• Tidak ada hasil yang ditemukan

Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah Berbasis Komunitas Di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah Berbasis Komunitas Di Kota Medan"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sampah dan Permasalahannya

Menurut WHO, sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Chandra, 2007) .Banyak sampah organik masih mungkin digunakan kembali/ pendaurulangan (reusing), walaupun akhirnya akan tetap merupakan bahan/ material yang tidak dapat digunakan kembali (Dainur, 1995).

(2)

2.1.1. Jenis dan Karakteristik Sampah

2.1.1.a. Jenis Sampah

Pada prinsipnya sampah dibagi menjadi sampah padat, sampah cair dan sampah dalam bentuk gas (fume, smoke). Sampah padat dapat dibagi menjadi beberapa jenis yaitu :

1. Berdasarkan zat kimia yang terkandung didalamnya

a. Sampah anorganik misalnya : logam-logam, pecahan gelas, dan plastic

b. Sampah Organik misalnya : sisa makanan, sisa pembungkus dan sebagainya

2. Berdasarkan dapat tidaknya dibakar

a. Mudah terbakar misalnya : kertas, plastik, kain, kayu b. Tidak mudah terbakar misalnya : kaleng, besi, gelas 3. Berdasarkan dapat tidaknya membusuk

a. Mudah membusuk misalnya : sisa makanan, potongan daging b. Sukar membusuk misalnya : plastik, kaleng, kaca (Dainur, 1995)

2.1.1.b. Karakteristik Sampah

1. Garbage yaitu jenis sampah yang terdiri dari sisa-sisa potongan hewan atau sayuran dari hasil pengolahan yang sebagian besar terdiri dari zat-zat yang mudah membusuk, lembab, dan mengandung sejumlah air bebas. 2. Rubbish terdiri dari sampah yang dapat terbakar atau yang tidak dapat

(3)

3. Ashes (Abu) yaitu sisa-sisa pembakaran dari zat-zat yang mudah terbakar baik dirumah, dikantor, industri.

4. “Street Sweeping” (Sampah Jalanan) berasal dari pembersihan jalan dan trotoar baik dengan tenaga manusia maupun dengan tenaga mesin yang terdiri dari kertas- kertas, daun-daunan.

5. “Dead Animal” (Bangkai Binatang) yaitu bangkai bangkai yang mati karena alam, penyakit atau kecelakaan.

6. Houshold Refuse yaitu sampah yang terdiri dari Rubbish, Garbage, Ashes, yang berasal dari perumahan.

7. Abandonded Vehicles (Bangkai Kendaraan) yaitu bangkai-bangkai mobil, truk, kereta api.

8. Sampah Industri terdiri dari sampah padat yang berasal dari industri-industri, pengolahan hasil bumi.

9. Demolition Wastes yaitu sampah yang berasal dari pembongkaran gedung. 10.Construction Wastes yaitu sampah yang berasal dari sisa pembangunan,

perbaikan dan pembaharuan gedung-gedung.

11.Sewage Solid terdiri dari benda-benda kasar yang umumnya zat organik hasil saringan pada pintu masuk suatu pusat pengelolahan air buangan. 12.Sampah khusus yaitu sampah yang memerlukan penanganan khusus

(4)

2.1.2. Sumber-Sumber Sampah

Sampah yang ada di permukaan bumi ini dapat berasal dari beberapa sumber berikut :

1. Pemukiman penduduk

Sampah di suatu pemukiman biasanya dihasilkan oleh satu atau beberapa keluarga yang tinggal dalam suatu bangunan atau asrama yang terdapat di desa atau di kota. Jenis sampah yang dihasilkan biasanya sisa makanan dan bahan sisa proses pengolahan makanan atau sampah basah (Garbage), sampah kering (rubbsih), perabotan rumah tangga, abu atau sisa tumbuhan kebun. (Dainur, 1995)

2. Tempat umum dan tempat perdagangan

Tempat umum adalah tempat yang memungkinkan banyak orang berkumpul dan melakukan kegiatan termasuk juga tempat perdagangan. Jenis sampah yang dihasilkan dari tempat semacam itu dapat berupa sisa-sisa makanan (Garbage), sampah kering, abu, sisa bangunan, sampah khusus, dan terkadang sampah berbahaya.

3. Sarana layanan masyarakat milik pemerintah

(5)

4. Industri berat dan ringan

Dalam pengertian ini termasuk industri makanan dan minuman, industri kayu, industri kimia, industri logam dan tempat pengolahan air kotor dan air minum,dan kegiatan industri lainnya, baik yang sifatnya distributif atau memproses bahan mentah saja. Sampah yang dihasilkan dari tempat ini biasanya sampah basah, sampah kering, sisa-sisa bangunan, sampah khusus dan sampah berbahaya.

5. Pertanian

Sampah dihasilkan dari tanaman dan binatang. Lokasi pertanian seperti kebun, ladang ataupun sawah menghasilkan sampah berupa bahan-bahan makanan yang telah membusuk, sampah pertanian, pupuk, maupun bahan pembasmi serangga tanaman (Chandra, 2007).

2.1.3. Pengelolaan Sampah Padat

Ada beberapa tahapan di dalam pengelolaan sampah padat yang baik, diantaranya :

1. Tahap pengumpulan dan penyimpanan di tempat sumber Sampah yang ada dilokasi sumber (kantor, rumah tangga, hotel dan sebagainya) ditempatkan dalam tempat penyimpanan sementara, dalam hal ini tempat sampah. Sampah basah dan sampah kering sebaiknya dikumpulkan dalam tempat yang terpisah untuk memudahkan pemusnahannya.

