• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Terhadap Meningkatnya Kasus Perceraian Karena Perselingkuhan Diwilayah Hukum Pengadilan Negeri Pematangsiantar Antara Tahun 2014 Sampai Dengan Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Yuridis Terhadap Meningkatnya Kasus Perceraian Karena Perselingkuhan Diwilayah Hukum Pengadilan Negeri Pematangsiantar Antara Tahun 2014 Sampai Dengan Tahun 2016"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Berdasarkan ketentuan dalam pasal 28 (b) UUD 1945 menentukan bahwa

setiap warga negara berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan

melalui perkawinan yang sah.1 Sebagai warga negara Indonesia setiap

masyarakat diberikan hak untuk melanjutkan kehidupan mengenal pasangan

yang lain untuk membentuk suatu keluarga melalui perkawinan. Pada

ketentuannya mengenai perkawinan diatur secara khusus oleh

Undang-Undang terkait dengan syarat dan ketentuan perkawinan. Perkawinan menurut

Pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah ikatan

lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan

tujuan untuk menbentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.2 Pasal 2 memberikan penjelasan

bahwa pada aturannya perkawinan akan sah apabila memenuhi syarat berikut:3

(1) Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing

agamanya dan kepercayaannya itu;

(2)Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Untuk timbulnya suatu hak dan kewajiban perkawinan maka haruslah

menempuh prosedur perkawinan-perkawinan, agar perkawinan dikatakan sah

menurut undang-undang perkawinan adapun syarat dan ketentuannya sebagai

berikut:

a. Perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria mencapai umur 19 (Sembilan

belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun;

b. Kedua calon tersebut tidak boleh terikat dalam suatu perkawinan;

c. Bagin wanita yang baru bercerai harus menunggu sampai 300 hari sesudah

perceraian;

1

Pasal 28(b) Undang-Undang Dasar 1945 (Setelah Amandemen) 2

Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, Tentang Perkawinan 3

(2)

d. Tidak diperbolehkan atau dibenarkan perkawinan antara orang-orang yang

ada pertalian keluarga;

e. Harus ada izin dari orang tua atau walinya

Syarat-syarat perkawinan tersebut tentu akan menjadi mengikat dan

memberikan kewajiban untuk terpenuhinya bagi para pihak apabila ingin

membentuk rumah tangga. Apabila tidak terlaksananya sesuai dengan syarat

dan ketentuan berdasarkan aturan agamanya dan undang-undang perkawinan

maka tentu tidak sah perkawinan tersebut.

Pada dasarnya perkawinan yang berlaku pada suatu masyarakat tidak

terlepas dari pengaruh budaya atau lingkungan dimana masyarakat itu berada

serta pergaulan masyarakatnya yang dipengaruhi oleh pengetahuan,

pengalaman, kepercayaan, dan keagamaan yang dianut masyarakat yang

bersangkutan. Seperti halnya aturan perkawinan bangsa Indonesia dipengaruhi

oleh undang-undang perkawinan aturan agama, serta aturan adat. budaya adat

sendiri juga memberikan pengertian bahwa perkawinan merupakan sebagai

salah satu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat adat,

sebab perkawinan bukan hanya menyangkut kedua mempelai, tetapi juga

orangtua kedua belah pihak, saudara-saudaranya bahkan keluarga mereka

masing-masing. Menurut agama Islam, Kristen, Katolik, Budha, dan Hindu

perkawinan merupakan perjanjian yang suci atau sakral yang dilakukan

pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan agamanya masing-masing. Tujuan

dari perkawinan tersebut diharapkan dapat membentuk keluarga yang bahagia

dan kekal. Untuk itu apabila perkawinan telah dinyatakan sah suami-istri perlu

saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan

kepribadiaannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan materil.4

Setiap manusia tentu mengharapkan agar perkawinannya berjalan dengan

baik tanpa ada permasalahan yang berdampak buruk terhadap perkawinan

tersebut. Pada kenyataannya perkawinan tersebut tidak selalu baik seperti

4

(3)

