• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN PENDEKATAN KLASIFIKASI UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DUNIA TUMBUHAN DAN PENALARAN SISWA SMA BERDASARKAN GENDER.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN PENDEKATAN KLASIFIKASI UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DUNIA TUMBUHAN DAN PENALARAN SISWA SMA BERDASARKAN GENDER."

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

BAB II PEMBELAJARAN DUNIA TUMBUHAN MELALUI PENDEKATAN KLASIFIKASI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA BERDASARKAN GENDER A. Pembelajaran Dunia Tumbuhan ... 13

(2)

E. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 32

1. Tahap Persiapan Penelitian ... 39

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 40

3. Tahap Pengolahan Data ... 40

G. Alur Penelitian ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Penguasaan Konsep, Kemampuan Klasifikasi dan Penalaran Berdasarkan Gender Siswa ... 45

1. Penguasaan Konsep Berdasarkan Gender ... 45

2. Kemampuan Klasifikasi Berdasarkan Gender ... 47

3. Kemampuan Penalaran Berdasarkan Gender ... 51

B. Hubungan Kemampuan Klasifikasi, Penguasaan Konsep, dan Penalaran Siswa ... 56

C. Pembahasan ... 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 74

LAMPIRAN - LAMPIRAN Lampiran A: RPP ... 78

Lampiran B: Instrumen Penelitian ... 115

Lampiran C: Hasil Uji Coba Instrumen ... 153

Lampiran D: Hasil Pengolahan Data ... 165

Lampiran E: Surat-surat Penelitian ... 168

(3)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.8 Rekapitulasi Hasil Validitas dan Reliabilitas Angket ... 38

Tabel 3.9 Hasil Pengujian Normalitas dan Homogenitas ... 41

Tabel 3.10 Hasil Pengujian Linieritas ... 42

Tabel 4.1 Rekapitulasi Hasil Tes Konsep berdasarkan Gender ... 45

Tabel 4.2 Profil Penguasaan Konsep Siswa ... 46

Tabel 4.3 Rekapitulasi Hasil Tes Klasifikasi berdasarkan Gender ... 48

Tabel 4.4 Profil Kemampuan Klasifikasi berdasarkan Gender ... 48

Tabel 4.5 Rekapitulasi Hasil Tes Penalaran berdasarkan Gender ... 51

Tabel 4.6 Profil Tingkat Penalaran Siswa ... 53

Tabel 4.7 Rekapitulasi perpindahan Penalaran ... 54

Tabel 4.8 Profil Jenis-jenis Penalaran berdasarkan Gender ... 55

Tabel 4.9 Hasil Uji Korelasi ... 56

Tabel 4.10 Hasil Uji Regresi ... 57

Tabel 4.11 Hubungan Penalaran, Kemampuan Klasifikasi, dan Penguaasaan Konsep berdasarkan Gender ... 58

Tabel 4.12 Perbedaan Jawaban TOLT pada Kedua Gender……….... 59

Tabel 4.13 Profil Pencapaian Konsep Siswa ... 61

(4)

DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 2.1 Tatanama Tumbuhan Flamboyan ….. ... 14

Gambar 3.1 Hasil Perolehan Tes TOLT ... 37

Gambar 3.2 Diagram Alur Penelitian ... 44

Gambar 4.1 Hasil Angket Siswa ... 49

(5)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN A

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 80

LAMPIRAN B

Instrumen Penelitian... 113

LAMPIRAN C

Hasil Uji Coba Instrumen…………... 153

LAMPIRAN D

Pengolahan Data Penelitian... 162

LAMPIRAN E

(6)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu masalah besar dalam bidang pendidikan di Indonesia yang banyak

diperbincangkan adalah rendahnya mutu pendidikan yang tercermin dari rendahnya

rata-rata prestasi belajar serta pendekatan dalam pembelajaran yang masih terlalu

didominasi oleh guru (teacher centered). Guru lebih banyak menempatkan peserta

didik sebagai objek dan bukan sebagai subjek didik sehingga peserta didik kurang

mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir holistik

(menyeluruh), kreatif, objektif, dan logis.

Proses pembelajaran di Indonesia masih menekankan pada transfer

pengetahuan tetapi kurang mengembangkan kemampuan bernalar siswa. W.W.

Sawyer (Jacobs, 1982: 12) menyatakan bahwa pengetahuan yang diberikan secara

langsung kepada siswa hanya akan meningkatkan kemampuan mengingat saja tetapi

kurang meningkatkan kemampuan bernalar. Hal senada diungkap juga oleh Marzano

et al (1988) bahwa tujuan pendidikan adalah mengembangkan pemikir-pemikir yang

matang yang dapat menggunakan pengetahuan yang dimilikinya dalam kehidupan

nyata. Banyak upaya telah dilakukan mulai dari penerapan kurikulum hingga

penerapan stategi dan metode pembelajaran serta peningkatan kualitas guru melalui

pelatihan-pelatihan. Namun upaya tersebut belum menunjukkan hasil yang

signifikan. Menurut Jeremy (2005) banyak inovasi dan metode pembelajaran yang

(7)

memperhatikan karakteristik siswa, termasuk perkembangan kemampuan

berpikirnya.

Pada tahun 1995, Balitbang Diknas pernah menemukan bahwa banyak siswa

berdaya imajinasi yang lemah dan materi pembelajaran IPA selalu disajikan dalam

bentuk yang abstrak. Hasil analisis kemampuan berpikir tahun 2001 dan tahun 2003

pada mahasiswa ilmu keolahragaan Unesa ditemukan bahwa lebih dari 90%

mahasiswa yang diterima hanya mampu menggunakan kemampuan berpikir konkrit

(Erman dan Sudijandoko, 2001; Erman, 2004; Erman, 2008). Hasil analisis lain

menunjukkan bahwa kemampuan berpikir siswa dari 4 SMU Negeri di Kota Kediri

juga ditemukan mayoritas siswa (80%) hanya mampu menggunakan kemampuan

berpikir konkrit (Erman dan Sukarmin, 2002; Erman, 2008).

Berpikir merupakan suatu proses yang bersandar pada aturan dalam penarikan

kesimpulan yang berdasarkan pada sejumlah fakta, bukti, dan data disertai

evaluasinya (Eysenck, 1994 dan Thompson, 2000). Kegiatan berpikir terjadi melalui

suatu proses yang melibatkan panca indera sehingga menghasilkan suatu pemikiran,

alasan dan keputusan (Presseisen, 1985: 312), sehingga berpikir dapat dikatakan

sebagai suatu keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap individu. Kemampuan

berpikir yang meningkat menunjukkan kemampuan intelektual yang juga meningkat.

Mengacu pada filsafat konstruktivisme, siswa merupakan pembelajar aktif

yang mengkonstruksi sendiri pengetahuannya melalui kesempatan untuk berinteraksi

langsung dengan objek belajar, mengamati, mengembangkan pertanyaan,

menghubungkan fakta dengan sumber pengetahuan, mengambil kesimpulan, dan

(8)

yang menyatakan bahwa konstruksi pengetahuan terjadi ketika siswa berkesempatan

melakukan aktivitas langsung.

Kemampuan bernalar digunakan untuk mengembangkan pengetahuan dan

untuk menentukan pilihan, mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik

mana yang buruk (Suriasumantri, 2005: 39). Kemampuan bernalar setiap orang

berbeda-beda berdasarkan tingkat perkembangan kognitif dan pengalamannya.

