. Selain itu juga berdasarkan wawancara dengan
general manager Pabrik “X”, mereka memiliki pengolahan limbah yang baik
dibandingkan dengan pabrik lain di sekitarnya. Dapat dilihat dari tidak adanya
asap bekas mesin pabrik yang mencemari lingkungan.
Bertahannya Pabrik “X” sebagai industri tekstil khususnya di kota
Bandung, karena Pabrik “X” tetap menjaga kepuasan konsumennya melalui
kualitas dan jenis kain tenun yang dihasilkan. Pabrik “X” memroduksi beberapa
jenis kain seperti kain Polyester, katun, kain arsi (rayon katun), Teteron Rayon,
Carbon Yang (kain khusus yang diimpor ke Jepang) diolah dari bahan mentah
berupa benang dan selanjutnya akan diekspor ke negara-negara seperti Amerika,
Jepang, Eropa, dan Cina. Selain itu, Pabrik “X” juga menjual hasil produksinya ke
pasar lokal. Berdasarkan hasil wawancara dengan general manager Pabrik “X”
diperoleh informasi bahwa diantara pabrik-pabik tekstil yang ada di Bandung
hanya Pabrik “X” menghasilkan produksi kain yang berbeda dari kain yang
dihasilkan oleh pabrik tekstil lain yaitu kain 2 lapis. Seluruh hasil produksi yang
dihasilkan tentu saja tidak lepas dari peran dan kerja sama dari seluruh
3
Universitas Kristen Maranatha
Pabrik “X” memiliki karyawan bagian produksi yang berjumlah sekitar
200 orang dan terbagi ke dalam lima bagian. Kelima bagian produksi tersebut
adalah bagian warping (bagian yang memersiapkan benang), sizing (memberikan
zat kimia/ obat untuk benang), reaching (pengkanjian/ perapihan benang),
weaving (pengolahan benang sampai menjadi kain utuh), inspecting (pemeriksaan
kain sebelum dikirim pada konsumen) dan semua bagian merupakan bagian yang
saling berhubungan satu sama lain. Bagian inspecting adalah proses terakhir yang
merupakan ujung muara dari seluruh kegiatan produksi dari bagian warping,
sizing, reaching, dan weaving. Berbeda dengan karyawan bagian produksi lainnya
yang lebih banyak menggunakan mesin tenun ataupun mesin pemintal benang,
karyawan bagian inspecting harus mencurahkan seluruh perhatiannya saat
memeriksa dan memperbaiki cacat kain karena mesin yang digunakan hanya
sebagai alat bantu sehingga dibutuhkan keterlibatan lebih mendalam baik secara
psikis dan emosi saat bekerja.
Karyawan bagian inspecting di Pabrik “X” ini berjumlah 32 orang, yang
memiliki tugas melakukan pemeriksaan kain, memberikan poin/ grade jumlah
cacat kain/ meter (dalam ukuran meter), dan memutuskan kain akan dikirim lokal
atau ekspor berdasarkan hasil pemberian grade tersebut. Mereka juga yang akan
menentukan apakah kain masih bisa digunakan atau harus dibuang. Jadi,
karyawan inspecting ini secara langsung bertanggungjawab penuh terhadap hasil
kain, termasuk jumlah kain/ meter yang dikirimkan kepada konsumen.
Bagaimana perusahaan memerlakukan karyawan akan berpengaruh
4
Universitas Kristen Maranatha engagement adalah totalitas karyawan saat bekerja berkaitan dengan keterlibatan
secara psikis yang kemudian ditampilkan dalam bentuk perilaku. Terdapat empat
faktor yang membangun employee engagement yaitu capacity to engage,
motivation to engage, freedom to engage, and know how to engage. Employee
engagement yang terbentuk pada karyawan akan turut mewarnai kinerja dan
produktivitas karyawan. Kinerja dan produktivitas karyawan akan meningkat bila
usaha karyawan untuk terlibat dalam proses manajemen dihargai perusahaan dan
perusahaan memperlakukan karyawan dengan layak. (Macey, Schneider, Barbera,
&Young, 2009).
