• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Studi Analisis Historis Antropologi Ragam Pantangan-pantangan Dalam Adat Perkawinan Masyarakat Minangkabau di Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of Studi Analisis Historis Antropologi Ragam Pantangan-pantangan Dalam Adat Perkawinan Masyarakat Minangkabau di Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

SEUNEUBOK LADA

Jurnal Ilmu-Ilmu Sejarah, Sosial, Budaya dan Kependidikan, 9 (2), 2022: 302-311 ISSN : 2356-0770

e-ISSN : 2685-2705

STUDI ANALISIS HISTORIS ANTROPOLOGI RAGAM PANTANGAN- PANTANGAN DALAM ADAT PERKAWINAN MASYARAKAT

MINANGKABAU DI KECAMATAN SANGIR KABUPATEN SOLOK SELATAN

Tia Sari, Imam Hadi Sutrisno, Hartutik tiasaritiasari514@gmail.com

Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan, Universitas Samudra.

ABSTRAK

Tulisan dalam artikel ini bertujuan untuk mengkaji Studi Analisis Historis Antropologi Ragam Pantangan-pantangan dalam adat Perkawinan masyarakat Minangkabau di Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan. Penelitian ini akan membahas tentang bagaimana sejarah munculnya adat dan pantangan- pantangan di Minangkabau. Penelitian ini dikategorikan kedalam penelitian lapangan dengan jenis penenelitian kualitatif dan pendekatan historis antropologi dengan menggunakan metode etnografi, yakni penelitian yang meneliti suatu fenomena kebudayaan dimana seorang etnografi ketika di lapangan tidak menggunakan atribut sebagai penanda seorang peneliti. Berdasarkan hasil penelitian, prosesi perkawinan dalam adat Minangkabau secara garis besar terdiri dari marasek, batimbang tando, mahanta siriah, bako- baki, malam bainai dan manjapuik marapulai. Dalam perkawinan adat Minangkabau terdapat pantangan- pantangan yang tidak boleh dilanggar karena disetiap langkah-langkah dalam adat perkawinan Minangkabau memiliki makna yang sudah dipercaya secara turun temurun. Sejarah adat di Minangkabau berawal dari kepercayaan animisme dan terdapat pantangan-pantangan dalam adat yang bermula dari nenek moyang.

Kata kunci: Perkawinan adat Minangkabau, pantangan-pantangan dalam adat Minangkabau, Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan.

ABSTRACT

The writing in this article aims to examine the Historical Analysis of Anthropological Analysis of Variety of taboos in the Minangkabau people's marriage customs in Sangir District, South Solok Regency. This study will discuss the history of the emergence of customs and taboos in Minangkabau. This research is categorized into field research with qualitative research and historical anthropological approaches using ethnographic methods, namely research that examines a cultural phenomenon where an ethnographer when in the field does not use attributes as a marker of a researcher. Based on the results of the study, the marriage procession in Minangkabau custom generally consists of marasek, baimbang tando, mahanta siriah, bako-baki, Malam bainai and manjapuik marapulai. In Minangkabau traditional marriages there are taboos that should not be violated because every step in the Minangkabau marriage custom has a meaning that has been believed for generations. The history of adat in Minangkabau originates from animistic beliefs and there are taboos in customs that originate from ancestors.

Keywords: Minangkabau traditional marriage, taboos in Minangkabau customs, Sangir District, South Solok Regency.

Author correspondence

Email: tiasaritiasari514@gmail.co

Available online at http://ejurnalunsam.id/index.php/jsnbl/index

A. Pendahuluan

Minangkabau adalah Kabupaten yang terletak di Provinsi Sumatera Barat.

Mayoritas masyarakat Minangkabau merupakan rumpun etnis Melayu, yang mana wilayah tersebut kaya dengan tradisi budaya (Sukmawati, 2008: 158). Minangkabau ini bagian dari bangsa Melayu, yakni pecahan dari bangsa yang berimigrasi dari Indo Cina pada tahun 2000 SM, sampai abad kesatu masehi. Mereka datang secara berkelompok.

(2)

SEUNEUBOK LADA

Jurnal Ilmu-Ilmu Sejarah, Sosial, Budaya dan Kependidikan, 9 (2), 2022: 302-311 ISSN : 2356-0770

e-ISSN : 2685-2705

Adapun kelompok pertama merupakan golongan Melayu (Proto Melayu). Kemudian gelombang yang kedua datang pada abad kelima merupakan golongan melayu muda atau Deutro Melayu (Marthala, 2015:8).

Perkawinan dalam masyarakat Minangkabau merupakan suatu tradisi adaik, sehingga bermacam aktivitas yang dilakukan juga harus digandengkan dengan aturan adaik yang berlaku. Karena adaik yang diberlakukan sangat rumit, dan mengekang sehingga memakan waktu yang cukup lama dan panjang serta biaya yang begitu cukup besar (Arifin, 2009:156). Namun apabila peraturan yang berlaku diadaik tersebut dilanggar maka akan dikenakan sanksi adaik, sebab adaik ini menjadi acuan yang bersifat memaksa bagi masyarakat Minangkabau.