Kemampuan bernalar siswa sekolah menengah pertama (SMP) berbeda dengan

kemampuan bernalar siswa sekolah menengah atas (SMA), bahkan penalaran siswa

SMA pun berbeda-beda. Secara teoritis, penalaran siswa SMA berada dalam kategori

formal, tetapi kenyataannya masih banyak siswa SMA yang belum mencapai tahap

tersebut. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Sumarmo (1987: 243)

pada kelas II jurusan Ilmu-Ilmu Fisika (IIF) menunjukkan hasil bahwa 30% siswa

masih berada dalam kategori konkrit dan 48% berada dalam kategori formal.

Penelitian mengenai penalaran juga dilakukan oleh Amin dan Suryansari (2002),

yang menyatakan bahwa kemampuan penalaran siswa kelas XI dalam pelajaran

fisika masih rendah dengan rata-rata skor 15,02 dari skor ideal 30 serta terdapat

pengaruh positif antara penalaran terhadap hasil belajar. Russeffendi (1980: 23) juga

menyatakan bahwa masih terdapat peserta didik yang telah lulus dari jenjang sekolah

menengah dan juga mahasiswa tidak pernah mencapai tahap penalaran formal.

Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan alam yang

mempunyai peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,

baik sebagai alat bantu dalam penerapan-penerapan bidang ilmu lain maupun dalam

pengembangan biologi itu sendiri. Penguasaan materi biologi oleh siswa menjadi

(9)

keputusan dalam era persaingan yang semakin kompetitif pada saat ini. Namun

sayangnya, pencapaian prestasi siswa dalam pelajaran biologi belum begitu

memuaskan. Kenyataan yang banyak dijumpai pada sekolah-sekolah selama ini

adalah penyampaian materi cenderung didominasi oleh ceramah sehingga kurang

melibatkan peran siswa secara aktif untuk membentuk dan membangun sendiri

pengetahuannya, akibatnya siswa memahami materi karena menghafal fakta-fakta

dan bukan hasil menemukan sendiri pengetahuannya.

Pentingnya belajar biologi, selain mengkaji pengetahuan tentang makhluk

hidup, juga menjadi usaha untuk menumbuhkan dan mengembangkan sikap,

keterampilan berpikir, serta meningkatkan keterampilan dalam kerja ilmiah melalui

langkah-langkah metode ilmiah. Biologi adalah dasar bagi bidang kedokteran,

pertanian, dan upaya memelihara kualitas lingkungan hidup. Berdasarkan

karakteristik biologi dan fenomena-fenomena pembelajaran di sekolah selama ini,

terdapat banyak penyebab masalah proses dan hasil belajar siswa dalam belajar

biologi yang kurang optimal, salah satu kurang optimalnya diduga berkaitan erat

dengan kemampuan berpikir. Hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran biologi yaitu

mengembangkan kemampuan berpikir analitis, induktif dan deduktif, dengan

menggunakan konsep dan prinsip biologi (BSNP, 2006).

Penyampaian materi keanekaragaman hayati beserta klasifikasinya seringkali

diberikan guru berupa penyampaian informasi saja. Ciri-ciri dan hierarki klasifikasi

yang ada dalam buku teks langsung diberikan begitu saja tanpa memperhatikan

pengetahuan siswa sebelumnya (Rustaman, 1990). Siswa tidak dituntut berpikir

ketika mengkonstruksi suatu konsep sehingga menyebabkan konsep yang diberikan

(10)

yang menunjukkan hasil kurang memuaskan dari segi pencapaian nilai atau prestasi

akademik. Salah satu faktor yang menyebabkannya adalah siswa kurang dituntut

berperan aktif dalam proses belajar mengajar di kelas sehingga mereka merasa bosan

karena strategi pembelajaran yang diterapkan guru hanya berupa ceramah. Anak

dianggap belum mempunyai pengetahuan tentang dunia sekitarnya padahal anak

membentuk ide-ide tentang fenomena alam sebelum mereka belajar di sekolah.

Salah satu pendekatan dalam biologi yang mengembangkan proses bernalar

dan melibatkan keaktifan siswa adalah pendekatan klasifikasi. Pendekatan klasifikasi

yaitu pendekatan yang melibatkan siswa secara aktif dalam melakukan pengamatan

langsung, mencari persamaan dan perbedaan, menentukan kriteria pengelompokan,

mengelompokan dan memberi nama kelompok dengan menggunakan tumbuhan dan

hewan yang terdapat di lingkungan siswa sebagai media belajar. Melatih siswa dalam

melakukan klasifikasi diharapkan mampu mengembangkan kemampuan berpikir

dalam mempelajari konsep-konsep Biologi. Dahar (1996: 78) mengemukakan bahwa

keterampilan klasifikasi perlu kita miliki karena dengan pelatihan klasifikasi kita

dapat menyederhanakan berbagai stimulus yang kita terima untuk kemudian memilih

respons yang sesuai dengan stimulus tersebut. Hal senada dikemukakan juga oleh

Rustaman (1990: 47) bahwa proses klasifikasi dapat mengembangkan kemampuan

berpikir logis.

Beberapa alasan yang menyebabkan konsep dunia tumbuhan dipilih sebagai

konsep dalam penelitian diantaranya adalah penelitian terhadap tumbuhan tidak harus

mengambil tubuh tumbuhan secara utuh tetapi cukup mengamati bagian-bagiannya

saja, ketersediaan berbagai jenis tumbuhan di lingkungan sekolah cukup banyak dan

(11)

siswa perempuan jika harus mengidentifikasi tumbuhan, serta yang tidak kalah

pentingnya adalah bahwa peran tumbuhan di biosfer ini sangatlah besar. Jika

ketersediaan tumbuhan di alam musnah maka kehidupan makhluk hidup lain juga

akan musnah. Tumbuhan merupakan komponen utama dalam ekosistem karena

tumbuhan bertindak sebagai produsen dan satu-satunya organisme penghasil oksigen

untuk bumi. Mengingat Indonesia menempati urutan kedua setelah Brazil dalam

keanekaragaman tumbuhannya, maka pada diri siswa perlu dikembangkan sikap

mencintai dan memiliki tumbuhan yang ada di sekitarnya. Hal ini disebabkan banyak

tulisan dan koleksi tumbuhan Indonesia ditulis oleh pakar asing, sementara orang

Indonesia sendiri tidak mengenal tumbuhan tersebut.

Kemampuan klasifikasi pada setiap peserta didik berkembang sejalan dengan

kemampuan intelektual yang dimilikinya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian

Hapsari (2010: 114) bahwa penguasaan konsep dan kemampuan klasifikasi siswa

dengan pendekatan klasifikasi pada konsep keanekaragaman tumbuhan,

keanekaragaman hewan dan keanekaragaman tumbuhan-hewan mengalami

peningkatan, terutama pada tingkat perkembangan intelektual formal dan transisi.

