DAFTAR ISI
BAB II PEMBELAJARAN DUNIA TUMBUHAN MELALUI PENDEKATAN KLASIFIKASI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA BERDASARKAN GENDER A. Pembelajaran Dunia Tumbuhan ... 13
E. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 32
1. Tahap Persiapan Penelitian ... 39
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 40
3. Tahap Pengolahan Data ... 40
G. Alur Penelitian ... 44
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Penguasaan Konsep, Kemampuan Klasifikasi dan Penalaran Berdasarkan Gender Siswa ... 45
1. Penguasaan Konsep Berdasarkan Gender ... 45
2. Kemampuan Klasifikasi Berdasarkan Gender ... 47
3. Kemampuan Penalaran Berdasarkan Gender ... 51
B. Hubungan Kemampuan Klasifikasi, Penguasaan Konsep, dan Penalaran Siswa ... 56
C. Pembahasan ... 60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 72
B. Saran ... 73
DAFTAR PUSTAKA ... 74
LAMPIRAN - LAMPIRAN Lampiran A: RPP ... 78
Lampiran B: Instrumen Penelitian ... 115
Lampiran C: Hasil Uji Coba Instrumen ... 153
Lampiran D: Hasil Pengolahan Data ... 165
Lampiran E: Surat-surat Penelitian ... 168
DAFTAR TABEL
Tabel 3.8 Rekapitulasi Hasil Validitas dan Reliabilitas Angket ... 38
Tabel 3.9 Hasil Pengujian Normalitas dan Homogenitas ... 41
Tabel 3.10 Hasil Pengujian Linieritas ... 42
Tabel 4.1 Rekapitulasi Hasil Tes Konsep berdasarkan Gender ... 45
Tabel 4.2 Profil Penguasaan Konsep Siswa ... 46
Tabel 4.3 Rekapitulasi Hasil Tes Klasifikasi berdasarkan Gender ... 48
Tabel 4.4 Profil Kemampuan Klasifikasi berdasarkan Gender ... 48
Tabel 4.5 Rekapitulasi Hasil Tes Penalaran berdasarkan Gender ... 51
Tabel 4.6 Profil Tingkat Penalaran Siswa ... 53
Tabel 4.7 Rekapitulasi perpindahan Penalaran ... 54
Tabel 4.8 Profil Jenis-jenis Penalaran berdasarkan Gender ... 55
Tabel 4.9 Hasil Uji Korelasi ... 56
Tabel 4.10 Hasil Uji Regresi ... 57
Tabel 4.11 Hubungan Penalaran, Kemampuan Klasifikasi, dan Penguaasaan Konsep berdasarkan Gender ... 58
Tabel 4.12 Perbedaan Jawaban TOLT pada Kedua Gender……….... 59
Tabel 4.13 Profil Pencapaian Konsep Siswa ... 61
DAFTAR GAMBAR
halaman
Gambar 2.1 Tatanama Tumbuhan Flamboyan ….. ... 14
Gambar 3.1 Hasil Perolehan Tes TOLT ... 37
Gambar 3.2 Diagram Alur Penelitian ... 44
Gambar 4.1 Hasil Angket Siswa ... 49
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
LAMPIRAN A
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 80
LAMPIRAN B
Instrumen Penelitian... 113
LAMPIRAN C
Hasil Uji Coba Instrumen…………... 153
LAMPIRAN D
Pengolahan Data Penelitian... 162
LAMPIRAN E
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu masalah besar dalam bidang pendidikan di Indonesia yang banyak
diperbincangkan adalah rendahnya mutu pendidikan yang tercermin dari rendahnya
rata-rata prestasi belajar serta pendekatan dalam pembelajaran yang masih terlalu
didominasi oleh guru (teacher centered). Guru lebih banyak menempatkan peserta
didik sebagai objek dan bukan sebagai subjek didik sehingga peserta didik kurang
mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir holistik
(menyeluruh), kreatif, objektif, dan logis.
Proses pembelajaran di Indonesia masih menekankan pada transfer
pengetahuan tetapi kurang mengembangkan kemampuan bernalar siswa. W.W.
Sawyer (Jacobs, 1982: 12) menyatakan bahwa pengetahuan yang diberikan secara
langsung kepada siswa hanya akan meningkatkan kemampuan mengingat saja tetapi
kurang meningkatkan kemampuan bernalar. Hal senada diungkap juga oleh Marzano
et al (1988) bahwa tujuan pendidikan adalah mengembangkan pemikir-pemikir yang
matang yang dapat menggunakan pengetahuan yang dimilikinya dalam kehidupan
nyata. Banyak upaya telah dilakukan mulai dari penerapan kurikulum hingga
penerapan stategi dan metode pembelajaran serta peningkatan kualitas guru melalui
pelatihan-pelatihan. Namun upaya tersebut belum menunjukkan hasil yang
signifikan. Menurut Jeremy (2005) banyak inovasi dan metode pembelajaran yang
memperhatikan karakteristik siswa, termasuk perkembangan kemampuan
berpikirnya.
Pada tahun 1995, Balitbang Diknas pernah menemukan bahwa banyak siswa
berdaya imajinasi yang lemah dan materi pembelajaran IPA selalu disajikan dalam
bentuk yang abstrak. Hasil analisis kemampuan berpikir tahun 2001 dan tahun 2003
pada mahasiswa ilmu keolahragaan Unesa ditemukan bahwa lebih dari 90%
mahasiswa yang diterima hanya mampu menggunakan kemampuan berpikir konkrit
(Erman dan Sudijandoko, 2001; Erman, 2004; Erman, 2008). Hasil analisis lain
menunjukkan bahwa kemampuan berpikir siswa dari 4 SMU Negeri di Kota Kediri
juga ditemukan mayoritas siswa (80%) hanya mampu menggunakan kemampuan
berpikir konkrit (Erman dan Sukarmin, 2002; Erman, 2008).
Berpikir merupakan suatu proses yang bersandar pada aturan dalam penarikan
kesimpulan yang berdasarkan pada sejumlah fakta, bukti, dan data disertai
evaluasinya (Eysenck, 1994 dan Thompson, 2000). Kegiatan berpikir terjadi melalui
suatu proses yang melibatkan panca indera sehingga menghasilkan suatu pemikiran,
alasan dan keputusan (Presseisen, 1985: 312), sehingga berpikir dapat dikatakan
sebagai suatu keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap individu. Kemampuan
berpikir yang meningkat menunjukkan kemampuan intelektual yang juga meningkat.
Mengacu pada filsafat konstruktivisme, siswa merupakan pembelajar aktif
yang mengkonstruksi sendiri pengetahuannya melalui kesempatan untuk berinteraksi
langsung dengan objek belajar, mengamati, mengembangkan pertanyaan,
menghubungkan fakta dengan sumber pengetahuan, mengambil kesimpulan, dan
yang menyatakan bahwa konstruksi pengetahuan terjadi ketika siswa berkesempatan
melakukan aktivitas langsung.