Adapun tempat penyimpanan sementara (tempat sampah) yang digunakan harus memenuhi persyaratan berikut berikut ini :

a. Konstruksi harus kuat dan tidak mudah bocor

(6)

c. Ukuran sesuai sehingga mudah diangkut oleh satu orang.

Dari tempat penyimpanan ini, sampah dikumpulkan kemudian dimasukkan ke dalam dipo (rumah sampah). Dipo ini berbentuk bak besar yang digunakan untuk menampung sampah rumah tangga. Pengelolaanya dapat diserahkan pada pihak pemerintah. Untuk membangun suatu dipo, ada bebarapa persyaratan yang harus dipenuhi, diantaranya :

1. Dibangun di atas permukaan tanah dengan ketinggian bangunan setinggi kendaraan pengangkut sampah.

2. Memiliki dua pintu, pintu masuk dan pintu untuk mengambil sampah. 3. Memiliki lubang ventilasi yang tertutup kawat halus untuk mencegah lalat

dan binatang lain masuk ke dalam dipo. 4. Ada kran air untuk membersihkan.

5. Tidak menjadi tempat tinggal atau sarang lalat atau tikus. 6. Mudah dijangkau masyarakat.

Pengumpulan sampah dapat dilakukan dengan dua metode : a. Sistem duet : tempat sampah kering dan tempat sampah basah

b. Sistem trio : tempat sampah basah, sampah kering dan tidak mudah terbakar. 2. Tahap pengangkutan

(7)

3. Tahap pemusnahan

Di dalam tahap pemusnahan sampah ini, terdapat beberapa metode yang dapat digunakan, antara lain :

a. Sanitary Landfill

Sanitary landfill adalah sistem pemusnahan yang paling baik. Dalam metode ini, pemusnahan sampah dilakukan dengan cara menimbun sampah dengan cara menimbun sampah dengan tanah yang dilakukan selapis demi selapis. Dengan demikian, sampah tidak berada di ruang terbuka dan tentunya tidak menimbulkan bau atau menjadi sarang binatang pengerat. Sanitary landfill yang baik harus memenuhi persyatatan yaitu tersedia tempat yang luas, tersedia tanah untuk menimbunnya, tersedia alat-alat besar. Semua jenis sampah diangkut dan dibuang ke suatu tempat yang jauh dari lokasi pemukiman.

Ada 3 metode yang dapat digunakan dalam menerapkan teknik sanitary landfill ini, yaitu:

1. Metode galian parit (trench method)

Sampah dibuang ke dalam galian parit yang memanjang. Tanah bekas galian digunakan untuk menutup parit tersebut. Sampah yang ditimbun dan tanah penutup dipadatkan dan diratakan kembali. Setelah satu parit terisi penuh, dibuat parit baru di sebelah parit terdahulu.

2. Metode area

(8)

3. Metode ramp

Metode ramp merupakan teknik gabungan dari kedua metode di atas. Prinsipnya adalah bahwa penaburan lapisan tanah dilakukan setiap hari dengan tebal lapisan sekitar 15 cm di atas tumpukan sampah. Setelah lokasi sanitary landfill yang terdahulu stabil, lokasi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sarana jalur hijau (pertamanan), lapangan olahraga, tempat rekreasi, tempat parkir, dan sebagainya (Kusnoputranto, 1986)

b. Incenaration

Incenaration atau insinerasi merupakan suatu metode pemusnahan sampah dengan cara membakar sampah secara besar-besaran dengn menggunakan fasilitas pabrik. Manfaat sistem ini, antara lain :

1. Volume sampah dapat diperkecil sampai sepertiganya. 2. Tidak memerlukan ruang yang luas.

3. Panas yang dihasilkan dapat dipakai sebagai sumber uap.

4. Pengelolaan dapat dilakukan secara terpusat dengan jadwal jam kerja yang dapat diatur sesuai dengan kebutuhan.

Adapun kerugian yang ditimbulkan akibat penerapan metode ini : biaya besar, lokalisasi pembuangan pabrik sukar didapat karena keberatan penduduk. Peralatan yang digunakan dalam insenarasi, antara lain :

1. Charging apparatus

Charging apparatus adalah tempat penampungan sampah yang berasal

(9)

2. Furnace

Furnace atau tungku merupakan alat pembakar yang dilengkapi dengan jeruji besi yang berguna untuk mengatur jumlah masuk sampah dan untuk memisahkan abu dengan sampah yang belum terbakar. Dengan demikian tungku tidak terlalu penuh.

3. Combustion

Combustion atau tungku pembakar kedua, memiliki nyala api yang lebih panas dan berfungsi untuk membakar benda-benda yang tidak terbakar pada tungku pertama.

4. Chimmey atau stalk

Chimmey atau stalk adalah cerobong asap untuk mengalirkan asap keluar

dan mengalirkan udara ke dalam. 5. Miscellaneous features

Miscellaneous features adalah tempat penampungan sementara dari debu

yang terbentuk, yang kemudian diambil dan dibuang (Chandra, 2007). c. Composting

Pemusnahan sampah dengan cara proses dekomposisi zat organik oleh kuman-kuman pembusuk pada kondisi tertentu. Proses ini menghasilkan bahan berupa kompos atau pupuk hijau (Dainur, 1995).

