• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Psychological Well-Being pada Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan "X" Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Psychological Well-Being pada Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan "X" Bandung."

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

viii ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran mengenai psychological well-being pada narapidana wanita di lembaga pemasyarakatan “X” Bandung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Penarikan sampel dilakukan menggunakan teknik purposive sampling, dengan jumlah sampel sebanyak 178 responden.

Alat ukur yang digunakan merupakan hasil adaptasi dari The Ryff Scales of Psychological Well-being yang telah diterjemahkan oleh Neysa Valeria, S.Psi. Alat ukur ini berisi 84 item. Setelah menggunakan pengolahan statistik spss 19.0, diperoleh 72 item valid. Validitas item-item tersebut berkisar antara 0,307-0,739. Realibilitas alat ukur yang diperoleh sebesar 0,915.

Pada 178 narapidana wanita di lembaga pemasyarakatan “X” Bandung diperoleh hasil bahwa 50,6% narapidana wanita menunjukkan psychological being yang tinggi dan 49,4% narapidana wanita menunjukkan psychological well-being yang rendah. Dari hasil penelitian ini mengartikan bahwa narapidana wanita di lembaga pemasyarakatan “X” Bandung menunjukkan psychological well-being yang tersebar hampir merata.

(2)

ix ABSTRACT

The present research is purposed to understand the related image of psychological well-being of women prisoners in “X” Bandung penitentiary. The method of present research is descriptive method. Sampling is conducted using purposive sampling method, with the amount of sample is 178 respondent.

Measuring tool for the present research is adapted result of The Ryff Scales of Psychological Well-Being which is translated by Neysa Valeria, S.Psi. The measuring tool contains 84 items. After using statistical process spss 19.0, 72 valid items are obtained. The validity items are ranging from 0.307-0.739. The reability of measuring tool is 0.915.

In 178 women prisoners of “X” Bandung penitentiary is attained a result of 50.6% prisoners show high psychological well-being and 49.4% prisoners show low psychological well-being. Based on the result of present research, it means that women prisoners in “X” Bandung penitentiary shows different psychological well-being and almost spread evenly.

(3)

x DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan...i

Lembar Orisinalitas Laporan Penelitian...ii

Pernyataan Publikasi Laporan Penelitian...iii

Kata pengantar...v

Abstrak...viii

Abstract...ix

Daftar Isi...x

Daftar Bagan...xiii

Daftar Tabel...xiv

Daftar Lampiran...xv

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1Latar Belakang Masalah...1

1.2Identifikasi Masalah...8

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian...8

1.3.1 Maksud penelitian...8

1.3.2 Tujuan Penelitian...8

1.4Kegunaan Penelitian...9

1.4.1 Kegunaan Teoritis...9

1.4.2 Kegunaan Praktis...9

(4)

xi

Bagan 1.1 Kerangka Pikir...19

1.6Asumsi...20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...21

2.1 Psychological Well-being...21

2.1.1 Definisi Psychological Well-being...21

2.1.2 Dimensi Psychological Well-being...21

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Psychological Well-being...25

2.2 Warga Binaan Pemasyarakatan………...27

2.2.1 Narapidana...27

2.3 Lembaga Pemasyarakatan...31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN...33

3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian...33

3.2Bagan Prosedur Penelitian...33

3.3Variabel dan Definisi Operasional...34

3.3.1 Variabel Penelitian...34

3.3.2 Definisi Konseptual………...34

3.3.3.Definisi Operasional...34

3.4Alat Ukur Psychological well-being...36

3.4.1 Kisi-kisi Alat Ukur...36

(5)

xii

3.4.3 Sistem Penilaian...39

3.4.4 Data Pribadi dan Data Penunjang...40

3.5Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur...41

3.5.1 Validitas Alat Ukur...41

3.5.2 Reliabilitas Alat Ukur...41

3.6Populasi dan Teknik Sampling...43

3.6.1 Populasi...43

3.6.2 Teknik Sampling...43

3.7Teknik Analisis...43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...45

