• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES BELAJAR AGAMA DI TPA TPQ PROGRAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PROSES BELAJAR AGAMA DI TPA TPQ PROGRAM"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

PROSES BELAJAR AGAMA DI TPA/TPQ

“Diajukan sebagai syarat untuk memenuhi tugas akhir semester Genap/IV (empat)

Mata Kuliah Ilmu Jiwa Belajar II”

Nama Mahasiswa : Muhammad Reza Noviandy

NPM : 12214210582

Semester/kelas : IV (Empat)/PAI-4B

Prodi : Pendidikan Agama Islam

Mata Kuliah : Ilmu Jiwa Belajar II

Dosen Pengampu : Santi Lisnawati, S.Ag.,M.Si.,M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR

(2)

KATA PENGANTAR

ِل ل ِلٱ ِ ِلٱ ِل ِٱ ِ

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan

rahmat, taufik, dan hidayah-Nya kepada kita, khususnya kepada penyusun

sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Salawat beriring salam senantiasa

kita hadiahkan kepada junjungan alam kita Nabi Muhammad SAW, beserta

keluarga, sahabat, dan kita para pengikutnya sampai akhir zaman.

Alhamdulillah atas izin Allah SWT saya dapat menyelesaikan penyusunan

makalah penelitian ini yang berjudul “Proses Belajar Agama di TPA/TPQ”.

Adapun tujuan penyusun membuat makalah ini, tidak lain hanya untuk

membantu para mahasiswa agar memiliki cakrawala pandang yang lebih luas

dalam bidang Ilmu Jiwa Belajar serta memahami dan menemukan pola

mengenai proses belajar agama melalui penelitian secara kualitatif, sistematis

dan logis. Dan juga sebagai syarat untuk memenuhi tugas akhir semester

Genap/IV (empat) Mata Kuliah Ilmu Jiwa Belajar II. Semoga dapat bermanfaat

untuk ke depannya.

Bogor, Mei 2014 Penyusun

Muhammad Reza Noviandy

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 1

C. Tujuan Penelitian ... 2

D. Manfaat Penelitian ... 2

BAB II KAJIAN TEORI A. Belajar ... 3

1. Pengertian Belajar ... 3

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar ... 4

3. Pentingnya Belajar dalam Kehidupan ... 9

B. Agama ... 12

1. Pengertian Agama ... 12

2. Aspek-aspek dan Dimensi Ajaran Agama ... 13

3. Urgensi Agama dalam Kehidupan ... 19

BAB III METODOLOGI A. Metode Penelitian ... 22

B. Lokasi Penelitian ... 22

C. Teknik Pengumpulan Data ... 23

D. Analisis Data ... 24

(4)

B. Deskripsi Proses Belajar Agama dan Analisis Deskriptif Hasil

Penelitian ... 27

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 38

B. Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agama dipelajari yang bertujuan untuk memahaminya oleh seluruh umat

manusia. Dengan agama pula manusia diatur dan diarahkan ke jalan yang

benar menurut keyakinannya masing-masing. Begitu pula umat Muslim, agama

menjadi pedoman yang tuntunan hidup untuk meraih kebahagiaan dunia dan

akhirat. Maka dari pada itulah pemahaman tentang agama sangatlah penting

bagi setiap umat manusia terlebih bagi setiap individunya. Dan dalam hal

memahami sebuah agama pastilah ada proses yang harus dilalui dan dijalani.

Proses belajar agama telah dimulai sejak seseorang terlahir ke dunia hingga

akhir hayatnya. Oleh sebab itu sangatlah penting mengetahui segala bentuk

dan usaha seseorang untuk mencapai keberhasilan dalam proses belajar

agamanya, terlebih di zaman yang semakin modern dengan kemajuan

teknologinya yang tidak dapat kita hindari. Untuk itu menanamkan pengetahuan

agama sejak usia dini menjadi suatu yang harus dilakukan agar seseorang

mempunyai pegangan hidup yang akan menjadi filter dalam dirinya untuk

menyaring segala macam bentuk kebaikan maupun keburukan yang

terpampang di depan mata, agar tidak salah arah dan terperosok ke lubang

hitam di dalam menjalani kehidupan ini. Maka dari pada itu, dengan

mengadakan penelitian dan pengamatan ini khususnya untuk mengamati

proses belajar agama di suatu lingkungan tertentu dapat menjadi tolak ukur

bagi kita dalam meningkatkan proses belajar agama ke depannya.

B. Rumusan Masalah

Di dalam penelitian ini, peneliti dapat menyimpulkan beberapa masalah

yang dituangkan menjadi beberapa pertanyaan, sebagai berikut:

1. Bagaimana proses belajar agama di suatu lingkungan tertentu, misalnya di

sebuah TPA/TPQ ?

(6)

3. Apa yang menjadi tantangan dalam proses belajar agama ?

4. Adakah perubahan perilaku atau sikap setelah seseorang belajar agama ?

5. Apa saja manfaat dari belajar agama ?

C. Tujuan Penelitian

Maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji

proses belajar agama di sebuah TPA/TPQ, apakah ada faktor-faktor yang

mempengaruhi proses belajar agama tersebut dan bagaimanakah hasil dari

proses belajar agama tersebut.

D. Manfaat Penelitian

Mengungkapkan secara spesifik kegunaan yang hendak dicapai dari:

Aspek teoretis (keilmuan) dengan menyebutkan kegunaan

teoretis/metodologi apa yang dapat dicapai dari masalah yang diteliti. (bisa

berupa temuan, kritisi, pengembangan teori/metodologi)

Aspek praktis (guna laksana) dengan menyebutkan kegunaan apa yang dapat dicapai dari penerapan pengetahuan yang dihasilkan penelitian ini.