Berikut tahap-tahap di dalam pembuatan kompos:

(10)

2. Penghancuran sampah menjadi partikel-partikel yang lebih kecil (minimal berukuran 5 cm)

3. Penyampuran sampah dengan memperhatikan kadar karbon dan nitrogen yang paling baik (C:N=1:30)

4. Penempatan sampah dalam galian tanah yang tidak begitu dalam. Sampah dibiarkan terbuka agar terjadi proses aerobik.

5. Pembolak-balikan sampah 4-5 kali selama 15-21 hari agar pupuk dapat terbentuk dengan baik.

d. Hog Feeding

Pemberian sejenis Garbage kepada hewan ternak (misalnya: babi). Perlu diingat bahwa sampah basah harus diolah lebih dahulu (dimasak atau direbus) untuk mencegah penularan penyakit cacing dan trichinosis.

e. Discharge to sewers

Sampah dihaluskan kemudian dimasukkan ke dalam sistem pembuangan air limbah. Metode ini dapat efektif asalkan sistem pembuangan air limbah memang baik.

f. Dumping

Sampah dibuang atau diletakkan begitu saja di tanah lapangan, jurang atau tempat sampah.

g. Dumping in water

(11)

h. Individual Incenaration

Pembakaran sampah secara perorangan ini biasa dilakukan oleh penduduk terutama di daerah pedesaaan.

i. Recycling

Pengolahan kembali bagian-bagian dari sampah yang masih dapat dipakai atau di daur ulang. Contoh bagian sampah yang dapat di daur ulang, antara lain plastik, kaleng, gelas, besi, dan sebagainya.

j. Reduction

Metode ini digunakan dengan cara menghancurkan sampah (biasanya dari jenis Garbage) sampai ke bentuk yang lebih kecil, kemudian di olah untuk menghasilkan lemak.

k. Salvaging

Pemanfaatan sampah yang dipakai kembali misalnya kertas bekas. Bahayanya adalah bahwa metode ini dapat menularkan penyakit (Chandra, 2007).

2.1.4. Hubungan Pengelolaan Sampah terhadap Masyarakat dan

Lingkungan

(12)

2.1.4.a. Pengaruh Positif

Pengelolaan sampah yang baik akan memberikan pengaruh yang positif terhadap masyarakat maupun lingkungannya, seperti berikut :

1. Sampah dapat dimanfaatkan untuk menimbun lahan semacam rawa-rawa dan dataran rendah.

2. Sampah dapat dimanfaatkan sebagai pupuk.

3. Sampah dapat diberikan untuk makanan ternak setelah menjalani proses pengelolaan yang telah ditentukan lebih dahulu untuk mencegah pengaruh buruk sampah tersebut terhadap ternak.

4. Pengelolaan sampah menyebabkan berkurangnya tempat untuk berkembang biak serangga dan binatang pengerat.

5. Menurunkan insidensi kasus penyakit menular yang erat hubungannya dengan sampah.

6. Keadaan estetika lingkungan yang bersih menimbulkan kegairahan hidup masyarakat.

7. Keadaan lingkungan yang baik mencerminkan kemajuaan budaya masyarakat.

8. Keadaan lingkungan yang baik akan menghemat pengeluaran dana kesehatan suatu negara sehingga dana itu dapat digunakan untuk keperluan lain (Chandra, 2007).

(13)

2.1.4.b. Pengaruh Negatif

Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat memberikan pengaruh negative bagi kesehatan, lingkungan, maupun bagi kehidupan sosial ekonomi dan budaya masyarakat, seperti berikut.

1. Pengaruh terhadap kesehatan

a. Pengelolaan sampah yang kurang baik akan menjadikan sampah sebagai tempat perkembangbiakan vektor penyakit, seperti lalat, tikus, serangga, jamur.

b. Penyakit demam berdarah meningkatkan incidencenya disebabkan vector Aedes Aegypty yang hidup berkembang biak di lingkungan, pengelolaan sampahnya kurang baik (banyak kaleng, ban bekas dan plastik dengan genangan air) (Dinas Kebersihan, 2009).

c. Penyakit sesak nafas dan penyakit mata disebabkan bau sampah yang menyengat yang mengandung Amonia Hydrogen, Solfide dan Metylmercaptan (Dinas Kebersihan, 2009).

d. Penyakit saluran pencernaan (diare, kolera dan typus) disebabkan banyaknya lalat yang hidup berkembang biak di sekitar lingkungan tempat penumpukan sampah (Dinas Kebersihan, 2009)

e. Insidensi penyakit kulit meningkat karena penyebab penyakitnya hidup dan berkembang biak di tempat pembuangan dan pengumpulan sampah yang kurang baik. Penularan penyakit ini dapat melalui kontak langsung ataupun melalui udara.

(14)

g. Terjadi kecelakaan akibat pembuangan sampah secara sembarangan misalnya luka akibat benda tajam seperti kaca, besi, dan sebagainya. h. Gangguan psikomatis, misalnya insomnia, stress, dan lain-lain

(Mukono, 1995) 2. Pengaruh terhadap lingkungan

a. Pengelolaan sampah yang kurang baik menyebabkan estetika lingkungan menjadi kurang sedap dipandang mata misalnya banyaknya tebaran-tebaran sampah sehingga mengganggu kesegaran udara lingkungan masyarakat (Dinas Kebersihan, 2009).

b. Pembuangan sampah ke dalam saluran pembuangan air akan menyebabkan aliran air akan terganggu dan saluran air akan menjadi dangkal (Mukono, 2006).

c. Proses pembusukan sampah oleh mikroorganisme akan menghasilkan gas-gas tertentu yang menimbulkan bau busuk.

d. Adanya asam organic dalam air serta kemungkinan terjadinya banjir maka akan cepat terjadinya pengerusakan fasilitas pelayanan masyarakat antara lain jalan, jembatan, saluran air, fasilitas jaringan dan lain-lain (Dinas Kebersihan, 2009).

e. Pembakaran sampah dapat menimbulkan pencemaran udara dan bahaya kebakaran lebih luas.

