• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Framing Terhadap Pemberitaan Basuki Tjahaja Purnam Atau Ahok Dalam Kasus Surah Al-Maidah Ayat 51 di MetroTV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Framing Terhadap Pemberitaan Basuki Tjahaja Purnam Atau Ahok Dalam Kasus Surah Al-Maidah Ayat 51 di MetroTV"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Paradigma Kajian

Penelitian ini merupakan upaya untuk menentukan kebenaran berdasarkan model-model tertentu atau yang biasa disebut paradigma. Menurut Bogdan dan Biklen ( 1982, dalam Moleong, 2006: 49), paradigm merupakan kumpulan besar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian.

Paradigma yang penelitian gunakan dalam penelitian ini adalah paradigma kontruktivis. Menurut Ardianto dan Q-Anees (2007:151), paradigma kontruktivis menanggapi subjek sebagai faktor sentral dalam komunikasi serta hubungan sosialnya. Pengetahuan individu merupakan hasil kontruksi sosial berdasarkan proses kognitif dengan interaksi terhadap dunia dan bukan tiruan dari kenyataan. Paradigma ini juga menekankan bahwa penelitian dan fenomena yang diteliti menyatu sebagai suatu entitas. Temuan peneliti merupakan hasil interaksi penelitian dengan yang diteliti. Kontruksi mental individu digali dan dibentuk setting alaimiah.

2.2.1 Komunikasi

Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berhubungan dengan manusia yang lain. Oleh karenanya perlu dilakukan komunikasi agar mereka dapat saling berhubungan satu sama lain. Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah kebutuhan yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat.

(2)

bahasa latin yakni communis yang berarti “sama”, communico, communicatio, atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make common), atau dalam bahasa inggris communication.

Harold Lasswell memberikan pengertian komunikasi melalui paradigm yang dikemukakannya dalam karyanya The Structire abd Function of Communication in Society. Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi adalah menjawab pertanyaan “Who Says In Which Channel To Whom With What Effect?” (dalam Effendy, 2006:9).

Paradigma Lasswell menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan, yaitu:

1. Who: komunikator: Orang yang menyampaikan pesan.

2. Says What: Pernyataan yang didukung oleh lambang-lambang.

3. In Which Channel: Media, sarana atau saluran yang mendukung pesan yang disampaikan.

4. To Whom: Komunikan, Orang yang menerima pesan.

5. With What Effect: efek dampak sebagai pengaruh pesan atau dapat juga

dikatakan sebagai hasil dari proses komunikasi.

Berdasarkan paradigma Lasswell tersebut komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang

menimbulkan efek tertentu.

Menurut Carl I. Hovland, ilmu komunikasi adalah suatu usaha yang sistematis untuk merumuskan secara tegas azas-azas dan atas azas tersebut disampaikan informasi serta dibentuk pendapat dan sikap (Amir Purba, 2006: 29-30). Maksudnya adalah subjek studi ilmu komunikasi bukan saja penyampaian informasi, melainkan pembentukan pendapat umum dan sikap publik yang dalam kehidupan sosial dan politik memainkan peranan penting.

(3)

mereka itu bersifat komunikatif. Sebaliknya, jika ia tidak mengerti maka komunikasi tidak berlangsung dan dengan kata lain hubungan antara orang-orang itu tidak komunikatif.

A. Ruang lingkup komunikasi

Bidang komunikasi

Berdasarkan bidangnya (Amir Purba, 2006: 38), komunikasi meliputi jenis-jenis sebagai berikut:

1. Komunikasi sosial (social communication)

2. Komunikasi organisasi/ manajenem (organization/ management communication)

3. Komunikasi bisnis (business communication)

4. Komunikasi politik (political communication)

5. Komunikasi internasional (international communication) 6. Komunikasi pembangunan (development communication) 7. Komunikasi antar budaya (intercultural communication) 8. Komunikasi tradisonal (traditional communication) 9. Komunikasi lingkungan (environmental communication)

Unsur-unsur komunikasi

Dalam proses komunikasi terdapat beberapa unsur-unsur yang mendukung proses komunikasi. Awal tahun 1960-an David K.Berlo membuat formula yang dikenal dengan “SMCR” yakni: Source (sumber), Massage (pesan), Channel (saluran -media), dan Receiver (penerima). Sementara De Fleur menambah lagi unsur efek dan umpan balik (feedback) sebagai pelengkap dalam membangun komunikasi yang sempurna. Perkembangan terakhir adalah pandangan dari Joseph de Vito, K.Sereno dan Erika Vora yang menilai faktor lingkungan merupakan unsur yang tidak kalah

pentingnya dalam mendukung terjadinya proses komunikasi.

(4)

Ditinjau dari sifatnya (Amir Purba, 2006: 36), komunikasi diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Komunikasi verbal (verbal communication) a. Komunikasi lisan (oral communication) b. Komunikasi tulisan (written communication)

2. Komunikasi non verbal (non verbal communication) a. Komunikasi kial (gestural/body communication) b. Komunikasi gambar (pictorial communication) 3. Komunikasi tatap muka (face to face communication) 4. Komunikasi bermedia (mediated communication

Tatanan komunikasi

Bentuk atau tatanan komunikasi dapat ditinjau dari jumlah komunikannya (Effendy, 2006:53), yaitu:

1. Komunikasi Pribadi (personal communication) 2. Komunikasi Kelompok (group communication) 3. Komunikasi Massa (mass communication) 4. Komunikasi Media (media communication)

Tujuan komunikasi

Ada empat tujuan seseorang melakukan komunikasi (Effendy, 2006:55), yaitu: 1. Untuk mengubah sikap (to change attitude)

2. Untuk mengubah opini/ pendapat/ pandangan (to change the opinion) 3. Untuk mengubah prilaku (to change the behavior)

4. Untuk mengubah masyarakat (to change the society)

Fungsi komunikasi

Adapun fungsi dari komunikasi (Amir Purba, 2006:37), yaitu: 1. Menyiarkan informasi (to inform)

(5)

Metode komunikasi

Metode komunikasi (Effendy, 2006: 56) meliputi kegiatan-kegiatan yang terorganisasi sebagai berikut:

1. Jurnalisme/jurnalistik (journalism)

a. Jurnalisme cetak (printed journalism), yaitu surat kabar, majalah, dan lainnya. b. Jurnalisme elektronik (electronic journalism), yaitu radio dan televisi.

2. Hubungan masyarakat (public relation) 3. Periklanan (advertising)

4. Propaganda

5. Perang urat syaraf (psychological warfare) 6. Perpustakaan (library)

7. Lain-lain

Komunikasi merupakan suatu proses yang berawal dari seorang komunikator yang menyampaikan pesan kepada seorang komunikan melalui media atau saluran dan menimbulkan efek tertentu.

2.2.2 Komunikasi Massa

Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa (media cetak dan elektronik). Massa dalam arti komunikasi massa lebih menunjuk pada penerima pesan yang berkaitan dengan media massa. Dengan kata lain media massa yang dalam sikap dan perilakunya berkaitan dengan peran media massa. Oleh karena itu masa disini menunjuk pada khalayak, audience, penonton, pemirsa atau pembaca. (Nurudin, 2007: 2).