(7)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Belajar

1. Pengertian Belajar

Jika kita membaca buku-buku pendidikan dan psikologi, kita dapat

menemukan banyak sekali definisi atau pengertian belajar yang dikemukakan

oleh para ahli. Dan dalam pembahasan ini saya akan mengemukakan

beberapa definisi atau pengertian belajar menurut para ahli, sebagai berikut :

a. W.S Winkel (1989:6) memberikan pengertian belajar sebagai bentuk perubahan diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah

laku yang baru, akibat pengalaman dan latihan.1

b. Sartain (1973:240) mengemukakan pengertian belajar sebagai “The process by which a relativity enduring change in behavior occurs a

result of experience practice” yang dapat diartikan bahwa belajar

merupakan proses perubahan tingkah laku yang relatif tahan lama

sebagai hasil dari pengalaman.2

c. Surya (1985:23) mengemukakan pengertian lain tentang belajar, menurutnya belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu

untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara

keseluruhan sebagai pengalaman individu itu sendiri dalam

interaksi-interaksi dengan lingkungannya.

d. Whiterington (M.Buchori, 1983:3) mengartikan belajar sebagai suatu proses perubahan dalam kepribadian sebagaimana dimanifestasikan

dalam perubahan penguasaan pola-pola respons tingkah laku yang

baru nyata dalam perubahan keterampilan, kebiasaan, kesanggupan,

dan sikap.

1

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, Bandung, Cet.Kedua: 2007. hlm. 328.

2

(8)

e. Reber (Muhibbin Syah, 1995: 90) mendefinisikan belajar yaitu

Pertama, belajar adalah “the process of knowledge”, yakni proses

memperoleh pengetahuan, kedua belajar adalah “a relativity permanent change in responpotential alit which occurs as result of

reinforced practice”, yaitu suatu perubahan kemampuan bereaksi yang

relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat.

Dilihat dari pengertian-pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

belajar pada hakikatnya merupakan suatu proses tingkah laku yang terjadi pada

diri individu sebagai hasil pengalaman atau hasil interaksinya dengan

lingkungan sekitarnya. Dan perubahan hasil belajar ini hanya berkaitan dengan

penambahan kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat,

watak, penyesuaian diri. Akan tetapi juga berhubungan dengan perubahan

pola-pola respons dari seluruh aspek-aspek kepribadian seseorang yang telah

melakukan aktivitas belajar.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar

Agar kita dapat mencapai keberhasilan belajar yang maksimal, tentu saja

kita harus memahami faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar

tersebut. Pemahaman itu juga penting agar selanjutnya kita dapat menentukan

latar belakang dan penyebab kesulitan belajar yang suatu saat mungkin kita

alami. Dan faktor-faktor tersebut terbagi ke dalam dua jenis yaitu Faktor Internal

dan Faktor Eksternal. berikut penjelasannya :

a. Faktor Internal

Faktor ini merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu itu

sendiri. Faktor ini terdiri dari faktor biologis dan faktor psikologis.

1) Faktor Biologis (Jasmaniah)

Faktor biologis meliputi segala hal yang berhubungan dengan keadaan

fisik atau jasmani individu yang bersangkutan. Keadaan jasmani yang perlu

diperhatikan sehubungan dengan faktor biologis ini di antaranya sebagai

berikut:

Pertama, kondisi fisik yang normal. Kondisi fisik yang normal atau tidak

memiliki cacat sejak dalam kandungan sampai sesudah lahir sudah tentu

(9)

Kondisi fisik yang normal ini terutama harus meliputi keadaan otak,

panca-indra, anggota tubuh seperti tangan dan kaki, dan organ-organ tubuh bagian

dalam yang akan menentukan kondisi kesehatan seseorang.

Kedua, kondisi kesehatan fisik. Bagaimana kondisi kesehatan fisik yang

sehat dan segar sangat mempengaruhi keberhasilan belajar seseorang,

tentunya telah kita ketahui dengan mudah dan tidak perlu lagi kita bicarakan

secara panjang lebar. Namun demikian, di dalam menjaga kesehatan fisik, ada

beberapa hal yang sangat diperlukan. Hal tersebut di antaranya adalah makan

dan minum harus teratur serta memenuhi persyaratan kesehatan, olahraga

secukupnya, dan istirahat yang cukup. Selain itu, jika terjadi gangguan

kesehatan, segeralah berobat dan jangan membiasakan diri untuk membiarkan

terjadinya gangguan kesehatan secara berlarut-larut.3

2) Faktor Psikologis (Rohaniah)

Faktor psikologis yang mempengaruhi keberhasilan belajar ini meliputi

segala hal yang berkaitan dengan kondisi mental seseorang. Dan berikut

hal-hal yang meliputi faktor psikologis seseorang dalam menentukan keberhasilan

belajarnya:4

Kecerdasan/Intelegensi Siswa, Kecerdasan merupakan faktor psikologis

yang paling penting dalam proses belajar siswa, karena itu menentukan kualitas

belajar siswa. Semakin tinggi tingkat intelegensi seorang individu, semakin

besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya,

semakin rendah tingkat inteligensi individu, semakin sulit individu itu mencapai

kesuksesan belajar. Oleh karena itu, perlu bimbingan belajar dari orang lain,

seperti guru, orang tua, dan lain sebagainya. Sebagai faktor psikologis yang

penting dalam mencapai kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan

pemahaman tentang kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon guru atau guru

profesional, sehingga mereka dapat memahami tingkat kecerdasan siswanya.

Motivasi, Motivasi adalah salah satu faktor yang memengaruhi keefektifan

kegiatan belajar siswa. Motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan

3

Thursan Hakim, Belajar Secara Efektif: panduan menemukan teknik belajar,memilih

jurusan, dan menentukan cita-cita, Jakarta: 2000, hlm. 11-12.

4

(10)

kegiatan belajar. Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di

dalam diri individu yang aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga

perilaku setiap saat (Slavin, 1994). Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh

kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku

seseorang. Dari sudut sumbernya, motivasi dibagi menjadi dua, yairu motivasi

intrinsik dan motivasi ekstrinsik.

Motivasi intrinsik adalah semua faktor yang berasal dari dalam diri individu

dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa

yang gemar membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca,

karena membaca tidak hanya menjadi aktivitas kesenangannya, tapi bisa jadi

juga telah menjadi kebutuhannya. Dalam proses belajar, motivasi intrinsik

memiliki pengaruh yang lebih efektif, karena motivasi intrinsik relatif lebih lama

dan tidak tergantung pada motivasi dari luar (ekstrinsik). Sedangkan Motivasi

ekstrinsik adalah faktor yang datang dari luar diri individu tetapi memberi

pengaruh terhadap kemauan untuk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib,

reladan guru orangtua, dan lain sebagainya. Kurangnya respons dari

lingkungan secara positif akan memengaruhi semangat belajar seseorang

menjadi lemah.