Bentuk upacara adat perkawinan khususnya didaerah kenagarian Lubuak Gadang Solok Selatan adalah sebuah rangkaian prosesi perkawinan, yang berurutan dimulai dari maresek, batimbang tando, maminang,maantaan siriah, bako-baki, malam bainai dan manjapuik marapulai. Berkaitan dengan itu banyak pantangan-pantangan yang tidak boleh dilanggar dalam perkawinan masyarkat Minangkabau seperti nikah satu suku, saudara satu kandung, saudara dari Paman, dan lain-lain. Seperti yang dijelaskan berikut ini:

Perkawinan pantang adalah perkawinan yang dapat merusak sistem kekerabatan, yaitu yang setali darah menurut garis keturunan matrilinea dan akan mempersempit pergaulan, mengganggu psikologis anak, pelopor kerusakan dalam Kaum. Pantangan dalam perkawinan Masyarakat Minangkabau apabila di langgar akan mendapatkan sanksi tidak terkecuali perkawinan sesuku, perkawinan tersebut dapat mempersempit pergaulan karena menikah sama orang yang memiliki garis keturunan yang sama, sehingga dapat mengakibatkan perpecahan atau konflik (Nurchaliza, 2020:2).

Disamping itu terdapat pantangan-pantangan dalam tahap-tahap prosesi perkawinan yang terdiri dari meresek, batimbang tando, maminang, maantaan siriah, bako-baki, malam bainai dan manjapuik marapulai. Pantangan-pantangan dalam setiap prosesi tersebut sangat beragam dan pada umumnya ada yang menghindari dan ada yang tidak. Hal itu dikarenakan kepercayaan masing-masing masyarakat yang berbeda, sehingga mempengaruhi kebiasaan yang dianut dalam adat perkawinan tersebut. Dari adanya latar belakang dalam adat perkawinan tersebut dapat dianalisis lebih lanjut melalui penelitian dengan judul “Pantangan-Pantangan Dalam Adat Perkawinan Masyarakat Minangkabau di Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan”.

B. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini ialah kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang didasarkan pada filosofi post-positivisme, digunakan untuk memeriksa kondisi benda-benda alam (bukan percobaan), dimana peneliti adalah alat kunci, pengambilan sampel sumber data dengan sengaja, dan teknologi pengumpulannya menggunakan metode triangulasi. (kombinasi), analisis data bersifat induktif / kualitatif, sedangkan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna dari pada generalisasi (Sugiyono, 2017:14).

Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan historis antropologi menggunakan metode etnografi. Etnografi meupakan salah satu kajian dari antropologi

(3)

SEUNEUBOK LADA

Jurnal Ilmu-Ilmu Sejarah, Sosial, Budaya dan Kependidikan, 9 (2), 2022: 302-311 ISSN : 2356-0770

e-ISSN : 2685-2705

yang merupakan studi lapangan yang lebih mengarah pada penggambaran kajian penelitian lapangan. Salah satu metode penelitian kualitatif lainnya adalah etnografi.

Etnografi dianggap sebagai penentu asalnya antropologi. Selain itu, prinsip dasar penelitian etnografi berusaha untuk mempelajari individu atau masyarakat secara alami orang yang tinggal di lingkungan budaya tertentu. Atas dasar mengarah pada penelitian etnografi yang disebut naturalistic inquiry (Samsu, 2017:74).

Yang dimaksud dengan penelitian etnografi adalah kegiatan yang secara sistematis mengumpulkan informasi atau data tentang gaya hidup, berbagai kegiatan sosial, dan berbagai benda budaya dalam masayarakat. Peristiwa dan peristiwa unik dari komunitas budaya akan menarik perhatian peneliti etnografi (Endraswara, 2017:50).

Pendekatan historis yakni merekontruksi kembali kisah sejarah yang secraa kritis menggambarkan peristiwa sejarah di masa lalu dan menganalisisnya berdasarkan bukti dan data (Ismaun, 2005 : 34).

C. Pembahasan

1. Sejarah Munculnya Adat dan Pantangan-Pantangan di Minangkabau

Berdasarkan wawancara dengan pemimpin adat menyatkan bahwa terbentuknya adat berdasarkan historis adat Minangkabau berasal dari Luhak Nan Tigo, kemudian menyebar ke wilayah Rantau disisi barat, timur, utara dan selatan dari Luhak Nan Tigo.

Adat Minangkabau pada mulanya becorak budaya animisme dan Hindu-Budha.

