BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Pembangunan pertanian subsektor perkebunan memiliki arti penting terutama di
Negara berkembang yang selalu berupaya untuk memanfaatkan kekayaan sumber
daya alam secara lestari dan berkelanjutan. Selain itu, subsektor perkebunan
mempunyai peranan penting dalam pembangunan nasional, terutama dalam
meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, penerimaan devisa Negara,
penyedia lapangan kerja, perolehan nilai tambah dan daya saing, pemenuhan
kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan baku industri dalam negeri, serta
optimalisasi pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan (Tim Penulis PS,
2008).
Sebagai suatu komoditas, tanaman perkebunan memiliki sebutan lain, yaitu
tanaman perdagangan dan tanaman industri. Predikat ini jelas menunjukkan suatu
legitimasi bahwa ada peluang bisnis dari pengusahaan tanaman perkebunan, salah
satunya adalah komoditas kopi.
Kopi merupakan salah satu hasil komoditi perkebunan yang memiliki nilai
ekonomis yang cukup tinggi di antara tanaman perkebunan lainnya dan berperan
penting sebagai sumber devisa negara. Kopi tidak hanya berperan penting sebagai
sumber devisa melainkan juga merupakan sumber penghasilan bagi tidak kurang
dari satu setengah juta jiwa petani kopi di Indonesia (Rahardjo, 2012).
Salah satu sentra produksi komoditi kopi di Sumatera Utara adalah Kabupaten
Tapanuli Selatan yang terletak di Kecamatan Sipirok. Hampir diseluruh daerah
lingkungan (tanah, iklim, ketinggian tempat dan suhu) yang mendukung
pertumbuhan kopi. Usaha perkebunan dikabupaten ini umumnya adalah usaha
perkebunan rakyat dan sudah menjadi salah satu komoditi andalan masyarakat
sekitar.
Berikut adalah data luas tanaman dan produksi kopi tanaman perkebunan rakyat
menurut Kabupaten Tapanuli Selatan, dapat dilihat pada table 1.1
Tabel 1.1 Data Luas Areal dan Produksi Tanaman Kopi di Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2009-2013
No Tahun Luas Tanaman (Ha) Produksi (ton)
1 2009 2.818,00 679,55
2 2010 2.913,75 1.051,70
3 2011 2.942,75 682,10
4 2012 3.123,75 781,60
5 2013 4.531,25 791,65
Sumber : Badan Pusat Statistik Tapanuli Selatan, 2013
Luas areal tanaman kopi di Kabupaten Tapanuli Selatan pada tahun 2009-2013
mengalami peningkatan luas tanam yaitu mulai dari 2.818 Ha pada tahun 2009
sampai 4.531 Ha di tahun 2013. Akan tetapi kenaikan luas lahan tidak diimbangi
dengan kenaikan produksi, produksi kopi turun di tahun 2011 menjadi 682,10 ton.
Penurunan produksi dapat terjadi karena adanya pembaharuan pohon kopi,
penggunaan pupuk yang berlebihan pada tahun sebelumnya, kemarau panjang,
kesalahan pada pemotongan cabang kopi, atau bibit dan harga dimana bibit
yang digunakan petani ialah bibit lokal yang belum termasuk dalam kategori bibit
unggul dan harga kopi yang berfluktuasi, sedangkan penurunan luas lahan dapat
terjadi karena adanya alih fungsi.
Permasalahan tersebut sejalan dengan yang diungkapkan oleh Prajanti dan
pengetahuan dan semesta wawasan yang memadai untuk dapat memahami
permasalahan mereka, memikirkan permasalahannya, atau memilih pemecahan
masalah yang paling tepat untuk mencapai tujuan mereka. Sehingga pengetahuan
mereka hanya berdasarkan kepada informasi yang keliru karena kurangnya
pengalaman, pendidikan, atau faktor nilai budaya yang ada.
Usaha perlindungan lahan secara ekonomi, ekologi, dan sosial saat ini diwujudkan
dengan sistem agroforestri (Hilmanto, 2010), tetapi pada kenyataannya
pengelolaan sistem agroforestri saat ini dirasakan kurang optimal karena
rendahnya pendapatan petani yang disebabkan ketidaksesuaian antara biaya
produksi dengan harga komoditi agroforestri yang dijual ke pasar (Wijatnika,
2009), sedangkan harga komoditi agroforestri secara umum ditetapkan oleh petani
lokal berdasarkan biaya produksi. Hal ini karena adanya fluktuasi harga komoditi
yang bisa terjadi karena harga komoditi pertanian dan kehutanan menurun pada
musim panen raya, sehingga petani sering mengalami kerugian (Hilmanto dan
Rahayu 2011).
Harga jual yang rendah membuat petani berhadapan dengan kondisi pilihan yang
sulit, yaitu antara menjual komoditi tetapi bisa menjadi rugi karena harus
mengeluarkan biaya produksi dari komoditi yang dipanen, tetapi petani harus
memiliki uang tunai untuk modal usaha tani pada musim tanam selanjutnya serta
memenuhi kebutuhan sehari-hari (Hilmanto dan Rahayu, 2011).