Minat, Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan

kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut

Reber (Syah, 2003), minat bukanlah istilah yang populer dalam psikologi

disebabkan ketergantungannya terhadap berbagai faktor internal lainnya,

seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan.

Namun lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan

dan motivasi, karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar. Karena jika

seseorang tidak memiliki minat untuk belajar, ia akan tidak bersemangat atau

bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas,

seorang guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar

tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dipelajarinya.

Untuk membangkitkan minat belajar siswa tersebut, banyak cara yang bisa

digunakan. Antara lain, pertama, dengan membuat materi yang akan dipelajari

(11)

desain pembelajaran yang membebaskan siswa untuk mengeksplor apa yang

dipelajari, melibatkan seluruh domain belajar siswa (kognitif, afektif,

psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif, maupun performa guru yang

menarik saat mengajar. Kedua, pemilihan jurusan atau bidang studi. Dalam hal

ini, alangkah baiknya jika jurusan atau bidang studi dipilih sendiri oleh siswa

sesuai dengan minatnya.

Sikap, Dalam proses belajar, sikap individu dapat mempengaruhi

keberhasilan proses belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang berdimensi

afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan cara

yang relatif tetap terhadap objek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik secara

positif maupun negatif (Syah, 2003). Sikap siswa dalam belajar dapat

dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performa guru,

pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengantisipasi munculnya

sikap yang negatif dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru

yang profesional dan bertanggung jawab terhadap profesi yang dipilihnya.

Dengan profesionalitas, seorang guru akan berusaha memberikan yang terbaik

bagi siswanya, berusaha mengembangkan kepribadian sebagai seorang guru

yang empatik, sabar, dan tulus kepada muridnya, berusaha untuk menyajikan

pelajaran yang diampunya dengan baik dan menarik sehingga membuat siswa

dapat mengikuti pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan, meyakinkan

siswa bahwa bidang studi yang dipelajari bermanfaat bagi diri siswa.

Bakat, faktor psikologis lain yang memengaruhi proses belajar adalah

bakat. Secara umum, bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan

potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa

yang akan datang (Syah, 2003). Berkaitan dengan belajar, Slavin (1994)

mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang dimiliki seorang siswa

untuk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemampuan seseorangyang

menjadi salah satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang.

Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya,

maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan

(12)

Rasa percaya diri, rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari segi perkembangan, rasa percaya diri dapat timbul

berkat adanya pengakuan dari lingkungan. Dalam proses belajar diketahui

bahwa unjuk prestasi merupakan tahap pembuktian “ perwujudan diri” yang

diakui oleh guru dan rekan sejawat siswa. Makin sering berhasil menyelesaikan

tugas, maka semakin memperoleh pengakuan umum, dan selanjutnya rasa

percaya diri semakin kuat. Begitupun sebaliknya kegagalan yang berulang kali

dapat menimbulkan rasa tidak percaya diri. Bila rasa tidak percaya diri sangat

kuat, maka diduga siswa akan menjadi takut belajar.

b. Faktor Eksternal

Selain karakteristik siswa atau faktor-faktor endogen, faktor-faktor

eksternal juga dapat memengaruhi proses belajar siswa. Dalam hal ini, Syah

(2003) menjelaskan bahwa faktor faktor eksternal yang memengaruhi belajar

dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan

faktor lingkungan nonsosial.5

1) Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial keluarga, lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan

belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orang tua, demografi keluarga (letak

rumah), pengelolaan keluarga, semuanya dapat memberi dampak terhadap

aktivitas belajar siswa. Hubungan antara anggota keluarga, orang tua, anak,

kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas

belajar dengan baik.

Lingkungan sosial sekolah, seperti guru, administrasi, dan teman-teman

sekelas dapat memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan yang

harmonis antara ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar

lebih baik di sekolah. maka para pendidik, orang tua, dan guru perlu

memerhatikan dan memahami bakat yang di miliki oleh anaknya atau peserta

didiknya, antara lain dengan mendukung, ikut mengembangkan, dan tidak

memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai dengan bakatnya.

5

(13)

Lingkungan sosial masyarakat, kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh,

banyak pengangguran dan anak telantar juga dapat memengaruhi aktivitas

belajar siswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar,

diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilikinya.

2) Lingkungan Non Sosial

Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan

tidak dingin, sinar yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap,

suasana yang sejuk dan tenang. Lingkungan alamiah tersebut merupakan

faktor-faktor yang dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila

kondisi lingkungan alam tidak mendukung, proses belajar siswa akan

terhambat.

Faktor instrumental, yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua

macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas

belajar, lapangan olahraga. Contohnya, letak sekolah atau tempat belajar harus

memenuhi syarat-syarat seperti di tempat yang tidak terlalu dekat kepada

kebisingan atau jalan ramai, lalu bangunan itu harus memenuhi syarat-syarat

yang telah ditentukan. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah,

peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabi, dan lain sebagainya.

Faktor materi pelajaran, Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia

perkembangan siswa, begitu juga dengan metode mengajar guru, disesuaikan

dengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan

kontribusi yang positif terhadap aktivitas belajar siswa, maka guru harus

menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat

diterapkan sesuai dengan kondisi siswa.

3. Pentingnya Belajar dalam Kehidupan

Belajar adalah suatu kegiatan dari yang tidak tahu menjadi tahu. Itu

sebabnya belajar itu sangat penting bagi seluruh manusia termasuk kita

sebagai seorang pelajar atau mahasiswa. Karena tanpa belajar maka kita tidak

(14)

yang beranggapan bahwa belajar itu merupakan suatu yang membosankan dan

juga kadang merepotkan, nah, dari anggapan tersebut maka kita dituntut agar

lebih mampu membuat belajar itu menjadi lebih bervariasi dan penuh warna,

contohnya seperti, menulis pelajaran di atas kertas berwarna dan

menempelnya di tempat yang sering kita lewati atau singgahi, selain itu juga

kita harus mampu membuat belajar itu menjadi suatu kebutuhan terpenting

dalam diri kita. Dan juga harus lebih mampu mengubah pemikiran kita bahwa

ternyata belajar itu adalah suatu yang sangat menyenangkan.

