ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek keadilan penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 dalam pandangan Wajib Pajak UMKM dan akademisi di Kota Bandung.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan penelitian lapangan disertai wawancara semi terstruktur kepada 4 narasumber wajib pajak UMKM dan 4 narasumber akademisi. Data yang diperoleh dianalisis dengan melakukan reduksi data, penyajian data, kemudian dilakukan penarikan kesimpulan/verifikasi.
Berdasarkan analisis diperoleh hasil sebagai berikut: aspek keadilan penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 menurut wajib pajak terfokus pada exchange fairness, administrative fairness, dan personal fairness sementara itu aspek keadilan penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 menurut akademisi lebih terfokus pada general fairness dan administrative
fairness.
ABSTRACT
This research was aimed to perceive the fairness aspects of implementation Goverment Regulation No. 46 of 2013 in point of view the small, micro, and medium enterprises taxpayer and academics in Bandung City.
This research used qualitative method with techniques of data collection through library research and field research along with semi structure interview to 4 small, micro, and medium enterprises taxpayer interviewees and 4 academics interviewees. The data obtained is analyzed through data reduction, data display, and then the conclusion drawing/verification.
Based on analysis obtained the following results: the aspect of fairnes on Goverment Regulation No. 46 of 2013 application in point of view the small, micro, and medium enterprises taxpayer focused on exchange fairness, administrative fairness, and personal fainess, meanwhile the aspect of fairnes on Goverment Regulation No. 46 of 2013 application in point of view the academics more focused on general fairness dan administrative fairness.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PENYATAAN
ABSTRAK... .... i
ABSTRACT... ... ii
KATA PENGANTAR... ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1
1.2 Fokus Penelitian ... 13
1.3 Rumusan Masalah ... 13
1.4 Tujuan Penelitian ... 14
1.5 Manfaat Penelitian ... 14
2.2 Teori Keadilan... ... 17
2.2.1 Equity Theory ……… ... 17
2.2.2 Distributive Justice Theory ……… ... 19
2.2.3 Procedural Justice Theory ……….... ... 23
2.2.4 Social Justice Theory ……… .... 24
2.3 Teori Pemungutan Pajak ……… ... 26
2.4 Prinsip Pemungutan Pajak ... 30
2.4.1 Equality/Equity ……… ... 30
2.4.2 Certainty ……… ... 34
2.4.3 Convenience of Payment ………... ... 35
2.4.4 Low Cost of Collection ………... ... 36
2.4.5 Revenue Productivity ………... ... 40
2.5 Pendekatan Pajak ... ... 41
2.6 Dimensi Keadilan... ... 47
2.6.1 General Fairness ... .... 50
2.6.2 Exchange Fairness ... ... 51
2.6.3 Horizontal Fairness ... ... 52
2.6.4 Vertical Fairness ... .... 53
2.6.5 Reributive Fairness ... ... 54
2.6.6 Personal Fairness ... ... 56
2.6.7 Administrative Fairness ... .... 57
2.7 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013... .... 58
2.7.2 Dasar Perhitungan dan Pengenaan Tarif... ... 60
2.8 Wajib Pajak Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)... ... 61
2.8.1 Usaha Mikro Kecil dan Menengah……… .... 61
2.8.2 Pajak bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah... .... 62
2.9 Akademisi... ... 62
2.10 Penelitian Terdahulu... ... 63
2.11 Kerangka Teoritis... ... 69
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 74
3.2 Populasi dan Sampel ... 76
3.3 Sumber Data Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data... ... 78
3.4 Instrumen Penelitian... ... 79
3.5. Konsep Penelitian... ... 80
3.6 Teknik Analisis Data... ... 81
3.7 Rencana Pengujian Keabsahan Data... ... 82
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Aspek Keadilan Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 dalam Pandangan Wajib Pajak... ... 88
4.1.1 General Fairness... .... 89
4.1.2 Exchange Fairness... 91
4.1.4 Vertical Fairness... ... 94
4.1.5 Retributive Fairness... 97
4.1.6 Personal Fairness... .... 100
4.1.7 Administrative Fairness... .... 101
4.2 Analisis Aspek Keadilan Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 dalam Pandangan Akademisi... ... 105
4.2.1 General Fairness... .... 106
4.2.2 Exchange Fairness... .... 112
4.2.3 Horizontal Fairness... .... 115
4.2.4 Vertical Fairness... .... 117
4.2.5 Retributive Fairness... .... 120
4.2.6 Personal Fairness... ... 123
4.2.7 Administrative Fairness... .... 126
4.3 Analisis Hal-Hal Yang Dinilai Menghambat Dalam Mewujudkan Keadilan Dalam Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013. ... 131
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan... ... 135
5.2 Saran... .... 137
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 : Tabel Penerimaan Negara ... 3
Tabel 1.2 : Tabel Kontribusi UMKM terhadap PDB dan Potensi Penerimaan Pajak dari UMKM ... 5
Tabel 1.3 : Tabel Jumlah Wajib Pajak dan Penerimaan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013...………….…... 7
Tabel 2.1 :Tabel Kriteria Usaha Mikro Kecil dan Menengah... 61
Tabel 2.2 : Tabel Penelitian Terdahulu... 67
Tabel 3.1 : Tabel Konsep Penelitian... 81
Tabel 4.1 : Tabel Informasi Narasumber Wajib Pajak... 88
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 : Kerangka Teoritis... 72
Gambar 3.1 : Situasi Sosial ... 76
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A : Pedoman Wawancara
Lampiran B : Hasil Wawancara Wajib Pajak UMKM
Lampiran C : Hasil Wawancara Wajib Pajak Akademisi
Lampiran D : Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Pajak
Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha yang Diterima atau
Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Lampiran E : Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
107/PMK.011/2013 Tentang Tata Cara Penghitungan, Penyetoran,
dan Pelaporan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha
yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki
Berdasarkan Peredaran Bruto Tertentu.