Kemudian sejak datangnya para reformasi Islam dari timur tengah pada akhir abad ke- 18 (rujukan), adat dan budaya Minangkabau yang tidak sesuai dihapuskan. Para ulama yang dipelopori oleh Haji Piobang, Haji Miskin dan Haji Sumanik, mendesak kaum adat untuk mengubah pandangan budaya Minangkabau yang sebelumnya banyak berkiblat kepada budaya animisme dan Hindu-Budha, untuk berkiblat.

Datuak adat (datuk) menyatakan bahwa reformasi adat dan budaya di Minangkabau terjadi setelah perang padri yang berakhir pada tahun 1837 yang ditandai dengan adanya perjanjian di bukit marapalam antara alim ulama, tokoh adat, dan cadiak pandai (cerdik pandai). Mereka bersepakat untuk mendasarkan adat budaya Minangkabau pada syariat Islam, kesepakatan tersebut tertuang kedalam sebuah filsafah adat Minangkabau yang berbunyi adeik basandi syarak,syarak basandi khitabullah.

Syarak mangato adat memakai artinya adat bersendikan kepada syariat, syariat bersandikan kepada Al-Qur’an (wawancara dengan Bapak Attila Majidi 49 tahun, tanggal 08 Maret 2022 pukul 13.23 wib).

Dalam adat Minangkabu terdapat beberapa ketentuan yang memberikan ciri khas pada adat Minangkabau sebagai falsafah pandangan hidup dengan demikian maka adat Minangkabau sendiri mempunyai dasar falsafah yang nyata. Terbentuk dan berkembangnya adat Minangkabau semenjak dahulu secara garis besar terbagi atas dua periode yaitu periode sebelum islam datang dan setelah islam datang (Abbas, 2007:1-2).

Berdasarkan wawancara dengan tokoh adat menyatakan setelah Islam datang ke Minangkabu dengan masa pemerintahan Aditiawarman dari kerajaan Pagaruyung (Minangkabu) masih menganut agama Budha sehingga pada masa anaknya yang bernama Ananggawarman yang bergelar raja Alif, Minangkabau telah menjadi Islam (wawancara dengan Bapak Samsudin 46 tahun, tanggan 08 Maret 2022 pukul 13.27 wib).

Berdasarkan wawancara niniak mamak menyatakan bahwa asal usul pantangan bermula dari nenek moyang zaman dahulu yang berlaku secara turun temurun dan masih

(4)

SEUNEUBOK LADA

Jurnal Ilmu-Ilmu Sejarah, Sosial, Budaya dan Kependidikan, 9 (2), 2022: 302-311 ISSN : 2356-0770

e-ISSN : 2685-2705

dipercaya hingga saat ini. Dengan adanya mitos sudah menjadi keyakinan yang dipantangkan dan masih dipercayai dengan bukti masyarakat Minangkabau masih menjaga aturan adat berupa pantangan-pantangan tersebut. Menurut adat Minangkabau pantangan-pantangan merupakan perbuatan yang dilarang sesuai dengan kepercayaan orang Minangkabau demi keselamatan (wawancara dengan Bapak Rasidin 54 tahun, tanggal 06 Maret 2022 pukul 15.56 wib).

2. Pantangan-Pantangan Dalam Prosesi Adat Perkawinan Pada Masyarakat Minangkabau

Pantangan merupakan sesuatu yang tidak boleh untuk dilanggar baik dari segi adat maupun agama jika dilanggar maka akan mendapatkan sanksi adat dan sanksi agama.

Pantangan adat perkawinan yang terdapat pada desa Lubuk Gadang tersebut salah satu bagian dari kebudayaan yang telah turun temurun mulai dari nenek moyang zaman dulu sampai sekarang ini, apabila masyarakat yang mempunyai budaya maka wajib untuk menghormati budaya dan pantangan yang berlaku. Pada adat perkawinan Minangkabau banyak teradapat pantangan-panatangan yang tidak boleh dilanggar oleh kedua calon mempelai selain menikah satu suku atau menikah sepertalian darah. Selain itu terdapat beberapa pantangan-pantangan yang ada pada tahap-tahapan prosesi adat perkawinan masyarakat Minangkabau tersebut adalah sebagai berikut:

1. Maresek (Bertanya)

Berdasarkan wawancara dengan datuak adat (datuk) menyatakan bahwa dalam tahapan maresek tersebut memiliki pantangan-pantangan tersendiri yaitu tidak boleh asal bicara, harus direncanakan terlebih dahulu dan jangan sampai mendatangi rumah pihak perempuan dengan membawa tangan kosong. Jika pihak keluarga laki-laki mendatangai rumah pihak keluarga perempuan dengan membawa tangan kosong. Maka keluarga dari pihak perempuan merasa tidak dihargai serta mamak menjadi malu. Jika sudah tidak dihargai maka anak dari keluarga pihak perempuan tersebut tidak dibolehkan untuk menerima lamaran dari pihak keluarga laki-laki yang sudah mendatangi rumah pihak perempuan (wawancara dengan Bapak Attila Majidi 49 tahun, tanggal 08 Maret 2022 pukul 13.23 wib).