(15)

g. Air banjir dapat mengakibatkan kerusakan pada fasilitas masyarakat, seperti jalan, jembatan, dan saluran air (Chandra, 2007).

3. Pengaruh terhadap sosial ekonomi dan budaya masyarakat

a. Pengelolaan sampah yang kurang baik mencerminkan keadaan sosial-budaya masyarakat setempat.

b. Keadaan lingkungan yang kurang baik dan jorok, akan menurunkan minat dan hasrat orang lain (turis) untuk datang berkunjung ke daerah tersebut (Mukono, 2006)

c. Dapat menyebabkan terjadinya perselisihan antara penduduk setempat dan pihak pengelola

d. Angka kesakitan meningkat dan mengurangi hari kerja sehigga produktifitas masyarakat menurun.

e. Kegiatan perbaikan lingkungan yang rusak memerlukan dana yang besar sehingga dana untuk sektor lain berkurang.

f. Penurunan pemasukan daerah (devisa) akibat penurunan jumlah wisatawan yang diikuti dengan penurunan penghasilan masyarakat setempat.

g. Penurunan mutu dan sumber daya alam sehingga mutu produksi menurun dan tidak memiliki nilai ekonomis.

(16)

2.1.5 Regulasi Persampahan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah baru saja diundangkan pada Bulan Mei 2008. UU ini memberi harapan akan adanya sistem pengelolaan sampah yang baik, dalam arti sistem tersebut mudah untuk diterapkan dan ramah terhadap lingkungan. UU ini juga telah mengatur secara detail mengenai bagaimana sampah harus dikelola dan apa tugas, kewajiban dan kewenangan pemerintah, pemerintah daerah, swasta dan masyarakat.

2.1.5.a Tugas, kewajiban, kewenanganan Pemerintah dan Pemda

Dalam UU RI Nomor 18 Tahun 2008 diuraikan mengenai tugas Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Pasal 6), adalah sebagai berikut:

1. menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah;

2. melakukan penelitian, pengembangan teknologi pengurangan, dan penanganan sampah; .

3. memfasilitasi, mengembangkan, dan melaksanakan upaya pengurangan, penanganan, dan pemanfaatan sampah;

4. melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah;

(17)

6. memfasilitasi penerapan teknologi spesifik lokal yang berkembang pada masyarakat setempat untuk mengurangi dan menangani sampah; dan 7. melakukan koordinasi antarlembaga pemerintah, masyarakat, dan dunia

usaha agar terdapat keterpaduan dalam pengelolaan sampah.

Sedangkan Wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota (Pasal 9) adalah : a. Dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah, pemerintahan

kabupaten/kota mempunyai kewenangan: (1) menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan sampah berdasarkan kebijakan nasional dan provinsi; (2) menyelenggarakan pengelolaan sampah skala kabupaten/kota sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah; (3) melakukan pembinaan dan pengawasan kinerja pengelolaan sampah yang dilaksanakan oleh pihak lain; (4) menetapkan lokasi tempat penampungan sementara, tempat pengolahan sampah terpadu, dan / atau tempat pemrosesan akhir sampah; (5) melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap 6 (enam) bulan selama 20 (dua puluh) tahun terhadap tempat pemrosesan akhir sampah dengan sistem pembuangan terbuka yang telah ditutup; dan (6) menyusun dan menyelenggarakan sistem tanggap darurat pengelolaan sampah sesuai dengan kewenangannya.

(18)

c. Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penyusunan sistem tanggap darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f diatur dengan peraturan menteri.

Pasal 12 UU RI Nomor 18 Tahun 2008 mengatur mengenai kewajiban Pemerintah Daerah dan masyarakat berkaitan dengan pengelolaan sampah rumah tangga, adalah sebagai berikut:

d. Setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampahsejenis sampah rumah tangga wajib mengurangi dan menangani sampah dengancara yang berwawasan lingkungan.

e. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan kewajiban pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan daerah.

2.1.5.b Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

Pasal 19 UU RI Nomor 18 Tahun 2008 mengatur mengenai pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga. Pasal tersebut menyebutkan bahwa pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga terdiri atas pengurangan sampah dan penanganan sampah. Dalam hal pengurangan sampah, lebih lanjut disebutkan dalam Pasal 20 sebagai berikut :

(19)

b. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut: (1) menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu tertentu; (2) memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan; (3) memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan; (4) memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang; (5) memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang.

c. Pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan bahan produksi yang menimbulkan sampah sesedikit mungkin, dapat diguna ulang, dapat didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.

d. Masyarakat dalam melakukan kegiatan pengurangan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan bahan yang dapat diguna ulang, didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.

e. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengurangan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan PP. UU RI Nomor 18 Tahun 2008 juga telah mengatur mengenai reward and punishment (hadiah dan hukuman) berupa pemberian insentif dan disintensif sebagaimana diatur dalam pasal Pasal 21 :

(20)

b. Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, bentuk, dan tata cara pemberian insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

Dalam Pasal 22 UU tersebut juga diatur mengenai mengenai penanganan sampah, yang meliputi :

a. pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah;

b. pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu;

c. pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir;

d. pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah; dan/atau

e. pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.