Belajar juga memainkan peran penting dalam mempertahankan

kehidupan sekelompok umat manusia (bangsa) di tengah-tengah persaingan

yang semakin ketat di antara bangsa lainnya yang lebih dahulu maju karena

belajar. Akibat persaingan tersebut, kenyataan tragis bisa pula terjadi karena

belajar, contoh, tidak sedikit orang pintar yang menggunakan kepintarannya

untuk membuat orang lain terpuruk atau bahkan menghancurkan kehidupannya

tersebut.

Kenyataan tragis lainnya yang lebih parah juga terkadang muncul karena

hasil belajar. Hasil belajar pengetahuan dan teknologi tinggi, misalnya, tak

jarang digunakan untuk membuat senjata pemusnah sesama umat manusia.

Alhasil, kinerja akademik (academic performance) yang merupakan hasil

belajar itu, di samping membawa manfaat terkadang juga membawa mudarat.

Akan kehilangan arti penting upaya belajar karena timbulnya tragedi-tragedi

tadi.

Meskipun ada dampak negatif dari hasil belajar pada sekelompok

manusia tertentu, kegiatan belajar tetap memiliki arti penting alasannya, seperti

yang telah dikemukakan di atas, belajar itu berfungsi sebagai alat

mempertahankan kehidupan manusia. Artinya, dengan ilmu dan teknologi hasil

belajar, maka kelompok manusia dapat menggunakan untuk membangun

benteng pertahanan. Iptek juga dapat dipakai untuk membuat senjata

penangkis agresi sekelompok manusia tertentu yang bernafsu serakah atau

mengalami gangguan psychopathy yang berwatak merusak dan antisocial.

(Rebert, 1998).6

6

(15)

Selanjutnya, dalam perspektif keagamaan pun (dalam hal ini islam) belajar

merupakan kewajiban bagi setiap orang beriman agar memperoleh ilmu

pengetahuan dalam rangka meningkatkan derajat kehidupan mereka. Hal ini

dinyatakan dalam Al-Qur’an surat Al-Mujadalah (58) ayat 11 :

ق ُيقأٓ قي

Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu:

"Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan

memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu",

maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang

beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan

beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

(QS. Al-Mujadalah: 11)

Ilmu dalam hal ini tentu saja tidak hanya berupa pengetahuan agama

tetapi juga berupa pengetahuan yang relevan dengan tuntutan kemajuan

zaman. Selain itu, ilmu tersebut juga harus bermanfaat bagi kehidupan orang

banyak di samping bagi kehidupan diri pemilik ilmu itu sendiri.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, para calon guru atau

guru profesional atau Dosen seyogianya melihat hasil belajar siswa atau

mahasiswa dari berbagai sudut kinerja psikologis yang utuh dan menyeluruh.

Sehubungan dengan itu, seorang siswa atau mahasiswa yang menempuh

proses belajar, idealnya ditandai oleh munculnya pengalaman-pengalaman

psikologis baru yang positif. Pengalaman yang bersifat kejiwaan tersebut

diharapkan dapat mengembangkan aneka ragam sifat, sikap, dan kecakapan

yang konstruktif, bukan kecakapan yang destruktif (merusak).

Untuk mencapai hasil belajar yang ideal, kemampuan para pendidik dalam

membimbing belajar murid-muridnya atau mahasiswanya amat dituntut. Jika

guru atau dosen dalam keadaan siap dan memiliki profesional (berkemampuan

tinggi) dalam menunaikan kewajibannya, maka harapan terciptanya sumber

(16)

B. Agama

1. Pengertian Agama

Banyak ahli menyebutkan bahwa agama berasal dari bahasa Sanskerta,

yaitu “a” yang berarti tidak dan “gama” yang berarti kacau. Maka agama berarti tidak kacau (teratur). Dengan demikian agama adalah peraturan, yaitu

peraturan yang mengatur keadaan manusia, maupun mengenai sesuatu yang

gaib, mengenai budi pekerti dan pergaulan hidup bersama.7

Menurut Drajat, agama adalah proses hubungan manusia yang dirasakan

terhadap sesuatu yang diyakininya, bahwa sesuatu lebih tinggi dari pada

manusia. Sedangkan Glock dan Stark mendefinisikan agama sebagai simbol,

sistem keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlembaga, yang

kesemuanya terpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang

paling maknawi (ultimate meaning).8

Hadikusuma juga mengemukakan agama sebagai ajaran yang diturunkan

oleh Tuhan untuk petunjuk bagi umat manusia dalam menjalani kehidupannya.9

Ada juga yang menyebutkan agama sebagai suatu ciri kehidupan sosial

manusia yang universal dalam arti bahwa semua masyarakat mempunyai

cara-cara berpikir dan pola-pola perilaku yang memenuhi untuk disebut “agama”

yang terdiri dari tipe-tipe simbol, citra, kepercayaan dan nilai-nilai spesifik

dengan mana makhluk manusia menginterpretasikan eksistensi mereka yang di

dalamnya juga mengandung komponen ritual.10

Cliffort Geertz mengistilahkan agama sebagai sebuah sistem

simbol-simbol yang berlaku untuk menetapkan suasana hati dan motivasi-motivasi

yang kuat, yang meresapi dan yang tahan lama dalam diri manusia dengan

merumuskan konsep-konsep mengenai suatu tatanan umum eksistensi dan

7

Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam: Studi Kritis dan Refleksi Historis, Yogyakarta: 1997, hlm. 28.

8

Ari Widiyanta, Sikap Terhadap Lingkungan Alam (Tinjauan Islam dalam Menyelesaikan

Masalah Lingkungan) Makalah Psikologi: Fakultas Kedokteran/Program Studi

Psikologi-Universitas Sumatera Utara: 2002, hlm. 10.

9

Bustanuddin Agus, Agama dalam Kehidupan Manusia: Pengantar Antropologi Agama, Jakarta: 2006, hlm. 33.