4.1 Gambaran Umum Narapidana Wanita...45

4.1.1 Gambaran Narapidana Wanita berdasarkan Usia...45

4.1.2 Gambaran Narapidana Wanita berdasarkan Agama...46

4.1.3 Gambaran Narapidana Wanita berdasarkan Suku Bangsa...46

4.1.4 Gambaran Narapidana Wanita berdasarkan Pendidikan Terakhir...47

4.1.5 Gambaran Narapidana Wanita berdasarkan Status Sosial...48

4.1.6 Gambaran Narapidana Wanita berdasarkan Lamanya Vonis...48

4.1.7 Gambaran Narapidana Wanita berdasarkan Kasus...49

4.2 Hasil Penelitian...50

4.2.1 Gambaran Psychological Well-being dan Dimensinya...50

(6)

xiii

4.2.3 Tabulasi Silang Dimensi Positive Relation with Others dan

Psychological Well-being...53

4.2.4 Tabulasi Silang Dimensi Autonomy dan Psychological Well-being...54

4.2.5 Tabulasi Silang Dimensi Environmental Mastery dan Psychological Well-being...55

4.2.6 Tabulasi Silang Dimensi Purpose in Life dan Psychological Well- being...56

4.2.7 Tabulasi Silang Dimensi Personal Growth dan Psychological Well-being...57

4.3 Pembahasan...58

BAB V SIMPULAN DAN SARAN...72

5.1 Simpulan...72

5.2 Saran...74

5.2.1 Saran Teoritis...74

5.2.2 Saran Praktis...74

DAFTAR PUSTAKA...76

(7)

xiv

DAFTAR BAGAN

(8)

xv

DAFTAR TABEL

3.1 Tabel Distribusi Indikator dan Item Psychological Well-Being...36

3.2 Tabel Penjelasan Pernyataan...38

3.3 Penilaian Kuesioner…...39

3.5 Tabel Kriteria Reliabilitas...42

4.1 Gambaran Narapidana Wanita berdasarkan Usia...45

4.2 Gambaran Narapidana Wanita berdasarkan Agama...46

4.3 Gambaran Narapidana Wanita berdasarkan Suku Bangsa...46

4.4 Gambaran Narapidana Wanita berdasarkan Pendidikan Terakhir...47

4.5 Gambaran Narapidana Wanita berdasarkan Status Sosial...48

4.6 Gambaran Narapidana Wanita berdasarkan Lamanya Vonis...48

4.7 Gambaran Narapidana Wanita berdasarkan Kasus...49

4.8 Gambaran Hasil Penelitian...50

4.9 Gambaran Psychological Well-being berdasarkan Dimensinya...51

4.10 Tabulasi Silang Dimensi Self Acceptance dan Psychological Well-being...52

4.11 Tabulasi Silang Dimensi Positive Relation with Others dan Psychological Well-being...53

4.12 Tabulasi Silang Dimensi Autonomy dan Psychological Well-being...54

4.13 Tabulasi Silang Dimensi Environmental Mastery dan Psychological Well-being...55

4.14 Tabulasi Silang Dimensi Purpose in Life dan Psychological Well-being...56

(9)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Data Penunjang dan Kuesioner Psychological Well-being Lampiran B Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

Lampiran C Data Primer

Lampiran D Tabulasi Silang Data Penunjang dengan Psychological Well-being beserta dimensinya.

(10)

1

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Tindakan kriminalitas merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu hukuman yang akan diberikan adalah hukuman kurungan atau penjara. Pelaku tindakan kriminalitas akan ditempatkan dan diberikan pembinaan di sebuah tempat yang bernama Lembaga Pemasyarakatan. Individu pelaku tindakan kriminalitas biasanya disebut narapidana. Di Indonesia, jumlah narapidana sekitar 159.737 individu dengan 95% narapidana pria dan 5% narapidana wanita (Ditjen Pemasyarakatan, 2013). Dengan jumlah yang sedikit, narapidana wanita mendapatkan perlindungan hukum seperti ditempatkan pada lembaga pemasyarakatan khusus wanita dengan pembinaan yang disesuaikan berdasarkan aktivitas-aktivitas wanita.

