• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Eksperimental Perilaku Besi Angkur Sebagai Penghubung Tarik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Eksperimental Perilaku Besi Angkur Sebagai Penghubung Tarik"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Umum

Dalam bidang kontruksi bangunan sipil sering dijumpai mengenai pekerjaan

beton karena struktur beton ini dapat dibentuk menurut kebutuhan. Struktur beton ini

merupakan jenis konstruksi yang kaku (rigid). Struktur Beton Bertulang (reinforced

concrete) adalah struktur komposit yang terbuat dari dua bahan dengan karakteristik

yang berbeda yaitu beton dan baja. Secara umum beban luar telah diberikan pada

beton dan tulangan menerima bagian beban tersebut hanya pada tulangan yang

dibungkus beton melalui ikatan. Dalam struktur komposit, ikatan antara komponen

beton bertulang yang berbeda memiliki peran primordial dan pengabaiannya akan

mengakibatkan respon struktur yang kurang baik. Fenomena yang kompleks ini

mengarahkan para insinyur di masa lalu untuk bergantung pada formula empiris untuk

desain struktur beton, yang kemudian berasal dari sejumlah percobaan. Untuk itu,

keterpaduan ikatan itu dilaksanakan dalam penelitian terakhir. Sifat-sifat interaksi ini

tergantung pada sejumlah faktor seperti friksi, interaksi mekanika dan adhesi kimia.

Di masa lalu, jumlah penelitian eksperinmental telah dilakukan untuk

mengklarifikasi dan memahami perilaku besi yang terdeformasi yang ditarik dari

balok beton dalam kondisi beban siklus atau monotonic. Hasil percobaan ini

(2)

didapatkan pada hasil percobaan, maka sangat sulit untuk menyaring pengaruh bahan

dan parameter geometri atas perilaku ikatan.

Namun pada tesis ini, penulis ingin menganalisa penghubung tarik dengan

menggunakan besi beton sebagai angkur. Pemerintah telah mengeluarkan peraturan

mengenai Standar Nasional Indonesia (SNI) 07-2052-2002 tentang baja tulangan

beton. Namun di Indonesia belum ada peraturan yang mengatur tentang perencanaan

penghubung tarik dengan menggunakan besi beton. Dalam hal ini, penulis

menggunakan peraturan dari Negara Eropa yang disusun oleh European organization

for Technical Approvals (EOTA) dalam peraturannya tentang Guideline for European

Technical Appropal of Metal Anchors for Use in Concrete (ETAG-001) dan juga

Standard Amerika dalam peraturannya ACI Standard : Qualificatin of Post-Installed

Mechanical Anchors in Concrete (ACI 355.2-04) and Commentary (ACI 355.2R-04).

2.2. Baja Tulangan

Pengujian baja tulangan untuk mengetahui tegangan leleh, tegangan tarik

maksimum, tulangan yang digunakan pada penelitian ini tegangan tarik tulangan.

Namun dalam struktur beton bertulang, harus supaya tulangan baja dan beton dapat

mengalami deformasi secara bersamaan, dengan maksud agar tidak terjadi

penggelinciran pada kedua material tersebut. Garis O-A menunjukkan fase elastic,

yaitu hubungan antara tegangan dan regangan adalah berbanding lurus (linier). Titik

A disebut batas proporsional, tegangan dititik A disebut tegangan proporsional yang

(3)

oleh garis O-A menunjukkan modulus elastic (E) yang dikenal juga sebagai young

modulus. Garis A-B menunjukkan keadaan plastis yang merupakan garis yang relative

lurus mendatar, dimana tegangan yang terjadi relative konstan sedangkan

regangannya terus bertambah. Setelah melampaui titik B tegangan dan regangan

meningkat kembali dan mencapai tegangan maksimum dititik C. Pada titik C disebut

tegangan ultimate (kuat tarik baja) dengan nilai regangan berbeda tergangtung mutu

bajanya. Fase B-C disebut pergeseran regangan (strainhardening). Setelah melampaui

titik C, penampang baja mengalami penyempitan (necking) yang mengakibatkan

tegangan menurun dan akhirnya baja putus di D dengan nilai regangan yang berbeda

tergantung mutu bajanya. Fase C-D disebut pelunakan regangan yang berbeda (strain

softening). Untuk jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.1. diagram tegangan regangan

hasil uji tarik (Paulay, 1974).

f

y C

fy A B D

0

ε

Elastic plastis Strain hardening Strain softening

Gambar 2.1. Diagram Tegangan Regangan Hasil Uji Tarik (Paulay, 1975)

(4)

Lekatan tulangan baja dengan beton yang mengelilingi berlangsung sempurna

tanpa terjadi penggelinciran. Pada waktu komponen struktur beton bertulang bekerja

menahan beban akan timbul tegangan lekat pada permukaan singgung antara tulangan

dengan beton.