10

(17)

membungkus konsep-konsep ini dengan semacam pancaran faktualitas,

sehingga suasana hati dan motivasi-motivasi itu tampak realistis.11

Dan ada beberapa istilah lain dari agama, antara lain religi, religion

(Inggris), religie (Belanda), religio/relegare (Latin) dan dien (Arab). Kata religion

(Inggris) dan religie (Belanda) berasal dari bahasa induk dari kedua bahasa

tersebut, yaitu bahasa Latin “religio” dari akar kata “relegare” yang berarti

mengikat.12 Menurut Cicero, relegare berarti melakukan sesuatu perbuatan

dengan penuh penderitaan, yakni jenis laku peribadatan yang dikerjakan

berulang-ulang dan tetap. Lactancius mengartikan kata relegare sebagai

mengikat menjadi satu dalam persatuan bersama.13 Dalam bahasa Arab,

agama dikenal dengan kata al-din dan al-milah. Kata al-din sendiri mengandung

berbagai arti, ia bisa berarti al-mulk (kerajaan), al-khidmat (pelayanan), al-izz

(kejayaan), al-dzull (kehinaan), al-ikrah (pemaksaan), al-ihsan (kebajikan),

al-ibadat (pengabdian), al-qahr wa al-sulthan (kekuasaan dan pemerintahan),

al-tadzallul wa al-khudu (tunduk dan patuh), al-tha’at (taat), al-islam al-tauhid

(penyerahan dan pengesaan Tuhan).14

Berdasarkan uraian tersebut kita dapat mengambil suatu kesimpulan

bahwa agama adalah ajaran yang berasal dan Tuhan atau hasil renungan

manusia yang terkandung dalam kitab suci yang turun temurun diwariskan oleh

suatu generasi ke generasi dengan tujuan untuk memberi tuntunan dan

pedoman hidup bagi manusia agar mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat,

yang di dalamnya mencakup unsur emosional dan kenyataan bahwa

kebahagiaan hidup tersebut bergantung pada adanya hubungan yang baik

dengan kekuatan gaib tersebut.

2. Aspek-aspek dan Dimensi Ajaran Agama

Dalam bukunya. American Piety: The Nature of Religious Commitment,

C.Y. Glock dan R. Stark menyebutkan ada lima dimensi keagamaan dalam diri

manusia yakni, dimensi praktek agama, dimensi keyakinan, dimensi

11

Cliffort Geertz, Kebudayaan dan Agama, Yogyakarta: 1992, hlm. 5.

12

Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, Bandung: 2002, hlm. 13.

13

Faisal Ismail, Loc.Cit, hlm. 28.

14

(18)

pengetahuan agama, dimensi pengalaman keagamaan dan dimensi

konsekuensi.15

Glock dan Stark menyebutkan kelima dimensi keagamaan tersebut

sebagai berikut :

a. Religious Practice (the ritualistik dimension)

Tingkatan sejauh mana seseorang mengerjakan kewajiban ritual di dalam

agamanya, seperti shalat, zakat, puasa, dan sebagainya.

b. Religious Belief (the ideological dimension)

Sejauh mana orang menerima hal-hal yang dogmatik di dalam ajaran

agamanya. Misalnya kepercayaan tentang adanya Tuhan, Malaikat, kitab-kita,

Nabi dan Rasul, hari kiamat, surga, neraka dan lain-lain yang bersifat dogmatik.

c. Religious Knowledge (the Intellectual dimension)

Seberapa jauh seseorang mengetahui tentang ajaran agamanya. Hal ini

berhubungan dengan aktivitas seseorang untuk mengetahui ajaran-ajaran

dalam agamanya.

d. Religious Feeling (the experiental dimension)

Dimensi yang terdiri dari perasaan-perasaan dan

pengalaman-pengalaman yang pernah dirasakan dan dialami. Misalnya seseorang merasa

dekat dengan Tuhan, seseorang merasa takut akan berbuat dosa, seseorang

merasa do’anya dikabulkan Tuhan, dan sebagainya.

e. Religious Effect (the consequential dimension)

Dimensi yang mengukur sejauh mana perilaku seseorang dimotivasikan

oleh ajaran agamanya di dalam kehidupannya. Misalnya ikut dalam kegiatan

konversasi lingkungan, ikut melestarikan lingkungan alam dan lain-lain.16

Lalu dari penelitian oleh Kementrian Negara Kependudukan dan

Lingkungan Hidup (1987) juga menunjukkan persamaan dengan dimensi

keagamaan yang dikemukakan oleh Glock dan Strk, yakni :

15

Dadang Kahmad, Op.Cit, hlm. 53-54.

16

(19)

a. Dimensi Iman

Mencakup hubungan manusia dengan tuhan, Malaikat, kitab-kitab, Nabi,

Mukjizat, hari akhir, dan adanya setan serta takdir baik dan buruk.

b. Dimensi Islam

Sejauh mana tingkat frekuensi, intensitas, dan pelaksanaan ibadah

seseorang. Dimensi ini mencakup pelaksanaan shalat, zakat, puasa, dan haji.

c. Dimensi Ihsan

Mencakup pengalaman dan perasaan tentang kehadiran Tuhan dalam

kehidupan, ketenangan hidup, takut melanggar perintah Tuhan, keyakinan

menerima balasan, perasaan dekat dengan Tuhan dan dorongan untuk

melaksanakan perintah agama.

d. Dimensi Ilmu

Seberapa jauh pengetahuan seseorang tentang agamanya, misalnya

pengetahuan tentang tauhid, fiqh, dan lainnya.

e. Dimensi Amal

Meliputi bagaimana pengalaman keempat dimensi di atas yang

ditunjukkan dalam perilaku seseorang. Dimensi ini menyangkut hubungan

manusia dan dengan lingkungan alamnya.

Kelima dimensi tersebut adalah merupakan aspek-aspek yang tidak bisa

dipisah-pisahkan. Berikut ini akan dijelaskan persamaan antara dimensi

keagamaan yang dikemukakan oleh Glock dan Stark dengan dimensi

keagamaan yang dikemukakan dalam penelitian Kementerian Negara

Kependudukan dan Lingkungan Hidup:

 Aspek Isman (religious belief)

 Aspek Islam (religious practice)

 Aspek Ihsan (religious feeling)

 Aspek Amal (religious effect)

(20)

Hampir serupa dengan kedua pendapat di atas, keagamaan dalam Islam

Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Umar, telah menceritakan

kepada kami Sufyan bin Uyainah dari Su'air bin al Khims at Tamimi dari

Habib bin Abi Tsabit dari Ibnu Umar dia berkata, Rasulullah shallallahu

'alaihi wasallam bersabda: "Islam dibangun atas lima dasar: persaksian

bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah, dan bahwa

Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa

Ramadhan, dan haji ke Baitullah. (H.R. Tirmidzi)17

Dari hadits di atas maka dapat disimpulkan kelima aspek keagamaan

ajaran Islam adalah sebagai berikut :

a. Aspek Akidah (Ideologi)

Seorang Muslim yang religius akan memeliki ciri utama berupa akidah

yang kuat. Aspek akidah ini mengungkap masalah keyakinan manusia terhadap

rukun iman(iman kepada Allah, Malaikat, kitab-kitab, Nabi, hari akhir serta qada’

dan qadar), kebenaran agama dan masalah-masalah gaib yang diajarkan

agama. Inti aspek akidah dalam ajaran Islam adalah Tauhid atau mengesakan

dan ketakwaan kepada Allah. Agama Islam menyeru manusia agar beriman

dan bertakwa.18 Sebagaimana dalam Allah berfirman:

ِ ق ۡيِ

Kitab Sunan At-Tirmidzi No. 2534.