Penelitian Jamaluddin (1997: 95) menunjukkan bahwa pembelajaran konsep

keanekaragaman hayati dengan pendekatan klasifikasi berlangsung efektif walaupun

umumnya siswa masih mengalami kesulitan dalam melakukan klasifikasi karena

pengetahuan tentang obyek klasifikasi masih kurang. Pendekatan klasifikasi memberi

siswa kesempatan untuk melakukan pengamatan, pengelompokan, menentukan

kriteria pengelompokan, dan memberi nama kelompok. Adapun Rustaman (1990: 62)

menyatakan bahwa kemampuan klasifikasi alternatif pada anak perempuan terutama

(12)

Belajar merupakan kasus khusus dalam perkembangan, yaitu tidak lebih dari

suatu sektor perkembangan kognitif yang difasilitasi oleh pengalaman. Implikasinya

adalah kegiatan belajar seharusnya memicu terjadinya peningkatan perkembangan

intelektual seseorang, dalam hal ini kegiatan belajar berarti memberikan pengalaman

pada seseorang. Maka dari itu diperlukan suatu strategi pembelajaran yang tidak

hanya mempelajari tentang konsep, teori, dan fakta tetapi juga penerapannya dalam

kehidupan sehari-hari. Bahan ajar tidak hanya diajarkan berupa hapalan dan

pemahaman semata tetapi juga harus meliputi kegiatan menganalisis, aplikasi, dan

sintesis.

Belajar konsep merupakan belajar tentang bagaimana mengelompokkan

peristiwa-peristiwa atau obyek-obyek dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan ciri,

karakter, atau atribut yang dimiliki sehingga membedakannya dengan yang lain.

Belajar konsep adalah hasil utama pendidikan (Dahar, 1996: 78). Pemahaman siswa

terhadap suatu konsep akan lebih memudahkan siswa memahami konsep lainnya

sehingga diharapkan pemahaman dan hasil belajar siswa semakin meningkat.

Penguasaan konsep siswa berkaitan erat dengan perkembangan kognitifnya.

Lawson (1982) mengungkapkan bahwa terdapat korelasi antara kemampuan

penalaran dengan pencapaian dalam biologi. Sungur dan Tekkaya (2003) juga

mengutarakan bahwa terdapat keterkaitan antara kemampuan penalaran dengan

pencapaian konsep biologi. Hasil penelitian Martin (Wiseman, 1986) menemukan

adanya korelasi positif yang tinggi (r = 0,75) antara hasil belajar IPA siswa dengan

perkembangan kemampuan berpikirnya. Korelasi ini juga ditemukan pada penelitian

(13)

(2008) menyatakan juga bahwa terdapat korelasi positif yang signifikan antara

kemampuan formal terhadap hasil belajar fisika.

Hal lain yang dapat mempengaruhi proses belajar adalah gender. Istilah

gender lebih mengarah pada segala sesuatu yang berhubungan dengan jenis kelamin

individu, tingkah laku dan kecenderungan, dan atribut lain yang mendefinisikan arti

dari seorang laki-laki dan perempuan dalam kebudayaan yang ada (Baron dan Byrne,

2004:187). Disadari ataupun tidak ternyata gender dapat mempengaruhi dalam

pencapaian hasil belajar. Banyak penelitian yang berfokus pada perbedaan

pencapaian hasil belajar berdasarkan gender, diantaranya penelitian yang dilakukan

oleh Sunawan (2000:73) yang menginterpretasikan bahwa terdapat perbedaan pola

berpikir antara siswa laki-laki dan siswa perempuan. Siswa laki-laki cenderung

menggunakan pola berpikir induktif daripada siswa perempuan. Penelitian senada

juga dilakukan oleh Haryanto (1999:62) yang menghasilkan bahwa kemampuan

membaca ilmiah dan penguasaan konsep pada siswa perempuan lebih tinggi daripada

siswa laki-laki, namun dalam hal mengaitkan konsep yang satu dengan konsep yang

lain, ternyata siswa laki-laki yang lebih unggul (Zientarsky, 1996). Zago, et al

(2007) dan Schaie (2007) menjelaskan bahwa perempuan tampil lebih baik dalam

tugas verbal, ingatan, kefasihan dalam kata, dan penalaran induktif, sedangkan

laki-laki lebih berprestasi dalam orientasi spasial dan angka.

Berdasarkan pada kenyataan yang telah disebutkan di atas, maka perlu dicari

pembelajaran yang tidak hanya mentransfer pengetahuan saja, tetapi lebih difokuskan

pada keaktifan siswa dan kemampuan bernalar selama proses pembelajaran

berlangsung. Pemilihan metode, strategi dan pendekatan dalam mendesain model

(14)

Mengacu pada permasalahan yang sudah disebutkan, maka pada kesempatan ini akan

dibahas hal tersebut melalui judul “Penerapan Pendekatan Klasifikasi untuk

Meningkatkan Penguasaan Konsep Dunia Tumbuhan dan Penalaran Siswa SMA Berdasarkan Gender”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah penerapan pendekatan

klasifikasi dalam meningkatkan penguasaan konsep dunia tumbuhan dan penalaran

siswa SMA berdasarkan gender?”.

Untuk memperjelas permasalahan di atas, maka masalah penelitian dijabarkan

kedalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah perbedaan peningkatan kemampuan klasifikasi, penguasaan

konsep, dan penalaran siswa berdasarkan gender melalui penerapan pendekatan

klasifikasi?

2. Bagaimanakah hubungan peningkatan kemampuan klasifikasi dengan

peningkatan penguasaan konsep dan penalaran siswa?

C. Batasan Masalah

1. Subyek penelitian adalah siswa kelas X semester 1 tahun ajaran 2010/2011 di

SMAN 1 Kadipaten Kabupaten Majalengka, yaitu kelas X-1, X-3, dan X-5, yang

semuanya menjalankan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan

(15)

2. Konsep yang dipilih pada penelitian ini adalah dunia tumbuhan dengan lebih

menekankan pada kegiatan praktikum.

3. Pemberian nama tumbuhan hanya sampai pada tingkatan takson divisio, classis,

dan subclassis.

4. Pemilihan SMA didasarkan atas rendahnya hasil belajar siswa pada mata

pelajaran biologi. SMA ini tergolong sekolah negeri rata-rata yang berada di kota

Kadipaten Kabupaten Majalengka. Subyek penelitian berusia antara 15-16 tahun.

Kelas penelitian berjumlah tiga kelas yaitu kelas X-1 berjumlah 35, kelas X-3

berjumlah 35, dan kelas X-5 berjumlah 35 siswa.

D. Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah menganalisis

penerapan pendekatan klasifikasi dalam meningkatkan penguasaan konsep dunia

tumbuhan dan penalaran siswa SMA berdasarkan gender. Lebih lanjut tujuan tersebut

dijabarkan menjadi beberapa tujuan khusus yaitu:

1. Menganalisis perbedaan peningkatan kemampuan klasifikasi, penguasaan

konsep, dan penalaran siswa berdasarkan gender sebelum dan sesudah proses

pembelajaran.

2. Menganalisis hubungan peningkatan kemampuan klasifikasi dengan peningkatan

(16)

E. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap

peningkatan kualitas proses dan hasil pembelajaran siswa di sekolah pada konsep

dunia tumbuhan. Manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini antara lain:

1. Bagi guru, studi ini diharapkan dapat memberikan alternatif pendekatan

pembelajaran yang lebih variatif dengan mempertimbangkan penalaran siswa

pada pembelajaran dunia tumbuhan.