(6)

A. Ciri-Ciri Komunikasi Massa

Dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi yang lain, komunikasi memiliki cirri tersendiri, yakni:

1. Komunikator dalam Komunikasi Massa Melembaga

Komunikator dalam komunikasi massa bukan satu orang tetapi kumpulan orang. Artinya, gabungan antar berbagai macam unsur dan bekerja satu sama lain dalam sebuah lembaga. Lembaga yang dimaksud disini menyerupai sistem.

2. Komunikan Bersifat Heterogen

Komunikan dalam komunikasi massa sifatnya heterogen/beragam. Artinya, khalayaknya beragam dari segi pendidikan, umur, jenis kelamin, status sosial ekonomi, jabatan, maupun agama atau kepercayaan.

3. Pesannya bersifat umum

Pesan dalam komunikasi massa tidak ditujukan kepada satu orang atau satu kelompok masyarakat tertentu. Oleh karena itu pesan yang dikemukakan tidak boleh bersifat khusus.

4. Komunikasinya berlangsung satu arah

Komunikasi hanya berlangsung satu arah, yakni dari media massa ke komunikan dan tidak terjadi sebaliknya. Komunikan tidak bisa langsung memberikan respons atau umpan balik (feedback) kepada komunikatornya, kalaupun bisa sifatnya tertunda

(delayed feedback). Hal ini sangat berbeda ketika kita melakukan komunikasi tatap muka.

5. Komunikasi Massa menimbulkan Keserempakan

Dalam komunikasi massa ada keserempakan dalam proses penyebaran pesan-pesannya. Serempak disini berarti khalayak bisa menikmati media massa tersebut hampir bersamaan.

6. Mengandalkan Peralatan Teknis

(7)

7. Dikontrol oleh Gatekeepers

Gatekeeper atau sering disebut penjaga gawang/ penapis informasi adalah orang yang berperan penting dalam mengemas sebuah pesan atau informasi yang disebarkan menjadi lebih mudah dipahami. Begitu pula tentang baik dan buruknya dampak pesan yang disebarkan tergantung pada peran gatekeeping dalam menapis informasi. Gatekeeper yang dimaksud antara lain reporter, editor, kameramen, sutradara, lembaga sensor, dan semua yang terjun dalam pengemasan informasi pada sebuah media massa (Nurudin, 2007: 19).

B. Fungsi Komunikasi Massa

Fungsi komunikasi adalah sebagai berikut (Bungin, 2009: 79-81): a. Fungsi pengawasan

Media massa merupakan sebuah medium dimana dapat digunakan untuk pengawasan terhadap aktivitas masyarakat pada umumnya. Fungsi pengawasan ini berupa peringatan dan kontrol sosial maupun kegiatan persuasif. Pengawasan dan kontrol sosial dapat dilakukan untuk aktifitas preventif mencegah terjadinya hal-hal

yang tidak di inginkan.

b. Fungsi social learning

Fungsi utama dalam komunikasi massa melalui media massa adalah

melakukan guiding dan pendidikan sosial kepada seluruh masyarakat. Media massa bertugas untuk memberikan pencerahan-pencerahan kepada masyarakat dimana komunikasi massa itu berlangsung. Komunikasi massa dimaksudkan agar proses pencerahan itu berlangsung efektif dan efisien dan menyebar secara bersamaan di masyarakat luas.

c. Fungsi penyampaian informasi

(8)

d. Fungsi transformasi budaya

Komunikasi massa sebagaimana sifat-sifat budaya massa, maka yang terpenting adalah komunikai massa menjadi proses transformasi budaya yang dilakukan bersama-sama oleh semua komponen komunikasi massa, terutama yang didukung oleh media massa. Fungsi ini lebih kepada tugasnya yang besar sebagai bagian dari budaya global.

e. Fungsi hiburan

Fungsi lain dari komunikasi massa adalah hiburan. Hal ini dikarenakan komunikasi massa menggunakan media massa, jadi fungsi hiburan pada media massa merupakan bagian dari fungsi komunikasi massa.

2.2.3 PERS, JURNALISTIK DAN SURAT KABAR

Pers adalah lembaga sosial (social institution) atau lembaga kemasyarakatan yang merupakan subsistem dari pemerintahan di negara mana ia beroperasi

beroperasi bersama-sama dengan subsistem lainnya. Ditinjau dari teori sistem, pers merupakan sistem terbuka yang probabilistik. Terbuka artinya bahwa pers tidak bebas dari pengaruh lingkungan, tetapi dilain pihak pers juga mempengaruhi

lingkungan probabilistik yang berarti hasil operasinya tidak dapat diduga secara pasti. Sebagai sistem terbuka, pers cenderung mempunyai kualitas penyesuaian yang berarti ia akan menyesuaikan diri pada perubahan lingkungan demi kelangsungan hidupnya. Apabila pers tidak mampu menyesuaikan diri pada perubahan kondisi dan situasi lingkingan, maka ia akan mati dengan sendirinya. Hidup matinya pers atau lancer tidaknya kehidupan pers di suatu negara dipengaruhi bahkan ditentukan oleh sistem politik pemerintahan di negara di mana per situ beroperasi.

(9)

audiovisual berkla, yaitu radio, televisi, film dan media online internet. Pers dalam arti luas disebut media massa (Sumadiria, 2008:31). Jadi tegasnya, pers adalah lembaga atau badan atau organisasi yang menyebarkan berita sebagai karya jurnalistik kepada khalayak. Pers dan jurnalistik dapat diibaratkan sebagai raga dan jiwa. Pers adalah aspek raga karena ia berwujud, konkret dan nyata, oleh sebab itu, ia dapat diberi nama, sedangkan jurnalistik adalah aspek jiwa karena ia abstrak., merupakan kegiatan, daya hidup, menghidupi pers. Dengan demikian pers dan jurnalistik merupakan dwitunggal. Pers tidak mungkin beroperasi tanpa jurnalistik, sebalikknya jurnalistik tidak akan mungkin mewujudkan suatu karya bernama berita tanpa pers (Effendy, 3003: 90).

Dalam perannya sebagian media massa, pers dalam menjalankan paradigmanya berperan sebagai intitusi pencerah masyarakat, yaitu perannya sebagai media edukasi. Selain itu, media massa juga menjadi media informasi yang setiap saat menyampaikan informasi kepada masyarakat, terakhir media massa sebagai media hiburan (Bungin, 2006: 85-86).

Fungsi utama pers ada lima:

1. Informasi (to inform)

Fungsi pertama yaitu menyampaikan informasi secepat-cepatnya kepada masyarakat seluas-luasnya. Setiap informasi yang disampaikan harus

actual, akurat, factual, menarik atau penting, benar, lengkap-utuh, jelas-jernih, jujur-adil, berimbang, relevan, bermanfaat dan etis.