yang didambakan banyak orang dalam perkawinan. Banyak

persoalan-persoalan yang tentu dapat terjadi dalam rumah tangga hingga masalah

tersebut kerap berujung hingga perceraian. Permasalahan dalam rumah tangga

pada dasarnya banyak terjadinya misalnya faktor ekonomi, tidak memiliki

anak, suami-istri yang tidak memberikan kewajibannya, suami yang

meninggalkan istrinya sangat lama, penganiayaan, dan berzinah atau

perselingkuhan baik yang dilakukan suami mapun istri. Masyarakat pada saat

ini banyak menghadapi perubahan sosial ekonomi yang serba cepat sehingga

pada dasarnya semua permasalahan dalam rumah tangga banyak terjadi

berawal dari ekonomi yang rendah hingga terjadi kekerasan dan perzinahan

dalam perkawinan. Masyarakat yang memiliki pola hidup semakin modern

tidak lagi memiliki perhatian diarahkan pada seputar penggarapan hukum

sebagai suatu sistem peraturan yang logis dan konsisten, akan tetapi hukum

lebih dikaitkan dengan perubahan-perubahan sosial. Dalam sebuah keluarga,

suami wajib melindungi dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup

berumah tangga sesuai dengan kekamampuannya dan istri wajib mengatur

urusan rumah tangga sebaik-baiknya, karena suami adalah kepala keluarga

dan tugas istri adalah sebagai ibu rumah tangga dalam keluarga.5

Berdasarkan ketentuan dalam pasal 38 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974

tentang perkawinan perceraian adalah putusnya perkawinan sedangkan

pengertian perceraian menurut doktrin hukum perdata adalah penghapusan

perkawinan dengan putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam

perkawinan itu.6 Pada kenyataannya semua agama baik Islam, Kristen,

Katolik, Budha, Hindu, tidak memperkenankan terjadinya perceraian dalam

perkawinan khususnya yang beragama Kristen dan Katolik tidak

membenarkan terjadinya perceraian dalam perkawinan karena perkawinan

hanya putus apabila kematian yang memisahkan, hal ini seirama dengan

prinsip hukum perkawinan nasional yang mempersulit terjadinya perceraian

kecuali terjadi kematian, dalam praktiknya permohonan perceraian khususnya

5

Bambang Suggono, Hukum & Kebijakan Publik, (Jakarta: Mondar Maju, 1994) hal.1. 6

(4)

bagi beragama Katolik jarang untuk dikabulkan, , akan tetapi para pihak tetap

dapat bercerai secara perdata namun secara katolik perceraian tersebut

dianggap tidak sah, dalam Gereja Katolik ada dua sifat utama dalam

perkawinan yaitu monogamy atau satu (unity) dan tak terceraikan

(indissolubility). Sifat monogamy menuntut suami-istri untuk setiapada satu

pasangan yang menjadi pilihan hidupnya, dengan kata lain Gereja Katolik

tidak mengenal adanya poligami atau poliandri. Sementara sifat tidak

terceraikan menuntut suami-istri untuk setia terhadap janji perkawinannya

dalam keadaan apapun. Pada dasarnya hukum katolik sangat menentang

adanya perceraian dalam perkawinan namun dalam Katolik diberikan prosedur

pembatalan perkawinan (anulasi) dan perpisahan perkawinan jika harus

dilakukan.