2.1.5.c. Pembiayaan

(21)

2.1.5.d. Kerjasama antar daerah

UU No 18 Tahun 2008 juga memberikan kemungkinan terjadinya kerjasama antar daerah dalam melakukan pengelolaan sampah (pasal 26). Lebih lanjut disebutkan bahwa kerja sama yang dimaksud dapat diwujudkan dalam bentuk kerja sama dan/atau pembuatan usaha bersama pengelolaan sampah. Sedangkan ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman kerja sama dan bentuk usaha bersama antardaerah diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.

2.1.5.e. Kemitraan

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat bermitra dengan badan usaha pengelolaan sampah dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah (Pasal 27). Kemitraan sebagaimana dimaksud dituangkan dalam bentuk perjanjian antara pemerintah daerah kabupaten/kota dan badan usaha yang bersangkutan. Sedangkan mengenai tata cara pelaksanaan kemitraan dimaksud dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2.1.5.f. Peran Masyarakat

Masyarakat dapat berperan dalam pengelolaan sampah yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah (Pasal 28). Peran sebagaimana dimaksud dapat dilakukan melalui:

a. pemberian usul, pertimbangan, dan saran kepada Pemerintah b. perumusan kebijakan pengelolaan sampah;

(22)

Sedangkan ketentuan lebih lanjut mengenaibentuk dan tata cara peran masyarakat sebagaimana dimaksud diatur dengan PP dan/atau Perda.

2.1.5.g Larangan

Kaitan dengan sampah rumah tangga, pemerintah daerah memiliki kewenangan membuat ketentuan mengani larangan membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan disediakan termasuk membuat sanksi pidananya; (Pasal 29 ayat (1) huruf e). Pemerintah daerah juga memiliki kewenangan menetapkan sanksi pidana kurungan atau denda terhadap pelanggaran ketentuan :

a. membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan disediakan.

a. b.melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di tempat pemrosesan akhir; dan/atau

b. c.membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah. (Pasal 29 ayat (4)).

2.1.5.h Pengawasan

(23)

Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah daerah sebagaimana dimaksud didasarkan pada norma, standar, prosedur, dan kriteria pengawasan yang diatur oleh Pemerintah. Sedangkan ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan pengelolaan sampah diatur dengan peraturan daerah.

2.2.Konsep Pemberdayaan

Pemberdayaan adalah “membantu” komunitas dengan sumberdaya,

kesempatan, keahlian, dan pengetahuan agar kapasitas komunitas meningkat sehingga dapat berpartisipasi untuk menentukan masa depan warga komunitas (Nasdian, 2006). Berarti pemberdayaan adalah bagaimana membuat komunitas bisa bekerja sendiri berdasarkan kemampuan yang telah mereka miliki. Tetapi sebelumnya kemampuan komunitas harus ditingkatkan agar mereka dapat berpatisipasi dan menyesuaikan diri dalam memenuhi kebutuhan sekarang dan nanti. Sehingga mereka dapat menentukan dan merancang masa depan mereka sendiri.

Sulistiyani (2004) menyatakan sebagai berikut:

“Daya dipahami sebagai suatu kemampuan yang seharusnya dimiliki oleh

masyarakat, supaya mereka dapat melakukan sesuatu (pembangunan) secara mandiri. Sedangkan pemberdayaan merupakan suatu proses bertahap yang harus dilakukan dalam rangka memperoleh serta meningkatkan daya sehingga masyarakat mampu mandiri.”

(24)

penyadaran

muncul istilah community driven development yang diterjemahkan sebagai pembangunan yang diarahkan masyarakat atau diistilahkan pembangunan yang digerakkan masyarakat (Randy & Riant, 2007).

Pemberdayaan adalah sebuah proses menjadi bukan sebuah proses instan. Artinya, perlu ada suatu tahapan dimana setiap tahap terjadi proses perkembangan menuju perbaikan. Proses tersebut memerlukan waktu yang relatif lama dan partisipasi menyeluruh dari komunitas itu sendiri. Tidak bisa dijadikan dalam waktu sehari atau hanya sekadar mengenalkan program ke komunitas, kemudian hilang sampai program berikutnya datang. Sebagai proses, pemberdayaan mempunyai tiga tahapan: penyadaran, pengkapasitasan, dan pendayaan (Randy & Riant, 2007).

Gambar 2. 1 Tahapan pemberdayaan

Tahap pertama adalah penyadaran. Pada tahap ini target yang hendak diberdayakan diberi "pencerahan" dalam bentuk pemberian penyadaran bahwa mereka mempunyai hak untuk mempunyai "sesuatu". Misalnya, target adalah kelompok masyarakat miskin. Kepada mereka diberikan pemahaman bahwa mereka dapat menjadi berada, dan itu dapat dilakukan jika mereka mempunyai kapasitas untuk keluar dari kemiskinannya. Program-program yang dapat

(25)

dilakukan pada tahap ini misalnya memberikan pengetahuan yang bersifat kognisi, belief, dan healing. Prinsip dasarnya adalah membuat target mengerti bahwa mereka perlu (membangun "demand") diberdayakan dan proses pemberdayaan itu dimulai dari dalam diri mereka (tidak dari orang luar).

Setelah menyadari, tahap kedua adalah pengkapasitasan. Inilah yang sering kita sebut " capacity building", atau dalam bahasa yang lebih sederhana memampukan atau enabling. Untuk diberikan daya atau kuasa, yang bersangkutan harus mampu terlebih dulu. Proses capacity building terdiri atas tiga jenis, yaitu manusia, organisasi, dan sistem nilai.