2. Edukasi (to educate)

(10)

forum). Pers setiap hari melaporkan berita, memberikan tujuan atau analisis atas berbagai peristiwa dan kecendeungan yang terjadi serta ikut dalam berperan dalam mewariskan nilai-nilai luhur universal, nilai-nilai dasar nasional dan kandungan budaya-budaya lokal dari satu generasi ke generasi berikutnya secara estafet.

3. Koreksi (to influence)

Pers adalah pilar demokrasi keempat setelah legislative, eksekutif dan yudikatif. Dalam kerangka ini, kehadiran pers dimaksudkan untuk mengawasi atau mengontrol kekuasaan legislative, eksekutif dan yudikatif agar kekuasaan mereka tidak menjadi korup dan absolute. Dalam negara-negara penganut paham demokrasi, pers mengemban fungsi sebagai pengawas pemerintah dan masyarakat (watchdog function). Dengan fungsi kontrol sosial (social control) yang dimuliknya itu, maka pers bisa disebut sebagai intitusi sosial yang tidak pernah tidur dan senantiasa bersikap independen atau menjada jarak yang sama terhadap semua kelompok dan organisasi yang ada. Dalam mengemban fungsi sebagai control sosial,

pers tunduk pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 4. Rekreasi (to entertain)

Pers harus mampu memainkan peranan sebagai wahana rekreasi yang

menyenangkan sekaligus yang menyehatkan bagi semua lapisan masyarakat. Pers harus jadi sahabat setia pembaca yang menyenangkan. Hal-hal yang bersifat hiburan sering dimuat disurat kabar untuk mengimbangi berita-berita berat (hard news) dan artikel-artikel yang berbobot. Isi surat kabar yang bersifat hiburan bisa berbentuk cerita pendek., cerita bersambung, cerita bergambar, teka-teki silang, pojok, karikatur maupun berita yang mengandung minat insane (human interest). Maksud pemuatan isi yang mengandung hiburan semata-mata untuk melemaskan ketegangan pikiran setelah para pembaca dihidangi berita dan artikel yang berat.

(11)

Pers bisa berfungsi sebagai penghubung/fasilitator atau mediator. Dengan fungsi mediasi, pers mampu menghubungkan tempat yang satu dengan tempat yang lainnya, peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain atau orang satu dengan orang lain pada saat yang sama.

Karakteristik adalah cirri-ciri spesifik. Setiap media memiliki karakteristik sendiri dan sekaligus membedakannya dengan madia lainnya. Ada lima karakteristik atau cirri spesifik pers yang akan dibahas, yaitu:

1. Periodesitas

Periodesitas artinya pers harus terbit secara teratur, periodik, misalnya seriap hari, seminggu sekali, dua minggu sekali, satu bulan sekali atau tiga bulan sekali. Pers yang terbit tiap hari harus konsisten dengan pilihannya, apabila terbit pada pagi hari atau pada sore hari. Pers yang terbit secara periodik biasanya sedang mangalami masalah manejemen, seperti konflik internal, krisis finasial atau kehabisa modal.

2. Publisitas

Publisitas berarti pers ditujukan khalayak sasaran umum yang sangat heterogen. Heterogen merujuk pada dua dimensi, yaitu dimesi geografis dan

dimensi psikografis. Dimensi geografis merujuk pada data administrasi kependudukan, seperti jenis kelamin, kelompok usia, suku bangsa, agama, tingkat pendidkan, status perkawinan, tempat tinggal, pekerjaan atau profesi dan pendapatan. Demensi psikografis merujuk pada karakter, sifat kepribadian, kebiasaan, adat istiadat. Tujuan untuk khalayak umum sangat heterogen tersebut mengharuskan pers dalam mengemas setiap pesannya menggunakan dan tunduk kepada kaidah jurnalistik. Cirri utama jurnalistik antara lain, sederhana, menarik, sengkat, jelas, lugas, jernih, mengutamakan kalimat aktif dan menghindari penggunaan atau istila-istilah teknis.

(12)

Aktualitas berarti informasi apa pun yang disuguhkan media harus mengandung kebaruan, merujuk pada peristiwa yang benar-benar terjadi atau sedang terjadi. Aktualitas mengandung arti kini dan kaadaan sebenarnya. Secara teknis, aktualitas mengandung tiga dimensi, yaitu kelender, waktu dan masalah.

Aktualitas kelender merujuk pada berbagai peristiw yang sudah tercantum dalam kelender, baik kelender umum Masehi yang memuat penanggalan dari tanggal 1 Januari samapai 31 Desember, maupun kelender khusus seperti kelender akademik, kelender pemerintahan, kelender ormas atau kelender sosial budaya dan pariwisata.

Aktualitas waktu berkaitan dengan peristiwa yang baru terjadi, sedang terjadi atau sesat lagi akan terjadi (news is tinely). Aktualitas masalah berhubungan dengan peristiwa yang dilihat dari topiknya, sifatnya, dimensi dan dampaknya, serta karakteristiknya. Aktualitas masalah mencerminkan fenomena yang senantiasa mengandung unsure kebaruan, seperti hak asasi manusia, kolusi korupsi dan nepotisme atau masalah-masalah kemasyarakatan

dan kebangsaan yang belum selesai seperti demokrasi, penegakan hokum, keadilan, pemerataan pendapatan.

4. Universalitas

Universalitas berkaitan dengan kesemestaan pers dilihat dari sumbernya dan keanekaragaman materi isisnya. Dilihat dari sumbernya, berbagai peristiwa, yang dilaporkan pers berasal dari empat penjuru mata angin (Utara, Selatan, Barat, dan Timur). Dilihat dari materi isinya, sajian pers mencakup tiga kelompok besar, yakni kelompok berita (news), kelompok opini (views) dan kelompok iklan (anvertising). Isi pers harus harus selektif dan terfokus.

5. Objektivitas

(13)

yang factual apa adanya sehingga kebenaran isi berita yang disampaikan tidak menimbulakan tanda Tanya (Sumadiria, 2008: 32-38).

Secara etimologis, jurnalistik berasal dari kata journ. Dalam bahasa Prancis berarti catatan atau laporan harian. Dalam bahasa Belanda “journalistiek” atau dalam bahasa Inggris “journalism” yang bersumber pada perkataan “journal” sebagai terjemahan dari bahasa latin “Diurnal” yang berarti harian atau setiap hari. Secara sederhana jurnalistik dapat didefinisikan sebagai teknik pengelola berita mulai dari cara mendapatkan bahan sampai kepada menyebarluaskannya kepada khalayak (Effendy, 2003: 95). Dengan demikian, jurnalistik bukanlah pers, bukan pula media massa. Jurnalistik adalah kegiatan yang memungkinkan pers atau media massa bekerja dan diakui eksistensinya dengan baik. Dilihat dari segi bentuk pengelolaanya, jurnalistik dibagi ke dalam tiga bagian besar, yaitu:

1. Jurnalistik media cetak (newspaper and magazine journalism) 2. Jurnalistik media elektronik auditif (radio broadcast journalism) 3. Jurnalistik media audiovisual (television journalism)

Seperti bentuk jurnalistik memiliki cirri dan khasannya masing-masing. Cirri dan khasannya anatara lain terletak pada filosofi penerbitan, dinamika teknis

persiapan dan pengelolaan serta asumsi dampak yang timbul terhadap khalayak pembaca, pendengar atau pemirsa. Contohnya, filosofi surat kabar menekankan pada segi keunggulan dan kecepatan dalam perolehan dan penyebaran informasi, sedangkan filosofi penerbit majalah mingguan lebih banyak menekankan segi kelengkapan dan kedalaman informasi serta ketajaman daya analisinya.

