i
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
UCAPAN TERIMA KASIH ... vi
LEMBAR PERNYATAAN ... ix
MOTTO ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Fokus Penelitian ... 8
C. Rumusan Masalah ... 9
D. Batasan Masalah ... 10
E. Definisi Istilah ... 11
F. Kerangka Berpikir ... 12
G. Tujuan Penelitian ... 14
H. Manfaat Penelitian ... 14
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Evaluasi ... 16
1. Pengertian Evaluasi... ... 16
2. Tujuan Evaluasi ... 18
3. Jenis-Jenis Evaluasi ... 19
4. Model-Model Evaluasi ... 20
5. Evaluasi Program ... 23
6. Penelitian Evaluasi ... 25
ii
2. Tujuan Pendidikan Kejuruan ... 31
3. Model Pendidikan Kejuruan ... 32
4. Jenjang Pendidikan Kejuruan ... 34
5. Karakteristik Pendidikan Kejuruan ... 36
6. Kurikulum Pendidikan Kejuruan ... 37
C. Pendidikan Sistem Ganda ... 46
1. Pengertian Pendidikan Sistem Ganda ... 46
2. Tujuan Pendidikan Sistem Ganda ... 49
3. Manajemen Pendidikan Sistem Ganda ... 49
D. Hasil Penelitian Yang Relevan ... 55
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 63
B. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 65
C. Teknik Pengumpulan Data ... 66
D. Tahap-Tahap Penelitian ... 69
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 82
1. Pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda ... 82
a) Pengelolaan Pendidikan Sistem Ganda ... 83
b) Penerimaan Peserta Didik Baru ... 88
c) Penyusunan Kurikulum ... 90
d) Pembelajaran di Sekolah ... 91
e) Praktik Kerja Industri ... 94
f) Kunjungan Industri ... 101
g) Ujian Kompetensi ... 102
h) Pemasaran Alumni ... 104
2. Kesesuaian Antara Pelaksanaan PSG dengan Standar pelaksanaan PSG yang Ditentukan Sekolah ... .. 107
iii
c) Penyusunan Kurikulum ... 110
d) Pembelajaran di Sekolah ... 111
e) Praktik Kerja Industri (Prakerin) ... 112
f) Kunjungan Industri ... 114
g) Ujian Kompetensi ... 116
h) Pemasaran Alumni ... 117
3. Faktor Pendukung dan Penghambat PSG ... 118
a) Faktor Pendukung ... 118
b) Faktor Penghambat ... 120
B. Analisis Data ... 122
C. Pembahasan ... 127
1. Pengelolaan PSG ... 127
2. Penerimaan Peserta Didik Baru ... 136
3. Penyusunan Kurikulum ... 138
4. Pembelajaran di Sekolah ... 141
5. Praktek Kerja Industri (Prakerin) ... 142
6. Kunjungan Industri ... 153
7. Ujian Kompetensi ... 157
8. Pemasaran Alumni ... 160
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan ... 161
1. Pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda ... 161
2. Kesesuaian Antara Pelaksanaan PSG dengan Standar Pelaksanaan . 164 3. Faktor Pendukung dan Penghambat ... 165
B. Rekomendasi ... 165
DAFTAR PUSTAKA... 172
iv
Tabel 4.1. Rekapitulasi Jumlah Guru SMK Negeri 1 Metro ... 93
Tabel 4.2. Alokasi Waktu Pelaksanaan Prakerin TP.2010/2011 ... 94
v
Gambar 1.1. Hubungan mutu dan relevansi dengan sebutan SMK ... 5
Gambar 1.2. Kerangka Berfikir Penelitian ... 13
Gambar 2.1 Komponen-Komponen Kurikulum yang merupakan Sistem. ... 40
Gambar 4.1 Prosedur Pelaksanaan Penelitian. ... 81
Gambar 4.1 Proses Pembentukan Lulusan dalam PSG. ... 122
Gambar 4.2 Pengembangan Kurikulum Pendidikan Kejuruan. ... 140
Gambar 4.3 Siklus Kegiatan Prakerin. ... 144
Gambar 4.4 PSG Model Block Release. ... 150
Gambar 4.5 PSG Model Day Release. ... 150
Gambar 4.6 Pola Pembagian Waktu PSG Model Day Release. ... 151
Gambar 4.7 PSG Model Hour Release. ... 151
Gambar 4.8 Pola Pembagian Waktu PSG Model Hour Release. ... 152
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Era global telah menciptakan tingkat persaingan antar calon tenaga kerja
yang semakin ketat dan kompetitif. Melalui kesepakatan global ini, tenaga kerja
dan hasil-hasil produksi dari suatu negara dapat dengan leluasa masuk ke negara
lain tanpa adanya pembatasan. Bila peningkatan kualitas tenaga kerja tidak
dilakukan, maka tidak menutup kemungkinan suatu bangsa akan menjadi buruh di
negeri sendiri. Oleh karena itu meningkatkan kualitas pendidikan sehingga
menghasilkan lulusan yang terampil, professional, serta memiliki daya saing yang
tinggi sudah menjadi keniscayaan.
Selain itu, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang
melesat begitu pesat, terutama dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi,
juga menuntut kita untuk merespon secara tepat. Akselerasi pembangunan Bangsa
Indonesia akan semakin jauh tertinggal manakala proses pendidikan tidak
didukung dan diiringi oleh IPTEK yang relevan. Begitupula dengan pembangunan
pendidikan mesti didukung oleh sarana dan perangkat yang memadai dan
dilaksanakan dengan metodologi dan sistem yang inovatif. Untuk mewujudkan
lulusan / tenaga kerja yang bermutu, terampil, inovatif, tanggap terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan dan terknologi, memiliki daya saing dan daya
serap ke dunia kerja, pemerintah mengembangkan kebijakan link and match.
Kebijakan ini diharapkan akan menjembatani kesenjangan antara harapan dunia
usaha terkait dengan kompetensi calon tenaga kerja dengan institusi (sekolah)
yang mendidik dan melatih tenaga kerja. Pendidikan bagi calon tenaga kerja yang
bermutu dan relevan dengan kebutuhan institusi pasangan merupakan kunci agar
bangsa kita mampu bersaing dalam kancah internasional.
Pendidikan yang berorientasi pada pembentukan tenaga kerja praktis
(vocational education) dilaksanakan pada berbagai jalur dan jenjang. Jalur
pendidikan kejuruan meliputi pendidikan formal dan pendidikan nonformal.
Jenjang pendidikan vokasional tingkat menengah pada jalur formal yaitu sekolah
menengah kejuruan, dilanjutkan pada jenjang pendidikan volasional di perguruan
tinggi meliputi pendidikan vokasi yang diselenggarakan di akademi dan
politeknik, pendidikan profesi yang diselenggarakan setelah menyelesaikan
jenjang pendidikan sarjana (S1) dan pendidikan spesialis yang diselenggarakan
setelah menyelesaikan pendidikan akademik pascasarjana (S2).
Selain melalui pendidikan formal pendidikan vokasional juga dapat
ditempuh melalui jalur nonformal yang dilaksanakan melalui lembaga-lembaga
kursus dan pelatihan-pelatihan ketrampilan. Pendidikan vokasional pada jalur
nonformal juga dilaksanakan secara berjenjang mulai dari pendidikan ketrampilan
yang bersifat teknis, teknis lanjutan sampai dengan pendidikan ketrampilan
manajerial.
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu bentuk satuan
pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang
sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau
MTs (UU Nomor 20 tahun 2003). Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah
menyiapkan peserta didik memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap
profesional.
Pendidikan menengah kejuruan berfungsi: (a) meningkatkan, menghayati,
dan mengamalkan nilai-nilai keimanan, akhlak mulia, dan kepribadian luhur; (b)
meningkatkan, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai kebangsaan dan cinta
tanah air; (c) membekali peserta didik dengan kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta kecakapan kejuruan para profesi sesuai dengan kebutuhan
masyarakat; (d) meningkatkan kepekaan dan kemampuan mengapresiasi serta
mengekspresikan keindahan, kehalusan, dan harmoni; (e) menyalurkan bakat dan
kemampuan di bidang olahraga, baik untuk kesehatan dan kebugaran jasmani
maupun prestasi; dan (f) meningkatkan kesiapan fisik dan mental untuk hidup
mandiri di masyarakat dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan
tinggi. Melalui pendidikan kejuruan ini, peserta didik diharapkan memiliki bekal
umum untuk menghadapi kehidupan dan secara khusus memiliki kemampuan dan
keterampilan untuk bekerja sesuai dengan bidang keahliannya. Selain disiapkan
untuk mengisi formasi pekerjaan di bidang pekerjaan tertentu, lulusan SMK
diharapkan dapat mengikuti pendidikan lanjutan ke jenjang yang lebih tinggi
dengan baik.