2. Batimbang Tando (Bertukar Tanda)

Berdasarkan wawancara dengan tokoh adat menyatakan bahwa pantangan- patangan pada tahap batimbang tando pihak keluarga laki-laki harus membawa daun sirih yang lengkap kerumah keluarga calon mempelai pihak perempuan jika daun sirih tersebut tidak lengkap sehingga maksud dan tujuan kedatangan dari pihak keluarga laki- laki tidak bisa untuk dilanjutkan ketahap berikutnya. Maka harus ditunda terlebih dahulu sampai keluarga dari pihak calon mempelai laki-laki bisa memenuhi persyaratan dari tahap batimbang tando yang berlaku pada adat Minangkabau. Karena apabila syarat dari batimbang tando tidak terpenuhi tetapi pihak dari keluarga laki-laki tetap mendatangi rumah keluarga pihak perempuan, maka daun sirih tersebut akan ditolak oleh keluarga pihak perempuan, karena keluarga dari pihak perempuan merasa tidak dihargai beserta mamak merasa tidak merasa malu (wawancara dengan Samsudin 46 tahun, tanggal 08 Maret 2022 pukul 13.27 wib).

3. Maminang (Meminang)

Berdasarkan wawancara dengan niniak mamak menyatakan bahwa pantangan pada tahap maminang tidak boleh untuk diwakili, harus diikut sertai oleh andeh bapak

(5)

SEUNEUBOK LADA

Jurnal Ilmu-Ilmu Sejarah, Sosial, Budaya dan Kependidikan, 9 (2), 2022: 302-311 ISSN : 2356-0770

e-ISSN : 2685-2705

dari kedua belah pihak, kepala adat dan tungganai. Pada saat maminang harus membawa barang berupa emas maupun benda adat yang mempunyai nilai bersejarah.

Serta daun sirih yang lengkap dan diikat menggunakan tali terkhusus. Tidak boleh mengikat daun sirih menggunakan karet. Apabila pihak dari keluarga laki-laki membawa daun sirih lengkap, cincin emas namun diikat menggunakan karet. Maka pihak dari keluarga perempuan merasa tidak dihargai begitu juga dengan mamak merasa tidak dihargai oleh keponakannya. Selain itu mamak juga merasa dimalu-malukan oleh keponakan terhadap keluarga pihak perempuan. Apabila pinangan tidak diterima maka tidak diperbolehkan untuk melanjutkan pada tahap berikutnya dan apabila calon mempelai perempuan melanggar perjanjian tersebut maka akan dikenakan sanksi dua kali lipat sesuai sanksi yang telah ditentukan oleh ninik mamak. Akan tetapi jika laki- laki yang melanggar perjanjian tersebut maka barang yang telah diberikan tidak dapat dikembalikan lagi serta tidak bisa untuk dituntut. (wawancara dengan Bapak Rasidin 54 tahun, tanggal 06 Maret 2022 pukul 15.56 wib).

4. Mahanta Siriah (Mengantar Sirih)

Berdasarkan wawancara dengan penghulu adat menyatakan bahwa pantangan pada tahap mahanta siriah prosesi adat perkawinan Minangkabau. Pertama harus datang bersama kedua orang tua dari pihak keluarga laki-laki beserta ninik mamak, tungganai dan kepala adat. Tidak boleh untuk diwakilkan serta membawa daun sirih yang lengkap dan ditata rapi didalam canang atau tas yang terbuat dari daun pandan. Diwajibkan untuk membawa kue-kue dan nasi kuning yang dilengkapi dengan lauk-pauk sebagai simbol rasa hormat dan sopan santun (wawancara dengan Bapak Yusriadi 45 tahun, tanggal 16 Maret 2022 pukul 16.45 wib).

5. Bako-Baki (Induk Bako)

Berdasarkan wawancara dengan pemimpin adat menyatakan bahwa pantangan pada tahap bako-baki tersebut pertama daun sirih harus yang lengkap, memakai pakaian adat lengkap, calon pengantin perempuan harus memakai hijab. Harus membawa nasi kuning yang dilengakapi dengan lauk pauk dan kue-kuean apabila salah satu ada yang kurang maka harus dilengkapi terlebih dahulu. Sebelum lengkap dari semua persyaratan tersebut maka acara tidak boleh untuk diselenggarakan. Karena jika tidak memakai pakaian adat yang lengkap maka ninik mamak dan keluarga akan menjadi malu serta tidak dihargai oleh para tamu undangan. Pada tahap Bako-Baki calon mempelai perempuan harus diiringi oleh tungaganai disaat penjemputan calon mempelai laki-laki (wawancara dengan Bapak Bendri Anto 55 tahun, tanggal 15 Maret 2022 pukul 16.25 wib).