18

(21)

ِل ل ِسٱ

kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada

Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan

memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim,

orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan

orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya,

mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang

menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam

kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah

orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang-orang-orang yang

bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 177)

b. Aspek Ibadah (Ritual)

Aspek ibadah ini dapat diketahui dari sejauh mana tingkat kepatuhan

seseorang dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ibadah sebagaimana yang

diperintahkan oleh agamanya. Aspek ibadah berkaitan dengan frekuensi,

intensitas dan pelaksanaan ibadah seseorang.

Konsep ibadah berpusat pada prinsip dasar penting bahwa manusia

diciptakan untuk menjadi khalifah Allah di muka bumi. Allah berkehendak

menciptakan manusia untuk menjadi khalifahnya yang memikul amanat risalah

dan menjalankan syariatnya. Makna ini terdapat dalam firman Allah pada surat

Adz-Dzariyat ayat 56:

mengabdi kepada-Ku. (QS. Adz-Dzariyat: 56)

c. Aspek Amal (Pengalaman)

Aspek amal ini berkaitan dengan kegiatan pemeluk agama untuk

(22)

sehari-hari yang berlandaskan pada etika dan spiritualitas agama. Aspek ini

menyangkut hubungan manusia satu dengan manusia lainnya dan hubungan

manusia dengan lingkungan sekitar. Amal dalam hal ini diartikan bagaimana

akhlak atau perilaku seseorang dengan dilandasi ajaran agama yang dianutnya.

Akhlak sebenarnya adalah buah dari keyakinan dan ibadah seseorang.19

Aspek amal ini dalam Al-Qur’an di sebutkan sebagai berikut :

ِهق ق

mendekatkan kamu kepada Kami sedikit pun; tetapi orang-orang yang

beriman dan mengerjakan amal-amal (saleh, mereka itulah yang

memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah

mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang tinggi

(dalam surga). (QS. Saba’: 37)

d. Aspek Ihsan (Penghayatan)

Aspek ihsan berkaitan dengan seberapa jauh seseorang merasa dekat

dan di lihat oleh Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam sebuah hadits

disebutkan: “Ihsan itu adalah hendaknya kita menyembah Allah seakan-akan melihat-Nya, dan kalau kamu tidak melihatnya maka sesungguhnya Dia

melihatmu.” (H.R. Muttafaq Alaih/H.R. Muslim)

Dalam Islam, aspek ihsan mencakup perasaan dekat dengan Allah,

perasaan nikmat dalam melaksanakan ibadah, pernah merasa diselamatkan

Allah, tersentuh atau bergetar ketika mendengar asma-asma Allah (seperti

suara adzan dan lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an), dan perasaan syukur atas

nikmat yang dikaruniakan Allah SWT dalam kehidupan mereka.

e. Aspek Ilmu (Pengetahuan)

Aspek ini berkaitan dengan pengetahuan dan pemahaman seseorang

terhadap ajaran-ajaran agamanya. Orang-orang yang beragama paling tidak

19

(23)

harus mengetahui hal-hal yang pokok mengenai dasar-dasar keyakinan, kitab

suci dan tradisi-tradisi.

Dengan mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan agama yang

dianut seseorang akan lebih paham tentang ajaran agama yang dipeluknya.

Jadi keagamaan seseorang bukan hanya sekedar atribut atau simbol semata,

namun menjadi tampak jelas dalam kehidupan pribadinya. Jelasnya, aspek ilmu

ini mencakup empat bidang, yakni akidah, ibadah, akhlak serta pengetahuan

tentang Al-Qur’an dan Al-Hadits.

3. Urgensi Agama dalam Kehidupan

Ketika sesorang mulai menyadari eksistensi dirinya, maka timbullah tanda

tanya dalam hatinya sendiri tentang banyak hal. Dalam lubuk hati yang dalam ,

memancar kecenderungan untuk tahu berbagai rahasia yang masih merupakan

misteri yang terselubung. Pertanyaan-pertanyaan itu antara lain; dari mana

saya ini, Mangapa saya tiba-tiba ada, hendak kemana saya dan bisikan

lainnya.

Sekurang-kurangnya ada alasan yang melatar belakangi perlunya

manusia terhadap agama. Alasan tersebut secara singkat dapat dijelaskan

sebagai berikut:

a. Latar Belakang Fitrah Manusia

Dalam bukunya berjudul Prospektif Manusia dan Agama, Murthada

Muthahhari mengatakan bahwa di saat berbicara tentang para Nabi as.

Menyebutkan bahwa mereka diutus untuk mengingat manusia kepada manusia

yang telah diikat oleh fitrah manusia, yang kelak mereka akan dituntut untuk

memenuhinya. Perjanjian itu tidak dicatat di atas kertas melainkan dengan pena

ciptaan Allah di permukaan terbesar dan lubuk fitrah manusia, dan di atas

permukaan hati nurani serta di kedalaman perasaan batiniah.

Kenyataan bahwa manusia memiliki fitrah keagamaan tersebut buat

pertama kali ditegaskan kepada agama islam, yakni bahwa agama adalah

kebutuhan fitri manusia, sebelumnya, manusia belum mengenal kenyataan ini.

Baru di masa akhir-akhir ini muncul beberapa orang yang menyerukan dan

mempopulerkannya. Fitri keagamaan yang ada pada diri manusia inilah yang

(24)

datang wahyu Tuhan yang menyeru manusia agar beragama, maka seruan

tersebut memang amat sejalan dengan fitrahnya hal tersebut. Sebagaimana

Allah berfirman:

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah

atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak

ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi

kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS. Ar-Ruum: 30)

Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah

mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak

beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu

hanyalah lantaran pengaruh lingkungan. Setiap ciptaan Allah mempunyai

fitrahnya sendiri-sendiri jangankan Allah sedang manusia saya membuat

sesuatu itu dengan fitrahnya sendiri-sendiri .

