BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Umum
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kajian eksperimental
yang dilakukan di Laboratorium Beton Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil
Universitas Sumatera Utara. Secara umum urutan tahap penelitian meliputi :
a. Penyediaan bahan penyusun beton. b. Pemeriksaan bahan.
c. Perencanaan campuran beton (Mix Design). d. Pembuatan benda uji.
e. Pemeriksaan nilai slump.
f. Pengujian kuat tekan beton umur 7 hari, 21 hari, 28 hari g. Pengujian kuat lentur beton umur 28 hari
Tabel 3.1 Jumlah benda uji Benda
Uji Pengujian Hari ke
Persentase Metakaolin
Total 0% 7,5% 12,5% 17,5%
Silinder Kuat tekan, Absorbsi,
7 3 3 3 3
36
21 3 3 3 3
28 3 3 3 3
Balok Kuat lentur 28 2 2 2 2 8
Identifikasi Masalah Mulai
Tinjauan Pustaka
Persiapan Bahan dan Alat
Pemeriksaan Bahan
1. Analisa ayakan Pasir 2. Clay lump pasir 3. Kadar lumpur pasir 4. Bj dan absorbsi 5. Berat isi pasir
1. Berat Jenis
2. Kandungan Senyawa Pozzolan
Kerikil Pasir Metakaolin Semen
1. Analisa ayakan Kerikil 2. Kadar lumpur pasir 3. Bj dan absorbsi 4. Berat isi pasir
Uji pendahuluan
Perencanaan campuran/ mix design (Fc = 30)
Pembuatan benda uji
Pengujian slump
Perawatan benda uji
3.2 Bahan-bahan Penyusun Beton
Bahan penyusun beton terdiri dari semen portland, agregat halus, agregat
kasar, metakaolin, superplasticizer,dan air. Sering pula ditambah bahan campuran
tambahan yang sangat bervariasi untuk mendapatkan sifat-sifat beton yang
diinginkan. Biasanya perbandingan campuran yang digunakan adalah
perbandingan jumlah bahan penyusun beton yang lebih ekonomis dan efektif.
3.2.1 Semen Portland
Menurut SII 0013-1981, semen portland adalah semen hidraulis yang
dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari
silikat-silikat kalsium yang bersifat hidraulis bersama bahan-bahan yang biasa
digunakan, yaitu gypsum.
Semen Portland yang dipakai untuk struktur harus mempunyai kualitas
tertentu yang telah ditetapkan agar dapat berfungsi secara efektif.
Semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen jenis
OPC(Ordinary Portland Cement) atau Tipe I, yang diproduksi oleh PT. LAFARGE CEMENT INDONESIA yaitu Semen Andalas dalam kemasan 1 zak
50 kg.
3.2.2 Agregat Halus
Agregat halus adalah agregat berupa pasir alam sebagai hasil disintegrasi
alami dari batu-batuan atau berupa pasir buatan yang dihailkan oleh alat-alat
pemecah batu, dan mempunyai ukuran butir terbesar 5 mm atau lolos saringan
no.4 dan tertahan pada saringan no.200. Agregat halus (pasir) yang dipakai dalam
campuran beton diperoleh dari Binjai. Pemeriksaan yang dilakukan terhadap
agregat halus meliputi :
Analisa ayakan pasir
Pemeriksaan kadar lumpur (pencucian pasir lewat ayakan no.200)
Pemeriksaan kandungan organik (colometric test)
Pemeriksaan kadar liat (clay lump)
Pemeriksaan berat isi pasir
Analisa Ayakan Pasir a. Tujuan :
Untuk memeriksa penyebaran butiran (gradasi) dan menentukan nilai
modulus kehalusan pasir (FM)
b. Hasil pemeriksaan :
Modulus kehalusan pasir (FM) : 2,69
Pasir dapat dikategorikan pasir sedangPedoman.
FM =% Komulatif tertahan hingga ayakan 0.15 mm 100
Berdasarkan nilai modulus kehalusan (FM), agregat halus dibagi dalam
beberapa kelas, yaitu :
Pasir halus : 2,20 < FM < 2,60
Pasir sedang : 2,60 < FM < 2,90
Pasir kasar : 2,90 < FM < 3,20
Pencucian Pasir Lewat Ayakan no.200 a. Tujuan :
Untuk memeriksa kandungan lumpur pada pasir.
b. Hasil pemeriksaan :
Kandungan lumpur : 2,4% < 5% , memenuhi persyaratan.
c. Pedoman :
Kandungan Lumpur yang terdapat pada agregat halus tidak dibenarkan
melebihi 5% (dari berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 5%
maka pasir harus dicuci.
Pemeriksaan Kandungan Organik a. Tujuan :
Untuk memeriksa kadar bahan organik yang terkandung di dalam pasir.
b. Hasil pemeriksaan :
Warna kuning terang (standar warna no.3), memenuhi persyaratan.
Standar warna no.3 adalah batas yang menentukan apakah kadar bahan
organik pada pasir lebih kurang dari yang disyaratkan.
Pemeriksaan Clay Lump Pada Pasir
a. Tujuan :
Untuk memerisa kandungan liat pada pasir.
b. Hasil pemeriksaan :
Kandungan liat 0,25% < 1% , memenuhi persyaratan.
c. Pedoman :
Kandungan liat yang terdapat pada agregat halus tidak boleh melebihi 1%
(dari berat kering). Apabila kadar liat melebihi 1% maka pasir harus dicuci.
Pemeriksaan Berat Isi Pasir a. Tujuan :
Untuk menentukan berat isi (unit weight) pasir dalam keadaan padat dan longgar.
b. Hasil pemeriksaan :
Berat isi keadaan rojok / padat : 1615,89 kg/m3
Berat isi keadaan longgar :1513,75 kg/m3
c. Pedoman :
Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa berat isi pasir dengan cara
merojok lebih besar daripada berat isi pasir dengan cara menyiram, hal ini
berarti bahwa pasir akan lebih padat bila dirojok daripada disiram. Dengan
mengetahui berat isi pasir maka kita dapat mengetahui berat pasir dengan
hanya mengetahui volumenya saja.
Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi Pasir a. Tujuan :
Untuk menetukan berat jenis (specific grafity) dan penyerapan air (absorbsi) pasir.
b. Hasil pemeriksaan :
Berat jenis SSD = 2,50
Berat jenis semu = 2,58
Absorbsi = 2,04 %
c. Pedoman :
Berat jenis SSD merupakan perbandingan antara berat pasir dalam
keadaan SSD dengan volume pasir dalam keadaan SSD. Keadaan SSD
(SaturatedSurface Dry) dimana permukaan pasir jenuh dengan uap air sedangkandalamnya kering, keadaan pasir kering dimana pori-pori pasir
berisikan udara tanpa air dengan kandungan air sama dengan nol,
sedangkan keadaan semu dimana pasir basah total dengan pori-pori penuh
air. Absorbsi atau penyerapan air adalah persentase dari berat pasir yang
hilang terhadap berat pasir kering dimana absorbsi terjadi dari keadaan
SSD sampai kering.
Hasil pengujian harus memenuhi :
Berat jenis kering < berat jenis SSD < berat jenis semu.
3.2.3 Agregat Kasar
Agregat kasar adalah agregat dengan ukuran butir lebih besar dari 5 mm.
Agregat harus mempunyai gradasi yang baik, artinya harus tediri dari butiran yang
beragam besarnya, sehingga dapat mengisi rongga-rongga akibat ukuran yang
besar, sehingga akan mengurangi penggunaan semen atau penggunaan semen
yang minimal. Agregat kasar (batu pecah) yang dipakai dalam campuran beton
diperoleh dari Binjai. Pemeriksaan yang dilakukan pada agregat kasar meliputi :
Analisa ayakan batu pecah
Pemeriksaan kadar lumpur (pencucian lewat ayakan no.200)
Pemeriksaan keausan menggunakan mesin pengaus Los Angeles
Pemeriksaan berat isi batu pecah
a. Tujuan :
Untuk memeriksa penyebaran butiran (gradasi) dan menentukan nilai
modulus kehalusan(fineness modulus / FM) kerikil.
b. Hasil pemeriksaan : 6,78
5,5 < 6,78< 7,5 , memenuhi persyaratan.
c. Pedoman :
1. FM =% Komulatif tertahan hingga ayakan 0.15 mm
100
2. Agregat kasar untuk campuran beton adalah agregat kasar dengan
modulus kehalusan (FM) antara 5,5 sampai 7,5.
Pemeriksaan Kadar Lumpur (Pencucian Kerikil Lewat Ayakan no.200) a. Tujuan :
Untuk memeriksa kandungan lumpur pada kerikil.
b. Hasil pemeriksaan :
Kandungan lumpur : 0,35% < 1% , memenuhi persyaratan.
c. Pedoman :
Kandungan Lumpur yang terdapat pada agregat kasar tidak dibenarkan
melebihi 1% (ditentukan dari berat kering). Apabila kadar lumpur
melebihi 1% maka pasir harus dicuci.
Pemeriksaan Keausan Dengan Mesin Los Angeles a. Tujuan :
Untuk memeriksa ketahanan aus agregat kasar.
b. Hasil pemeriksaan :
Persentase keausan : 10,36% < 50%
c. Pedoman :
1. % keausan = berat awal−berat akhir
berat awal x 100%
2. Pada pengujian keausan dengan mesin pengaus Los Angeles,
Pemeriksaan Berat Isi Batu Pecah 1. Tujuan :
Untuk memeriksaan berat isi (unit weight) agregat kasar dalam keadaan padat dan longgar.
2. Hasil pemeriksaan :
Berat isi keadaan rojok / padat : 1565.58 kg/m3
Berat isi keadaan longgar : 1457.24 kg/m3
3. Pedoman :
Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa berat isi batu pecah dengan cara
merojok lebih besar daripada berat isi dengan cara menyiram, hal ini
berarti bahwa kerikil akan lebih padat bila dirojok daripada disiram.
Dengan mengetahui berat isi batu pecah maka kita dapat mengetahui berat
batu becah dengan hanya mengetahui volumenya saja.
Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi Batu Pecah a. Tujuan :
Untuk menentukan berat jenis (specific gravity) dan penyerapan air (absorbsi) batu pecah.
b. Hasil pemeriksaan :
Berat jenis SSD : 2,57
Berat jenis kering : 2,54
Berat jenis semu : 2,60
Absorbsi : 0,93 %
c. Pedoman :
Berat jenis SSD merupakan perbandingan antara berat batu pecah dalam
keadaan SSD dengan volume batu pecah dalam keadaan SSD. Keadaan SSD
(Saturated Surface Dry) dimana permukaan batu pecah jenuh dengan uap air,
keadaan batu pecah kering dimana pori batu pecah berisikan udara tanpa air
dengan kandungan air sama dengan nol, sedangkan keadaan semu dimana
persentase dari berat batu pecah yang hilang terhadap berat batu pecah kering,
dimana absorbsi terjadi dari keadaan SSD sampai kering.
Hasil pengujian harus memenuhi :
Berat jenis kering < berat jenis SSD < berat jenis semu.
3.2.4 Air
Air yang digunakan dalam pembuatan sampel adalah air yang berasal dari
sumber air yang bersih. Secara pengamatan visual air yang dapat pembuatan beton
yaitu air yang jernih, tidak berwarna dan tidak mengandung kotoran-kotoran
seperti minyak dan zat organik lainnya. Dalam penelitian ini air yang dipakai
adalah berasal dari PDAM Tirtanadi, di Laboratorium Bahan Rekayasa
Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik USU.
3.2.5 Metakaolin
Metakaolin adalah pozzolan yang terbentuk dari pembakaran mineral
kaolin yaitu salah satu jenis lempung yang sering digunakan untuk membuat
keramik. Metakaolin akan terbentuk secara sempurna pada kisaran suhu 7000 -
8000C (RMC Group,1996).
Metakaolin yang dipakai dalam penelitian ini adalah kalsinasi kaolin yang
di peroleh dari Tambang Kaolin yang terdapat di kabupaten Belitung pada suhu
800oC . Dalam penelitian ini metakaolin digunakan sebagai subsitusi semen dalam
campuran beton.