1. Jurnalistik media cetak (newspaper and magazine journalism)

(14)

komunikatif, sedangkan faktor visual menekankan pada kemampuan dalam menta, menepatkan, mendesain tata letak atau hal-hal yang menyangkut segi perwajahan. Dalam persoektif jurnalistik, setiap informasi yang disajikan kepada khalayak bukan saja harus benar, jelas dan akurat, melainkan juga harus menarik, membandingkan minat dan selera baca (surat kabar, majalah) selera dengar (radio siaran) selera menonton (televisi).

2. Jurnalistik media elektronik auditif (radio broadcast journalism)

Jurnalistik media elektronik auditif atau jurnalistik radio siar lebih banyak dipengaruhi dimensi verbal, teknologikal dan fisikal. Verbal berhubungan dengan kemampuan menyusun kata, kalimat dan paragraph secara efektif dan komunikatif. Teknologikal berkaitan dengan teknolpgi yang memungkinkan daya pancar radio dapat ditangkap dengan jelas dan jernih penerima. Fisikal berkaitan dengan kesehatan fisik dan kemampuan pendengaran khalayak dalam menyerap dan mencerna pesan atau kalimat yang disampaikan.

3. Jurnalistik media elektronik audiovisual (television journalism)

Jurnalistik media elektronik audiovisual meliput jurnalistik televise siaran dan jurnalistik media on line (internet). Jurnalistik tmedia elektronik

audiovisual merupakan gabungan dari segi verbal, visual teknologikal dan dimensi dramatikal.

(15)

menggabungkan tiga kekuatan sekaligus: kekuatan gambar, suara, dan kata-kata. Ini yang disebyt efek bersama dan efek simultan televisi.

Surat kabar atau lebih dikenal sebagai koran adalah salah satu media catak dan produk dari jurnalistik. Sedenisi dari surat kabar adalah media kominukasi massa yang diterbitkan secara berkala dan bersenyawa dengan kemajuan teknologi pada masanya dalam menyajiakan tulisan berupa berita, feature, pendapat, cerita rekaan (fiksi) dan bentuk karangan yang lain. Tujuan dasar surat kabar adalah memperoleh berita dari sumber yang tepat untuk disampaikan secepat dan selengkap mungkin kepada para pembacanya. Perkataan koran berasal dari bahasa Belanda “Krant” dari bahasa Perancis “Courant” atau surat kabar adalah suatu penerbitan yang ringan dan mudah dibuang, biasanya dicetak pada kertas berbiaya rendah yang disebut kerta koran yang berisi berita-berita terkini Dallam berbagai topik. Topiknya bisa berupa kegiatan politik, kriminalitas, olahraga, tajuk rencana, cuaca. Sebuah surat kabar berbeda tipe publikasi lainnya kerena kesegarannya, karakteristik keadline-nya dan keanekaragaman liputan yang menyangkut berbagai topic isu dan peristiwa. Ini

terkait dengan kebutuhan pembaca akan sisi menarik dari informasi yang dibacanya. Surat kabar modern biasanya terbit dalam satu dari tiga ukuran berikut:  Broadsheet (ukuran besar) (29 ½ x 23 ½ inci)

 Tabloid: setengah ukuran broadsheer  “Berliner” atau midi (470x315)

(http://id.wikipwdia.org/wiki/koran)

Secara umum, isis dalam sebuah surat kabar terbagi tiga, yaitu berita (newa), opini (views) dan iklan (anvertising). Namun hanya berita dan opini saja yang dikelompokkan sebagai produk jurnalistik.

2.2.4 Televisi

(16)

luas, melainkan juga cepat dan serentak. Televisi mempunyai sebuah karakteristik yang istimewa, televisi merupakan gabungan dari suara dan gambar atau yang lebih dikenal dengan audiovisual. Sebagai media massa, televisi memiliki ciri-ciri seperti berlangsung satu arah, komunikatornya melembaga, pesannya bersifat umum dan menimbulkan keserempakan.

Dengan kekuatannya yang audiovisual, televisi mampu mempengaruhi kehidupan manusia, baik dari segi politik, sosial dan budaya. Dan, salah satu fungsi televisi yaitu penerangan atau informasi, sebagai sarana yang sangat efektif dalam menginformasikan segala berita kepada khalayak.

Siaran dalam televisi sendiri seakan-akan memindahkan realitas ke hadapan penonton, dan karena itu penonton seakan terlibat secara langsung atau “hadir sendiri” pada peristiwa tersebut, meskipun kejadian dan tempat itu mungkin sangat jauh dari penonton. Seringkali peristiwa yang diliput oleh televisi tiba pada khalayak saat peristiwa itu sedang terjadi, sehingga derajat keterlibatan penonton dalam kejadian-kejadian yang bersangkutan sangatlah besar.

Televisi berlangsung terus-menerus, apakah itu dalam konteks program satu

hari, atau menyangkut liputan yang bersifat serial. Televisi terjadi di dalam ruang kita, di dalam waktu kita. Akibatnya, ia tidak hanya menghubungkan antara penonton dan kenyataan, tetapi juga kenyataan dan fiksi, karena televisi merupakan medium hiburan dan sekaligus medium informasi yang ‘lihat-dengar’. Kadang-kadang sulit untuk membedakan mana fiksionalnya dan mana fungsi non-fiksionalnya.

Menurut Usman Ks (2009: 83-84), televisi siaran adalah televisi free to air atau televisi yang bisa dinikmati siarannya secara gratis. Televisi siaran menggunakan teknologi antena terestrial pada televisi analog atau kanal pada televisi digital. Paul Nipkow dari Jerman pada tahun 1884 meletakkan dasar-dasar teknologi pertelevisian. Ia menemukan sebuah alat yang kemudian disebut sebagai Jantra Nipkow atau Nipkow Sheibe. Penemuan ini menghasilkan televisi elektris. Charles Jenkins (AS)

(17)

Pada Periode tahun 1948-1952, tv tumbuh dengan cepat. Tahun 1940-an disebut “golden age” bagi televisi di AS. Pada tahun 1950-an, tv menjadi sumber utama hiburan dan informasi bagi kebanyakan rumah tangga di AS, tv begitu mempengaruhi budaya AS. Pada tahun 1950-an, televisi kabel mulai diperkenalkan, tv kabel memiliki stasiun kecil di Oregon dan Pennsylvania. Di abad informasi ini mulai terbit regulasi untuk tv (Telecommunication Act 1999) di AS.

