Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
MODEL PENGEMBANGAN KECERDASAN MORAL DALAM MENANGGULANGI PERILAKU MENYIMPANG SISWA
(Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKn dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar
Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan
Oleh:
DWI SRI MULYONO NIM: 1103878
ii
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
iii
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
MODEL PENGEMBANGAN KECERDASAN MORAL DALAM MENANGGULANGI PERILAKU MENYIMPANG SISWA
(Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKn dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Oleh
Dwi Sri Mulyono, S.Pd. UPI Bandung, 2013
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan
© Dwi Sri Mulyono 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
iv
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
v
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
vi
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
vii
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
ABSTRAK
Dwi Sri Mulyo o: Model Pe ge a ga Ke erdasa Moral dala Me a ggula gi Perilaku Menyimpang Siswa: Studi Deskriptif Model Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kali a ta Barat .
viii
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
penelitian tindakan kelas (PTK), atau penelitian yang berkaitan dengan metode-metode lain yang dapat digunakan dalam pengembangan nilai-nilai moral pengendalian diri siswa, sehingga penanggulangan perilaku menyimpang siswa dapat diatasi.
ABSTRACT
Dwi Sri Mulyono: "Moral Intelligence Development Model to Overcome
Students’ Deviant Behavior: A Descriptive Study of Citizenship Education
Learning Model in Developing Moral Values Students of SMK Negeri 2 Pontianak in West Kalimantan Province".
ix
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
ix
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR HAK CIPTA ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
UCAPAN TERIMA KASIH ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR BAGAN ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR MATRIKS ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah Penelitian ... 8
C Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 9
E. Struktur Organisasi Tesis ... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan Kewarganegaraan ... 12
B. Model Pengembangan Kecerdasan Moral ... 30
C. Menanggulangi Perilaku Menyimpang ... 38
D. Nilai Moral Pengendalian Diri melalui Pendidikan Kewarganegaraan ... 53
E. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 55
F. Paradigma Penelitian ... 58
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subyek Penelitian ... 60
B. Prosedur Penelitian ... 61
C. Definisi Operasional ... 64
D. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 71
E. Teknik Pengumpul Data Penelitian ... 73
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 77
x
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 82
B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 100
C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 168
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 232
B. Saran ... 235
DAFTAR PUSTAKA ... 238
xi
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Kepala SMK Negeri 2 Pontianak Sejak Tahun 1959 s.d. 2013 ... 83 Tabel 4.2. Jumlah Guru dengan Tugas Mengajar Sesuai dengan Latar Belakang Pendidikan (Keahlian) Tahun Pelajaran 2012/2013 ... 89 Tabel 4.3. Jumlah Tenaga Kependidikan di SMK Negeri 2 Pontianak
Provinsi Kalimantan Barat Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 90 Tabel 4.4. Penerimaan Siswa Didik Baru (PPDB) Tahun Pelajaran 2012/2013
SMK Negeri 2 Pontianak Proviinsi Kalimantan Barat ... 91 Tabel 4.5. Jumlah Siswa Tahun Pelajaran 2012/2013 SMK Negeri 2
Pontianak Provinsi Kalimantan Barat ... 92 Tabel 4.6. Jumlah Ruang Belajar/Lab/Perpustakaan/dan lainnya
xii
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
DAFTAR BAGAN
xiii
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. Interactive Model (Komponen dalam Analisis Data) ... 78 Gambar 3.2. Triangulasi Teknik Pengumpulan Data ... 80 Gambar 3.3. Triangulasi Waktu Pengumpulan Data ... 80 Gambar 4.1. Struktur Organisasi SMK Negeri 2 Pontianak
xiv
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
DAFTAR MATRIKS
Matriks 4.1. Perencanaan Program Pengembangan Kecerdasan Moral ... 172
Matriks 4.2. Pelaksanaan Program Pengembangan Kecerdasan Moral ... 180
Matriks 4.3. Proses Program Pengembangan Kecerdasan Moral ... 186
xv
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
DAFTAR LAMPIRAN
1. Model Analisis Hari Belajar Efektif ... 244
2. Rincian Minggu Efektif ... 246
3. Program Tahunan ... 247
4. Program Semester ... 248
5. Contoh Model Program Tahunan ... 249
6. Contoh Model Program Semester ... 252
7. Contoh Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 253
8. Kalender Pendidikan ... 257
9. Analisis Alokasi Waktu ... 258
10. Program Tahunan ... 260
11. Program Semester Ganjil ... 264
12. Program Semester Genap ... 269
13. Silabus ... 273
14. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 297
15. Deskripsi Program Pembelajaran PKn ... 305
xvi
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
PEDOMAN
Pedoman Observasi ... 316
Pedoman Wawancara untuk Kepala Sekolah ... 317
Pedoman Wawancara untuk Guru ... 319
Pedoman Wawancara untuk Siswa ... 321
ADMINISTRASI Surat Keputusan Pengangkatan Pembimbing Penulisan Tesis ... 324
Permohonan Izin Melakukan Studi Lapangan/Observasi ... 326
Izin Melakukan Studi Lapangan/Observasi ... 327
1
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
B A B I
P E N D A H U L U A N
A. Latar Belakang Penelitian
Perilaku menyimpang yang ditunjukkan dengan perilaku agresif di kalangan remaja, khususnya siswa sekolah menengah atas, dari tahun ke tahun semakin meningkat, baik dari jumlahnya maupun variasi bentuk perilaku menyimpang yang dimunculkan. Banyak kasus yang menandai perilaku menyim-pang di kalangan remaja baru-baru ini, televisi maupun koran-koran banyak mem-beritakannya. Sebagai contoh:
Tawuran antarsiswa yang berujung pada melayangnya satu nyawa siswa kembali terjadi, Senin (24/9/2012). Siswa SMAN 6 Jakarta Selatan, Alawy Yusianto Putra (15), tewas setelah dia dan teman-temannya diserang oleh segerombol siswa sekolah tetangganya, SMAN 70. Sepuluh nama siswa dari SMAN 70 yang terlibat sudah dikantongi oleh pihak kepolisian (Indra Akuntono, 2012).
Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa perilaku menyimpang dalam bentuk perilaku agresif yang dilakukan oleh siswa laki-laki mempunyai kecende-rungan yang mengarah kepada perbuatan yang negatif. Apa sebenarnya yang menjadi akar kekerasan yang dilakukan kalangan siswa? Memang sulit mengurai benang merah persoalan ini hanya dalam satu bidang kajian saja. Perlu aneka pen-dekatan, dan dalam pendekatan kasus sosial, lingkar kekerasan ini menunjukan begitu kerasnya perilaku masyarakat saat ini khususnya kalangan siswa. Perilaku kekerasan itu dimunculkan lewat tingkah laku menyimpang. Akar agresif itu
2
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Perilaku menyimpang dalam bentuk kekerasan seolah-olah menjadi ceri-ta lazim di kalangan siswa. Kiceri-ta tidak bisa menipu diri bahwa lingkar kekerasan itu telah terjadi sekian lama. Baik itu pada level sekolah menengah maupun perguruan tinggi. Tentu saja hal ini menjadi paradoks. Di tengah usaha gencar berbagai kalangan pendidik dan pemerintah dan juga masyarakat untuk memajukan kuali-tas pendidikan, justru kejadian-kejadian seperti ini menjadikan pendidikan kita
mundur.