3.2.6 Master glenium ace 8590 ( superplastisizer tipe f ) “Water Reducing,
High Range Admixtures”
Master glenium ace 8590adalah superplasticiser berbasis polikarboksilat
eter (PCE) yang dikembangkan untuk pengembangan kekuatan awal yang tinggi
yang sesuai untuk pembuatan pracetak.Master glenium ace 8590 merupakan
produk baru dari BASF yang berfungsi sebagai water reducing (superplastisizer type f ),dikembangkan diutamakan untuk industri beton dimana daya tahan terhadap penurunan slump, mutu tinggi dan ketahanan pada saat cuaca panas sangat diperlukan.Master glenium ace 8590 adalah campuran cair yang
ditambahkan ke beton selama proses mixing. Hasil terbaik diperoleh saat
campuran ditambahkan Setelah semua komponen lainnya sudah ada Mixer dan
setelah penambahan minimal 80% dari total air.Tingkat dosis yang dianjurkan
biasanya adalah 0,7 sampai 1,2 Liter per 100 kg pengikat.
Dalam mix design ini dosis penggunaan Master Glenium Ace 8590 adalah
1000 ml per 100 kg semen titous.
3.3 Perencanaan Campuran Beton (Mix Design)
Perencanaan campuran beton dimaksudkan untuk mengetahui komposisi
atau proporsi bahan-bahan penyusun beton. Proporsi bahan-bahan penyusun beton
ini ditentukan melalui sebuah perancangan beton (mix design). Hal ini dilakukan agar proporsi campuran dapat memenuhi syarat teknis secara ekonomis. Dalam
menentukan proporsi campuran dalam penelitian ini digunakan metode
Departemen Pekerjaan Umum yang berdasarkan pada SNI 03-2834-2000.
Kriteria dasar perancangan beton dengan menggunakan metode Departemen
Pekerjaan Umum ini adalah kekuatan tekan dan hubungan dengan faktor air
Tabel 3.2Proporsi campuran beton tiap variasi
Kadar
pergantian
semen
Semen
(kg)
Pasir
(kg)
Air
(kg)
Kerikil
(kg)
Metakaolin
(kg)
Superplasticizer
(ml)
0% 348,6 768,5 133,1 1140,9 - 4647
7,5% 322,5 767,0 133,1 1138,7 26,1 4647
12,5% 305,0 766,0 133,1 1137,2 43,575 4647
17,5% 287,6 765,0 133,1 1135,7 61,005 4647
3.4 Penyediaan Bahan Penyusun Beton
Setelah dilakukan pemeriksaan karakteristik terhadap bahan pembuatan
beton seperti pasir, batu pecah, semen dan bahan tambahan yang akan digunakan
untuk mendapatkan mutu material yang baik sesuai dengan persyaratan yang ada,
maka penyediaan bahan penyusun beton adalah disaring, dicuci dan dijemur
hingga kering permukaan. Kemudiaan bahan tersebut disimpan dalam kotak dan
ditempatkan di ruangan tertutup, hal ini untuk menghindari pengaruh cuaca luar
yang dapat merusak bahan ataupun mengakibatkan perbedaan kualitas bahan.
Sehari sebelum dilakukan pengecoran benda uji bahan yang telah dipersiapkan
tersebut ditimbang berapa beratnya sesuai dengan variasi campuran yang ada dan
diletakkan dalam wadah yang terpisah untuk mempermudah pelaksanaan
pengecoran yang dilakukan.
3.5 Pembuatan Benda Uji
Pembuatan benda uji terdiri dari sebelas variasi campuran untuk
percobaan, yaitu campuran normal, campuran dengan subsitusi metakaolin
sebesar 7,5%; 12,5% dan 17,5% dari berat semen dengan penambahan Master
Setelah semua bahan selesai disediakan, hidupkan mesin molen dan
masukkan campuran beton sembarang ke dalamnya yang berfungsi untuk
membasahi mesin tersebut supaya adukan beton yang sebenarnya tidak berkurang.
Setelah ± 30 detik, campuran tersebut di buang.
Untuk beton normal, langkah pertama masukkan agregat halus dan semen
selama ± 30 detik supaya agregat halus dan semen tercampur rata. Kemudian air
dimasukkan sebagian-sebagian ke dalam molen secara menyebar, hal ini
dilakukan supaya air tidak hanya tercampur di beberapa tempat dan menyebabkan
adukannya tidak rata (menggumpal). Selanjutnya masukkan batu pecah dan
biarkan mesin molen selama ± 1 menit sampai campuran beton benar-benar
tercampur secara merata dan homogen.
Adukan yang sudah tercampur merata, dituangkan ke dalam sebuah pan
besar yang tidak menyerap air, dan kemudian adukan diukur kekentalannya
dengan menggunakan metode slump test dari kerucut Abrams-Harder. Setelah pengukuran nilai slump, campuran beton dimasukkan ke dalam cetakan silinder
yang berukuran diameter 15 cm dan tinggi 30 dengan cara dibagi dalam tiga
tahapan, dimana masing-masing tahapan diisi 1/3 bagian dari cetakan silinder dan
lalu dipadatkan dengan menggunakan alat vibrator.
Setelah umur beton 24 jam, cetakan silinder dan balok dibuka dan mulai
dilakukan perawatan beton dengan cara direndam dalam bak perendaman sampai
pada masa yang direncanakan untuk melakukan pengujian.
3.6 Perawatan (Curing)Beton
Perawatan dilakukan sampai pada umur beton 7, 21, dan 28 hari.
Perawatan pada beton dilakukan dengan metode perawatan rendam (water curing): direndam dalam bak perendaman Dilaksanakan berdasarkan SNI 03-2493-1991 (Metoda Pembuatan Dan Perawatan Benda Uji Beton di
3.7 Penggunaan Master Glenium Ace 8590 ( superplastisizer tipe f ) “Water Reducing, High Range Admixtures”
Pada tugas akhir saya ini, dosis yang digunakan adalah 1000 ml per 100 kg
Cementitious. Adapun cara perhitungan dosis yang digunakan antara lain sebagai
berikut :
( Beton Normal )
Proporsi campuran 1 m3 (satuan kg ) :
S : P : A : K
464,7 : 676.3 : 185.4 : 1014,5
Beton Normal ( 1000 ml/100kg.Cementitious ) Water reducer = 25% x 185.4 kg/m3 = 46.35 kg/m3
Maka air yang digunakan adalah 185.4 kg/m3 – 46.35 kg/m3 = 139.05 kg/m3
Perhitungan pemakaian jumlah semen
Water Cement Ratio (WCR) = Water (W) / Cement (C).