Narapidana dibina di lembaga pemasyarakatan dengan tujuan agar mereka dapat kembali serta diterima di tengah-tengah masyarakat terutama keluarganya setelah menyelesaikan proses pemidanaannya. Lembaga

Pemasyarakatan “X” Bandung merupakan salah satu lembaga

(11)

2

ini melakukan tindakan kriminal seperti penipuan, pembunuhan, ataupun pencurian, narkoba meliputi pemakai dan pengedar, serta tindak pidana korupsi atau yang biasa disebut tipikor. Dalam lembaga pemasyarakatan dilaksanakan pembinaan dengan ditunjang kegiatan-kegiatan seperti keagamaan, keterampilan, olahraga, maupun pos kerja. Kegiatan ini dapat membantu narapidana wanita mengisi kehidupan sehari-harinya selama tinggal di lembaga pemasyarakatan. Narapidana wanita diwajibkan untuk mengikuti satu kegiatan ataupun satu pos kerja sebagai kegiatan sehari-harinya. Hal tersebut merupakan salah satu peraturan yang harus dipenuhi narapidana wanita yang dirasakan sebagai tuntutan bagi narapidana wanita itu sendiri.

Di dalam lembaga permasyarakatan “X” pun, setiap narapidana ditempatkan menjadi 2 bagian berdasarkan kasus yang dijalaninya. Dalam satu kamar berisi 9-14 orang narapidana wanita. Penempatan narapidana pada setiap kamarnya ditentukan oleh pihak lembaga pemasyarakatan sehingga narapidana wanita tidak dapat memilih orang-orang yang mereka inginkan untuk tinggal satu kamar. Dalam hal ini, narapidana dituntut untuk dapat menyesuaikan diri bersama teman-temannya di dalam satu kamar yang terkadang berakhir dengan pertengkaran.

(12)

narapidana seperti harus menyimpan sepatu pada rak yang sudah disediakan ataupun membeli kebutuhan di tempat yang telah disediakan. Peraturan tersebut wajib ditaati oleh narapidana wanita selama tinggal di lembaga pemasyarakatan. Apabila peraturan tersebut dilanggar, narapidana wanita akan mendapatkan hukuman seperti membersihkan blok kamar selama satu minggu ataupun membersihkan selokan selama satu minggu. Apabila melanggar peraturan seperti memegang hp, merokok dan memegang uang, akan dikenakan sanksi yang lebih berat diantaranya dimasukkan ke sel tikus atau dicatat di buku pelanggaran dengan hukuman yang telah ditentukan. Pemberian hukuman tersebut membuat narapidana-narapidana yang tinggal di lembaga pemasyarakatan merasa tertekan dalam menaati peraturan tersebut agar dirinya tidak terkena masalah berkaitan dengan surat keputusan atau kebebasan dirinya.

Perasaan-perasaan para narapidana wanita mengenai keadaan sehari-harinya di lembaga pemasyarakatan berpengaruh pada kesejahteraan psikologis narapidana wanita. Kesejahteraan psikologis atau psychological well-being merupakan hasil evaluasi atau penilaian individu terhadap

(13)

4

keinginannya (environmental mastery), memiliki tujuan hidup (purpose in life), serta terus mengembangkan pribadinya (personal growth) (Ryff, 1989).

Psychological well-being pada setiap narapidana wanita berbeda

sesuai dengan penghayatan psikologis yang dirasakan oleh narapidana wanita dalam menjalani kehidupannya di lembaga pemasyarakatan. Survei awal dilakukan dengan menggunakan metode kuesioner mengenai pertanyaan yang berhubungan dengan psychological well-being terhadap dua puluh narapidana

wanita yang berada di lembaga pemasyarakatan “X” Bandung.

Dari dua puluh narapidana wanita di lembaga pemasyarakatan “X” Bandung, 5 individu (25%) merasa mampu menerima kenyataan dan merasa nyaman dengan kondisi dirinya baik kelebihan maupun kekurangan dirinya dengan menyadari vonis yang diberikan sesuai dengan tindakan kriminalitas yang dilakukannya. Selain itu, mereka juga mampu menerima kondisi dirinya sebagai narapidana wanita dengan segala keterbatasannya di dalam lembaga

pemasyarakatan “X” Bandung. Sebanyak 15 individu (75%) narapidana

(14)

Sembilan individu (45%) narapidana wanita mampu berhubungan positif dengan orang lain, mereka menghayati dirinya memiliki teman dekat dan percaya dalam menceritakan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya terkait keluarga maupun perasaan yang dirasakannya ketika tinggal di lembaga pemasyarakatan. Sebelas individu (55%) narapidana wanita lainnya kurang mampu berhubungan positif dengan orang lain seperti menghayati dirinya menjaga jarak dengan menutup diri untuk memiliki relasi dengan narapidana wanita lainnya. Dalam dimensi positive relation with others, narapidana wanita cenderung kurang mampu memiliki hubungan yang hangat dengan narapidana lainnya di antaranya dengan memiliki teman dekat sesama narapidana wanita dan memiliki kepercayaan untuk menceritakan masalah kehidupannya.

