• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Pencapaian Tugas Perkembangan Remaja di SMA Negeri 1 Kualuh Selatan Kabupaten Labuhanbatu Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Pencapaian Tugas Perkembangan Remaja di SMA Negeri 1 Kualuh Selatan Kabupaten Labuhanbatu Utara"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1Pola Asuh

2.1.1 Pengertian Pola Asuh

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), pola asuh adalah suatu

bentuk (struktur), sistem dalam menjaga, merawat, mendidik, dan membimbing

anak. Pola asuh adalah perlakuan orang tua dalam rangka memenuhi kebutuhan,

memberikan perlindungan, dan mendidik anak dalam kehidupan sehari-hari.

Sedangkan menurut Gunarsa (2000 dalam Dani, 2014), pola asuh orang tua

merupakan pola interaksi antara anak dengan orang tua yang meliputi bukan

hanya pemenuhan fisik dan psikologis tetapi juga norma-norma yang berlaku

dimasyarakat agar dapat hidup selaras dengan lingkungan.

Kenny & Kenny (1991 dalam Fortuna, 2008), menyatakan bahwa pola

asuh merupakan segala sesuatu yang dilakukan orang tua untuk membentuk

perilaku anak-anak mereka meliputi semua peringatan dan aturan, pengajaran dan

perencanaan, contoh dan kasih sayang serta pujian dan hukuman.

2.1.2 Jenis Pola Asuh

Menurut Baumrind, (1991 dalam Papalia, 2009) mengemukakan bahwa

pola asuh dari orang tua sangat mempengaruhi kepribadian dan perilaku anak.

Ada tiga pola asuh orang tua, yaitu:

1. Otoritarian atau Otoriter

Adalah pola asuh yang menekankan kepatuhan dan kontrol. Orang tua

(2)

secara tegas jika melanggarnya. Orang tua bertindak semena-mena, tanpa dapat

dikontrol oleh anak. Mereka lebih mengambil jarak dan kurang hangat di

bandingkan orang tua yang lain. Anak seolah-olah menjadi “robot”, sehingga anak

kurang inisiatif, merasa takut, tidak percaya diri, pencemas, rendah diri, minder

dalam pergaulan; tetapi disisi lain anak bisa memberontak, nakal, atau melarikan

diri dari kenyataan. Dari segi positifnya, anak yang dididik dalam pola asuh ini,

cenderung akan menjadi disiplin yakni mentaati peraturan. Akan tetapi bisa jadi,

anak hanya mau menunjukkan kedisiplinan di hadapan orangtua, padahal dalam

hatinya berbicara lain, sehingga ketika di belakang orang tua, anak bersikap dan

bertindak lain. Hal itu tujuannya semata hanya untuk menyenangkan hati orang

tua . jadi anak cenderung memiliki kedisiplinan dan kepatuhan semu.

2. Permisif

Sifat pola asuh ini, children centered yakni segala aturan dan ketetapan

keluarga ditangan anak. Orang tua hanya membuat sedikit permintaan dan

membiarkan anak memonitor aktivitas mereka sendiri. Orang tua hangat, tidak

mengontrol, dan menuntut. Apa yang dilakukan oleh anak diperbolehkan orang

tua. Orang tua menuruti segala kemauan anak. Anak cenderung bertindak

semena-mena, tanpa pengawasan orang tua. Anak bebas melakukan apa saja yang

diinginkan. Dari sisi negarif, anak kurang disiplin dengan aturan-aturan sosial

yang berlaku. Bila anak mampu menggunakan kebebasan tersebut secara

bertanggung jawab, maka anak akan menjadi seorang yang madiri, kreatif,

(3)

3. Otoritatif atau Demokratis

Pola asuh yang menggabungkan penghargaan terhadap individualitas anak

tetapi juga menekankan batasan-batasan sosial. Orang tua percaya akan

kemampuan mereka dalam memandu anak, tetapi juga menghargai keputusan

mandiri, minat, pendapat, dan kepribadian anak. Kedudukan orang tua dan anak

sejajar. Suatu keputusan diambil bersama dengan mempertimbangkan kedua belah

pihak. Orang tua menyayangi dan menerima, tetapi juga meminta perilaku yang

baik, tegas dalam menetapkan standar dan berkenan untuk menetapkan hukuman

yang terbatas dan adil jika dibutuhkan dalam konteks hubungan yang hangat dan

mendukung. Anak diberi kebebasan yang bertanggung jawab, artinya apa yang

dilakukan oleh anak tetap harus dibawah pengawasan orang tua dan dapat

dipertanggungjawabkan secara moral. Orang tua dan anak tidak dapat berbuat

semena-mena. Anak diberi kepercayaan dan dilatih untuk

mempertanggungjawabkan segala tindakannya. Akibat positif dari pola asuh ini,

anak menjadi seorang individu yang mempercayai orang lain, bertanggung jawab

terhadap tindakan-tindakannya, tidak munafik, dan jujur. Namun akibat negatif,

anak akan cenderung merongrong kewibawaan otoritas orang tua, kalau segala

sesuatu harus dipertimbangkan antara anak-orang tua.