Kemampuan bernalar digunakan untuk mengembangkan pengetahuan dan
untuk menentukan pilihan, mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik
mana yang buruk (Suriasumantri, 2005: 39). Kemampuan bernalar setiap orang
berbeda-beda berdasarkan tingkat perkembangan kognitif dan pengalamannya.
Kemampuan bernalar siswa sekolah menengah pertama (SMP) berbeda dengan
kemampuan bernalar siswa sekolah menengah atas (SMA), bahkan penalaran siswa
SMA pun berbeda-beda. Secara teoritis, penalaran siswa SMA berada dalam kategori
formal, tetapi kenyataannya masih banyak siswa SMA yang belum mencapai tahap
tersebut. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Sumarmo (1987: 243)
pada kelas II jurusan Ilmu-Ilmu Fisika (IIF) menunjukkan hasil bahwa 30% siswa
masih berada dalam kategori konkrit dan 48% berada dalam kategori formal.
Penelitian mengenai penalaran juga dilakukan oleh Amin dan Suryansari (2002),
yang menyatakan bahwa kemampuan penalaran siswa kelas XI dalam pelajaran
fisika masih rendah dengan rata-rata skor 15,02 dari skor ideal 30 serta terdapat
pengaruh positif antara penalaran terhadap hasil belajar. Russeffendi (1980: 23) juga
menyatakan bahwa masih terdapat peserta didik yang telah lulus dari jenjang sekolah
menengah dan juga mahasiswa tidak pernah mencapai tahap penalaran formal.
Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan alam yang
mempunyai peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
baik sebagai alat bantu dalam penerapan-penerapan bidang ilmu lain maupun dalam
pengembangan biologi itu sendiri. Penguasaan materi biologi oleh siswa menjadi
keputusan dalam era persaingan yang semakin kompetitif pada saat ini. Namun
sayangnya, pencapaian prestasi siswa dalam pelajaran biologi belum begitu
memuaskan. Kenyataan yang banyak dijumpai pada sekolah-sekolah selama ini
adalah penyampaian materi cenderung didominasi oleh ceramah sehingga kurang
melibatkan peran siswa secara aktif untuk membentuk dan membangun sendiri
pengetahuannya, akibatnya siswa memahami materi karena menghafal fakta-fakta
dan bukan hasil menemukan sendiri pengetahuannya.
Pentingnya belajar biologi, selain mengkaji pengetahuan tentang makhluk
hidup, juga menjadi usaha untuk menumbuhkan dan mengembangkan sikap,
keterampilan berpikir, serta meningkatkan keterampilan dalam kerja ilmiah melalui
langkah-langkah metode ilmiah. Biologi adalah dasar bagi bidang kedokteran,
pertanian, dan upaya memelihara kualitas lingkungan hidup. Berdasarkan
karakteristik biologi dan fenomena-fenomena pembelajaran di sekolah selama ini,
terdapat banyak penyebab masalah proses dan hasil belajar siswa dalam belajar
biologi yang kurang optimal, salah satu kurang optimalnya diduga berkaitan erat
dengan kemampuan berpikir. Hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran biologi yaitu
mengembangkan kemampuan berpikir analitis, induktif dan deduktif, dengan
menggunakan konsep dan prinsip biologi (BSNP, 2006).
Penyampaian materi keanekaragaman hayati beserta klasifikasinya seringkali
diberikan guru berupa penyampaian informasi saja. Ciri-ciri dan hierarki klasifikasi
yang ada dalam buku teks langsung diberikan begitu saja tanpa memperhatikan
pengetahuan siswa sebelumnya (Rustaman, 1990). Siswa tidak dituntut berpikir
ketika mengkonstruksi suatu konsep sehingga menyebabkan konsep yang diberikan
yang menunjukkan hasil kurang memuaskan dari segi pencapaian nilai atau prestasi
akademik. Salah satu faktor yang menyebabkannya adalah siswa kurang dituntut
berperan aktif dalam proses belajar mengajar di kelas sehingga mereka merasa bosan
karena strategi pembelajaran yang diterapkan guru hanya berupa ceramah. Anak
dianggap belum mempunyai pengetahuan tentang dunia sekitarnya padahal anak
membentuk ide-ide tentang fenomena alam sebelum mereka belajar di sekolah.
Salah satu pendekatan dalam biologi yang mengembangkan proses bernalar
dan melibatkan keaktifan siswa adalah pendekatan klasifikasi. Pendekatan klasifikasi
yaitu pendekatan yang melibatkan siswa secara aktif dalam melakukan pengamatan
langsung, mencari persamaan dan perbedaan, menentukan kriteria pengelompokan,
mengelompokan dan memberi nama kelompok dengan menggunakan tumbuhan dan
hewan yang terdapat di lingkungan siswa sebagai media belajar. Melatih siswa dalam
melakukan klasifikasi diharapkan mampu mengembangkan kemampuan berpikir
dalam mempelajari konsep-konsep Biologi. Dahar (1996: 78) mengemukakan bahwa
keterampilan klasifikasi perlu kita miliki karena dengan pelatihan klasifikasi kita
dapat menyederhanakan berbagai stimulus yang kita terima untuk kemudian memilih
respons yang sesuai dengan stimulus tersebut. Hal senada dikemukakan juga oleh
Rustaman (1990: 47) bahwa proses klasifikasi dapat mengembangkan kemampuan
berpikir logis.
Beberapa alasan yang menyebabkan konsep dunia tumbuhan dipilih sebagai
konsep dalam penelitian diantaranya adalah penelitian terhadap tumbuhan tidak harus
mengambil tubuh tumbuhan secara utuh tetapi cukup mengamati bagian-bagiannya
saja, ketersediaan berbagai jenis tumbuhan di lingkungan sekolah cukup banyak dan
siswa perempuan jika harus mengidentifikasi tumbuhan, serta yang tidak kalah
pentingnya adalah bahwa peran tumbuhan di biosfer ini sangatlah besar. Jika
ketersediaan tumbuhan di alam musnah maka kehidupan makhluk hidup lain juga
akan musnah. Tumbuhan merupakan komponen utama dalam ekosistem karena
tumbuhan bertindak sebagai produsen dan satu-satunya organisme penghasil oksigen
untuk bumi. Mengingat Indonesia menempati urutan kedua setelah Brazil dalam
keanekaragaman tumbuhannya, maka pada diri siswa perlu dikembangkan sikap
mencintai dan memiliki tumbuhan yang ada di sekitarnya. Hal ini disebabkan banyak
tulisan dan koleksi tumbuhan Indonesia ditulis oleh pakar asing, sementara orang
Indonesia sendiri tidak mengenal tumbuhan tersebut.
Kemampuan klasifikasi pada setiap peserta didik berkembang sejalan dengan
kemampuan intelektual yang dimilikinya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
Hapsari (2010: 114) bahwa penguasaan konsep dan kemampuan klasifikasi siswa
dengan pendekatan klasifikasi pada konsep keanekaragaman tumbuhan,
keanekaragaman hewan dan keanekaragaman tumbuhan-hewan mengalami
peningkatan, terutama pada tingkat perkembangan intelektual formal dan transisi.