Kesimpulannya bahwa latar belakang perlunya manusia pada agama

adalah karena dalam diri manusia sudah terdapat potensi untuk beragama.

Potensi yang beragama ini memerlukan pembinasaan, pengarahan,

pengambangan dan seterusnya dengan cara mengenalkan agama kepadanya.

b. Kelemahan dan Kekurangan Manusia

Faktor lainnya yang melatar belakangi manusia memerlukan agama

adalah karena di samping manusia memiliki berbagai kesempurnaan juga

memiliki kekurangan.

Walaupun manusia itu dianggap sebagai makhluk yang terhebat dan

tertinggi dari segala makhluk yang ada di alam ini, akan tetapi mereka

mempunyai kelemahan dan kekurangan karena terbatasnya kemampuan M.

Abdul Alim Shaddiqi dalam bukunya “Quesk For True Happines” menyatakan

bahwa keterbatasan manusia itu terletak pada pengetahuannya hanyalah

tentang apa yang terjadi sekarang dan sedikit tentang apa yang telah izin.

(25)

beliau selanjutnya hukum apa saja pun yang dapat dibuat oleh manusia tentang

kehidupan insani adalah berdasarkan pengalaman masa lalu. Selanjutnya

dikatakan di samping itu manusia menjadi lemah karena di dalam dirinya ada

hawa nafsu yang selain mengajak kepada kejahatan, sesudah itu ada lagi iblis

yang selain berusaha menyesatkan manusia dari kebenaran dan kebaikan.

Manusia hanya dapat melawan musuh-musuh ini ialah dengan senjata agama.

Allah menciptakan manusia dan berfirman bahwa manusia itu telah di

ciptakan-Nya dengan batas-batas tertentu dan dalam keadaan lemah.

Sebagaimana firman-Nya:

ِي قدق ل ِك قن

ۡ ق قخِفحۡ قَِ ِ كُِ ِ لإ

Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu (termasuk manusia)

menurut (batas) ukuran. (QS. Al-Qamar: 49)

c. Tantangan Manusia

Faktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama adalah

karena manusia adalah karena manusia adalah dalam kehidupan senantiasa

menghadapi berbagai tantangan baik dari dalam maupun dari luar. Tantangan

dari dalam dapat berupa dorongan dari hawa nafsu dan bisikan setan

sedangkan tantangan dari luar dapat berupa rekayasa dan upaya-upaya yang

dilakukan manusia yang secara sengaja berupa ingin memalingkan manusia

dari Tuhan. Mereka dengan rela mengeluarkan biaya, tenaga, dan pikiran yang

di manifestasikan dalam berbagai bentuk kebudayaan yang di dalamnya

mengandung misi menjauhkan manusia dari keluhan.

Orang-orang kafir itu sengaja mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk

mereka gunakan agar orang mengikuti keinginannya, berbagai bentuk budaya,

hiburan, obat-obatan terlarang dan sebagainya dibuat dengan sengaja. Untuk

itu upaya untuk mengatasinya dan membentengi manusia adalah dengan

mengejar mereka agar taat menjalankan agama.20

20

(26)

BAB III

METODOLOGI

A. Metode Penelitian

Metodologi adalah cara-cara yang dipakai dalam penelitian ilmiah untuk

mendapatkan pengetahuan yang benar. Pengetahuan yang benar adalah

kesesuaian antara pengetahuan dengan objek yang diteliti. Pengetahuan yang

dimaksud di sini yakni pengetahuan yang telah dibangun dalam kajian teori,

sedangkan objeknya adalah situasi sosial penelitian. Menurut Sugiyono, latar

sosial adalah sampel dan populasi penelitian.21 Oleh karena itu penelitian

kualitatif dipilih untuk penelitian Pendidikan Agama Islam (PAI) bukanlah

dengan maksud penelitian jenis lain tidak dapat atau tidak cocok digunakan. Ini

dilakukan untuk membangun keseimbangan karena selama ini penelitian

kualitatif masih sangat dominan digunakan.22 Dalam hal ini yang menjadi situasi

sosial (sampel dan populasi) penelitian ini adalah para anak-anak murid usia

5-12 tahun di TPA/TPQ Ar-Rahim yang terletak di Kelurahan Pabuaran

Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor Jawa Barat. Jadi, metode penelitian

yang dipakai dalam penelitian ini yaitu metode penelitian kualitatif.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian untuk penelitian kualitatif ini yang bermaksud

mendapatkan data secara alamiah itu terjadi di sebuah TPA/TPQ Ar-Rahim

yang terletak di Kelurahan Pabuaran Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor

Jawa Barat.

Pemilihan situasi sosial ini disebabkan karena lokasi penelitian terletak di

daerah yang sama/ atau tidak terlalu jauh dari tempat tinggal peneliti.

21

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, Bandung: 2008, hlm. 399.

22

(27)

C. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data di sini dilakukan melalui sumber primer atau data

primer. Data primer adalah data yang dikumpulkan peneliti langsung dari

sumber utamanya. Misalnya peneliti ingin mengetahui proses belajar mengajar

di sebuah sekolah dasar maka sumber data adalah dari sekolah dasar yang

bersangkutan.

Cara mengumpulkan data primer dapat dilakukan melalui cara-cara: (1)

wawancara, (2) observasi, (3) kuesioner. Penggunaan tiga cara ini disesuaikan

dengan informasi apa yang diperoleh, waktu yang tersedia, dana yang tersedia,

dan tenaga peneliti yang akan melakukan penelitian. Apabila instrumen yang

dipakai adalah peneliti maka informasi yang akan dicari adalah informasi

kualitatif maka pilihan yang terbaik adalah memakai wawancara atau observasi.