2. Bagi siswa, kegiatan pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan

penguasaan konsep dan tingkat kemampuan penalaran serta memahami cara

mudah untuk memahami materi sistematika dunia tumbuhan.

3. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk penelitian

selanjutnya yang lebih mendalam sehingga dapat menambah khasanah penelitian

tentang teori Piaget.

F. Anggapan Dasar

Penelitian ini dilaksanakan dengan anggapan dasar sebagai berikut:

1. Strategi pembelajaran yang diterapkan guru dapat meningkatkan hasil belajar

siswa.

2. Setiap siswa akan melalui perkembangan intelektual yang sama dengan

(17)

G. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan permasalahan dan pertanyaan penelitian, maka hipotesis yang

diuji adalah:

1. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan klasifikasi, penguasaan konsep, dan

penalaran siswa berdasarkan gender setelah proses pembelajaran.

2. Terdapat hubungan antara peningkatan kemampuan klasifikasi, penguasaan

(18)

29 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah weak-experiment karena tidak

menggunakan kelompok kontrol (Fraenkel, 1993: 245). Subyek penelitian berjumlah

satu kelompok dengan melakukan pembelajaran melalui pendekatan klasifikasi.

Fraenkel (1993) menyatakan bahwa penelitian eksperimen adalah penelitian yang

melihat pengaruh-pengaruh dari variabel bebas terhadap satu atau lebih variabel yang

lain (variabel terikat) dalam kondisi yang terkontrol. Variabel bebas pada penelitian

ini adalah penerapan pendekatan klasifikasi, sedangkan variabel terikatnya yaitu

penguasaan konsep dan penalaran siswa.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah the one group pretest-posttest

design (Fraenkel, 1993: 246). Desain penelitian ini digunakan karena penelitian ini

menggunakan satu kelompok perlakuan. Secara singkat, desain penelitian tersebut

tampak pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelas Prates Perlakuan Pascates

Eksperimen O X O

Keterangan :

O : Observed (tes awal dan tes akhir), berfungsi untuk mengukur kemampuan awal dan hasil belajar siswa

(19)

C. Definisi Operasional

1. Pendekatan klasifikasi yaitu pendekatan dalam pembelajaran yang melibatkan

siswa secara aktif dalam melakukan pengamatan langsung, mencari persamaan

dan perbedaan, menentukan kriteria pengelompokan, memberi nama kelompok

dengan menggunakan tumbuhan yang terdapat di lingkungan siswa sebagai

media belajar. Pembelajaran dilaksanakan dengan kegiatan praktikum secara

berkelompok. Siswa diberi bermacam-macam tumbuhan mulai dari tumbuhan

lumut, tumbuhan paku, dan tumbuhan biji untuk diklasifikasikan berdasarkan

persamaan dan perbedaan. Selama pembelajaran dilakukan observasi untuk

melihat kinerja siswa. Penilaian hasil kerja menggunakan tes klasifikasi

berbentuk esai dan lembar kerja praktikum yang dikembangkan secara khusus

dan telah divalidasi.

2. Peningkatan adalah perbedaan skor tes klasifikasi (TK), tes penguasaan konsep

(TP), dan penalaran ilmiah (TOLT), yang ditinjau berdasarkan gain ternormalkan

dari perolehan skor prates dan pascates. Rumus gain ternormalisasi adalah

sebagai berikut:

(Hake, 1999)

Kategori normalized gain adalah: g ≥ 0,7 (tinggi); 0,3 ≤ g < 0,7 (sedang); g<0,3

(rendah).

3. Kemampuan penalaran adalah tahap pencapaian kesimpulan logis berdasarkan

(20)

akhir pembelajaran dengan lima pola penalaran yang meliputi penalaran

proporsional, pengendalian variabel, penalaran probabilitas, penalaran

korelasional, dan penalaran kombinatorial.

4. Penguasaan konsep adalah hasil belajar siswa yang digali dari hasil menjawab

instrumen tes penguasaan konsep berupa soal-soal pilihan ganda dengan lima

opsi yang telah diuji validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat

kesukarannya. Soal tes penguasaan konsep meliputi tingkat kognitif C2

(memahami), C3 (mengaplikasi), C4 (menganalisis), dan C5 (menilai).

5. Gender adalah perbedaan hasil belajar yang dicapai antara siswa laki-laki dan

siswa perempuan yang meliputi tes klasifikasi, tes penguasaan konsep, dan tes

penalaran.

D. Populasi dan Sampel 1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMAN I Kadipaten

Kabupaten Majalengka tahun ajaran 2011/2012 sebanyak lima kelas dengan jumlah

179 orang. Pemilihan populasi ini berdasarkan pertimbangan: a) Berdasarkan nilai

penerimaan siswa baru, sekolah tersebut termasuk kategori sekolah rata-rata yang

kurang diminati oleh masyarakat setempat; b) Berdasarkan hasil observasi sekolah

tersebut kaya akan keanekaragaman tumbuhan mulai dari tumbuhan lumut hingga

tumbuhan berbiji.

2. Sampel Penelitian

Teknik sampling yang digunakan dalam menentukan sampel penelitian

(21)

masing-masing kelas memiliki sebaran jumlah nilai UAN siswa yang merata

sehingga dapat diasumsikan semua kelas memiliki kemampuan kognitif yang

sebanding. Kelas penelitian berjumlah tiga kelas yaitu kelas X-1 sebanyak 35 siswa,

kelas X-3 sebanyak 35 siswa, dan kelas X-5 sebanyak 35 siswa. Satu kelas terdiri

atas 35 siswa (lebih besar dari 30 orang) dan memenuhi syarat sampel penelitian.

E. Pengembangan Instrumen Penelitian

Data yang diperoleh dari penelitian ini menggunakan 32nstrument utama

berupa Tes Klasifikasi (TK), Tes Penguasaan Konsep (TP), Tes Penalaran Logis

(TOLT), dan angket. Secara bagan bentuk instrument dapat dilihat pada Tabel 3.2

berikut:

Tabel 3.2 Rancangan Instrumen Penelitian

Target Metode Penilaian Instrumen Subyek Waktu

Penguasaan Konsep

Respon terbatas

(pilihan ganda lima opsi) TP siswa

Awal dan akhir

Siswa Respon terbatas Angket siswa

Akhir

Langkah penyusunan tes penguasaan konsep adalah penyusunan kisi-kisi,

berkonsultasi dengan pembimbing, meminta pertimbangan dua orang ahli pendidikan

dari UPI, serta uji coba soal. Pengujian soal dilakukan pada siswa kelas XI IPA pada

(22)

rata-rata yang telah mempelajari materi dunia tumbuhan untuk diuji validitas, tingkat

kesukaran, daya pembeda, dan reliabilitasnya. Kisi-kisi tes penguasaan konsep dapat

dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Kisi-kisi Tes Konsep

No Konsep Nomor Soal Jumlah

Soal

1 Bryophyta 4, 5, 8, 12, 13, 15, 27 7

2 Pteridophyta 7, 14, 16, 17 4

3 Gymnospermae 6, 9, 21, 22 4

4 Angiospermae 1, 2, 3, 10, 11, 18, 19, 20, 23, 24, 25,

26, 28, 30 14

5 Ciri Plantae 29 1

Jumlah Soal 30

Tes konsep dilakukan sebanyak dua kali, yaitu prates dan pascates. Prates

digunakan untuk melihat kondisi awal sampel penelitian, sementara pascates

dilakukan untuk melihat kondisi akhir sampel penelitian setelah diberi perlakuan.