Penelitian Jamaluddin (1997: 95) menunjukkan bahwa pembelajaran konsep
keanekaragaman hayati dengan pendekatan klasifikasi berlangsung efektif walaupun
umumnya siswa masih mengalami kesulitan dalam melakukan klasifikasi karena
pengetahuan tentang obyek klasifikasi masih kurang. Pendekatan klasifikasi memberi
siswa kesempatan untuk melakukan pengamatan, pengelompokan, menentukan
kriteria pengelompokan, dan memberi nama kelompok. Adapun Rustaman (1990: 62)
menyatakan bahwa kemampuan klasifikasi alternatif pada anak perempuan terutama
Belajar merupakan kasus khusus dalam perkembangan, yaitu tidak lebih dari
suatu sektor perkembangan kognitif yang difasilitasi oleh pengalaman. Implikasinya
adalah kegiatan belajar seharusnya memicu terjadinya peningkatan perkembangan
intelektual seseorang, dalam hal ini kegiatan belajar berarti memberikan pengalaman
pada seseorang. Maka dari itu diperlukan suatu strategi pembelajaran yang tidak
hanya mempelajari tentang konsep, teori, dan fakta tetapi juga penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari. Bahan ajar tidak hanya diajarkan berupa hapalan dan
pemahaman semata tetapi juga harus meliputi kegiatan menganalisis, aplikasi, dan
sintesis.
Belajar konsep merupakan belajar tentang bagaimana mengelompokkan
peristiwa-peristiwa atau obyek-obyek dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan ciri,
karakter, atau atribut yang dimiliki sehingga membedakannya dengan yang lain.
Belajar konsep adalah hasil utama pendidikan (Dahar, 1996: 78). Pemahaman siswa
terhadap suatu konsep akan lebih memudahkan siswa memahami konsep lainnya
sehingga diharapkan pemahaman dan hasil belajar siswa semakin meningkat.
Penguasaan konsep siswa berkaitan erat dengan perkembangan kognitifnya.
Lawson (1982) mengungkapkan bahwa terdapat korelasi antara kemampuan
penalaran dengan pencapaian dalam biologi. Sungur dan Tekkaya (2003) juga
mengutarakan bahwa terdapat keterkaitan antara kemampuan penalaran dengan
pencapaian konsep biologi. Hasil penelitian Martin (Wiseman, 1986) menemukan
adanya korelasi positif yang tinggi (r = 0,75) antara hasil belajar IPA siswa dengan
perkembangan kemampuan berpikirnya. Korelasi ini juga ditemukan pada penelitian
(2008) menyatakan juga bahwa terdapat korelasi positif yang signifikan antara
kemampuan formal terhadap hasil belajar fisika.
Hal lain yang dapat mempengaruhi proses belajar adalah gender. Istilah
gender lebih mengarah pada segala sesuatu yang berhubungan dengan jenis kelamin
individu, tingkah laku dan kecenderungan, dan atribut lain yang mendefinisikan arti
dari seorang laki-laki dan perempuan dalam kebudayaan yang ada (Baron dan Byrne,
2004:187). Disadari ataupun tidak ternyata gender dapat mempengaruhi dalam
pencapaian hasil belajar. Banyak penelitian yang berfokus pada perbedaan
pencapaian hasil belajar berdasarkan gender, diantaranya penelitian yang dilakukan
oleh Sunawan (2000:73) yang menginterpretasikan bahwa terdapat perbedaan pola
berpikir antara siswa laki-laki dan siswa perempuan. Siswa laki-laki cenderung
menggunakan pola berpikir induktif daripada siswa perempuan. Penelitian senada
juga dilakukan oleh Haryanto (1999:62) yang menghasilkan bahwa kemampuan
membaca ilmiah dan penguasaan konsep pada siswa perempuan lebih tinggi daripada
siswa laki-laki, namun dalam hal mengaitkan konsep yang satu dengan konsep yang
lain, ternyata siswa laki-laki yang lebih unggul (Zientarsky, 1996). Zago, et al
(2007) dan Schaie (2007) menjelaskan bahwa perempuan tampil lebih baik dalam
tugas verbal, ingatan, kefasihan dalam kata, dan penalaran induktif, sedangkan
laki-laki lebih berprestasi dalam orientasi spasial dan angka.
Berdasarkan pada kenyataan yang telah disebutkan di atas, maka perlu dicari
pembelajaran yang tidak hanya mentransfer pengetahuan saja, tetapi lebih difokuskan
pada keaktifan siswa dan kemampuan bernalar selama proses pembelajaran
berlangsung. Pemilihan metode, strategi dan pendekatan dalam mendesain model
Mengacu pada permasalahan yang sudah disebutkan, maka pada kesempatan ini akan
dibahas hal tersebut melalui judul “Penerapan Pendekatan Klasifikasi untuk
Meningkatkan Penguasaan Konsep Dunia Tumbuhan dan Penalaran Siswa SMA Berdasarkan Gender”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah penerapan pendekatan
klasifikasi dalam meningkatkan penguasaan konsep dunia tumbuhan dan penalaran
siswa SMA berdasarkan gender?”.
Untuk memperjelas permasalahan di atas, maka masalah penelitian dijabarkan
kedalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimanakah perbedaan peningkatan kemampuan klasifikasi, penguasaan
konsep, dan penalaran siswa berdasarkan gender melalui penerapan pendekatan
klasifikasi?
2. Bagaimanakah hubungan peningkatan kemampuan klasifikasi dengan
peningkatan penguasaan konsep dan penalaran siswa?
C. Batasan Masalah
1. Subyek penelitian adalah siswa kelas X semester 1 tahun ajaran 2010/2011 di
SMAN 1 Kadipaten Kabupaten Majalengka, yaitu kelas X-1, X-3, dan X-5, yang
semuanya menjalankan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
2. Konsep yang dipilih pada penelitian ini adalah dunia tumbuhan dengan lebih
menekankan pada kegiatan praktikum.
3. Pemberian nama tumbuhan hanya sampai pada tingkatan takson divisio, classis,
dan subclassis.
4. Pemilihan SMA didasarkan atas rendahnya hasil belajar siswa pada mata
pelajaran biologi. SMA ini tergolong sekolah negeri rata-rata yang berada di kota
Kadipaten Kabupaten Majalengka. Subyek penelitian berusia antara 15-16 tahun.
Kelas penelitian berjumlah tiga kelas yaitu kelas X-1 berjumlah 35, kelas X-3
berjumlah 35, dan kelas X-5 berjumlah 35 siswa.
D. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah menganalisis
penerapan pendekatan klasifikasi dalam meningkatkan penguasaan konsep dunia
tumbuhan dan penalaran siswa SMA berdasarkan gender. Lebih lanjut tujuan tersebut
dijabarkan menjadi beberapa tujuan khusus yaitu:
1. Menganalisis perbedaan peningkatan kemampuan klasifikasi, penguasaan
konsep, dan penalaran siswa berdasarkan gender sebelum dan sesudah proses
pembelajaran.