Upaya-upaya untuk merevitalisasi SMK terus dilakukan, namun sampai saat ini
konsentrasi pemerintah masih terfokus pada kuantitas. Hal ini dapat dilihat dari
kita. Diantaranya adalah: pertama, masih rendahnya kualitas atau mutu
pendidikan. Kedua, adalah belum adanya pemerataan dalam memperoleh akses di
bidang pendidikan. Ketiga, tidak adanya efisiensi dalam penyelenggaraan
pendidikan. Disamping itu persoalan yang keempat adalah belum adanya
demokratisasi pendidikan. Peran serta masyarakat dalam dunia pendidikan masih
sangat terbatas (Nurharjadmo, 2008:1). Khusus untuk sekolah kejuruan, persoalan
yang dirasakan sangat penting berkaitan dengan ketidakmampuan lulusan dalam
memasuki lapangan kerja. Hal itu disebabkan karena adanya ketidaksesuaian antara
"supply" lulusan dengan kecilnya "demand". Selain itu juga kualitas dan relevansi
lulusan yang memang jauh dari kehendak pasar.
Salah satu bentuk kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah untuk
mengantisipasi hal itu adalah kebijakan Pendidikan Sistem Ganda (dual sistem).
Pendidikan Sistem Ganda (PSG) yang diselenggarakan pada sekolah menengah
kejuruan merupakan salah satu bentuk implementasi kebijakan "link and match"
antara dunia pendidikan dengan dunia kerja. Bentuk penyelenggaraan PSG
menekankan pada pendidikan keahlian profesional yang memadukan secara
sitematik dan sinkron antara program pendidikan di sekolah dengan program keahlian
yang diperoleh langsung di perusahaan. Sistem ini berusaha mengintegrasikan
kepentingan dunia pendidikan dengan dunia industri. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan kualitas dan relevansi lulusan pendidikan, khususnya Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK), baik pengetahuan, ketrampilan maupun etos kerja yang
Melalui pendidikan si
relevansi yang dimiliki
Kebijakan link
kesesuaiannya denga
menyelenggarakan pro
Pola penyelenggaraan
sudah nyata membuat
yang dibutuhkan duni
prinsip "keterkaitan da
dan relevansi. Mutu m
didemonstrasikan ole
pelatihan, sedangkan
diajarkan oleh SMK d
Korelasi an
sistem ganda ini diharapkan ada kesesuaian a
liki lulusan, dengan tuntutan dunia kerja.
nk and match untuk meningkatkan kompeten
ngan kebutuhan dunia nyata memaksa
proses pendidikan dengan selalu melibatkan duni
an pendidikan secara sepihak oleh sekolah saja
uat kompetensi lulusan SMK tidak relevan den
unia kerja. Penyelenggaraan diklat pada SMK
dan kesepadanan" yang berorientasi kepada pe
u mengacu pada peningkatan kualitas kompeten
oleh peserta didik setelah mengikuti proses
an relevan berarti adanya kesesuaian antara k
dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh indu
Gambar 1.1
antara mutu dan relevansi pendidikan dengan s (Sumber : http://download./mkdki.net/)
n antara mutu dan
tensi lulusan dan
sekolah untuk
unia usaha/industri.
aja (school center)
engan kompetensi
K dilandasi oleh
peningkatan mutu
tensi yang mampu
s pendidikan dan
kompetensi yang
ndustri.
Dalam rangka menghasilkan lulusan yang relevan, maka keterlibatan sektor
industri dalam proses pendidikan merupakan keniscayaan. Oleh karena itu tidak
bisa ditangani hanya oleh SMK, tetapi harus melibatkan pihak-pihak yang terkait
dengan dunia kerja, khususnya dunia usaha dan industri, termasuk
organisasi-organisasi yang ada di dunia usaha dan asosiasi keahlian. Untuk mencapai
keterkaitan dan kesesuaian antara SMK dengan institusi pasangan, maka
diselenggarakan pendidikan sistem ganda (PSG). PSG bukanlah kegiatan yang
terlepas (mandiri) dari proses pendidikan secara keseluruhan, tetapi merupakan
bagian integral dari proses pendidikan di SMK secara keseluruhan mulai dari
proses penerimaan peserta didik baru hingga pemasaran lulusan. Oleh karena itu,
setiap kegiatan sekolah selalu terintegrasi didalamnya program pendidikan sistem
ganda. Untuk dapat melaksanakan pendidikan sistem ganda, setidaknya terdapat
tiga lembaga yang harus ada, yaitu sekolah, institusi pasangan selaku institusi
pasangan dan majelis sekolah selaku mediator antara keduanya. Antara ketiga
lembaga ini harus terjalin kerjasama yang erat agar pelaksanaan pendidikan sistem
ganda, agar proses pendidikan di SMK dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Oleh karena itu pihak dunia usaha/industri harus terlibat mulai dari proses
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan pendidikan. Hal
ini juga disarankan oleh Domu (2008:590) bahwa “Link and Match bukan hanya
dalam kegiatan praktek siswa, tetapi juga dalam merancang, melaksanakan, dan
mengevaluasi materi pelajaran terkait.” Keterlibatan pihak dunia usaha/industri ini
tidak hanya pada kegiatan praktek kerja industri saja tetapi seluruh kegiatan
penyelenggaraan pembelajaran di sekolah, penyelenggaraan praktek kerja industri
(prakerin), ujian kompetensi sampai dengan pemasaran alumni ke dunia kerja.
Dengan konsep pendidikan sistem ganda ini diharapkan, lulusan sekolah menengah
kejuruan dapat terserap dengan secara maksimal ke dunia kerja, karena dari segi
kompetensi lulusannya sudah diakui oleh dunia kerja begitu pula dengan
relevansinya terhadap dunia kerja.
Harapan pemerintah terhadap lulusan sekolah kejuruan ternyata belum
memenuhi harapan yang diinginkan. Karena dalam kenyataan yang terjadi masih
jauh dari harapan, yaitu masih rendahnya jumlah lulusan SMK yang terserap dunia
kerja. Dalam laporan BPS sebagaimana disampaikan Deputi Bidang Statistik Sosial
BPS Arizal Ahnaf (Tribun Jabar, 6 Januari 2009) menyatakan :
“Angka pengangguran pada Agustus 2008 berdasarkan pendidikan didominasi oleh lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Data Badan Pusat Statistik atau BPS menyebutkan, lulusan SMK tertinggi yakni 17,26 persen, disusul tamatan SMA (Sekolah Menengah Atas) 14,31 persen, lulusan universitas 12,59 persen, serta Diploma I/II/III 11,21 persen. Tamatan SD ke bawah justru paling sedikit menganggur yakni 4,57 persen dan SMP 9,39 persen.”
Lulusan sekolah menengah kejuruan yang diproyeksikan sejak awal untuk
menjadi lulusan yang siap kerja dalam kenyataannya menduduki peringkat pertama
dalam menyumbangkan pengangguran. Padahal persentase lulusan SMA jauh lebih
banyak daripada lulusan SMK. Dengan memperhatikan persentase pengangguran
berdasarkan jenis pendidikan diatas, kita dapat menyimpulkan bahwasanya lulusan
SMK belum menjadi pilihan bagi dunia kerja dalam perekrutan tenaga kerja.
Sekaitan dengan keterserapan SMK di dunia kerja, menurut (Samsudi,
“...idealnya secara nasional lulusan SMK yang bisa langsung memasuki dunia kerja sekitar 80-85%, sedang selama ini yang terserap baru 61%. Pada tahun 2006 lulusan SMK di Indonesia mencapai 628.285 orang, sedangkan proyeksi penyerapan atau kebutuhan tenaga kerja lulusan SMK tahun 2007 hanya 385.986 atau sekitar 61,43%”.
Data yang dikemukan di atas semakin memperjelas bagi kita tentang peran serta
SMK dalam menyumbangkan pengangguran setiap tahunnya kepada bangsa
Indonesia, yaitu sekitar 39 persen dari lulusan SMK setiap tahunnya.
Dalam perkembangan berikutnyanya, Direktur Pendidikan Menengah
Kejuruan, Joko Sutrisno Selasa (26/1/2010) di Jakarta menyampaikan "Kalau
tahun ini daya serap lulusan ke pasar kerja baru 50 persen, maka tiap tahun
diharapkan ada kenaikan 5 persen sehingga pada 2014 lulusan SMK bisa terserap
70 persen ke dunia kerja"
(http://www.pendidikan-diy.go.id/?view=baca_berita&id_sub=1482).