Soal yang dipergunakan untuk prates dan pascates adalah soal yang sama.

Berdasarkan hasil ujicoba tes penguasaan konsep sebanyak 30 soal digunakan

sebagai instrumen penelitian dengan kriteria sebagai berikut: indeks validitas cukup

sebanyak 30 soal (100%); indeks daya pembeda baik sekali sebanyak satu soal

(3,3%), indeks daya pembeda baik sebanyak 27 soal (90%) dan indeks daya pembeda

cukup sebanyak dua soal (6,7%),); sedangkan indeks tingkat kesukaran sulit

sebanyak 11 soal (37%) dan indeks tingkat kesukaran sedang sebanyak 19 soal

(63%); serta indeks reliabilitas seluruh soal sebesar 0,82 (kategori baik). Rekapitulasi

hasil pengujian soal dapat dilihat pada Tabel 3.4. (Hasil selengkapnya dapat dilihat

(23)

Tabel 3.4 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Tes Konsep

Tes klasifikasi digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam

mengelompokkan tumbuhan berdasarkan indikator. Aturan pemberian skor

klasifikasi ditentukan berdasarkan pedoman penskoran pada Lampiran B. Kisi-kisi

(24)

Tabel 3.5 Kisi-kisi Tes Klasifikasi

Berdasarkan hasil ujicoba tes kemampuan klasifikasi sebanyak 12 soal

digunakan sebagai instrumen penelitian, dengan kriteria sebagai berikut: indeks

validitas tinggi sebanyak satu soal (8,3%), indeks validitas cukup sebanyak 7 soal

(58,3%), dan indeks validitas rendah 4 soal (33,3%), di revisi; indeks daya pembeda

baik sebanyak 8 soal (66,7%), dan indeks daya pembeda cukup sebanyak 4 soal

(33,3%); sedangkan indeks tingkat kesukaran sulit sebanyak 1 soal (8,3%) dan indeks

tingkat kesukaran sedang sebanyak 11 soal (91,7%); serta indeks reliabilitas seluruh

soal sebesar 0,877 (kategori baik). Rekapitulasi hasil pengujian soal dapat dilihat

pada Tabel 3.6. (Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B).

Tabel 3.6 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Tes Klasifikasi

(25)

Lanjutan Tabel 3.6

Tes kemampuan berpikir logis (TOLT) dilakukan untuk menentukan tahap

perkembangan intelektual siswa. Tes ini terdiri atas 10 buah item tes tertulis yang

mengandung lima macam penalaran, yaitu soal no 1 dan 2 untuk penalaran

proporsional, soal no 3 dan 4 untuk penalaran pengontrolan variabel, soal no 5 dan

6 untuk penalaran probabilitas, soal no 7 dan 8 untuk penalaran korelasional dan

soal 9 dan 10 untuk penalaran kombinatorial (Haryanto, 2006: 68).

Bentuk tesnya terdiri atas ilustrasi masalah dan jawaban pilihan ganda serta

alasannya, kecuali untuk item penalaran kombinatorial. Setiap jawaban dan alasan

yang betul diberi skor 1. Jawaban benar yang tidak disertai alasan yang benar diberi

skor 0. Khusus untuk item no 9 dan 10 skor 1 diberikan pada jawaban yang lengkap

dan 0 untuk jawaban tidak lengkap (Haryanto 2006:45). Menurut Valanides

(1996:101) perolehan skor 0-1 untuk kategori konkrit, skor 2-3 untuk kategori

transisi, dan 4-10 untuk kategori formal.

Menurut Tobin dan Capie (1981), TOLT memiliki reliabilitas keseluruhan tes

tertinggi yaitu sebesar 0,85 dan berkisar dari 0,50-0,82 untuk masing-masing subtes.

(26)

reliabilitas yang tinggi. TOLT telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh

Sumarmo (1987) dan dilaporkan memiliki reliabilitas 0,66.

Berdasarkan pertimbangan tersebut tes ini dipilih karena dapat mengukur

penalaran formal dan merupakan tes kelompok yang cocok diujikan terhadap subjek

yang banyak dalam waktu bersamaan (Tobin & Capie, 1981; Sumarmo, 1987). Hasil

perolehan skor TOLT terangkum dalam Gambar 3.1

Gambar 3.1 Hasil Perolehan Tes TOLT

4. Angket

Angket yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

sikap siswa terhadap pembelajaran konsep dunia tumbuhan dengan menggunakan

pendekatan klasifikasi. Pemberian angket dilakukan setelah semua kegiatan

pembelajaran berakhir yaitu setelah pascates. Angket diberikan kepada 40 orang

(27)

Tabel 3.7 Kisi-kisi Angket

Variabel Indikator No. Soal Jumlah

Pendekatan

Pengujian validitas angket menggunakan uji korelasi Pearson Product

Moment sedangkan pengujian reliabilitasnya menggunakan metode Alpha. Kriteria

pengujian validitas angket adalah jika r hitung > r tabel (0,312)

, maka item-item

pertanyaan berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan valid), dan pada

keadaan lain item soal tidak valid, sementara kriteria pengujian reliabilitas adalah

pengujian kurang dari 0,6 adalah kurang baik, sedangkan 0,7 sedang dan di atas 0,8

adalah baik (Priyatno, 2010: 98). Rekapitulasi hasil pengujian angket terangkum

dalam Tabel 3.8. (Hasil pengujian selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C).

Tabel 3.8 Rekapitulasi Hasil Validitas dan Reliabilitas Angket Item

pernyataan Nilai r hitung Nilai Cronbach’s Alpha Kesimpulan

(28)

Lanjutan Tabel 3.8

Item

pernyataan Nilai r hitung Nilai Cronbach’s Alpha Kesimpulan

13 0,656 0,744 valid dan reliabel

14 0,555 0,759 valid dan reliabel

15 0,656 0,744 valid dan reliabel

5. Observasi

Lembar observasi digunakan untuk melihat aktivitas siswa dan guru selama

proses pembelajaran berlangsung. Aktivitas siswa yang diamati meliputi keaktifan

siswa dalam mengamati tumbuhan, mencari dan menentukan dasar pengelompokan,

kemampuan mengelompokan tumbuhan menjadi kelompok-kelompok kecil,

bekerjasama dalam kelompok, dan membuat kesimpulan di akhir pembelajaran.

Observasi dilakukan oleh peneliti dan satu orang guru biologi. Lembar observasi

siswa dan guru dapat dilihat pada Lampiran B.

F. Tahap Penelitian

Penelitian dilakukan dalam tiga tahap kegiatan yaitu: tahap persiapan, tahap

pelaksanaan dan tahap pengolahan data.