2. Menganalisis hubungan peningkatan kemampuan klasifikasi dengan peningkatan
E. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap
peningkatan kualitas proses dan hasil pembelajaran siswa di sekolah pada konsep
dunia tumbuhan. Manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini antara lain:
1. Bagi guru, studi ini diharapkan dapat memberikan alternatif pendekatan
pembelajaran yang lebih variatif dengan mempertimbangkan penalaran siswa
pada pembelajaran dunia tumbuhan.
2. Bagi siswa, kegiatan pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan
penguasaan konsep dan tingkat kemampuan penalaran serta memahami cara
mudah untuk memahami materi sistematika dunia tumbuhan.
3. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk penelitian
selanjutnya yang lebih mendalam sehingga dapat menambah khasanah penelitian
tentang teori Piaget.
F. Anggapan Dasar
Penelitian ini dilaksanakan dengan anggapan dasar sebagai berikut:
1. Strategi pembelajaran yang diterapkan guru dapat meningkatkan hasil belajar
siswa.
2. Setiap siswa akan melalui perkembangan intelektual yang sama dengan
G. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan permasalahan dan pertanyaan penelitian, maka hipotesis yang
diuji adalah:
1. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan klasifikasi, penguasaan konsep, dan
penalaran siswa berdasarkan gender setelah proses pembelajaran.
2. Terdapat hubungan antara peningkatan kemampuan klasifikasi, penguasaan
29 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah weak-experiment karena tidak
menggunakan kelompok kontrol (Fraenkel, 1993: 245). Subyek penelitian berjumlah
satu kelompok dengan melakukan pembelajaran melalui pendekatan klasifikasi.
Fraenkel (1993) menyatakan bahwa penelitian eksperimen adalah penelitian yang
melihat pengaruh-pengaruh dari variabel bebas terhadap satu atau lebih variabel yang
lain (variabel terikat) dalam kondisi yang terkontrol. Variabel bebas pada penelitian
ini adalah penerapan pendekatan klasifikasi, sedangkan variabel terikatnya yaitu
penguasaan konsep dan penalaran siswa.
B. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah the one group pretest-posttest
design (Fraenkel, 1993: 246). Desain penelitian ini digunakan karena penelitian ini
menggunakan satu kelompok perlakuan. Secara singkat, desain penelitian tersebut
tampak pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Desain Penelitian
Kelas Prates Perlakuan Pascates
Eksperimen O X O
Keterangan :
O : Observed (tes awal dan tes akhir), berfungsi untuk mengukur kemampuan awal dan hasil belajar siswa
C. Definisi Operasional
1. Pendekatan klasifikasi yaitu pendekatan dalam pembelajaran yang melibatkan
siswa secara aktif dalam melakukan pengamatan langsung, mencari persamaan
dan perbedaan, menentukan kriteria pengelompokan, memberi nama kelompok
dengan menggunakan tumbuhan yang terdapat di lingkungan siswa sebagai
media belajar. Pembelajaran dilaksanakan dengan kegiatan praktikum secara
berkelompok. Siswa diberi bermacam-macam tumbuhan mulai dari tumbuhan
lumut, tumbuhan paku, dan tumbuhan biji untuk diklasifikasikan berdasarkan
persamaan dan perbedaan. Selama pembelajaran dilakukan observasi untuk
melihat kinerja siswa. Penilaian hasil kerja menggunakan tes klasifikasi
berbentuk esai dan lembar kerja praktikum yang dikembangkan secara khusus
dan telah divalidasi.
2. Peningkatan adalah perbedaan skor tes klasifikasi (TK), tes penguasaan konsep
(TP), dan penalaran ilmiah (TOLT), yang ditinjau berdasarkan gain ternormalkan
dari perolehan skor prates dan pascates. Rumus gain ternormalisasi adalah
sebagai berikut:
(Hake, 1999)
Kategori normalized gain adalah: g ≥ 0,7 (tinggi); 0,3 ≤ g < 0,7 (sedang); g<0,3
(rendah).
3. Kemampuan penalaran adalah tahap pencapaian kesimpulan logis berdasarkan
akhir pembelajaran dengan lima pola penalaran yang meliputi penalaran
proporsional, pengendalian variabel, penalaran probabilitas, penalaran
korelasional, dan penalaran kombinatorial.
4. Penguasaan konsep adalah hasil belajar siswa yang digali dari hasil menjawab
instrumen tes penguasaan konsep berupa soal-soal pilihan ganda dengan lima
opsi yang telah diuji validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat
kesukarannya. Soal tes penguasaan konsep meliputi tingkat kognitif C2
(memahami), C3 (mengaplikasi), C4 (menganalisis), dan C5 (menilai).
5. Gender adalah perbedaan hasil belajar yang dicapai antara siswa laki-laki dan
siswa perempuan yang meliputi tes klasifikasi, tes penguasaan konsep, dan tes
penalaran.
D. Populasi dan Sampel 1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMAN I Kadipaten
Kabupaten Majalengka tahun ajaran 2011/2012 sebanyak lima kelas dengan jumlah
179 orang. Pemilihan populasi ini berdasarkan pertimbangan: a) Berdasarkan nilai
penerimaan siswa baru, sekolah tersebut termasuk kategori sekolah rata-rata yang
kurang diminati oleh masyarakat setempat; b) Berdasarkan hasil observasi sekolah
tersebut kaya akan keanekaragaman tumbuhan mulai dari tumbuhan lumut hingga
tumbuhan berbiji.
2. Sampel Penelitian
Teknik sampling yang digunakan dalam menentukan sampel penelitian
masing-masing kelas memiliki sebaran jumlah nilai UAN siswa yang merata
sehingga dapat diasumsikan semua kelas memiliki kemampuan kognitif yang
sebanding. Kelas penelitian berjumlah tiga kelas yaitu kelas X-1 sebanyak 35 siswa,
kelas X-3 sebanyak 35 siswa, dan kelas X-5 sebanyak 35 siswa. Satu kelas terdiri
atas 35 siswa (lebih besar dari 30 orang) dan memenuhi syarat sampel penelitian.
E. Pengembangan Instrumen Penelitian
Data yang diperoleh dari penelitian ini menggunakan 32nstrument utama
berupa Tes Klasifikasi (TK), Tes Penguasaan Konsep (TP), Tes Penalaran Logis
(TOLT), dan angket. Secara bagan bentuk instrument dapat dilihat pada Tabel 3.2
berikut:
Tabel 3.2 Rancangan Instrumen Penelitian
Target Metode Penilaian Instrumen Subyek Waktu
Penguasaan Konsep
Respon terbatas
(pilihan ganda lima opsi) TP siswa
Awal dan akhir
Siswa Respon terbatas Angket siswa
Akhir
Langkah penyusunan tes penguasaan konsep adalah penyusunan kisi-kisi,
berkonsultasi dengan pembimbing, meminta pertimbangan dua orang ahli pendidikan
dari UPI, serta uji coba soal. Pengujian soal dilakukan pada siswa kelas XI IPA pada
rata-rata yang telah mempelajari materi dunia tumbuhan untuk diuji validitas, tingkat
kesukaran, daya pembeda, dan reliabilitasnya. Kisi-kisi tes penguasaan konsep dapat
dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Kisi-kisi Tes Konsep
No Konsep Nomor Soal Jumlah
Soal
1 Bryophyta 4, 5, 8, 12, 13, 15, 27 7
2 Pteridophyta 7, 14, 16, 17 4
3 Gymnospermae 6, 9, 21, 22 4
4 Angiospermae 1, 2, 3, 10, 11, 18, 19, 20, 23, 24, 25,
26, 28, 30 14
5 Ciri Plantae 29 1
Jumlah Soal 30
Tes konsep dilakukan sebanyak dua kali, yaitu prates dan pascates. Prates
digunakan untuk melihat kondisi awal sampel penelitian, sementara pascates
dilakukan untuk melihat kondisi akhir sampel penelitian setelah diberi perlakuan.