1. Pembatalan perkawinan, akibat hukum dari pembatalan perkawinan

tersebut ada pada kedua belah pihak yang telah dibatalkan perkawinannya

dapat melangsungkan perkawinan lagi. Adapun prosedur pembatalan

perkawinan sebagai berikut:

a. Untuk mengurus pembatalan perkawinan Gerejani, para pihak datang ke

Paroki Gereja kemudian akan dibantu untuk membuat dokumentasi yang

diperlukan sebelum para pihak akan dihadapkan ke Pengadilan Gerejani.

b. Pastor Paroki selanjutnya akan melihat alasan para pihak melakukan

perceraian,jika alasannya cukup untuk diterima maka kasus tersebut

dihadapkan ke Pengadilan Gerejani.

c. Apabila salah satu pihak ingin melangsungkan perkawinan lagi, maka

sahnya perkawinan dari yang pertama harus dibatalkan di Pengadilan

Gereja.

d. Apabila alasan para pihak untuk bercerai tidak ditemukan secara wajar,

maka para pihak tidak bias lagi melangsungkan pernikahan secara Katolik

yang artinya meskipun sudah bercerai secara sipil namun secara Gerejani

para pihak tetap masih terikat dengan suami maupun istri walaupun sudah

melangsungkan perkawinan lagi. Melalui uraian diatas bahwa perpisahan

(5)

Putusnya perkawinan dengan alasan perceraian bagi pasangan suami istri

yang beragama Katolik tidak diperbolehkan karena dalam perkawinan

terdapat asas monogami dan tak terceraikan sesuai dengan ajaran kitab

suci.

2. Pemisahan hukum perkawinan dilakukan seperti pisah ranjang dan meja

makan hal ini dilakukan dengan harapan muncul pengampunan dan

kerinduan antar pasangan dan berharap kembali menyatu sebagai keluarga

yang harmonis. Alasan yang menyebabkan dalam perkawinan hukum

Katolik sulit untuk perceraian adalah jika pernikahan telah dilakukan

dengan baptis maka pernikahan itu merupakan sakramen. Jika sakramen

tersebut telah disempurnakan dengan persetubuhan maka tidak dapat

diputus oleh kuasa manusiawi manapun dan atas alasan apapun selain

kematian.7

Dalam hal ini perceraian juga dijelaskan menurut agama Islam. Menurut

ajaran agama Islam perceraian diperbolehkan untuk dilakukan namun tetap

dibenci oleh Allah SWT, yang artinya pada dasarnya ajaran Islam tidak

menghendaki terjadinya perceraian antara suami-istri terjadi, apabila ini

merupakan jalan terbaik bagi kedua pihak maka dapat dilakukan . Hal ini

dilakukan agar tidak saling menyakiti dan menimbulkan mudarat dan terus

menerus sehingga Islam membuka peluang untuk berpisah melalui proses

perceraian.8 Seperti halnya agama Budha dan Hindu juga memperbolehkan

terjadinya perceraian dalam perkawinan.

Makna perkawinan yang sakral tidak sepenuhnya dipahami oleh para

pihak, meskipun undang-undang perkawinan dan aturan agama telah mengatur

alasan perceraian dengan cukup ketat tetapi masih saja perceraian terjadi

bahkan semakin marak ditahun-tahun terakhir ini, seiring dengan

perkembangan zaman yang semakin maju, pola pikir masyarakat terutama

didaerah perkotaan juga semakin meningkat. Bukan hanya peningkatan kearah

positif namun juga kearah yang negatif. Manusia semakin mementingkan diri

7

Purwo Hadiwardoyo, Perkawinan Menurut Islam dan Katolik,Implikasi dalam Kawin

Campuran, (Yogyakarta: Kanisius, 1990) hal.38.

8

(6)

sendiri dan semakin egois. Hal ini dapat dilihat bahwa para pihak tidak peduli

kepada rumah tangga, keluarga, dan juga kepada agama yang dianutnya.