Menurut Wong (2008), tipe pola asuh orang tua dibedakan menjadi 3, yaitu:

1. Otoriter atau Diktator

Orang tua mencoba untuk mengontrol perilaku dan sikap anak melalui

perintah yang tidak boleh dibantah. Mereka menetapkan aturan dan regulasi atau

(4)

dipertanyakan. Mereka menilai dan memberi penghargaan atas kepatuhan absolut,

sikap mematuhi kata-kata mereka, dan menghormati prinsip dan kepercayaan

keluarga tanpa kegagalan. Mereka menghukum secara paksa setiap perilaku yang

berlawanan dengan standar orang tua. Otoritas orang tua dilakukan dengan

penjelasan yang sedikit dan keterlibatan anak yang sedikit dalam mengambil

keputusan. Hukuman tidak selalu berupa hukuman fisik tetapi mungkin berupa

penarikan diri dari rasa cinta dan pengakuan. Latihan yang hati-hati sering kali

mengakibatkan perilaku menurut secara kaku pada anak, yang cendrung untuk

menjadi sensitif, pemalu, menyadari diri sendiri, cepat lelah dan tunduk. Mereka

cendrung menjadi sopan, setia, jujur, dan dapat diandalkan tetapi mudah

dikontrol. Perilaku-perilaku ini lebih khas terlihat ketika pengguna kekuasaan

diktator orang tua disertai dengan supervisi ketat dan tingkat kasih sayang yang

masuk akal. Jika tidak, pengggunaan kekuasaan diktator lebih cendrung untuk

dihubungkan dengan perilaku menentang dan antisosial.

2. Permisif atau Laissez-Faire

Orang tua memiliki sedikit kontrol atau tidak sama sekali atas tindakan

anak-anak mereka. Orang tua yang bermaksud baik ini kadang-kadang bingung

antara sikap permisif dan pemberian izin. Mereka menghindari untuk

memaksakan standar perilaku mereka dan mengizinkan anak mereka untuk

mengatur aktivitas mereka sendiri sebanyak mungkin. Orang tua ini menganggap

diri mereka sendiri sebagai sumber untuk anak, bukan merupakan model peran.

Jika peraturan memang ada, orang tua menjelaskan alasan yang mendasarinya,

(5)

pembuatan keputusan. Mereka memberlakukan kebebasan dalam bertindak,

disiplin yang inkonsisten, tidak menetapkan batasan-batasan yang masuk akal, dan

tidak mencegah anak yang merusak rutinitas dirumah. Orang tua jarang

menghukum anak, karena sebagian besar perilaku dianggap dapat diterima.

3. Otoritatif atau Demokratik

Orang tua mengkombinasikan praktik mengasuh anak dari dua gaya yang

ekstrim. Mereka mengarahkan perilaku dan sikap anak dengan menekankan

alasan peraturan dan secara negatif menguatkan penyimpangan. Mereka

menghormati individualitas dari setiap anak dan mengizinkan mereka untuk

menyuarakan keberatannya terhadap standar atau peraturan keluarga. Kontrol

orang tua kuat dan konsiten tetapi disertai dengan dukungan, pengertian, dan

keamanan. Kontrol difokuskan pada masalah, tidak pada penarikan rasa cinta atau

takut pada hukuman. Orang tua membantu “pengarahan diri pribadi” suatu

kesadaran mengatur perilaku berdasarkan perasaan bersalah atau malu untuk

melakukan hal yang salah, bukan karena takut tertangkap atau takut dihukum.

Standar realistis orang tua dan harapan yang masuk akal menghasilkan anak

dengan harga diri tinggi, dan sangat interaktif dengan anak lain.

Menurut Hurlock (1999 dalam Jayanti, 2012), membagi bentuk pola asuh

orang tua menjadi tiga macam yaitu:

1. Pola Asuh Otoriter

Pola asuh ini cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti,

biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Orang tua tipe ini cenderung

(6)

dikatakan orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak. Orang

tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi dan dalam komunikasi biasanya

bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya

untuk mengerti mengenai anaknya.

