• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 EVALUASI. 5.1 Editing & Mixing

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 5 EVALUASI. 5.1 Editing & Mixing"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

113 BAB 5 EVALUASI

5.1 Editing & Mixing

Setelah semua proses shooting selesai, tahap selanjutnya adalah menyusun file hasil shoting kedalam folder sesuai dengan adegan karena ternyata penyusunan folder sesuai dengan hari dan kamera lumayan sedikit menyusahkan dalam memanggil data.

Proses Audio Sync

Setelah semua materi di kelompokan sesuai adegan, penulis melakukan sync audio pada hari pertama pengambilan gambar badan program, dikarenakan file audio dan videonya terpisah. Di dalam dunia pertelevisian, Sync atau sinkronisasi audio merupakan salah satu tahap pada pasca produksi (editing & mixing) yang kerap dilakukan jika menggunakan aplikasi untuk perekaman audio, biasanya menggunakan aplikasi protools. Namun dalam proses shooting, penulis menggunakan iPhone sebagai pengganti aplikasi protools tersebut walaupun ada beberapa kekurangan, namun penggunaan iPhone ini sangat membantu penulis dalam meng-cover keperluan audio.

Pada prosesnya penulis menyelaraskan audio dengan video dengan menggunakan aplikasi untuk editing yaitu Adobe Premier Creative Cloud® dengan setelan sequence mengikuti dengan video size yang sudah diatur saat instalasi alat pada kamera dengan cara memilih acak sequence berformat PAL dan menarik video hasil shooting yang sudah di import kedalam perpustakaan aplikasi premier ke dalam timeline, nantinya akan ada konfirmasi perubahan setelan sequence kemudian tekan yes. Hal ini dilakukan oleh penulis agar dapat langsung melakukan sync dengan memotong klip audio yang tidak ada gambarnya dalam video. Jika sequence tidak di setel sesuai dengan ukuran video, biasanya dibutuhkan proses rendering. Setelah proses audio sync selesai, langkah selanjutnya adalah exporting dengan audio yang sudah di sync untuk adegan badan program di hari pertama.

(2)

Rough Cut & Pembuatan Naskah

Setelah proses audio sync selesai, Kemudian penulis mulai melakukan proses rough cut sesuai dengan alur cerita yang sudah dibentuk pada tahap pra produksi. Rough Cut berfungsi sebagai guide penulis, membuat naskah Voice over Host. VO pertama diambil dengan suara penulis, VO berfungsi untuk menceritakan apa yang terjadi di dalam benak host yang tidak terucapkan di adegan aslinya. Pada proses rough cut diawali dengan memasukan city shot kedalam timeline, tujuan dalam memasukan city shot terlebih dahulu karena city shot merupakan bentuk dari establish shot yang mengikuti kalimat VO, dimana kalimat tersebut memberikan penjelasan bahwa episode yang ditayangkan akan fokus pada kota tersebut. Kebanyakan cerita pada televisi biasanya memilih gambar long shot/wide shoot untuk membangun context pesan yang ingin disampaikan pada pembukaan, biasanya disebut didalam establish shot dimana city shot yang diambil berfungsi sebagai establish shot menuju pengerucutan cerita.

Setelah city shot masuk kedalam timeline, dilanjutkan dengan opening host, penjelasan misi penjebakan, rangkaian kejadian dimulai dari adegan di dalam city tour bus, kemudian berpindah ke bis trans Jakarta hingga iPhone menghilang dan host mengejar pelaku di kawasan halte statiun bis trans Jakarta. Pada tahap ini, diputuskan untuk tidak menggunakan adegan argo kuda pada taksi karena masalah durasi dan shot yang tidak mendukung. Maka ada perubahan alur, saat keluar dari kawasan halte statiun kota, cerita pada proses editing didalam time line dibuat seolah-olah host tidak dapat melacak iPhonenya dan kembali ke kawasan IRTI Monas, karena pada bagian opening, host menjelaskan bahwa host dan tim memarkirkan kendaraan di kawasan IRTI Monas. Proses rough cut berhenti sampai disini dan hasil rough cut diperlihatkan kepada dosen pembimbing tanpe mengekspor video dari timeline.