Pengkapasitasan manusia dalam arti memampukan manusia, baik dalam konteks individu maupun kelompok. Kita tidak asing dengan konsep ini karena sudah amat sering melakukan training (pelatihan), workshop (loka latih), seminar, dan sejenisnya. Arti dasamya adalah memberikan kapasitas kepada individu dan kelompok manusia unfuk mampu menerima daya atau kekuasaan yang akan diberikan. Pengkapasitasan organisasi dilakukan dalam bentuk restrukturisasi organisasi yang hendak menerima daya atau kapasitas tersebut. Pengkapasitasan sistem nilai dilakukan dengan membantu target dan membuatkan "aturan main" di antara mereka sendiri.

(26)

kemampuannya mengelola usaha. Jika perputaran usahanya hanya mampu mencapai Rp. 5 juta, tidaklah bijaksana jika diberikan pinjaman atau modal sebesar Rp. 50 juta.

Pemberdayaan merupakan proses “pemetaan” dari hubungan atau relasi

subjek dengan objek. Proses ini mementingkan adanya pengakuan subjek akan kemampuan atau daya yang dimiliki objek. Secara garis besar proses ini melihat pentingnya mengalirkan daya (kuasa) (flow of power) dari subjek ke objek. Dalam pengertian yang lebih luas, mengalirnya daya ini merupakan upaya atau cita-cita untuk mensinerjikan masyarakat miskin ke dalam aspek kehidupan yang lebih luas. Hasil akhir dari pemberdayaan adalah “beralihnya fungsi individu atau

kelompok yang semula sebagai objek menjadi subjek (yang baru)”, sehingga relasi sosial yang ada nantinya hanya akan dicirikan dengan relasi antar “subjek”

dengan subjek yang lain. Dengan demikian, proses pemberdayaan mengubah pola relasi lama subjek-objek menjadi subjek-subjek (Nasution, 2006).

Secara operasional, pemberdayaan “bergerak” dari pemahaman sisi

(27)

pemberdayaan dilakukan agar warga komunitas mampu berpartisipasi untuk mencapai kemandirian.

Selanjutnya, menurut Ife dan Tesoriero (2008), “Pemberdayaan melalui kebijakan dan perencanaan dicapai dengan mengembangkan dan mengubah struktur-struktur dan lembaga-lembaga untuk mewujudkan akses yang lebih adil kepada sumber daya atau berbagai layanan dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat”. Berbagai aturan dirancang untuk kemudian

mengakui dan memperhitungkan berbagai kelompok yang terpinggirkan dalam proses sosial politik dan ekonomi. Namun menjadi hal yang sangat penting juga untuk mempersiapkan kelompok masyarakat tersebut melalui pendidikan sehingga menjadi mampu dan terampil dalam mempergunakan akses yang mereka dapatkan dalam proses pemberdayaan masyarakat.

Keberdayaan dalam konteks masyarakat adalah kemampuan individu yang bersenyawa dalam masyarakat dan membangun keberdayaan masyarakat bersangkutan. Keberdayaan masyarakat adalah unsur-unsur yang memungkinkan masyarakat untuk bertahan dan dalam pengertian dinamis mengembangkan diri dan mencapai kemajuan (Randy & Riant, 2007).

2.3. Partisipasi Masyarakat

2.3.1. Pengertian partisipasi masyarakat

(28)

Sedangkan Davis dan Newstorn dalam Anisatullaila (2010), memberikan pengertian partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosional orang-orang dalam suatu kelompok yang mendorong mereka untuk memberikan kontribusi kepada tujuan kelompok dan berbagai tanggung jawab pencapaian tujuan itu.

Partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan menunjukkan perhatian dan kepedulian kepada masyarakat, memprakarsai dialog lintas sektoral secara berkelanjutan, menciptakan rasa memiliki terhadap program yang sedang berjalan, penyuluhan kesehatan dan mobilisasi serta membuat suatu mekanisme yang mendukung kegiatan masyarakat (Depkes, 2005).

Menurut Notoadmojo (2007), partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan permasalahan-permasalahan masyarakat tersebut. Partisipasi masyarakat di bidang kesehatan berarti keikutsertaan seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan masalah kesehatan mereka sendiri. Dalam hal ini masyarakat sendirilah yang aktif memikirkan, memecahkan, melaksanakan, dan mengevaluasi program-program kesehatan. Institusi kesehatan hanya sekedar memotivasi dan membimbingnya. Di dalam partisipasi setiap anggota masyarakat dituntut suatu kontribusi atau sumbangan. Kontribusi tersebut bukan hanya terbatas pada dana dan finansial saja tetapi dapat dibentuk dalam tenaga (daya) dan pemikiran (ide). Dalam hal ini dapat diwujudkan dalam 4M yakni, manpower (tenaga), money (uang), material (benda-benda), dan mind (ide atau gagasan).

(29)

adanya hubungan yang saling timbal balik. Hubungan tersebut dapat antara individu dengan individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok. Pada umumnya dapatlah dikatakan bahwa tanpa partisipasi masyarakat maka setiap kegiatan pembangunan akan kurang berhasil.

Menurut Wibisono dalam Alfiandra (2009) Partisipasi merupakan suatu bagian terpenting dalam konsep pemberdayaan masyarakat. Partisipasi masyarakat sering diartikan keikutsertaan, keterlibatan dan kesamaan anggota masyarakat dalam suatu kegiatan tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung, sejak dari gagasan, perumusan kebijakan, pelaksanaan program dan evaluasi. Partisipasi secara langsung berarti anggota masyarakat tersebut ikut memberikan bantuan tenaga dalam kegiatan yang dilaksanakan. Sedangkan partisipasi tidak langsung dapat berupa sumbangan pemikiran, pendanaan dan material yang diperlukan.