Siswa-siswa yang berada pada jenjang pendidikan menengah dan tinggi disebut remaja. Remaja adalah anak pada masa adolensensi (adolencence) antara umur 12–20 tahun (di antara anak-anak dan dewasa) berdasarkan ketetapan batas usia oleh WHO sebagai batasan usia remaja (Sarwono, S.W. 2011:12). Adolensensi (adolencence) adalah suatu proses biologis dan suatu masa peralihan sosio kultural (Supriadi, O. 2010:81). Anak remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas, tidak termasuk golongan anak-anak, tetapi tidak pula termasuk golongan orang dewasa.
Remaja masih belum mampu untuk menguasai fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya. Masa remaja ditandai oleh pertumbuhan fisik, pengembangan kepribadian, kebutuhan untuk pencapaian kedewasaan, kemandirian, serta adap-tasi antara peran dan fungsi dalam kebudayaan di mana ia berada. Masa remaja merupakan masa atau periode yang penuh dengan tekanan atau stres karena ke-tegangan emosi yang meningkat akibat perubahan fisik dan hormon. Definisi konseptual yang diberikan oleh WHO seperti yang diuraikan di atas, salah satu ciri remaja di samping tanda-tanda seksualnya, adalah: “Perkembangan psikologis dan pada identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa”. Dalam hubungan ini
Csikszentimihalyi & Larson (1984:19) dalam Sarwono, S.W, (2011:13),
menya-takan bahwa remaja adalah: “Restrukturisasi kesadaran”.
3
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Pada sebagian remaja, hambatan atau masalah yang mereka alami akan sangat mengganggu keadaan fisik dan emosi mereka, sehingga menghancurkan motivasi mereka menuju kesuksesan di sekolah maupun hubungan dalam pribadi mereka.
Beban dalam diri yang dialami pada sebagian remaja, khususnya remaja laki–laki akan disalurkan kepada berbagai hal baik secara positif maupun negatif. Pada tindakan positif umumnya dilampiaskan pada keikutsertaan dalam berbagai
kegiatan kemahasiswaan, organisasi (sekolah atau kemasyarakatan), Organisasi Intra Sekolah (OSIS), dan/atau organisasi lainnya yang hidup dan berkembang di sekolah, sedangkan pada tindakan negatif umumnya dilampiaskan pada tindakan yang didasarkan oleh perilaku agresif yang menyimpang. Berkowitz (1995:11),
menyatakan bahwa: “Secara umum, agresi merupakan segala bentuk perilaku yang bertujuan untuk menyakiti orang lain baik secara fisik maupun psikis.” Hal
senada juga disampaikan oleh Mac Neil & Stewart (2000) dalam Hanurawan, F. (2010:81), bahwa perilaku agresi adalah suatu perilaku atau suatu tindakan yang diniatkan untuk mendominasi atau berperilaku secara destruktif, melalui kekuatan verbal atau kekuatan fisik, yang diarahkan kepada objek sasaran perilaku agresi. Objek sasaran perilaku agresi meliputi lingkungan fisik, orang lain, dan diri sendiri.
Pada masa remaja menuju kedewasaan, anak akan mengalami masa kritis pada saat sedang mencoba dan berusaha untuk menemukan dirinya. Pada saat itu akan banyak pertanyaan tentang sesuatu yang baru dibuat, sedang diperbuat, dan memikirkan apa yang akan diperbuat. Remaja akan mencoba dan mencoba lagi sebelum berhasil (Ronald, 2006:12). Kedewasaan tidak saja diukur dengan umur tetapi juga diukur dengan kematangan berpikir. Anak yang sudah dewasa akan
matang dalam berpikir. Mereka dapat mengemukakan pendapatnya dengan baik dan terkontrol, serta memiliki kemampuan untuk hidup mandiri (Ronald,
4
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Pada akhirnya dapat diamati bahwa pada usia-usia belasan tahun anak laki-laki cenderung berlaku agresif, sehingga tidak jarang ditemui pada usia seperti mereka anak laki-laki kerap melakukan perkelahian antar mereka. Lazimnya kecenderungan tersebut akan menurun dengan meningkatnya usia mereka. Laki-laki mungkin cenderung pada agresif yang sifatnya fisik, sedangkan perempuan mungkin lebih cenderung pada agresif yang sifatnya emosional
(verbal). Pada dasarnya anak laki-laki ataupun perempuan memiliki kecen-derungan yang sama untuk berlaku agresif. Hanya saja pada aplikasi di lapangan, jenis agresi pada masing-masing jenis kelamin tersebut berbeda kecenderungan dominannya. Dengan demikian, manusia sebagai mahluk yang mengalami per-tumbuhan dan perkembangan selaras dengan usianya. Hal ini seperti yang dike-mukakan Piaget. J, (dalam Slavin. R.E., 2011:43), menegaskan bahwa: “Anak yang masih muda memperlihatkan pola perilaku atau pemikiran, yang disebut skema, yang juga digunakan anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa dalam berhadapan dengan obyek di dunia ini. Skema adalah pola mental yang menuntun
perilaku.”
Selama kurun waktu yang relatif lama, yaitu 25 tahun. Sekolah Menengah Kejuruan atau yang dulunya disebut dengan Sekolah Tehnik Mene-ngah (STM) melakukan kekerasan antar sesama siswa karena memiliki perilaku menyimpang yang tinggi. Kecenderungan siswa SMK sering menjadi sumber perilaku menyimpang (agresif) ini, seperti yang dinyatakan oleh Marlock (Ester Lince Napitupulu, 2012), bahwa:
5
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
itu. Dari keprihatinan itu, saya mencoba untuk melihat hal lain, terutama dalam keluarga. Ternyata, banyak anak yang tidak ada hubungan batin dengan orangtuanya", jelas Marlock.