2. Pola Asuh Demokratis

Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan

anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola

asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya berdasarkan rasio atau

pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap

kemampuan anak, tidak berharap berlebihan yang melampui kemampuan anak.

Orang tua tipe ini memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan

melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.

3. Pola Asuh Permisif

Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan

kesempatan kepada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang

cukup darinya. Orang tua cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak

apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan

oleh mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat, sehingga sering

kali disukai anak.

Dalam penelitian ini, teori yang diajukan sebagai landasan peneliti pada

(7)

2.1.3 Ciri-ciri Pola Asuh

Hurlock (1978) mengemukakan ciri-ciri pola asuh, yaitu:

a. Pola asuh otoriter mempunyai ciri:

1. Anak harus tunduk dan patuh pada kehendak orang tua

2. Pengontrolan orang tua pada tingkah laku anak sangat ketat hampir

tidak pernah memberi pujian

3. Sering memberikan hukuman fisik jika terjadi kegagalan

memenuhi standar yang telah ditetapkan orang tua

4. Pengendalian tingkah laku melalui kontrol eksternal

b. Pola asuh demokratis mempunyai ciri:

1. Anak diberi kesempatan untuk mandiri dan mengembangkan

kontrol internal

2. Anak diakui sebagai pribadi oleh orang tua dan turut dilibatkan

dalam pengambilan keputusan

3. Menetapkan peraturan serta mengatur kehidupan anak.

c. Pola asuh permisif mempunyai ciri:

1. Kontrol orang tua kurang

2. Bersifat longgar atau bebas

3. Anak kurang dibimbing dalam mengatur dirinya

4. Hampir tidak menggunakan hukuman

5. Anak diijinkan membuat keputusan sendiri dan dapat berbuat

(8)

2.1.4 Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh menurut Edward

(2006 dalam Yulita, 2014) adalah:

a. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua serta pengalamannya

sangat berpengaruh dalam mengasuh anak. Ada beberapa cara yang dapat

dilakukan untuk menjadi lebih siap dalam menjalankan peran pengasuhan

antara lain: terlibat aktif dalam setiap pendidikan anak, mengamati segala

sesuatu dengan berorientasi pada masalah anak, selalu berupaya

menyediakan waktu untuk anak-anak dan menilai perkembangan fungsi

keluarga dan kepercayaan anak. Hasil riset dari Sir Godfrey Thomson

menunjukkan bahwa pendidikan diartikan sebagai pengaruh lingkungan

atas individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap atau

permanen di dalam kebiasaan tingkah laku, pikiran dan sikap. Orang tua

yang sudah mempunyai pengalaman sebelumnya dalam mengasuh anak

akan lebih siap menjalankan peran asuh, selain itu orang tua akan lebih

mampu mengamati tanda-tanda pertumbuhan dan perkembangan yang

normal (Supartini, 2004).

b. Lingkungan

Lingkungan banyak mempengaruhi perkembangan anak, maka tidak

mustahil jika lingkungan juga ikut mewarnai pola pengasuhan yang

(9)

c. Budaya

Sering kali orang tua mengikuti cara-cara yang dilakukan oleh masyarakat

dalam mengasuh anak, kebiasaan-kebiasaan masyarakat disekitarnya

dalam mengasuh anak. Karena pola-pola tersebut dianggapnya berhasil

dalam mendidik anak kearah kematangan. Orang tua mengharapkan kelak

anaknya dapat diterima dimasyarakat dengan baik, oleh karen itu

kebudayaan atau kebiasaan masyarakat dalam mengasuh anak juga

mempengaruhi setiap orang tua dalam memberikan pola asuh terhadap

anaknya.

2.2Remaja

2.2.1 Pengertian Remaja

Hurlock (1980), mengatakan remaja adalah suatu usia dimana individu

menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak

merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan

merasa sama atau paling tidak sejajar. Rentang usia remaja yaitu antara 13 sampai

21 tahun, yang dibagi dalam usia remaja awal 13 sampai 17 tahun dan 18 sampai

21 tahun remaja akhir. Masa remaja menurut Mappiare (dalam Ali, 2004),

berlangsung antara umur 12 tahun sampai 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun

sampai 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini di bagi menjadi dua bagian

yaitu, usia 12/13 tahun sampai dengan 17/18 tahun adalah remaja awal, usia 17/18

tahun sampai dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir.