Regulasi menandai mulai masuknya televisi ke era industri. Perusahaan penyiaran televisi kini menjadi suatu industri yang berupaya mencari keuntungan. Banyak konglomerat, seperti Rupert Murdock terjun ke industri televisi. Sehingga, ciri utama dari televisi kini ialah besarnya kontrol yang dilakukan oleh pemilik, pemerintah atau lisensi yang dimiliki perusahaan (McQuail, 2001: 38).

Usman Ks menambahkan, di Indonesia, televisi siaran tentu berawal dari Televisi Republik Indonesia (TVRI). TVRI memulai siaran percobaan dengan acara Peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan RI Ke-XVIII pada 17 Agustus 1962, dengan bantuan ahli dari Jepang dan pelatihan dari Inggris. Pada Agustus 1962, TVRI menyiarkan langsung pembukaan Asean Games. Pada tahun 1988, stasiun televisi

swasta pertama, RCTI, lahir. RCTI awalnya adalah stasiun televisi berbayar (pay television). Pada Agustus 1990, RCTI mendapatkan izin menjadi televisi siaran (free

to air televison). Pada tahun-tahun berikutnya menyusul lahir sejumlah stasiun

televisi swasta, seperti SCTV (1989), TPI (1990), antv (1993), Indosiar (1995). Pasca

Orde Baru, televisi swasta MetroTV, TransTV, TV7 yang kemudian menjadi Trans7, Lativi yang kemudian menjadi tvOne, dan Global TV muncul. Televisi lokal juga bermunculan. Kehadiran televisi swasta tersebut menandai masuknya televisi siaran ke era industri. Bahwa televisi siaran telah memasuki era industri makin nyata dengan terbitnya undang-undang penyiaran yang mengatur kepemilikan, modal, jaringan, perizinan, serta isi siaran.

(18)

mampu memperbaiki kualitas programnya untuk bersaing secara fairplay dengan televisi yang lain.

2.2.5 Berita

Berita menurut Djuroto (2008:46) berasal dari bahasa Sansekerta yakni Vrit atau dalam Bahasa Inggris disebut write yang memiliki arti ada atau terjadi. Ada juga menyebut dengan vritta, artinya “kejadian” atau “yang telah terjadi”. Vritta dalam bahasa Indonesia kemudian menjadi berita atau warta . berita atau dalam Bahasa Inggris news, menunjukkan unsure waktu, apa yang baru, yaitu lawan dari lama. Berita memang selalu baru, selalu hangat (Kusumaningrat, 2006:57). Spancer, dalam bukunya yang berjudul News Writing yang dikutip oleh George Fox Mott (New Survey Journalism, dalam Putra 2014:12) menyatakan bahwa, “ Berita dapat

didefenisikan sebagai setiap fakta yang akurat atau suatu ide yang dapat menarik perhatian bagi sejumlah besar pembaca”.

Sumadiria dalam bukunya Jurnalistik Indonesia (2005:69), menuliskan

beberapa jenis berita, yaitu :

1. Straight news report, merupakan laporan langsung mengenai suatu

peristiwa, misalnya pidato yang termasuk berita-berita langsung atau merupakan berita yang hanya menyajikan apa yang terjadi dalam waktu singkat. Biasanya brita ini ditulis dengan unsure-unsur yang dimulai what, who, when, where, why, dan how (5W+1H).

2. Depth news report, merupakan laporan yang sedikit berbeda dengan

straight news report. Reporter menghimpun fakta-fakta mengenai peristiwa

(19)

3. Comprehensive news, merupaka laoran tentang fakta yang bersifat

menyeluruh ditinjau dari berbagai aspek. Berita menyeluruh, sesungguhnya merupakan jawaban terhadap kritik sekaligus kelemahan yang terdapat dalam berita langsung. Berita menyeluruh mencoba menggabungkan beberapa serpihan fakta itu dalam satu bangunan peristiwa sehingga benang merah terlihat dengan jelas.

4. Interpretative report, lebih dari sekedar straight news dan depth news.

Berita interpertatif biasanya memfokuskan sebuah isu, masalah atau peristiwa-peristiwa controversial. Namun focus laporan beritanya masih bebricara fakta, bukan opini. Laporan interpretative biasanya dipusatkan untuk menjawab pertanyaan mengapa.

5. Feature story, berbeda dengan straight news, depth news, dan interpretative

news. Dalam lapaoran tersebut, reporter menyajikan informasi yang penting untuk pembaca., sedangkan dalam feature, penulis mencari mencari fakta untuk menarik perhatian pembacanya.

6. Depth reporting adalah pelaporan jurnalistik yang bersifat mendalam, tajam

lengkap dan utuh tentang suatu peristiwa fenomenal dan actual. Dengan membaca kara pelapor mendalam, orang akan mengetahui dan memahami dengan baik duduk perkara suatu persoalan dilihat dari berbagai perspektif

atau sudut pandang. Biasanya dalam pelaporan mendalam ditulis oleh tim, disiapakan dengan matang,memerlukan waktu beberapa hari atau minggu.

7. Investigative reporting, merupakan berita yang berpusat pada sejumlah

masalah dan kontroversi dan wartawan memerlukan penyelidikan untuk memerlukan fakta yang tersembunyi sesuai tujuan.

8. Editorial writing adalah pikiran sebuah intitusi yang diuji didepan sidang

pendapat umum. Seditorial adalah penyajian fakta dan opini yang menafsirkan berita-berita penting dan memengaruhi pendapat umum.

(20)

Menurut Shoemaker dan Reese (1996, dalam Perdana, 2012:44), dalam menyajikan berita kepada khalayak, isi berita akan dipengaruhi oleh beberapa factor, antara lain:

1. Ideologi yang dianut, yakni ideologi yang dengan sebuah nama institusi media melandaskan operasianal usahanya.

2. Individual, yakni individu-individu yang bekerja dalam intitusi media tersebut. Setiap individu memiliki karakteristik masing-masing yang mempengaruhi pekerjaan yang dilakukan. Latar belakang dan sikap pribadi akan berpengaruh kepada isi media sebagai hasil dari pekerjaanya.

3. Rutinitas media (media routine), merupakan apa yang menjadi kebiasaan di dalam sebuah media. Isi yang muncul pada media massa ialah hasil dari rutinitas pekerjaan yang dilakukan oleh para individu dengan banyak latar belakang, seperti maslah deadline, pembagian ruang dalam penerbiatan, nilai berita, stuktur penulisan berita, dan lain sebagainya.

4. Organisasi, yakni level stuktur organisasi yang secara hipotetik memengaruhi pemberitaan. Setiap komponen dalam orgganisasi media memiliki tujuan

masing-masing dan tidak selalu sejalan. Selain memiliki banyak elemen, juga memiliki filosofi organisasi sendiri. Bagian elemen tersebut mempengaruhi bagaimana seharusnya wartawan bersikap, dan bagaimana juga seharusnya

peristiwa disajikan dalam berita.

5. Ektramedia, merupakan level yang berhubungan dengan pengaruh dari luar media. Pengaruh dari luar ini sangat beragam jenisnya dan muncul dari kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan dan malakukan lobi-lobi untuk isi tertentu dari media.

6.