Perzinahan atau perselingkuhan, ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga,

serta tidak ada kecocokan lagi adalah salah satu dari berbagai macam faktor

yang menyebabkan permasalahan dalam rumah tangga hingga perceraian

melalui jalur pengadilan menjadi pilihan bersama.9

Pengadilan Negeri merupakan pengadilan tingkat pertama, sebagai badan

atau instansi yang melaksanakan sistem peradilan berupa memeriksa,

megadili, dan memutus perkara. Perkara perceraian khususnya yang beragama

non-muslim, pada tingkat pertama kasus perceraian didaftarkan pada

Pengadilan Negeri. Masalah perceraian khususnya pada Pengadilan Negeri

Pematangsiantar bukanlah menjadi hal yang baru, karena meningkatnya

persoalan rumah tangga hingga terjadi perceraian yang menjadi catatan sendiri

bagi hukum di Pengadilan Negeri Pematangsiantar bahwa makna perkawinan

tidak lagi sejalan dengan kenyataannya. Akan tetapi, sebelum perkara

perceraian dilanjutkan dilingkungan peradilan terlebih dahulu adanya mediasi.

Aturan ini terdapat dalam pasal 4 Peraturan Mahkamah Agung RI No. 01

tahun 2008 yang mengatakan bahwa seluruh sengketa perdata yang diajukan

ke pengadilan tingkat pertama wajib terlebih dahulu diupayakan penyelesaian

damai dengan bantuan mediator sebagai pihak ketiga yang netral dan impartial

untuk membantu mereka dalam mendiskusikan penyelesaian sengketa dan

mencoba menggugah para pihak untuk menegosiasikan suatu penyelesaian

dari sengketa, hal ini dapat memberi manfaat yang besar bagi para pihak,

karena melalui mediasi akan dicapai kesepakatan dan solusi yang memuaskan

dan terselesaikannya problem yang menjadi penyebab keretakan rumah tangga

sehingga keutuhan rumah tangga tetap terjaga, namun tidak jarang mediasi

mengalami kegagalan, hal ini dikarenakan tidak terjadinya kesepakatan

diantara kedua pihak yang bersangkutan dan apabila hal ini terjadi maka jalan

satu-satunya yaitu melalui jalur litigasi.

9

(7)

Pada dasarnya pelaksanaan mediasi tidak memberikan hasil yang baik,

banyak para pihak tidak memperoleh kesepakatan bersama sehingga jalur

litigasi di Pengadilan Negeri menjadi pilihan terhadap perkawinan para pihak.

Berdasarkan klasifikasi data perceraian pada Pengadilan Negeri

Pematangsiantar salah satu dari sekian faktor yang menjadi penyebab

banyaknya perceraian, adalah kasus perzinahan atau perselingkuhan hal ini

terjadi dikarenakan adanya tekanan ekonomi dalam rumah tangga dan cara

hidup dan pandangan hidup yang berbeda. 10 Adapun klasifikasi data

perceraian akibat perselingkuhan di Pengadilan Negeri Pematangsiantar dari

tahun 2014 sampai dengan tahun 2016, dapat dilihat pada table 1 berikut:

Tabel 1

Klasifikasi Perkara Perceraian Akibat Perselingkuhan Tahun 2014 Pada Pengadilan Negeri Pematangsiantar.

NO Nomor

Perkara

Penggugat Tergugat Klasifikasi Perkara

1 No.01/pdt.G/20

Ali (Suami) C.Pin (Istri) Perceraian akibat

perselingkuhan Sumber: Berdasarkan data pada Pengadilan Negeri Pematangsiantar Tahun 2014

10

(8)

Tabel 2

Klasifikasi Perkara Perceraian Akibat Perselingkuhan Tahun 2015 Pada Pengadilan Negeri Pematangsiantar.

NO NomorPerkara Penggugat Tergugat Klasifikasi Perkara

1 No.01/pdt.G/2

B.C.Aruan (Suami) Perceraian akibat perselingkuhan

C.Ginting (Suami) Perceraian akibat perselingkuhan

L.Nababan (Suami) Perceraian akibat perselingkuhan

(9)

Tabel 3

Klasifikasi Perkara Perceraian Akibat Perselingkuhan Tahun 2016 Pada Pengadilan Negeri Pematangsiantar.

