• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Framing Terhadap Pemberitaan Basuki Tjahaja Purnam Atau Ahok Dalam Kasus Surah Al-Maidah Ayat 51 di MetroTV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Framing Terhadap Pemberitaan Basuki Tjahaja Purnam Atau Ahok Dalam Kasus Surah Al-Maidah Ayat 51 di MetroTV"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Konteks Masalah

Komunikasi adalah penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan yang dilakukan melalui suatu media dengan tujuan dimana nantinya ada efek atau timbal balik. Ada banyak media yang dapat digunakan oleh manusia dalam berkomunikasi atau menyampaikan pesan, salah satunya yaitu media massa. Terdapat beragam jenis media komunikasi massa yang saat ini digunakan oleh manusia untuk mencari berbagai informasi. Media komunikasi massa yang saat ini digunakan oleh masyarakat antara lain media cetak, media elektronik, dan media online.

Media massa merupakan sumber informasi yang sangat penting bagi manusia. Media massa merupakan alat bantu bagi masyarakat untuk membantu masyarakat dalam menyelesaikan gejala-gejala soaial/ kebutuhan-kebutuhan sosial. Di zaman teknologi modern seperti sekarang ini, manusia mampu menciptakan alat-alat modern yang memudahkan mereka untuk mendapatkan informasi. Melalui media, manusia mampu berinteraksi atau berhubungan dengan orang di belahan dunia lain.

Dalam berbagai analisis tentang kehidupan sosial, ekonomi, dan politik, media sering ditempatkan sebagai salah satu variabel determinan. Bahkan, media terlebih dalam posisinya sebagai suatu intitusi informasi, dapat pula dipandang sebagai faktor yang paling menentukan dalam proses-proses perubahan sosial dan politik. Dalam konteks media massa sebagai intitusi informasi, Karl Deutsch menyebutkan sebagai “urat nadi pemerintahan” (the nerver of government). Hanya mereka yang mempunyai akses informasi yang bakal menguasai percaturan kekuasaan (Sobur, 2004:31).

(2)

Ada juga yang menganggap media sebagai kekuatan keempat dalam kehidupan sosial- ekonomi dan politik sebuah Negara (the fourth estate). Sebagai alat untuk menyampaikan berita dan informasi tentang berbagai hal. Media mampu membentuk opini publik dalam menyikapi suatu peristiwa. Abrar menyatakan, sebagai sponsor opini khalayak, pers (media) perlu berperilaku fair (jujur) modesty (rendah hati). Perilaku fair akan menjamin berita objektif, akurat dan berpihak pada kebenaran. Sedangkan perilaku modesty akan menjamin lahirnya berita, yang patut diketahui adalah media (wartawan) tidak pernah bisa membuat pemberitaan yang netral dan seobjektif mungkin. Hal ini disebabkan karena ada kepentingan-kepentingan lain (misalnya kepentingan-kepentingan media, pemilik media, atau wartawan sendiri) yang terdapat dalam sebuah pemberitaan media massa (Sobur, 2004: 40).

Di era persaingan industri pertelevisian di Indonesia, para pengelola stasiun tv berlomba-lomba untuk menyiarkan suatu tayangan yang akan menyedot perhatian publik. Hal tersebut dapat menghasilkan rating dan share yang tinggi, dan tentunya berimbas pula kepada banyaknya pemasukan iklan (baca: ekonomi media). Namun, semangat mencari untung kerap tidak diimbangi dengan penayangan informasi yang

bermutu serta bermanfaat bagi khalayak pemirsanya.

Dalam perspektif Ekonomi Politik MedianVincent Mosco, mengatakan media memang kerap melanggar guna mendapatkan untung. Sebab, media mampu

menghasilkan pendapatan dalam perekonomian. Tidak hanya itu, media massa juga bisa menyebarkan dan memperkuat struktur ekonomi dan politik tertentu. Serta yang terpenting, media tidak hanya sekedar mempunyai fungsi kontrol sosial “Watchdog” semata, melainkan juga mampu menjalankan fungsinya di sektor ideologis.

(3)

produksi yang eksklusif. Sehingga, televisi kemudian menangkap ini sebagai yang bukan untuk mencari muka, namun sebuah komoditas siaran yang amat dinanti-nantikan pemirsa (Bungin, 2008: 52).