C = W / WCR
C = 139.05 kg/m3/0.40
= 347,6 kg/m3
Penggunaan Master Glenium ACE 8590 = 1000 ml/100 kg x 464,7 kg/m3 = 4647 ml/m3
Proporsi campuran 1 m3 (satuan kg ) :
S : P : A : K
348.6 : 761,2 : 139.4 : 1141.8
3.8 Pengujian Sampel
Pengujian yang dilakukan adalah pengujian kuat tekan beton dan kuat lentur
3.8.1 Uji Kuat Tekan Beton
Pengujian dilakukan pada umur beton 7, 21 dan 28 hari untuk tiap variasi
hari beton sebanyak 3 buah. Sehari sebelum pengujian sesui umur rencana,
silinder beton dikeluarkan dari bak perendaman. Sebelum dilakukan uji kuat
tekan, benda uji ditimbang beratnya. Pengujian kuat tekan beton dilakukan dengan
menggunakan mesin kompres elektrik berkapasitas 2000 KN.
Kekuatan tekan benda uji beton dihitung dengan rumus :
F’c =
Dimana : f’c = Kekuatan tekan (kg/cm2)
P = Beban tekan (kg)
A = Luas permukaan benda uji (cm2)
15 cm
Gambar 3.2Uji Tekan Beton
Adapun tahap-tahap pengujian kuat tekan silinder beton adalah :
1. Keluarkan benda uji silinder yang akan diuji kekuatan tekannya dari bak
perendaman untuk tiap benda uji yang akan diuji kuat tekannya
berdasarkan umur beton kemudian diamkan 1 hari agar benda uji berada
dalam kondisi kering saat pengujian.
2. Lelehkan mortar belerang dan letakkan kedalam cetakan pelapis.
3. Letakkan permukaan atas benda uji ke dalam cetakan pelapis secara tegak
lurusdan diamkan selama beberapa etik sampai mortar belerang mengeras
danmenempel pada permukaan atas benda uji. Lakukan pengapingan untuk
kedua sisi beton.
4. Timbang benda uji.
5. Letakkan benda uji pada mesin tekan compression machine secara centris. 6. Hidupkan mesin tekan dengan penambahan beban yang konstan.
7. Lakukan pembebanan sampai jarum penunjuk beban tidak naik lagi
danmenunjukkan bahwa beton tidak lagi memberi perlawanan terhadap
kuat tekanyang diberikan dan catat angka yang ditunjukkan jarum
penunjuk.
3.8.2 Pengujian Nilai Absorpsi Beton
Sebelum dilakukan pengujian nilai absorpsi beton, terlebih dahulu beton
ditimbang pada saat sebelum dan sesudah dilakukan perendaman selama 24
jam.Pengujian absorpsi berdasarkan dengan SNI 03-6433-2000 (Metode
Pengujian Kerapatan, Penyerapan, dan Rongga dalam Beton yang Telah
Mengeras).Perhitungan nilai absorpsi beton yang sudah dilakukan
perawatanselama waktu yang telah ditentukan dengan metode perawatan yang
berbeda adalah :
Absorpsi = − x 100%
Dimana : A = Berat Beton Dalam Keadaan Kering
B = Berat Beton Dalam Keadaan SSD
3.8.3 Pengujian Kuat Lentur Beton (Flexure Test)
Pengujian dilakukan pada beton umur 28 hari untuk tiap variasi
betonmasing-masing sebanyak 2 buah. Benda uji merupakan benda uji balok
rencana,balok beton dikeluarkan dari bak perendaman dan dikeringkan kurang
lebih 24 jam.
Gambar 3.3Uji Lentur Beton Adapun tahap-tahap pengujian kuat lentur balok beton adalah
1. Keluarkan benda uji balok yang akan diuji kuat lenturnya dari bak
perendamankemudian diamkan 1 hari agar benda uji berada dalam kondisi
kering saatpengujian.
2. Timbang berat benda uji.
3. Buat garis penanda pada benda uji sebagai titik tumpuan masing-masing
7,5cm dari ujung balok.
4. Letakkan benda uji balok pada alat compression machine. Pastikan benda ujibertumpu pada garis tumpuan yang telah disediakan dan sentris
terhadappembebanan.
5. Turunkan pembebanan sehingga menempel pada kedua permukaan benda
uji.
6. Secara perlahan beban diberikan dengan mengoperasikan tuas pompa
7. Pemompaan dilakukan dengan peningkatan pemompaan sedikit demi
sediki sampai benda uji patah.
8. Saat patah catat beban yang di berikan pada balok.
9. Kemudian ukur jarak patahan dari ujung balok, ambil sebanyak 4 titik.
60 cm
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Slump
Nilai slump selalu dihubungkan dengan kemudahan pengerjaan beton (workability). Slump test adalah pengujian paling sederhana dan yang paling sering digunakan, karena kelecakan beton segar sering diidentikkan dengan
slumpnya.
Unsur-unsur yang mempengaruhi nilai slump antara lain:
1. Gradasi dan bentuk permukaan agregat
2. Faktor air semen
3. Volume udara pada adukan beton
4. Karakteristik semen
5. Bahan tambahan
Hasil pengujian nilai slump untuk beton dengan variasi metakaolindapat dilihat dalam tabel 4.1.
Tabel 4.1 Nilai slump beton dengan variasi metakaolin Variasi Substitusi Campuran Nilai Slump
0% 18
7,5% 15
12,5% 13
17,5% 12
Tabel 4.1 dengan FAS yang sama yaitu 0,4 untuk setiap variasi dapat
diketahui bahwa semakin meningkatnya prosentase metakaolin dalam campuran
adukan beton maka nilai slump semakin rendah. Hal ini disebabkan adanya
penyerapan air oleh metakaolin sehingga mempengaruhi workabilitas adukan
4.2 Kuat Tekan Silinder Beton
Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada umur 7, 21, dan 28 hari yang
dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran perkembangan kekuatan tekan beton
dengan menggunakan bahan tambahan metakaolin dan hasilnya dibandingkan
dengan beton normal.
Tabel 4.2 Hasil kuat tekan beton tiap variasi untuk umur 7, 21 dan 28 hari
No Keterangan
Grafik 4.1 Grafik hasil pengujian kuat tekan beton normal
Grafik 4.1 menunjukkan bahwa pada umur beton 7, 21 dan 28 hari dengan
variasi normal, yaitu sebesar 23,477 Mpa, 30.951 Mpa dan 32,083 Mpa. Dari
grafik di atas dapat dilihat bahwa seiring umur beton bertambah, maka kuat tekan
beton juga meningkat.