(15)

6

dikarenakan takut dan malu terhadap perkataan orang lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa narapidana wanita belum mampu mandiri dalam mengatur kehidupannya di dalam lembaga pemasyarakatan Dalam dimensi autonomy, narapidana wanita cenderung mampu mandiri dalam mengatur

kehidupannya di dalam lembaga pemasyarakatan.

Dari dua puluh narapidana wanita di lembaga pemasyarakatan “X” Bandung, 5 individu (25%) narapidana wanita merasa mampu mengatur dan mengubah lingkungannya sesuai dengan apa yang diinginkannya. Narapidana wanita mengendalikan situasi lingkungannya walaupun memiliki keterbatasan tinggal di lembaga pemsyarakatan. Narapidana wanita mengambil kesempatan dalam memilih kegiatan-kegiatan yang dilakukannya sehari-hari seperti melakukan kerja umum, pos kerja, ataupun membantu membagikan makanan pada jam makan. Lima belas individu (75%) narapidana wanita merasa lebih baik berdiam diri dengan mengabaikan lingkungannya, serta tidak berusaha untuk mengatur dan mengubah kehidupannya sesuai dengan yang diinginkannya. Dalam dimensi environmental mastery, narapidana wanita cenderung kurang mampu menguasai lingkungannya dengan mengatur dan mengubah lingkungannya sesuai dengan apa yang diinginkannya.

Dari dua puluh narapidana wanita di lembaga pemasyarakatan “X”

(16)

memudahkan dirinya dalam mengurus hal-hal yang berkaitan dengan kebebasan mereka seperti pembebasan bersyarat maupun surat keputusan. Selain itu, narapidana wanita dapat menentukan hal apa yang akan dilakukannya setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan seperti kembali berperan sebagai istri ataupun ibu di dalam keluarganya ataupun membuka atau melanjutkan usaha yang dijalaninya. Sebelas individu (55%) dari dua puluh narapidana wanita kurang mampu menentukan tujuan hidup baik di dalam lembaga pemasyarakatan seperti hanya menjalaninya dengan pasrah dan belum dapat menyebutkan apa yang akan dilakukannya setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan. Narapidana wanita masih kebingungan dalam menentukan hal apa yang akan dilakukannya baik di dalam maupun setelah keluar lembaga pemasyarakatan. Dalam dimensi purpose in life, narapidana wanita kurang mampu menentukan tujuan hidupnya baik pada saat di dalam lembaga pemasyarakatan maupun setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan.

(17)

8

kegiatan yang tidak diinginkannya. Dalam dimensi personal growth, narapidana wanita cenderung kurang mampu mengembangkan dirinya dengan menghayati bahwa kesempatan belajar yang diinginkannya tidak tersedia sebagai fasilitas di lembaga pemasyarakatan.

Berdasarkan hasil survei, diketahui adanya variasi dari dimensi-dimensi psychological well-being pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan “X” Bandung. Oleh karena itu, peneliti tertarik meneliti

mengenai gambaran psychological well-being pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan “X” Bandung berdasarkan keenam dimensi dan

faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well-being.

I.2 Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui bagaimana derajat psychological well-being pada Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan “X”

Bandung.

I.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

(18)

1.3.2 Tujuan Penelitian

Untuk memperoleh gambaran mengenai psychological well-being dilihat dari enam dimensi psychological well-being pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan “X” Bandung. Untuk melihat keterkaitan faktor-faktor yang memengaruhi psychological well being dengan enam dimensi psychological

well-being pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan “X”

Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoretis

Memberikan informasi mengenai psychological well-being bagi bidang ilmu psikologi positif.

Memberikan masukan bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai psychological well-being pada narapidana wanita.

1.4.2 Kegunaan Praktis

(19)

10

kondisi narapidana wanita di lembaga pemasyarakatan “X” Bandung.