Menurut WHO, remaja adalah suatu masa pertumbuhan dan

(10)

menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai ia mencapai kematangan

seksual, individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari

kanak-kanak menjadi dewasa, dan terjadi peralihan dari ketergantungan

sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri. WHO membagi

kurun waktu usia remaja dalam dua bagian yaitu remaja awal 10 sampai 14 tahun

dan remaja akhir 15 sampai 20 tahun (Sunarto, 2008).

2.2.2 Ciri-Ciri Masa Remaja

Menurut Hurlock (1980), seperti halnya dengan semua periode yang

penting selama rentang kehidupan, masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang

membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri tersebut

adalah :

a. Masa remaja sebagai periode yang penting.

Dianggap periode yang penting karena akibatnya langsung terhadap sikap

dan perilaku, dan karena akibat-akibat jangka panjang. Pada periode

remaja, baik akibat langsung maupun akibat jangka panjang tetap penting.

Ada periode yang penting karena akibat fisik dan ada lagi karena akibat

psikologis. Awal masa remaja, perkembangan fisik yang cepat dan

perkembangan mental yang cepat, sehingga mengakibatkan perlunya

penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai, dan minat baru.

b. Masa remaja sebagai periode peralihan.

Peralihan berarti tidak terputus atau berubah dari yang telah terjadi

sebelumnya, melainkan lebih-lebih sebuah peralihan dari satu tahap ke

(11)

sebelumnya akan meninggalkan bekasnya pada apa yang terjadi sekarang

dan yang akan datang. Perubahan fisik yang terjadi sebelum tahap awal

masa remaja mempengaruhi tingkat perilaku individu dan mengakibatkan

diadakannya penilaian kembali penyesuaian nilai-nilai yang telah tergeser.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan.

Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar

dengan tingkat perubahan fisik.

Ada empat perubahan yang hampir bersifat universal, yaitu :

1. Meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat

perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Karena perubahan emosi

biasanya terjadi lebih cepat selama masa awal remaja, maka

meningginya masa emosi lebih menonjol pada masa periode akhir.

2. Perubahan tubuh, minat, dan peran yang diharapkan oleh kelompok

sosial menimbulkan masalah baru. Bagi remaja muda, masalah baru

yang timbul tampaknya lebih banyak dan lebih sulit di selesaikan

dibandingkan masalah yang dihadapi sebelumnya. Remaja akan tetap

merasa ditimbuni masalah, sampai ia sendiri menyelesaikannya

menurut kepuasannya.

3. Perubahan minat dan pola perilaku mengakibatkan perubahan

nilai-nilai. Apa yang dianggap penting pada masa kanak-kanak, sekarang

setelah hampir dewasa tidak penting lagi.

4. Sebagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan.

(12)

takut bertanggung jawab akan akibatnya dan meragukan kemampuan

mareka untuk dapat mengatasi tanggung jawab tersebut.

d. Masa remaja sebagai usia bermasalah.

Masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak

laki-laki maupun anak perempuan. Terdapat dua alasan kesulitan. Pertama

sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak sebagian diselesaikan oleh

orang tua dan guru-guru, sehingga kebanyakan remaja tidak

berpengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua, karena remaja merasa

mandiri, sehingga mareka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak

bantuan orang tua dan guru-guru.

e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri.

Awal masa remaja diperlihatkan dengan penyesuaian diri dengan

kelompok masih tetap penting bagi anak laki-laki dan anak perempuan.

Lambat laun mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan

menjadi sama seperti temannya dalam segala hal. Salah satu cara untuk

mencoba mengangkat diri sendiri sebagai individu adalah dengan

menggunakan simbol status dalam menggunakan mobil, pakaian, dan

barang-barang mewah lain yang mudah terlihat. Remaja menarik perhatian

pada diri sendiri dan agar dipandang sebagai individu, sementara pada saat

yang sama ia mempertahankan identitas dirinya terhadap kelompok

(13)

f. Masa remaja sebagi usia yang menimbulkan ketakutan.

Anggapan Stereotip budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak

rapi, yang tidak dapat dipercaya, dan cenderung merusak dan berperilaku

merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing dan

mengawasi kehidupan remaja muda takut bertanggung jawab dan bersikap

tidak simpatik terhadap perilaku remaja normal. stereotip berfungsi

sebagai cermin yang ditegakkan masyarakat bagi remaja yang

menggambarkan citra diri remaja sendiri yang lambat laun dianggapnya

sebagai gambaran yang asli dan remaja membentuk perilakunya sesuai

gambaran ini. Dengan menerima stereotip tersebut dan adanya keyakinan

bahwa orang dewasa mempunyai pandangan yang buruk tentang remaja,

membuat peralihan ke masa dewasa menjadi sulit.

g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistis.