Berdasarkan pengertian tentang partisipasi masyarakat yang telah dikemukakan diatas, maka dapat juga disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat dalam keikut sertaan atau keterlibatan masyarakat secara aktif baik secara moril maupun materil, yang bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama yang didalamnya menyangkut kepentingan individu. Dengan itu, terlihat jelas bahwa peran serta masyarakat menjadi demikian pentingnya didalam setiap bentuk pembangunan, karena dengan dukungan masyarakat yang saling berinteraksi senantiasa memberikan harapan ke arah berhasilnya suatu kegiatan.

(30)

kesatuan dan dalam kenyataan sering hadir pada saat yang sama meskipun status, strategi serta pendekatan metodologinya berbeda. Partisipasi akan menimbulkan rasa harga diri dan kemampuan pribadi untuk dapat turut serta dalam keputusan penting yang menyangkut masyarakat banyak. Partisipasi juga menghasilkan pemberdayaan, dimana setiap orang berhak menyatakan pendapat dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupannya.

Cara yang dapat untuk mengajak atau menumbuhkan partisipasi masyarakat, pada umumnya ada tiga cara, antara lain:

1. Partisipasi dengan paksaan

Artinya memaksa masyarakat untuk berkontribusi dalam suatu program, baik melalui perundang-undangan, peraturan-peraturan, maupun dengan perintah lisan saja. Cara ini akan lebih cepat hasilnya dan mudah. Tetapi masyarakat akan takut, merasa dipaksa dan kaget karena dasarnya bukan kesadaran tetapi ketakutan. Akibatnya masyarakat tidak akan mempunyai rasa memiliki terhadap program yang ada.

2. Partisipasi dengan persuasi (kesadaran)

Artinya suatu partisipasi yang didasari pada kesadaran. Sukar, tetapi bila tercapai hasilnya akan mempunyai rasa memiliki dan memelihara.

3. Partisipasi dengan edukasi (pendidikan)

Partisipasi ini dimulai dengan penerangan, pendidikan dan sebagainya, baik secara langsung maupun tidak langsung.

(31)

Persyaratan utama masyarakat berpartisipasi adalah motivasi. Tanpa motivasi masyarakat sulit berpartisipasi pada segala program. Timbulnya motivasi harus dari masyarakat itu sendiri dan pihak luarnya hanya meragsang saja. Untuk itu pendidikan kesehatan sangat diperlukan dalam rangka merangsang tumbuhnya motovasi dalam suatu masyarakat.

2. Komunikasi

Suatu komunikasi yang baik adalah yang dapat menyampaikan pesan, ide dan informasi kepada masyarakat. Media masa, seperti TV, radio, poster, film dan sebagainya. Semua itu sangat efektif untuk manyampaikan pesan yang akirnya dapat menimbulkan partisipasi.

3. Koperasi

Kerja sama dengan instansi-instansi di luar kesehatan masyarakat dan instansi kesehatan sendiri adalah mutlak diperlukan. Adanya team work (kerja sama tim) antara mereka ini akan membantu menumbuhkan partisipasi.

4. Mobilisasi

(32)

Metode-metode yang dipakai dalam partisipasi adalah sebagai berikut: 1. Pendekatan masyarakat

Diperlukan untuk memperoleh simpati masyarakat. Pendekatan ini terutama ditujukan kepada pimpinan masyarakat, baik yang formal maupun informal. 2. Pengorganisasian masyarakat dan pembentukan tim

Dikoordinasikan oleh lurah atau kepala desa

Kader yang dibentuk tiap RT, anggota tim adalah pemuka-pemuka masyarakat RT yang bersangkutan dan dipimpin oleh ketua RT.

3. Survei diri

Tiap kader di RT melakukan survei kepada masyarakatnya masing-masing dan diolah serta dipresentasikan kepada warganya.

4. Perencanaan program

Perencanaan dilakukan oleh masyarakat sendiri setelah mendengarkan survei diri dari kader, serta telah menentukan bersama tentang prioritas masalah yang akan dipecahkan.

5. Training (pelatihan)

Melaksanakan kegiatan pelatihan menyangkut dengan program yang akan dilakukan.

6. Rencana dan evaluasi

(33)

2.3.2 Faktor-faktor Keberhasilan Partisipasi Masyarakat

Menurut Compton dalam Anisatullaila (2010) Faktor-faktor keberhasilan partisipasi masyarakat adalah:

1. Kegiatan atau program sesuai dengan situasi dan kondisi sosial dari masyarakat setempat,

2. Faktor kepemimpinan dalam masyarakat merupakan faktor yang sangat penting dalam menggerakkan masyarakat. Sedangkan menurut Compton dalam Anisatullaila (2010), sebagai indikator adanya partisipasi masyarakat yaitu keterlibatan yang luas dari masyarakat tersebut dalam hal:

1. Pengambilan berbagai keputusan 2. Pelaksanaan kegiatan

3. Pemanfaatan sarana yang telah di bangun 4. Pemeliharaan sarana tersebut

Menurut pendapat Mikkelsen (2011), yang membedakan pendekatan untuk mengembangkan partisipasi masyarakat yaitu:

1. Pendekatan partisipasif pasif (pelatihan dan informasi)

Pendekatan ini berdasarkan pada anggapan bahwa pihak eksternal yang lebih tahu, lebih menguasai pengetahuan, teknologi, skill, dan sumber daya. Bentuk partisipasi ini tipe komunikasi satu arah, dari atas kebawah, hubungan pihak eksternal dan masyarakat lokal bersifat vertikal.