Beberapa tahun lalu, tepatnya saat dimulai perubahan nama dari Sekolah Tehnik Menengah (STM) ke Sekolah Menengah Kejuruan. Di Sekolah Menengah Atas Kejuruan Negeri 2 Pontianak Utara, Kota Pontianak Provinsi Kalimantan Barat, terjadi sesuatu yang unik. Dari tahun ke tahun memiliki sebuah kesamaan
sifat, yakni agresif yang di atas-rata dan memiliki kecenderungan ke arah perbuatan yang relatif bersifat menyimpang. Di SMK Negeri 2 Pontianak Utara ini, seolah-olah mempunyai suatu tradisi yang harus terus diturunkan kepada siswa-siswa selanjutnya, yaitu „pewarisan perilaku menyimpang (agresif)‟‟. Walau tidak diberitakan di koran-koran maupun televisi secara nasional hingga
mem „blow up‟ seperti kasus tawuran di Jakarta beberapa waktu lalu, tetapi kekerasan kerap dilakukan oleh siswa-siswa SMK Negeri 2 Pontianak Utara ini
kepada „hampir‟ seluruh siswa yang berada se–lingkungan dengan mereka. Perilaku menyimpang ini terus saja berlangsung hingga kini.
Fenomena yang terjadi di kota Pontianak ini apabila tidak ditangani sesegera mungkin, maka ditakutkan akan menjadi budaya di kalangan para siswa. Walaupun intensitas perilaku menyimpang itu tidak sesering yang dilakukan oleh para siswa yang berada di luar kota Pontianak, namun perilaku agresif itu juga dilakukan oleh siswa Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Pontianak sampai kini. Budaya pewarisan agresif di kalangan mereka ini akan menguatkan anggapan tentang siswa SMK yang selalu menjadi sumber agresif yang berbentuk tawuran antar sesama mereka. Padahal mereka merupakan cikal bakal yang dipersiapkan bangsa untuk meregenerasi bangsa dan meneruskan pembangunan di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang kita cintai ini.
6
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
mereka yang berada di jenjang pendidikan, yang dalam hal ini dikhususkan pada guru Pendidikan Kewarganegaraan, serta orang-orang yang peduli dengan kisah kelanjutan generasi bangsa, dan sejenisnya, maka akan menjadi suatu pewarisan budaya yang bertendensi negatif. Apabila kepedulian ini kita intensifkan lebih giat lagi, maka perbuatan kekerasan berdasarkan perilaku menyimpnag bisa kita minimalisir bersama.
Tugas proses pendidikan adalah memotong mata rantai perilaku menyimpang (agresif), baik itu pada level kasat mata (perilaku) maupun pada level lapisan kesadaran dan bawah sadar. Jalan terbaik adalah sebuah formasi ber-lanjut dari rumah sampai bangku sekolah. Sebab pendidikan tidak hanya terjadi di dalam gedung sekolah, tetapi terjadi juga dan terutama mestinya, yakni di bilik-bilik keluarga. Sebab tanpa pembangunan yang sifatnya fundamental di lingkung-an keluarga ylingkung-ang kokoh, pendidiklingkung-an formal di sekolah atau pergurulingkung-an tinggi aklingkung-an terasa kurang lengkap.
Memotong mata rantai agresif dalam dunia pendidikan, sebetulnya juga dengan membalik paradigma lazim bahwa; pendidikan bukan hanya pembe-rian informasi kepada siswa atau mahasiswa, melainkan formasi atau pemben-tukan diri. Oleh karena itu, pendidikan adalah on going formation, formasi yang terus berkesinambungan, dan proses itu harus dimulai di rumah. Pengubahan lapisan paling atas yang memitoskan kekerasan sebagai kebanggan ego dan kelompok harus dihancurkan. Jadi, menjadi keliru jika ada pihak yang hanya menyalahkan pihak sekolah saja, karena mereka gagal menerapkan disiplin di kalangan siswa, padahal disiplin, karakter baik, tingkah laku positif harus sedini mungkin dimulai dari rumah, dan tugas segenap komponen pendidikan adalah
memutuskan mata rantai itu dengan pola edukasi berjenjang. Kalau perlu pemerintah menerapkan sejumlah pola edukasi keluarga atau pendampingan
7
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Mata rantai perilaku menyimpang yang menggerogoti dunia pendidikan semestinya mendapat perhatian penting seiring pada perhatian pada proses pendidikan dalam aspek fisik misalnya infrastruktur pendidikan, nilai, moral, dan etika, maupun standar pendidikan. Alangkah baik untuk disadari bahwa naluri kebuasan manusia tidak hanya bisa dihilangkan dengan kotbah atau wejangan, melainkan dengan gebrakan baru, suatu skema pembalikan, sebab kekerasan
hanya dapat dipotong hanya dengan formasi kedisiplinan dan pemben-tukan karakter yang “keras” pula.
Kapasitas untuk melakukan kontrol terhadap sifat dan kualitas hidup seseorang adalah inti dari kemanusiaan. Pengaturan-diri oleh pengaruh diri secara reaktif, dan self-reflectiveness tentang kemampuan seseorang, kualitas fungsi, dan makna dan tujuan dari kegiatan kehidupan seseorang. Agen pribadi beroperasi dalam jaringan yang luas dari pengaruh sociostructural. Dalam transaksi agentik, orang produsen serta produk dari sistem sosial, tumbuh dan tertanam hubungan secara nasional yang mendalam dan saling ketergantungan yang menempatkan keuntungan pada keberhasilan kolektif untuk melakukan kontrol atas nasib pribadi dan kehidupan nasional.
Agen pribadi yang mampu memberikan sumbangan informasi dalam mengontrol diri siswa agar tak terjerumus dalam lingkar perilaku agresif negatif di sekolah ialah guru Pendidikan Kewarganegaraan, dengan menerapkan pendidikan moral kepada seluruh peserta didik di bawah binaannya. Seperti mengajarkan Pendidikan Moral yang dikemukakan oleh Michele Borba (2008:9), tentang 7 (tujuh) Kebajikan Utama agar anak bermoral tinggi, yakni:
8
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
martabat dan hak semua orang meskipun keyakinan dan perilaku mereka berbeda dengan kita; dan (7) Keadilan: Berpikir terbuka serta bertindak adil dan benar.
Ke tujuh kebajikan utama agar anak bermoral tinggi sangat luas sekali bahasannya, dalam kaitan dengan penelitian ini, yang menjadi tolok ukur adalah bagaimana anak dapat mengontrol atau mengendalikan dirinya agar amarahnya sebagai bentuk perilaku menyimpang yang berlebihan itu tidak diaplika-sikan dalam kekerasan. Pengendalian atau kontrol diri itu menurut Borba, M (2008:95),
ialah: “Mengendalikan pikiran dan tindakan agar dapat menahan dorongan dari
dalam maupun dari luar sehingga dapat bertindak dengan benar”. Self control adalah kemampuan seseorang untuk memilih-milih bagaimana berperilaku atau bertindak daripada hanya bertindak sekedar menurut insting dan impuls. Selain itu, dengan self control berarti belajar mengevaluasi situasi dan konsekuensinya
yang timbul akibat dari suatu tindakan.