Remaja cenderung melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana

yang diinginkan dan bukan sebagaimana adanya terlebih dalam hal

cita-cita. Semakin tidak realistiknya cita-cita semakin menjadi marah. Remaja

akan sakit hari dan kecewa apabila orang lain mengecewakannya atau

kalau dia tidak berhasil mencapai tujuan yang ditetapkanya sendiri.

Menjelang berakhirnya masa remaja, pada umunya baik anak laki-laki

maupun anak perempuan sering terganggu oleh idealisme yang berlebihan

bahwa mereka segera harus melepaskan kehidupan mereka yang bebas bila

(14)

h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa.

Semakin mendekatnya usia kematangan, para remaja mulai memusatkan

diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa, yaitu

merokok, minum minuman keras, menggunakan oabt-obatan, dan terlibat

dalam perbuatan seks. Mereka menganggap bahwa perilaku tersebut akan

memberikan citra yang mereka inginkan.

2.3Tugas Perkembangan Remaja

2.3.1 Pengertian Tugas Perkembangan

Menurut Havighurst (Agustiani, 2009), pengertian tugas perkembangan

adalah tugas yang muncul pada saat atau sekitar satu periode tertentu dari

kehidupan individu, yang jika berhasil akan menimbulkan rasa bahagia dan

membawa kearah keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya, akan

tetapi bila gagal akan menimbulkan rasa tidak bahagia dan kesulitan dalam

menghadapi tugas-tugas berikutnya.

Tugas Perkembangan adalah setiap tahapan perkembangan manusia yang

berasal dari harapan masyarakat yang harus dipenuhi oleh individu. Keberhasilan

atau kegagalan dalam melaksanakan tugas perkembangan pada periode usia

tertentu akan mempengaruhi berhasil atau tidaknya seseorang dalam menjalankan

tugas perkembangan pada usia selanjutnya. Pada usia remaja terdapat pula

tugas-tugas perkembangan tertentu yang harus dipenuhi oleh individu. Pada akhir

remaja diharapkan tugas-tugas tersebut telah terpenuhi sehingga individu siap

memasuki masa dewasa dengan peran-peran dan tugas-tugas barunya sebagai

(15)

2.3.2 Tujuan Tugas dalam Perkembangan

Menurut Hurlock (1980), tujuan tugas perkembangan ada tiga yaitu:

1. Sebagai petunjuk sehingga individu mengetahui apa yang diharapkan

oleh masyarakat dari mereka.

2. Sebagai pendorong individu untuk melakukan apa yang diharapkan

oleh masyarakat.

3. Untuk menunjukkan individu apa yang terjadi dan apa yang

diharapkan dari mareka dikemudian hari.

2.3.3 Faktor Pencapaian Tugas Perkembangan

Menurut Yusuf (2011) faktor yang mempengaruhi pencapaian tugas

perkembangan ada 2 yaitu:

1. Faktor internal

Faktor internal terkait dengan kondisi individu, misalnya anak yang dari

kecil sering menderita sakit, mungkin tugas perkembangannya akan

tersendat. Untuk mencegah hal tersebut, maka penting sekali bagi orang

tua, khususnya ibu untuk memperhatikan kesehatan anak pada saat berada

dalam kandungan, seperti: mengkonsumsi makanan dan minuman yang

halal dan bergizi, tidak merokok, tidak mengkonsumsi minuman keras dan

obat-obatan terlarang dan secara rutin memeriksa kandungan ke dokter.

2. Faktor eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari lingkungan, seperti faktor

keluarga. Hubungan anak yang paling intensif dan paling awal terjadi

(16)

perkembangan usia tumbuh kembang termasuk remaja. Keluarga atau

orang tua memiliki gaya pengasuhan yang berdeda-beda. Misalnya orang

tua yang memiliki gaya pengasuhan otoriter akan menghambat tugas

perkembangan anak dalam aspek kemandirian, atau kemampuan bergaul

dengan orang lain secara baik.

Faktor eksternal lainnya yang mempengaruhi pencapaian tugas

perkembangan anak dan remaja adalah sekolah.

Menurut Al-Mighwar (2006) faktor yang berpengaruh terhadap pencapaian

tugas-tugas perkembangan adalah sebagai berikut:

1. Pertumbuhan fisik remaja

Tugas perkembangan akan sukses bila pertumbuhan fisik remaja berjalan

dengan sewajarnya.

2. Perkembangan psikis remaja

Tugas perkembangan akan sukses bila perkembangan psikisnya, seperti

mental, sikap, perasaannya berkembang dengan wajar.