Tabel 4.3 Hasil kuat tekan beton 7,5% metakaolin tiap variasi untuk umur 7, 21 dan 28 hari
No Keterangan
Umur
1 Beton Metakaolin 7,5%
7
12,678 420 176,625 23.8
24.23213 2 Beton Metakaolin 7,5% 12,641 436 176,625 24.7
3 Beton Metakaolin 7,5% 12,697 428 176,625 24.2
4 Beton Metakaolin 7,5%
21
7 Beton Metakaolin 7,5%
28
12,339 610 176,625 34.5
34.72517 8 Beton Metakaolin 7,5% 12,774 610 176,625 34.5
9 Beton Metakaolin 7,5% 12,509 620 176,625 35.1
Grafik 4.2Grafik hasil pengujian kuat tekan beton 7,5% metakaolin
Grafik 4.2 menunjukkan bahwa pada umur beton 7, 21 dan 28 hari dengan
variasi 7,5% metakaolin, yaitu sebesar 24,232 Mpa, 33.782 Mpa dan 34,725 Mpa.
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa seiring umur beton bertambah, maka kuat
tekan beton juga meningkat.
24.232
33.782 34.725
y = -4.302x2+ 22.45x + 6.076
0.000 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 35.000 40.000
7 21 28
K
u
at
T
e
k
an
Be
to
n
(M
p
a)
Umur Beton (Hari)
Tabel 4.4 Hasil kuat tekan beton 12,5% metakaolin tiap variasi untuk umur 7, 21 dan 28 hari
No Keterangan
Umur
1 Beton Metakaolin 12,5%
7
12,692 466 176,625 26.4
26.2326 2 Beton Metakaolin 12,5% 13,431 470 176,625 26.6
3 Beton Metakaolin 12,5% 12,895 454 176,625 25.7
4 Beton Metakaolin 12,5%
21
12,795 780 176,625 44.2
40.19816 5 Beton Metakaolin 12,5% 12,826 600 176,625 34.0
6 Beton Metakaolin 12,5% 12,644 750 176,625 42.5
7 Beton Metakaolin 12,5%
28
12,697 750 176,625 42.5
42.27412 8 Beton Metakaolin 12,5% 12,935 730 176,625 41.3
9 Beton Metakaolin 12,5% 12,818 760 176,625 43.0
Grafik 4.3Grafik hasil pengujian kuat tekan beton 12,5% metakaolin
26.233
Grafik 4.3 menunjukkan bahwa pada umur beton 7, 21 dan 28 hari dengan
variasi 12,5% metakaolin, yaitu sebesar 26,233 Mpa, 40,198 Mpa dan 42,724
Mpa. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa seiring umur beton bertambah, maka
kuat tekan beton juga meningkat.
Tabel 4.5 Hasil kuat tekan beton 17,5% metakaolin tiap variasi untuk umur 7, 21 dan 28 hari
No Keterangan
Umur
1 Beton Metakaolin 17,5%
7
12,489 442 176,625 25.0
25.32751 2 Beton Metakaolin 17,5% 12,477 446 176,625 25.3
3 Beton Metakaolin 17,5% 12,502 454 176,625 25.7
4 Beton Metakaolin 17,5%
21
12,697 660 176,625 37.4
37.55718 5 Beton Metakaolin 17,5% 12,692 660 176,625 37.4
6 Beton Metakaolin 17,5% 12,686 670 176,625 37.9
7 Beton Metakaolin 17,5%
28
12,512 680 176,625 38.5
39.44448 8 Beton Metakaolin 17,5% 12,701 710 176,625 40.2
Grafik 4.4Grafik hasil pengujian kuat tekan beton 17,5% metakaolin
Grafik 4.4 menunjukkan bahwa pada umur beton 7, 21 dan 28 hari dengan
variasi 17,5% metakaolin, yaitu sebesar 25,328 Mpa, 37,557 Mpa dan 39,444
Mpa. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa seiring umur beton bertambah, maka
kuat tekan beton juga meningkat.
Dari kedua hasil kuat tekan benda uji beton normal dan benda uji beton campuran
metakaolin terhadap umur pengujian, maka kedua hasil pengujian kuat tekan
dapat di bandingkan melalui Grafik sebagai berikut
25.328
37.557 39.444
y = -5.171x2+ 27.74x + 2.755
0.000 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000
7 21 28
K
u
at
T
e
k
an
Be
to
n
(M
p
a)
Umur Beton (Hari)
Grafik 4.5Grafik hasil pengujian kuat tekan beton terhadap penambahan metakaolin
Grafik 4.5 menunjukkan bahwa pada umur beton 7,21 dan 28 hari dengan
variasi penambahan metakaolin dengan persentase 12,5% merupakan kuat tekan
tertinggi, yaitu sebesar 26,23Mpa, 40,2. Mpa dan 42.27 Mpa, atau sebesar
11.74% , 29.87%, dan 31,76% lebih besar dari kuat tekan beton normal. Dari
grafik di atas dapat dilihat bahwa penambahan metakaolin dapat meningkatkan
kuat tekan beton.
Meningkatnya kuat tekan beton disebabkan oleh hasil hidrasi semen yang
menghasilkan senyawa CH ( Kalsium Hidroksida ), apabila bereaksi dengan SiO2
( silika ) amorf pada metakaolin menghasilkan C-S-H ( Gel Kalsium Silikat Hidrat
) pada beton semakin banyak pada penambahan kadar mineral metakaolin dan
tidak melewati batas maksimum sehingga kelekatan antara agregat dan pasta
semen semakin kuat.
0
Pengaruh Penambahan Metakaolin terhadap Nilai Kuat Tekan Beton
0%
7,5%
12,5%
4.3 Pengujian Absorpsi Beton
Pengujian absorpsi beton dilakukan pada umur beton 7, 21 dan 28 hari
yang dimaksudkan untuk mendapatkan nilai absorpsi beton yang diuji dengan
metode perawatan yaitu perawatan rendam (water curing). Hasil pengujian absorpsi beton pada umur beton 7, 21, dan 28 hari dengan atau tanpa metakaolin
sebagai substitusi semen ditunjukan pada tabel 4.6
.Tabel 4.6 Hasil absorpsi beton normal tiap variasi untuk umur 7, 21 dan 28 hari
No Keterangan
Umur
Grafik 4.6Grafik hasil pengujian absorpsi beton normal
Grafik 4.6 menunjukkan bahwa pada umur beton 7, 21 dan 28 hari dengan
variasi 0% metakaolin, yaitu sebesar 0,511% , 0,426% , dan 0,333%. Dari grafik
di atas dapat dilihat bahwa seiring umur beton bertambah, maka absorpsi beton
juga mengecil.