Berdasarkan penelitian Solomon Markos pada tahun 2010, karyawan yang
memiliki keterkatitan secara emosional (engage) pada perusahaan akan
melekatkan diri pada perusahaan dan akan terlibat dalam pekerjaan dengan
antusias yang tinggi, bekerja lebih untuk perusahaan tersebut demi tercapainya
kesuksesan perusahaan (Solomon, 2010). Karyawan yang engage terhadap
perusahaan akan menciptakan perusahaan yang lebih produktif dan akan
meningkatkan keuntungan perusahaan (Corporate Leadership Council, 2004).
Lingkungan kerja pun menjadi faktor untuk membangun keterikatan karyawan
(employee engagement) yang berdampak pada meningkatnya kinerja dan
produktivitas perusahaan. (Macey, Schneider, Barbera, &Young, 2009).
Berdasarkan hasil wawancara terhadap general manager Pabrik “X”,
pabrik tempat mereka bekerja adalah pabrik sudah memperhatikan kesejahteraan
karyawannya. Seperti contoh, pabrik sudah memberikan fasilitas yang memadai
5
Universitas Kristen Maranatha
fasilitas sosial yang disediakan seperti adanya antar jemput karyawan. Pabrik juga
menjamin keselamatan kerja dengan memberikan jaminan kecelakaan kerja,
berupa tunjangan pada karyawan yang mengalami kecelakaan kerja.
Dari hasil wawancara tersebut juga diperoleh informasi pabrik sudah
memenuhi kewajibannya dalam memberikan upah sesuai dengan UMR dan
memberikan Tunjangan Hari Raya. Selain itu, Pabrik “X” memberikan uang
lembur, khususnya untuk karyawan bagian produksi karena mereka berkerja 8
jam/ hari. Karyawan bagian inspecting juga mendapatkan feedback dari kepala
bagian mereka masing-masing mengenai cara kerja mereka dan kepala bagian
tersebut mengomunikasikan secara langsung pada karyawan bagian produksi yang
bersangkutan.
Pihak pabrik memberikan pembekalan berupa pelatihan bagi karyawan
bagian produksi yang baru masuk. Peran kepala bagian dirasakan sangat penting
oleh karyawan dikarenakan kepala bagian tersebut memberikan pendampingan
penuh selama mereka melakukan pelatihan dan selama bekerja. Komunikasi
antara atasan dan bawahan pun terjadi dengan lancar. Pihak pabrik mengadakan
pertemuan antara karyawan dengan atasan sekali dalam seminggu, dalam
pertemuan tersebut karyawan dapat mengutarakan pendapat, keluhan/ masalah
pekerjaan dan diadakan diskusi untuk membahas masalah tersebut.
Menurut general manager Pabrik “X”, terdapat 70% karyawan bagian
inspecting sudah bekerja sesuai dengan prosedur yang ditetapkan pihak pabrik dan
6
Universitas Kristen Maranatha
bekerja mencapai target produksi yang ditetapkan oleh perusahaan. Hal tersebut
dibuktikan dengan adanya peningkatan jumlah kain/ meter yang dihasilkan oleh
karyawan bagian inspecting. Menurut general manager juga karyawan bagian
inspecting bekerja secara total terlihat dari hasil kerja dan tanggung jawab
terhadap pekerjaan mereka. Sebgian karyawan bagian inspecting sudah bekerja
bertahun- tahun dan memberikan kontribusi pada perusahaan yang terlihat dari
tercapainya target produksi per orang dengan hasil kain yang rapi. Selain itu
tingkat turn over di pabrik ini cukup rendah, sekitar 7% per tahunnya. Menurut
data yang diperoleh dari general manager dan kepala bagian inspecting, karyawan
bagian inspecting tidak bekerja lagi dengan alasan sudah berkeluarga.