Soal yang dipergunakan untuk prates dan pascates adalah soal yang sama.
Berdasarkan hasil ujicoba tes penguasaan konsep sebanyak 30 soal digunakan
sebagai instrumen penelitian dengan kriteria sebagai berikut: indeks validitas cukup
sebanyak 30 soal (100%); indeks daya pembeda baik sekali sebanyak satu soal
(3,3%), indeks daya pembeda baik sebanyak 27 soal (90%) dan indeks daya pembeda
cukup sebanyak dua soal (6,7%),); sedangkan indeks tingkat kesukaran sulit
sebanyak 11 soal (37%) dan indeks tingkat kesukaran sedang sebanyak 19 soal
(63%); serta indeks reliabilitas seluruh soal sebesar 0,82 (kategori baik). Rekapitulasi
hasil pengujian soal dapat dilihat pada Tabel 3.4. (Hasil selengkapnya dapat dilihat
Tabel 3.4 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Tes Konsep
Tes klasifikasi digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam
mengelompokkan tumbuhan berdasarkan indikator. Aturan pemberian skor
klasifikasi ditentukan berdasarkan pedoman penskoran pada Lampiran B. Kisi-kisi
Tabel 3.5 Kisi-kisi Tes Klasifikasi
Berdasarkan hasil ujicoba tes kemampuan klasifikasi sebanyak 12 soal
digunakan sebagai instrumen penelitian, dengan kriteria sebagai berikut: indeks
validitas tinggi sebanyak satu soal (8,3%), indeks validitas cukup sebanyak 7 soal
(58,3%), dan indeks validitas rendah 4 soal (33,3%), di revisi; indeks daya pembeda
baik sebanyak 8 soal (66,7%), dan indeks daya pembeda cukup sebanyak 4 soal
(33,3%); sedangkan indeks tingkat kesukaran sulit sebanyak 1 soal (8,3%) dan indeks
tingkat kesukaran sedang sebanyak 11 soal (91,7%); serta indeks reliabilitas seluruh
soal sebesar 0,877 (kategori baik). Rekapitulasi hasil pengujian soal dapat dilihat
pada Tabel 3.6. (Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B).
Tabel 3.6 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Tes Klasifikasi
Lanjutan Tabel 3.6
Tes kemampuan berpikir logis (TOLT) dilakukan untuk menentukan tahap
perkembangan intelektual siswa. Tes ini terdiri atas 10 buah item tes tertulis yang
mengandung lima macam penalaran, yaitu soal no 1 dan 2 untuk penalaran
proporsional, soal no 3 dan 4 untuk penalaran pengontrolan variabel, soal no 5 dan
6 untuk penalaran probabilitas, soal no 7 dan 8 untuk penalaran korelasional dan
soal 9 dan 10 untuk penalaran kombinatorial (Haryanto, 2006: 68).
Bentuk tesnya terdiri atas ilustrasi masalah dan jawaban pilihan ganda serta
alasannya, kecuali untuk item penalaran kombinatorial. Setiap jawaban dan alasan
yang betul diberi skor 1. Jawaban benar yang tidak disertai alasan yang benar diberi
skor 0. Khusus untuk item no 9 dan 10 skor 1 diberikan pada jawaban yang lengkap
dan 0 untuk jawaban tidak lengkap (Haryanto 2006:45). Menurut Valanides
(1996:101) perolehan skor 0-1 untuk kategori konkrit, skor 2-3 untuk kategori
transisi, dan 4-10 untuk kategori formal.
Menurut Tobin dan Capie (1981), TOLT memiliki reliabilitas keseluruhan tes
tertinggi yaitu sebesar 0,85 dan berkisar dari 0,50-0,82 untuk masing-masing subtes.
reliabilitas yang tinggi. TOLT telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh
Sumarmo (1987) dan dilaporkan memiliki reliabilitas 0,66.
Berdasarkan pertimbangan tersebut tes ini dipilih karena dapat mengukur
penalaran formal dan merupakan tes kelompok yang cocok diujikan terhadap subjek
yang banyak dalam waktu bersamaan (Tobin & Capie, 1981; Sumarmo, 1987). Hasil
perolehan skor TOLT terangkum dalam Gambar 3.1
Gambar 3.1 Hasil Perolehan Tes TOLT
4. Angket
Angket yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
sikap siswa terhadap pembelajaran konsep dunia tumbuhan dengan menggunakan
pendekatan klasifikasi. Pemberian angket dilakukan setelah semua kegiatan
pembelajaran berakhir yaitu setelah pascates. Angket diberikan kepada 40 orang
Tabel 3.7 Kisi-kisi Angket
Variabel Indikator No. Soal Jumlah
Pendekatan
Pengujian validitas angket menggunakan uji korelasi Pearson Product
Moment sedangkan pengujian reliabilitasnya menggunakan metode Alpha. Kriteria
pengujian validitas angket adalah jika r hitung > r tabel (0,312)
, maka item-item
pertanyaan berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan valid), dan pada
keadaan lain item soal tidak valid, sementara kriteria pengujian reliabilitas adalah
pengujian kurang dari 0,6 adalah kurang baik, sedangkan 0,7 sedang dan di atas 0,8
adalah baik (Priyatno, 2010: 98). Rekapitulasi hasil pengujian angket terangkum
dalam Tabel 3.8. (Hasil pengujian selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C).
Tabel 3.8 Rekapitulasi Hasil Validitas dan Reliabilitas Angket Item
pernyataan Nilai r hitung Nilai Cronbach’s Alpha Kesimpulan
Lanjutan Tabel 3.8
Item
pernyataan Nilai r hitung Nilai Cronbach’s Alpha Kesimpulan
13 0,656 0,744 valid dan reliabel
14 0,555 0,759 valid dan reliabel
15 0,656 0,744 valid dan reliabel
5. Observasi
Lembar observasi digunakan untuk melihat aktivitas siswa dan guru selama
proses pembelajaran berlangsung. Aktivitas siswa yang diamati meliputi keaktifan
siswa dalam mengamati tumbuhan, mencari dan menentukan dasar pengelompokan,
kemampuan mengelompokan tumbuhan menjadi kelompok-kelompok kecil,
bekerjasama dalam kelompok, dan membuat kesimpulan di akhir pembelajaran.