3. Posisi remaja dalam keluarga

Kelancaran tugas perkembangan juga banyak dipengaruhi oleh posisinya

ditengah keluarga; sebagai anak tunggal atau bukan, anak kandung atau

anak angkat, anak pertama atau terakhir.

4. Kesempatan remaja untuk mempelajari tugas-tugas perkembangan.

Banyak sedikitnya kesempatan yang dimiliki remaja sangat berpengaruh

(17)

5. Motivasi diri

Ada tidak adanya motivasi, kuat atau lemahnya, atau faktor pendorong

yang ada dalam diri seorang remaja akan memperlancar atau menghambat

pelaksanaan tugastugas perkembangan remaja. Motivasi dapat bersumber

dari dalam diri remaja, seperti semangat dan obsesi, dan dari luar diri

remaja, seperti penghargaan orangtua atau masyarakat terhadap remaja.

6. Lancarnya pelaksanaan tugas-tugas perkembangan pada masa sebelumnya.

Kelancaran pelaksanaan tugas-tugas perkembangan remaja selama masa

kanak-kanak atau masa puber akan berpengaruh terhadap kelancaran

pelaksanaan tugas-tugas perkembangan pada masa berikutnya.

2.3.4 Bahaya Tugas-Tugas Perkembangan

Menurut Hurlock (1980) tugas-tugas perkembangan memegang peranan

penting untuk menentukan arah perkembangan yang normal, maka apapun yang

menghalangi penguasaan sesuatu dapat dianggap sebagai bahaya potensial. Ada

tiga bahaya potensial yang umum berhubungan dengan tugas-tugas perkembangan

yaitu :

1. Harapan-harapan yang kurang tepat, baik individu sendiri maupun

lingkungan sosial mengharapkan perilaku yang tidak mungkin dalam

perkembangan pada saat itu karena keterbatasan kemampuan fisik maupun

psikologis.

2. Melangkahi tahapan tertentu dalam perkembangan sebagai akibat

(18)

3. Krisis individu ketika melewati suatu tahapan perkembangan ke tahapan

yang lain. Sekalipun individu berhasil menguasai tugas pada suatu tahap

secara baik, namun keharusan menguasai sekelompok tugas-tugas baru

yang tepat untuk tahap berikutnya pasti akan membawa ketegangan dan

tekanan kondisi-kondisi yang dapat mengarah pada suatu krisis.

2.3.5 Tugas-Tugas Perkembangan Remaja

Menurut Havighurst (Agustiani, 2009), tugas yang harus diselesaikan

dengan baik oleh remaja yaitu:

1. Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria

maupun wanita.

a. Tujuan Utama

Mempelajari peran anak perempuan sebagai wanita dan anak laki-laki

sebagai pria, menjadi lebih dewasa diantara orang dewasa, dan belajar

memimpin tanpa menekan orang lain.

b. Dasar Biologis

Kematangan seksual dicapai selama masa remaja. Daya tarik seksual

menjadi suatu kebutuhan yang dominan dalam kehidupan remaja.

Hubungan sosial dipengaruhi oleh kematangan fisik yang telah dicapai.

c. Dasar Psikologis

Dalam kelompok sejenis, remaja belajar untuk bertingkah laku

sebagaimana orang dewasa. Adapun dalam kelompok lain jenis, remaja

belajar menguasai keterampilan sosial. Remaja putri umumnya lebih

(19)

remaja putra yang usia beberapa tahun lebih tua. Kecenderungan seperti

ini akan berlangsung sampai mereka kuliah di perguruan tinggi.

Keberhasilan dalam melaksanakan tugas perkembangan akan membawa

penyesuaian sosial yang lebih baik sepanjang kehidupannya.

2. Mencapai peran sosial pria dan wanita

a. Tujuan Utama

Menerima dan belajar mengenai peran sosial sesuai jenis kelaminnya

sebagai pria dan wanita.

b. Dasar Biologis

Ditinjau dari kekuatan fisik, remaja putri menjadi orang yang lebih lemah

dibandingkan dengan remaja putra. Namun remaja putri memiliki

kekuatan lain meskipun memiliki kelemahan fisik.

c. Dasar Psikologis

Peranan sosial pria dan wanita memang berbeda. Remaja putra perlu

menerima peranan sebagai seorang pria dan remaja putri perlu menerima

peranan sebagai wanita. Meskipun demikian, sering terjadi kesulitan pada

remaja putri, kadang-kadang cenderung lebih mengutamakan

ketertarikannya kepada karir, cenderung lebih mengagumi ayahnya dan

kakaknya, serta ingin bebas dari peranan sosialnya sebagai istri atau ibu

(20)

3. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakannya secara efektif

a. Tujuan Utama

Merasa bangga atau memiliki toleransi terhadap kondisi fisiknya, serta

dapat menggunakan dan memeliharanya secara efektif dengan kepuasan

pribadi.

b. Dasar Biologis

Perkembangan remaja disertai dengan pertumbuhan fisik dan seksual.