Tabel 4.7 Hasil absorpsi beton 7,5% metakaolin tiap variasi untuk umur 7, 21 dan 28 hari
No Keterangan
Umur
1 Beton Metakaolin 7,5%
7
12745 12678 0.528
0.526 2 Beton Metakaolin 7,5% 12707 12641 0.522
3 Beton Metakaolin 7,5% 12764 12697 0.528
4 Beton Metakaolin 7,5%
21
12544 12491 0.424
0.425 5 Beton Metakaolin 7,5% 12748 12693 0.433
6 Beton Metakaolin 7,5% 12716 12663 0.419
7 Beton Metakaolin 7,5%
28
12375 12339 0.292
0.287 8 Beton Metakaolin 7,5% 12811 12774 0.290
9 Beton Metakaolin 7,5% 12544 12509 0.280
Grafik 4.7Grafik hasil pengujian absorpsi beton 7,5% metakaolin
0.526
Grafik 4.7 menunjukkan bahwa pada umur beton 7, 21 dan 28 hari dengan
variasi 7,5% metakaolin, yaitu sebesar 0,526% , 0,425% , dan 0,287%. Dari
grafik di atas dapat dilihat bahwa seiring umur beton bertambah, maka absorpsi
beton juga mengecil.
Tabel 4.8 Hasil absorpsi beton 12,5% metakaolin tiap variasi untuk umur 7, 21 dan 28 hari
No Keterangan
Umur
1 Beton Metakaolin 12,5%
7
12759 12692 0.528
0.531
2 Beton Metakaolin 12,5% 13498 13431 0.521
3 Beton Metakaolin 12,5% 12955 12895 0.543
4 Beton Metakaolin 12,5%
21
12844 12795 0.383
0.395
5 Beton Metakaolin 12,5% 12876 12826 0.390
6 Beton Metakaolin 12,5% 12696 12644 0.411
7 Beton Metakaolin 12,5%
28
12742 12697 0.354
0.320
8 Beton Metakaolin 12,5% 12975 12935 0.309
9 Beton Metakaolin 12,5% 12856 12818 0.296
Grafik 4.8Grafik hasil pengujian absorpsi beton 12,5% metakaolin
0.531
Grafik 4.8 menunjukkan bahwa pada umur beton 7, 21 dan 28 hari dengan
variasi 12,5% metakaolin, yaitu sebesar 0,497% , 0,395% , dan 0,320%. Dari
grafik di atas dapat dilihat bahwa seiring umur beton bertambah, maka absorpsi
beton juga mengecil.
Tabel 4.9 Hasil absorpsi beton 17,5% metakaolin tiap variasi untuk umur 7, 21 dan 28 hari
No Keterangan
Umur
1 Beton Metakaolin 17,5%
7
12573 12489 0.544
0.546 2 Beton Metakaolin 17,5% 12561 12477 0.544
3 Beton Metakaolin 17,5% 12587 12502 0.551
4 Beton Metakaolin 17,5%
21
12750 12697 0.417
0.415 5 Beton Metakaolin 17,5% 12744 12692 0.410
6 Beton Metakaolin 17,5% 12739 12686 0.418
7 Beton Metakaolin 17,5%
28
12547 12512 0.280
0.303 8 Beton Metakaolin 17,5% 12745 12701 0.346
9 Beton Metakaolin 17,5% 12827 12791 0.281
Grafik 4.9Grafik hasil pengujian absorpsi beton 17,5% metakaolin
0.546
Grafik 4.9 menunjukkan bahwa pada umur beton 7, 21 dan 28 hari dengan
variasi 12,5% metakaolin, yaitu sebesar 0,675% , 0,415% , dan 0,356%. Dari
grafik di atas dapat dilihat bahwa seiring umur beton bertambah, maka absorpsi
beton juga mengecil.
Grafik 4.10Grafik hasil pengujian absorpsi beton terhadap penambahan metakaolin
Grafik 4.10 menunjukkan bahwa pada umur beton 7 hari absorpsi
mengalami penigkatan tiap penambahan metakaolin, untuk nilai absorbsi terendah
pada variasi normal sedangkan absorpsi tertinggi didapat pada variasi 17,5%.
Pada umur beton 21 hari absorpsi mengalami penurunan tiap penambahan
metakaolin, untuk nilai absorpsi terendah didapat pada variasi 12,5% , 17,5% ,
dan 7,5% sedangkan absorpsi tertinggi didapat pada variasi normal.
Pada umur beton 28 hari absorpsi mengalami penurunan tiap penambahan
metakaolin, untuk nilai absorpsi terendah didapat pada variasi 7,5% , 17,5% , dan
12,5% sedangkan absorpsi tertinggi didapat pada variasi normal.
0.511
Pengaruh Penambahan Metakaolin terhadap Nilai Absorpsi Beton
0% 0
7,5% 0
12,5% 0
Meningkatnya absorpsi beton pada umur 7 hari disebabkan karena reaksi
pozzolan pada beton berlangsung lambat sehingga absorbsi metakaolin pada beton
masih berlangsung.
Menurunnya absorbs beton pada umur 21 dan 28 hari karena mineral
metakaolin berfungsi sebagai filler yang ukuran butirannya lebih halus dari semen
sehingga beton lebih padat.
4.5 Kuat Lentur (Flexure)
Pengujian kuat lentur beton dilakukan pada umur 28 hari yang
dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran perkembangan kekuatan lentur beton
dengan menggunakan bahan tambahan metakaolin dan hasilnya dibandingkan
dengan beton normal. dimana benda uji berbentuk balok berdimensi 15 cm x 15
cm x 60 cm melalui proses pembuatan dan perawatan yang dilaksanakan di
Laboratorium Beton USU.
Grafik 4.11Grafik hasil pengujian kuat lentur balok beton terhadap penambahan metakaolin
Grafik 4.6 menunjukkan bahwa pada umur balok beton 28 hari dengan
variasi penambahan metakaolin dengan persentase 12,5% merupakan Modulus
Patahan tertinggi, yaitu sebesar 98,4 kg/cm2, atau sebesar 36,5% lebih besar
modulus patahan balok beton normal. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa
penambahan metakaolin dapat meningkatkan kekuatan lentur balok beton.