Dari beberapa uraian tersebut di atas, pengendalian diri dalam menang-gulangi perilaku menyimpang siswa dianggap penting dan menarik untuk dikaji lebih jauh, sehingga perlu dilakukan sebuah studi deskriptif tentang model pengembangan kecerdasan moral dalam menanggulangi perilaku menyimpang siswa di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat. Penelitian ini dianggap penting, karena hasil penelitian ini setidaknya akan membantu para guru sebagai praktisi pendidikan untuk mema-hami perilaku menyimpang (agresif) siswa yang bertendensi negatif, dan siswa juga diharapkan dapat mengendalikan dirinya untuk tidak melampiaskan amarah-nya dalam bentuk perilaku menyimpang itu.
9
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah Penelitian
Masalah pokok penelitian ini adalah “Bagaimanakah Model Pengem-bangan Kecerdasan Moral dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam Me-ngembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)?” Masalah ini dapat diindentifikasi ke dalam sub-sub masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik model pengembangan kecerdasan moral pada siswa SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat?
2. Apakah faktor pendukung menurunnya perilaku menyimpang siswa SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat?
3. Bagaimana upaya guru Pendidikan Kewarganegaraan dalam menanggulangi perilaku menyimpang siswa SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat?
4. Bagaimana persoalan serta solusi guru Pendidikan Kewarganegaraan dalam menanggulangi perilaku menyimpang siswa SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk memperoleh informasi seputar Model Pengembangan Kecerdasan Moral dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat, dan secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui karakteristik model pengembangan moral pada siswa SMK Negeri 2 Kota Pontianak Provinsi Kalimantan Barat.
10
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
3. Mengetahui upaya guru Pendidikan Kewarganegaraan dalam menanggulangi perilaku menyimpang siswa SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat.
4. Mengetahui persoalan serta solusi guru Pendidikan Kewarganegaraan dalam menanggulangi perilaku menyimpang siswa SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat memberikan manfaat secara ilmiah bagi dunia pendidikan baik pada tataran pendidikan dasar, pendidikan menengah, bahkan bagi pendidikan tinggi, seputar model pengembangan kecerdasan moral dalam menanggulangi perilaku menyimpang siswa. Khususnya dalam mata siswaan Pendidikan Kewarganegaraan, dapat dijadikan pedoman dasar guna
melaksana-kan proses pendidimelaksana-kan moral yang bertujuan untuk mengendalimelaksana-kan diri dari peri-laku menyimpang siswa.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi lembaga pendidikan di Kota Pontianak, khususnya Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat, dapat menjadi masukan seputar upaya guru membentuk pengendalian diri siswa dalam menanggulangi perilaku menyimpang.
b. Sebagai salah satu rujukan bagi pihak yang berwenang dalam meningkatkan kualitas anak didik sebagai subyek pembangunan bangsa dan negara dalam pendidikan moral agar siswa dapat mengendalikan diri terhadap perilaku menyimpang.
11
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
d. Memberikan masukan pada sekolah untuk meningkatkan mutu pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan terutama dalam pendidikan moral khususnya upaya guru membentuk pengendalian diri siswa dalam menanggulangi perilaku menyimpang.
e. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk menentu-kan dasar kebijaksanaan dalam upaya pendidimenentu-kan moral khususnya model
pengembangan kecerdasan moral dalam menanggulangi perilaku menyim-pang siswa.
E. Struktur Organisasi Penulisan
Tesis yang akan ditulis terdiri dari 5 bab, yakni: bab I tentang pendahuluan, bab II tentang tinjauan pustaka, bab III tentang metode penelitian,
bab IV tentang hasil penelitian dan pembahasan serta bab V tentang kesimpulan dan rekomendasi. Untuk lebih jelasnya, pembahasan dari kelima bab ini secara singkat dijelaskan dibawah ini.
Bab I tentang pendahuluan. Bab ini secara rinci mendeskripsikan Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Struktur Organisasi Penulisan Tesis.
Bab II tentang tinjauan pustaka. Pada bab ini terbagi dalam beberapa sub bab yaitu: A. Pendidikan Kewarganegaraan; B. Model Pengembangan Kecerdasan Moral; C. Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa; D. Nilai Moral Pengendalian Diri melalui Pendidikan Kewargangeraan; E. Hasil Penelitian terdahulu yang Relevan.
12
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Bab IV membahas tentang hasil dan pembahasan. Pada bab ini dibahas tentang Deskripsi Lokasi Penelitian; Deskripsi Hasil Penelitian, dan Pembahasan Hasil Penelitian.
60
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
B A B I I I
M E T O D E P E N E L I T I A N
A. Lokasi dan Subjek Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat.
2. Subyek Penelitian
Penentuan subyek yang akan diteliti akan dilakukan secara purposive, yaitu ditentukan dengan menyesuaikan pada tujuan penelitian atau tujuan tertentu. Seperti yang dikemukakan oleh Spradley (1980) dalam Satori & Komariah
(2011:50), yakni: “Situasi sosial ini terdiri dari tiga komponen pokok, yaitu
tempat, pelaku, dan aktivitas”.
Berdasarkan pendapat di atas, maka penentuan subyek penelitian menjadi jelas. Subyek penelitian secara umum bertempat di SMK Negeri 2 Pontianak Utara. Penentuan subyek ini didasarkan atas informasi yang diterima peneliti, bahwa terdapat perilaku menyimpang (agresif) di kalangan siswa SMK Negeri 2 Pontianak. Keterkaitan dengan guru Pendidikan Kewarganegaraan sebagai subyek penelitian, karena penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana upaya-upaya guru Pendidikan Kewarganegaraan tersebut mengajarkan model pengembangan kecerdasan moral dalam menanggu-langi perilaku menyimpang di kalangan siswa SMK Negeri 2 Pontianak.
Kewar-61
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
ganegaraan, dan siswa-siswa SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat.
B. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian merupakan tahapan-tahapan secara sistematis yang
menggambarkan langkah-langkah pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Secara garis besar tahapan-tahapan penelitian yang akan dijadikan sebagai pedoman dalam melaksanakan penelitian ini adalah: tahap pra penelitian, tahap perizinan penelitian, dan tahap pelaksanaan penelitian.
1. Tahap Pra Penelitian
Tahapan pra penelitian pertama dilakukan adalah dengan memilih masalah, menentukan judul dan lokasi penelitian dengan tujuan untuk menye-suaikan keperluan dan kepentingan dalam fokus penelitian yang akan diteliti oleh peneliti.
Lokasi yang dipilih oleh peneliti dalam penelitian ini adalah SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat, dengan pertimbangan karena penulis menemukan suatu kondisi sebagian kecil siswa di sana berperilaku menyimpang (agresif), baik perilaku menyimpang yang dilakukan di dalam lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah.