Tegangan lekat/Kuat lekat adalah kemampuan baja tulangan dan beton yang

menyelimutinya dalam menahan gaya-gaya luar ataupun faktor lain yang dapat

menyebabkan lepasnya lekatan antara baja tulangan (Winter, 1993). Menurut Nawy

(1986), kuat lekatan antara baja tulangan dan beton yang bergantung pada

faktor-faktor utama sebagai berikut:

1. Adhesi antara elemen beton dan bahan penguatnya (tulangan baja).

2. Efek gripping (memegang) sebagai akibat dari susut pengeringan beton

disekeliling tulangan dan saling geser antara tulangan dengan beton

disekelilingnya.

3. Efek kualitas beton dan kekuatan tarik dan tekanannya.

4. Efek mekanis penjangkaran ujung tulangan.

5. Diameter dan bentuk tulangan.

Jenis percobaan yang dapat menentukan kualitas lekatan dengan elemen

tulangan yaitu :

(5)

Percobaan ini memberikan perbandingan yang baik antara efisiensi

lekatan dengan tulangan memikul tarik adalah angkur besi polos dan angkur

besi ulir yang di cor bersamaan dengan beton.

2. Hubungan Slip – Ikatan lokal.

Persamaan diffrensial terhadap slip, dalam Persamaan (2.1) baja penguat

yang dimasukkan pada massa beton seperti yang diperlihatkan pada Gambar

2.2. Perubahan dalam pergeseran relative dari baja terhadap beton (d∆) adalah

perubahan dalam deformasi baja (∂s) dikurangi perubahan dalam deformasi

beton (∂c) adalah: d∆ = ∂s - ∂c …………...………...……. (2.1)

Besaran deformasi untuk penguatan dan beton, bila kita mengasumsikan

keadaan elastis diberikan oleh Persamaan (2.2) dan (2.3)

s

= (

)

dx

..……… (2.2)

c

= (

)

dx ...……… (2.3)

Pada Gambar 2.2 dalam potongan batang yang pendek dx dijelaskan

bahwa kuat lekat baja pada beton adalah sebagai berikut:

XX dx

X

Gambar 2.2. Kuat Lekat Baja pada Beton Steel bar

X Beton

db

(6)

dimana: s = steel (baja)

c = concrete (beton)

Istilah yang digunakan dalam Persamaan (2.1) adalah umum dan

berlaku pada tingkat lokal. Dalam prakteknya, nilainya ∂c adalah relative dan

dapat diabaikan terhadap ∂s karena bagian beton lebih besar dari bagian baja

dan tekanan normal beton lebih rendah, maka persamaan kedua dalam

Persamaan (2.1) adalah diabaikan dan seluruh slip diffrensial pada level local

pada deformasi baja. Persamaan (2.1) direduksi menjadi Persamaan (2.4):

d∆ - ∂s= 0………..…. (2.4)

mengacu kepada dx , maka persamaan berikut akan berlaku:

= (

……..……...……… (2.6)

Pada sisi lain, tekanan ikatan dan tekanan baja (pada segmen dx) adalah

berhubungan dengan kondisi keseimbangan yang menyatakan :

(7)

Bila kita mendistribusikan Persamaan (2.7) ke Persamaan (2.6) maka

Persamaan (2.8) diketahui sebagai persamaan diffrensial yang

mendasar untuk ikatan antara penguatan baja dan beton. Persamaan ini

digambarkan dalam bentuk sederhana seperti diatas atau dalam bentuk lain

oleh berbagai penulis. Diasumsikan bahwa karakteristik ikatan batang penguat

adalah dijelaskan secara analitik oleh hubungan ikatan

t = t

(s)

,

dimana

adalah tegangan geser pada permukaan kontak bar tulangan dan beton yang

slip.

3. Sifat Keruntuhan Lekatan

Bila digunakan baja polos dan ulir untuk penulangan, lekat dianggap

sebagai suatu adhesi antar pasta beton dengan permukaan dari baja. Tegangan

tarik yang relative rendah didalam penulangan bahkan akan timbul slip yang

cukup untuk menghilangkan adhesi pada lokasi yang berdekatan langsung

dengan retak di dalam beton. Pergeseran relative antara tulangan dan beton

(8)

dapat menimbulkan seretan gesek terhadap batang tulangan, umumnya suatu

tulangan polos yang dibentuk dengan cara pengilingan panas, dapat terlepas

dari beton karena terbelah di arah memanjang bila terjadi perlawanan gesek

yang cukup tinggi atau dapat lepas keluar dengan menimbulkan lubang bulat di

dalam beton.

4. Pengujian Kuat Lekat Tulangan

Benda uji ini berbentuk benda uji kubus 30 x 30 x 30 cm. Pengujian

dilakukan setelah berumur 28 hari dengan jumlah benda uji sebanyak 36

buah. Letakkan benda uji (kepala tulangan) pada penarik mesin push out test,

kemudian diberi perlahan-lahan sampai pembacaan dial tidak naik lagi, dan

catat beban maksimum terjadi (terlampir).