Lampiran F : Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2013
Tentang Tata Cara Pembebasan dari Pemotongan dan/atau
Pemungutan Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak Yang Dikenai
Pajak Penghasialn Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46
Tahun 2013 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari
Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki
Peredaran Bruto Tertentu.
Lampiran G : Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-42/PJ/ 2013
Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha yang
Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Diterima atau Diperoleh
Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Lampiran H : Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ/2014
Tentang Penegasan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46
Tahun 2013 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari
Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Diterima
atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto
Tertentu.
Lampiran I : Surat Izin Penelitian dan Pengumpulan Data
Lampiran J : Surat Pemberian Izin Riset dan Nota Dinas Pemberitahuan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Penelitian
Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan yang digunakan sebagai modal
Negara untuk menjalankan roda pemerintahan. Pajak berasal dari rakyat dan
merupakan sumber terpenting sebagai penghasilan bagi Negara. Indonesia
termasuk sebagai negara ekonomi yang sedang berkembang. Saat ini Indonesia
mengalami berbagai permasalahan ekonomi. Meningkatnya pengeluaran Negara
untuk biaya rutin pegawai, beratnya subsidi bahan bakar minyak, tuntutan
pembiayaan pendidikan dan kesehatan oleh Negara yang semakin tinggi, serta
pembangunan infrastruktur Negara yang sangat mendesak untuk direalisasikan
dan hal-hal lainnya mengharuskan pemerintah mencari terobosan sumber
pendanaan dari pajak untuk membiayai keperluan Negara.
Pada umumnya negara mempunyai sumber-sumber penghasilan yang terdiri
dari bumi, air dan kekayaan alam, pajak-pajak, bea dan cukai, penerimaan negara
bukan pajak, hasil perusahaan Negara, dan sumber lain seperti percetakan uang
dan pinjaman (Bohari, 2012:11). Penerimaan tersebut digunakan untuk
membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan Negara. Termasuk didalamnya
untuk membiayai kepentingan masyarakat umum seperti kesehatan, pendidikan
dan kesejahteraan. Lebih lanjut lagi menurut Simanjuntak dan Mukhlis (2012:56)
ekonomi. Bagi Indonesia tujuan ekonominya antara lain pertumbuhan ekonomi,
full employment, stabilisasi, dan juga distribusi pendapatan dan kekayaan yang
lebih adil.
Dalam negara modern, tiap-tiap pemungutan pajak membawa kewajiban
untuk meninggikan kesejahteraan umum. Negara memungut pajak membawa
konsekuensi bahwa Negara mutlak harus berusaha meninggikan kesejahteraan
masyarakat (Bohari, 2012:22). Pengenaan pajak merupakan kekuasaan dari
Negara, karena itu harus disertai dengan pengabdian pada masyarakat untuk
mencapai kesejahteraan umum. Hal ini yang akan memunculkan keadilan.
Dalam Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan disebutkan pajak sebagai kontribusi wajib kepada Negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pajak diharapkan dapat menjadi solusi terbaik untuk mendanai pembangunan dan
operasional Negara sehingga dapat mengatasi berbagai permasalahan ekonomi di
Indonesia.
Penerimaan dari sektor lain kemungkinan dapat habis, sedangkan pajak akan
selalu dapat menghasilkan selama masih ada kegiatan ekonomi yang berjalan.
Karena itu penting untuk mengoptimalkan sumber pendapatan negara dari sektor
pajak. Selain itu, sumber penerimaan dari pajak dapat membangun kemandirian
penerimaan pajak dari sektor pajak dan kontribusinya terhadap penerimaan total
Negara dalam kurun waktu 2009-2013 seperti pada tabel berikut:
Tabel 1.1
Tabel Penerimaan Negara
Sumber : Biro Pusat Statistik berdasarkan data Departemen Keuangan Sumber Penerimaan (Dalam
Milyar Rupiah) 2009 2010 2011 2012 2013
Penerimaan Dalam Negeri 847.096 992.249 1.205.346 1.332.323 1.497.521
Penerimaan Perpajakan 619.922 723.307 873.874 980.518 1.148.365
Dalam website resmi Direktorat Jenderal Pajak disebutkan misi dari
Direktorat Jenderal Pajak selaku institusi pemerintah penghimpun pajak negara
bertugas untuk menyelenggarakan fungsi administrasi perpajakan sesuai
Undang-Undang Perpajakan secara adil dalam rangka membiayai penyelenggaraan negara
demi kemakmuran rakyat.