Berdasarkan hasil wawancara dengan 5 orang karyawan bagian inspecting,
terdapat 40% (2 orang) karyawan yang merasa kurang dapat mengembangkan diri
dalam pekerjaan dan bekerja sekedarnya saja. Menurut mereka, pekerjaan di
bagian inspecting dirasakan monoton, kurang ada variasi yang dapat memberikan
tantangan baru sehingga mereka merasa kurang tertarik dengan pekerjaannya.
Selain itu, bagi mereka, reward yang diberikan oleh pihak pabrik kurang
memuaskan, hanya berupa barang seperti mug, payung, kaos, dan topi.
Komunikasi dengan pihak pabrik hanya dilakukan kepada kepala bagian dan tidak
ada pemberitahuan bahwa target belum tercapai. Dalam menindaklanjuti aspirasi
maupun keluhan yang disampaikan, pihak pabrik juga dirasakan lambat dalam
memberikan respon. Pihak pabrik melarang pembentukan perserikatan buruh di
pabrik ini, yang dapat dijadikan wadah untuk menyalurkan aspirasi maupun
7
Universitas Kristen Maranatha
peluang agar pihak pabrik lebih memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan para
karyawannya, sehingga para karyawan dapat merasa labih puas dan bekerja
dengan lebih produktif.
Terdapat 60% (3 orang) dari karyawan bagian inspecting merasa dapat
mengembangkan diri dan bekerja secara total di pabrik ini. Menurutnya, pihak
pabrik tempatnya bekerja cukup memberikan kesempatan pada karyawan untuk
belajar dan mereka pun memiliki kesadaran akan tujuan pekerjaan mereka yaitu
menghasilkan kain berkualitas sesuai dengan kriteria yang ditentukan oleh pihak
pabrik. Mereka merasa dapat fokus pada saat bekerja, tanpa sering terganggu
dengan hal-hal yang tidak berhubungan dengan pekerjaan (misalnya mengobrol
dengan rekan kerja di jam kerja, ataupun memikirkan hal-hal lain di luar
pekerjaan) saat mereka bekerja. Mereka juga merasa dirinya harus bekerja secara
total saat memeriksa kain hasil produksi agar tidak ada bagian cacat yang terlewat
untuk diperbaiki. Mereka merasa senang dan merasa tertantang dengan kain yang
banyak cacatnya, bahkan terkadang mereka membantu rekan kerja yang lain
untuk memperbaiki cacat kain.
Mereka bekerja sampai pekerjaan tuntas walaupun menemukan kain yang
banyak cacatnya sehingga membutuhkan waktu lebih lama untuk
memperbaikinya. Mereka berinisiatif untuk membersihkan peralatan kerja
walaupun tidak diminta oleh kepala bagian. Mereka juga berusaha untuk
memperbaiki cacat kain secepat mungkin dan meminimalisir kesalahan yang
dapat terjadi. Mereka dapat belajar dengan cukup cepat saat pertama kali
8
Universitas Kristen Maranatha
ketika melihat rekan kerjanya mengalami kesulitan mereka berusaha membantu
rekan kerjanya tersebut tanpa diminta oleh kepala bagian dan pihak pabrik pun
ikut membantu saat karyawannya membutuhkan bantuan dalam mengerjakan
pekerjaanya.
Berdasarkan fakta di atas, employee engagement merupakan hal yang
penting bagi Pabrik “X” berkaitan dengan peningkatan outcomes perusahaan dan
terdapat 60% karyawan bagain inspecting yang menunjukkan adanya
kecenderungan memiliki engagement. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk
meneliti employee engagement pada karyawan bagian inspecting Pabrik “X” di
Bandung.