Meningkatnya kuat lentur beton disebabkan oleh hasil hidrasi semen yang
menghasilkan senyawa CH ( Kalsium Hidroksida ), apabila bereaksi dengan SiO2
( silika ) amorf pada metakaolin menghasilkan C-S-H ( Gel Kalsium Silikat Hidrat
) pada beton semakin banyak pada penambahan kadar mineral metakaolin dan
tidak melewati batas maksimum sehingga kelekatan antara agregat dan pasta
semen semakin kuat.
0
Perhitungan Momen Lentur Beton Normal dan Beton Metakaolin Beton Normal 1
Berat benda uji (w) = 32,2 kg
Panjang benda uji (l) = 60 cm
Berat Benda uji persatuan panjang ( 1) =
� =
Reaksi-reaksi perletakan
Ra = Rb = 1
Tarikan pada 2 titik, yaitu =
Daerah patahan ( pada ̅ = 23,85 cm )
Daerah Mmax ( pada ̅ = 30,0 cm ).
Tegangan Tarik Lentur =
� = � = 1 2 ℎ
3
Dimana:
� = Tegangan tarik lentur M = Momen yang terjadi
b = Lebar balok
h = Tinggi balok
w = Momen tahanan
Momen pada patahan
Nilai momenpada titik patahan
Beton Normal 2
Berat benda uji (w) = 31,9 kg
Panjang benda uji (l) = 60 cm
Berat Benda uji persatuan panjang ( 1) =
� =
Reaksi-reaksi perletakan
Ra = Rb = 1
Tarikan pada 2 titik, yaitu =
Daerah patahan ( pada ̅ = 23,825 cm )
Daerah Mmax ( pada ̅ = 30,0 cm ).
Tegangan Tarik Lentur =
� =
� = 1 2 ℎ
3
Dimana:
� = Tegangan tarik lentur M = Momen yang terjadi
b = Lebar balok
h = Tinggi balok
w = Momen tahanan
Momen pada patahan
Nilai momenpada titik patahan
Beton 7,5% metakaolin 1
Berat benda uji (w) = 32 kg
Panjang benda uji (l) = 60 cm
Berat Benda uji persatuan panjang ( 1) =
� =
32
60 = 0,533 kg/cm
Beban tekan yang diberi ( ) = 49 kN = 4900 kg
Berat masing masing pembebanan ( 1, 2) =4900
2 = 2450 kg
Reaksi-reaksi perletakan
Ra = Rb = 1
2Q1 + 1 2P
=1
2 [ (0,533 x 60) + (2450) ]
= 2466 kg
Jarak patahan rata-rata, ̅ = 29,925 cm
Tarikan pada 2 titik, yaitu =
Daerah patahan ( pada ̅ = 29,925 cm )
Daerah Mmax ( pada ̅ = 30,0 cm ).
Tegangan Tarik Lentur =
� =
� = 1 2 ℎ3 Dimana:
� = Tegangan tarik lentur M = Momen yang terjadi
b = Lebar balok
h = Tinggi balok
w = Momen tahanan
Momen pada patahan
Nilai momenpada titik patahan
= ( ̅− ,5 − 1
2 ( )
2− ( ̅−
= 2466(2992 5 − ,5 − 1
2 (29,925)
2− (29,925 −
Beton 7,5% Metakaolin 2
Berat benda uji (w) = 32,4 kg
Panjang benda uji (l) = 60 cm
Berat Benda uji persatuan panjang ( 1) =
� =
32,4
60 = 0,54 kg/cm
Beban tekan yang diberi ( ) = 50,1 kN = 5010 kg
Berat masing masing pembebanan ( 1, 2) =5010
2 = 2505 kg
Reaksi-reaksi perletakan
Ra = Rb = 1
2Q1 + 1 2P
=1
2 [ (0,54 x 60) + (5010) ]
= 2521,2 kg
Jarak patahan rata-rata, ̅ = 28,95 cm
Tarikan pada 2 titik, yaitu =
Daerah patahan ( pada ̅ = 28,95 cm )
Daerah Mmax ( pada ̅ = 30,0 cm ).
Tegangan Tarik Lentur =
� = � = 1 2 ℎ
3
Dimana:
� = Tegangan tarik lentur M = Momen yang terjadi
b = Lebar balok
h = Tinggi balok
w = Momen tahanan
Momen pada patahan
Nilai momenpada titik patahan
= ( ̅− ,5 − 1
2 ( )
2− ( ̅−
= 2521,1(28,95 − ,5 − 1
2 (28,95)
2− (28,95 −
Beton 12,5% Metakaolin 1
Berat benda uji (w) = 33 kg
Panjang benda uji (l) = 60 cm
Berat Benda uji persatuan panjang ( 1) =
� =
33
60 = 0,55 kg/cm
Beban tekan yang diberi ( ) = 55,2 kN = 5520 kg
Berat masing masing pembebanan ( 1, 2) =5520
2 = 2760 kg
Reaksi-reaksi perletakan
Ra = Rb = 1
2Q1 + 1 2P
=1
2 [ (0,55 x 60) + (5520) ]
= 2766,5 kg
Jarak patahan rata-rata, ̅ = 23,475 cm
Tarikan pada 2 titik, yaitu =
Daerah patahan ( pada ̅ = 23,475 cm )
Daerah Mmax ( pada ̅ = 30,0 cm ).
Tegangan Tarik Lentur =
� = � = 1 2 ℎ
3
Dimana:
� = Tegangan tarik lentur M = Momen yang terjadi
b = Lebar balok
h = Tinggi balok
w = Momen tahanan
Momen pada patahan
Nilai momenpada titik patahan
= ( ̅− ,5 − 1
2 ( )
2− ( ̅−
= 2766,5(23,475 − ,5 − 1
2 (23,475)
2− (23,475
= 34612 kgcm
Beton 12,5% Metakaolin 2
Berat benda uji (w) = 33 kg
Panjang benda uji (l) = 60 cm
Berat Benda uji persatuan panjang ( 1) =
� =
33
60 = 0,55 kg/cm
Beban tekan yang diberi ( ) = 55,5 kN = 5550 kg
Berat masing masing pembebanan ( 1, 2) =5550
2 = 2775 kg
Reaksi-reaksi perletakan
Ra = Rb = 1
2Q1 + 1 2P
=1
2 [ (0,55 x 60) + (5550) ]
= 2791,5 kg
Jarak patahan rata-rata, ̅ = 25,475 cm
Tarikan pada 2 titik, yaitu =
Daerah patahan ( pada ̅ = 25,475 cm )
Daerah Mmax ( pada ̅ = 30,0 cm ).