Sajian data terkait rendahnya daya serap lulusan SMK oleh lapangan kerja
ini menunjukkan bahwa lulusan SMK masih belum menjadi primadona bagi dunia
kerja. Dengan dasar itulah penulis menaruh minat untuk melakukan penelitian
tentang Evaluasi Pendidikan Sistem Ganda (Studi Kasus di SMK Negeri 1 Metro).
B. Fokus Penelitian
Pendidikan sistem ganda merupakan pendidikan yang dilaksanakan secara
sinkron dan sistematis antara SMK dengan institusi pasangan terhadap peserta
didik yang diarahkan untuk mencetak peserta didik agar kompeten dalam bidang
tertentu. Konsep pendidikan ini merupakan perubahan dari konsep pendidikan
pasangan/perusahaan mitra hanya bertindak sebagai instansi yang berperan hanya
sebagai tempat praktik.
Dengan perubahan sistem ini, diharapkan dapat meningkatkan peran
institusi pasangan dari peran sebagai objek menjadi subjek serta menghasilkan
lulusan yang relevan dengan kebutuhan dunia kerja. Namun apakah proses
pendidikan sistem ganda sudah sesuai dengan yang telah digariskan secara
konseptual oleh pemerintah? Penelitian berusaha mengevaluasi pendidikan
sistem ganda dengan berfokus pada keterlibatan / peran institusi pasangan dalam
proses pendidikan sistem ganda di SMK.
C. Rumusan Masalah
Tujuan utama pendidikan kejuruan adalah mendidik siswa sehingga mampu
untuk siap bekerja pada bidang tertentu dengan adaptasi yang minimal.
Indikator keberhasilan sekolah menengah kejuruan adalah sejauhmana lulusan
SMK mampu diserap oleh dunia kerja. Untuk menciptakan keselarasan
(relevansi) yang maksimal, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan
Nasional telah menetapkan sebuah kebijaksanaan kesetaraan dan kesepadanan
atau link and match. Untuk melaksanakan kebijaksanaan tersebut pada tataran
implementasinya dilaksanakan dengan pendidikan sistem ganda (PSG). PSG
adalah suatu bentuk pengelolaan pendidikan yang diselenggarakan secara
bersama-sama antara SMK dengan institusi pasangan (perusahaan, institusi,
industri) mulai dari proses penerimaan peserta didik baru sampai dengan
pemasaran alumni. Dengan model ini diharapkan akan dapat menjembatani
pasangan dengan kualitas lulusan yang di hasilkan oleh SMK. Dengan asumsi ini
diharapkan lulusan SMK dapat diterima oleh institusi pasangan sehingga dapat
menurunkan angka pengangguran.
Pada kenyataannya, sampai dengan tahun 2010 keterserapan lulusan SMK
masih sangat minim. Berdasarkan data yang dilaporkan Direktur Pembinaan
SMK, jumlah lulusan SMK baru 50% setiap tahunnya. Dengan kondisi tersebut
penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan PSG dalam aspek pengelolaan, implementasi PSG
dalam penerimaan peserta didik baru, implementasi PSG dalam penyusunan
kurikulum, implementasi PSG dalam proses pembelajaran di sekolah,
implementasi PSG dalam praktek kerja industri, implementasi PSG dalam
kunjungan industri, implementasi PSG dalam kegiatan ujian kompetensi dan
implementasi PSG dalam pemasaran alumni.
2. Apakah ada kesesuaian antara pelaksanaan PSG dengan standar pelaksanaan
PSG yang ditentukan oleh sekolah ?
3. Apasajakah yang menjadi faktor-faktor pendukung dan penghambat
keterlibatan peran institusi pasangan dalam implementasi pendidikan sistem
ganda?
D. Batasan Masalah
Pendidikan sistem ganda memiliki banyak dimensi dalam pelaksanaannya,
seperti manajemen pendidikan sistem ganda, pembiayaan pendidikan sistem
Mengingat keterbatasan waktu dan kemampuan peneliti dalam penelitian ini serta
agar penelitian ini lebih fokus, maka dalam kegiatan penelitian dibatasi pada
keterlibatan institusi pasangan / industri dalam pendidikan sistem ganda. Dari
aspek tempat dan waktu penelitian, kegiatan penelitian terbatas pada kegiatan
PSG yang berlangsung di SMK Negeri 1 Metro tahun pembelajaran 2010/2011.
E. Definisi Istilah
Untuk menghindari adanya kesalahan penafsiran, maka perlu dijelaskan
beberapa istilah penting yang berkaitan dengan topik dan judul penelitian:
1. Evaluasi
Dalam penelitian ini, yang dimaksudkan dengan evaluasi adalah upaya yang
dilakukan untuk mencari informasi dan mengetahui tentang adanya kesesuaian /
ketidaksesuaian konsep pendidikan sistem ganda dan standar sekolah dalam
pelaksanaan pendidikan sistem ganda terhadap implementasinya dan untuk
mengetahui secara menyeluruh tentang pelaksanaan kegiatan tersebut.
2. Pendidikan Sistem Ganda
Pendidikan Sistem Ganda adalah suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan
keahlian professional yang memadukan secara sistematik dan sinkron antara
program pendidikan di sekolah dan program penguasaan keahlian yang
diperoleh melalui kegiatan langsung di dunia kerja, terarah untuk mencapai
suatu tingkat keahlian professional tertentu.
3. Institusi Pasangan
Institusi pasangan adalah perusahaan, industri, instansi baik milik
mitra sekolah menengah kejuruan dalam menyelenggarakan pendidikan sistem
ganda. Dalam beberapa literatur istilah institusi pasangan lazim pula disebut
DUDI yang merupakan singkatan dari Dunia Usaha dan Dunia Industri yang
menjadi mitra SMK dalam PSG.
4. Praktek Kerja Industri (Prakerin)
Praktik kerja industri adalah kegiatan pembelajaran praktikum siswa yang
diselenggarakan secara langsung di institusi pasangan.
5. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
Sekolah menengah kejuruan adalah lembaga pendidikan formal milik
pemerintah atau swasta yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada bidang
keahlian tertentu.
6. Majelis Sekolah
Organisasi yang dibentuk secara bersama-sama antara sekolah dengan
institusi pasangan untuk melaksanakan koordinasi / mediasi antara sekolah dengan
institusi pasangan dalam pelaksanaan pendidikan sistem ganda.
F. Kerangka Berfikir
Penelitian ini berusaha untuk melakukan evaluasi atas pelaksanaan
pendidikan sistem ganda. Evaluasi yang dilakukan meliputi komponen proses
penyusunan, pelaksanaan program dan penilaian program pendidikan sistem
ganda. Kegiatan evaluasi ini berusaha untuk mengetahui apakah yang menjadi
standar sekolah dalam kegiatan pendidikan sistem ganda yang
Dengan diterapkannya Pendidikan Si/tem Ganda di SMK, idealnya
lulu/an SMK dapat diterima di/erap oleh dunia kerja /ecara
mak/imal.
Pada Kenyataanya, Daya /erap dunia kerja terhadap lulu/an SMK belum mak/imal. Sampai dengan tahun 2010 daya /erapnya baru 50%. (Depdikna/,
2010)
Evalua/i Pendidikan Si/tem Ganda
Ke/impulan & Rekomenda/i
Anali/i/ Standar Pelak/anaan Ideal
PSG Di/krip/i Pelak/anaan
Pendidikan Si/tem Ganda di SMK
Anali/i/ Standar Pelak/anaan PSG oleh
Sekolah Pertanyaan Penelitian :
Bagaimanakah Pelak/anaan Pro/e/ Pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan dalam mengimplementa/ikan Pendidikan Si/tem Ganda ?
Tujuan :
Menetapkan faktor-faktor dalam pelak/anaan pendidikian /i/tem ganda yang berdampak pada rendahnya daya /erap dunia kerja terhadap lulu/an SMK. dilaksanakannya, serta melakukan evaluasi pelaksanaan pendidikan sistem ganda
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan oleh sekolah dan kriteria baku dalam
pendidikan sistem ganda.
G. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan memperoleh data tentang proses-proses
pendidikan yang harus diperbaiki dalam pelaksanaan pendidikan sistem ganda di SMK
Negeri 1 Metro ditinjau dari aspek keterlibatan peran institusi pasangan. Berdasarkan
hasil temuan dan evaluasi, selain digunakan untuk perbaikan ke dalam, diharapkan juga
dapat dijadikan bahan perbaikan pelaksanaan pendidikan sistem ganda pada
sekolah-sekolah lainnya yang dipandang memiliki transferabilitas yang layak.