1.2. Identifikasi Masalah
Dari penelitian ini ingin diketahui seperti apakah gambaran employee
engagement pada karyawan bagian inspecting Pabrik “X” di Bandung.
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1. Maksud Penelitian
Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran
tentang employee engagement pada karyawan bagian inspecting
Pabrik “X” di Bandung.
1.3.2. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memeroleh gambaran
9
Universitas Kristen Maranatha
yang memengaruhi dan aspek-aspek employee engagement pada
karyawan inspecting Pabrik “X” di Bandung.
1.4. Kegunaan Penelitian
1.4.1. Kegunaan Ilmiah
a) Memberikan informasi pada pengembangan ilmu Psikologi
Industri mengenai employee engagement pada karyawan
inspecting pabrik “ X” di Bandung.
b) Mendorong peneliti lain untuk mengembangkan dan meneliti
lebih lanjut mengenai hubungan employee engagement dengan
variabel lain, seperti kepuasan kerja dan motivasi kerja pada
karyawan inspecting pabrik “ X” di Bandung.
1.4.2. Kegunaan Praktis
a) Memberikan masukkan dan informasi bagi karyawan bagian
inspecting di pabrik “X” mengenai employee engagement
agar mereka memiliki perasaan dan keinginan untuk lebih
bertanggung jawab dan memajukan perusahaan melalui hasil
kerja mereka.
b) Memberikan masukkan dan informasi bagi pihak pabrik,
khususnya general manager dan kepala bagian inspecting di
pabrik “X” mengenai employee engagement, agar mereka
dapat lebih memberikan perhatian terhadap aspirasi maupun
10
Universitas Kristen Maranatha
kepuasan dan nyaman saat bekerja yang akan berpengaruh
pada pencapaian target produksi di pabrik “X”.
1.5. Kerangka Penelitian
Pabrik “X” adalah industri tekstil di Bandung yang bergerak di
bidang pertenunan yang memiliki karyawan produksi ±200 karyawan
produksi yang terbagi ke dalam 5 bagian produksi yaitu bagian warping,
sizing, reaching, weaving, dan inspecting. Kelima bagian produksi ini adalah
bagian yang berkesinambungan satu dengan yang lainnya dan bertanggung
jawab penuh terhadap kuantitas dan kualitas kain yang dihasilkan. Bagian
inspecting adalah proses terakhir/ ujung muara dari seluruh kegiatan
produksi yang merupakan hasil produksi mulai dari bagian warping, sizing,
reaching, dan weaving..
Pabrik “X” adalah pabrik bergerak dalam bidang pertenunan dan
dengan jumlah karyawan produksi lebih dari 100 orang. Bagian produksi
yang menjadi ujung/ muara dari pabrik ini terletak pada bagian inspecting
karena seluruh proses produksi yang terjadi pada bagian wraping, sizing, dan
reaching akan dilanjutkan oleh bagian weaving sebelum diteruskan pada
bagian inspecting untuk diperiksa dan dikirim pada konsumen.
Karyawan bagian inspecting memiliki tugas untuk memeriksa kain
yang dihasilkan dari bagian weaving, menentukan jumlah cacat kain/ meter,
dan memutuskan kain akan dikirim lokal atau ekspor. Hubungan karyawan
11
Universitas Kristen Maranatha
balik. Apa yang diberikan perusahaan pada karyawan akan berdampak pada
cara kerja karyawan dan produktivitas yang dihasilkan oleh pabrik “X”.
Menurut Macey (2009), terdapat empat faktor yang mempengaruhi
terciptanya karyawan yang engage, yaitu : capacity to engage yaitu
organisasi berperan dalam menyediakan fasilitas juga informasi yang mereka
butuhkan untuk dapat mengerjakan pekerjaan mereka sesuai dengan prosedur
perusahaan, memberikan kesempatan untuk belajar, dan umpan balik
sehingga karyawan dapat meningkatkan rasa percaya diri, selainitu
perusahaan harus memberi dukungan kepada karyawan untuk meperbaharui
tingkat energi personalnya melalui keseimbangan antara kehidupan kerja dan
kehidupan pribadinya (Macey, William. H., 2009). Dalam hal ini, Pabrik “X”
memberikan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan karyawan, memberi
informasi dengan mendatangkan praktisi untuk menjelaskan jika ada mesin
baru, dan memberikan feedback pada karyawan bagian produksi yang
dilakukan oleh kepala bagian produksi.