Observasi dilakukan oleh peneliti dan satu orang guru biologi. Lembar observasi
siswa dan guru dapat dilihat pada Lampiran B.
F. Tahap Penelitian
Penelitian dilakukan dalam tiga tahap kegiatan yaitu: tahap persiapan, tahap
pelaksanaan dan tahap pengolahan data.
1. Tahap Persiapan Penelitian
Pada tahap ini dilakukan beberapa kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka
persiapan pelaksanaan penelitian, diantaranya: studi kepustakaan mengenai
pembelajaran biologi melalui pendekatan klasifikasi, menyusun instrumen penelitian,
melakukan observasi pembelajaran di sekolah dan berkonsultasi dengan guru biologi
untuk menentukan waktu dan teknis pelaksanaan penelitian, melakukan pemilihan
tentang strategi pembelajaran melalui pendekatan klasifikasi, serta menguji coba
instrumen penelitian, mengolah data hasil uji coba instrumen tersebut.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Pada tahap ini kegiatan diawali dengan memberikan prates untuk mengetahui
pengetahuan awal siswa dalam penguasaan konsep, penalaran, dan keterampilan
klasifikasi. Setelah prates dilakukan, maka dilanjutkan dengan pelaksanaan
pembelajaran melalui kegiatan praktikum dengan menggunakan pendekatan
klasifikasi. Pada guru tersebut sebelumnya telah diberikan informasi tentang
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan klasifikasi. Peneliti bertugas sebagai
observer dan partner guru, dan pembelajaran dilaksanakan sesuai jadwal yang telah
direncanakan.
Observasi pada kelas dilakukan oleh dua orang pengamat. Jumlah pertemuan
di kelas adalah lima kali pertemuan. Peneliti menggunakan catatan lapangan untuk
memantau dan mengawasi pelaksanaan pembelajaran di kelas serta untuk
memastikan bahwa perlakuan yang diberikan pada kelas tersebut berjalan sesuai
dengan rancangan penelitian.
Setelah seluruh kegiatan pembelajaran selesai, dilakukan tes akhir (pascates).
Pelaksanaan tes penguasaan konsep, penalaran, dan keterampilan klasifikasi
masing-masing 25 menit. Selain pascates, diberikan pula angket terhadap beberapa siswa
yang dipilih secara acak.
3. Tahap Pengolahan Data
Data-data yang diperoleh dari hasil prates dan pascates dianalisis secara
statistik sedangkan hasil angket menggunakan persentase dan dianalisis secara
a. Menghitung skor hasil prates, pascates, dan n-gain pada tes penguasaan konsep,
penalaran, dan kemampuan klasifikasi.
b. Melakukan pengujian prasyarat penelitian yang meliputi uji normalitas, uji
homogenitas, dan uji linieritas pada tes penguasaan konsep, tes penalaran, dan tes
klasifikasi dengan bantuan program SPSS 17 for windows. Uji normalitas
digunakan untuk mengetahui apakah populasi data berdistribusi normal atau
tidak. Uji normalitas yang digunakan adalah uji Liliefors dengan melihat nilai
pada tabel Shapiro-Wilk dengan alasan bahwa jumlah sampel yang besar
(Priyatno, 2010:71). Uji homogenitas varians digunakan untuk mengetahui
apakah beberapa varian populasi data adalah sama atau tidak. Pengujian
homogenitas menggunakan uji Homogeneity of Varians (Levene Statistic),
dengan kriteria pengujian, jika nilai signifikansi lebih dari 0,05 maka dapat
dikatakan bahwa varian dari dua kelompok data adalah sama. Berdasarkan hasil
pengujian statistik diperoleh nilai signifikansi pada tes konsep dan tes klasifikasi
baik data prates, pascates, dan n-gain, semuanya menunjukkan normal dan
homogen, tetapi pada TOLT hanya data n-gain yang menunjukkan normal serta
homogen. Rekapitulasi hasil pengujian normalitas dan homogenitas terangkum
dalam Tabel 3.9.
Tabel 3.9 Hasil Pengujian Normalitas dan Homogenitas Nilai Signifikansi
Data Normalitas Homogenitas Kesimpulan
Tes Konsep
Prates 0,66 0,41 Normal dan homogen Pascates 0,65 0,09 Normal dan homogen
N-gain 0,91 0,29 Normal dan homogen
Tes Klasifikasi
Prates 0,51 0,97 Normal dan homogen
Pascates 0,78 0,12 Normal dan homogen
Lanjutan Tabel 3.9
Nilai Signifikansi
Data Normalitas Homogenitas Kesimpulan
TOLT
Prates 0,00 0,24 Tidak normal tapi
homogen
Pascates 0,00 0,04 Tidak normal dan tidak homogen
N-gain 0,43 0,40 Normal dan homogen
Uji linieritas digunakan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai
hubungan yang linier atau tidak secara signifikan. Uji linieritas merupakan
pengujian prasyarat dalam analisis korelasi atau regresi linier (Priyatno, 2010:
73). Kriteria pengujiannya adalah dua variabel dikatakan mempunyai hubungan
yang linier bila signifikansi (linierity) kurang dari 0,05. Data yang digunakan
untuk menguji linieritas diambil dari N-gain tes konsep, tes klasifikasi, serta
TOLT. Rekapitulasi pengujian linieritas terangkum dalam Tabel 3.10.
Tabel 3.10 Hasil Pengujian Linieritas
No Hubungan Data N-gain Nilai
Signifikansi Kesimpulan 1 Tes Klasifikasi - Tes Konsep 0,000 Terdapat hubungan linier 2 Tes Klasifikasi – TOLT 0,000 Terdapat hubungan linier 3 TOLT - Tes Konsep 0,000 Terdapat hubungan linier
c. Melakukan uji statistik yang sesuai dengan kriteria data. Uji statistik yang
digunakan meliputi:
1) Analisis terhadap perbedaan dua rata-rata, yaitu: uji t independen, untuk
mengetahui rata-rata dua kelompok sampel yang tidak berhubungan. Kriteria
pengujian adalah jika t hitung > t tabel dan signifikansi < 0,05, maka hipotesis
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dalam hasil belajar
pada kedua gender.
2) Analisis korelasi (Bivariate Correlation) digunakan untuk mengetahui
keeratan hubungan antara dua variabel dan untuk mengetahui arah hubungan
yang terjadi. Pada penelitian ini menggunakan metode Product Moment
Pearson. Nilai korelasi (r) berkisar antara -1 sampai 1. Menurut Priyatno
(2010) nilai semakin mendekati -1 atau 1 berarti hubungan dua variabel
semakin lemah, sebaliknya nilai mendekati 0 berarti hubungan dua variabel
semakin lemah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
positif antara tes klasifikasi, tes konsep, dan TOLT.