NO Nomor Perkara Penggugat Tergugat Klasifikasi

Perkara

Sumber: Berdasarkan data pada Pengadilan Negeri Pematangsiantar Tahun 2016

Berdasarkan klasifikasi data dari tahun 2014 sampai tahun 2016 diatas

dapat dilihat bahwa perkara perceraian akibat perselingkuhan dari tahun

ketahun mengalami peningkatan di Pengadilan Negeri Pematangsiantar. Hal

ini tentu menjadi menarik perhatian penulis untuk dilakukan penelitian.

Berdasarkan hal ini maka dilakukan penulisan hukum/skripsi mengenai

Tinjauan Yuridis Terhadap Meningkatnya Kasus Perceraian Karena

Perselingkuhan Diwilayah Hukum Pengadilan Negeri Pematangsiantar Antara

(10)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas maka, permasalahan

dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana pandangan Hukum Kristen terhadap perceraian dalam

perkawinan?

2.Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan peningkatan perceraian karena

perselingkuhan di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Pematangsiantar?

3.Bagaimanakah akibat dari perceraian terhadap perkawinan di Wilayah

Hukum Pengadilan Negeri Pematangsiantar?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. untuk mengetahui dan menganalisis padangan hukum Kristen terhadap

kasus perceraian dalam perkawinan.

2. Untuk mengetahui faktor penyebab peningkatan perceraian karena

perselingkuhan di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Pematangsiantar.

3. Untuk mengetahui pengaruh dari perceraian terhadap perceraian.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dalam usulan ini adalah:

1. Teoritis

Bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan perkembangan

bidang hukum tertentu khususnya perdata mengenai meningkatnya kasus

perceraian karena perselingkuhan diwilayah hukum Pengadilan Negeri

Pematangsiantar.

2. Praktis

a. Bagi Pemerintah

Hasil penelitian ini diharapkan bagi perumusan peraturan

perundang-undangan, hasil penelitian ini bermanfaat memberikan masukan dalam

rangka menilai isi peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini

dan memberikan saran terhadap isi peraturan perundang-undangan

tersebut, selanjutnya dapat dijadikan masukan apabila akan dilakukan

(11)

b. Bagi Pengadilan

Hasil penelitian ini diharapkan bagi Pengadilan Negeri Pematangsiantar

dapat memberikan masukan dan saran yang bermanfaat bagi

Pengadilan.

c. Bagi Masyarakat Umum

Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan penjelasan bagi

masyarakat umum tentang hal-hal yang berhubungan dengan

perceraian.

E. Keaslian Penelitian

Penulisan hukum/skripsi ini merupakan hasil karya dan bukan merupakan

duplikasi ataupun plagiasi dari karya ilmiah lainnya. Hal ini dapat

dibandingkan dengan penelitian yang pernah dilakukan sebagai berikut:

1. Nama: Nadia Mira Noviasari, NIM: C100050228, Fakultas Hukum

Universitas Muhammadiyah Surakarta, Tahun 2010. Judul: Proses

Penyelesaian Perceraian Karena Faktor Kekerasan Dalam Rumah Tangga

(Studi Kasus Di Pengadilan Surakarta).

Rumusan Masalah dari Penelitian ini adalah:

1. Bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga yang manakah yang

diakhiri dengan perceraian?

2. Bagaimanakah proses peradilan dalam perceraian yang diakibatkan oleh

tindak kekerasan di Pengadilan Agama Surakarta dalam pengaturannya?

3. Hambatan-hambatan apasajakah yang ditemui dalam pengajuan

perceraian dengan alasan tindak kekerasan di Pengadilan Agama

Surakarta?

2. Nama: Meilisa Fitri Harahap, NIM: 07140216, Fakultas Hukum Universitas

Andalas, Tahun 2011. Judul: Penyelesaian Perceraian Beda Agama Di

Indonesia (Studi Kasus Yuni Shara-Hendry Siahaan).