6. Malam Bainai (Malam Berinai)

Berdasarkan wawancara dengan bundo kanduang adat menyatakan bahwa pantangan-pantangan pada tahap malam bainai tersebut pertama sekali tidak diperbolehkan untuk mewarnai kuku calon mempelai perempuan pada saat siang hari.

Kedua tidak boleh kelihatan sama ayam. Karena itu sangat pantang sekali bagi adat Minangkabau. Apabila dilakukan pada saat siang hari serta kelihatan sama ayam maka kuku calon mempelai perempuan akan kelihatan bewarna kuning melainkan bukan warna merah. Sehingga tidak cantik dan menarik pada saat prosesi akad nikah. Selain itu pada tahap malam berinai ini tidak melakukan mandi, bainai dan berjalan diatas kain bewarna kuning. Maka tahap prosesi selanjutnya tidak boleh dilakukan karena tidak mencukupi syarat dalam prosesi adat perkawinan Minangkabau (wawancara dengan Ibu Maysidang Puan 60 tahun, 10 Maret 2022 pukul 14.30 wib).

(6)

SEUNEUBOK LADA

Jurnal Ilmu-Ilmu Sejarah, Sosial, Budaya dan Kependidikan, 9 (2), 2022: 302-311 ISSN : 2356-0770

e-ISSN : 2685-2705

7. Manjapuik Marapulai (Menjemput Mempelai Laki-laki)

Berdasarkan wawancara dengan masyarakat setempat menyatakan bahwa pantangan dalam tahap manjapuik marapulai. Pertama sekali yaitu calon mempelai perempuan ketika menjemput calon mempelai laki-laki harus menggunakan pakaian adat yang lengkap. Kedua menggunakan payung bewarna kuning emas dan membawa daun sirih yang lengkap. Dan diiringi oleh tungganai bersama rombongan persumandanan yang membawa barang-barang bantuan untuk kebutuhan calon mempelai perempuan. Apabila tidak dilakukan tahap Manjapuik Marapulai maka rasa pertanggung jawaban adek perempuan dari ayah calon pihak perempuan belum selesai, hingga tahap manjapuik dilaksankan. Ketika tidak juga dilakukan maka ikatan tali darah dari pihak keluarga ayah calon mempelai perempuan akan putus untuk selamanya (wawancara bersama Ibu Desmalita 55 tahun, tanggal 20 Maret 2022 pukul 14.50 wib).

3. Prosesi Adat Perkawinan Masyarakat Minangkabau

Adat Minangkabau mempercayai sistem kekerabatan yang berbeda dari sistem kekerabatan kebudayaan pada umumnya. Adat Minangkabau memiliki sistem kekerabatan berdasarkan garis keturunan ibu. Maka dari pada itu garis keturunan pada masyarakat Minangkabau berdasarkan pihak perempuan. Sehingga adat Minang mempunyai sebuah keunikan baik dari segi kultural mapun dari segi budaya yang dipeluk. Sehingga dapat kita lihat pada adat Minangkabau tersebut (Munir, 2015:2).

Adapun tata cara adat perkawinan pada masyarakat Minangkabau yang digunakan oleh masyarakat Desa Lubuk Gadang Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan secara garis besar dapat di bagi menjadi 7 (tujuh) bagian: pertama, upacara sebelum perkawinan yaitu: Maresek, Batimbang Tando, Mahanta Siriah, Bako-Baki, Malam Bainai, dan Manjapuik Marapulai.

1. Maresek

Berdasarkan wawancara dengan datuak (datuk) adat menyatakan bahwa prosesi pernikahan adat di Minangkabau berbeda disetiap daerah sesuai dengan aturan yang diterapkan oleh pemimpin adat. Di Minangkabau atau adat setempat, pemimpin dan perkawinannya berdasarkan garis keturunan matrilineal atau keluarga ibu. Matrilineal, yaitu anak yang mengikuti suku ibunya ketika menikah. Dalam masyarakat adat Minangkabau, ketika seseorang menikah harus melalui beberapa tahapan. Pertama adalah tahap perkenalan antara pihak keluarga perempuan dan pihak keluarga laki-laki tersebut, yang lebih mengarah kepada untuk mencari tahu terlebih dahulu apakah

(7)

SEUNEUBOK LADA

Jurnal Ilmu-Ilmu Sejarah, Sosial, Budaya dan Kependidikan, 9 (2), 2022: 302-311 ISSN : 2356-0770

e-ISSN : 2685-2705

perempuan itu janda atau masih gadis. Apakah berniat untuk menerima lamaran dari laki-laki yang telah mendatangi rumah pihak keluarga calon mempelai perempuan atau hendak ingin dijodohkan dengan lelaki yang tampan dan menawan pilihan dari pihak keluarga. Setelah ada kesepakatan dari anak laki-laki dan perempuan. Maka ninik mamak akan menyampaikan amanat kepada keluarga pihak calon mempelai perempuan serta meminta izin untuk datang kepada keluarga pihak calon mempelai perempuan. Jika belum ada menerima lamaran dari orang lain maka akan melanjutkan pada tahap berikutnya (wawancara dengan Bapak Attila Majidi 49 tahun, tanggal 08 Maret 2022 pukul 13.23 wib).