Setelah judul dan masalah ditetapkan maka peneliti mulai melakukan studi lapangan untuk mendapatkan gambaran umum yang nyata tentang subjek yang akan diteliti. Setelah peneliti mendapakan gambaran umun mengenai kondisi objek dan subjek penelitian, maka tahap selanjutnya adalah dengan menyusun
pedoman wawancara dan format observasi sebagai alat untuk pengumpulan data yang diperlukan oleh peneliti.
62
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
a. Mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada Ketua Program Studi S2 Pendidikan Kewarganegaraan SPs UPI Bandung.
b. Dengan membawa surat rekomendasi dari Program Studi, peneliti meminta surat izin penelitian kepada Direktur SPs UPI.
c. Setelah memperoleh izin dari Direktur SPs UPI, selanjutnya peneliti melan-jutkan untuk memperoleh perizinan penelitian kepada Kepala Dinas Pendi-dikan Kota Pontianak Provinsi Kalimantan Barat.
d. Setelah memperoleh izin dari Kepala Dinas Pendidikan Kota Pontianak Provinsi Kalimantan Barat, kemudian peneliti meneruskan untuk mendapat-kan izin Kepala Sekolah SMK Negeri 2 Pontianak Utara Kota Pontianak Provinsi Kalimanatan Barat, dan selanjutnya peneliti mulai melakukan pene-litian.
3. Tahap Pelaksanaan Penelitian a. Tahap Persiapan Penelitian
Pada tahap ini, peneliti mempersiapkan segala hal yang berhubungan dengan penelitian. Peneliti membuat surat izin pra observasi untuk sekolah yang akan dijadikan sebagai lokasi penelitian. Peneliti meminta persetujuan pihak sekolah yang diwakili oleh wakil kepala sekolah untuk mengadakan penelitian. Dalam penelitian ini, untuk mendapat akses dan kepercayaan dari pihak sekolah, peneliti bekerjasama dengan guru Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah tempat penelitian berlangsung.
b. Tahap Pelaksanaan Penelitian di Lapangan
63
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
proposal penelitian sudah disetujui oleh kedua pembimbing. Proses pengajuan ke program studi Pendidikan Kewarganegaraan ini dilaksanakan pada tanggal 19 Februari 2013. Selanjutnya izin tersebut dikeluarkan oleh program studi Pendidikan Kewarganegaraan pada tanggal 20 Februari 2013. Pada tanggal yang sama langsung diajukan ke Direktur Pasca Sarjana UPI Bandung, melalui Akademik SPs UPI Bandung. Pada tanggal 26 Februari 2013, surat izin penelitian
yang dikeluarkan Direktur SPs UPI Bandung peneliti terima.
Berdasarkan ketentuan tersebut, seharusnya pada tanggal 27 Februari 2013, peneliti sudah melakukan tahapan berikutnya, yaitu menuju lokasi peneliti-an guna melakukpeneliti-an penelitipeneliti-an di SMK Negeri 2 Pontipeneliti-anak Provinsi Kalimpeneliti-antpeneliti-an Barat. Tetapi, pelaksanaan penelitian tidak bisa dilaksanakan, mengingat harus menjalani Ujian Komprehensif pada tanggal 14 Maret 2013. Setelah melaksana-kan ujian komprehensif, maka pada tanggal 16 Maret 2013 peneliti baru menuju lokasi penelitian di Pontianak Provinsi Kalimantan Barat. Waktu yang tersedia tetapi tidak dilaksanakannya penelitian, lebih kurang 22 (dua puluh dua) hari kerja.
Selanjutnya, pada hari Senin tanggal 18 Maret 2013, peneliti mendatangi Dinas Pendidikan Kota Pontianak dengan tujuan meminta Surat Izin Penelitian yang akan dilakukan di SMK Negeri 2 Pontianak. Pada tanggal 20 Maret 2013, Surat Izin Penelitian yang dipinta telah ditandatangani atas nama Kepala Dinas, yaitu Sekretarisnya, yakni Bapak Drs. H. Suhra Wardi, M.Si. pada hari yang sama, peneliti menyampaikan surat izin penelitian dari Dinas Pendidikan Kota Pontianak ke SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat. Tujuan dari penyampaian surat izin penelitian tersebut, ialah untuk memberitahukan pihak
sekolah bahwa peneliti akan melaksanakan penelitian di sana, sekaligus untuk melihat keadaan dan kondisi yang dimiliki SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi
64
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
memperkenalkan diri kepada seluruh personil sekolah, untuk mendapatkan kemu-dahan dalam memperoleh informasi yang diperlukan dalam penelitian.
Pada hari berikutnya, Kamis tanggal 21 Maret 2013 sampai dengan Senin tanggal 29 April 2013, secara intensif peneliti terus mendatangi SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat untuk melaksanakan penelitian. Peneliti melakukan wawancara kepada subjek penelitian, yaitu Kepala Sekolah, Wakil
Kepala Sekolah, Guru Pendidikan Kewarganegaraan, Guru BP/BK, dan Siswa, guna memperoleh data yang diperlukan untuk penelitian ini. Penelitian yang dilakukan melalui wawancara antara peneliti dengan responden langsung di SMK Negeri 2 Pontianak, Kota Pontianak Provinsi Kalimantan Barat. Keseluruhan hari yang dipergunakan dalam penelitian lebih kurang 35 (tiga puluh lima) hari kerja.
Dalam tahap pelaksanaan penelitian di lapangan, peneliti mengajukan
sejumlah pertanyaan dengan tujuan untuk menggali informasi lebih lanjut yang diarahkan pada fokus penelitian dan mencatatnya ke dalam catatan lapangan.
Setelah selesai mengadakan wawancara dengan responden, peneliti menuliskan kembali data yang terkumpul ke dalam catatan lapangan dengan tujuan agar dapat mengungkap data secara lebih mendetail. Data yang telah diperoleh dari hasil wawancara selanjutnya disusun ke dalam bentuk catatan lapangan setelah terlebih dahulu didukung oleh hasil dokumentasi lainnya.
Data yang diambil serta diperoleh dari hasil wawancara dan observasi serta dokumentasi yang berhubungan dengan masalah penelitian, selanjutnya disusun dan dideskripsikan dalam bentuk catatan lapangan. Kemudian dianalisis dengan didukung oleh studi literatur, studi dokumentasi, dan Field Note. Keseluruhan pelaksanaan penelitian ini peneliti lakukan di SMK Negeri 2 Pontianak, Kota Pontianak Provinsi Kalimantan Barat.
C. Definisi Operasional
65
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
penelitian ini sebagai berikut: model pengembangan kecerdasan moral, menanggulangi perilaku menyimpang.