Media massa harus diberi perhatian lebih pada level kepemilikan medianya, praktik-praktik pemberitaan, periklanan, serta dinamika industri televisi di dalamnya. Sebab semuanya mempunyai keterikatan antara satu dengan yang lain. Menurut Altschull (dalam Morrisan, 2008: 258): The content of the news media always reflects the interest of those who finance the press (Isi berita di media selalu mencerminkan kepentingan mereka yang membiayai media tersebut).

Apalagi, Herbert Altschull (dalam Severin dan Tankard, 2008: 384) menyimpulkan beberapa hal, seperti: 1) Dalam semua sistem pers, media berita mewakili pihak yang menjalankan kekuasaan politik dan ekonomi. Surat kabar, majalah, dan penyiaran bukanlah aktor independen, meski mereka mempunyai potensi untuk menjalankan kekuasaan independen. 2) Isi berita selalu menunjukkan kepentingan dari orang-orang yang membiayai pers.

Altschull dalam edisi pertamanya, “Agent of Power” juga pernah menuliskan: Sejarah pers menunjukkan bahwa surat kabar dan variasi model cenderung mementingkan kepentingan pemilik, sedangkan pada saat yang sama melanggengkan kesan bahwa pers adalah untuk melayani kepentingan pengguna berita. Terlalu berangan-angan bila berharap bahwa media berita akan berbelok 180 derajat dan mencemoohkan keinginan pemilik.

Dengan demikian, kepemilikan media (media ownership) mempunyai arti

penting untuk melihat peran, ideologi, konten media dan efek yang ditimbulkan media kepada masyarakat. Sebab, dalam pandangan Mosco, bila seseorang atau sekelompok orang dapat mengontrol masyarakat berarti dia telah berkuasa secara de facto, walaupun tidak secara de jure (memiliki tampuk kekuasaan di eksekutif, legislatif ataupun yudikatif). Dari perspektif ini, maka relasi kekuasaan pemilik media berimplikasi terhadap muatan pemberitaan yang kerap mengkalkulasikan segi ekonomi terlebih-lebih politik.

(4)

dimaknai dan dikonstruksi dengan makna tertentu. Peristiwa dipahami dengan bentukan tertentu. Hasilnya pemberitaan media pada sisi tertentu atau wawancara dengan orang-orang tertentu. Semua elemen tersebut tidak hanya bagian dari teknik jurnalistik tetapi menandai bagaimana sebuah peristiwa dimaknai dan di tampilkan (Eriyanto, 2002: 8).

Pada dasarnya, framing adalah metode untuk melihat cara bercerita media atas peristiwa. Cara bercerita itu tergambarkan pada cara melihat realitas yang dijadikan berita oleh media. Cara melihat ini berpengaruh pada hasil akhir dari konstruksi realitas. Analisis framing sebagai analisis yang dipakai untuk melihat bagaimana media mengkonstruksi realitas. Analisi framing juga untuk melihat bagaimana peristiwa dipahami dan dibingkai oleh media (Eriyanto, 2001: 9).

Ada dua esensi utama dari framing, yaitu pertama, Bagaimana peristiwa dimaknai. Ini berhubungan dengan bagian mana yang diliput dan bagian mana yang tidak diliput. Kedua, bagaimana fakta ditulis, Hal ini berhubungan dengan pemakaian kata, kalimat atau gambar untuk mendukung gagasan. Sebagai sebuah metode analisis teks, analisis framing mempunyai karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan analisis isi kuantitatif. Dalam analisis isi kuantitatif, yang ditekankan adalah isi (content) dari suatu pesan/teks komunikasi. Sementara dalam analisis framing, yang menjadi pusat adalah pembentukan pesan dari teks. Framing, terutama melihat bagaimana pesan/peristiwa dikonstruksi oleh media bagaimana wartawan mengkonstruksi peristiwa dan menyajikannya kepada khalayak pembaca (Eriyanto, 2002: 11)

Pada bulan September 2016 masyarakat sempat heboh dengan pemberitan media terhadap Gubernur Jakarta Non-aktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), semua media berlomba-lomba memberitakan. Mulai dari aksi yang dilakukan oleh masyarakat yang tergabung dalam organisasi masyarakat dan diberi nama sesuai tanggal pelaksanaan aksi, kasus ini bermula dari pidato Ahok di Kepulauan Seribu.