5. Variasi Kedalaman Penjangkaran Tulangan.

Variasi kedalaman baja tulangan akan mempengaruhi tingkat kelekatan

antara baja dan beton. Benda uji kubus 30 x 30 x 30 cm merupakan benda uji

beton dimana tulangan ditanamkan dapat dilihat pada Tabel 2.1.

(9)

2.4. Panjang Penyaluran dan Tegangan Lekat Angkur Polos

Panjang penyaluran adalah panjang penanaman yang diperlukan untuk

mengembangkan tegangan baja hingga mencapai tegangan luluh, merupakan fungsi

dari tegangan leleh, diameter dan tegangan lekat baja tulangan. Sebuah batang dengan

penanaman yang cukup didalam beton, tidak dapat dicabut keluar. Apabila setelah

gesekan di ujung yang dibebani berlangsung cukup jauh untuk menyalurkan pelekatan

pada suatu batang yang besar, batang ini mencapai kekuatan lelehnya, ia akan gagal

dalam tarik, kemudian batang itu dinyatakan sebagai diangker penuh dalam beton.

Panjang penyaluran menentukan tahanan terhadap tergelincirnya tulangan.

Dasar utama teori panjang penyaluran adalah dengan memperhitungkan suatu baja

tulangan yang ditanam massa beton. Agar batang dapat menyalurkan gaya sepenuhnya

melalui ikatan, harus tertanam di dalam beton hingga suatu kedalaman tertentu yang

dinyatakan dengan panjang penyaluran. Sebuah gaya tarik P bekerja pada baja

tulangan tersebut dan gaya ini ditahan oleh lekatan antara beton sekeliling dengan

baja tulangan didalam massa beton.

Bila tegangan lekat ini bekerja merata pada seluruh bagian batang yang

tertanam, total gaya angker yang harus dilawan sebelum batang tersebut keluar dari

beton akan sama dengan panjang bagian yang tertanam dikalikan keliling baja

tulangan yang tertanam dikalikan dengan kuat lekat antara beton dengan baja

(10)

Baja tulangan

Gambar 2.3. Panjang Penyaluran Baja Tulangan

Gaya maksimum yang dapat dilawan oleh batang itu sendiri sama dengan luas

penampang batang dikalikan dengan kekuatan tarik baja. Agar terjadi keseimbangan

antara gaya, maka kedua gaya ini harus sama besar. Untuk menjamin lekatan antara

baja tulangan dan beton tidak mengalami kegagalan, diperlukan adanya syarat panjang

penyaluran.

Dari persamaan 2.11 diperoleh panjang penyaluran:

(11)

dengan: P = gaya tarik keluar (kg, N)

As = luas penampang baja tulangan (mm2)

fy = tegangan baja leleh (MPa, Pa)

d = diameter tulangan baja (mm)

Ld = panjang penyaluran (mm)

= kuat lekat / tegangan lekat.(N/mm2

Kuat lekat antara baja tulangan dengan beton merupakan susunan yang khas

dan kompleks dari adhesi, tahanan geser, dan aksi penguncian mekanis dari perubahan

permukaan baja tulangan. Ini mempunyai pengaruh penting pada keretakan dan

perubahan bentuk bahan struktur bertulang.

Kekuatan lekatan tergantung pada besarnya perikatan baja tulangan di dalam

beton dan kuat lekat yang rendah dapat menimbulkan slip (perpindahan) sehingga

adhesi hilang maka pergeseran antara tulangan dengan beton sekeklilingnya hanya

ditahan oleh gesekan di sepanjang daerah slip.

2.5. Tegangan Lekat Besi Ulir

Mengacu pada Gambar 2.3 dapat dirumuskan gaya tarik yang dapat ditahan

oleh lekatan baja tulangan dengan beton. Untuk menjamin lekatan beton tidak

mengalami kegagalan diperlukan adanya syarat panjang penyaluran. Agar terjadi

keseimbangan antara gaya horizontal maka beban (N) yang dapat ditahan sama

(12)

Menurut Kemp (1986), distribusi tegangan lekat sepanjang tulangan ulir lebih

rumit dan kompleks. Tegangan lekat antara batang tulangan dan beton akan terjadi

pada dua tonjolan. Baja ulir dapat meningkatkan kapasitas lekatan karena penguncian

dua ulir dan beton di sekelilingnya. Gaya tarik yang ditahan oleh tulangan

dipindahkan ke beton melalui sejumlah tonjolan disepanjang angkur tertanam dalam

beton.

Rumus yang digunakan untuk menghitung tegangan lekat baja tulangan ulir

berbeda dengan baja tulangan polos karena bentuk permukaannya. Baja ulir dapat

meningkatkan kapsitas lekatan karena penguncian dua ulir dan beton sekelilingnya.

Tegangan lekat yang terjadi diantara dua ulir adalah gabungan dari beberapa tegangan

dibawah ini:

1. Tegangan lekat yang dihasilkan dari adhesi disepanjang permukaan baja

tulangan.

2. Tegangan lekat permukaan.

3. Tegangan lekat yang bekerja dipermukaan beton kubus yang berbatasan

dengan baja tulangan baja ulir.