Setelah diperlihatkan kepada dosen pembimbing, dosen pembimbing mengatakan bahwa hasil editing dragging, atau bisa disebut hasil editan jika ditayangkan tidak akan menarik penonton untuk menonton tayangan tersebut karena tayangan dari cara potongnya terlalu lama dan membosankan. Selain itu penulis berkonsultasi mengenai voice over yang sudah ditempel pada pada timeline

(3)

bersamaan dengan video dan penggunaan musik dan menurut dosen pembimbing naskah VO kurang dekat dengan penontonnya, maka dilakukan revisi untuk naskah. Mempekerjakan Editor untuk Editing Offline & Grafis OBB

Setelah rough cut diperlihatkan, Selain merevisi naskah VO, penulis mencoba membuat naskah keseluruhan badan program. Kemudian dari hasil rough cut tadi, kami memutuskan untuk mempekerjakan editor infotainment untuk melanjutkan editing. Karena penulis merasa tidak dapat menghidupkan nyawa dari program ini.

Selama dikerjakan editor lain, penulis memberikan print out naskah keseluruhan program kepada editor sebagai panduan mengedit. Selain itu penulis juga memberikan arahan kepada editor mengenai pilihan-pilihan shot yang dibutuhkan dengan datang langsung ke lokasi editing di kantor Cek & Ricek Jakarta Barat. Selama itu pula proses editing diawasi oleh produser. Sementara editing berlanjut, penulis meminta bantuan kepada grapich designer untuk pembuatan OBB. Penulis mencoba memikirkan mau seperti apa framing grafis OBB dan musiknya. Menentukan tagline yang akan di highlight sebagai identitas program dan mencari stok shot-nya. Pengerjaan OBB dikerjakan sekitar 3 hari, namun OBB pertama penulis revisi karena menurut penulis kurang mencerminkan identitas program. Setelah OBB jadi, penulis langsung mengirim file kepada editing.

Pemecahan Segmen & Revisi Alur Cerita

Penggantian editor sempat terjadi pada tahap pasca produksi ini sebanyak 2 kali. Setelah pergantian editor kedua, kembali penulis ikut memantau hasil rough cut-nya, mengingat penulis yang membuat naskah. Penulis mendiskusikan kepada produser jenis stressing dengan scoring seperti apa yang akan dipakai nanti agar tidak terlihat seperti program murah dan menentukan bagian mana yang akan di stressing. Setelah hasil edit oleh editor kedua wrap, kami mempresentasikannya kedepan dosen pembimbing. Pada tahap preview awal, ada beberapa point yang harus direvisi pada hasil editingnya, yaitu adegan saat berada di city tour bus Jakarta, menurut dosen pembimbing adegan di bagian ini masih sedikit dragging, maka dari itu ada pemotongan naskah dan pemotongan alur cerita pada bagian ini.

Kemudian, ada beberapa alur cerita saat di dalam ITC fatmawati dimana host berputar di dalam gedung ITC untuk mencari iPhone, pada hasil editan pertama ini,

(4)

alur cerita dibuat host menemukan iPhonenya, namun menurut dosen pembimbing cerita ini kurang logis jika dikatakan sebuah reality show. Kemudian dosen pembimbing menganjurkan kepada kami untuk merubah alur cerita.

Proses selanjutnya adalah melakukan revisi kembali, pada awalnya penulis hanya melakukan briefing kedapa produser mengenai alur cerita yang harus diubah hanya dengan perbincangan lewat telpon. Kemudian rekan produser yang menemani editor untuk merevisi alur yang sudah di briefing oleh penulis tadi. Karena mengejar deadline pengumpulan tugas akhir, penulis mendampingi langsung editor selama mengedit untuk memantau secara keseluruhan badan program. Memendekan durasi serta melakukan pemecahan segmentasi. Penentuan adegan next-on sebelum dipotong jeda komersial. Hingga akhirnya wrap.