(5)

(Ahok), menjadi perkara yang menyedot perhatian pada 2016. Semua bermula dari Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu,Jakarta. Ucapan Ahok dilontarkan saat acara peresmian panen pertama budidaya kerapu di Kantor Suku Dinas Kelautan pada 27 September 2016.

Pidato Ahok di pulau itu akhirnya sampai di 'pengadilan Gajah Mada', maksudnya gedung eks Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang beralamat di Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat. Kontroversi pidato Ahok yang memuat tuturan Surat Al-Maidah ayat 51 itu juga memicu serangkaian aksi massa. Massa mendesak agar Ahok diproses secara hukum. Aksi massa itu dikenal dengan kode angka seturut kalender, yakni212,dan1212(https://news.detik.com/)

Dirilis dari kompas.com pada Jumat 7 Oktober 2016. Kelompok relawan Kotak Adja (Komunitas Advokat Muda Ahok Djarot) melaporkan ke Polda Metro Jaya, terkait video Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang membuat heboh beberapa hari terakhir. Laporan itu diterima dengan nomor TBL/4873/X/2016/PMJ/Dit Reskrimsus. Ketua Kotak Adja, Muannas Alaidid mengatakan pihaknya melaporkan akun Facebook bernama SBY (Si Buni Yani) yang

diduga pertama memprovokasi masyarakat dengan memposting potongan dari video asli.

"Kami melihat adanya pengunggahan video viral di Facebook tidak utuh dan sepotong-potong sehingga menimbulkan multitafsir dan kesalahpahaman," kata Muannas di Mapolda Metro Jaya, Jumat. Muannas mengaku melapor atas inisiatifnya sendiri. Ia juga melihat adanya niat jahat dari pelaku untuk mengadudomba masyarakat. Akun Facebook itu kini telah dihapus pemiliknya. "Hasil temuan kami ternyata akun ini juga menyebarkan form registrasi salah satu pendukung pasangan calon di Pilkada DKI, yang bersangkutan adalah pendukung salah satu pasangan calon," ujar Muannas.

(6)

terpancing dan terprovokasi dan tetap obyektif menyikapi sehingga pelaksanaan pilkada 2017 nanti dapat berjalan dengan aman dan lancar,"ujarnya. (http://megapolitan.kompas.com/).

Jumlah peserta aksi menjadi isu sensitif yang beberapa hari terakhir bisa memicu orang dimedia sosial mengumpat dan besifat nyinyir. Beberapa pandangan yang berbeda diulas dalam blog, unggahan Facebook, hingga media massa dengan angka yang berbeda-beda dan terlampau jauh perbedaannya.

Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF-MU), yang menjadi penyelenggara aksi mengklaim bahwa aksi itu di ikuti oleh 7,5 juta orang. Tidak diperoleh lebih jauh bagaimana mereka mencapai kesimpulan tersebut sementara sejumlah analisa, menyebut jumlahnya ada dikisaran 500.000 orang. Salah satu ulasan yang banyak di bahas adalah sebuah blog yang dimuat oleh mahasiswa dokroral asal Indonesia yang bersekolah di Universitas Oxford , Inggris, Muhammad Firmansyah Kasim. Dengan perhitungan matimatis, mahasiswa bidang fisika ini menghitung luasan jalan dari tungu tani, monas, hingga jalan tamrin, dan memprediksi berapa orang yang muat dalam luasan itu. “Dengan skala yang sama denga sebelumnya 3 orang per meter persegi, estimasinya sekitar 757.840 orang dalam aksi tersebut. Jika menggunakan hitungan kedua orang per meter persegi ada sekitar 505.227 orang,” katanya. Namun estimasi 2 orang per-meter dinilai tidak terlalu pas solat membutuhkan tempat yang lebih luas. Setidaknya itu yang dikritik oleh Plotak melalui akun Twitternya. “Kalo ada yang bilang permukaan 1x1 meter bisa cukup untuk berdua, saya mau lihat kayak apa sih srikulnya,”katanya. (http://www.bbc./Indonesia/trensosial/30204002).