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :
1. Memperoleh data tentang proses-proses pendidikan yang harus diperbaiki tentang
keterlibatan peran institusi pasangan dalam pengelolaan pendidikan sistem
ganda, penerimaan peserta didik baru, penyusunan kurikulum, proses
pembelajaran di sekolah, praktek kerja industri, kunjungan industri, ujian
kompetensi, dan dalam pemasaran alumni.
2. Menemukan faktor-faktor pendukung dan penghambat keterlibatan peran
institusi pasangan dalam implementasi pendidikan sistem ganda.
H. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu manfaat secara teoritis
dan manfaat secara praktis.
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan prinsip-prinsip yang
mewujudkan lulusan yang trampil, mampu beradaptasi dengan dunia kerja yang
berdampak pada daya serap lulusan SMK secara optimal. Hasil temuan juga
diharapkan memberikan kontribusi dalam upaya meningkatkan pengelola
pendidikan sistem ganda dalam memaksimalkan kegiatan. Dengan demikian,
diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap upaya peningkatan pendidikan
khususnya pada penyelenggaraan pendidikan sistem ganda.
2. Secara Praktis
Setelah penelitian ini selesai, diharapkan dapat memberikan sumbangan
konkrit berupa :
a) Masukan bagi guru dalam menerapkan konsep pendidikan sistem ganda yang
bersesuaian dengan bidang tugasnya masing-masing.
b) Masukan bagi kepala sekolah, sehingga dapat dipergunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam melakukan pembinaan dan menetapkan suatu kebijakan
dalam rangka mengoptimalkan pendidikan sistem ganda.
c) Masukan bagi dinas pendidikan untuk menentukan kebijakan pendidikan
sistem ganda di wilayah kerjanya.
d) Sebagai bahan rujukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya, khususnya yang
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian, maka penelitian ini
menggunakan metode penelitian evaluatif dengan pendekatan kualitatif. Hasan
(2008:228) mengatakan bahwa ciri khas dari metode evaluasi kualitatif ini adalah
fokus utamanya adalah proses pelaksanaan kurikulum. Sukmadinata (2009: 121)
mengatakan bahwa penelitian evaluatif diperlukan untuk merancang,
menyempurnakan dan menguji pelaksanaan suatu praktik pendidikan. Dalam
merancang suatu program/kegiatan diperlukan data hasil evaluasi tentang program
atau kegiatan pendidikan yang lalu, kondisi yang ada serta tuntutan dan kebutuhan
bagi program baru. Selanjutnya Sukmadinata (2009: 121) mengatakan bahwa
secara lebih rinci tujuan penelitian evaluatif adalah; (1) Membantu perencanaan
untuk pelaksanaan program, (2) Membantu dalam penentuan keputusan
penyempurnaan atau perubahan program, (3) Membantu dalam penentuan
keputusan keberlanjutan atau penghentian program, (4) Menemukan fakta-fakta
dukungan dan penolakan terhadap program, dan (5) Memberikan sumbangan
dalam pemahaman proses psikologis, sosial, politik dalam pelaksanaan program
serta faktor-faktor yang mempengaruhi program.
Hasan (2008:103) mengatakan bahwa suatu evaluasi formal harus
memberikan perhatian terhadap keadaan sebelum suatu kegiatan kelas
berlangsung dan terhadap keadaan kelas itu sendiri. Hasan (1988: 128) lebih
lanjut mengatakan bahwa model ini memberikan perhatian terhadap lingkungan
luas dimana suatu inovasi kurikulum dilakukan. Keberhasilan suatu implementasi
sebagai kurikulum dalam pengertian proses dapat dipahami dengan memberikan
perhatian terhadap lingkungan tersebut. Sedangkan Shaughnessy (2003: 88)
mengatakan bahwa “...The goals of naturalistic observation are to describe
behavior as it normally occurs and to examine relationships among variables”.
Pendekatan kualitatif mempunyai karakteristik antara lain: (a) data langsung
diambil dari setting alami; (b) penentuan sampel dilakukan secara purposive; (c)
peneliti sebagai instrumen pokok; (d) lebih menekankan pada proses dari pada
hasil, sehinggan bersifat deskriptif analitik; (e) analisis data secara induktif atau
interprestasi bersifat idiografik; dan (f) mengutamakan makna di balik data
(Nasution, 2003:9). Penelitian kualitatif dalam pendidikan sering disebut inkuiri
naturalistik. Inkuiri naturalistik berarti proses pengkajian yang dilakukan pada
situasi lapangan yang alami (bukan di laboratorium), menggunakan
metode-metode alami (observasi, wawancara, dan lain-lain), dan peniliti berinteraksi
secara alami dengan subyek penelitian (Williams, 1988:53). Oleh karena itu
dalam penelitian ini peneliti berfungsi sebagai instrumen penelitian dan peneliti
mengkonsentrasikan perhatian dalam memahami perilaku, sikap, pendapat,
persepsi, dan sebagainya berdasarkan pandangan subyek yang diteliti tersebut.
Pengumpulan data dan informasi dilakukan melalui kontak langsung dengan
subyek yang diteliti dengan cara mendeskripsikan kebijakan dan kegiatan
B. Lokasi dan Subjek Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di SMK Negeri 1 Metro untuk melihat
pengelolaan dan kinerjanya, serta di instansi/perusahaan pasangan untuk melihat
kinerja tempat pendidikan sistem ganda. Pertimbangan memilih lokasi penelitian
berdasarkan wilayah kerja, waktu, dan biaya. Subjek penelitian sebagai sumber data
dalam penelitian ini terdiri dari semua personil yang memberikan informasi
untuk kelengkapan data yang diperlukan. Sejalan dengan pendapat Nasution
(2003:11) bahwa penelitian kualitatif tidak menggunakan sampel yang acak dan
juga tidak menggunakan populasi dan sampel yang banyak. Dalam penelitian
kualitatif biasanya menggunakan sampel sedikit dan sampel dipilih menurut tujuan
penelitian. Sesuai dengan paradigma, masalah dan tujuan penelitian, subjek
penelitian yang ditetapkan adalah dari pihak pengelola program pendidikan sistem
ganda, pihak pelaksana program pendidikan sistem ganda di instansi/perusahaan,
dan siswa peserta program pendidikan sistem ganda.
Subjek penelitian dari pihak pengelola yaitu Kepala Sekolah SMK Negeri 1
Metro, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, Wakil Kepala Sekolah Bidang
Hubungan Masyarakat dan Industri sebagai pengelola program pendidikan sistem
ganda, dan guru pembimbing. Dari pihak pelaksana program pendidikan sistem
ganda di instansi/perusahaan adalah Kepala/direktur/kepala bagian/manajer
instansi dan instruktur di tempat tersebut. Subjek penelitian di atas
terus berkembang tergantung pada tujuan dan pertimbangan kelengkapan
C. Tehnik Pengumpulan Data
Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif, partisipan dalam penelitian
ini diambil secara purposive sampling (Lincoln & Guba, 1985:40). Hal ini
mengingat keragaman fenomena yang akan diteliti. Pemilihan informasi dicari
dari subjek yang benar-benar menguasai permasalahan dan memiliki ciri-ciri
spesifik dan terlibat dalam proses pengelolaan pendidikan sistem ganda. Teknik
pengumpulan data secara khusus dilaksanakan secara berikut :
1. Wawancara
Peneliti menggunakan wawancara untuk mengumpulkan data. Wawancara
mendalam adalah percakapan antara dua orang dengan maksud tertentu, dalam hal
ini adalah peneliti dengan informan. Jenis wawancara yang dipergunakan dalam
penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur karena jenis wawancara ini
mempunyai banyak kelebihan. Wawancara tidak terstruktur dapat dilakukan
secara lebih personal sehingga memungkinkan sekali diperolehnya informasi
sebanyak-banyaknya meskipun yang sifatnya rahasia dan sensitif sekalipun. Lebih
lanjut, memungkinkan sekali dicatatnya semua respon afektif yang tampak selama
wawancara berlangsung.
Informasi yang dikumpulkan melalui wawancara ini adalah informasi
tentang diskripsi proses dan keterlibatan / peran institusi pasangan dalam :
pengelolaan pendidikan sistem ganda, PPDB, penyusunan kurikulum,
pembelajaran disekolah, prakerin, kunjungan industri, ujian kompetensi, dan
Sesuai dengan jenis wawancara yang digunakan, maka dalam setiap
wawancara tidak digunakan instrumen yang terstandar. Namun sebelum dilakukan
wawancara, terlebih dahulu disusun garis-garis besar pertanyaan yang akan
ditanyakan kepada informan. Garis-garis besar pertanyaan disusun berdasarkan
fokus dan rumusan masalah penelitian. Selanjutnya sementara proses wawancara
berlangsung kadang-kadang diselipkan pertanyaan-pertanyaan pendalaman
(probing) yang bertujuan untuk menggali lebih dalam lagi tentang hal-hal yang
diwawancarakan. Pertanyaan-pertanyaan mendalam tersebut dikembangkan
secara spontan sewaktu proses wawancara berlangsung dengan tata urutan
berbentuk cerobong (the funnel sequence) dimulai dari hal-hal yang sifatnya
umum mengarah pada hal-hal yang sifatnya khusus.