Faktor kedua adalah motivasi untuk engage yaitu pekerjaan yang
sangat menarik secara intrinsik akan menstimulasi engagement. Pekerjaan
yang menarik secara intrinsik adalah ketika pekerjaan tersebut menantang,
bermakna, dan memberikan kesempatan untuk melakukan pengambilan
keputusan dan otonomi dalam hal yang akan dilakukan dan bagaimana
melakukannya. Goal yang sulit menciptakan energi bagi karyawan dan dapat
meningkatkan untuk penyelesaian pekerjaan. Motivasi untuk engage juga
12
Universitas Kristen Maranatha
karyawan akan membalas dengan engagement (Macey, William. H., 2009).
Hal ini terlihat saat pihak pabrik memberikan target yang harus dicapai dan
adanya pemberian penghargaan berupa bonus, hadiah kepada karyawan
berprestasi. Motivasi untuk engage yang diberikan oleh Pabrik “X” akan
menimbulkan kepuasan dan perasaan nyaman saat bekerja pada karyawan
inspecting Pabrik “X” di Bandung.
Faktor selanjutnya yang dibutuhkan untuk menciptakan karyawan
yang engage adalah capacity to engage/ kebebasan untuk engage. Kebebasan
ini adalah ketika karyawan merasa bahwa mereka memiliki kebebeasan untuk
bertindak dan mereka tidak akan dihukum atas apa yang mereka lakukan,
Perilaku inisiatif dan proaktif akan muncul ketika mereka mengetahui bahwa
mereka diperlakukan secara adil oleh organisasi yang selanjutnya membangun
trust (rasa saling percaya) (Macey, William. H., 2009). Pabrik “X” memiliki
budaya kekeluargaan dengan mempercayai apa yang dikatakan karyawan.
Pabrik “X” juga mendengarkan dan menindaklanjuti saat karyawan inspecting
menghadapi kendala saat memeriksa dan memperbaiki cacat kain. Perlakuan
adil dari atasan pun merupakan salah satu bentuk dari kebebasan untuk
engage, misalnya saat karyawan bagian inspecting menemukan cara baru yang
lebih efektif untuk memeriksa dan memperbaiki cacat kain atau saat mereka
memberikan pendapat, pihak pabrik mau mendengar dan menindaklanjuti.
Faktor terakhir adalah perusahaan tahu bagaimana melakukan
engagement. Bentuk engagement yang dimiliki karyawan sebaiknya adalah
13
Universitas Kristen Maranatha
kualitas kain hasil produksi yang dihasilkan sehingga karyawan inspecting
ditekankan untuk lebih memperhatikan kualitas dari kain (tidak ada kecacatan
pada kain yang akan dikirim). Hal ini dapat dilihat dari seberapa paham
karyawan inspecting terhadap pekerjaannya dan dapat terlihat dari hasil kain
yang diperiksa dan diperbaiki.
Terdapat 2 energi dalam engagement yang dapat meningkatkan
outcomes perusahaan yaitu energi psikis dan energi behavioral. Energi psikis
menggambarkan apa yang dihayati atau dialami oleh karyawan. Energi ini
akan membuat karyawan lebih fokus terhadap tugas dan menggunakan energi
yang lebih sedikit untuk hal lain di luar pekerjaan. Keempat bentuk energi
tersebut psikis tersebut adalah feeling of urgency, feeling of being focus,
feeling of enthusiasm, dan feeling of intensity (Macey, William. H., 2009).