(7)

Stasiun TV ini memiliki konsep agak berbeda dengan stasiun televisi lain, sebab selain mengudara selama 24 jam setiap hari, stasiun TV ini hanya memusatkan acaranya pada siaran warta berita saja. Tetapi dalam perkembangannya, stasiun ini kemudian juga memasukkan unsur hiburan dalam program-programnya, meski tetap dalam koridor news. Metro TV adalah stasiun pertama di Indonesia yang menyiarkan berita dalam bahasa Mandarin: Metro Xin Wen, dan juga satu-satunya stasiun TV di Indonesia yang tidak menayangkan sinetron. MetroTV juga menayangkan siaran internasional berbahasa Inggris pertama di Indonesia Indonesia Now yang dapat disaksikan dari seluruh dunia. Stasiun ini dikenal memiliki presenter berita terbanyak di Indonesia. (http://www.metrotv.com).

Sesuai uraian diatas peneliti tertarik untuk meneliti pemberitaan yang dilakukan MetroTV terhadap kasus Ahok, dan bagaimana Metro TV memframing berita aksi damai 2/12 dengan menggunakan analisis framing model Robert Entman.

1.2 Fokus Masalah

Dari paparan yang telah diuraikan di atas, maka fokus masalah penelitian ini adalah sebagai berikut: “Bagaimana Metro TV mengonstruksi dan membingkai peristiwa dalam pemberitaan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) Dalam Kasus Surah Al-Maidah Ayat 51 ?”.

1.3 Pembatasan Masalah

Guna menghindari ruang lingkup permasalahan yang terlalu luas, diperlukan adanya pembatasan masalah. Usaha dilakukam dengan memilah masalah pokok menjadi masalah kecil, namun tidak keluar dari masalah pokok tersebut (Newawi 1995).

Pembatasan masalah dalam penelitian ini antara lain:

(8)

2. Media yang akan diteliti adalah bentuk televise atau berita online, dalam hal ini MetroTV karena televisi yang memiliki program berita 24 jam juga dianggap memiliki pengaruh dan televisi yang besar baik tiras.

3. Jenis berita yang diteliti adalah berita seputar Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) Dalam Kasus Surah Al-Maidah Ayat 51.

4. Peneliti hanya menggunakan analisis framing model analisis framing Robert Entman.

1.4 Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang akan dilakukan sudah pasti mempunyai tujuan yang akan dicapai. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana MetroTV mengonstruksi berita Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) Dalam Kasus Surah Al-Maidah Ayat 51.

2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberpihakan MetroTV dalam memberitakan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) Dalam Kasus Surah Al-Maidah Ayat 51.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. ManfaatAkademis Penelitian ini diharapkan mampu berkontribusi dalam menambah dan

(9)

2. Manfaat Teoritis Secara teoritis, bagi ilmu pengetahuan penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dan memperluas wawasan yang berkaitan dengan relasi kuasa media terhadap sejumlah penayangan produk atau content di suatu media.

3. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan ilmu dan pengetahuan mengenai analisis framing kepada siapa saja yang tertarik untuk mengetahui dan menggunakan analisi framing model model analisis framing Robert Entman.

1.6 Kerangka Teori

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berfikir dalam memecahkan atau menyoroti masalah. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat fikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah peneliti akan disoroti (Nawawi, 1994:39).

Menurut Karlinger (Rakhmat,2004:6), teori merupakan suatu himpunan konstruk (konsep)yang mengmukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variabel untuk menjelaskan dan meramalkan gejala

tersebut.

(10)

1.6.1 Komunikasi dan Komunikasi Massa

Dalam kehidupan manusia disadari atau tidak, manusia selalu berkomunikasi, baik secara intrapersonal maupun secara interpersonal. Komunikasi merupakan hubungan kontak antar dan antara manusia individu maupun kelompok.

Secara etimologi, istilah komunikasi berasal dari bahasa latin “Communication”. Istilah ini bersumber dari perkataan “Communis” yang berarti sama. Sama yang dimaksud berarti sama makna atau arti. Jadi komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaaan makna mengenai sesuatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan (Effendy,2004: 30). Dari hal tersebut dapatlah diartikan jika tidak terjadi kesamaan makna antara komunikator dan komunikan, maka komunikasi tidak akan terjadi.

Menurut Harold Lasswell (Mulyana, 2005: 62) cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan Who Says What In Which Channel To Whom With Effect ? ( Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana ?). Jawaban bagi

pertanyaan paradigmatik Lasswell merupakan unsur-unsur proses komunikasi yang meliputi komunikator, pesan, media, komunikan dan efek (Effendy, 2004: 253).