Sebagai informan pertama adalah kepala sekolah karena selaku pimpinan
tertinggi disekolahnya tentu memiliki banyak informasi tentang sekolahnya dan
mengetahui situasi sekolahnya dengan baik. Selanjutnya kepala sekolah tersebut
diminta menunjukkan pihak yang bertanggung jawab/koordinator
penyelenggaraan PSG, serta satu, dua, atau lebih guru yang dapat dijadikan
informan selanjutnya. Begitu selesai diwawancarai, diantara para guru tersebut
juga diminta menunjukkan orang lain yang dapat dijadikan informan berikutnya.
Demikian seterusnya sehingga informan penelitian ini dipilih dengan
menggunakan teknik purposive atau purposeful sampling strategy (Creswell,
1998:118), yaitu dengan memilih orang-orang yang dianggap tahu tentang fokus
masalah secara mendalam dan bisa dipercaya untuk dijadikan sumber data, serta
sebelumnya untuk menunjukkan orang-orang lain yang dapat dijadikan informan
berkutnya (Bogdan dan Biklen, 1982:34). Jadi, penetapan informan disini bukan
didasarkan pada pemikiran bahwa para informan harus mewakili populasinya
tetapi informan itu harus dapat memberikan informasi yang diperlukan.
2. Observasi
Observasi digunakan dengan cara dimana peneliti memasuki, mengamati,
dan sekaligus berpartisipasi di dalam latar atau suasana tertentu. Observasi
digunakan untuk semakin melengkapi pengumpulan data dengan wawancara.
Suasana-suasana yang dapat dimasuiki dan diamati adalah: situasi sekolah,
fasilitas sekolah, proses belajar mengajar yang sedang berlangsung di kelas /
laboratorium / unit produksi, juga aktivitas siswa dan guru di luar kelas. Bahkan,
melalui observasi berperan serta dapat diperoleh informasi yang mendukung atau
menolak informasi yang ditemukan melalui wawancara. Peran yang sering
dimainkan peneliti dalam observasi ini adalah hadir secara pasif, berinteraksi
secara terbatas, dan aktif tapi terbatas yan dimaksudkan agar proses belajar
mengajar tidak terganggu.
3. Studi Dokumentasi
Untuk semakin melengkapi kegiatan mengumpulkan data, maka juga
digunakan dokumen-dokumen yang merupakan sumber non insani dengan alasan:
(a) tersedia dan murah dilihat dari konsumsi waktu; (b) dokumen dan rekaman
merupakan sumber informasi yang stabil, akurat, dan dapat dianalisis kembali;
(c) dokumen dan rekaman merupakan sumber informasi yang kaya secara
legal yang dapat memenuhi akuntabilitas; serta (e) bersifat non reaktif sehingga
tidak sukar ditemukan dengan teknik kajian isi.
Selama proses penelitian, ada beberapa dokumen yang telah dikumpulkan
dan dianalisis, diantara dokumen-dokumen tersebut ada yang dianalisis untuk
memahami kondisi-kondisi sekolah-sekolah yang dijadikan latar penelitian, yaitu:
(a) profil sekolah yang mencakup identitas sekolah, daftar guru menurut usia dan
latar belakang pendidikannya, daftar jumlah murid menurut kelas, pegawai,
rombongan belajar, prestasi sekolah, dan alumni; (b) kurikulum sekolah (c)
dokumen-dokumen dan perangkat administrasi yang berkaitan dengan PSG serta
(d) dokumen-dokumen lain yang dianggap perlu.
Di dalam setiap mengumpulkan data, baik melalui wawancara, observasi
dan studi dokumentasi digunakan beberapa alat yaitu: buku catatan, alat perekam
(tape recorder), juga kamera untuk mendokumentasikan perilaku atau peristiwa
penting yang muncul selama observasi. Sementara dalam setiap melakukan studi
dokumentasi digunakan format catatan lapangan.
D. Tahap-Tahap Penelitian
Secara garis besar kegiatan penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah
pokok sebagai berikut: (1) tahap pra-lapangan, (2) tahap pekerjaan lapangan, (3)
analisis data, dan (4) tahap pelaporan.
1. Tahap Pra-lapangan.
Pelaksanaan pra-lapangan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang
lengkap dan jelas mengenai lokasi/keadaan objek penelitian, gambaran umum
lain-lain yang berhubungan dengan penelitian. Pada tahap ini secara umum
dilakukan kegiatan-kegiatan meliput: (1) penyusunan rancangan penelitian,
terutama dalam mentukan desain dan fokus penelitian; (2) memilih lapangan
penelitian yang sesuai dan mendukung kelancaran penelitian ini lebih
mempertimbangkan fokus dan tujuan penelitian, dalam hal ini peneliti memilih
SMK Negeri 1 Metro sebagai lokasi penelitian dengan alasan: telah menerapkan
program pendidikan sistem ganda, akses ke tempat peneliti relatif mudah supaya
kegiatan penelitian tidak terhambat oleh jarak dan waktu, sedangkan penelitian
kualitatif diperlukan intensitas yang cukup dengan pihak sekolah; (3) mengurus
perizinan, dari rektor melalui direktur SPS UPI; (4) menjejaki dan menilai
keadaan lingkungan tempat penelitian, dalam kegiatan ini peneliti mengunjungi
lokasi penelitian secara formal, menjejaki kemungkinan pelaksanaan penelitian,
berdialog dengan kepala sekolah kemungkinan pelaksanaan penelitian; (5)
memilih dan memanfaatkan informan; (6) menyiapkan perlengkapan penelitian.
2. Tahap Pekerjaan Lapangan.
Pada tahap pekerjaan penelitian ini terdapat tiga kegiatan utama, yaitu: (1)
memahami latar penelitian dan persiapan diri; (2) memasuki lapangan; dan (3)
berperan serta sambil mengumpulkan data. Fokus masalah tentang implementasi
program pendidikan sistem ganda digali secara mendalam dalam kegiatan ini
dengan cara observasi, pengamatan, dan wawancara maupun studi dokumentasi.
Pengumpulan data dilakukan secara langsung terhadap arah dan tujuan penelitian
secara purposif, dengan menggunakan pedoman pengamatan wawancara yang
pada pengumpulan data dan ketelitian serta ketelatenan peneliti, disamping
kelengkapan alat bantu yang memadai.
Bogdan dan Biklen (1982: 73-74) mengemukakan bahwa “keberhasilan
suatu penelitian naturalistik atau kualitatif sangat tergantung pada ketelitian dan
kelengkapan catatan lapangan (field notes) yang disusun peneliti.” Disamping
peneliti berusaha untuk mempertajam penelitian, juga melengkapi diri dengan alat
bantu catatan lapangan dan alat rekam suara (tape recording), video serta alat
bantu lain yang mendukung penelitian. Alat perekam tersebut digunakan untuk
merekam data dan informasi verbal dan non verbal serta kejadian nyata di
lapangan. Untuk penggunaan media perekam ini, peneliti mengkomfirmasikan
sebelumnya kepada responden dan menjaga kerahasiaan responden oleh peneliti.
Selama kegiatan pengambilan data di lapangan mengenai data program
pendidikan sistem ganda diperoleh, maka peneliti langsung memproses data dan
menganalisisnya dengan cara mereduksi data dan informasi yang telah diperoleh.
Dengan demikian dimungkinkan merangkum hal-hal penting secara sistematis
untuk menemukan fokus masalah serta memudahkan pelacakan kembali data yang
diperoleh bila diperlukan. Selanjutnya hasil rangkuman mengenai pokok-pokok
penelitian disajikan dalam bentuk catatan lapangan sebagai deskripsi data atau
temuan penelitian dalam bentuk penyajian disebut display data.
Setelah peneliti berada di lapangan dalam jangka waktu tertentu dan data
terkumpul hingga pada batas jenuh “point of redundancy” kemudian diolah,
berbagai konsep maupun kajian kepustakaan, selanjutnya disajikan sebagai hasil
penelitian.