Untuk angkur dengan tegangan lekat pada baja tulangan ulir dan mekanisme

kerusakan antara baja tulangan ulir dengan beton dapat dilhat pada Gambar 2.4. dan

(13)

Gambar 2.4. Tegangan Lekat pada Baja Tulangan Ulir

(Sumber : Park dan Paulay : 1975)

Gambar 2.5. Mekanisme Kerusakan antara Baja Tulangan Ulir dengan Beton

Hubungan antara tegangan dan gaya dapat dilihat dari rumus:

π –

...…….…..………(2.14)

Tegangan lekat yang dihasilkan dari adhesi disepanjang permukaan baja

tulangan sangat kecil dibanding dengasn tegangan lekat permukaan yang mengelilingi

ulir, sehingga dapat diabaikan untuk tujuan praktis. Hubungan antara dua

komponen penting tegangan lekat, dan dapat disederhanakan menjadi:

(14)

π – ..……….. (2.15)

Keterangan gambar :

1. Untuk Gambar (a) dengan a/c/ > 0,15

2. Untuk Gambar (b) dengan a/c < 0,10

∆ ... (2.16)

maka :

c = ... (2.17)

Dimana: beban (N)

a = tinggi puncak ulir tulangan (mm)

b = lebar puncak ulir (mm)

c = jarak antara ulir (mm)

db = diameter nominal (mm)

db’ = diameter dalam (mm)

db” = diameter luar (mm)

fb = tegangan tumpu permukaan ulir (MPa)

a = tegangan lekat/kuat lekat disepanjang permukaan baja (N/mm2)

c = tegangan lekat/kuat lekat baja tulangan ulir dan beton (N/mm2)

2.6. Distribusi Tegangan Lekat pada Pengujian Lolos Tarik

Tegangan lekat yang diijinkan sebagian besar ditetapkan dari pengujian lolos

tarik (pull-out test). Slip (perpindahan) batang relatif terhadap beton diukur pada

(15)

terjadi pada daerah sekitar ujung yang dibebani. Makin besar gaya tarik yang

dikerjakan, perpindahan pada ujung dibebani makin bertambah besar. Apabila slip

telah mencapai ujung bebas, maka perlawanan maksimum hampir tercapai.

Perlawanan rata-rata selalu dihitung seakan-akan merata sepanjang penyaluran (Phil

M. Ferguson, 1980). Adapun tegangan lekat kritis didefinisikan sebagai nilai terkecil

dari tegangan lekat yang menghasilkan sesar sebesar 0.05 mm pada ujung bebas atau

0.25 mm pada ujung yang dibebani (Park R dan Paulay, 1975)

Untuk perindahan beton yang terjadi dengan baja tulangan dapat dilihat seperti

Gambar 2.6 dibawah ini.

Gambar 2.6. Perpindahan Beton dengan Baja Tulangan

Dari Gambar 2.6. dapat dirumuskan bahwa perpindahan beton (∆c) yang terjadi

setelah pembebanan adalah:

c

= ∆

-

s……….. (2.18)

Dimana:

c= Slip beton yang terjadi (mm)

(16)

s = pertambahan panjang baja (mm)

Pertambahan panjang baja dicari dengan persamaan:

...……… (2.19)

Modulus Young (Modulus Elastis)

E =

�……… (2.20)

E = (Fn / A) / (∆L/Lo)

Tegangan dan pertambahan panjang sebagai berikut:

∆L =

……….…….……… (2.21)

= ………...….……… (2.22)

dimana ; ∆s = pertambahan panjang baja (mm)

P = Beban (N)

Lo = Panjang mula-mula baja (mm)

E = Modulus Young (MPa)

A = Luas penampang baja (mm2)

� = regangan baja (m/m-1)

Fn = gaya normal (kN, N)

∆L = pertambahan panjang baja (mm)

(17)

2.7. Tegangan dan Regangan Geser

2.7.1. Tegangan normal (normal stress).

Tegangan normal adalah intensitas gaya yang bekerja pada arah yang tegak

lurus permukaan bahan. Jika suatu batang yang lurus, berbentuk prisma dan langsing

akan mengubah bentuknya sampai gaya dalamnya menjadi seimbang dengan gaya

luarnya. Kejadian keseimbangan akan kita perhatikan dengan ketentuan agar

perubahan bentuknya itu kecil sekali dan pengaruh atas titik tangkap gaya luar dan

jurusannya begitu kecil agar pada perhitungan kita abaikan perhitungannya

=

………...………...…… (2.23)

Dimana ; = Tegangan normal (N/mm2)

Fn = Gaya Normal (N)

A = Luas penampang (mm2)

2.7.2. Tegangan geser (shearing stress)

Tegangan geser adalah intensitas gaya yang bekerja pada arah tangensial

terhadap permukaan bahan. Gaya geser merupakan resultante dari tegangan gerser

(18)

Gambar 2.7. Bidang Batang yang Mengalami Tegangan Geser

Perjanjian tanda:

1. Tegangan geser pada muka yang berhadapan (dan sejajar) akan sama

besarnya dan berlawanan arah.