Komunikasi massa merupakan suatu tipe komunikasi manusia (human

communication) yang lahir bersamaan dengan mulai digunakan alat-alat mekanik yang mampu melipatgandakan pesan-pesan komunikasi. Pool mendefinidikan komunikasi massa sebagai komunikasi yang berlangsung dalam situasi interposed ketika antara sumber dan penerima tidak terjadi kontak secara langsung, pesan-pesan komunikasi mengalir kepada penerima melalui saluran-saluran media massa, seperti surat kabar, majalah, radio, film atau televisi.

(11)

Ciri-ciri komunikasi massa antara lain berlangsung satu arah, komunikator pada komunikasi massa melembaga, pesan-pesan bersifat umum, melahirkan keserempakan dan komunikan bersifat heterogen (Suprapto, 2006: 13-14). Selain itu karakteristik komunikasi massa yaitu mampu menjangkau khalayak secara luas, selalu ada proses seleksi, berusaha menbidik sasaran tertentu dan komunikasi dilakukan oleh insitusi sosial yang harus peka terhadap kondisi lingkungan (Rivers, 2008:19).

1.6.2 Pres, Jurnalistik dan Surat Kabar

Istilah pres berasal dari bahasa Belanda yang dalam bahasa Inggris bararti press. Secara harfiah pers berarti cetak dan secara maknawlah berarti penyiaran secara tercetak atau publikasi secara cetak (Effendy, 2004: 145). Pers sendiri mengandung dua arti yaitu arti sempit dan arti luas. Dalam arti sempit, pers hanya menujuk kepada media cetak berkala, suart kabar, tabloid, dan majalah. Sedangkan aeri luas, pers bukan hanya menunjuk pada media cetak berkala melaikan yang

mencakup media elektronik auditif dan elektronik audiovisual berkala, yakni radio, televise, film, dan media online internet. Pers dalam arti luas disebut media massa (Sumadiria, 2005: 31).

Secara yuridis formal, menurut Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999Pasal 1 ayat 1 menyebutkan:

Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiata jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, penyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara dan gambar serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia.

Dan pada Pasal 1 ayat 2:

(12)

Dalam peranannya media massa, pers dalam menjalankan peradigmanya berperan sebagai intusi pencerah masyarakat, yaitu perannya sebagai media edukasi. Selain itu media massa juga menjadi media informasi, yaitu tang setiap saat menyampaikan informasi kepada masyarakat. Terakhir media massa sebagai media hiburan (Bungin, 2006: 85-86).

Pers dan jurnalistik sesungguhnya tidak masa. Bila pers berhubungan dengan intitusi media massa maka jurnalistik menunjuk pada proses kegiatan. Secara etimologis, jurnalistik berasal dari kata juorn. Dalam bahasa Prancis, journ berarti catatan atau laporan harian. Secara sederhana jurnalistik diartikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan atau laporan setiap hari. F. Fraser Bond dalam An Introuduction to Journalism menulis jurnalistik sebagai bentuk yang mebuat berita dan ulasan mengenai berita sampai pada kelompok perhatian. Secara teknis, jurnalistik adalah kegiatan menyampaikan, mencari, mengumpulkan, mengolah, menyajikan dan menyebarkan berita melalui media berkala kepeda khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya (Sumadiria, 2005: 1-3).

Suara kabar atau lebih dikenal sebagai koran adalah salah satu media cetak

adan produk jurnalistik. Sebuah surat kabar berbeda dari tipe publikasi lainnya kerena keegarannya, karakteristik handline-nya dan keanikaragaman liputan yang menyangkut berbagai topik isu dan peristiwa. Ini terkait dengan kebutuhan pembaca

akan sisi menarik dari informasi yang dibacanya.

Selain itu, waktu terbit juga bervariasi. Ada surat kabar harian dan surat kabar mingguan, ada juga surat kabar pegi atau surat kabar sore. Selain itu, target diitribusinya ada yang hendak menjangkau beberapa ratus penduduk sebua kota kecil, ada yang hendak memasok seluruh rakyat di sebuah negara atau bangsa, bahkan untuk seluruh orang di dunia “pasar” internasional (Santana, 2005: 86-87). Semua itu menyangkut kebujakan redaksi dan kebutuhan pembaca.