Adapun sayarat untuk Maresek membawa daun sirih lengkap yang ditata rapi didalam canang ataupun tas yang terbuat dari daun pandan. Serta membawa makanan sebagai simbol sopan santun. Maresek adalah penkenalan pertama sebagai awal dari tata-cara pelaksanaan perkawinan, seperti yang telah ditentukan pada sistem kekerabatan di Minangkabau (Ardillah, 2019:3).

2. Batimbang Tando dan Maminang

Berdasarkan wawancara dengan datuak (datuk) adat menyatakan bahwa pada tahap batimbang tando dan maminang ini pihak keluarga laki-laki mendatangi kediaman pihak keluarga calon mempelai perempuan. Dan membawa emas ataupun benda adat yang mempunyai nilai sejarah untuk membuat perjanjian mengikat calon mempelai perempuan tersebut sebagai tanda bahwa perempuan telah terikat dan dipilih sebagai calon menantu. Pemilihan calon menantu tidak dapat untuk diputuskan oleh sebelah pihak saja. Adapun syarat untuk meminang menantu yaitu membawa daun sirih lengkap yang berisi daun sirih, kapur sirih, pinang, pisang, telor ayam, dan rokok. Peristiwa ini mempunyai makna tersendiri bagi kedua calon mempelai setelah berumah tangga kelak (wawancara dengan Bapak Zaibul Arif 60 tahun, tanggal 10 Maret 2022 pukul 15.10 wib).

3. Mahanta Siriah

Berdasarkan wawancara dengan datuak adat (datuk) adat menyatakan bahwa pada tahap mahanta siriah ini calon mempelai laki-laki akan meminta izin serta memohon doa restu kepada ninik mamak, saudara dari ayah, kakak, dan abang yang telah bekeluarga serta dihormati. Dengan membawa canang yang berisikan daun sirih lengkap seperti daun sirih, sadah/kapur, rokok, telor ayam, pinang, pisang, dan garam.

Yang datang dan yang menanti duduk bersama, sesuai dengan aturan adat dan canang yang bersirih diletakkan di tengah-tengah, serta seorang perempuan yang menenti akan

(8)

SEUNEUBOK LADA

Jurnal Ilmu-Ilmu Sejarah, Sosial, Budaya dan Kependidikan, 9 (2), 2022: 302-311 ISSN : 2356-0770

e-ISSN : 2685-2705

mempersilahkan untuk duduk dan mengunyah daun sirih. Semua barang yang dibawa dari rumah calon mempelai laki-laki akan ditarok ditengah-tengah ninik mamak.

Dengan tujuan untuk memberitahu dan memohon doa atas rencana pernikahan yang akan dilaksanakan. Pada lazimnya pihak yang didatangi akan memberi bantuan berupa tenaga dan biaya pernikahan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Biasanya pihak keluarga yang menanti akan ikut serta dalam mengunyah daun sirih yang dibawa olah pihak keluarga calon mempelai laki-laki, sebagai simbol penghormatan kepada keluarga yang datang (wawancara dengan Bapak Zaibul Arif 60 tahun, tanggal 10 Maret 2022 pukul 15.10 wib). Seperti pepatah adat mengatakan yaitu sebagai berikut:

Sabalun koto kadimulai Sabalun karajo kadi kakok Adat duduak siriah manyiriah Adat carano diserakkan.

Artinya

sebelum kata akan dimulai Sebelum kerja akan dihadapi Adat duduk sirih menyirih Adat cerana diperedarkan.

(Marthala, 2015:45).

Maksud dari pepatah adat tersebut adalah sirih merupakan salah satu lembaga beradat atau sebagai lambang pembuka kata. Oleh karena itu sirih dapat dikatakan sebagai “ ulu adaik kapalo baso”artinya rundingan belum bisa dimulai apabila sirih belum ditarok ditengah. Jika keluarga perempuan telah memulai membuka pembicaraan dengan mempertanyakan maksud dengan tujuan kedatangan utusan. Meskipun keluarga dari pihak perempuan sudah tau dengan maksud kedatangan pihak keluarga calon mempelai laki-laki tersebut. Namun dalam pinangan resmi tetap harus ditanyakan sebagai awal pembukaan kata, namun pihak yang akan melamar akan menjawab melalui pihak juru bicaranya untuk menyampaikan maksud dan tujuan mereka (Marthala, 2015:44).