3. Pengolahan Data
Analisis data yang dilakukan untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan
penelitian berupa temuan penelitian. Analisis data adalah proses menyusun,
mengkategorikan data, mencari pola atau tema untuk ditafsirkan dengan maksud
untuk memahami maknanya. Merujuk pada Nasution (2003:129), prosedur
analisis data untuk disajikan dalam laporan hasil penelitian dengan
langkah-langkah, yaitu: reduksi data, “display data”, mengambil kesimpulan dan
verifikasi.
a. Reduksi data.
Langkah awal dalam menganalisis data adalah melakukan reduksi data.
Kemudian data yang diperoleh di lapangan ditulis/diketik dalam bentuk uraian
atau laporan yang terinci. Laporan-laporan itu perlu direduksi, dirangkum, dipilih
hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema atau
polanya. Tujuan reduksi data ini untuk memudahkan pemahaman terhadap data
yang sudah dikumpulkan. Reduksi data dilakukan dengan cara menyaring
data-data yang tidak berkaitan dengan pendidikan sistem ganda, sehingga memudahkan
peneliti untuk menganalisis pelaksanaan program pendidikan sistem ganda.
b. Display Data.
Setelah dilakukan reduksi data, kegiatan selanjutnya ialah membuat
rangkuman temuan penelitian berdasarkan pada aspek-aspek yang diteliti dan
memahami gambaran keseluruhan dari aspek-aspek yang diteliti. Dengan
demikian akan dijadikan dasar untuk menafsirkan dan mengambil kesimpulan
hasil penelitian.
c. Uji Keabsahan Temuan Penelitian.
Dasar dari uji keabsahan adalah jawaban atas pertanyaan penelitian,
bagaimana peneliti dapat meyakinkan audiens bahwa temuan peneliti memiliki
nilai dan kegunaan; argumen apa yang dikemukakan oleh peneliti, kriteria apa
yang digunakan peneliti, pertanyaan apa yang akan dijawab melalui penelitian
tersebut.
Secara umum, Lincoln & Guba (1985: 290) mengemukakan empat kriteria
yang dijadikan dasar dalam menguji keabsahan penelitian kualitatif, yaitu:
kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas, dan konfirmabilitas.
1) Kredibilitas
Kredibilitas atau derajat kepercayaan merupakan ukuran kebenaran data
yang dikumpulkan selama pelaksanaan penelitian. Derajat kepercayaan atau
kredibilitas dapat dicapai dengan: (1) peneliti berada cukup lama di lapangan
diperkirakan bulan Maret 2011 sampai Juni 2011, (2) melakukan triangulasi
(teknik pemeriksaan keabsahan data dengan maksud mengecek atau pembanding
data tersebut yang dilakukan dengan memanfaatkan sesuatu di luar data itu,
peneliti melaksanakan observasi terhadap hubungan siswa dengan guru di luar
jam pelajaran, wawancara dengan guru lain, dengan kepala sekolah.
Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik
pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan
data sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan
berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data. “Data atau
informasi dari satu pihak harus dicek kebenarannya dengan cara memperoleh data
itu dari sumber data lain” (Nasution, 2003:10). Tujuan triangulasi adalah
membandingkan informasi tentang hal yang sama yang diperoleh dari berbagai
pihak agar ada jaminan tentang tingkat kepercayaan data.
Informasi yang telah berhasil dikumpulkan oleh peneliti dan akan dijadikan
data dalam penelitian ini perlu diperiksa kredibilitasnya, sehingga data penelitian
tersebut dapat dipertanggung-jawabkan dan dijadikan sebagai dasar yang kuat
dalam menarik simpulan. Bogdan dan Biklen (1982) menjelaskan, bahwa dalam
penelitian dengan pendekatan kualitatif, peneliti merupakan instrumen utamanya.
Oleh karena itu, maka uji validitas dan realibitas instrumen penelitian bukan
dengan cara menguji-cobakan instrumen, melainkan melalui triangulasi.
Nasution (2003:114) menjelaskan, bahwa untuk menghindari terjadinya
keterlibatan dalam waktu lama yang melahirkan ‘kebablasan/kemunduran’ (going
native) disarankan adanya pengujian kesahihan data yang bertujuan untuk
membuktikan bahwa apa yang diamati oleh peneliti telah sesuai dengan apa yang
sesungguhnya ada dalam kenyataan dan sesuai dengan apa yang sebenarnya ada
dan yang akan terjadi.
Bungin (2008:254), untuk menghindari terjadinya keraguan terhadap hasil
penelitian, maka diperlukan mekanisme sistem pengujian keabsahan hasil
siklus kesamaan data; (3) ketekunan pengamatan; (4) triangulasi; (5) pengecekan
melalui diskusi; (6) kajian kasus negatif; (7) pengecekan anggota tim; (8)
kecukupan referensi; (9) uraian tugas; dan (10) auditing.
Untuk memperoleh data yang valid, dalam penelitian ini digunakan teknik
yang direkomendasikan Guba dan Lincoln (1985); Creswell (1998:202); dan
Nasution (2003:115), yaitu: triangulasi (triangulation) sumber data dan metode.
Oleh karena itu, untuk mempertinggi peluang mendapatkan temuan yang kredibel
peneliti tempuh melalui triangulasi. Sedangkan sebagai pelengkap, maka
digunakan juga teknik diskusi teman sejawat (reviewing/peer debriefing) dan
pengecekan mengenai ketercukupan referensi (referential adequacy checks).
Triangulasi dilakukan dalam penelitian ini untuk pengecekan keabsahan
data dengan memanfaatkan berbagai sumber sebagai bahan perbandingan.
Penggunaan triangulasi dalam studi kasus memungkinkan adanya hubungan
secara langsung dari ‘situasi data’ (Creswell, 1998:213). Moleong (2007:330)
memaparkan, bahwa triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau
sebagai pembanding terhadap data itu. Di sisi lain, uji keabsahan hasil penelitian
melalui triangulasi dilakukan dengan memanfaatkan kejujuran peneliti, metode,
teori, dan sumber data merupakan cara yang paling penting dan mudah (Denzim
dalam Bungin, 2008:256).
Pertama, Triangulasi kejujuran peneliti (investigators triangulation).
Dilakukan untuk menguji kejujuran, subjektivitas, dan kemampuan merekam data
pengecekan langsung, wawancara ulang, serta merekam data yang sama di
lapangan. Seringkali dilakukan pada penelitian berkelompok.
Kedua, Triangulasi dengan sumber data (sources triangulation).
Dilakukan dengan membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil
wawancara; apa yang dikatakan di depan umum dengan apa yang dikatakan secara
pribadi; apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa
yang dikatakan sepanjang waktu; keadaan dan perspektif seseorang dengan
berbagai pendapat dan pandangan orang lain; dan hasil wawancara dengan isi
suatu dokumen yang berkaitan. Hasil dari perbandingan yang diharapkan adalah
berupa kesamaan atau alasan-alasan terjadinya perbedaan.
Ketiga, Triangulasi dengan metode (methods triangulation). Dilakukan
dengan mengecek penggunaan metode pengumpulan data, apakah informasi yang
didapat dengan metode interview sama dengan metode observasi, dan sebaliknya.
Tujuannya adalah mencari kesamaan data dengan metode yang berbeda.
Keempat, Triangulasi dengan teori (theories triangulation). Dilakukan
dengan menyertakan usaha pencarian cara lainnya untuk mengorganisasikan data
yang barangkali mengarahkan pada upaya penemuan penelitian lainnya. Apabila
peneliti gagal menemukan informasi yang cukup kuat untuk menjelaskan kembali
informasi yang telah diperoleh, justru peneliti telah mendapat bukti bahwa derajat
kepercayaan hasil penelitian tinggi.
Secara khusus, penelitian ini menggunakan dua jenis triangulasi. Pertama,
triangulasi sumber data dilakukan dengan cara membandingkan data hasil
oleh kepala sekolah sesuai atau tidak dengan kenyataan yang diamati.
Perbandingan-perbandingan di atas dimaksudkan sebagai pencarian benang merah
yang mengkaitkan antara pendapat, pandangan, pemikiran, dan ide-ide yang
bersifat ideal dengan hasil pengamatan peneliti di lapangan. Dengan demikian,
peneliti akan memperoleh kejelasan atas latar alasan terjadinya persamaan dan
perbedaan dari benang merah tersebut terutama dalam kaitannya dengan
pandangan ideal dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi di lapangan.
Kedua, triangulasi metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
mengecek derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian dari beberapa teknik
pengumpulan data, misalnya temuan tentang penggunaan buku sumber yang
dikeluarkan secara resmi oleh CIE (cambridge international examination) yang
akan dicek melalui hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi. Mengecek
derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama, misalnya
cara guru mengajar di kelas akan dilakukan metode wawancara yang bersumber
dari guru yang bersangkutan dan dari siswa.