Tegangan Tarik Lentur =
� = � = 1 2 ℎ3 Dimana:
� = Tegangan tarik lentur M = Momen yang terjadi
b = Lebar balok
h = Tinggi balok
w = Momen tahanan
Momen pada patahan
Nilai momenpada titik patahan
= ( ̅− ,5 − 1
2 ( )
= 2791,5(25,475 − ,5 − 1
2 (25,475)
2− (23,475
−20)
= 34805,6 kgcm
Beton 17,5% Metakaolin 1
Berat benda uji (w) = 32,4 kg
Panjang benda uji (l) = 60 cm
Berat Benda uji persatuan panjang ( 1) =
� =
32,4
60 = 0,54 kg/cm
Beban tekan yang diberi ( ) = 52 kN = 5200 kg
Berat masing masing pembebanan ( 1, 2) =5200
2 = 2600 kg
Reaksi-reaksi perletakan
Ra = Rb = 1
2Q1 + 1 2P
=1
2 [ (0,54 x 60) + (5200) ]
= 2616,2 kg
Jarak patahan rata-rata, ̅ = 25,75 cm
Tarikan pada 2 titik, yaitu =
Daerah patahan ( pada ̅ = 25,75 cm )
Daerah Mmax ( pada ̅ = 30,0 cm ).
Tegangan Tarik Lentur =
� = � = 1 2 ℎ
3
Dimana:
� = Tegangan tarik lentur M = Momen yang terjadi
b = Lebar balok
h = Tinggi balok
w = Momen tahanan
Momen pada patahan
= ( ̅− ,5 − 1
2 ( )
2− ( ̅−
= 2616,2(25,75 − ,5 − 1
2 (25,75)
2− (25,75 −
= 32616,6 kgcm
Beton 17,5% Metakaolin 2
Berat benda uji (w) = 32 kg
Panjang benda uji (l) = 60 cm
Berat Benda uji persatuan panjang ( 1) =
� =
32
60 = 0,53 kg/cm
Beban tekan yang diberi ( ) = 52,2 kN = 5220 kg
Berat masing masing pembebanan ( 1, 2) =5220
2 = 2600 kg
Reaksi-reaksi perletakan
Ra = Rb = 1
2Q1 + 1 2P
=1
2 [ (0,54 x 60) + (5220) ]
= 2626 kg
Jarak patahan rata-rata, ̅ = 24,2 cm
Tarikan pada 2 titik, yaitu =
Daerah patahan ( pada ̅ = 24,2 cm )
Daerah Mmax ( pada ̅ = 30,0 cm ).
Tegangan Tarik Lentur =
� = � = 1 2 ℎ
3
Dimana:
� = Tegangan tarik lentur M = Momen yang terjadi
b = Lebar balok
h = Tinggi balok
w = Momen tahanan
Momen pada patahan
= ( ̅− ,5 − 1
2 ( )
2− ( ̅−
= 2626(24,2 − ,5 − 1
2 (24,2)
2− (24,2 −
= 32736 kgcm
Tabel 4.11 Momen Lentur Beton Normal dan Beton Metakaolin
No Benda Uji Momen Maksimum
(kgcm)
Momen Maksimum
Rata-Rata (kgcm)
1 Beton Normal 1 25735,6
25453,8
2 Beton Normal 2 25172
3 Beton 7,5% M. 1 30745
31089,35 4 Beton 7,5% M. 2 31433,7
5 Beton 12,5% M. 1 34612
34708,8 6 Beton 12,5% M. 2 34805,6
7 Beton 17,5% M. 1 32616,6
32676,3
8 Beton 17,5% M. 2 32736
Tabel 4.11 menunjukkan bahwa pada umur balok beton 28 hari dengan
variasi penambahan metakaolin dengan persentase 12,5% merupakan Momen
Maksimum tertinggi, yaitu sebesar 34708,8 kgcm2, atau sebesar 36,35% lebih
besar modulus patahan balok beton normal. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian, analisa, dan pembahasan yang sudah dilaksanakan
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari hasil uji nilai slump, beton yang mengandung metakaolin memiliki
workability yang lebih rendah dibanding beton tanpa metakaolin.
2. Penggunaan metakaolin pada campuran beton dengan menggantikan 7,5%,
12,5% dan 17,5% semen dari volume beton meningkatkan nilai kuat tekan
beton sebesar 8,23%, 33,16%, dan 22,94% pada umur 28 hari menjadi
34,725 MPa, 42,724 MPa dan 39,444 MPa dari nilai beton normal.
3. Dari hasil uji absorpsi, beton yang mengandung metakaolin memiliki
absorpsi yang lebih tinggi dibanding beton dengan tanpa metakaolin pada
umur 7 hari. Pada umur 21 dan 28 hari beton yang mengandung
metakaolin memilki absoprsi yang lebih rendah dibanding beton tanpa
metakaolin, absorpsi terendah pada variasi 12,5% , 17,5% dan 7,5%.
4. Penggunaan metakaolin pada campuran beton dengan menggantikan 7,5%,
12,5% dan 17,5% semen dari volume beton meningkatkan nilai kuat lentur
beton sebesar 22,19%, 36,49%, dan 28,48% pada umur 28 hari menjadi
89,824 kg/cm2, 100,338 kg/cm2, dan 94,447 kg/cm2 dari nilai beton
normal.
5. Momen Lentur tertinggi didapat dari variasi 12,5% metakaolin yaitu
34708,8 kgcm. Sedangkan yang terendah pada variasi 0% metakaolin yaitu
25453,8 kgcm. Sehingga dapat disimpulkan momen lentur dengan
metakaolin lebih tinggi dibanding dengan tanpa metakaolin.
5.2 Saran
Untuk lebih memperdalam kajian dari penelitian yang sudah dilakukan,
maka perlu dilakukan penelitian lanjutan yang merupakan pengembangan tema
maupun metodologi. Berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan diberikan
1. Perlu diadakan penelitian dengan menggunakan metakaolin dari hasil
kalsinasikaolin yang berasal dari daerah lain, sehingga dapat dibandingkan
untukmencari metakaolin yang paling baik.
2. Perlu diadakan penelitian dengan menggunakan metakaolin pada suhu
kalsinasi yang berbeda sehingga dapat dibandingkan suhu mana yang