Pada manajemen pengelolaan dan Pasca Usaha Tani serta pendidikan tentang
pertanian juga masih tergolong rendah, sehingga pengusahaan dan pengelolaan
untuk perkebunan rakyat menjadi kurang maksimal. Perkebunan rakyat yang
Beberapa kendala di atas serta penanganan pada saat pasca panen yang kurang
begitu dipahami dapat mengakibatkan kualitas dan kuantitas produksi menurun,
sehingga berpengaruh terhadap pendapatan petani pekebun kopi.
Tujuan utama pengelolaan usaha tani kopi adalah untuk meningkatkan produksi
agar pendapatan petani kopi juga meningkat, oleh karena itu petani sebagai
pengelola usahanya harus mengerti cara mengalokasikan sumberdaya atau faktor
produksi yang dimilikinya sehingga tujuan tersebut dapat tercapai, untuk
meningkatkan harga kopi dipasaran agar tidak selalu anjlok/harga murah pada saat
harga turun. Keadaan seperti ini adalah masa yang sulit bagi para petani kopi.
Karena apa yang mereka dapatkan dari hasil panen kopi tersebut tak sebanding
dengan jerih payah mereka dari mencari bibit, menanam, merawat dan memanen
(Kompasiana, 2015)
Pada daerah Kecamatan Sipirok merupakan daerah penghasil produksi Kopi
Robusta tetapi sebagian besar masnyarakat beralih untuk menanam atau
membudidayakan tanaman Kopi Arabika. Kopi Arabika dapat tumbuh dengan
baik di daerah ketinggian antara 700-1700 m diatas permukaan laut, mempunyai
kualitas yang relatif lebih tinggi dari jenis kopi lainnya dan umumnya kopi jenis
ini berbuah sekali dalam setahun. (Haryanto, 2012)
Sebagian besar petani menjual kopinya dalam bentuk kopi biji yang harganya bisa
mencapai Rp. 19.000/kg hingga Rp. 23.000/kg. apabila dilakukan pengolahan dari
kopi biji menjadi kopi bubuk akan mempunyai nilai tambah lebih yang dimana
harga kopi bubuk tersebut menjadi Rp. 50.000/kg. Tetapi pada Kecamatan Sipirok
industri pengolahan, sehingga para petani lebih memilih menjual kopinya dalam
bentuk kopi biji.
Suatu agroindustri diharapkan dapat menciptakan nilai tambah yang tinggi selain
mampu untuk memperoleh keuntungan yang berlanjut. Nilai tambah yang
diperoleh dari pengolahan merupakan selisih antara nilai komoditas yang
mendapat perlakuan pada suatu tahap dengan nilai korbanan yang harus
dikeluarkan selama proses produksi terjadi. (Sudiyono, 2004).
Pendapatan kotor atau penerimaan adalah seluruh pendapatan yang diperoleh dari
usaha tani selama satu periode usaha tani. Pendapatan bersih adalah selisih dari
pendapatan kotor dengan biaya mengusahakan. Pendapatan petani meliputi upah
tenaga kerja keluarga sendiri, upah petani sebagai manajer, biaya modal sendiri,
dan keuntungan. Pendapatan tenaga keluarga merupakan selisih dari pendapatan
petani dikurangi dengan bunga modal sendiri, dan keuntungan atau kerugian
petani merupakan selisih dari pendapatan petani dikurangi dengan upah keluarga
dan bunga modal sendiri (Suratiyah, 2006).
Berdasarkan penjelasan sebelumnya dapat diketahui bahwa Kabupaten Tapanuli
Selatan merupakan salah satu penghasil kopi. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel
luas lahan dan produksi tanaman kopi diatas. Dimana tingkat produksi dan luas
areal tanam kopi mengalami peningkatan setiap tahunnya, dan diharapkan
permintaan terhadap tanaman kopi tetap tinggi terutama bagi negara-negara
pengimpor kopi.
Melihat komoditi Kopi di Kabupaten Tapanuli Selatan merupakan salah satu
melakukan penelitian tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
pendapatan petani Kopi Sipirok di Kabupaten Tapanuli Selatan.
1.2 Identifikasi Masalah
1. Bagaimana tingkat pendapatan usahatani Kopi Sipirok di daerah penelitian?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pendapatan petani Kopi Sipirok di
daerah penelitian?
3. Bagaimana nilai tambah (value added) yang diperoleh dari pengolahan Kopi
biji sampai dalam bentuk kopi bubuk ?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisis bagaimana tingkat pendapatan usahatani Kopi Sipirok di
daerah penelitian.
2. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani Kopi
Sipirok di daerah penelitian.
3. Untuk mengetahui nilai tambah (value added) yang diperoleh dari pengolahan
Kopi biji sampai dalam bentuk kopi bubuk
1.4 Kegunaan Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi petani Kopi Sipirok dalam usaha perbaikan
tingkat pendapatan.
2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan instansi terkait dalam
menetapkan kebijakan dalam pengembangan dan peningkatan pendapatan
keluarga petani Kopi Sipirok.
3. Sebagai bahan pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti serta salah satu cara