Karyawan dikatakan memiliki engagement akan menunjukkan
feeling of urgency yaitu saat mereka mampu mengarahkan energi yang
dimiliki untuk mengerjakan pekerjaannya. Kemudian muncul feeling of being
focused, saat mereka fokus dengan pekerjaannya, merasa ‘asyik’ dengan apa
yang sedang mereka kerjakan. Selanjutnya, terdapat feeling of enthusiasm
yang terjadi saat karyawan melibatkan perasaan terhadap pekerjaannya.
Mereka merasa ‘hidup’ dan memiliki passion saat bekerja sehingga mereka
dapat berkonsentrasi pada pekerjaan yang dipengaruhi oleh kemampuan dari
karyawan. Jika kemampuannya berada pada level yang setara dengan tuntutan
pekerjaan, maka akan ada pencurahan perhatian yang lebih terhadap pekerjaan
14
Universitas Kristen Maranatha
Karyawan inspecting yang mengetahui target/ tujuan dari Pabrik
“X”, melibatkan perasaannya dengan fokus pada pekerjaan yang sedang
dikerjakan kemudian merasa memiliki passion saat bekerja menunjukkan
feeling of engage yang akan terlihat melalui perilaku. Perilaku yang muncul
adalah persistence, proaktif, role expansion, dan adaptability (Macey,
William. H., 2009).
Persistence adalah perilaku memerlihatkan dipertahankannya
upaya untuk secara konsisten berjuang dari waktu ke waktu dalam
menyelesaikan tugas. (Macey, William. H., 2009). Misalnya, karyawan
inspecting Pabrik “X” tidak berlama-lama saat makan saian atau
menghabiskan waktu untuk istirahat dan mengerjakan pekerjaan mereka
sampai tuntas. Persistence juga dapat terlihat saat karyawan karyawan
produksi bagian inspecting bertahan untuk tetap teliti dan memiliki kesabaran
untuk memeriksa kecacatan pada kain dan harus memperbaikinya.
Perilaku yang menunjukkan karyawan engage adalah proaktif.
Proaktif berarti bertindak lebih awal/ cepat sebelum diminta/ diperintahkan
oleh atasan (Macey, William. H., 2009). Ketika karyawan inspecting Pabrik
“X” melakukan perawatan pada mesin yang mereka gunakan untuk
memeriksa benang yang dapat memberikan tanda awal penurunan efisiensi
terdeteksi tanpa diperintahkan oleh kepala bagian. Mereka mengganti dan
memperbaiki sisir benang yang mereka gunakan untuk memeperbaiki cacat
benang tanpa harus diingatkan atau diminta. Karyawan bagian inspecting
15
Universitas Kristen Maranatha
untuk mengerjakan pekerjaannya dengan menghasilkan kain yang
sebanyak-banyaknya.
Karyawan yang engage cenderung melihat perannya secara meluas
yaitu membantu rekan kerja dalam menyelesaikan tugas atau memperbaiki
kesalahan yang dibuat orang lain (role expansion). (Macey, William. H.,
2009). Role expansion yang ditunjukkan oleh karyawan bagian inspecting
Pabrik “X” terlihat dari inisiatifnya untuk membantu rekan kerja yang lain,
misalnya membantu memeriksa cacat kain, bahkan tanpa diminta oleh kepala
bagian.
Perilaku selanjutnya adalah adaptability yaitu pada saat organisasi
melakukan inovasi, seorang karyawan yang adaptif akan membantu
perusahaan mengantisipasi dan merespon dengan lebih cepat dengan biaya
yang murah, di lingkungan yang kompetitif (Macey, William. H., 2009).