Informasi tentang beban belajar siswa yang dikumpulkan melalui teknik
wawancara dibandingkan dengan yang dikumpulkan melalui teknik dokumentasi,
misalnya melihat jumlah jam pelajaran dalam struktur kurikulum. Sedangkan
triangulasi sumber data dilakukukan dengan cara menanyakan kebenaran
2) Transferabilitas.
Suatu temuan penelitian naturalistik berpeluang untuk diterapkan pada
konteks lain apabila ada kesamaan karakteristik antara setting penelitian dengan
setting penerapan. Lincoln & Guba (1985: 315) menjelaskan:
“The naturalist cannot specity the external validity of an inquiry, he or she can provide only the thick description necessary to enable some one interested in making an transfer to reach a conclusion about whether transfer can be contemplated as apossibility.”
Ini berarti bahwa dalam konteks transferabilitas, permasalahan dalam
kemampuan terapan adalah permasalahan bersama antara peneliti dengan
pemakai. Dalam hal ini, tugas peneliti adalah mendeskripsikan setting penelitian
secara utuh, menyeluruh, lengkap, mendalam dan rinci. Sedangkan tugas pemakai
adalah menerapkannya jika terhadap kesamaan antara setting penelitian dengan
setting penerapan.
3) Dependabilitas
Dalam penelitian kualitatif, uji dependabilitas dilakukan dengan melakukan
audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Lincoln & Guba (1985: 515),
menyarankan agar keterhandalan atau dependability dapat diuji dengan menguji
proses dan produk. Menguji produk yaitu data, penemuan-penemuan,
interpretasi-interpretasi, rekomendasi-rekomendasi, dan membuktikannya bahwa hal itu
didukung oleh data. Dalam penelitian ini, peneliti melakukannya dengan
menggunakan catatan-catatan pelaksanaan keseluruhan proses dan hasil
4) Konfirmabilitas.
Melakukan uji konfirmabilitas dalam penelitian kualitatif mirip dengan uji
dependabilitas, sehingga pengujiannya dapat dilakukan secara bersamaan.
Menguji konfirmabilitas berarti menguji hasil penelitian dikaitkan dengan proses
yang dilakukan, dalam arti bahwa bila hasil penelitian merupakan fungsi dari
proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi
standar konfirmabilitas.
Dalam penelitian ini, untuk menjaga objektivitas peneliti dilakukan melalui
pengamatan secara tekun, metode pengumpulan data yang bervariasi, serta
analisis data sesuai dengan konteksnya. Melalui pengamatan yang tekun,
penggunaan metode yang bervariasi dalam pengumpulan data, serta melakukan
analisis data secara kritis dengan berbagai persepsi diharapkan dapat ditemukan
data yang sesuai dan dapat dipercaya.
d. Mengambil kesimpulan dan verifikasi data
Kegiatan akhir yang dilakukan dalam menganalisis data ialah mengambil
kesimpulan yang dibuat dalam bentuk pernyataan singkat dengan mengacu pada
permasalahan yang diteliti. Kesimpulan itu mula-mula masih sangat tentatif,
belum jelas, diragukan, tetapi dengan bertambahnya data, maka kesimpulan itu
lebih “grounded”. Kesimpulan senantiasa harus diverifikasi selama penelitian
berlangsung. Kegiatan verifikasi dilakukan dengan cara mempelajari kembali
data-data yang terkumpul dan meminta pertimbangan dari pihak-pihak yang
terkait misalnya kepala sekolah, wakil kepala sekolah bidang kurikulum dan
Keempat macam kegiatan analisis data tersebut saling berhubungan dan
berlangsung terus selama penelitian dilakukan. Jadi analisis adalah kegiatan yang
kontinu dari awal sampai akhir penelitian.
4. Tahap Pelaporan.
Setelah kegiatan pengumpulan dan analisis data dilakukan, maka tahapan
selanjutnya menyusun laporan hasil kegiatan penelitian sebagai
pertanggungjawaban peneliti. Laporan ini disusun setelah selesai pengolahan dan
analisis data dilakukan, karena pada dasarnya penyusunan laporan hasil penelitian
yang dimaksud disini menyangkut pada penulisan tesis sebagai karya ilmiah.
Prosedur pelaksanaan penelitian secara skematis dapat digambarkan sebagai
Gambar 3.1. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Pekerjaan Lapangan 2
•Memilih lokasi/lapangan •Mengurus perizinan
•Menjejaki dan menilai lapangan •Memilih dan memanfaatkan informasi •Menyediakan fasilitas penelitian
•Memahami latar penelitian dan persiapan diri
•Memasuki lapangan •Berperan serta sambil
mengumpulkan data
Tahap Pelaporan 3
Analisis data
Kredibilitas :
1) Lama di Lokasi Penelitian 2) Triangulasi
Verifikasi dan pengambilan kesimpulan
Reduksi data
Penyajian data
Uji Keabsahan
Konfirmabilitas : 1) Pengamatan secara tekun 2) Metode bervariasi
3) Analisa Data sesuai konteks Transferabilitas
Dependabilitas
BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Simpulan
Dari uraian pembahasan diatas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan
sebagai berikut :
1. Pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda
Pelaksanaan pendidikan di SMK Negeri 1 Metro telah didukung oleh
fasilitas, manajemen pengelolaan dan menerapkan proses yang bermutu, namun
penyelarasan standar kompetensi siswa terhadap kebutuhan dunia industri / dunia
usaha belum secara maksimal diupayakan.
Dalam pengelolan pendidikan sistem ganda di SMK Negeri 1 Metro,
keterlibatan komite sekolah / majelis sekolah belum dapat berperan secara
optimal. Hal ini selain disebabkan karena kesibukan dan keterbatasan pengurus
komite juga disebabkan karena minimnya anggota komite sekolah yang
merupakan berasal dari dunia usaha / industri serta lemahnya koordinasi sekolah
dengan komite dalam proses pendidikan. Keterlibatan komite sekolah masih
terfokus pada dukungan dalam pembiayaan pendidikan di sekolah. Proses
pengelolaan pendidikan sistem ganda masih didominasi oleh sekolah, mulai dari
proses perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi. Begitu pula dengan
peran institusi pasangan masih sebatas sebagai tempat lahan praktik bagi siswa
SMK, sebagaimana diterapkan pada SMK sebelum diberlakukannya kebijakan
link and match.
Dalam proses penerimaan peserta didik baru di SMK Negeri 1 Metro belum
melibatkan pihak institusi pasangan untuk turut serta menentukan kualifikasi
calon peserta didik. Padahal untuk menuju pada relevansi kualitas lulusan SMK
harus dimulai dari penerimaan peserta didik ini.
Begitu pula dalam penyusunan kurikulum SMK, unsur dunia usaha /
industri belum dilibatkan secara langsung. Standar kompetensi dan kompetensi
dasar dalam kurikulum disusun oleh guru-guru SMK Negeri 1 Metro dengan
difasilitasi oleh pengawas pendidikan setempat. Dengan cara ini, standar
kompetensi – standar kompetensi yang berkembang secara praktis dilapangan
tidak akan dapat diadopsi oleh sekolah secara maksimal.
Proses pembelajaran disekolah tidak mewajibkan SMK untuk melibatkan
institusi pasangan dalam proses pembelajaran, tetapi dapat melibatkan institusi
pasangan bila kompetensinya diperlukan. Melibatkan institusi pasangan dalam
proses pembelajaran disekolah telah dilaksanakan pada sebagaian program
keahlian. Namun frekwensi dan durasi pelaksanaannya masih sangat minimal dan
belum secara rutin/konsisten dilaksanakan. Untuk meningkatkan mutu dan
relevansi lulusan SMK yang lebih konsentrasi pada penguasaan ketrampilan
psikomotorik, sebaiknya keterlibatan institusi pasangan perlu ditingkatkan.
Dalam praktik kerja industri belum ditetapkan persyaratan kompetensi awal
pada bervariasinya kemampuan awal peserta didik yang mengikuti prakerin.
Siswa yang secara konseptual teori belum menguasai materi pendidikan dan
pelatihan kemudian dipaksakan untuk mengikuti prakerin akan berdampak pada
lemahnya kemampuan siswa dalam melaksanakan prakerin di institusi pasangan.
Dalam jangka panjang, hal ini menyebabkan pimpinan institusi pasangan tidak
percaya pada lulusan SMK karena dalam kegiatan prakerin yang selama ini
dilaksanakan di perusahaannya siswa tidak mampu menunjukkan kompetensi
yang meyakinkan.