Rumusan Masalah dari penelitian ini adalah:

(12)

2. Apa alasan suatu peradilan di Indonesia menerima perkara perceraian

beda agama?

3. Bagaimana akibat hukum terhadap anak dan harta dari perceraian beda

agama?

3. Nama: Yani Tri Zakiyah, NIM: 3450401074, Fakultas Ilmu Sosial

Universitas Negeri Semarang, Tahun 2005. Judul: Latar Belakang Dan

Dampak Perceraian (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Wonosobo)

Rumusan Masalah dari Penelitian ini adalah:

1. Faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi terjadinya perceraian?

2. Bagaimana proses perceraian di Pengadilan Agama?

3. Bagaimana dampak perceraian terhadap para pihak?

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian hukum yang dipergunakan dalam penyusunan skripsi

adalah metode penelitian hukum normatif. (penelitian hukum kepustakaan)

yang merupakan penelitian yang mengkaji studi dokumen, yakni

menggunakan berbagai data sekunder seperti peraturan

perundang-undangan, keputusan pengadilan, teori hukum, dan dapat berupa pendapat

para sarjana.

Sifat dari penelitian skripsi adalah bersifat deskriptif analisis, deskriptif

berarti bahwa penelitian menggambarkan suatu peraturan hukum dalam

konteks teori-teori hukum serta pelaksanaannya. Sedangkan analisis hukum

penelitian akan menjelaskan secara cermat dan menyeluruh serta sistematis

terhadap aspek pelaksanaannya.11

2. Sumber Data

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:

11

(13)

a. Data Primer diperoleh secara langsung dari narasumber tentang obyek

yang diteliti. Menurut Soerjono Soekanto data primer adalah data yang

diperoleh secara langsung dari masyarakat.12

1. Bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan, yaitu:

a. UUD 1945 Pasal 28 (b) tentang setiap orang berhak membentuk

keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.

b. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 1 tentang Perkawinan.

c. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata BW(Burgerlijk Wetboek).

d. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan

Undang-Undang No.1 Tahun 1975 tentang Perkawinan.

e. Peraturan Mahkamah Agung RI No. 01 Tahun 2008 Pasal 4 tentang

Mediasi.

b. Data Sekunder yang memberikan penjelasan terhadap bahan primer,

diperoleh melalui media perantara atau secara tidak langsung yang

berupa buku, catatan, bukti yang telah ada, atau arsip baik yang

dipublikasikan maupun yang tidak dipublikasikan secara umum. Bahan

hukum sekunder yaitu berupa buku-buku hukum termasuk skripsi, tesis,

dan disertasi hukum dan jurnal-jurnal hukum, yang berkaitan dengan

peningkatan kasus perceraian Diwilayah Hukum Pengadilan Negeri

Pematangsiantar.13

c. Data Tersier data yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap

bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tertier yaitu berupa

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kamus Hukum, Literatur,

Website, yang berkaitan dengan peningkatan kasus perceraian Diwilayah

Hukum Pengadilan Negeri Pematangsiantar.14

12

Soejono Soekanto dan Sri Madmuji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, Edisi 1-9, 2006) hal.12.

13

Peter Mahmud Marzaki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Grup, 2005) hal.195-196.

14

(14)

3. Metode Pengumpulan Data

a. Studi kepustakaan dilakukan untuk mempelajari bahan hukum primer

yang berupa Peraturan Perundang-undangan, bahan hukum sekunder

yang berupa pendapat hukum dan bahan pendapat hukum hasil

penelitian, jurnal hukum, majalah, surat kabar, internet, serta makalah

tentang perkawinan dan perceraian.

b. Wawancara adalah suatu metode pengumpulan data yang dilakukan

kepada narasumber secara langsung baik terhadap satu orang maupun

lebih dengan proses Tanya-jawab tentang obyek yang diteliti,

berdasarkan pedoman wawancara yang telah disusun sebelumnya.