Intinya, proses editing program ini diawali dari fase editing offline dimana terjadi audio sync, koreksi warna dan rough cut sesuai alur cerita. Setelah itu penulis melakukan pemecahan segment dan menentukan adegan next-on, baru dilakukan mixing audio beserta memasukan musik latar dan musik scoring/stressing. Pemakaian stressing pada program ini adalah untuk lebih menonjolkan efek dramatisasi cerita

5.2 Simpulan

5.2.1 Evaluasi Produksi

Dalam memproduksi program criminal cam, peran utama penulis adalah sebagai camera person, dimana disaat produksi banyak masalah teknis yang ditemui, seperti banyak gambar yang tidak fokus, gambar dengan cahaya yang berlebih, gambar yang sangat goyang sehingga tidak enak untuk di tonton, gambar backlight. Hal ini dikarenakan karena kondisi penulis yang juga berperan sebagai program director dalam artian mengarahkan host harus berbuat apa, dan harus berfikir untuk mengambil angle gambar dari mana untuk tetap menjaga continuity, selain itu konsentrasi penulis sebagai camera person juga buyar dikarenakan kondisi sekitar yang ramai, host memang sengaja dilepas di kondisi masyarakat sesungguhnya, bukan dengan talent bayaran saat berada di atas busway (namun ada beberapa talent yang

(5)

dibayar). Selain itu tempat shooting yang diatas mobil juga menjadi kendala untuk gambar, tempat yang penuh dan goyang membuat gambar juga goyang, Hal ini dikembalikan kembali pada budget yang dimiliki penulis dan partner dalam memproduksi program ini. Intinya kami menyesuaikan jumlah budget untuk program bukan kebutuhan program yang diutamakan dan mengesampingkan budget.

Untuk scheduling atau Daily movement shooting, selama produksi (shooting) berlangsung tidak ada yang di re-schedule, kecuali ada 1 hari shooting cover city tour dan taksi yang dimana saat itu hujan, Jadi solusinya seharusnya jika memang ingin tepat waktu harus menyewa pawang hujan namun kembali kepada permasalahan minimnya budget. Untuk time table editing, sempat bergeser beberapa minggu karena adanya pergantian editor. Editor pertama kabur, karena proses editing yang lumayan sulit namun fee yang diberikan minim yang lagi-lagi harus menyesuaikan dengan budget. Secara keseluruhan, untuk memproduksi program ini butuh lebih banyak sumber daya manusianya, seperti harus adanya creative yang memikirkan cerita yang akan di angkat dan sekaligus dapat mengarahkan host di lapangan.

5.2.2 Evaluasi Budget

Untuk masalah budget, sebenarnya penulis tidak bertanggung jawab untuk ini karena budgeting merupakan tugas dari produser. Namun sesuai analisa penulis, ada beberapa item yang diharuskan mengeluarkan budget lain, seperti penambahan monopod pada hari ke dua shooting badan program, namun dapat diimbangi karena tidak menjadi menyewa audio mixer dan wireless clip-on hanya menyewa pada hari kedua. Kemudian ada beberapa biaya tak terduga yang harus dikeluarkan seperti pembelian tiket busway yang berulang-ulang dikarenakan harus re-take, sesuai dengan kebutuhan gambar.