Direktorat Jenderal Pajak terus menerus berupaya melakukan kebijakan,
program kerja dan sosialisasi yang lebih baik untuk mendorong wajib pajak agar
dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai aturan perpajakan. Hal ini
diharapkan dapat meningkatkan tidak hanya pendapatan negara, tapi juga
meningkatkan transparansi perpajakan. Direktorat Jenderal Pajak berupaya
menggali potensi pajak dengan melakukan ekstensifikasi atau perluasan objek
pajak. Salah satu potensi pajak yang Direktorat Jendral Pajak lihat dari Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
Sektor UMKM memang memiliki nilai omzet dan laba yang lebih kecil
dibandingkan perusahaan-perusahaan besar, namun jumlah UMKM di Indonesia
sangat besar dan kontribusinya nyata bagi pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan
data Kementrian Koperasi UMKM dan Direktorat Jenderal Pajak yang diolah
dalam penelitian Rahmatullah (2013) UMKM memberi kontribusi kurang lebih
57% dari total PDB. Sedangkan kontribusi pajak dari UMKM hanya sebesar 0.5%
Tabel 1.2
Tabel Kontribusi UMKM terhadap PDB dan Potensi Penerimaan
Pajak dari UMKM
Sumber: Kementrian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah dan Direktorat Jenderal Pajak (2011-2012).
Ketidakberimbangan kontribusi UMKM tersebut merupakan suatu indikasi
bahwa tingkat ketaatan UMKM dalam memenuhi kewajiban perpajakan masih
sangat rendah. Hal ini menjadi penting dan mendesak untuk diatur kewajiban
perpajakannya. Untuk mendorong pemenuhan kewajiban perpajakan serta
mendorong kontribusi penerimaan negara dari sektor UMKM, Pemerintah telah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 dikeluarkan yang mulai berlaku
efektif sejak Juli 2013. Peraturan ini didasarkan pada pertimbangan perlunya kesederhanaan dalam pemungutan pajak, berkurangnya beban administrasi baik wajib pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak, serta memperhatikan perkembangan ekonomi dan moneter. Wajib pajak yang memenuhi ketentuan masuk dalam kategori diharapkan lebih mudah dalam menghitung. menyetor, dan
melaporkan kewajiban perpajakannya.
Kontribusi UMKM terhadap PDB Rp. 1.214.73 Triliun atau 58,17%
Jumlah Unit Usaha 55 Juta Unit Usaha
Tenaga kerja yang Diserap 101 Juta Orang atau 96.18%
Penerimaan Pajak dari UMKM Rp. 65.102 Miliar atau 0.54% dari total kotribusi UMKM terhadap PDB
Potensi Penerimaan Pajak dari Sektor UMKM
Pemerintah menerapkan aturan ini dan membedakan perlakuan perpajakan
bagi UMKM intinya untuk memberikan kemudahan melaksanakan kewajiban
perpajakan bagi wajib pajak UMKM sesuai tujuan Peraturan Pemerintah Nomor
46 Tahun 2013. Penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2014
ditujukan terutama untuk kesederhanaan dan pemerataan dalam melaksanakan
kewajiban perpajakan. Direktorat Jenderal Pajak berupaya mempermudah
perhitungan kewajiban pajak yang harus dibayar wajib pajak, tidak perlu melakukan
penghitungan laba karena dasar pemajakan berdasarkan omzet.
Kota Bandung dikenal sebagai salah satu kota di Indonesia dengan
pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat. Sumber daya alam dan sumber daya
manusia beserta sarana dan prasarana mendukung apalagi dengan pesatnya
perkembangan ekonomi kreatif saat ini mendorong pertumbuhan usaha mikro,
kecil dan menengah (UMKM).
Usaha mikro kecil dan menengah di kota Bandung menjadi salah satu
bidang yang diperhatikan oleh Pemerintah Kota Bandung, dalam Harian Tempo
Edisi 30 Mei dalam judul artikel Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Meningkat
menurut Kepala Bank Indonesia Jawa Barat dan Banten, Dian Ediana Rae di awal
triwulan 2013 pertumbuhan ekonomi meningkat dari 5.5% menjadi 5.9%. Selain
karena kondisi demand yang solid baik domestik maupun impor, pertumbuhan
kredit juga meningkat dengan resiko kredit yang menurun. UMKM unggulan di
kota Bandung meliputi usaha kacang tanah, budidaya ikan hias, pakaian jadi,
wisata religi, bimbingan belajar dan angkutan kota. Namun tidak menutup
UMKM di kota Bandung mencapai 8.7 juta unit di tahun 2013 dan menyerap
hampir 14 ribu tenaga kerja. Dengan pertumbuhan yang semakin baik ini
pemerintah ingin meningkatkan lagi peran UMKM yang ada di Jawa Barat,
khususnya kota Bandung.