(13)

1.6.3 Televisi

Televisi sebagai media massa, sangat membantu dalam hubungan masyarakat. Dengan menggunakan media televisi, penyebarluasan informasi bukan saja sangat luas, melainkan juga cepat dan serentak. Televisi mempunyai sebuah karakteristik yang istimewa, televisi merupakan gabungan dari suara dan gambar atau yang lebih dikenal dengan audiovisual. Sebagai media massa, televisi memiliki ciri-ciri seperti berlangsung satu arah, komunikatornya melembaga, pesannya bersifat umum dan menimbulkan keserempakan.

Dengan kekuatannya yang audiovisual, televisi mampu mempengaruhi kehidupan manusia, baik dari segi politik, sosial dan budaya. Dan, salah satu fungsi televisi yaitu penerangan atau informasi, sebagai sarana yang sangat efektif dalam menginformasikan segala berita kepada khalayak.

1.6.4 Berita

(14)

1.6.5 Teori Gatekeepres

Istilah gatekeepers ini pertama kali diperkenelkan oleh Kurt Lewis dalam bukunya Human Relations (1974). Istilah ini kemudian dikembangkan tidak hanya merujuk orang atau organisasi yang memberi izin suatu kegiatan, tetapi mempengaruhi keluar masuknya “sesuatu”. Di dalam komunikasi massa dengan salah satu elemennya adalah informasi itu (dalam media massa) bisa disebut dengan gatekeepers. Itu juga bisa dikatakan, gatekeeper-lah yang member izin bagi tersebarnya sebuah berita (Nurudin, 2004: 108-109).

Seorang gatekeepers adalah orang yang- dengan memilih, menubah dan menolak pesan- dapat mempengaruhi aliran infirmasi kepada sesorang atau kelompok penerima (Tubbs, 1996: 202).

Peran gatekeepers sendiri terdiri dari:

1. Menerima, mencari informasi dari suatu sumber kepada penerima. 2. Menyeleksi dan menyaring informasi.

3. Mengatur arus pesan dan memodifikasinya dalam komunikasi manusia.

Konsep Kurt Lewis sendiri mengenai gatekeepers adalah bahwa informasi selalmengalir sepanjang saluran-saluran tertentu yang memiliki “wilayah berpintu”, dimana pengambulan keputusan itu dilaksanakan secara pribadi oleh penjaga pinti,

apakah informasi itu diizinkan masuk atau tidak. Jadi gatekeepers berfungsi mengatur pesan dan dapat berfungsi memodifikasi pesan sehingga pesan yang semula tidak benar dengan pesan yang pada akhirnya diterima oleh penerima. Gatekeepers memiliki kekiasaan untuk mengontrol pesan yang sangat besar dan mempengeruhi arus informasi tiap orang sesudahnya dangkaian arus informasi.

(15)

sebagian kecil fakta tidak diloloskan oleh gatekeepers, itu bisa diterjemahkan bahwa realitas sosial yang dikandung berita tersebut tidak meruapakan realitas sosial yang diyakini “benar” oleh sang garekeepers.

Shoemaker and Reese dakam buku Mediating The Massege: Theoris of Influences on Mass Media Content menuliskan ada lima (5) level/tingkatan yang mempengaruhi newaroom management, yaitu:

1. Individu/pekerja media 2. Rutinitas media

3. Organisasi media

4. Organisasi di luar media 5. Idiologi media

1.6.7 Paradigma Kontruktivisme

Istilah kontruktivisme atau kontruksi atau realitas sosial terkenalsejak diperkenelkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman melalui bukunya yang

berjudul The Social Construction of Reality: A Treatise in the Sociological of Knowledge tahun 1966. Teori dan pendekatan kontruksi sosial atau realitas terjadi secara simulta melalui tiga proses sosial, yaitu eksternalisasi, objektivitas dan

internalisasi (Bungin, 2006: 193).

(16)

itu, analisis dapat dilakukan demi membongkar maksud dan makna-makna tertentu dari komunikasi (Ardianto, 2007: 151).

Karena sifat dan faktanya bahwa pekerjaan media massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka kesibukan utama media massa adalah mengkontruksikan berbagai realitas yang akan disiarkan. Media menyusun ralitas dari berbagai peristiwa yang terjdi hingga menjadi cerita atau wavana yang bermakna. Pembuatan berita di media pada dasarnya adalah penyususnan realitas-realitas hingga membentuk sebuah cerita atau wacana yang bermakna. Dengan demikian, seluruh isi media adalah realitas yang telah dikonstruksikan dalam bentuk wacana yang bermakna (Hamand, 2004: 11-12).