Laju pertumbuhan tubuh gadis lebih cepat apabila dibandingan dengan

pemuda. Waktunya bagi remaja untuk mempelajari bagaimana jadinya

fisiknya kelak, menjadi tinggi, pendek, besar atau kurus. Umumnya gadis

yang berusia 15-16 tahun, tubuhnya mencapai bentuk akhir. Adapun pada

pemuda keadaan ini akan dicapai sekitar usia 18 tahun.

c. Dasar Psikologis

Setiap orang selama masa remaja menaruh minat yang kuat terhadap

perkembangannya/perubahan fisiknya. Remaja suka memperhatikan

perubahan tubuh yang sedang dialaminya sendiri. Individu akan

membandingkan dirinya dengan teman seusianya. Remaja putri lebih suka

berdandan dan berhias untuk menarik lawan jenisnya manakala dia sudah

(21)

4. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa

lainnya.

a. Tujuan Utama

Membebaskan sifat kekanak-kanakan yang selalu menggantungkan diri

pada orang tua, mengembangkan sikap perasaan tertentu kepada orang tau

tanpa menggantungkan diri padanya.

b. Dasar Biologis

Kematangan seksual individu. Individu yang tidak memperoleh kepuasan

didalam keluarganya akan keluar untuk membangun ikatan emosiaonal

dengan teman sebaya. Ini bisa berlangsung tanpa mengubah ikatan

emosional yang meningkat terhadap orang tua.

c. Dasar Psikologis

Pada masa ini, remaja mengalami sikap ambivalen terhadap orang tuanya.

Remaja ingin bebas, namun dunia dewasa itu cukup rumit dan asing

baginya. Dalam keadaan seperti ini, remaja masih mengharapkan

perlindungan orang tua, sebaliknya orang tua menginginkan anaknya

berkembang menjadi lebih dewasa. Keadaan inilah yang menjadikan

remaja sering memberontak pada otoritas orang tua. Guru adalah salah

satu tempat bertumpu. Di sinilah peranan guru cukup besar dalam rangka

penyapihan psikologi remaja. Kegagalan dalam melaksanakan tugas

cenderung dapat diasosiasikan dengan kegagalan dalam membina

(22)

5. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab

a. Tujuan Umum

Berpartisipasi sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab dalam

kehidupan masyarakat dan mampu menjunjung nilai-nilai masyarakat

dalam bertingkah laku.

b. Dasar Biologis

Tugas ini tidak menuntut dasar biologis. Tugas ini berkaitan erat dengan

pengaruh masyarakat terhadap individu, kecuali jika menerima adanya

insting sosial pada manusia atau memandang bagus tingkah laku remaja

merupakan sublimasi dari dorongan seksual.

c. Dasar Psikologis

Suatu proses untuk mengikat diri individu kepada kelompok sosialnya,

yang telah berlangsung sejak individu dilahirkan. Sejak kecil anak

diminta untuk belajar menjaga hubungan baik dengan kelompok,

berpartisipasi sebagai anggota kelompok sebaya, dan belajar bagaimana

caranya berbuat sesuatu untuk kelompoknya. Ini berlangsung sampai

dengan individu itu mencapai fase remaja.

6. Mempersiapkan karier ekonomi

a. Tujuan Utama

Untuk mengorganisasikan suatu perencanaan dan berusaha dengan

berbagai cara untuk mencapai tingkat karir yang teratur, untuk merasa

(23)

b. Dasar Biologis

Tidak ada dasar biologis yang penting untuk tugas ini

c. Dasar Psikologis

Hasrat yang tumbuh pada setiap anak terdapat berbagai macam simbol

untuk tumbuh, seperti memilih pakaian sendiri, berpergian sendiri dan

memilihkan baju untuk teman. Namun berdasarkan fakta yang

meyakinkan, adanya kemampuan untuk mau bekerja.

7. Menyiapkan perkawinan dan keluarga

a. Tujuan Utama

Untuk mengembangkan sikap positif terhadap kehidupan keluarga.