Karyawan inspecting yang adaptif terlihat saat mereka dengan cepat saat
pertama kali dilatih untuk menggunakan mesin pemeriksa kain dan
menggunakan sisir benang untuk memerika cacat kain. Mereka juga mampu
mengerjakan pemeriksaan kain walaupun tingkat kesulitan dari kain tersebut
tergolong sulit (banyak cacat)
Menurut Macey, engagement bermanfaat jika karyawan melihat
keterkaitan langsung antara apa yang harus dilakukan dan manfaat
outcome-nya bagi organisasi. Lebih singkatoutcome-nya dapat dikatakan bahwa engagement
16
Universitas Kristen Maranatha Employee engagement turut menentukan produktivitas kerja yang dihasilkan
oleh karyawan (Macey, William. H., 2009).
Karyawan bagian inspecting Pabrik “X” di Bandung dapat engage
jika mereka memiliki feeling of engagement dan ditampilkan dalam bentuk
employee engagement behavior. High performance work environment yang
diberikan pihak pabrik memengaruhi terbentuknya feeling of engage dan
employee engagement behavior.
3.1 Kerangka Pemikiran Employee Engagement
Karyawan Produksi pabrik “X” Employee Engagement behavior employee engagement behavior : Persistence Proaktif Role Expansion Adaptibility High performance
work environment :
Capacity to engage
Motivation to engage
Freedom to engage
Know how to engage
Feeling engage
Feeling of urgency
Feeling of being focused
Feeling of intensity
Feeling of enthusiasm
Engage
17
Universitas Kristen Maranatha
1.6. Asumsi Penelitian
Dari uraian Kerangka Pikir di atas, asumsi yang dapat diajukan
adalah :
1. Pabrik “X” memperlengkapi karyawan bagian inspecting dengan
peralatan kerja yang memadai dan terawat dan hal ini
menggambarkan terdapatnya capacity to engage di Pabrik “X”.
2. Pabrik “X” memberikan motivasi pada karyawan bagian inspecting
dengan memberikan reward pada karyawan bagian inspecting yang
berprestasi dan menetapkan target yang jelas untuk dicapai yang
menggambarkan motivation to engage.
3. Pabrik “X” memberikan kesempatan pada karyawan bagian
inspecting untuk menyampaikan pendapat yang berkaitan dengan
hasil produksi dan menindaklanjuti kendala yang dialami saat
memeriksa dan memerbaiki cacat kain. Hal tersebut
menggambarkan freedom to engage.
4. Pabrik “X” memberikan informasi, visi, dan misi pada karyawan
bagian inspecting sehingga mereka mampu bekerja sesuai dengan
tujuan perusahaan dan hal ini menggambarkan know how to engage.
5. High performance work environment ( capacity to engage,
motivation to engage, freedom to engage, dan know how to engage)
akan menimbulkan feeling of engagement (feeling of urgency,
feeling of being focus, feeling of intensity, dan enthusiasm) pada
18
Universitas Kristen Maranatha
6. Karyawan bagian inspecting Pabrik “X” dikatakan engage apabila
mereka memiliki feeling of engage yang kemudian
menampilkannya dalam bentuk perilaku berupa persistence,
58
Universitas Kristen Maranatha BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 32 karyawan bagian inspecting
Pabrik “X” di Bandung, maka dapat ditarik disimpulkan mengenai employee
engagement yang dimiliki oleh 32 karyawan bagian inspecting, yaitu sebagai
berikut:
1) Sebesar 84,37% karyawan bagian inspecting yang non-engage dan
sebagian kecil (15,62%) engage terhadap perusahaan.
2) Pada karyawan bagian inspecting Pabrik “X” di Bandung yang
non-engage terlihat melalui feeling of non-engagement dan non-engagement behavior
yang tergolong rendah.
3) feeling of engagement (78,12%) pada karyawan bagian inspecting
tergolong rendah, sehingga engagement behavior (75%) dari karyawan bagian
inspecting juga tergolong rendah.