1. Tahap Persiapan Penelitian

Pada tahap ini dilakukan beberapa kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka

persiapan pelaksanaan penelitian, diantaranya: studi kepustakaan mengenai

pembelajaran biologi melalui pendekatan klasifikasi, menyusun instrumen penelitian,

melakukan observasi pembelajaran di sekolah dan berkonsultasi dengan guru biologi

untuk menentukan waktu dan teknis pelaksanaan penelitian, melakukan pemilihan

(29)

tentang strategi pembelajaran melalui pendekatan klasifikasi, serta menguji coba

instrumen penelitian, mengolah data hasil uji coba instrumen tersebut.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pada tahap ini kegiatan diawali dengan memberikan prates untuk mengetahui

pengetahuan awal siswa dalam penguasaan konsep, penalaran, dan keterampilan

klasifikasi. Setelah prates dilakukan, maka dilanjutkan dengan pelaksanaan

pembelajaran melalui kegiatan praktikum dengan menggunakan pendekatan

klasifikasi. Pada guru tersebut sebelumnya telah diberikan informasi tentang

pembelajaran dengan menggunakan pendekatan klasifikasi. Peneliti bertugas sebagai

observer dan partner guru, dan pembelajaran dilaksanakan sesuai jadwal yang telah

direncanakan.

Observasi pada kelas dilakukan oleh dua orang pengamat. Jumlah pertemuan

di kelas adalah lima kali pertemuan. Peneliti menggunakan catatan lapangan untuk

memantau dan mengawasi pelaksanaan pembelajaran di kelas serta untuk

memastikan bahwa perlakuan yang diberikan pada kelas tersebut berjalan sesuai

dengan rancangan penelitian.

Setelah seluruh kegiatan pembelajaran selesai, dilakukan tes akhir (pascates).

Pelaksanaan tes penguasaan konsep, penalaran, dan keterampilan klasifikasi

masing-masing 25 menit. Selain pascates, diberikan pula angket terhadap beberapa siswa

yang dipilih secara acak.

3. Tahap Pengolahan Data

Data-data yang diperoleh dari hasil prates dan pascates dianalisis secara

statistik sedangkan hasil angket menggunakan persentase dan dianalisis secara

(30)

a. Menghitung skor hasil prates, pascates, dan n-gain pada tes penguasaan konsep,

penalaran, dan kemampuan klasifikasi.

b. Melakukan pengujian prasyarat penelitian yang meliputi uji normalitas, uji

homogenitas, dan uji linieritas pada tes penguasaan konsep, tes penalaran, dan tes

klasifikasi dengan bantuan program SPSS 17 for windows. Uji normalitas

digunakan untuk mengetahui apakah populasi data berdistribusi normal atau

tidak. Uji normalitas yang digunakan adalah uji Liliefors dengan melihat nilai

pada tabel Shapiro-Wilk dengan alasan bahwa jumlah sampel yang besar

(Priyatno, 2010:71). Uji homogenitas varians digunakan untuk mengetahui

apakah beberapa varian populasi data adalah sama atau tidak. Pengujian

homogenitas menggunakan uji Homogeneity of Varians (Levene Statistic),

dengan kriteria pengujian, jika nilai signifikansi lebih dari 0,05 maka dapat

dikatakan bahwa varian dari dua kelompok data adalah sama. Berdasarkan hasil

pengujian statistik diperoleh nilai signifikansi pada tes konsep dan tes klasifikasi

baik data prates, pascates, dan n-gain, semuanya menunjukkan normal dan

homogen, tetapi pada TOLT hanya data n-gain yang menunjukkan normal serta

homogen. Rekapitulasi hasil pengujian normalitas dan homogenitas terangkum

dalam Tabel 3.9.

Tabel 3.9 Hasil Pengujian Normalitas dan Homogenitas Nilai Signifikansi

Data Normalitas Homogenitas Kesimpulan

Tes Konsep

Prates 0,66 0,41 Normal dan homogen Pascates 0,65 0,09 Normal dan homogen

N-gain 0,91 0,29 Normal dan homogen

Tes Klasifikasi

Prates 0,51 0,97 Normal dan homogen

Pascates 0,78 0,12 Normal dan homogen

(31)

Lanjutan Tabel 3.9

Nilai Signifikansi

Data Normalitas Homogenitas Kesimpulan

TOLT

Prates 0,00 0,24 Tidak normal tapi

homogen

Pascates 0,00 0,04 Tidak normal dan tidak homogen

N-gain 0,43 0,40 Normal dan homogen

Uji linieritas digunakan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai

hubungan yang linier atau tidak secara signifikan. Uji linieritas merupakan

pengujian prasyarat dalam analisis korelasi atau regresi linier (Priyatno, 2010:

73). Kriteria pengujiannya adalah dua variabel dikatakan mempunyai hubungan

yang linier bila signifikansi (linierity) kurang dari 0,05. Data yang digunakan

untuk menguji linieritas diambil dari N-gain tes konsep, tes klasifikasi, serta

TOLT. Rekapitulasi pengujian linieritas terangkum dalam Tabel 3.10.

Tabel 3.10 Hasil Pengujian Linieritas

No Hubungan Data N-gain Nilai

Signifikansi Kesimpulan 1 Tes Klasifikasi - Tes Konsep 0,000 Terdapat hubungan linier 2 Tes Klasifikasi – TOLT 0,000 Terdapat hubungan linier 3 TOLT - Tes Konsep 0,000 Terdapat hubungan linier

c. Melakukan uji statistik yang sesuai dengan kriteria data. Uji statistik yang

digunakan meliputi:

1) Analisis terhadap perbedaan dua rata-rata, yaitu: uji t independen, untuk

mengetahui rata-rata dua kelompok sampel yang tidak berhubungan. Kriteria

pengujian adalah jika t hitung > t tabel dan signifikansi < 0,05, maka hipotesis

(32)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dalam hasil belajar

pada kedua gender.

2) Analisis korelasi (Bivariate Correlation) digunakan untuk mengetahui

keeratan hubungan antara dua variabel dan untuk mengetahui arah hubungan

yang terjadi. Pada penelitian ini menggunakan metode Product Moment

Pearson. Nilai korelasi (r) berkisar antara -1 sampai 1. Menurut Priyatno

(2010) nilai semakin mendekati -1 atau 1 berarti hubungan dua variabel

semakin lemah, sebaliknya nilai mendekati 0 berarti hubungan dua variabel

semakin lemah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

positif antara tes klasifikasi, tes konsep, dan TOLT.

3) Uji Regresi linier, digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel

independen terhadap variabel dependen. Kriteria pengujian menggunakan uji

t, jika t hitung > t tabel, maka hipotesis diterima artinya terdapat pengaruh

variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa ketiga tes (tes klasifikasi, tes konsep, dan TOLT) saling

(33)

G. Alur Penelitian

Alur penelitian ini dirancang untuk memudahkan dalam pelaksanaan

penelitian. Secara bagan alur penelitian terlihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Diagram Alur Penelitian Studi Pendahuluan: Identifikasi

Masalah, Rumusan Masalah, Studi Literatur, dll

Pengembangan & Validasi:

Bahan Ajar, Pendekatan Pembelajaran, Instrumen Penelitian dan Ujicoba

Pemilihan Responden Penelitian

Prates

Pelaksanaan Pembelajaran melalui Pendekatan Klasifikasi

Pascates

Observasi dan angket sikap siswa Pengumpulan Data

Analisis Data

(34)