Bagi kaum konstruktivisme, realitas (berita) itu hadir dalam keadaan subjektif. Hal itu karena dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan. Realitas tercipta lewat kontruksi, sudut pandang dan ideologi wartawan. Realitas sesungguhnya bisa jadi jauh berbeda saat menjadi sebuah berita bukanlah “mirror of reality”. Secara singkat, manusialah (wartawan) yang membetuk imaji dunia. Sebuah teks dalam sebuah berita tidak dapat simakan sebagai cerminan dari realitas atau mirror of

reality, ia harus pandang sebagai kontruksi atas realitas. Kerana itulah peristiwa yang sama dapat dokontruksi secara berbeda. Sekelompok wartawan yang meliput sebuah peristiwa dapat memiliki konsepsi dan pandangan yang berbeda dan itu dapat dilihat

bagaimana meraka mengkonstruksi peristiwa itu yang diwujudkan dalam teks berita sehingga peristiwa tang sama saat dimuat peda keesikan harinya oleh bebrapa media akan betbeda satu dengan yang lainnya.

1.6.8 Analisis Framing

(17)

Tetapi akhir-akhir ini, konsep framing telah digunakan secara luas dalam literature ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses penyeleksian dan penyorotan aspek-aspek khusus sebuah realita oleh media.

Framing secara sederhana adalah menbingkai sebuah peristiwa. Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang tersebut yang peda akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan bagaian mana yang dihilangkan, serta hendak dibawa ke mana berita tersebut (Sobur, 2004: 162).

Prinsip analisis framing menyatakan bahwa terjadi proses seleksi dan penajaman terhadap dimensi-dimensi tertentu daru fakta yang terberitakan dalam media. Fakta tidak ditampilkan secara apa adanya, namun diberi bingkai (frame) sehingga menghasilkan kontruksi makna yang spesifik.

Jadi, analisi framing merupakan analisis untuk menkaji pembingkaian realitas yang dilakukan media. Pembingkaian tersebut merupakan proses kontruksi yang artinya realitas dimaknai dan direkontruksi dengan cara dan makna tertentu. Framing

digunakan media untuk menonjolkan atau memberi penekanan aspek tertentu sesuai kepentingan madia.

Dalam penelitian ini model framing yang digunakan model “pisau analisis” framing Robert Entman. Robert Entman melihat framing dalam dua dimensi besar, yaitu: seleksi isu dan penkanan atau penonjolan aspel-aspek tertentu dari realitas. Seleksi isu berkaitan dengan pemilihan fakta sedangkan penonjolan aspek-aspek tertentu dari isu berkaitan dengan penulis fakta (Sobur, 2004: 164).

1.7 Kerangka Teori

(18)

Konsep adalah pengambaran secara tepat fenomena yang hendak diteliti yakni istilah dan defenisi yang digunakan yntuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1995: 57).

Jadi kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional dalam menguraikan rumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari masalah yang diuji kebenarannya. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel.

Kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini memakai analisis framing Robert Entman. Dalam pengamatan Entman framing berada dalam dua dimensi besar, yaitu seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu (Eriyanto, 2002: 187).

Seleksi isu berhubungan dengan pemilihan fakta dari realitas yang kompleks dan beragam. Aspek yang diseleksi untuk ditampilkan dari proses ini selalu terkandung di dalamnya ada bagian fakta yang dimasukkan (included) dan bagian fakta yang tidak dimasukkan (excluded). Tidak semua aspek atau bagian isu yang

ditampilkan wartawan atau gatekeepers memilih aspek tertentu dari isu tersebut. Penonjolan aspek tertentu dari isu berhubungan dengan penulisan fakta. Ketika aspek tertentu dari suatu peristiwa/isu telah dipilih, aspek terseburt ditulis

sangat berkaitan dengan pamakaian kata, kalimat, gambar dan citra tertentu untuk ditampilkan kepada khalayak.