2.2.6 Teori Gatekeepers

(21)

mempengaruhi keluar masuknya “sesuatu”. Di dalam komunikasi massa dengan salah satu elemennya adalah informasi itu (dalam media massa) bisa disebut dengan gatekeepers. Itu juga bisa dikatakan, gatekeeper-lah yang member izin bagi tersebarnya sebuah berita (Nurudin, 2004: 108-109).

Seorang gatekeepers adalah orang yang- dengan memilih, menubah dan menolak pesan- dapat mempengaruhi aliran infirmasi kepada sesorang atau kelompok penerima (Tubbs, 1996: 202).

Fungsi penjaga (gatekeepers) sebagai sumber atau penerima yang menyaring informasi. Fungsinya tidak seperti sumber atau penerima dalam pengertian keseluruhan proses komunikasi, akan tetapi sebagai penerima dan penyampai pesan. Sebagai suatu gerbang pada saluran, perantara itu membolehkan beberapa pesan untuk melewatinya dan menahan lainnya. Pesan yang mengalir masuk kemungkinan berlainan kebenarannya dari yang mengalir keluar dari penjaga gerbang itu. Fungsi penjaga gerbang juga untuk mengatur arus pesan dan dapat berfungsi memodifikasi pesan sehingga pesan yang semula tidak sama benar dengan pesan yang pada akhirnya diterima. Penjaga gerbang (gatekeepers) memiliki kekuasaan mengontrol

pesan dan mempengaruhi arus informasi (Fisher, 1990: 168-169).

Konsep Kurt Lewis sendiri mengenai gatekeepers adalah bahwa informasi selalu mengalir sepanjang saluran-saluran tertentu yang memiliki “wilayah berpintu”,

diamana pengambilan keputusan itu dilaksanakan secara pribadi oleh penjaga pintu, apakah informasi itu diizinkan masuk atau tidak. Jadi gatekeepers berfungsi mengatur pesan dan dapat fungsi memodifikasi pesan sehingga pesan yang semula tidak benar dengan pesan yang pada akhirnya diterima oleh penerima. Gatekeepers memiliki kekuasaan untuk mengotrol pesan yang sangat benar dan mempengaruhi arus informasi tiap orang sesudahnya dri rangkaian arus informasi.

(22)

atau pengkontruksian tidak terjadi sekali saja, tetapi berlangsung terus-menerus dan berjengjang. Pertama, ketika reporter (wartawan) memili dan menentukan narasumber dan melaporkan peristiwa dalam berita. Kedua, ketika editor memfarafrasekan atau membentuk wacana berita. Ketiga, ketika para pemimpin redaksi menentukan berita mana yang dianggap layak atau tidak dimuat. Pada tagap inilah proses dominan pembingkaian terjadi, di sini antara wartawan dan redaksi dengan sengaja bersama-sama melakukan pembentukan wacana lewat seleksi tersebut. Intinya, pengungkapan realitas tersebut delakukan dengan sudut pandang gatekeepers bersangkutan. Jika sebuah berita atau sebagian kecil fakta tidak diloloskan oleh gatekeepers, itu bisa diterjemahkan bahwa realitas sosial yang dikandung berita tersebut tidak meruapakan realitas sosial yang diyakini “benar” oleh sang garekeepers.

Keputusan Gatekeeprs mengenai informasi yang harus dipilih atau ditolak dipengaruhi oleh beberapa variabel. Bittner (1985) dalam bukanya Human Communication menidentifikasikan variabel-variabel tersebut sebagai berikut:

 Ekonomi, kebanyakan media massa mencari keuntungan dari memasang

iklan, sponsor dan contributor yang dapat mempengaruhi seleksi berita dan editorial.

 Pembatasan ilegal, semacam hukuman atau peraturan baik yang bersifat lokal

maupun nasional yang dapat mempengaruhi seleksi dan penyajian berita.  Batas waktu, deadline dapat mempengaruhi apa yang akan disiarkan.  Etika pribadi dan profesionalisme dari seorang garekeepers.

 Kompetisi diantara media juga berpengaruh terhadap sebuah berita.

 Nilai berita, intesitas sebuah berita dibandingkan dengan berita lainnya yang

tersedia dalam ruang berita, jumlah ruang dan waktu yang diperlukan untuk menyajikan berita harus deseimbangkan.

 Reaksi terhadap feedback tertunda, menulis feedback dalam bentuk surat

(23)

Shoemaker and Reese dalam buku Mediating The Massega: Theories of influences on Mass Media Content menuliskan ada lima (5) level/tingkatan yang mempengaruhi newsroom management, yaitu:

1. Individu/pekerja media

Faktor ini berhubungan dengan latar belakang professional dari pengelola media. Level individual melihat bagaimana pengaruh aspek-aspek personal dari pengelola media mempengaruhi pemberitaan yang akan ditampilkan kepda khalayak. Latar belakang individu seperti jenis kelamin, umur, atau agama sedikit banyak mempengaruhi apa yang ditampilkan media.

Aspek personal secara hipotetik mempengaruhi skema pemahaman pengelola media. Selain personalitas, level individu ini juga berhubungan dengan profesionalisme daripengelola media. Latar belakang pendidikan atau kecenderungan orientasi pada partai politik tertentu sedikit banyak bisa mempengaruhi pemberitaan media. Wartawan yang punya orientasi politik tertentu akan memberikan sacara berbeda terhap partai politik yang kebetulan

menjadi idolanya. 2. Rutinitas media

Rutinitas media berhubungan dengan mekanisme dan proses penentuan berita.

(24)

3. Organisasi media

Level organisasi berhubungan dengan struktur organisasi yang secara hipotetik mempengaruhi pemberitaan. Pengelola media dan wartawan bukanlah orang yang tunggal yang ada dalam organisasi berita melainkan hanya sebagian kecil dari organisasi media itu sendiri. Masing-masing komponen dalam organisasi media bisa jadi mempunyai kepentingan sendiri-sendiri. Di dalam organisasi media, selain bagaian radaksi juga bagian pemasaran, bagian iklan, bagian sirkulasi, bagian umum dan seterusnya. Masing-masing bagian tersebut tidak selalu sejalan. Mereka mempunyai tujuan dan target masing-masing sekaligus strategi yang berbeda untuk mewujudkan target tersebut. Begian radaksi misalnya menginginkan agar berita tertentu disajikan, tetapi bagian sirkulasi meninginkan agar berita lain yang ditonjolkan karena terbukti dapat menaikkan penjualan. Setiap organisasi berita, selain mempunyai banyak elemen juga mempengaruhi bagaimana seharusnya wartawan bersikap dan bagaimana juga seharusnya peristiwa disajikan dalam bentuk berita.

4. Organisasi di luar media

Level organisasi di luar media atau ekstra media berhubungan dengan faktor lingkungan di luar media. Meskipun berada diluar organisasi media, hal-hal di

luar organisasi media ini sedikit banyak dalam banyak kasus turut mempengaruhi pemberitaan media. Ada beberapa faktor yang termasuk dalam lingkungan diluar media, antara lain:

(25)

Pengelola madia tidak sadar, lewat teknik yang canggih sebetulnya orientasi pemberitaan telah diarahkan untuk menguntungkan sumber berita. Media secara tidak sadar telah menjadi corong dari sumber untuk menyampaikan apa yang dirasakan oleh sumber barita tersebut.