Khususnya wanita untuk mendapatkan pengetahuan penting dalam

mengelolah rumah dan mengasuh anak.

b. Dasar Biologis

Kematangan seksual yang normal menghasilkan keterikatan yang cukup

kuat terhadap lawan jenis. hal ini merupakan satu dasar terjadinya

pernikahan.

c. Dasar Psikologis

Remaja menunjukkan perbedaan yang bermacam-macam dalam sikap

mereka terhadap pernikahan. Beberapa orang melihat pernikahan sebagai

suatu hal yang menakutkan, sementara yang lain melihat menikah sebagai

kesenangan, karena hal tersebut merupakan sesuatu yang penting dalam

kehidupannya. Sikap-sikap seperti ini sangat mungkin dipengaruhi oleh

(24)

8. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk

berperilaku dan mengembangkan ideologi

a. Tujuan Utama

Membentuk suatu himpunan nilai-nilai sehingga memungkinkan remaja

mengembangkan dan merealisasikan nilai-nilai, mendefenisikan posisi

individu dalam hubungannya dengan individu lain, dan memegang suatu

gambaran dunia dan suatu nilai untuk kepentingan hubungan dengan

individu lain. Tugas utama dari remaja adalah mencapai identitas. Proses

ini dalam lingkungan yang modern mengakibatkan elemen yaitu:

menyeleksi dan menyiapkan karir dalam bekerja atau pekerjaan rumah

dan politik/pembentukan dari ideologi sosial.

b. Dasar Psikologis

Terdapat fakta yang berdasarkan observasi bahwa anak muda/remaja

memiliki minat yang besar terhadap hal-hal yang sifatnya filosofis, politik

dan agama.

Menurut Oerter (Agustiani, 2009), tugas perkembangan pada masa remaja

yaitu:

1. Mampu mencapai relasi matang dengan teman

2. Mampu menjalankan peran sebagai pria dan wanita dewasa

3. Menerima perubahan fisik sebagai sesuatu yang penting

4. Mampu mencapai ketidaktergantungan secara emosional dari orang tua

dan orang dewasa lain

(25)

6. Mampu mempersiapkan diri untuk sekolah dan kerja

7. Mampu menunjukkan minat terhadap masalah-masalah filosofi dan agama

8. Mampu menunjukkan tingkah laku sosial yang bertanggung jawab

9. Mampu menjalin komunikasi dengan orang tua

10.Mampu mengekspresikan reaksi suka dan tidak suka terhadap lawan jenis

11.Mampu melakukan cara mengatur diri

Pikunas (Agustiani, 2009), mengemukakan beberapa tugas perkembangan

remaja yang penting pada tahap pertengahan dan akhir masa remaja yaitu:

1. Menerima bentuk tubuh orang dewasa yang dimiliki dan hal-hal yang

berkaitan dengan fisiknya

2. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan figur-figur otoritas

3. Mengembangkan keterampilan dalam komunikasi interpersonal, belajar

membina relasi dengan teman sebaya dan orang dewasa, baik secara

individu maupun dalam kelompok

4. Menemukan model untuk identifikasi

5. Menerima diri sendiri dan mengandalkan kemampuan dan sumber-sumber

yang ada pada dirinya

6. Memperkuat kontrol diri berdasarkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang

ada

7. Meninggalkan bentuk-bentuk reaksi dan penyesuaian yang

Referensi

Dokumen terkait

[r]

1) Kelompok fauna daratan / terestrial yang umumnya menempati bagian atas pohon mangrove, terdiri atas: insekta, ular, primata, dan burung. Kelompok ini tidak memiliki sifat

Berdasarkan latar belakang tersebut maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh efektivitas iklan terhadap sikap konsumen, efektivitas iklan terhadap keyakinan

Hasil penelitian menunjukan bahwa secara koreografi Nong Anggrek termasuk dalam tari kreasi kelompok dan kreatifitas terlihat pada pribadi Sherly Fatmarita serta

Band : Sekumpulan yang terdiri atas dua atau lebih musisi yang memainkan alat musik atau pun bernyanyi. Sriwedari Boot Bois : komunitas skinhead dan punk di Solo. gleyer : Dalam

Metode yang digunakan untuk pembuatan aplikasi ini adalah melakukan studi pustaka dengan pengambilan data atau informasi dari buku dan internet, serta buku yang membahas tentang

Penulisan ilmiah ini bertujuan untuk membuat website KODAM JAYA yang dapat digunakan sebagai informasi tentang organisasi ini. Dalam penulisan ilmiah ini akan dibahas bagaimana

Program PAUD menyampaikan laporan hasil penilaian kepada orangtua peserta didik dengan frekuensi pelaporan:. Setiap minggu Ya