2. Tegangan geser dimuka yang bersebelahan (dan tegak lurus) dari suatu

elemen sama besar dan mempunyai arah sedemikian rupa hingga

tegangan-tegangan tersebut saling menuju atau saling menjauhi geris perpotongan

kedua muka tersebut. Pada Gambar 2.7 diatas dijelaskan sudut γ (gamma)

merupakan ukuran distorsi atau perubahan bentuk dari elemen dan disebur

dengan regangan geser.

Rumus untuk menghitung tegangan geser sebagai berikut:

=

...(2.24)

(19)

Tegangan dan regangan sebenarnya diukur berdasarkan luas penampang

sebenarnya pada saat diberikan bebannya.

T = …………...………….. (2.25)

Dimana: T = tegangan sebenarnya (true stress) (N/mm2)

A1 = luas penampang pada saat dibebani (mm2)

T = ln

……...………...………… (2.26)

Dimana: �T = regangan sebenarnya (true stress)

li = panjang bahan yang pada saat diberi beban (mm)

lo = panjang awal sebelum dibebani (mm)

Jika tidak ada perubahan volume maka:

A1 l1 = A0 lo dan (1+�)

�T = ln (1 + �) ...…...…….……… (2.27)

Pada Gambar 2.8 di bawah ini dijelaskan bahwa tegangan sebenarnya pada

grafik tegangan regangan pada daerah mulai terjadinya deformasi plastis ke kondisi

(20)

Gambar 2.8. Grafik Tegangan - Regangan

(True Stress dan Normal Stress)

2.8. Aplikasi Baut Angkur

Baut angkur dapat digunakan untuk menghubungkan bagian (elemen)

structural dengan beton. Angkur dapat mentransfer beban elemen bangunan ke bagian

beton pada titik penghubung tertentu. Baut angkur yang digunakan sudah dipabrikasi

dengan spesifikasi produk masing-masing penyedia jasa. Sebagai penghubung tarik

banyak digunakan pada peralatan mekanikal elektrikal seperti tiang listrik, gantungan

lampu hias, gantungan pipa air, gantungan pipa gas, AC, rambu lalu lintas, furing

plafond dan sebagainya.

Baut angkur yang dibautkan pada structural harus diberi chemical anchor

sebagai bahan aditif agar daya rekat antara baut angkur dan struktural semakin kuat

dan mengurangi pull out pada sambungan tersebut. Produk aditif yang biasanya

digunakan antara lain dengan merk dagang Haiti, Ramset, Dia-Kres, Sormat,

Simpson.

(21)

Pada dasarnya secara umum dikenal ada beberapa macam tipe klasifikasi, antara

lain adalah pengklasifikasian pada cara pemasangannya. Menurut Burtz (2003)

mengemukakan klasifikasi baut ada 2 jenis yaitu baut angkur cor di tempat

(cast-in-place) dan baut angkur dipasang (post-installed).

1. Baut angkur cor ditempat (cast-in-place)

Bahwa Angkur tipe ini dipasang sesuai dengan yang telah didesain pada

bagian struktur beton yang akan dicor, sehingga penggunaannya terbatas pada

konstruksi baru. Beberapa type angkur cor di tempat:

1. Headed bolt

2. L-bolt

3. J-bolt

4. Headed stud

Pada Gambar 2.9 di bawah ini dijelaskan bahwa jenis-jenis angkur yang

dicor langsung dengan beton.

Gambar 2.9. Cast in place anchors

2. Baut angkur dipasang (post-installed)

(22)

rehabilitasi konstruksi lama. Ada beberapa type angkur post installed sebagai

berikut :

1. Expansion anchors

2. Undercut anchors

3. Bonded anchors

4. Self-drilling anchors.

Baut angkur post installed dapat dibagi 2 bagian yaitu mechanical anchors

dan bonded anchors.

Mechanical anchors adalah angkur yang dipasang hanya memanfaatkan

gaya gesekan gelincir antara baut dengan beton contohnya expansion anchor dan

undercut anchors. Bonded anchors adalah angkur yang dipasang dengan

menggunakan bahan perekat tambahan yang dapat mengikat baut dengan

beton,contohnya adhesive anchors dan grouted anchors. Adhesive anchor

memerlukan adhesive chemical untuk pemasangannya sehingga angkur akan

mengikat dengan beton. Grouted anchor ditanam pada beton yang sebelumnya

telah dilubangi dengan langkah-langkah pemasangan yang sama dengan adhesive

anchor. Angkur tipe ini mengharuskan lubang yang akan ditanam bersih dan

kering agar kekuatan mengikat dengan pasta, angkur dan beton menjadi

maksimal.

Ada perbedaan mendasar pada kedua tipe ini adalah jika diameter lubang sama

dengan 1 1/2 kali diameter angkur atau lebih kecil maka dikategorikan adhesive

(23)

maka dapat dikategorikan sebagai grouted anchor.