72 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa

penerapan pendekatan klasifikasi pada pembelajaran dunia tumbuhan dapat

meningkatkan penguasaan konsep (kategori sedang) dan tingkat penalaran siswa

(kategori rendah) terutama pada tingkat transisi dan gender perempuan. Pencapaian

konsep yang ditemukan meliputi tingkat konkrit, identitas, klasifikatori, dan masih

ada yang belum mencapai tingkat formal terutama gender laki-laki. Pencapaian

tingkat klasifikasi dan seriasi yang teridentifikasi meliputi klasifikasi biner,

klasifikasi bertingkat, seriasi sederhana, seriasi ganda, serta masih ada yang belum

mencapai tingkat seriasi kesimpulan lengkap yaitu gender laki-laki. Profil

penguasaan konsep pada kedua gender siswa meliputi konsep tertinggi tentang

Pteridophyta sedangkan konsep terendah tentang ciri-ciri Plantae. Profil kemampuan

klasifikasi tertinggi adalah memberinama tumbuhan sedangkan terendahnya adalah

mengontraskan ciri. Profil penalaran siswa meliputi tingkat formal (51,43%), tingkat

transisi (43,81%), dan tingkat konkrit (4,76%). Profil jenis-jenis penalaran tertinggi

adalah penalaran kombinatorial dan penalaran terendah adalah penalaran

korelasional. Penerapan pendekatan klasifikasi mampu merubah tingkat penalaran

dari tingkat konkrit ke tingkat formal pada gender perempuan sedangkan pada gender

laki-laki hanya mampu merubah dari tingkat konkrit ke transisi.

Terdapat hubungan yang bersifat sedang dan positif antara kemampuan

(35)

kemampuan klasifikasi dan penalaran (0,654) sedangkan hubungan terendah antara

kemampuan klasifikasi dan penguasaan konsep.

B. Saran

Penelitian ini mengandung beberapa keterbatasan diantaranya: pertama,

berkaitan dengan penarikan jumlah sampel dan populasi sehingga penelitian ini

hanya berlaku diterapkan pada populasi kelas X di SMAN 1 Kadipaten dan

SMA-SMA yang mempunyai karakteristik sama dengan sampel penelitian. Kedua,

berkaitan dengan pengembangan pendekatan pembelajaran, dalam hal ini pendekatan

klasifikasi yang dilakukan belum mencapai tahap pengelompokan takson rendah

(dari ordo hingga species) tetapi hanya mencapai tingkat divisi dan kelas.

Berdasarkan deskripsi temuan dan pembahasan, disarankan agar para guru

dalam mengajar mempertimbangkan tingkat penalaran siswa. Biaya tes TOLT tidak

mahal dan pemeriksaannyapun mudah dan cepat. Pengetahuan tentang tingkat

perkembangan intelektual ini hendaknya dijadikan dasar oleh guru dalam pemilihan

strategi mengajarnya.

Bagi peneliti lain, pertama hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk

penelitian selanjutnya yang lebih mendalam sehingga dapat menambah khasanah

penelitian tentang teori klasifikasi dan Piaget. Kedua, perlu dilakukan penelitian

lanjutan terhadap aspek lainnya yang berkaitan dengan kemampuan klasifikasi dan

perkembangan intelektual sehingga dapat meningkatkan mutu pembelajaran biologi.

Ketiga, perlu dilakukan pengembangan model klasifikasi yang cocok bagi tiap-tiap

konsep biologi. Keempat, perlu dikembangkan strategi pembelajaran yang dapat

(36)

74

DAFTAR PUSTAKA

Adang, J. (1993). “Mengembangkan Kreativitas dalam Berpikir Melalui Pengajaran Sains”. Jurnal Pengajaran MIPA, 1(1), 31-38.

Amin, B.D., & Suryansari, K. (2002). Pengaruh Kemampuan Penalaran FormaL terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas II SMA Negeri 1 Sungguminasa Kabupaten Gowa. Transformasi Jurnal Ilmiah Pendidikan MIPA. FMIPA UNM Makasar. 6(4).314-328.

Anderson, L.W. & Krathwohl, D.R. (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assesing ( A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives). New York: Addison Wesley-Longman Inc.

Arikunto, S. (2006). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arifin, Z. (2010). Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, dan Prosedur. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Ates, S., & Cataloglu, E. (2007). The effect of student’s cognitive style on conceptual understanding and problem solving skills in introductory mechanics. Research in Science and Technological Education. 25,(2).167-178.

Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP

Benbow, C.P., & Stanley, J.C. (1982). Consequences in high school and college of sex differences in mathematical reasoning ability: a longitudinal perspective. Journal of American Educational Research Assosiation. 19, (4). 598-622

Bybee, R.W. & Sund, R.B. (1986). Piaget for Educators. 2nd Ed. Columbus: Charles E. Merrill Publishing Co.

Campbell, N.A.,Reece, J.B.,& Mitchell, L.G. (2003). Biologi. jilid 2 edisi kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Cepni S., Shayer, M., & Adey, P.S. (2004). Turkish middle school students’cognitive development level in science. Asia-Pacific Forum on Science Learning and Teaching.

5 April 2004. 1 – 23.

Costa, L.A. (1998). Developing Minds A Resource Book for Teaching Thinking. Alexandria: Assosiation for Supervision and Curriculum Departement

(37)

Dahlan, J. A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematik Siswa Sekolah Menengah Lanjutan Pertama melalui Pendekatan Pembelajaran Open-Ended. Disertasi PPS UPI Bandung. Bandung: Tidak diterbitkan

Dalyono, M. (2005). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Dee, T. (2010). Pengaruh Gender Guru terhadap Prestasi Siswa. [online]. Tersedia. http//www.kompas.com. [10 Nopember 2011]

Erman. (2008). Intervensi Berkelanjutan dalam Pembelajaran IPA untuk Memacu Perkembangan Kemampuan Berikir Abstrak Siswa. Makalah Simposium Tahunan Penelitian Pendidikan. Departemen Pendidikan Nasional. Universitas Negeri Surabaya.

Eysenck, Michael W. (1994). The Blackwell dictionary of cognitive psychology. Massachusetts: Blackwell Publishers. (Cetakan pertama tahun 1990).

Flavell, J.H. (1963). The Developmental Psychology of Jean Piaget. Princenton. N.J. Van Nostrand.

Fraenkel, J. R., & Wallen, N. E. (1993). How to Design and Evaluate Research in Education (second ed.). New York: McGraw-Hill Book Co.

Hapsari,I.F.R. (2010). Kemampuan Klasifikasi Logis dan Penguasaan Konsep Keanekaragaman Makhluk Hidup Siswa SMP Berdasarkan Tingkat Perkembangan Intelektua. Tesis Magister UPI Bandung. Bandung: Tidak diterbitkan

Hake, R.R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. Indiana: Indiana University

Haryanto, Z. (1999). Analisis Pola Pikir, Kemampuan Membaca Ilmiah dan Prestasi Belajar Fisika Siswa (Ditinjau dari Aspek Perbedaan Jenis Kelamin). Disertasi Doktor UPI Bandung. Bandung: Tidak diterbitkan

Higgins, E.T. (1991). Development of Self-regulatory and Self-evalution Process: Cost, Benefit, and Trade-offs. Minneapolis: University of Minnesota Press

Inhelder, B. & Piaget, J. (1969). The Early Growth of Logic in The Child. New York: W.W Norton & Company Inc.

(38)

Jamaluddin. (1997). Pembelajaran Konsep Keanekaragaman Hayati dengan Pendekatan Klasifikasi di SMU. Tesis Magister pada PPS UPI Bandung. Bandung: Tidak diterbitkan

Jeremy, E.C. (2005). Why Eucational Innovations Fail: An Individual Difference Perspective. Cleveland State University. 33, (2) 569 – 578.