Memberikan pengetahuan pada Lembaga Pemasyarakatan sebagai bahan pertimbangan ketika merancang program kegiatan berdasarkan kondisi narapidana wanita yang akan diberikan kepada narapidana wanita di lembaga pemasyarakatan “X” Bandung.

1.5Kerangka Pikir

Warga binaan pemasyarakatan atau yang biasa disebut dengan narapidana adalah individu yang sedang menjalani hukuman pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan. Dalam hal ini, kehilangan kemerdekaan merupakan penderitaan yang dialami oleh narapidana. Narapidana diharuskan berada di lapas dalam jangka waktu yang ditentukan. Hal tersebut berlaku bagi narapidana wanita maupun pria(Prayitno, 2006).

(20)

lembaga pemasyarakatan cenderung monoton dan kehilangan panutan terutama bagi narapidana yang berusia muda. Dalam mengalami kehilangan-kehilangan tersebut, narapidana wanita memiliki penghayatan atau penilaian yang berbeda-beda mengenai keadaan hidupnya di lembaga pemasyarakatan. Penilaian narapidana wanita mengenai keadaan hidupnya dapat disebut psychological well-being.

Psychological well being juga merupakan hasil evaluasi atau

penilaian seseorang terhadap pengalaman-pengalaman hidupnya (Ryff, 1995). Psychological well-being merupakan realisasi dan pencapaian penuh dari

potensi individu yang mana individu dapat menerima kekurangan dan kelebihan dirinya, mandiri, mampu membina hubungan positif dengan orang lain, dapat menguasai lingkungannya dalam arti memodifikasi lingkungannya agar sesuai dengan keinginannya, memiliki tujuan hidup, serta terus mengembangkan pribadinya (Ryff, 1989).

(21)

12

menerima kenyataan dan merasa nyaman dengan kondisi dirinya saat ini baik kelebihan maupun kekurangan yang dimilikinya. Sebaliknya, self acceptance narapidana wanita yang rendah ditandai dengan narapidana wanita tidak menerima kondisinya dengan segala keterbatasan sebagai narapidana yang sedang menjalani pembinaan di lembaga pemasyarakatan. Selain itu juga, statusnya sebagai narapidana wanita dipandang sebagai sebuah kekurangan. Kekurangan-kekurangan tersebut menutupi narapidana wanita bahwa sebenarnya setiap individu memiliki kelebihan.

(22)

yang memiliki dimensi positive relation with others yang tinggi merupakan narapidana yang menghayati memiliki teman dekat dan dapat menceritakan masalah hidupnya kepada sesama narapidana wanita maupun petugas lembaga pemasyarakatan. Narapidana wanita yang memiliki dimensi positive relation with others yang rendah merupakan narapidana wanita yang memilih

untuk tidak berteman dengan narapidana wanita lain, tidak memiliki kepercayaan dalam menceritakan masalah hidupnya kepada narapidana lainnya, serta timbul perasaan curiga kepada narapidana wanita lainnya apabila menceritakan mengenai masalah hidupnya.

(23)

14

narapidana wanita lain dan sesuai dengan norma yang berlaku serta menyelesaikan tugas tanpa bantuan sesama narapidana wanita. Narapidana wanita yang memiliki dimensi autonomy yang rendah merupakan narapidana yang mengambil keputusan cenderung menggunakan pendapat sesama narapidana wanita dan membutuhkan bantuan dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan.

Dimensi yang keempat, dimensi environmental mastery. Dimensi ini melibatkan kemampuan individu mengendalikan situasi untuk dapat mengatur dan mengubah lingkungannya melalui aktivitas fisik maupun mental (Ryff,1989). Dalam kehidupannya di lembaga pemasyarakatan, narapidana wanita kehilangan kendali dalam menentukan kehidupan yang dijalaninya. Hal tersebut juga terkait dengan kemampuannya dalam mengendalikan situasi yang dihadapi di lembaga pemasyarakatan. Situasi lembaga pemasyarakatan memiliki keterbatasan dalam mengatur dan mengubah lingkungan untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan keinginannya. Narapidana wanita yang memiliki dimensi environmental mastery yang tinggi merupakan narapidana wanita yang mampu menghayati

(24)

karena keterbatasan yang dimiliki tidak memungkinkan narapidana wanita dapat memilih dan mengubah lingkungan sesuai dengan keinginannya.