Selanjutnya Entman mengonsepsikan dua dimensi besar tersebut dalam sebuah paranfkat framing, yaitu:

1. Defenisi masalah (Define problems), yaitu mengartikan atau menjelaskan masalah apa yang diberitakan.

2. Memperikan sumber masalah (Diagnose causes) adalah melihat penyebab masalah yang diberitakan.

(19)

4. Menekankan penyelesaian (Treatment recommendation) adalah penyelesaian apa yang ditawarkan untuk mengatasi masalah. Elemen yang dipakai untuk menilai apa yang dikehendaki wartawan, maksudnya jalan apa yang dipilih oleh wartawan untuk menyelesaikan suatu masalah.

Visualisasi Konseptual Analisis Framing Robert Entman

(Sumber: Majalah Kajian Media Ditcum Vol.1, N. 2 September 2007 dalam Simatupang 2010:18 )

1.8 Operasional Konsep

a. Define Problems atau defenisi masalah adalah elemen pertama kali dapat kita lihat dalam analisis framing. Elemen ini merupakan master frame atau bingkai paling utama. Di tahapan inilah awal berita dikontruksi sehingga dalam

FRAMING

- Seleksi isu

- Penonjolan aspek tertentu dari isu

BERITA

Define Promblems (Pendefinisian Masalah)

Diagnose Causes ( Memperkirakan Masalah atau Sumber Masalah)

Make Moral Judgement ( Membuat Keputusan Moral)

(20)

sebuah berita diteliti apakah yang menjadi pokok masalah terhadap sebuah isu, wacana atau peristiwa yang diliput, diberitakan dan peristiwa dipahami oleh wartawan.

b. Diagnose Causes atau memperkirakan sumber masalah adalah begaimana sebuah media membungkus siapakah aktor atau pelaku yang menyebabkan sebuah masalah timbul. Di sini penyebab berarti apa (what), tatapi bisa juga aspek siapa (who).

c. Moral Judgement/Evalution atau membuat keputasn moral adalah elemen framing yang dipakai untuk membenarkan atau memberikan argument atas pendefinisian yang telah dibuat, ketika masalah dan penyebab masalah telah ditentukan, maka dibutuhkan argumentasi yang kuat untuk mendukung gagasan tersebut

(21)

Tabel 1.

Operasional Analisis Framing Robert Entman Defining Problems a. Peristiwa dilihat sebagai apa?

b. Peristiwa sebagai masalah apa? Diagnose Causes a. Siapa penyebab masalah?

b. Peristiwa itu disebkan oleh apa?

Make Moral Judgement/Evalution

a. Nilai moral apa yang disajikan untuk menjelaskan masalah?

b. Nilai apa yang dipakai untuk mendelegatimasi/legitimasi suatu tindakan?

Treatment Recommendation

a. Penyelesaian yang ditawarkan untuk mengatasi masalah?

b. Jalan apa yang ditawarkan dan harus tempuh untuk mengatasinya?

Gambar

Tabel 1.

Referensi

Dokumen terkait

• Bila dibandingkan dengan piutang dagang, piutang wesel mempunyai kekuatan hukum yang menempatkan pemegang wesel (atau promes) pada posisi yang kuat untuk dapat menagih

Paku diletakkan sebagai anoda dan tembaga sebagai katoda dimasukkan ke dalam larutan tembaga sulfat kemudian dialiri arus listrik. Dari 5 percobaan yang dilakukan siswa, paku akan

Perancangan multimedia interaktif pengodean penyakit berdasarkan ICD-10 membutuhkan isi berupa berupa rule bab XV, struktur ICD- 10 bab XV, terminologi, contoh soal dan

Pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan membangun Dam konsolidasi dengan menggunakan metode poligon Thiessen dengan mengumpulkan data hidrologi di stasiun

Lebih lanjut, pada penggunaan teknik anestesi aliran tinggi (high flow anesthesia ) tidak dapat menghasilkan sistem rebreathing yang

Mekanisme fisiologis yang berkontribusi terhadap kecenderungan perdarahan meningkat pada pasien PGK stadium 5 termasuk uremia yang menyebabkan disfungsi trombosit,

Alat Peraga Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Pada Materi Himpunan. Lokasi MTsN Karangrejo MTsN Ngantru MTsN

Bonet Utama merupakan obral bandwidth dan hal tersebut kurang efektif dan tidak tepat sasaran, karena pada kenyataannya banyak pelanggan yang berprinsip tidak mau rugi