Namun berkembangnya UMKM tidak berbanding lurus dengan pendapatan
pajak dari sektor UMKM, jumlah Wajib Pajak terdaftar yang rutin melakukan
kewajiban perpajakannya pun hanya mencapai 11%. Rincian jumlah wajib pajak
yang memiliki kewajiban perpajakan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 46
Tahun 2013 setiap Kantor Pelayanan Pajak sebagai berikut:
Tabel 1.3
Tabel Jumlah Wajib Pajak dan Penerimaan Peraturan Pemerintah
No.46 Tahun 2013
Kode KPP Jumlah Wajib Pajak
Dalam penelitian Suhairi (2004) menyebutkan umumnya UMKM di
Indonesia belum menggunakan informasi akuntansi secara maksimal dalam
pengelolaan usahanya. Oleh karena itu, pemerintah melakukan bentuk pendekatan
pengenaan pajak yang yang pelakunya masih memiliki keterbatasan kemampuan
administrasi dan pembukuan. Untuk itu perlu ada design pemajakan khusus,
dengan tujuan meminimalisir cost of compliance. Apalagi UMKM biasanya tidak
terlalu memahami perpajakan secara mendetail.
UMKM biasanya pada skala sangat kecil umumnya tidak memperhatikan
pajaknya sama sekali, sedangkan usaha kecil yang sudah lebih berkembang
umumnya lebih memiliki pencatatan dan administrasi walau masih sederhana.
Direktorat Jendral Pajak berupaya mengakomodir dari keterbatasan sumber daya
UMKM ini dengan menerapkan aturan yang lebih sederhana secara perhitungan,
penyetoran dan pelaporan dibandingkan menggunakan aturan pajak badan biasa
yang akan menyulitkan wajib pajak.
Sekilas nampak menjadi lebih sederhana dan mudah namun aturan ini
rupanya sepertinya tidak dianggap sebagai solusi terbaik bagi Wajib Pajak.
Timbul pro dan kontra atas diberlakukannya aturan ini, banyak wajib pajak
terutama wajib pajak UMKM yang banyak terkena efeknya mengeluhkan
penerapan aturan ini.
Dalam Harian Tempo Edisi 16 Desember 2013 dalam judul artikel Aturan
Pajak Penghasilan Bagi UKM Akan Dikaji Lagi, Daeng M Nazier selaku Ketua
aturan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013. Sepanjang tahun 2013 Daeng
menerima 35 pengaduan, 50% keluhan terkait prosedur perpajakan, kemudian
kode etik dan peraturan lainya. Dari sisi pengusaha Mursalin selaku Ketua
Asosiasi Ekspedisi Pesawat Udara Bandara Udara Internasional Sultan
Hasanuddin Makassar mengatakan perhitungan pajak bagi usaha jasa selama ini
berdasarkan harga pokok, padahal pendapatan dari usaha jasa berdasarkan komisi.
Selain itu juga minta agar aturan lebih diperinci agar tidak merugikan pengusaha.
Dari sisi praktisi, M Khaidir Kemme selaku Ketua Asosiasi IKPI Makassar
mengatakan aturan ini dapat menguntungkan juga merugikan wajib pajak. Khaidir
menyarankan pemerintah untuk menunda pemberlakuan aturan ini hingga awal
tahun 2014 dan menyiapkan sosialisasi yang panjang. Namun pemerintah
nampaknya tidak sabar.
Artikel lain dalam harian Tempo Edisi 30 Juni 2013 dalam judul artikel
Pajak UKM Beratkan Pedagang Sembako Skala Kecil. Ngadiran yang merupakan
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Indonesia (APPSI) mengatakan
pemberlakuan kebijakan pajak bagi pelaku usaha industri kecil dan menengah
yang menjual sembako sangat memberatkan para pengusaha UKM. "Pemerintah
sepertinya sudah kebingungan mencari pendapatan. Mereka bukannya mencari
income dari pengusaha-pengusaha tambang tapi malah dari pengusaha kecil,"
Menurutnya, pengenaan pajak 1 persen dari omzet tidak bisa ditoleransi.
Menurut dia, keuntungan dari usaha IKM (industri kecil dan menengah) sembako
mencapai 6 persen. "Lalu diambil 1 persen dari omzet, keuntungannya dari mana?
Bagaimana kita bersaing dengan pelaku UKM saat Masyarakat Ekonomi ASEAN
di 2015," katanya.
Kondisi di lapangan banyak wajib pajak merasa pengenaan pajak terhadap
UKM sebesar 1 persen dari omzet dinilai tidak adil bagi pengusaha UKM. Karena
omzet yang mereka dapatkan belum tentu mereka benar-benar mendapat keuntungan.
Jika ternyata mereka mengalami kerugian namun tetap harus membayar pajak juga,
hal ini menjadi beban bagi wajib pajak. Terdapat potensi ketidakadilan karena
margin UMKM yang berbeda-beda. Sejumlah pengusaha dari beberapa sektor
mungkin akan senang dengan adanya aturan ini. Jika margin keuntungan yang
bisa dicapai 20 persen saja, pajak yang dibayar hanya sebesar 1 persen saja. Di
sisi lain, ketika omzet sudah mendekati 4,8 miliar setahun, seperti yang
disyaratkan kebijakan ini, terbuka kemungkinan wajib pajak UMKM melakukan
pemisahan entitas usahanya agar tetap dikenai pajak 1 persen.