Pada Gambar 2.10 di bawah ini dijelaskan bahwa ada 2 jenis expantion anchor

yaitu torque expantion anchor dan deformation controlled.

Gambar 2.10. Expantion anchor. a). Torque expantion anchor

b). Deformation Controlled

Pada Gambar 2.11 di bawah ini dijelaskan bahwa ada 2 jenis expantion

anchor yaitu torque expantion anchor dan deformation controlled

(24)

Ada perbedaan mendasar pada kedua tipe ini adalah jika diameter lubang sama

dengan 1 1/2 kali diameter angkur atau lebih kecil maka dikategorikan adhesive

anchor, dan sebaliknya jika diameter lubang lebih besar 1 1/2 kali diameter angkur

maka dapat dikategorikan sebagai grouted anchor.

2.10. Kekuatan Baut Angkur pada Beton

Dalam merencanakan sambungan, ada persyaratan jarak antara baut yang harus

dipenuhi. Peraturan yang digunakan dalam hal ini menggunakan Peraturan ETAG 001

(anonim 2,1997)

Berbagai macam kegagalan yang mungkin terjadi diakibatkan oleh berbagai

pembebanan (tarik, geser) antara lain sebagai berikut: steel failure, pull-out failure,

concrete cone failure.

Beban tarik yang terjadi pada suatu angkur bisa dihitung berdasarkan teori

elastisitas dengan asumsi sebagai berikut:

1. Pelat dari angkur harus kaku sehingga tidak akan berdeformasi sebelum

dibebani.

2. Kekakuan dan modulus elastisitas angkur sama dengan modulus elastis

baja.

3. Pada daerah yang tertekan angkur tidak ikut menyalurkan gaya normal.

Jika besaran gaya tarik yang berbeda-beda (Nst) diberikan pada masing-masing

(25)

Gambar 2.12 dan Gambar 2.13) untuk mendapatkan kekuatan nominal group angkur.

Model keruntuhan dapat dilihat pada gambar berikut ini.

(26)

Gambar 2.13. Eksentritas Angkur memikul Beban Tarik

2.11. Ketahanan terhadap Beban Tarik

Untuk mendapatkan kekuatan nominal angkur terhadap beban tarik

berbeda-beda dalam hal keruntuhannya. Berikut ketahanan beban tarik berdasarkan tipe

keruntuhan menurut ETAG-001 (anonim 2, 1997) sebagai berikut:

1. Keruntuhan yang terjadi pada angkur

NRk,S = As fuk………...……….….… (2.28)

Keruntuhan yang terjadi pada beton.

NRk,C = N 0

Rk,c Ψs,N. Ψre,N.Ψec,N ...… (2.29)

Dengan nilai awal ketahanan angkur untuk beton retak dan tidak retak:

NRk,C = k1 ( fck,cube )1/2 x hef 1.5 …....…...… (2.30)

NRk,C = N0Rk,c / ...….…...…...….. (2.31)

(27)

Dimana: = Faktor Keamanan Material beton

= faktor keamanan parsial beton

= faktor keamanan saat produksi beton

= faktor keamanan parsial pengetesan beton

fck,cube = kuat desak beton karakteristik kubus 150 x 150 mm

(N/mm2)

h ef = kedalaman efektif baut angkur (mm)

k1 = 7.2. diaplikasikan pada beton yang retak.

k1 = 10.1 diaplikasikan pada beton yang tidak retak.

2. Pengaruh lebar dan jarak pada angkur terhadap beton.

Faktor Ψs,N mempengaruhi distribusi tegangan pada beton. Untuk

pengangkuran dengan jarak yang berbeda-beda, jarak yang paling dekat ke

ujung beton yang dimasukkan.

Ψs,N = 0.7 + 0.3

≤ 1…………...…… (2.33)

3. Sheel Spalling factor Ψre,N memberi pengaruh pada penulangan

Ψre,N = 0.5 + ≤ 1 ……..…….…...…. (2.34)

Jika dalam area pengangkuran terdapat penulangan dengan jarak ≥ 150

mm (diameter berapa saja) atau dengan diameter ≤ 10 mm dan jarak ≥ 100

(28)

4. Faktor Ψec,N akan berpengaruh ketika beban tarik bekerja pada masing-

masing angkur dalam suatu group.

Ψec,N =

≤ 1……… (2.35)

5. Faktor jarak antara angkur terluar dengan ujung beton dan ketebalan beton

dan ketebalan beton mempengaruhi karakteristik beban tarik.

Pada gambar di bawah ini dijelaskan bahwa luas tampang permukaan beton

pecah dari angkur tunggal (lihat Gambar 2.14) dan luas tampang permukaan beton

pecah angkur double atau lebih (lihat Gambar 2.15) akibat beban tarik.