Dimensi yang kelima, dimensi purpose in life. Dimensi ini mengartikan bahwa individu mampu mengarahkan atau memberikan tujuan pada hidupnya yang dapat memberikan kontribusi pada kebermaknaan hidupnya (Ryff,1989). Dalam dimensi ini, narapidana wanita dapat menentukan hal yang akan dilakukannya di dalam maupun setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan. Narapidana wanita pun memiliki hambatan yaitu pandangan negatif dari masyarakat terkait stereotype narapidana wanita yang negatif di mata sebagian besar masyarakat. Hal tersebut menjadi salah satu keterbatasan bagi narapidana wanita untuk menentukan hal apa yang akan dilakukan oleh dirinya baik di dalam maupun setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan. Narapidana wanita yang memiliki dimensi purpose in life yang tinggi adalah narapidana wanita yang dapat menentukan tujuan hidup mengenai apa yang akan dilakukannya di dalam maupun setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan tanpa menghiraukan pandangan negatif yang diterimanya dari masyarakat. Narapidana wanita yang memiliki dimensi purpose in life yang rendah adalah narapidana wanita yang belum mengetahui

(25)

16

Dimensi yang terakhir adalah dimensi personal growth. Dimensi ini menjelaskan bahwa individu memiliki kemampuan untuk mengembangkan potensi diri yang dimilikinya (Ryff, 1989). Dalam dimensi ini, narapidana wanita yang tinggal di lembaga pemasyarakatan diberikan pembinaan untuk meningkatkan kualitas diri agar menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak kriminalitas yang dilakukannya. Dalam hal ini narapidana wanita memiliki kesempatan belajar sesuai dengan kegiatan-kegiatan yang tersedia di dalam lembaga pemasyarakatan. Bagi narapidana wanita yang memiliki dimensi personal growth yang tinggi, merasa dirinya memiliki kesempatan belajar dengan mengikuti kegiatan-kegiatan yang tersedia di lembaga pemasyarakatan dalam hal mengembangkan dirinya. Bagi narapidana wanita yang memiliki dimensi personal growth yang rendah merasa tidak memiliki kesempatan belajar karena hal yang ingin dipelajari tidak tersedia di lembaga pemasyarakatan.

Adapun faktor yang memengaruhi psychological well-being pada individu, diantaranya ialah faktor sosiodemografi yaitu usia dan status sosial ekonomi; serta faktor dukungan sosial. Dalam mengetahui psychological well-being narapidana wanita, faktor usia memengaruhi perkembangan

(26)

lanjut. Namun dimensi positive relations with other dan self acceptance tidak menunjukkan perubahan dari waktu ke waktu. Semakin bertambahnya usia narapidana wanita, kemandirian dalam mengambil keputusan dan penguasaan lingkungan semakin meningkat. Namun dalam dimensi pertumbuhan diri dan tujuan hidup mengalami penurunan, dengan semakin bertambahnya usia, individu semakin tidak memiliki harapan tinggi mengenai hidupnya.

Status sosial ekonomi turut memengaruhi pula perkembangan psychological well-being individu. Pada dimensi self acceptance, purpose in

life, environmental mastery, dan personal growth (Ryff, et. al. Dalam Ryan

(27)

18

Faktor lainnya yang juga mempengaruhi psychological well-being adalah dukungan sosial. Menurut Davis, dalam Pratiwi (2000), individu yang mendapatkan dukungan sosial akan memiliki tingkat psychological well-being yang lebih tinggi. Narapidana wanita dipandang negatif oleh sebagian

besar masyarakat. Apabila narapidana wanita mendapatkan dukungan dan motivasi dari lingkungan terutama keluarganya, hal tersebut akan meningkatkan self-esteem yang dimiliki oleh narapidana wanita sehingga memengaruhi psychological well-being yang dimiliki. Oleh karena itu, dukungan sosial menyadarkan narapidana wanita bahwa adanya penerimaan dari lingkungan sekitarnya (positive relation with others). Penerimaan dari lingkungan sekitarnya menjadikan mereka dapat lebih menerima keadaan dirinya sebagai individu yang sedang menjalankan hukumannya terkait tindakan kriminalitas yang dilakukannya (self acceptance). Hal tersebut juga membuat mereka dapat menjalankan kehidupannya di dalam lembaga pemasyarakatan dengan mengembangkan potensi yang dimilikinya (personal growth). Serta dapat lebih optimis dalam merencanakan tujuan hidup mereka