1. Model Pengembangan Kecerdasan Moral
a. Model Pembelajaran
Model pembelajaran merupakan suatu kerangka konseptual yang berisi prosedur sistematik dan mengorganisasikan pengalaman belajar siswa untuk mencapai tujuan belajar tertentu yang befungsi sebagai pedoman bagi guru dalam proes belajar mengajar (Sagala, S. 2009: 176). Joyce dan Weil (Sagala, S. 2009: 176), menyatakan suatu deskripsi dari lingkungan belajar yang menggambarkan perencanaan kurikulum, kursus-kursus, desain unit-unit pelajaran dan pembe-lajaran, perlengkapan belajar, buku-buku pepembe-lajaran, buku-buku kerja, program multimedia dan bantuan belajar melalui program komputer.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan suatu kerangka yang digunakan dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu. Model pembelajaran digunakan oleh guru sebagai pedoman dalam melaksanakan pembelajaran di kelompok atau kelas, dengan memperhatikan keadaan siswa.
b. Kecerdasan (Intelegensi = IQ)
Setiap manusia pasti memiliki IQ dan tidak sama satu sama lainnya. Pengertian tentang IQ menurut para ahli relatif tidak sama, tergantung sudut pandang masing-masing. Shiraev, E.B. bahwa:”Intelegensi adalah kemampuan global untuk berpikir rasional, bertindak dengan tujuan, mengatasi rintangan, dan
beradaptasi dengan perubahan lingkungan”.
c. Kecerdasan Moral
Kecerdasan moral adalah kemampuan memahami hal yang benar dan
66
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
keyakinan tersebut, sehingga orang bersikap benar dan terhormat (Borba, M. 2008:4).
Keterkaitan antara kecerdasan moral dan IQ yang dimiliki seseorang, akan menunjukkan bahwa orang dengan intelegensi tinggi lebih mampu me-merhatikan, memahami, dan menjelaskan fenomena sekitar – dalam berbagai situasi dan berbagai bentuk aktivitas – ketimbang orang dengan level intelegensi
rendah. (Shiraev, E.B. 2012:204).
Kecerdasan moral bukan hanya penting untuk mengefektifkan
kepemimpinan, namun juga merupakan “pusat kecerdasan” bagi seluruh manusia.
Karena kecerdasan moral secara langsung mendasari kecerdasan manusia untuk berbuat sesuatu yang berguna. Kecerdasan moral memberikan hidup manusia memiliki tujuan. Tanpa kecerdasan moral, kita tidak dapat berbuat sesuatu dan peristiwa-peristiwa yang menjadi pengalaman jadi tidak berarti. Tanpa kecerdasan moral kita tidak akan tahu mengapa pekerjaan yang kita lakukan.
d. Perkembangan Kecerdasan Moral
67
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
e. Hakikat Pengendalian Diri (self-control)
Calhoun dan Acocella (1990:130) mendefinisikan kendali diri (self-control) sebagai pengaturan proses-proses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang; dengan kata lain serangkaian proses yang membentuk dirinya sendiri. Pengendalian diri atau kontrol diri atau kendali diri merupakan salah satu potensi yang dapat dikembangkan dan digunakan individu selama proses-proses dalam
kehidupan, termasuk dalam menghadapi kondisi yang terdapat di lingkungan tempat tinggalnya.
Kendali diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dari dalam dirinya (Hurlock, 2011:114). Menurut Kamus Lengkap Psikologi (Chaplin, J.P. 2011:163), adalah: “Emosi dapat dirumuskan sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme, mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya, dan perubahan perilaku”. Mengendalikan emosi berarti mendekati suatu situasi dengan menggu-nakan sikap yang rasional untuk merespon situasi tersebut dan mencegah muncul-nya reaksi yang berlebihan. Ada dua kriteria yang menentukan apakah kendali emosi dapat diterima secara sosial atau tidak. Kendali emosi dapat diterima bila reaksi masyarakat terhadap pengendalian emosi adalah positif. Namun reaksi positif saja tidak cukup. Karenanya perlu diperhatikan kriteria lain, yaitu efek yang muncul setelah mengendalikanl emosi terhadap kondisi fisik dan psikis.
f. Membangun Pengendalian Diri Siswa
Dalam bahasan kali ini, yaitu yang berkenaan dengan membangun pengendalian diri siswa, akan diuraikan sebagai berikut. Membangun berasal dari
kata „bangun‟ yang artinya „mendirikan‟, menegakkan, atau „membina‟ (tersedia
di: www.KamusBahasaIndonesia.org).
Pengendalian diri mempunyai makna lain yakni kendali diri atau kontrol diri yang telah dikemukakan di atas. Kendali diri atau kontrol diri yang dimaksud
68
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Moral‟, yakni: “Mengendalikan pikiran dan tindakan agar dapat menahan
dorongan dari dalam maupun dari luar sehingga dapat bertindak dengan benar”.
Kontrol diri merupakan salah satu dari 7 (tujuh) kebajikan yang diutarakan Borba dalam membangun kecerdasan moral.
Siswa dalam penelitian ini adalah peserta didik yang berada pada jenjang pendidikan tertentu, yang berusaha mengembangkan kemampuan atau potensi
dirinya. Peserta didik menurut UU Sisdiknas No. 20 TAHUN 2003, Bab I
Ketentuan Umum, pasal 1 (4), adalah: “Anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada
jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu”.
Dengan demikian, membangun pengendalian diri siswa berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas dan berkaitan dengan penelitian ini mempunyai arti dan batasan yaitu berbuat menegakkan dan membina pengendalian pikiran dan tindakan agar dapat menahan dorongan dari dalam maupun dari luar sehingga dapat bertindak dengan benar terhadap anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
2. Menanggulangi Perilaku Menyimpang
a. Teori Sikap dan Perilaku
1) Teori Sikap
69
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
2009:82), menyatakan: “Attitude is psychological tendency that is expressed by evaluating a particular entity with some degree of favor or disfavor”. Sikap
adalah tendensi psikologis yang diekspresikan dengan mengevaluasi entitas tertentu dengan beberapa derajat kesukaan atau ketidaksukaan.
2) Teori Perilaku
Perilaku atau tingkah laku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons”. Skinner, B.F. dalam Alwisol (2012:321). Berdasarkan apa yang dinyatakan oleh Skinner di atas, maka dikenallah teori ini sebagai teori Stimulus – Respons (S – R).
b. Teori Agresif
Begitupun dengan agresif, setiap orang boleh memiliki asumsi tentang agresif, tetapi mereka harus dapat bertanggung jawab atas apa yang diyakininya. Banyak teori mengenai agresi yang dikemukakan oleh para ahli psikologi yang masing-masing dilandasi oleh kemampuan di bidangnya atau disiplin ilmunya masing-masing, sehingga melahirkan pendapat yang sangat berbeda dikarenakan pandangan dasarnya itu.