4) Sebagian besar karyawan bagian inspecting Pabrik “X” di Bandung yang
tergolong non-engage memilliki capacity to engage, motivation to engage,
59
Universitas Kristen Maranatha 5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diajukan
beberapa saran yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak
yang berkepentingan:
5.2.1 Saran Teoretis
1) Untuk penelitian selanjutnya disarankan diteliti lebih lanjut mengenai
hubungan antara high work environment dengan aspek-aspek employee
engagement.
2) Untuk penetlitian selanjutnya, disarankan untuk meneliti mengenai
korelasi per aspek dari employee engagement pads karyawan bagian
inspecting di Pabrik “X”.
3) Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk menggali data
sosiodemografik, misalnya lama bekerja, status marital, banyak
tunjangan,dll.
5.2.2 Saran Praktis
1) Pihak pabrik dapat lebih sering untuk memerhatikan karyawan, terutama
dalam pemberian apresiasi dalam bentuk yang lebih menarik atau lebih sesuai
dengan kebutuhan para karyawannya, seperti bonus tahunan atau cuti tambahan,
reward berupa tabungan, dan lainnya kepada karyawan inspecting yang
berprestasi, sehingga karyawan akan merasa lebih dihargai dan merasa
60
Universitas Kristen Maranatha
2) Pihak pabrik disarankan untuk lebih terbuka dalam menerima masukkan
dari karyawan inspecting, dan lebih cepat dalam memberikan respon dan juga
melakukan follow up terhadap apa yang disampaikan oleh para karyawannya.
Selain itu, pihak pabrik disarankan untuk lebih sering memberikan pelatihan pada
karyawan inspecting dan melakukan evaluasi terhadap hasil kerja para
karyawannya.
3) Pihak pabrik disarankan untuk lebih sering berkomunikasi dengan
karyawan bagian inspecting, terutama mengomunikasikan mengenai target yang
kurang tercapai agar mereka lebih cepat dalam mengerjakan pekerjaan mereka.
4) Disarankan bagi Pabrik ”X” untuk memberikan perencanaan karir yang
ix
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA
Kumar, Ranjit. 2005. Research Methodology: astep by step guide for beginners. Londong : sage
Macey, William H., Benjamin Schneider.,Karen M. Barbera., Scott A Young. 2009. Employee Engagement, Tools for Analysis, Practice, and
Competitive Advantage. Singapore: John Wiley & Sons, Ltd Publication.
Markos, Solomon. 2010. Employee Engagement : The Key to Improving
Performance. International Journal of Business and Management, 91- 96.
www.ccsenet.org/journal/index.php/ijbm/article/download/6745/6332 Diakses pada 19 Maret 2014
Nazir, Mohammad. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Santrock. John W.1995. Life-Span Development (Perkembangan Masa
Hidup). Jilid 2. Jakarta: Erlangga
_____________. 2011. Life-Span Development-13th Edition Jilid 2.
Jakarta: Erlangga
x
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN
http://www.antaranews.com/berita/437116/industri-tekstil-indonesia-hadapi-tekanan-perdagangan-bebas
Corporate Leadership Council. ”Driving Performance and Retention Through Employee Engagement. Diakses pada 20 Maret 2014.
http://www.usc.edu/programs/cwfl/assets/pdf/Employee%20engagement.pdf
Kemenprin. “Industri Tekstil Harus Tingkatkan Daya Saing”. Diakses pada 30 November 2014 www.kemenprin.go.id
Nugroho, Fitriyanto. 2012. Pengaruh Motivasi Kerja, Disiplin Kerja dan Pengalaman Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Pada Industri Kerajinan Topeng Di Dusun Bobung Putat Patuk Kabupaten Gunungkidul. S1 Thesis. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Diakses pada,23 April 2014 http://eprints.uny.ac.id/8771/
Pemerintah Provinsi Jawa Barat. “Pemkot Cimahi Utamakan Pengembangan
Industri Kreatif”. Diakses pada 30 November 2014