Sementara di sektor lain, sejumlah pengusaha kecil yang memiliki margin
laba lebih rendah justru terbebani. Besarnya pajak yang harus dibayar dengan tarif 1
persen jauh lebih besar daripada menggunakan tarif Pasal 17. Belum lagi penerapan
peraturan baru di pertengahan tahun menimbulkan banyak pemahaman yang berbeda
untuk pembayaran pajak dan pembuatan SPT.
Kegiatan ekonomi wajib pajak UMKM sudah terbebani dengan beragam
biaya usaha. Pajak juga menjadi salah satu perhitungan wajib pajak sebagai
Dampaknya harga produk menjadi lebih mahal dan tidak dapat bersaing. Apalagi
seperti kata Pak Ngadiran, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Indonesia
dalam menghadapi persaingan pasar bebas ASEAN di tahun 2015 dikhawatirkan
akan membuat UMKM lebih sulit lagi untuk berkembang.
Lebih luas lagi masyarakat akan berpikir dua kali untuk membuat usaha jika
banyak dipersulit. Banyak orang yang akan lebih memilih bekerja daripada
membangun usaha. Hal ini salah satu faktor yang membuat jumlah usahawan di
Indonesia masih sangat minim, padahal dengan banyaknya lapangan usaha dapat
mendorong penurunan angka pengangguran. Dampak secara keseluruhan
berpengaruh bagi kemajuan perekonomian Indonesia.
Dari pihak Direktorat Jenderal Pajak sendiri membantah pengenaan pajak
untuk Usaha Kecil Menengah (UKM) tidak berazaskan keadilan. Dalam Harian
Tempo Kamis, 27 Juni 2013 disebutkan Kepala Seksi Hubungan Eksternal
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Chandra Budi, mengatakan
“Sepanjang pelaku usaha UKM memenuhi syarat subjektif dan objektif
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perpajakan, maka mereka wajib
menjadi wajib pajak dan menjalankan kewajiban perpajakannya, yaitu membayar
dan melaporkan pajak terutang”. Menurutnya karakteristik UKM dalam usahanya
tidak melakukan pembukuan, namun berbasis pada transaksi tunai membuat
sektor tersebut tidak bankable dan creditable. “Maka penerbitan PP Nomor 46
Tahun 2013 dapat dikatakan sebagai bentuk kesederhanaan atau kemudahan bagi
katanya. Menurut Chandra, sebagian besar pelaku UKM saat ini tidak melakukan
pembukuan sehingga kesulitan menghitung laba rugi dengan tepat. Oleh karena
itu, dilakukan deemed (penentuan) atas biaya-biaya pengurang penghasilan bruto
dalam perhitungan pajaknya. "Sehingga penentuan tarif 1 persen dari omzet sudah
memperhitungkan perhitungan rugi laba wajib pajak."
Selain itu, PP 46 Tahun 2013 ini juga memberikan insentif lain berupa tarif
pajak yang lebih rendah daripada tarif normal (sesuai dengan Pasal 17 UU PPh).
"Perhitungan sederhananya, dengan asumsi rata-rata laba UKM berkisar 7 persen
dari omzet, maka tarif 1 persen berdasarkan omzet tersebut hanya akan setara
dengan 14,3 persen dari laba usaha, tarif ini lebih kecil daripada tarif sesuai
dengan Pasal 17 UU PPh sebesar 25 persen untuk wajib pajak badan atau 15
persen untuk wajib pajak orang pribadi dengan laba antara Rp 50 juta hingga Rp
250 juta setahun. Oleh karena itu, tidak benar pengenaan pajak bagi UKM
melanggar keadilan, tetapi justru memberikan kemudahan dan insentif bagi pelaku
UKM dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya."
Pro dan kontra dalam hal keadilan terhadap peraturan ini membuat peneliti
tertarik untuk melakukan riset mengenai permasalahan yang timbul dari
penerapan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 dan mengkajinya ke dalam
tesis yang berjudul
”ASPEK KEADILAN PENERAPAN PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 46 TAHUN 2013 DALAM PANDANGAN WAJIB PAJAK UMKM
1.2Fokus Penelitian
Peneliti melakukan pengamatan secara umum pada wajib pajak UMKM
yang secara aktif melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai Peraturan
Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 secara rutin (activity) selama beberapa bulan
setelah diterapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 pada Juli
2013. Peneliti kemudian menetapkan beberapa kriteria wajib pajak dan kriteria
akademisi di bidang perpajakan yang akan dijadikan objek penelitian (actor).
Penelitian ini mengambil objek pajak UMKM maka dilakukan di KPP Pratama di
Kota Bandung (place). Fokus penelitian diarahkan terutama pada aspek keadilan
penerapan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013.
1.3Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka peneliti menentukan
rumusan masalah yang akan diteliti dan dikaji lebih mendalam adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana aspek keadilan penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun
2013 dalam pandangan Wajib Pajak UMKM di KPP Pratama Bandung?