Gambar 2.14. Luas Tampang Beton Pecah dari Angkur Tunggal Akibat Beban Tarik

Ac.N = (c1 + 0,50 Scr,N) x Scr.N ... (2.36)

Jika: c1

(29)

Gambar 2.15. Luas Tampang Aktual Ac,N dari Beton Ideal

Rumus untuk menghitung luas penampang beton retak adalah sebagai berikut:

Ac.N = (c1 + 0,50 Scr,N) x Scr.N ... (2.38)

Jika: c1 =c2 S1=S2

Aoc.N = Scr,N x Scr.N ... (2.39)

Jika: c1 S1

c2 S2

Dimana: c1 = jarak baut/angkur ke tepi samping samping (mm)

c2 = jarak baut/angkur ke tepi beton bawah (mm)

S1 = jarak baut/angkur horizontal beton (mm)

S2 = jarak baut / angkur vertikal beton (mm)

Scr,N = jarak baut/angkur ke sisi luar permukaan beton pecah (mm)

2.12. Jenis Besi Beton

(30)

1. Baja Tulangan Beton Polos (BTBP)

Baja tulangan beton polos ini berbentuk bulat, tidak mempunyai sirip dan

mempunyai permukaan yang rata. Baja tulangan beton polos ini sering disebut

dengan besi polos. Pada Gambar 2.16 di bawah ini terdiri dari besi beton polos

yang digunakan memenuhi Standart Nasional Indonesia (SNI) sesuai spesifikasi

teknik baja.

Gambar 2.16. Besi Beton Polos SNI

2. Baja Tulangan Beton Sirip (BTBS)

Baja tulangan beton sirip ini berbentuk khusus dan mempunyai sirip

melintang dan rusuk memanjang, fungsinya untuk meningkatkan daya lekat

dan menahan gerakan membujur dari batang terhadap beton. Baja tulangan

beton sirip ini sering disebut sebagai ulir.

Beberapa bentuk baja tulangan beton sirip antara lain:

a. Jenis bamboo (Bamboo type)

b. Jenis tulangan ikan (Fish bone type)

(31)

2.13. Syarat Mutu

2.13.1. Sifat tampak.

Tidak boleh mengandung serpihan, lipatan, retakan, dan gelombang, hanya

diperkenankan berkarat ringan pada permukaan.

2.13.2. Bentuk

Baja tulangan beton polos mempunyai permukaan rata, tidak mempunyai sirip.

Baja tulangan beton sirip antara lain sirip harus teratur, rusuk memanjang yang

searah dan sejajar dengan sumbu batang, sirip-sirip melintang harus mempunyai

bentuk, ukuran dan jarak yang sama, sirip melintang tidak boleh membentuk sudut

terhadap sumbu batang, apabila mempunyai sudut , arah sirip

melintang pada satu sisi atau kedua sisi dibuat berlawanan, bila , sirip arah

yang berlawanan tidak diperlukan.

Pada Gambar 2.17 di bawah ini terdiri dari besi beton ulir yang digunakan

(32)

Beberapa bentuk tulangan beton sirip sebagai berikut:

a. Jenis Bambo (Bamboo Type)

Tulangan jenis ini memiliki ruas-ruas seperti ruas-ruas pohon bambu

seperti Gambar 2.18 sebagai berikut:.

Gambar 2.18. Baja Tulangan Beton Sirip Jenis Bambo

b. Jenis tulangan ikan (Fish bone type)

Tulangan jenis ini memiliki sirip-sirip seperti ruas-ruas ikan seperti

Gambar 2.19 sebagai berikut:

Gambar 2.19. Baja Tulangan Beton Sirip JenisTulangan Ikan

c. Jenis sirip curam (Tor type)

Tulangan jenis ini memiliki sirip-sirip yang tajam seperti seperti

Gambar 2.20 sebagai berikut:

(33)

2.14 . Sifat Mekanis

Sifat mekanis baja antara baja tulangan beton polos dengan baja tulangan sirip

(ulir). Untuk mengetahui perbedaan sifat mekanis tersebut, maka dilakukan beberapa

pengujian dilakukan dan didapat hasil masing baja tulangan polos dan ulir.

2.14.1. Sifat mekanis baja tulangan polos

Setelah dilakukan beberapa pengujian terhadap baja tulangan beton polos, baja

tulangan ini diklasifikasikan menjadi dua kelas, dimana dilakukan uji tarik dan uji

lengkung. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 2.2 dibawah ini.

Tabel 2.2. Properti Besi Beton Polos (anonim 1, 2002)

Batas ulur Kuat tarik Regangan

Sudut

2.14.2. Sifat mekanis baja tulangan beton strip

Pada baja tulangan beton sirip juga dilakukan pengujian yang sama dengan baja

(34)

Tabel 2.3. Properti Besi Beton Sirip (anonim 1, 2002)

Batas ulur Kuat tarik Regangan Sudut Lengkung

Catatan : Batang uji tarik no.2 untuk diameter ˂ 25mm dan batang uji tarik no. 3 untuk diameter ≥ 25 mm.

2.15. Kuat Tekan Beton.

Penentuan kekuatan tekan beton dapat dilakukan dengan menggunakan alat uji

tekan dan benda uji berbentuk silinder dengan prosedur uji ASTM C-39 atau kubus

dengan prosedur BS-1881 Part 115; Part 116 pada umur 28 hari.