3) Uji Regresi linier, digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen. Kriteria pengujian menggunakan uji
t, jika t hitung > t tabel, maka hipotesis diterima artinya terdapat pengaruh
variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ketiga tes (tes klasifikasi, tes konsep, dan TOLT) saling
G. Alur Penelitian
Alur penelitian ini dirancang untuk memudahkan dalam pelaksanaan
penelitian. Secara bagan alur penelitian terlihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Diagram Alur Penelitian Studi Pendahuluan: Identifikasi
Masalah, Rumusan Masalah, Studi Literatur, dll
Pengembangan & Validasi:
Bahan Ajar, Pendekatan Pembelajaran, Instrumen Penelitian dan Ujicoba
Pemilihan Responden Penelitian
Prates
Pelaksanaan Pembelajaran melalui Pendekatan Klasifikasi
Pascates
Observasi dan angket sikap siswa Pengumpulan Data
Analisis Data
72 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa
penerapan pendekatan klasifikasi pada pembelajaran dunia tumbuhan dapat
meningkatkan penguasaan konsep (kategori sedang) dan tingkat penalaran siswa
(kategori rendah) terutama pada tingkat transisi dan gender perempuan. Pencapaian
konsep yang ditemukan meliputi tingkat konkrit, identitas, klasifikatori, dan masih
ada yang belum mencapai tingkat formal terutama gender laki-laki. Pencapaian
tingkat klasifikasi dan seriasi yang teridentifikasi meliputi klasifikasi biner,
klasifikasi bertingkat, seriasi sederhana, seriasi ganda, serta masih ada yang belum
mencapai tingkat seriasi kesimpulan lengkap yaitu gender laki-laki. Profil
penguasaan konsep pada kedua gender siswa meliputi konsep tertinggi tentang
Pteridophyta sedangkan konsep terendah tentang ciri-ciri Plantae. Profil kemampuan
klasifikasi tertinggi adalah memberinama tumbuhan sedangkan terendahnya adalah
mengontraskan ciri. Profil penalaran siswa meliputi tingkat formal (51,43%), tingkat
transisi (43,81%), dan tingkat konkrit (4,76%). Profil jenis-jenis penalaran tertinggi
adalah penalaran kombinatorial dan penalaran terendah adalah penalaran
korelasional. Penerapan pendekatan klasifikasi mampu merubah tingkat penalaran
dari tingkat konkrit ke tingkat formal pada gender perempuan sedangkan pada gender
laki-laki hanya mampu merubah dari tingkat konkrit ke transisi.
Terdapat hubungan yang bersifat sedang dan positif antara kemampuan
kemampuan klasifikasi dan penalaran (0,654) sedangkan hubungan terendah antara
kemampuan klasifikasi dan penguasaan konsep.
B. Saran
Penelitian ini mengandung beberapa keterbatasan diantaranya: pertama,
berkaitan dengan penarikan jumlah sampel dan populasi sehingga penelitian ini
hanya berlaku diterapkan pada populasi kelas X di SMAN 1 Kadipaten dan
SMA-SMA yang mempunyai karakteristik sama dengan sampel penelitian. Kedua,
berkaitan dengan pengembangan pendekatan pembelajaran, dalam hal ini pendekatan
klasifikasi yang dilakukan belum mencapai tahap pengelompokan takson rendah
(dari ordo hingga species) tetapi hanya mencapai tingkat divisi dan kelas.
Berdasarkan deskripsi temuan dan pembahasan, disarankan agar para guru
dalam mengajar mempertimbangkan tingkat penalaran siswa. Biaya tes TOLT tidak
mahal dan pemeriksaannyapun mudah dan cepat. Pengetahuan tentang tingkat
perkembangan intelektual ini hendaknya dijadikan dasar oleh guru dalam pemilihan
strategi mengajarnya.
Bagi peneliti lain, pertama hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk
penelitian selanjutnya yang lebih mendalam sehingga dapat menambah khasanah
penelitian tentang teori klasifikasi dan Piaget. Kedua, perlu dilakukan penelitian
lanjutan terhadap aspek lainnya yang berkaitan dengan kemampuan klasifikasi dan
perkembangan intelektual sehingga dapat meningkatkan mutu pembelajaran biologi.
Ketiga, perlu dilakukan pengembangan model klasifikasi yang cocok bagi tiap-tiap
konsep biologi. Keempat, perlu dikembangkan strategi pembelajaran yang dapat
74
DAFTAR PUSTAKA
Adang, J. (1993). “Mengembangkan Kreativitas dalam Berpikir Melalui Pengajaran Sains”. Jurnal Pengajaran MIPA, 1(1), 31-38.
Amin, B.D., & Suryansari, K. (2002). Pengaruh Kemampuan Penalaran FormaL terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas II SMA Negeri 1 Sungguminasa Kabupaten Gowa. Transformasi Jurnal Ilmiah Pendidikan MIPA. FMIPA UNM Makasar. 6(4).314-328.
Anderson, L.W. & Krathwohl, D.R. (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assesing ( A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives). New York: Addison Wesley-Longman Inc.
Arikunto, S. (2006). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Arifin, Z. (2010). Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, dan Prosedur. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Ates, S., & Cataloglu, E. (2007). The effect of student’s cognitive style on conceptual understanding and problem solving skills in introductory mechanics. Research in Science and Technological Education. 25,(2).167-178.
Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP
Benbow, C.P., & Stanley, J.C. (1982). Consequences in high school and college of sex differences in mathematical reasoning ability: a longitudinal perspective. Journal of American Educational Research Assosiation. 19, (4). 598-622
Bybee, R.W. & Sund, R.B. (1986). Piaget for Educators. 2nd Ed. Columbus: Charles E. Merrill Publishing Co.
Campbell, N.A.,Reece, J.B.,& Mitchell, L.G. (2003). Biologi. jilid 2 edisi kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Cepni S., Shayer, M., & Adey, P.S. (2004). Turkish middle school students’cognitive development level in science. Asia-Pacific Forum on Science Learning and Teaching.
5 April 2004. 1 – 23.
Costa, L.A. (1998). Developing Minds A Resource Book for Teaching Thinking. Alexandria: Assosiation for Supervision and Curriculum Departement
Dahlan, J. A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematik Siswa Sekolah Menengah Lanjutan Pertama melalui Pendekatan Pembelajaran Open-Ended. Disertasi PPS UPI Bandung. Bandung: Tidak diterbitkan
Dalyono, M. (2005). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Dee, T. (2010). Pengaruh Gender Guru terhadap Prestasi Siswa. [online]. Tersedia. http//www.kompas.com. [10 Nopember 2011]
Erman. (2008). Intervensi Berkelanjutan dalam Pembelajaran IPA untuk Memacu Perkembangan Kemampuan Berikir Abstrak Siswa. Makalah Simposium Tahunan Penelitian Pendidikan. Departemen Pendidikan Nasional. Universitas Negeri Surabaya.
Eysenck, Michael W. (1994). The Blackwell dictionary of cognitive psychology. Massachusetts: Blackwell Publishers. (Cetakan pertama tahun 1990).
Flavell, J.H. (1963). The Developmental Psychology of Jean Piaget. Princenton. N.J. Van Nostrand.
Fraenkel, J. R., & Wallen, N. E. (1993). How to Design and Evaluate Research in Education (second ed.). New York: McGraw-Hill Book Co.