2. Bagaimana aspek keadilan penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun
2013 dalam pandangan Akademisi di Kota Bandung?
3. Bagaimana pandangan Wajib Pajak dan pandangan Akademisi mengenai
hal-hal yang dinilai menghambat dalam mewujudkan keadilan dalam penerapan
1.4Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk menganalisis dan
memberikan penjelasan mengenai aspek-aspek keadilan dalam penerapan
Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 yang dilakukan Direktorat Jenderal
Pajak, dengan tujuan:
1. Untuk menganalisis aspek keadilan penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46
Tahun 2013 dalam pandangan Wajib Pajak UMKM di KPP Pratama Bandung.
2. Untuk menganalisis aspek keadilan penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46
Tahun 2013 dalam pandangan Akademisi di Kota Bandung.
3. Untuk menganalisis hal-hal yang menurut pandangan Wajib Pajak dan
pandangan Akademisi dinilai menghambat dalam mewujudkan keadilan dalam
penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013.
1.5Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik bagi akademis
maupun praktis dalam memandang masalah keadilan dalam perpajakan di
Indonesia.
1. Manfaat Akademis
Bagi akademisi penelitian ini bisa digunakan sebagai alternatif informasi
ilmiah mengenai aspek keadilan penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46
Tahun 2013 dan bisa menjadi bahan referensi yang berniat melakukan penelitian
dapat memberikan pemahaman kepada wajib pajak UMKM atas hak dan
kewajiban perpajakan yang terkait dirinya selaku Warga Negara dan Wajib Pajak.
2. Manfaat Praktis
Bagi praktisi penelitian ini diharapkan dapat menjadi pemikiran untuk dapat
membawa perpajakan Indonesia kearah yang lebih baik. Terutama diharapkan
dapat menjadi masukan yang bermanfaat bagi Direktorat Jenderal Pajak dalam
menentukan kebijakan kewajiban pajak dalam mencapai nilai keadilan dalam
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan aspek keadilan penerapan
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 dalam pandangan wajib pajak
UMKM dan akademisi di Kota Bandung, maka penulis menarik simpulan dan
memberikan saran sebagai berikut:
5.1 Simpulan
1. Aspek keadilan penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
menurut dalam pandangan wajib pajak lebih terfokus pada exchange
fairness, administrative fairness, dan personal fainess. Wajib pajak merasa
adil jika mendapatkan manfaat sebanding dengan kewajiban perpajakan
yang dilakukannya berupa fasilitas kemudahan bagi usahanya dan juga
fasilitas publik. Selain itu aspek keadilan dari segi administrasi juga lebih
diperhatikan wajib pajak karena tidak ingin dipersulit lebih jauh mengenai
cara perhitungan, penyetoran dan pelaporan perpajakan. Hal ini sesuai
dengan kepentingan dari wajib pajak sendiri yang hanya untuk memenuhi
kewajiban perpajakannya, karena bisnis atau usaha yang dijalankan
sekarang sudah menyita perhatian mereka, jadi mereka lebih memilih aturan
yang sederhana.
2. Aspek keadilan penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
menurut pandangan akademisi banyak terfokus pada hal-hal yang lebih
perbedaan pengetahuan dan kepentingan akademisi memandang keadilan
yang tidak terbatas seperti wajib pajak tapi memandang dari berbagai sudut
pandang baik kepentingan masyarakat dan pemerintah. Terlepas dari belum
meratanya fasilitas publik yang diterima masyarakat dari hasil pajak, dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 ini akademisi mengkritisi
aturan ini dipaksakan kepada wajib pajak padahal masih ada aturan-aturan
lain yang dapat digunakan wajib pajak. Terlebih perbedaan kondisi setiap
wajib pajak juga turut membuat peraturan ini tidak bisa dilakukan sama rata
seperti sekarang ini. Pelaksanaan aturan ini juga dinilai akademisi membuat
hak wajib pajak tidak dapat dipenuhi berupa kompensasi kerugian dan
pemajakan berganda akibat pemotongan PPh Pasal 23. Selain itu kinerja
Direktorat Jenderal Pajak sendiri menjadi tidak efektif dan efisien karena
permasalahan dalam administrasi dan tidak sebanding dengan pendapatan
pajak dari UMKM.
3. Hal-hal yang dinilai menghambat dalam mewujudkan keadilan dalam
penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 sebagai berikut:
a. Ketidakpercayaan wajib pajak atas pemanfaatan uang hasil pajak bagi
pembangunan negara.
b. Belum adanya manfaat yang terasa berupa fasilitas dan insentif memadai
bagi wajib pajak, khususnya wajib pajak UMKM.
c. Aturan turunan yang berisi tata cara dan petunjuk teknis menjalankan
kewajiban pembayaran pajak yang banyak dan sulit dipahami wajib
d. Pemberlakuan aturan di tengah tahun pajak menimbulkan kebingungan
pada wajib pajak dalam menghitung dan melaporkan pajaknya dengan
dua aturan pada satu tahun pajak yang sama.
e. Sosialisasi yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak dirasa kurang bagi
wajib pajak jika kemungkinan ada masalah-masalah yang mungkin
timbul akibat aturan ini.
f. Adanya indikasi ketidaksesuaian Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun
2013 dengan aturan UU Pajak Penghasilan terkait dapat digunakannya
norma bagi wajib pajak orang pribadi dan kewajiban pembukuan bagi
wajib pajak badan. Walaupun dalam satu kisaran jumlah omzet yang
sama tetapi kondisi setiap wajib pajak berbeda-beda, namun semua
seperti diharuskan menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun
2013.
g. Adanya hak-hak wajib pajak yang tidak dipenuhi seperti kompensasi
kerugian dan pemajakan berganda dari pemotongan PPh Pasal 23.