Menurut BS 1881, rasio kubus terhadap silinder (cube/cylinder) untuk semua

kelas adalah 1,25, sedangkan dan menurut K.W. Day, „Concrete Nv x Design, Quality

(35)

dibandingkan dengan silinder dinyatakan dalam Persamaan 2.39 dan Persamaan 2.40 .

Departemen Pekerjaan umum dalam Pedoman Beton 1989, LPMB, 1991, Pasal

4.1.2.1 memberikan Persamaan 2.41 berikut ini:

f’ck = (fc’ - ) ... (2.40)

fc’ = (f’ck - ) ... (2.41)

fc’ = [0,76 + 0,2 log( ) x f’ck ... (2.42)

Dimana: kuat tekan kubus (kN)

fc’ = kuat tekan silinder (kσ)

2.16. Beberapa Penelitian Terdahulu

Ada beberapa penelitian sebelumnya membahas angkur pada beton sebagai

bahan pertimbangan untuk perbandingan dalam proses penulisan ini.

Clendennen (1994) memakai type edge-type expantion anchors pada percobaan

tarik, geser dan kombinasi geser dengan menggunakan posisi angkur miring.

Penelitian ini diarahkan untuk mengetahui kemampuan angkur tehadap model

keruntuhan, perilaku perpindahan yang terjadi dan membandingkan hasil pengamatan

dengan perhitungan teoritis.

Cook, et al (1998), melakukan penelitian dengan judul Behavior and Design of

(36)

penelitian ini dilakukan dengan pembebanan tarik dengan perlakuan beberapa model

yaitu Concrete Cone Models, Bond models, Bond models neglecting the shallow the

shallow concrerete cone, Cone models with bond models, Combined cone/bond

model, and two interface bon model.

Cook dan Konz (2001), melakukan penelitian dengan judul Factors Influencing

Bond Strength of Adhesuve Anchors, penelitian ini dilakukan bertujuan untuk

mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan lekat (bond strength) dari

Adhesive Anchors.

Sunarmasto (2008), melakukan penelitian dengan judul “Tegangan Lekat Baja

Tulangan (Polos dan Ulir) Pada Beton” dimana penelitian ini dilakukan dengan

pembebanan tarik pada angkur tunggal yang ditanam (di cor) langsung ke dalam beton

normal (campuran 1 : 2 : 3) dengan fas 0,48. bentuk benda uji silinder dengan

kedalaman minimum. Dalam penelitian ini bahwa tegangan lekat tulangan polos lebih

rendah dibanding tulangan ulir.

Armeyin (2012), melakukan penelitian dengan judul “Studi Eksperimenntal dan

Numerikal Kuat Lekat Tarik Tulangan Polos Dengan Beton” dimana penelitian ini

dilakukan dengan pembebanan tarik pada angkur tunggal yang ditanam ke dalam

beton bentuk silinder yang dicampur dengan bahan adtif fly ash (abu terbang) dan

tanpa fly ash dimana tegangan lekat antara beton dengan fly ash lebih rendah

Gambar

Gambar 2.2. Kuat Lekat Baja pada Beton
Tabel 2.1. Variasi Jumlah Sampel
Gambar 2.3. Panjang Penyaluran Baja Tulangan
Gambar 2.4. Tegangan Lekat pada Baja Tulangan Ulir
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kabel STP (Shielded Twisted Pair) merupakan salah satu media transmisi yang digunakan untuk membuat sebuah jaringan yang berbasis lokal atau biasa disebut LAN (Local Area

Rencana Kegiatan (RK), merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan dokumen Rencana Anggaran Biaya Pekerjaan (RAB), karena RAB berisi penjelasan

Menurut Junaidi dan Nasution (2018) besarnya temperatur uap saturated yang dihasilkan tergantung pada laju penguapan air di dalam boiler yang menerima transfer panas

Berdasarkan hasil dari implementasi aplikasi, diperoleh spesifikasi pengembangan aplikasi pada bagian perangkat lunak dan perangkat keras yang dipakai penulis dalam

ULP Polres Jembrana Tahun Anggaran 2016, melaksanakan pembukaan penawaran untuk Pekerjaan Perawatan Kendaraan Bermotor Roda 4/6/10 Polres Jembrana T.A. Pembukaan

Untuk itu penulis membuat situs djaminenak dengan menggunakan php fusion dengan harapan situs ini berbeda dari situs-situs yang sudah ada, dengan melengkapi kekurangan-kekurangan

ULP Polres Tabanan Tahun Anggaran 2016, melaksanakan penjelasan dokumen pengadaan untuk pekerjaan Pemeliharaan Ranmor Roda 2 Opsnal Polres Tabanan TA.. Pemberian Penjelasan

Surfer Girl Club Jakarta ( SGC ) yang terbentuk pada tanggal 21 September 2007 sampai saat ini anggotanya 10 orang pecinta merk Surfer Girl saling bertukar informasi dan