4. Bako-Baki

Berdasarkan wawancara dengan penghulu adat menyatakan bahwa pada tahap bako-baki biasanya dilaksanakan empat atau lima hari sebelum acara akad nikah dilaksanakan. Bako maksudnya yaitu pihak keluarga dari keluarga ayah calon mempelai perempuan. Bako dari calon mempelai perempuan biasanya ikut serta untuk memikul biaya semampunya. Acara ini dimulai dari calon mempelai perempuan menjemput calon mempelai laki-laki untuk dibawa kerumah keluarga ayahnya. Setelah tiba dirumah keluarga mempelai calon perempuan para tertua yang telah ditentukan akan memberikan nasehat. Pada keesokan hari calon mempelai perempuan akan diarak kembali dengan diiringi oleh pihak keluarga dari ayah perempuan dengan membawa berbagai macam barang-barang bantuan dari bako calon mempelai perempuan. Adapun makna dari bako- baki tersebut merupakan untuk menunjukkan rasa kasih sayang adek perempuan dari ayah pihak keluarga calon mempelai perempuan dengan ikut serta dalam memikul biaya sesuai kemampuan. Pada tahap Bako-Baki ini ayah dari pihak calon mempelai perempuan tidak berperan atau terlibat sekali pada lingkungan anak pusaka tersebut.

Pada tahapan ini ada empat tahapan yang harus dilaksanakan yaitu kegiatan turun rambut (ikut serta) pada anak pusaka ketika telah melahirkan dan ketika ingin pergi

(9)

SEUNEUBOK LADA

Jurnal Ilmu-Ilmu Sejarah, Sosial, Budaya dan Kependidikan, 9 (2), 2022: 302-311 ISSN : 2356-0770

e-ISSN : 2685-2705

kepenghulu atau penjemputan calon mempelai laki-laki serta ketika adanya kematian dari pihak keluarga calon mempelai perempuan (wawancara dengan Bapak Yusriadi 45 tahun, tanggal 16 Maret 2022 pukul 16.45 wib).

5. Malam Bainai

Berdasarkan wawancara dengan masyarakat menyatakan bahwa Tahap selanjutnya malam bainai dimana pada tahap ini merupakan tahap meminta do’a dan restu kepada andeh bapak serta keluarga yang telah dituakan. Malam bainai dilakukan sehari sebelum acara akad nikah terlaksanakan. Pada saat malam bainai persepupuhan dari keluarga calon mempelai perempuan menyiapkan air dengan 7 macam campuran keharuman bunga. Kegunaan air tersebut untuk dimandikan oleh calon mempelai perempuan. Manfaat dari memandikan air yang dicampur tujuh macam keharuman bunga tersebut untuk mensucikan dari dosa-dosa mempelai perempuan. Fungsi dari malam bainai tersebut adalah sebagai ungkapan rasa kasih sayang persepupuhan dan keluarga besar dari pihak keluarga calon mempelai perempuan (wawancara dengan ibu Murni 45 tahun, tanggal 14 Maret 2022 pukul 16.43 wib).

6. Manjapuik Marapulai

Berdasarkan wawancara dengan datuak (datuk) menyatakan bahwa pada tahapan Manjapauik Marapulai ini sangat penting dan akhir dari segala tahap prosesi sebelum adat perkawinan, dalam rangkaian prosesi adat perkawinan Minangkabau pada tahapan ini calon mempelai perempuan akan memnjemput calon mempelai laki-laki dan dibawa kepada kediaman calon mempelai perempuan yang diiringi oleh tungganai, andeh bapak, dan ninik mamak serta rombongan pasumandanan dari pihak keluarga calon mempelai perempuan dengan membawa berupa barang bantuan yang dibutuhkan oleh calon mempelai perempuan (wawancara dengan Bapak Zaibul Arif 60 tahun, tanggal 10 Maret 2022 pukul 15.10 wib).

D. Kesimpulan

Sejarah terbentuknya adat dan pantangan di Minangkabau bermula dari kepercayaan nenek moyang setiap dari langkah-langkah dalam adat dan pantangan- pantangan terdapat makna tersendiri sesuai dengan kepercayaan yang dianut dan apabila dilanggar maka akan menyebabkan ketidak sesuai dengan aturan adat yang berlaku. Dalam Prosesi Adat Perkawinan Minangkabau di Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan tersebut terdapat banyak pantangan-pantangan. Dengan adanya panangan-pantangan pada adat budaya masyarakat di Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan hingga saat ini masih kental dan belum ada pergeseran seperti pantangan dalam prosesi tersebut pertama, Maresek, Batimbang Tando, Maminang, Mahanta Siriah, Bako-Baki, Malam Bainai dan Manjapuik Marapulai.