(28)

Bagan 1.1 Kerangka Pikir Faktor – faktor yang memengaruhi :

Faktor Sosiodemografi Usia

Status sosial ekonomi : Pendidikan Terakhir Status sosial

Faktor Dukungan Sosial

Tinggi Psychological Well-Being

Rendah

Dimensi :

a. Self Acceptance

b. Positive Relations with Others

c. Personal Growth d. Enviromental Mastery e. Autonomy

f. Purpose in Life NarapidanaWanita

(29)

20

1.6 Asumsi

Narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan “X” Bandung memiliki gambaran psychological well-being yang berbeda-beda.

Gambaran psychological well-being pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan “X” Bandung ditentukan oleh 6 dimensi yaitu self acceptance, positive relation with others, autonomy, environmental

mastery, purpose in life, dan personal growth.

(30)

72

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Pada 178 narapidana wanita di lembaga pemasyarakatan “X” Bandung,

maka dapat ditarik kesimpulan mengenai psychological well-being, yaitu sebagai berikut :

1. Psychological well-being pada narapidana wanita di lembaga pemasyarakatan “X” Bandung tersebar hampir merata yaitu 50,6% narapidana wanita di lembaga pemasyarakatan “X” Bandung memiliki

gambaran psychological well-being yang tinggi dan sebagian lainnya 49,4% memiliki gambaran psychological well-being yang rendah.

2. Narapidana wanita di lembaga pemasyarakatan “X” Bandung yang memiliki psychological well-being tinggi ditunjang pula oleh sebagian besar derajat tinggi dari keenam dimensi-dimensinya yaitu self acceptance, positive relation with others, autonomy, environmental

mastery, purpose in life, dan personal growth. Begitu pula pada

(31)

73

3. Faktor yang memiliki kecenderungan keterkaitan dengan psychological well-being diantaranya faktor pendidikan terakhir. Faktor pendidikan

terakhir juga cenderung berkaitan dengan seluruh dimensi psychological well-being yaitu self acceptance, positive relation with others, autonomy,

environmental mastery, personal growth,dan purpose in life. Semakin

narapidana wanita berpendidikan terakhir tinggi, semakin tinggi pula psychological well-being narapidana wanita begitu pula dengan

dimensi-dimensinya.

4. Faktor lamanya vonis yang didapatkan narapidana wanita memiliki kecenderungan keterkaitan dengan psychological well-being, dan juga dimensinya yaitu self acceptance, autonomy, dan personal growth.

(32)

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoritis

1. Perlu dipertimbangkan untuk penelitian lebih lanjut yang dilakukan secara kualitatif guna menganalisis profile setiap dimensi serta meneliti pengaruh keenam dimensi terhadap psychological well-being dan hubungan antara keenam dimensinya.

2. Perlu dipertimbangkan untuk penelitian lebih lanjut mengenai hubungan pendidikan terakhir dan lamanya vonis dengan psychological well-being pada narapidana wanita di lembaga pemasyarakatan “X” Bandung.

3. Perlu dipertimbangkan untuk penelitian lebih lanjut mengenai hubungan status sosial dengan dimensi personal growth, serta dukungan sosial dengan dimensi autonomy dan personal growth pada narapidana wanita di lembaga pemasyarakatan “X” Bandung.

4. Perlu dipertimbangkan untuk menambahkan data penunjang lamanya telah menjalani masa hukuman di lembaga pemasyarakatan guna menambahkan data mengenai faktor lamanya vonis, serta melihat keterkaitannya dengan psychological well-being.

(33)

75

5.2.2 Saran Praktis

1. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh Kementrian Hukum dan HAM dan lembaga pemasyarakatan “X” Bandung dalam mengevaluasi keadaan psychological well-being narapidana wanita guna merancang program

kegiatan perkumpulan mengenai sharing ataupun konseling bersama mengenai pengalaman hidupnya sehingga narapidana wanita saling berbagi pengalaman dan menjadikannya sebagai dukungan bagi narapidana wanita di lembaga pemasyarakatan ”X” Bandung.