Hapsari,I.F.R. (2010). Kemampuan Klasifikasi Logis dan Penguasaan Konsep Keanekaragaman Makhluk Hidup Siswa SMP Berdasarkan Tingkat Perkembangan Intelektua. Tesis Magister UPI Bandung. Bandung: Tidak diterbitkan
Hake, R.R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. Indiana: Indiana University
Haryanto, Z. (1999). Analisis Pola Pikir, Kemampuan Membaca Ilmiah dan Prestasi Belajar Fisika Siswa (Ditinjau dari Aspek Perbedaan Jenis Kelamin). Disertasi Doktor UPI Bandung. Bandung: Tidak diterbitkan
Higgins, E.T. (1991). Development of Self-regulatory and Self-evalution Process: Cost, Benefit, and Trade-offs. Minneapolis: University of Minnesota Press
Inhelder, B. & Piaget, J. (1969). The Early Growth of Logic in The Child. New York: W.W Norton & Company Inc.
Jamaluddin. (1997). Pembelajaran Konsep Keanekaragaman Hayati dengan Pendekatan Klasifikasi di SMU. Tesis Magister pada PPS UPI Bandung. Bandung: Tidak diterbitkan
Jeremy, E.C. (2005). Why Eucational Innovations Fail: An Individual Difference Perspective. Cleveland State University. 33, (2) 569 – 578.
Joyce, B., Weil, M. & Calhoun. (2000). Models of Teaching 6th Edision. New Jersey: Prentice-Hall Inc
Klausmeier, H.J. (1980). Learning and Teaching Concepts (A Strategy for Testing Applications of Theory). USA: Academic Press, Inc
Krause, K.L., Bochner, S., & Duchenes, S. (2007). Educational Psychology for Learning and Teaching. Australia: Nelson Australia Pty Limited.
Kuslan, L.J.,& Stone, H.A. (1968). Teaching Children Science: An Inquiry Approach. New York: Wadsworth Publishing Co, Inc.
Lang, H.R., & Evan, D.N. (2006). Models, Strategies, and Methods for Effective Teaching. USA: Pearson Education Inc.
Lawson, A.E. (1982). “a review of research on formal reasoning and science teaching”.Journal of Research in Science Teaching. 22(7). 569-617.
Loveless, A.R. (1989). Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Tumbuhan Tropik 2. Jakarta: Gramedia.
Marzano, R.J. (1988). Dimensions of Thinking: A Frame Work for Curriculum and Instruction. Alexandria, Virginia USA: Assosiation for Supervision and Curriculum Development.
Mulyasa, E. (2007). Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Piaget, J. (1971). Genetic Epistemology . New York: W.W Norton & Company, Inc.
Priyatno,D. (2010). Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS. Jakarta: Mediakom.
Presseisen, B.Z. (1985). Thinking Skills: Meaning, Models, Materials, dalam Developing Mind: A Resource Book for Teaching Thinking. Alexandria: ASCD.
Roadrangka, V.,& Yeany, R.H. (2006). A study of the relationship among type and quality of implementation of science teaching strategy, students formal reasoning ability, and student engagement. Journal of Research in Science Teaching. 22, (8). 743-759.
Russeffendi, E.T. (1980). Pengajaran Fisika Modern untuk Orangtua murid, Guru, dan SPG. Bandung: Tarsito.
Rustaman, N.Y. (1990). Kemampuan Klasifikasi Logis Anak (Studi tentang Kemampuan Abstraksi dan Inferensi Anak Usia Sekolah Dasar pada Kelompok Budaya Sunda). Disertasi Doktor. PPS IKIP Bandung: Tidak diterbitkan.
Rustaman, N.Y., & Srie Redjeki. (1994). Biologi 1 untuk SMP kelas 1. Jakarta: Depdikbud.
Schaie, K. Warner. (2007). Development influences on adult intelligence: the seattle longitudinal study, (Online). Tersedia: http://books.google.com/books. [1 Januari 2012].
Shadiq, F. (2009). Model-Model Pembelajaran Matematika SMP. Yogyakarta: Depdiknas.
Shayer, M., & Adey, P.S. (1992). Accelerating the development of formal thinking in middle and high school students II: post project effects on science achievement. Journal of Research in Science Teaching. 29,(1) 81 – 92.
Semiawan, C.,Tangyong, A.F.,Belen, S.,Matahelemual, Y., & Suseloardjo, W. (1985). Pendekatan Keterampilan Proses: Bagaimana Mengaktifkan Siswa dalam Belajar?. Jakarta: PT.Gramedia.
Soegiarti,T. (2006). Pembelajaran Mikrobiologi dengan Menggunakan Pendekatan Contextual Teaching and Learning dalam meningkatkan Kemampuan Berpikir Logis dan Penguasaan Konsep Mahasiswa UPI Non Eksakta. Tesis UPI. Bandung: Tidak diterbitkan
Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi IKIP Bandung. Bandung: Tidak Diterbitkan
Sungur, S., & Tekkaya,C. (2003). Students achievement in human circulatory system unit: The Effect of Reasoning Ability and Gender”. Journal of Sciences Education and Technology. 12(1). 59-64.
Suriasumantri, J.S. (2005). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Stiggins, R.J. (1994). Student-Centered Classroom Assesment. New York: Merrill-Mac Milan College Publishing Company.
Tawil, M. & Suryansari, K. (2008). Kemampuan Penalaran Formal dan Lingkungan Pendidikan Keluarga Dikaitkan dengan Hasil Belajar Fisika Siswa SMA Kelas X SMA Negeri 1 Sungguminasa Kabupaten Gowa. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. 14(75). 1047-1068
Tekkaya, C. & Yenilmez, A. (2006). Relationship among measures of learning orientation, reasoning ability, and conceptual understanding of Photosynthesis and Respiration in plants for grade 8 males and females. Journal of Elementary Science Education. 18(1)1-14
Tjitrosoepomo, G. 2009. Taksonomi Umum (Dasar-dasar Taksonomi Tumbuhan). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Tobin, K.G., & Capie, W. (1981). Development and validation a group Test of Logical Thinking. Educational and Psychological Measurenment. 41.413-424
Thomson, Anne. 2000. Critical reasoning: a practical introduction. London: Routledge.
Valanides, N.C. (1996). Formal reasoning and science teaching. School Science and Mathematics. 96, (2). 99-107
Watson, S., & Miller, T. (2009). Classification and the dichotomous key : tools for teaching identification. The Science Teacher.27,(2).50-54
Wiseman, F.L. (1981). “the teaching of college chemistry: role of student development level”. Journal of Chemical Education. 58, (3). 484 – 488.
Wood, J.T. (1993). Gendered Lives: Communication, Gender, and Culture. California: International Thomson Publishing
Zago, L., S. Moutier; S. Rossi, V. Beaucousin, F. Andersson, L. Petit, O. Houde, dan N. Tzourio-Mazoyer. (2007). Neural Correlates of Syllogistic Reasoning: A
Gender Effect?. [Online]. Tersedia