Prosesi adat perkawinan Minangkabau Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan dilakukan berdasarkan aturan dan adat istiadat mulai dari zaman nenek moyang dahulu hingga saat ini menggunakan sistem yang sama dan aturan adat yang turun temurun yang belum luntur hingga saat sekarang ini. Dimana pada saat prosesi pelaksanaan lebih mengutamakan nilai agama, sikap sopan santun, serta nilai-nilai moral. Sehingga pada tahap prosesi pelaksanaan perkawinan tersebut mempunyai beberapa tahap yaitu pertama, upacara sebelum perkawinan yang terdiri dari Maresek,

(10)

SEUNEUBOK LADA

Jurnal Ilmu-Ilmu Sejarah, Sosial, Budaya dan Kependidikan, 9 (2), 2022: 302-311 ISSN : 2356-0770

e-ISSN : 2685-2705

Batimbang Tando, Maminang, Mahanta Siriah, Bako-Baki, Malam Bainai dan Manjapuik Marapulai.

DAFTAR PUSTAKA

Abbas. 2007. Konsepsi Dasar Adat Minangkabau. Bukittinggi : IAIN Bukittinggi.

Ardillah, Nabila. 2019. Komunikasi Dalam Kegiatan Maresek Untuk Mempersiapkan Adat Pernikahan Minang. Riau: Pekanbaru.Vol.6.1.

Arifin, Zainal. 2009. Dualitas Praktik Perkawinan Minangkabau. Humaniora. Andalas:

Padang. Vol 21 No. 2.

Ismaun. 2005. Pengantar Belajar Sejarah Sebagai Ilmu dan Wahana Pendidikan.

Bandung : Historia Utama Press.

Marthala, Agusti Efi. 2015. Pakaian Penganten Dalam Perkawinan Masyarakat Minangkabau Padang. Padang: Humaniora.

Munir, Misnal. 2015. Sistem Kekerabatan Dalam Kebudayaan Minangkabau Perspektif Aliran Filsafat Strukturalisme Jean Claude Levi-Strauss. Yogyakarta:

Universitas Gajah Mada.

Nurchaliza, Vidya. 2020. Tinjauan Hukum Islam terhadap Larangan Kawin Sasuku di masyarakat Minangkabau.Journal of Islamic law studies.Vol.3. No. 1.

Samsu. 2017. Metode Penelitian. Jambi: Pusat Studi Agama dan Kemasyarakatan (PUSAKA). Endraswara, Suwardi. 2017. Metedologi Penelitian Kebudayaan.

Yogyakarta: Gajah Mada University Press Anggota IKAPI.

Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kualitatif Kualitatif dan R& D. Bandung: CV.

Alvabeta.

Sukmawati, Noni. 2008. Bagurau Saluang dan Dendang dalam Perspektif Perubahan Budaya Minangkabau. Forum Ilmu Sosial. Vol.35 No. 2.

Sumber Wawancara

1. Attila Majidi (Datuak) wawancara pada tanggal 08 Maret 2022.

2. Bendri Anto (Pemimpin Adat) wawancara pada tanggal 15 Maret 2022.

3. Desmalita (Masyarakat) wawancara pada tanggal 20 Maret.

4. Maysidang Puan (Bundo Kanduang) wawancara pada tanggal 10 Maret 2022.

5. Murni (Masyarakat) wawancara pada tanggal 14 Maret 2022.

6. Rasidin (Niniak Mamak) wawancara pada tanggal 06 Maret 2022.

7. Samsudin (Tokoh Adat) wawancara pada tanggal 08 Maret 2022.

8. Yusriadi (Penghulu Adat) wawancara pada tanggal 16 Maret 2022.

9. Zaibul Arif (Datuak) wawancara pada tanggal 10 Maret 2022.

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan berat daun cangkul dengan keluhan low back pain pada petani di Desa Lumbung Kerep Kecamatan Wonosari Kabupaten Klaten.. Skripsi Program D4 Keselamatan dan

Terimakasih kepada teman – teman Prodi kebidanan DIII kelas A maupun kelas B angkatan 2014 Universitas Muhammadiyah Purwokerto... Terimakasih kepada seluruh pihak yang

Pemerintah Propinsi yang merupakan perwakilan pemerintah pusat di daerah (dekonsentrasi) menguasai basis pajak yang besar pula.Pajak yang dikelola pemerintah

Trip Assignment digunakan untuk mengetahui dan menghitung prosentase jumlah kendaraan yang melewati masing-masing ruas jalan, dalam Tugas Akhir ini digunakan untuk

Berdasarkan dari deskriptif data dan analisis data maka dapat diketahui bahwa terdapat atau ada pengaruh yang signifikan antara persepsi pengelompokan peserta

Language in the form of text plays a role in maintaining of meaning, in order to be in harmony with the value and purpose of the law. The text within its role is dealing with the

Skripsi dengan judul “Hubungan Atara Masa Kerja Guru Penjasorkes dengan Pengetahuan UKS di Sekolah Dasar se-Kecamatan Pandak, Bantul” telah dipertahankan di depan

Hasil penelitian ini secara teoritik berguna untuk pengembangan ilmu pendidikan khususnya pengajaran Bahasa Arab, sebagai masukan bagi Pondok Modern Gontor III Darul