5.2 Saran
Peneliti menyadari bahwa hasil yang diperoleh dalam tesis ini bukanlah
suatu hasil yang mutlak, adanya kelemahan dan keterbatasan dalam penelitian ini
dalam prosesnya. Selain itu mengingat penelitian ini merupakan penelitian sosial
yang hasilnya dapat berubah mengikuti perkembangan perpajakan kedepan.
Namun semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat untuk memahami
Secara garis besar penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
telah dilaksanakan, namun terdapat beberapa hal yang dinilai menghambat dalam
mewujudkan keadilan dari aturan ini. Oleh karena itu mencoba menghimpun dan
mengajukan beberapa saran bagi pihak-pihak terkait yang berkepentingan untuk
menggunakan studi ini sebagai referensi informasi. Adapun saran yang penulis
ajukan adalah sebagai berikut :
1. Saran untuk akademisi yang tertarik untuk meneliti masalah serupa
disarankan untuk memperluas cakupan penelitian agar lebih bisa
menggambarkan kondisi secara umum atau meneliti pada aturan perpajakan
yang lain agar dapat menjadi penelitian lebih lanjut mengenai aspek
keadilan dalam perpajakan di Indonesia.
2. Saran untuk praktisi, yakni pihak yang terkait dalam perpajakan Indonesia
antara lain wajib pajak untuk lebih aktif dalam memperhatikan aturan-aturan
perpajakan agar dapat menjalankan kewajiban perpajakannya dengan baik.
Kemudian pihak akademisi untuk terus memberikan informasi dan
pembinaan kepada wajib pajak untuk mempermudah pemahaman wajib
pajak. Selain itu adapula beberapa saran bagi pemerintah khususnya
Direktorat Jenderal Pajak unutk mencapai pajak yang adil bagi masyarakat:
a. Menciptakan pemerintahan yang transparan dalam penggunaan uang
hasil pajak kepada masyarakat. Hal yang dapat dilakukan dengan
mempublikasikan penerimaan dan pengeluaran negara kepada
masyarakat luas sehingga masyarakat dapat mengetahui dan menilai
b. Memberikan timbal balik bagi wajib pajak UMKM yang sudah
berkontribusi pada perekonomian negara dan melakukan kewajiban
perpajakannya dengan baik. Hal yang dapat dilakukan dengan
memberikan fasilitas kepada wajib pajak berupa kemudahan perizinan
usaha dan kredit bagi usaha UMKM. Insentif pajak bagi UMKM dengan
beberapa kriteria seperti usaha UMKM yang dapat melakukan ekspor,
hasil kerajinan yang melestarikan budaya daerah, penggunaan tenaga
kerja penduduk setempat yang membantu mengurangi pengangguran,
dan lainnya agar UMKM dapat lebih bersaing.
c. Dalam menjelaskan peraturan hendaknya dibuat dengan bahasa yang
lebih dapat dipahami wajib pajak. Kemudian perlu juga untuk
menghimpun dan mengkodefikasi semua peraturan yang ada agar lebih
mudah memperoleh informasi peraturan dan memahaminya. Selain itu
akan lebih baik dibuat mekanisme institusi untuk mengurangi frekuensi
amandemen peraturan.
d. Menghindari menerapkan peraturan di tengah tahun saat aturan lain
sedang berlangsung agar tidak mempersulit catatan dan perhitungan
wajib pajak.
e. Direktorat Jenderal pajak dapat melakukan sosialiasi dengan cara yang
lebih dapat diterima wajib pajak melalui berbagai media dalam rangka
memberikan pelayanan pembinaan kepada wajib pajak.
f. Dalam membuat kebijakan baru hendaknya mengacu pada substansi yang
misalnya dalam Peraturan Pemerintah Tahun 2013 ini perlu diperjelas
dan diperbaiki agar tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi.
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 lebih baik diperlakukan
sebagai salah satu opsi bagi wajib pajak Setiap aturan yang akan
digunakan wajib pajak harus diajukan sebelumnya terlebih dahulu
kepada otoritas pajak beserta alasannya sehingga telah ada kesepakatan
bahwa wajib pajak telah memahami aturan yang akan dilakukannya
beserta konsekuensi yang menyertainya
g. Dengan memberikan Peraturan Pemerintah nomor 46 Tahun 2013
sebagai opsi wajib pajak yang memang benar rugi dapat melakukan
kompensasi kerugian sesuai haknya. Selain itu diharapkan pemberian
SKB pada wajib pajak yang menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor
46 Tahun 2013 dapat dilakukan secara otomatis atau paling tidak
pengajuannya tidak per transaksi sehingga tidak menambah beban bagi
wajib pajak dan petugas pajak.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Bohari. 2012. Pengantar Hukum Pajak. Jakarta: PT. Rajagrafino Persada.