NO. ITEM Qty JUMLAH

1. Sewa Alat (Clip On Wireless + Monopod)

(6)

2. Host 1 @ USD 200 Rp. 2.286.000,-

3. Talent 4 *2hari Rp. 400.000,-

4. Konsumsi 2 hari Rp. 492.800,-

5. Akomodasi (2hari) 12 tiket busway @3500 Taxi @53000

Parkir @33000

Rp. 208.000,-

6. OBB + Editing OBB @500000

Editing @500000

Rp. 1.000.000,-

TOTAL Rp. 4.586.800,-

Tabel 5.1 Real Budget Keseluruhan Hari Shooting

Merujuk kepada plan budget pada Bab 3 poin kebutuhan Administrasi, disebutkan bahwa total budget plan adalah sebesar Rp. 6.612.000,- namun setelah shooting seluruh hari selesai, di breakdown kembali didalam tabel jumlah real budget yang dikeluarkan adalah sebesar Rp. 4.586.800,-, yang berarti mempunyai selisih antara plan budget dengan real budget sebesar Rp. 2.025.200,-. Hal ini mengartikan bahwa budget plan melebihi real budget, dimana bisa dikatakan bahwa perhitungan plan budget biaya produksi sangat detail dan dapat dikatakan aman dan tepat sasaran.

5.3 Saran

Dari pengalaman penulis selama memproduksi tugas karya akhir ini, penulis merasa kurang maksimal dalam melaksanakan program ini dikarenakan menurut penulis ada dua kepala demi terbentuknya program ini, maka dari itu penulis menyarankan untuk kedepannya bagi mahasiswa/i yang ingin membuat tugas karya akhir lebih baik sendiri, dalam artian satu pemikir sebagai produser dengan bantuan pihak lain yang akan membantu tapi hanya mendengarkan instruksi dari produser. Hal lain adalah pemaksimalan budget sangat penting dalam pembuatan tugas karya akhir ini, karena semakin mahal budget yang dikeluarkan, semakin professional alat yang dipakai maka semakin bagus audio visual yang diproduksi. Dengan berlomba-lombanya pembuatan program yang tanpa sadar sudah menghilangkan fungsi media sebagai pendidik atau kontrol sosial, maka kepada mahasiswa/i disarankan

(7)

agar dapat lebih kreatif dan inovatif dalam mengembangkan suatu ide untuk dijadikan program televisi yang lebih berbobot dan tentunya tetap menghibur Begitu juga dengan masyarakat, penulis berharap agar dapat lebih jeli sebagai penonton untuk memilih tontonan yang berkualitas dan mendidik, demi nama dan masa depan bangsa sendiri.

Gambar

Tabel 5.1 Real Budget Keseluruhan Hari Shooting

Referensi

Dokumen terkait

Black clover merupakan film animasi jepang yang menceritakan tentang Asta seorang anak yatim piatu yang bermimpi untuk menjadi kaisar sihir. Pada adegan

37 cyle pada shot ini terlihat jelas serta shot-shot lainnya mengenai kucing pada film ini lebih banyak berjalan pada dua kaki saja (anthropomorphism) sehingga penulis

a. waktu siaran yang singkat. Dari hasil tinjauan karya sejenis yang penulis temukan, dari program sketsa keluarga yang di pimpin oleh dua penyiar yakni Yohana Elizabeth

Desain dengan badan gemuk ini tidak digunakan karena sifat tokoh yang pemalas, jorok dan rakus dapat memberi pesan negatif pada penonton yaitu bentuk badan

Dokumen yang digunakan dalam sistem informasi akuntansi penerimaan kas dari pajak kendaraan bermotor roda dua reguler satu tahun pada UPPD/Samsat Kota Pelaihari

Untuk bahan bangunan, ditemukan adanya lapisan es pada kutub di Mars yang menurut Lorek (2019) dapat digunakan sebagai pelapisan struktur di Mars agar permukaan

Seperti yang di katakan Branch dalam bukunya, untuk membuat sebuah design harus melakukan analisa design yang ingin dibuat. Dari hasil analisa acuan video es kopsus

Setelah itu penulis akan melakukan fine Cut dengan memasukan music scoring yang telah dibuat, untuk memberi kesan energetic pada video, dengan tujuan video