Dalam bahasan ini, akan dikemukakan beberapa teori tentang agresif. Berdasarkan pandangan para ahli teori agresif-klasik hingga agresif-kontemporer dan masih mengacu kepada tiga teori yang dianggap cukup berpengaruh. Menurut
Sarwono (2005:301): “Teori tentang agresi juga terbagi dalam beberapa kelom
-pok, yaitu kelompok bawaan atau bakat (heriditas), teori environmental atau
lingkungan, dan teori kognitif”.
70
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
teori yang tepat untuk dijadikan bahan rujukan dalam penelitian, berdasarkan pertim-bangan yang peneliti ambil merupakan sesuatu tindakan yang kurang tepat, mengingat perilaku menyimpang (agresif) yang dilakukan oleh siswa bisa saja berasal dari akar teori yang berbeda. Teori-teori yang disebutkan di atas, sekaligus sebagai bahan referensi bagi peneliti, mengingat dalam penelitian kualitatif, peneliti adalah human instrument.
c. Pengertian Agresif
Tingkah laku agresi merupakan tingkah laku untuk melukai, merusak, mengganggu, menyakiti atau mencelakakan individu lain, yang terdorong untuk menghindari perlakuan tersebut.
Sebagaimana pengertian agresif yang dikemukakan Baron (Koeswara, 1998), adalah: “Tingkah laku yang dijalankan oleh individu dengan tujuan
melukai atau mencelakakan individu lain”. Sejalan dengan itu, Jahja. Y,
(2011:383), mengatakan bahwa: “Agresi adalah suatu bentuk tingkah laku yang
ditujukan untuk merusak, mengganggu atau menyakiti orang lain, yang terdorong
untuk menghindari perlakuan tersebut”.
d. Bentuk Perilaku Menyimpang
71
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
e. Faktor Penyebab Perilaku Menyimpang (Agresif)
Beberapa faktor penyebab perilaku menyimpang (agresi) menurut Davidoff dalam Sarwono, S.W. (2010:112), yaitu: 1) amarah; 2) Faktor Biologis: a) gen; b) sistem otak; c) kimia darah; 3) Kesenjangan Generasi; 4) Lingkungan; a) kemiskinan; b) anonimitas; c) Suhu udara yang panas; 5) Peran belajar model kekeras-an; 6) Frustrasi; dan 7) Proses pendisiplinan yang keliru.
Sedangkan menurut Kartono dalam Jahya,Y. (2011:385), menyatakan bahwa faktor-faktor penyebab perilaku agresi, antara lain: a. kondisi pribadi remaja; b. lingkungan rumah dan keluarga; c. Lingkungan masyarakat; dan d. Lingkungan sekolah.
f. Upaya Menanggulangi Perilaku Menyimpang (Agresif)
Upaya menanggulangi perilaku menyimpang (agresif) siswa.
Keterlibatan guru sangatlah memegang peranan yang sangat sentral, tetapi bila peranan ini hanya menjadi simbol saja bagi siswa, maka peranan Guru akan menjadi sangat sia-sia. Artinya, keterlibatan siswa untuk merubah atau mengendalikan dirinya terhadap perilaku menyimpang (agresif) juga dituntut, hingga terjadi hubungan kausalitas antara perbuatan guru terhadap sikap penerimaan siswa dalam upayanya mengendalikan, mengontrol dirinya dari perilaku menyimpang (agresif) yang bertendensi negatif.
Upaya mengendalikan perilaku menyimpang (agresif) siswa yang sesungguhnya berada dalam posisi perkembangan. Agresif yang berlebihan selalu berada dalam masa-masa remaja (adolensensi), maka guru dalam tugasnya memberikan pembelajaran pada masa-masa ini diharapkan untuk memperhatikan perkembangan remaja.
72
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
tidak terlepas dari tugas-tugas perkembangannya sebagai remaja. Dua hal ini; guru dan siswa/siswa mempunyai keterkaitan emosional yang seharusnya terus dibina hingga mencapai suatu kecerdasan emosional yang diharapkan, dan tentunya siswa/siswa akan menjadi manusia-manusia yang pada akhirnya memiliki kecerdasan moral.
1) Peranan Guru
2) Komponen Kinerja Profesional Guru a) Gaya Mengajar
b) Kemampuan Berinteraksi dengan Siswa (1) Komunikasi Verbal
(2) Komunikasi Non-Verbal c) Karakteristik Pribadi
3) Tugas-Tugas Perkembangan Siswa
Proses kehidupan individu terbentang dari mulai fase usia kandungan sampai dengan fase tua. Dalam menempuh setiap fase tersebut, terdapat tugas-tugas perkembangan yang seyogyanya dijalani atau dihadapi oleh setiap individu. Tugas-tugas perkembangan ini berkaitan erat dengan perubahan kematangan, persekolahan, pekerjaan pengalaman beragama, dan hal lainnya sebagai prasyarat untuk pemenuhan dan kebahagiaan hidupnya.
73
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
D. Pendekatan dan Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang menggunakan pendekatan naturalistik untuk mencari dan menemukan pengertian atau pemahaman tentang fenomena dalam suatu latar berkonteks khusus (Moleong, 2008:5). Peranan peneliti dalam penelitian kualitatif adalah sebagai perencana, pelaksana pengum-pulan data, analisis, penafsiran dan pada akhirnya ia menjadi pelopor hasil peneli-tian.
Dalam konteks penelitian ini, penggunaan penelitian kualitatif ditunjuk-kan untuk memahami dan memsiswai upaya guru membangun pengendalian diri siswa dalam menanggulangi perilaku menyimpang (agresif) siswa pada SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat.
2. Metode Penelitian
Dalam menganalisis permasalahan pada sebuah penelitian ilmiah diperlukan adanya metode penelitian. Metode penelitian merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitian. Sehubungan dengan itu, maka peneliti berpendapat bahwa metode deskriptif merupakan metode yang tepat digunakan dalam penelitian ini, karena sesuai dengan tujuan penelitian yang berusaha untuk memperoleh gambaran yang nyata tentang bagaimana model pengembangan kecerdasan moral dalam menanggulangi perilaku menyimpang siswa pada SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat.
Pemilihan metode deskriptif dalam penelitian ini dilatarbelakangi oleh pendapat Manasse Malo dan Sri Trisnoningtias, (1986:28) tersedia di http://www.rumahpintarkomunikasi.com/archives/466, yang mengemukakan:
menja-74
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
wab pertanyaan apa dengan penjelasan yang lebih terperinci mengenai gejala sosial seperti yang dimaksudkan dalam suatu permasalahan penelitian yang bersangkutan .