Standar / profil kompetensi keahlian yang dituntut dalam pelaksanaan
prakerin selama ini hanya ditetapkan oleh pihak sekolah saja. Profil kompetensi
ini disusun dengan mengacu pada kurikulum yang ada. Tidak dilibatkannya
institusi pasangan dalam perencanaan prakerin ini berdampak pada tidak
terakomodasinya kompetensi praktis yang berkembang di perusahaan / industri.
Penyusunan profil kompetensi yang tidak memperhatikan masukan dari institusi
pasangan ini berdampak pada tidak maksimalnya pencapaian kompetensi keahlian
yang dapat dilaksanakan / dikerjakan oleh siswa SMK Negeri 1 Metro di institusi
pasangan yang selama ini terjadi.
Kegiatan kunjungan industri yang selama ini berlangsung merupakan
kegiatan yang positif. Hal ini sesuai dengan harapan sekolah dalam rangka
memperkaya wawasan dan pengalaman siswa. Namun tujuan sekolah untuk
menjadikan kunjungan industri sebagai sarana memperluas peluang peserta didik
dalam mencari kerja setelah lulus sekolah tidak tercapai secara maksimal. Hal ini
yang dikunjungi, secara geografis terlalu jauh untuk dijangkau siswa. Dalam
praktiknya lulusan SMK Negeri 1 Metro lebih banyak yang bekerja di daerah
Lampung, Banten, DKI Jakarta dan sekitarnya.
Dalam pelaksanaan ujian kompetensi, keterlibatan institusi pasangan sudah
cukup baik. Institusi pasangan telah secara langsung terlibat dalam ujian
kompetensi. Namun rasio asesor eksternal dengan jumlah siswa masih terlalu
minim. Untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan ujian kompetensi perlu
ditambah jumlah asesor eksternal dalam pelaksanaan ujian kompetensi.
Rendahnya keterlibatan majelis sekolah/komite sekolah dan institusi
pasangan dalam proses pendidikan di SMK Negeri 1 Metro membuat tujuan ideal
pendidikan sistem ganda menuju lulusan SMK yang link and match dengan
kebutuhan industri tidak dapat terwujud. Sehingga dapat ditarik kesimpulan
bahwa implementasi pendidikan sistem ganda di SMK Negeri 1 Metro belum
berjalan secara optimal.
2. Kesesuaian Pelaksanaan PSG dengan Standar Pelaksanaan
Sekolah belum menetapkan standar pelaksanaan PSG secara tertulis, namun
dari standar normatif yang disampaikan melalui wawancara masih banyak
ketidaksesuaian pelaksanaan yang terjadi. Seperti : tidak aktifnya komite sekolah
dalam menjalankan perannya, minimnya peran institusi pasangan dalam kegiatan
PSG, tidak seragamnya kompetensi awal peserta didik saat akan prakerin, proses
kunjungan industri dalam menyerap siswa sebagai tenaga kerja setelah lulus
sekolah.
3. Faktor Pendukung dan Penghambat
SMK Negeri 1 Metro sebagai sekolah negeri telah lama menjalankan proses
pendidikan memiliki faktor pendukung proses pendidikan antara lain : 1) fasilitas
pendidikan yang memadai, 2) SDM yang berkualitas, 3) citra sekolah yang sudah
terbangun dengan baik di masyarakat, 4) lokasi yang strategi serta dukungan dari
masyarakat dan dunia industri yang sangat baik.
Namun demikian SMK Negeri 1 Metro juga memiliki
kelemahan-kelemahan antara lain : 1) lemahnya pemahaman warga sekolah tentang visi, misi
sekolah dalam mengimplementasikan model pendidikan sistem ganda, 2)
lemahnya motivasi internal guru dan karyawan dalam bekerja, 3) keterbatasan
sumber dana penyelenggaraan pendidikan, 4) lemahnya koordinasi antar bagian di
sekolah, dan 5) lemahnya penguasaan TIK sebagian guru.
B. Rekomendasi
Dari hasil penelitian dan analisis temuan di lapangan, maka berikut
dikemukakan beberapa rekomendasi untuk kepentingan dan kemajuan di masa
yang akan datang yaitu:
1. Bagi Guru
Untuk menghasilkan lulusan yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan
dunia kerja, diperlukan dewan guru yang berkualitas, memiliki motivasi internal
usaha secara berkelanjutan. Oleh karena itu, peneliti merekomendasikan kepada
dewan guru untuk selalu meningkatkan kualifikasi dan kompetensinya, baik
melalui pendidikan formal, pendidikan dan pelatihan yang relevan, magang di
dunia industri, mengikuti perkembangan TIK serta bekerja dengan dilandasi
ketulusan dan kesungguhan.
2. Bagi Kepala Sekolah
Sekolah hendaknya memulai inisiatif untuk mengaktifkan peran majelis
sekolah atau komite sekolah dalam membantu memediasi kerjasama yang
produktif antara SMK dengan institusi pasangan. Kesenjangan hubungan antara
sekolah dengan institusi pasangan yang selama ini terjadi sangat memungkinkan
untuk difasilitasi oleh adanya majelis sekolah / komite sekolah yang produktif.
Keterlibatan institusi pasangan dalam pendidikan sistem ganda ini tidak hanya
terbatas pada praktek kerja industri tetapi juga pada seluruh kegiatan SMK mulai
dari penerimaan peserta didik baru sampai dengan pemasaran alumni.
Keterlibatan institusi pasangan dalam proses pendidikan pendidikan sistem
ganda bersifat mutlak. Untuk itu, keberadaan majelis sekolah harus ada. Kalaupun
majelis sekolah ini diganti istilah dengan Komite Sekolah, hendaknya keterlibatan
unsur institusi pasangan / asosiasi industri dan organisasi profesi harus dalam
kepengurusan komite sekolah harus lebih dominan. Hal ini bertujuan agar
partisipasi dunia industri dalam proses pendidikan akan lebih maksimal.
Pengelolaan PSG di sekolah sebaiknya dikelola oleh kelompok kerja yang
dapat dilakukan secara berkelanjutan. Selain itu pekerjaan PSG merupakan
pekerjaan yang tidak terputus sepanjang waktu selama SMK tersebut masih
menggunakan pola PSG.
Keterlibatan institusi pasangan dalam proses penerimaan peserta didik baru
sangat penting. Hal ini berguna untuk mendapatkan calon peserta didik yang
unggul dan relevan dengan kebutuhan dunia kerja. Kualitas calon tenaga kerja
yang akan dihasilkan sangat ditentukan oleh calon peserta didik yang direkrut
oleh SMK.
Dalam penyusunan kurikulum, hendaknya institusi pasangan selalu
dilibatkan. Sebagaimana dipahami bersama, bahwa ilmu, ketrampilan kerja,
alat-alat kerja dan seni dalam bekerja selalu berubah dan berkembang sesuai dengan
perkembangan kebutuhan dan peradaban manusia. Industri adalah pihak yang
seringkali terlebih dahulu merespon perkembangan tersebut dalam rangka
memenuhi kebutuhan konsumen. Sementara itu sekolah seringkali dihadapkan
oleh keterbatasan-keterbatasan perlengkapan praktik serta ketertinggalan ilmu dan
seni dalam bekerja. Menyikapi hal tersebut, sangat penting untuk melibatkan
institusi pasangan dalam proses penyusunan kurikulum, dengan harapan
perkembangan yang terdapat disektor industri dapat ditransfer ke sekolah dengan
segera.
Proses pembelajaran disekolah, terutama untuk komponen pembelajaran
praktik produktif perlu melibatkan unsur institusi pasangan. Praktik produktif
pekerjaan-pekerjaan tersebut. Begitu pula adanya kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh
siswa dalam praktik produktif akan dengan mudah diidentifikasi oleh orang yang
sudah terbiasa dan mahir melakukannya. Proses pelibatan institusi pasangan
dalam pembelajaran disekolah dapat sebagai guru tamu atau sebagai anggota tim
pendidik dalam suatu mata pelajaran.
Perlu dilakukan seleksi terhadap peserta didik yang dapat mengikuti praktik
kerja industri (prakerin). Seleksi ini hendaknya didasarkan oleh kriteria tertentu
yang ditetapkan secara bersama-sama antara sekolah dengan institusi pasangan.
Kriteria sebaiknya lebih ditekankan pada kemampuan peserta didik dalam
menguasai komponen produktif daripada sekedar pada kelas (tingkat) peserta
didik. Hal ini bertujuan untuk mengoptimalkan hasil dari prakerin tersebut.
Peserta didik yang belum menguasai materi pendidikan dan pelatihan sebaiknya
tidak dipaksakan untuk mengikuti prakerin walaupun sudah berada pada semester
4.
Dalam menyusun target kompetensi yang harus dicapai oleh siswa dalam
pr