Kedua, sumber penghasilan media. Sumber penghasilan media ini bisa berupa iklan, bisa juga berupa pelanggan atau pembeli media. Media harus bertahan dan untuk bertahan hidup kadangkala media harus berkompromi dengan sumber daya yang menghidupi meraka. Misalnya media tertentu tidak memberikan kasus tertentu yang berhubungan dengan pengiklan. Pihak pengiklan juga mempunyai strategi untuk memaksakan versinya pada media. Ia tentu saja ingin kepentingan dipenuhi, itu delakukan diantaranya dengan cara memaksa media untuk mengeliminasi berita buruk mengenai mereka. Pelanggan dalam banyak hal juga ikut mewarnai pemberitaan media. Tema tertentu yang menarik dan terbukti menarik penjualan akan terus menerus diliput media. Media tidak akan menyia-nyiakan momentum peristiwa yang disenangi oleh khalayak.

Ketiga, pihak eksternal seperti pemerintah dan lingkungan bisnis. Pengaruh ini sangat ditentukan oleh corak dari masing-masing lingkungan eksternal media. Dalam negara yang otoriter misalnya, pengaruh faktor pemerintahan

(26)

5. Ideologi media

Nilai berarti juga sangat di pengaruhi oleh ideologi yang dianut oleh pemilik institusi madia. Ideologi diartikan sebagai kerangka berfikir atau kerangka referensi tertentu yang dipakai oleh individu untuk melihat realitas dan bagaimana mereka menghadapinya. Pencari dan pelapor berita harus tunduk pada tata nilai an ideologi yang telah ditetapkan dalam suatu intitusi media . menurut Shoemaker and Reese, objektivitas lebih merupakan ideologi bagi jurnalis dibandingkan separangkat aturan atau pratik yang disediakan oleh jurnalis. Objektivitas itu dalam proses prosuksi berarti secara umum digambarkan tidak mencampuradukkan antar fakta dan opini.

2.2. 6 Paradigma Konstruktivisme

Konsep mengenai konstruktivisme pertama kali diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman.Pemikiran Berger melihat realitas kehidupan

sehari-hari memilki dimensi subjektif dan objektif. Manusia dan masyarakat adalah produk yang dialektis, dinamis dan plural secara terus menerus. Masyarakat tidak lain adalah produk manusia, namun secara terus menerus mempunyai aksi kembali terhadap

(27)

berada di luar dan berlainan dari manusia yang menghasilkannya. Internalisasi lebih merupakan penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Berbagai macam unsure dari dunia yang telah terobjektifkan tersebut akan ditangkap sebagai gejala realitas diluar kesadarannya, sekaligus sebagai gejala internal bagi kesadaran. Melalui internalisasi, manusia menjadi hasil dari masyarakat.

Ada dua karakteristik penting dari pendekatan konstruksionis, yaitu:

1. Pendekatan konstruksionis menekankan pada politik pemaknaan dan proses bagaimana sesorang membuat gambaran tetang realitas. Makna bukanlah sesuatu yang absolut, kosep statik yang ditemukan dalam suatu pesan. Makan adalah pesan aktif yang ditafsirkan sesorang dalam suatu pesan.

2. Pendekatan konstruksionis memeriksa bagaimana pembentukan pesandari sisi komunikator dan dalam sisi penerima ia memeriksa bagaimana kontruksi makna individu ketika menerima pesan. Pesan dipandang bukan sebagai mirror of reality yang menampilkan fakta apa adanya. Dalam menyampaikan pesan,

sesorang munyusun citra tertentu atau merangkai ucapan tentu dalam

memberikan gambaran singkat realitas. Seseorang komunikator dengan realitas yang ada akan menampilkan fakta tertentu kepada komunikan, memberikan pemaknaan tersendiri terhadap suatu peristiwa dalam konteks pengalaman,

pengetahuannya sendiri (Eriyanto, 2002: 40-41).

Robyn Penmann (dalam Ardianto, 2007:158) merangkum kaitan konstruktivisme dalam hubungannya dengan ilmu komunikasi, yaitu :

1. Tindakan komunikatif bersifat sukarela.

Pembuat komunikasi adalah subjek yang memiliki pilihan bebas walaupun lingkungan sosial membatasi apa yang telah dilakukan. Jadi, tindakan komukatif dianggap sebagai tindakan sukarela berdasarkan pilihan subjeknya. 2. Pengetahuan adalah suatu produk sosial .

(28)

melainkan diturunkan dari interaksi dalam kelompok sosial. Pengetahuan itu dapat ditumakan dalam bahasa. Melalui bahasa itulah kontruksi tercipta.

3. Pengetahuan bersifat kontekstual.

Pengetahuan merupakan produk yang dipengaruhi ruang dan waktu dan dapat berubah sesuia dengan pengeseran waktu.

4. Teori-teori menciptakaan dunia.

Teori bukanlah alat, melaikan sesuatu cara pandang yang ikut mempengaruhi cara pandang kita terhadap ralitas atau dalam batas tertentu teori menciptakan dunia. Dunia disinu bukanlah “segala sesuatu yang ada” melaikan “segala sesuatu yang menjadi lingkungan hidup dan penghayatan hidup manusia”. Jadi , dunia dapat dikatakan sebagai hasil pemahaman manusia atas kenyataan di luar dirinya.

5. Pengetahuan bersifat sarat nilai.

Lebih lanjut lagi, Penmann kemudian merumuskan empat kualitas komunikasinya. Menurut Penmann komunikasi harus bersifat konstitutif

(menciptakan dunia), kontektual (sesuai dan tergantung ruang dan waktu), baragam (muncul dalam bentuk yang berbeda-beda, tidak tunggal) dan tidak lengkap (sesuai dengan proses, terus berubah).

Teori konstruktivisme menyatakan bahwa individu menginterpretasikan dan bereaksi menurut kategori konseptual dan pikiran. Realitas tidak menggambarkan diri individu namun harus disaring melalui cara pandang orang terhadap realitas tersebut. Realitas itu bersifat subjektif, realitas itu hadir karena dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan.

(29)

Fakta yang sama bisa menghasilkan fakta yang berbeda-beda ketika ia dilihat dan dipahami dengan cara yang berbeda.

Media dalam pandangan kontruksionis bukanlah sekedar bebas. Ia juga subjek yang menghasilkan realitas lengkap dengan pandangan, bias dan pemihaknya. Media memilih realitas mana yang diambil dan realitas mana yang tidak diambil. Media bukan hanya memili peristiwa dan menentukan sumber berita, melainkan juga berperan dalam mendefinisikan aktor dan peristiwa.