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa metode deskriptif merupakan metode yang memusatkan perhatian pada masalah-masalah aktual untuk memecahkan masalah dengan cara menggambarkan atau melukiskan semua peristiwa atau permasalahan yang terjadi selama enelitian berlangsung.
Oleh karena itu, alasan peneliti melakukan penelitian dengan menggu-nakan metode deskriptif ini karena sesuai dengan sifat dari masalah dan tujuan penelitian yang ingin diperoleh dan bukan untuk menguji hipotesis, tetapi berusaha untuk memperoleh gambaran nyata tentang bagaimana model pengem-bangan kecerdasan moral dalam menanggulangi perilaku menyimpang siswa, melalui studi deskriptif model pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam mengembangkan nilai-nilai moral siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat.
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa metode deskriptif meru-pakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan objek atau subjek yang diteliti sesuai dengan apa adanya dengan tujuan menggambarkan secara sistematis
fakta dan karakteristik objek yang diteliti secara tepat”.
Pemilihan metode deskriptif ini tentunya melalui pertimbangan dan disesuaikan dengan masalah yang akan dikaji. Kajian penelitian ini adalah untuk
mengetahui dan memahami secara mendalam tentang model pengembangan kecerdasan moral dalam menanggulangi perilaku menyimpang siswa, melalui studi deskriptif model pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam mengembangkan nilai-nilai moral siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat.
75
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Pada pelaksanaan penelitian ini untuk memperoleh data yang diperlukan peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu sebagai berikut:
1. Studi Literatur
Studi literatur dilakukan dengan cara mencari dan mengkaji buku-buku yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti untuk memperoleh bahan-bahan atau sumber informasi tentang masalah yang diteliti. Teknik ini selain
digunakan untuk melengkapi serta memperkuat landasan peneliti dalam melakukan penelitian juga untuk melengkapi hasil penelitian yang peneliti lakukan.
Teknik ini dilakukan dengan cara mengumpulkan berbagai macam sumber dan literatur buku-buku yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti. Dengan memiliki buku-buku yang berhubungan dengan penelitian, diharapkan peneliti dapat memperoleh data secara teoritis sebagai penunjang penelitian.
2. Wawancara
Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara (responden) (Arikunto, 2003:132). Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang digunakan penulis untuk mengajukan pertanyaan dan menggali jawaban lebih lanjut untuk mendapatkan informasi data-data yang lengkap sesuai dengan fokus penelitian dengan instrumen wawancara yang telah tersusun, sehingga peneliti dapat mengetahui persepsi responden tentang permasalahan yang akan dikaji.
Berkaitan dengan hal di atas, Moleong (2011:186) mengungkapkan bahwa: “Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan, dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas
76
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
“Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawan-cara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan panduan wawancara”. Selain itu Nasution (1996:73) mengemukakan bahwa: “Tujuan wawancara adalah untuk mengetahui apa yang terkandung dalam pikiran dan hati orang lain bagaimana pandangannya tentang dunia, yaitu hal-hal
yang tidak dapat kita ketahui melalui observasi”.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Alwasilah (2002:15) bahwa melalui wawancara, penelitian bisa mendapatkan informasi yang lebih mendalam (in dept information) karena beberapa hal, antara lain:
a. Penelitian dapat menjelaskan atau memparafrase pertanyaan yang tidak dimengerti.
b. Peneliti dapat mengajukan pertanyaan susulan (follow up questions).
c. Responden cenderung menjawab apabila diberi per-tanyaan. d. Responden dapat menceritakan sesuatu yang terjadi di masa
silam dan masa mendatang.
Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara kepada kepala
seko-lah, guru Pendidikan Kewarganegaraan, dan siswa dengan tujuan untuk mempe roleh data mengenai gambaran bagaimana model pengembangan kecerdasan moral dalam menanggulangi perilaku menyimpang siswa, melalui studi deskriptif model pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam mengembangkan nilai-nilai moral siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat.
3. Observasi
77
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
(terutama mata) terhadap kejadian-kejadian yang langsung ditangkap pada saat peristiwa itu terjadi. Dalam observasi ini meliputi semua pengamatan dan pengalaman peneliti ketika terjun ke lapangan, dan yang diteliti secara sistematis untuk mendapatkan gambaran nyata mengenai kegiatan di sekolah yang merupa-kan model pengembangan kecerdasan moral dalam menanggulangi perilaku menyimpang siswa, melalui studi deskriptif model pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan dalam mengembangkan nilai-nilai moral siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat.
Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Moleong (2005:132) bahwa: “Bagi peneliti kualitatif, manusia adalah instrument utama karena ia men -jadi segala keseluruhan proses penelitian. Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana, pengumpul data, menganalisis, menafsirkan data, dan hasilnya menjadi pelapor hasil penelitian”.
Observasi ini dilakukan selama penelitian berlangsung dengan tujuan untuk mengetahui model pengembangan kecerdasan moral dalam menanggulangi perilaku menyimpang siswa, melalui studi deskriptif model pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam mengembangkan nilai-nilai moral siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat. Seperti yang dikemukakan oleh Spradly dalam Nasution (2003:63) sebagai berikut:
78
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
4. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data tidak langsung ditunjukan kepada subjek penelitian. Studi dokumentasi merupakan salah satu sumber data penelitian kualitatif sebagaimana vang diungkapkan oleh Sugiyono
(2008:240) bahwa: “Studi dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah
berlalu, dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental
dari seseorang.”
Studi dokumentasi digunakan dengan tujuan untuk melengkapi data-data yang diperoleh dari wawancara dan observasi sehingga akan diperoleh data yang akurat dan terpercaya. Studi dokumentasi dalam penelitian ini meliputi catatan pribadi siswa, profil SMK Negeri 2 Pontianak Utara, dan juga dokumentasi lain-nya yang mendukung penelitian.
5. Catatan (Field Note)
Agar lebih mendukung penelitian ini peneliti juga menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara membuat catatan singkat pengamatan tentang segala peristiwa yang dilihat dan didengar selama penelitian berlangsung yang nantinya akan dirubah dalam sebuah catatan lengkap. Seperti yang dikemukakan
oleh Bogdan dan Biklen (dalam Lexy J. Moleong, 2005:209) bahwa: “Catatan
(field note) adalah catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, diamati, dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dan refeksi terhadap data dalam
penelitian kualitatif.”
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data merupakan suatu langkah penting dalam penelitian, karena dapat memberi makna terhadap data yang dikumpulkan oleh peneliti. Pengolahan data dan analisis data akan dilakukan melalui suatu proses
79
Dwi Sri Mulyono, 2013
Model Pengembangan Kecerdasan Moral Dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Deskriptif Model Pembelajaran PKN Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Moral Siswa di SMK Negeri 2 Pontianak Provinsi Kalimantan Bara