Cooper, Donald and Pamela Schindler. 2006. Metode Riset Bisnis. Jakarta: PT. Media Global Edukasi.
Darmodiharjo, Darji dan Shidarta. 2008. Pokok-Pokok Filsafat Hukum: Apa dan
Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Devano, Sony dan Siti Kurnia Rahayu. 2006. Perpajakan Konsep Teori dan Isu. Jakarta: Prenada Media Group
Manurung, Rosida Tiurma. 2009. Teknik Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Jendela Mas Pustaka.
Moleong, Lexy J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Ortax. 2012. Susunan Dalam Satu Naskah 9 Undang-Undang Perpajakan. Ortax. Jakarta: PT. Integral Data Prima.
Sari, Diana. 2013. Konsep Dasar Perpajakan. Bandung: PT. Refika Aditama.
Satori, Djam’an dan Aan Komariah. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:
Alfabeta.
Sekaran, Uma. 2006. Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.
Siauw Jan, Tjia. Pengadilan Pajak: Upaya Kepastian Hukum dan Keadilan Bagi Wajib
Pajak. Bandung: PT. Alumni.
Simanjuntak, Timbul Hamonangan dan Imam Mukhlis. 2012. Dimensi Ekonomi
Perpajakan Dalam Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Raih Asa Sukses.
Smith, Adam. An Inquiry Into The Nature and Causes of The Wealth of Nations: An
Electronic Classics Series Publication. 2005. Pennsylvania: Pennsylvania State
University
Soemitro, Rochmat dan Dewi Kania Sugiharti. 2004. Asas dan Dasar Perpajakan. Bandung: PT. Refika Aditama.
Tim Penyusun. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
Undang Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah.
Widodo, Widi dan Dedy Djefris. 2008. Tax Payer’s Right. Bandung: Alfabeta
SKRIPSI, TESIS, DAN DISERTASI
Azmi, Anna A. Che and Kamala A. Perumal. 2008. Tax Fairness Dimensions in An
Asian Context: The Malaysian Perspective, International review of Business Research Papers. Vol 4 No. 5 p11-19.
Fanani, Ahmad Zaenal. 2008. Teori Keadilan Dalam Perspektif Filsafat Hukum dan
Islam. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.
Gerbing. 1988. An Empirical Study of Taxpayers Perceptions of Fairness.
Nurpratiwi, Anisa, Muhammad Saifi dan Otto Budihardjo. 2014. Analisis Persepsi
Wajib Pajak Pemilik UMKM Terhadap Penetapan Kebijakan Pajak Penghasilan Final Sesuai Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 (Studi pada KPP Pratama Malang Utara). Malang: Universitas Brawijaya.
Rahmatullah, Tantan. 2013. Persepsi Pelaku Usaha Menengah Atas Mekanisme Pajak
Penghasilan (Studi Fenomenologis: Usaha Menengah Sektor Industri Makanan dan Pakaian di Kota Bandung). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Resyniar, Gandhys. 2013. Persepsi Pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
Terhadap Penerapan PP. 46 Tahun 2013.
Saad, Natrah. 2011. Fairness Perceptions and Compliance Behaviour: Taxpayer’s
Judgements in Self Assessment Environments.
Setyaningsih, Titik dan Ahmad Ridwan.2013. Persepsi Wajib Pajak UMKM Terhadap
Kecenderungan Negosiasi Kewajiban Membayar Pajak Terkait Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Simposium Nasional Perpajakan 4.
Suhairi. 2004. Overload Standar Akuntansi Keuangan (SAK), dan Analisis Teknik Serta
Prosedur Akuntansi Untuk Pengembangan Penerapan Akuntansi pada Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia. Padang: Simposium Nasional Akuntansi 9.
Syahdan, Saifhul Anwar dan Asfida Parama Rani. 2013. Dimensi Keadilan Atas
Pemberlakuan PP No. 46 Tahun 2013 dan Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak.
PERATURAN PERUNDANGAN-UNDANGAN
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2013 Tentang Tata Cara Pembebasan dari Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak Yang Dikenai Pajak Penghasialn Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 107/PMK.011/2013 Tentang Tata Cara Penghitungan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Berdasarkan Peredaran Bruto Tertentu.
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ/2013 Tentang Tata Cara Pembebasan dari Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak Yang Dikenai Pajak Penghasialn Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu..
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ/2014 Tentang Penegasan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-42/PJ/ 2013 Tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
INTERNET
Biro Pusat Statistik. Penerimaan Negara 2008-2014. http://www.bps.go.id. Diakses tanggal 4 Oktober 2014.
Teresia, Ananda. 2013. Pajak UKM Beratkan Pedagang Sembako Skala Kecil. http://www.tempo.co/read/news/2013/06/30/090492321/Pajak-UKM-Beratkan-Pedagang-Sembako-Skala-Kecil. Diakses tanggal 28 November 2014.