2. Pendekatan partisipasi aktif

(34)

yang pertama, pendekatan ini sudah membuka dialog, guna memberi kesempatan kepada masyarakat untuk berinteraksi secara lebih intensif dengan para petugas eksternal, contohnya pendekatan pelatihan dan kunjungan.

3. Pendekatan partisipasi dengan keterikatan

Pendekatan ini mirip kontrak sosial antara pihak eksernal dengan masyarakat lokal. Dalam model ini masyarakat setempat mempunyai tanggung jawab terhadap pengelola kegiatan yang telah disepakati dan mendapat dukungan dari pihak eksternal baik finansial maupun teknis. Keuntungan pendekatan ini adalah memberi kesempatan kepada masyarakat lokal untuk belajar dalam melakukan pengelolaan pembangunan dan modifikasi atas model yang disepakati sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

4. Partisipasi atas permintaan setempat

Bentuk ini mencerminkan kegiatan pembangunan atas dasar keputusan yang diambil oleh masyarakat setempat. Kegiatan dan peranan pihak eksternal lebih bersifat menjawab kebutuhan yang diputuskan dan dinyatakan oleh masyarakat lokal, bukan kebutuhan berdasarkan program yang dirancang dari luar.

2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi

(35)

1. Jenis Kelamin

Partisipasi yang diberikan oleh seorang pria dan wanita dalam pembangunan adalah berbeda. Hal ini disebabkan oleh adanya sistem pelapisan sosial yang terbentuk dalam masyarakat, yang membedakan kedudukan dan derajat antara pria dan wanita. Perbedaan kedudukan dan derajat ini, akan menimbulkan perbedaan-perbedaan hak dan kewajiban antara pria dan wanita. 2. Usia

Perbedaan usia juga mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat. Dalam masyarakat terdapat pembedaan kedudukan dan derajat atas dasar senioritas, sehingga akan memunculkan golongan tua dan golongan muda, yang berbeda-beda dalam hal-hal tertentu. Dalam hal ini golongan tua yang dianggap lebih berpengalaman atau senior, akan lebih banyak memberikan pendapat dan dalam hal menetapkan keputusan.

3. Tingkat Pendidikan

(36)

seseorang lebih mudah berkomunikasi dengan orang luar, dan cepat tanggap terhadap inovasi.

4. Tingkat Penghasilan

Tingkat penghasilan juga mempengaruhi partisipasi masyarakat, yaitu penduduk yang lebih kaya kebanyakan membayar pengeluaran tunai dan jarang melakukan kerja fisik sendiri. Sementara penduduk yang berpenghasilan pas-pasan akan cenderung berpartisipasi dalam hal tenaga. Besarnya tingkat penghasilan akan memberi peluang lebih besar bagi masyarakat untuk berpartisipasi. Tingkat penghasilan ini mempengaruhi kemampuan finansial masyarakat untuk berinvestasi. Masyarakat hanya akan bersedia untuk mengerahkan semua kemampuannya apabila hasil yang dicapai akan sesuai dengan keinginan dan prioritas kebutuhan mereka

5. Mata Pencaharian

Mata pencaharian ini akan berkaitan dengan tingkat penghasilan seseorang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa mata pencaharian dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Hal ini disebabkan karena pekerjaan akan berpengaruh terhadap waktu luang seseorang untuk terlibat dalam pembangunan, misalnya dalam hal menghadiri pertemuan, kerja bakti dan sebagainya.

(37)

1. Masyarakat akan berpartisipasi jika mereka memandang penting issue-issue atau aktivitas tertentu.

2. Masyarakat akan berpartisipasi jika mereka merasa bahwa tindakannya akan membawa perubahan, khususnya di tingkat rumah tangga atau individu.

3. Perbedaan bentuk-bentuk partisipasi dan didukung dalam partisipasinya.

4. Orang harus dimungkinkan untuk berpartisipasi dan didukung dalam partisipasinya.

5. Struktur dan proses partisipasi hendaknya tidak bersifat menjauhkan.

2.2.4 Tingkat partisipasi Masyarakat

Gambar

Gambar 2. 1 Tahapan pemberdayaan

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas VIII yang berjumlah 120 siswa, sedangkan yang menjadi sampel sebanyak 10 siswa dengan menggunakan teknik kontrak

 Siswa mengidentifikasi ciri- ciri dan fungsi lagu daerah berdasarkan pengamatan terhadap contoh- contoh lagu daerah yang telah diberikan dan lagu- lagu lain yang

Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh para masyarakat nelayan adalah keterbatasan pengetahuan cara pengolahan produk olahan ikan sehat dan aman khususnya ikan

Nurul Huda Dusun Banjar Intang desa Tanjung Iman Kec.. Blambangan Pagar

Hasil pengukuran responsivitas pada sampel fotokonduktor dengan variasi tegangan panjar menunjukkan bahwa respon arus mengalami peningkatan pada panjang gelombang λ >

(dibimbing oleh: Wahyuni, S.FT., M.Kes dan Umi Budi Rahayu, S.FT.,S.Pd.,M.Kes) Kadar VO 2 max berhubungan dengan kemampuan kerja otot seseorang. Jika seseorang melakukan

Dalam makalah ini telah disajikan sebuah metode baru untuk mencari syarat perlu dan cukup keberadaan solusi keseimbangan titik pelana lingkar tertutup dari suatu permainan

Dari pengalaman penulis selama memproduksi tugas karya akhir ini, penulis merasa kurang maksimal dalam melaksanakan program ini dikarenakan menurut penulis ada