2. Pihak lembaga pemasyarakatan pun dapat memberikan penyuluhan mengenai kegiatan yang dapat dilakukannya sebagai narapidana wanita maupun setelah keluar lembaga pemasyarakatan guna membantu narapidana wanita merencanakan hal yang akan dilakukan selama menjalani hukuman dan mempersiapkan diri dengan kegiatan yang akan dilakukannya menjelang maupun setelah pembebasan dirinya (purpose in life).

(34)

with others), serta mengemukakan pendapat-pendapat dirinya dan

(35)

77

DAFTAR PUSTAKA

Cooke, David. Pamela Baldwin & Jacqueline Holison (1990) Psychological in Prison. New York : Routledge.

Friedenberg, Liza. (1995). Psychological Testing, Design, Analysis, and Use. Boston : Allyn and Bacon.

Guilford, J. P. (1956). Fundamental Statistics in Psychology and Education. New York : Mc Graw-Hill Book Co. Inc.

Nazir, Mohammad. (2003). Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia

Prayitno, Dwidja (2006). Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia. Bandung : Refika Aditama.

Ryan R.M., & Deci, E.L. (2001) A Review of research on hedonic and eudaimonic well-being. Happiness and Human Potentials, 52, 141-166

Ryff, C. D. (1989). Happiness is Everything, or is it? Explorations on the meaning of psychological well being. Journal of Personality and Social Psychology, 57, 1069-1081

Ryff, C. D. (1995). Psychological well-being in adult life. Curent Directions in Psychological Science, 4, 99-104

Ryff, C.D., Keyes C. (1995). The Structure of well-being received. Journal of Personality and Social Psychology, 69, 719-727

Ryff, C. D., Singer, B. (1996). Psychological Well-being: Meaning, Measurement, and Implication for Psychotherapy Research. Psychotheraphy, Psychosomatic. Special Article. 65, 14-23.

Santoso, Topo. Eva Achjhani Zulfa. (2003) Kriminologi, Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Siegel, Sydney (1992). Statistik Nonparametrik. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Sugiyono (2007). Statistik Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta, cv.

(36)

78

Ditjen Pemasyarakatan. 2013. Data Terakhir Jumlah Penghuni Per-UPT pada Kanwil. (http://smslap.ditjenpas.go.id/public/grl/current/monthly/kanwil/ db5e00e0-6bd1-1bd1-913c-313134333039/year/2013/month/5 diakses pada hari Rabu tanggal 22 Mei 2013 pada pukul 20:45)

Ditjen Pemasyrakatan. 2013. Data Terakhir Jumlah Penghuni Perkanwil. (http://smslap.ditjenpas.go.id/public/grl/current/monthly diakses tanggal 22 Mei 2013 pada pukul 20:54)

Valeria. Neysa. 2011. Studi Deskriptif mengenai Psychological Well-being pada Single Mothers di Komunitas “X”.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian Amarasekare (2007) menunjukan bahwa lama hidup imago betina tidak kopulasi dan tanpa oviposisi lebih tinggi dari imago jantan yaitu sekitar 33 hari dan lama

Skripsi ini ditujukan kepada kalangan praktisi dan penegak hukum serta masyarakat untuk lebih mengetahui bagaimana pelaksanaan dari suatu penyelesaian sengketa kepalitan yang

sebagai salah satu pihak dalam perkara yang berkaitan dengan harta pailit. Apabila terdapat pelanggaran, maka akan timbul sengketa atau

Hal tersebut sesuai dengan hasil pengamatan di lapangan bahwa minat belajar Aqidah Akhlak di MTs Pondok Pesantren DDI Manahilil Ulum Kaballangan Kabupaten Pinrang telah

Bentuk kejahatan pencucian dapat berupa menempatkan dana yang dihasilkan dari suatu kegiatan tindak pidana ke dalam sistem keuangan ( Plecement ), memisahkan hasil tindak

Apakah anda setuju bahwa saat ini pegawai BM telah menguasai system komputerisasi akan mendukung pelayanan yang maksimal Apakah anda setuju bahwa perawatan inventaris kantor

Metode optimasi yang digunakan adalah Simplex Lattice Design yang bertujuan untuk menentukan konsentrasi PGA dan sukrosa yang tepat dan diperoleh sifat fisik sirup yang