Dalam proses konstruksi realitas, bahasa adalah unsur utama. Bahasa merupakan instrumen pokok untuk menceritakan realitas. Bahasa adalah alat konseptualisasi dan alat narasi. Seluruh isi media massa baik itu media cetak atau elektronik menggunakan bahasa, verbal maupun non-verbal. Keberadaan bahasa tidak lagi sebagai alat semata untuk menggambarkan realitas, melainkan bias menentukan gambaran (makna citra) mengenai suatu realitas yang akan muncul di benak khalayak. Oleh sebab itu penggunaan bahasa berpengaruh terhadap konstruksi realitas karena bahasa mengandung makna. Semua proses konstruksi (mulai dari memilih fakta, sumber, pemakai kata, gambar sampai proses penyuntingan) member andil

bagaimana realitas tersebut hadir di hadapan khalayak.

2.2.7 Analisis Framing

(30)

struktur kekuasaan, pihak mana yang diuntungkan dan dirugikan, siapa si penindas dan si tertindas.

Framing secara sederhana dapat digunakan untuk menyusun dan menbaca

realitas yang dikontruksi oleh media massa. Suatu isu, pada penyajiannya, memulai beberapa proses yang akhirnya menjadi suatu sajian utuh yang dikomunikasikan oleh publik. Proses inilah yang membedakan antara suatu berita di media satu dan media yang lainnya. Perbedaan sajian atau bingkaian yang dipakai di media massa merupakan realitas yang sengaja dibentuk untuk menyampaikan pesan tersendiri bagi media. Metode ini digunakan untuk melihat bagaimana berita dikontruksikan oleh media. (Eriyanto, dalam Zahrotusti’anah, 2010).

Media harus melihat dua aspek penting dalam memframing sebuah berita yang menjadi dasar bagaimana suatu realitas dari peristiwa itu dibangun dan akhirnya ditilis dengan frame yang dianut, seprti yang diungkapkan Eriyanto (dalam Syauqi, 2011: 37). Pertama, memilih fakta atau realitas. Fakta dipilih berdasarkan asumsi bahwa wartawan tidak mungkin melihat tanpa perspektif. Ketika melihat fakta, selalu terkandung dua kemungkinan, yakni apa yang dipilih dan apa yang dibuang. Bagian

mana yang ditekankan dalam realitas, bagian realitas yang diberitakan, dan bagian mana yang tidak diberitakan. Penekana aspek tertenutu ini digunakan dengan memilih angle tertentu, memilih fakta tertentu dan melupakan fakta yang hingga peristiwa itu

dilihat dari sisi tertentu akibatnya bisa berbeda anatar suatu media dengan media lain. Kedua, menuliskan fakta. Berhubungan dengan bagaimana fakta yang dipilih itu disajikan kepada khalayak. Gagasan ini diungkapkan dengan kata, kalimat, dan proposisi, gambaran, dan sebagainya. Bagaimana kita yang dipilih ditekankan dengan permainan perangkat tertentu, seperti penmetapan yang mencolok (hendline bagian depan atau belakang), pengulangan, label tertentu ketika penggambaran peristiwa itu diberitakan, asosiasi terhadap simbol budaya, generalisasi, simplifikasi, dan pemakaian kata, gambar, dan lain sebagainya yang terlihat mencolok. Elemen menulis fakta ini berhubungan dengan penonjolan realitas.

(31)

framing berfungsi untuk membongkar muatan wacana ( Van Dijk, dakam Hamid,2004: 22). Robert N. Entman, merupakan salah satu ahli yang meletekan dasar-dasar bagi anlisis framing untuk studi media. Menurut Entman( seperti yang dikutup eriyanto, dalam perdana, 3012: 33), meskipun analisi framing dipakai dalam berbagai bidang studi yang beragam, satu factor yang menghubungkannya adala bagaimana teks komunikasi yang disajikan, bagaimana repesentasi yang ditampilkan secara menonjol memengaruhi khalayak.

Robert N. Entman (1993, dalam Perdana 2012 : 34), melihat framing dalam dua dimensi besar, yakni seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek realitas. Kedua factor ini lebih mempertajam framing berita melalui seleksi isu yang layak ditampilkan dalam penekan isi berita Entman juga mengatakan framing memiliki implikasi penting bagi komunikasi politik. Politisi mencari dukungan dengan memaksakan kompetisi satu sama lain dan bersama jurnalisi membangun frame berita. Framing memainkan peran utama dalam mendesak kekuatan politik, dan frame dalam teks berita sungguh merupaka kekuasaan yang tercetak, menunjukkan identitas para actor atau interest yang berkompetisi untuk mendominasi teks.

Menurut Entman ( dalam Sobur, 2001: 172), analisis framing dalam berita dapat dilakukan dengan empat cara, antara lain:

5. Define problems atau tahapan pengidentifikasian masalah merupakan tonggak

dari bingaki suatu teks media. Pada tahap ini, peneliti harus mengambil pokok dari suatu masalah yang sedang diangkat. Masalah tersebut adalah penginterpretasian dari redaksi dalam menyikapi peristiwa tersebut.

6. Diagnose causes atau mencari penyebab masalah. Diagnose penyebab masalah dapat dilihat ketika suatu peristiwa yang dipahami redaksi ditulis sedemikian rupa dan menonjolkan sesuatu yang dianggap menjadi penyebab masalah. Dalam suatu teks media, penyebab tidak hanya diartikan sebagai who atau siapa, melaikan juga what atau apa.

(32)

oleh pihak redaksi. Gagasan akan berupa argumen dan kutipan dari seorang yang kompetibel dengan masalah yang dikenal khalayak.

8. Treatment recommendation merupakan solusi yang ditawarkan atas masalah tersebut. Tahap ini mengambil sikap yang diambil untuk menjadi bahan masukan, solusi atas masalah. Solusi yang diberikan tentunya bergantung pada masalah yang ditonjolkan, penyebab masalah, dan juga penguatan masalah oleh gagasan lain.

2.3 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran ialah penjelasan sementara terhadap gejala yang menjadi objek permasalahan. Kerang berfikir disusun berdasarkan tinjau pustaka dalam hasil penelitian yang relevan.(Husaini Usman dan Purnomo Setiady, 2009: 34). Dalam pengertian ini, karangka pemikirannya adalah sebagai berikit:

Pemberitaan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)

Dalam Kasus Surah Al-Maidah Ayat 51 Di

MetroTV

Analisi framing model analisis freming Robert

Entman

Konstruksi Pemberitaan Basuki Tjahaja Purnama

(Ahok) Dalam Kasus Surah Al-Maidah Ayat 51

Referensi

Dokumen terkait

Pola keempat menjabarkan proses komunikasi yang berawal dari komunikator yang menyampaikan pesannya melalui media Path, dan kemudian melihat pesan atau informasi yang disampaikan

Komunikasi kesehatan yaitu proses penyampaian pesan kesehatan oleh komunikator melalui saluran atau media tertentu pada komunikan dengan tujuan untuk mendorong

Komunikasi satu arah seringkali dilakukan seorang kiai, ustadz, dan santri pada saat acara-acara di media komunikasi (Rasda FM), mereka menyampaikan pesan kepada komunikan sementara

Untuk mengatasi hambatan komunikasi yang berupa prasangka pada komunikan, maka komunikator yang akan menyampaikan pesan melalui media massa sebaiknya komunikator yang netral,