Joyce, B., Weil, M. & Calhoun. (2000). Models of Teaching 6th Edision. New Jersey: Prentice-Hall Inc

Klausmeier, H.J. (1980). Learning and Teaching Concepts (A Strategy for Testing Applications of Theory). USA: Academic Press, Inc

Krause, K.L., Bochner, S., & Duchenes, S. (2007). Educational Psychology for Learning and Teaching. Australia: Nelson Australia Pty Limited.

Kuslan, L.J.,& Stone, H.A. (1968). Teaching Children Science: An Inquiry Approach. New York: Wadsworth Publishing Co, Inc.

Lang, H.R., & Evan, D.N. (2006). Models, Strategies, and Methods for Effective Teaching. USA: Pearson Education Inc.

Lawson, A.E. (1982). “a review of research on formal reasoning and science teaching”.Journal of Research in Science Teaching. 22(7). 569-617.

Loveless, A.R. (1989). Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Tumbuhan Tropik 2. Jakarta: Gramedia.

Marzano, R.J. (1988). Dimensions of Thinking: A Frame Work for Curriculum and Instruction. Alexandria, Virginia USA: Assosiation for Supervision and Curriculum Development.

Mulyasa, E. (2007). Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Piaget, J. (1971). Genetic Epistemology . New York: W.W Norton & Company, Inc.

Priyatno,D. (2010). Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS. Jakarta: Mediakom.

Presseisen, B.Z. (1985). Thinking Skills: Meaning, Models, Materials, dalam Developing Mind: A Resource Book for Teaching Thinking. Alexandria: ASCD.

(39)

Roadrangka, V.,& Yeany, R.H. (2006). A study of the relationship among type and quality of implementation of science teaching strategy, students formal reasoning ability, and student engagement. Journal of Research in Science Teaching. 22, (8). 743-759.

Russeffendi, E.T. (1980). Pengajaran Fisika Modern untuk Orangtua murid, Guru, dan SPG. Bandung: Tarsito.

Rustaman, N.Y. (1990). Kemampuan Klasifikasi Logis Anak (Studi tentang Kemampuan Abstraksi dan Inferensi Anak Usia Sekolah Dasar pada Kelompok Budaya Sunda). Disertasi Doktor. PPS IKIP Bandung: Tidak diterbitkan.

Rustaman, N.Y., & Srie Redjeki. (1994). Biologi 1 untuk SMP kelas 1. Jakarta: Depdikbud.

Schaie, K. Warner. (2007). Development influences on adult intelligence: the seattle longitudinal study, (Online). Tersedia: http://books.google.com/books. [1 Januari 2012].

Shadiq, F. (2009). Model-Model Pembelajaran Matematika SMP. Yogyakarta: Depdiknas.

Shayer, M., & Adey, P.S. (1992). Accelerating the development of formal thinking in middle and high school students II: post project effects on science achievement. Journal of Research in Science Teaching. 29,(1) 81 – 92.

Semiawan, C.,Tangyong, A.F.,Belen, S.,Matahelemual, Y., & Suseloardjo, W. (1985). Pendekatan Keterampilan Proses: Bagaimana Mengaktifkan Siswa dalam Belajar?. Jakarta: PT.Gramedia.

Soegiarti,T. (2006). Pembelajaran Mikrobiologi dengan Menggunakan Pendekatan Contextual Teaching and Learning dalam meningkatkan Kemampuan Berpikir Logis dan Penguasaan Konsep Mahasiswa UPI Non Eksakta. Tesis UPI. Bandung: Tidak diterbitkan

Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi IKIP Bandung. Bandung: Tidak Diterbitkan

(40)

Sungur, S., & Tekkaya,C. (2003). Students achievement in human circulatory system unit: The Effect of Reasoning Ability and Gender”. Journal of Sciences Education and Technology. 12(1). 59-64.

Suriasumantri, J.S. (2005). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Stiggins, R.J. (1994). Student-Centered Classroom Assesment. New York: Merrill-Mac Milan College Publishing Company.

Tawil, M. & Suryansari, K. (2008). Kemampuan Penalaran Formal dan Lingkungan Pendidikan Keluarga Dikaitkan dengan Hasil Belajar Fisika Siswa SMA Kelas X SMA Negeri 1 Sungguminasa Kabupaten Gowa. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. 14(75). 1047-1068

Tekkaya, C. & Yenilmez, A. (2006). Relationship among measures of learning orientation, reasoning ability, and conceptual understanding of Photosynthesis and Respiration in plants for grade 8 males and females. Journal of Elementary Science Education. 18(1)1-14

Tjitrosoepomo, G. 2009. Taksonomi Umum (Dasar-dasar Taksonomi Tumbuhan). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Tobin, K.G., & Capie, W. (1981). Development and validation a group Test of Logical Thinking. Educational and Psychological Measurenment. 41.413-424

Thomson, Anne. 2000. Critical reasoning: a practical introduction. London: Routledge.

Valanides, N.C. (1996). Formal reasoning and science teaching. School Science and Mathematics. 96, (2). 99-107

Watson, S., & Miller, T. (2009). Classification and the dichotomous key : tools for teaching identification. The Science Teacher.27,(2).50-54

Wiseman, F.L. (1981). “the teaching of college chemistry: role of student development level”. Journal of Chemical Education. 58, (3). 484 – 488.

Wood, J.T. (1993). Gendered Lives: Communication, Gender, and Culture. California: International Thomson Publishing

Zago, L., S. Moutier; S. Rossi, V. Beaucousin, F. Andersson, L. Petit, O. Houde, dan N. Tzourio-Mazoyer. (2007). Neural Correlates of Syllogistic Reasoning: A

Gender Effect?. [Online]. Tersedia

(41)

Gambar

Gambar  2.1   Tatanama Tumbuhan Flamboyan ….. .......................................  14
Tabel 3.1 Desain Penelitian
Tabel 3.2 Rancangan Instrumen Penelitian
Tabel 3.3 Kisi-kisi Tes Konsep
+7

Referensi

Dokumen terkait

Harun Joko Prayitno, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah memberikan rekomendasi di izin penelitian

Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara.Kawasan penelitian ini merupakan kawasan yang memiliki potensi kemenyan terbesar pada kawasan Batang Toru.Adiankoting

[r]

tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap insdustri pangan di daerah DIY// Pasalnya salahsatu pejabat Disperindagkop DIY -Aguntoro-mengatakan/ para pengusaha

Pengaruh Harga E-Commerce Account Agoda Terhadap Keputusan Menginap Tamu Di Serela Hotel Riau Bandung.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Sahabat MQ/ melihat geliat penggalangan akan adanya kemungkinan terjadi koalisi/ Dewan Pimpinan Pusat DPP Partai Demokrat tidak merisaukan pertumuan yang

Pada hari ini Senin tanggal Tiga Belas bulan Mei tahun Dua Ribu Tiga Belas kami Panitia Pengadaan Barang/Jasa Kegiatan Rehabilitasi Perumahan Masyarakat Kurang Mampu Badan

Kriteria inklusi: (1) Pasien yang didiagnosis batu saluran kencing dan dilakukan penatalasanaan non invasif, minimal invasif atau invasif di RSUD Arifin