Adapun wawancara dengan narasumber ditujukan kepada:

1. Pastor Paroki Gereja Katolik Santa Maria;

2. Simon C.P. Sitorus, S.H (Hakim);

3. Heriwaty Sembiring, S.E.,S.H Panitera Muda Perdata (Panmud);

4. Pihak yang bercerai akibat perselingkuhan.

4. Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian ini dilakukan pada Pengadilan Negeri

Pematangsiantar, beralamat di Jl.Jenderal Sudirman No.15.

Pematangsiantar.

5. Analisis Data

Metode analisis dalam penelitian ini adalah metode analisis kualitatif.

Metode penelitian kualitatif adalah suatu cara analisis hasil penelitian yang

menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu data yang dinyatakan oleh

responden secara tertulis atau lisan serta juga tingkah laku yang nyata, yang

diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.15 Analisis terhadap data

penelitian kemudian secara logis dan sistematis dilakukan analisis terhadap

data-data perceraian akibat perselingkuhan pada Pengadilan Negeri

Pematangsiantar yang bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab

15

(15)

terjadinya peningkatan perceraian akibat perselingkuhan pada Pengadilan

Negeri Pematangsiantar.

Penarikan kesimpulan untuk menjawab permasalahan dilakukan dengan

menggunakan logika berfikir deduktif. Metode deduktif dilakukan dengan

membaca, menafsirkan, dan membandingkan hubungan-hubungan konsep,

asas, kaidah yang terkait sehingga memperoleh kesimpulan yang sesuai

dengan tujuan penulisan yang dirumuskan.16

G. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan hukum ini terdiri dari 3 (tiga) bab yang

saling berkaitan, yakni:

BAB I: Pendahuluan membahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, metode

penelitian, serta sistematika penelitian.

BAB II: Membahas tentang pengertian perceraian, alasan-alasan perceraian, akibat hukum perceraian dan factor-faktor yang menyebabkan

percraian pada umumnya.

BAB III: Membahas tentang pandangan Hukum Kristen terhadap kasus perceraian dalam perkawinan.

BAB IV: Membahas tentang jumlah peningkatan kasus perceraian karena perselingkuhan yang terjadi di wilayah Hukum Pengadilan Negeri

Pematangsiantar, serta faktor-faktor dan akibat dari perceraian

terhadap perkawinan.

BAB V: Bab yang berisi tentang penutup, bab ini terdiri dari 2 (dua) pembahasan yaitu kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan

Tinjauan Yuridis Terhadap Meningkatnya Kasus Perceraian Karena

Perselingkuhan Diwilayah Hukum Pengadilan Negeri

Pematangsiantar Antara Tahun 2014 Sampai dengan Tahun 2016.

16

Gambar

Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3

Referensi

Dokumen terkait

dihasilkan oleh konfigurasi kabel dengan sudut 0 ⁰ memberikan nilai yang sangat ekstrim dikarenakan pada konfigurasi tersebut tidak mampu memberikan kekangan

Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan dapat dilihat dari tiga hal, yaitu obyek penelitian (Pada umumnya, obyek penelitian terdahulu adalah karyawan

Penelitian ini betujuan untuk melihat pengaruh lingkungan bisnis, perencanaan strategi, dan inovasi terhadap kinerja perusahaan daerah. Dalam penelitian ini metode

Pada kelompok responden dengan kemandirian belajar rendah, penguasaan konsep biologi yang diajar menggunakan model pembelajaran Kooperatif STAD lebih tinggi

[r]

–   Long-term Development Plan 2005-2024: 4 objectives: a) creating good and clean governance, free from corruption and nepotism, b) high quality of public services, c)

[r]

n   Perbandingan gaji terndah dan tertinggi 1:3.3 sehingga kenaikan pangkat hanya diikuti dengan kenaikan gaji yang tidak berarti;a.   Tunjangan jabatan struktural,