Bila informasi yang akan dicari adalah informasi kuantitatif maka pilihan yang

terbaik adalah menggunakan kuesioner. Observasi adalah cara mengamati

obyek yang merupakan sumber utama data. Misalnya, peneliti ingin mengetahui

cara ibu-ibu memilih barang yang akan dibeli, maka yang dapat dilakukan oleh

peneliti yakni mengamati ketika ibu-ibu memilih barang, waktu ibu-ibu memilih

barang, atau segera setelah ibu-ibu memilih barang. Berdasarkan pengamatan

itu, banyak informasi yang dapat diketahui. Informasi yang ingin diketahui dapat

dilakukan pada waktu ibu-ibu akan memilih barang, dapat juga diketahui di rak

mana letak barang yang terbaik, apakah di atas, di tengah, atau di bawah.

Demikian pula lokasi terbaik di mana barang ditempatkan, apakah di depan

pintu masuk, atau bagian belakang ruangan, akan menentukan ibu-ibu membeli

barang.23

Teknik pengumpulan data yang utama dalam penelitian kualitatif adalah

observasi participant, wawancara mendalam studi dokumentasi, dan gabungan

ketiganya. Dalam observasi ini akan dilakukan wawancara tidak berstruktur dan

berstruktur untuk melihat dan menganalisis sejauh mana pengaruh bebas

terhadap efektivitas proses pembelajaran.

Wawancara di sini adalah orang-orang yang dijadikan sebagai nara

sumber (kepada siapa akan melakukan wawancara. Wawancara dilakukan

23

(28)

melalui wawancara terstruktur (pewawancara menyiapkan daftar pertanyaan

sebelum wawancara dilakukan dan pertanyaan didasarkan atas

pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya), dan wawancara tidak terstruktur

(pewawancara dan yang diwawancarai berbicara dengan santai dan

pertanyaan bisa muncul ketika sedang dalam pembicaraan. Tidak ada daftar

pertanyaan yang harus diikuti dengan ketat).24

D. Analisis Data

Data kualitatif pada umumnya dalam bentuk pernyataan kata-kata atau

gambaran tentang sesuatu yang dinyatakan dalam bentuk penjelasan dengan

kata-kata atau tulisan. Yang menjadi perhatian di sini adalah bagaimana

menganalisis pernyataan dalam bentuk kata-kata atau tulisan tersebut.25

Jadi analisis data yang dipakai yaitu dilakukan secara

beruntun/bersama-sama, melalui beberapa proses/tahapan yaitu: (1) tahap memasuki lapangan

(2) tahap menentukan fokus (3) tahap seleksi dengan menggunakan

pertanyaan yang bersifat struktural.26

24

Ronny Kountur, Ibid. hlm. 186.

25

Ibid. hlm. 191-192.

26

(29)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Lokasi dan Subyek Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di sebuah TPA/TPQ Ar-Rahim Kelurahan

Pabuaran Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor Jawa Barat. Bangunan

TPA/TPQ ini adalah sebagian ruangan dari rumah pemilik sekaligus merangkap

menjadi pengajar di TPA/TPQ tersebut yang dijadikan ruangan dalam proses

pembelajaran. Ruangan ini menghadap ke arah timur yang terdiri dari satu

ruang pembelajaran sederhana di mana langsung menghadap ke arah jalan.

Fasilitas yang tersedia di ruangan ini terdapat satu buah papan tulis, rak buku

untuk menyimpan buku-buku pendukung proses pembelajaran dan kitab suci

Al-Qur’an, dan meja-meja ukuran dengan tinggi sekitar 30 cm dan panjang sekitar 1 meter yang diletakkan di lantai tanpa bangku tetapi menggunakan

karpet sebagai tempat duduknya.

Jumlah murid di TPA/TPQ ini terbagi atas dua jam pembelajaran pada jam

pertama yang dimulai sekitar pukul (07.30-09.30 WIB) berjumlah 18 orang,

dengan perincian 8 orang laki-laki dan 10 orang perempuan. Sedangkan pada

jam kedua pembelajaran yang dimulai sekitar pukul (15.30-17.30 WIB)

berjumlah 22 orang, dengan perincian 9 orang laki-laki dan 13 orang

perempuan.

2. Subyek Penelitian

Subjek penelitian ini dilakukan kepada beberapa orang informan kunci

yang memberikan keterangan lebih lanjut tentang proses belajar mengajar di

TPA/TPQ Ar-Rahim ini, berikut identitasnya:

a. Ustad Rohim

Ustad Rohim adalah pendiri sekaligus pengajar di TPA/TPQ Ar-Rahim

miliknya ini. Lelaki berusia 40 tahun asal Bogor ini merupakan seorang

(30)

juga adalah salah seorang karyawan sebuah perusahaan yang masih sempat

meluangkan waktunya untuk mengajarkan agama kepada anak-anak di sekitar

lingkungan rumahnya di sela-sela waktu sebelum ia berangkat kerja maupun

setelah pulang kerja.

Seorang laki-laki yang juga sering menjadi imam di Mushola dekat

rumahnya, yang mempunyai tinggi badan sekitar 165 cm dengan perawakan

sedang, mengaku bahwa ia sangat prihatin dengan keadaan generasi muda

pada saat ini yang lebih tertarik kepada teknologi sehingga melupakan

kewajibannya untuk memperdalam ilmu agama walaupun hanya sekedar

mengaji saja. Maka dari pada itulah bersama istrinya ia berinisiatif mendirikan

sebuah tempat walaupun harus di rumahnya sendiri untuk memberikan dan

mengajarkan ilmu agama kepada anak-anak usia dini di sekitar lingkungan

rumahnya.

b. Ibu Neneng

Wanita berusia 35 tahun kelahiran Bogor ini tidak lain adalah istri dari

ustad Rohim yang juga menjadi pengajar di TPA/TPQ yang didirikan oleh ia

bersama dengan suaminya itu. Wanita yang kesehariannya itu selalu memakai

kerudung yang menutup aurat saat di dalam maupun saat di luar rumah.

Berpenampilan sederhana dan sopan adalah gambaran yang pantas di berikan

kepada seorang ibu beranak 2 itu.

Keramahan pada orang di sekitarnya adalah sikap yang sama seperti

yang dimiliki suaminya itu. Ia menjelaskan bahwa dengan menjadi seorang

pengajar di TPA/TPQ ini, ia merasa bahagia karena mempunyai kesibukan

yang bermanfaat bagi orang di sekitar lingkungannya dengan memberi

pengajaran agama.

c. Hadamar Badruttamam

Damar begitulah panggilannya, seorang anak berusia 11 tahun

berperawakan gemuk ini merupakan anak kedua dari 2 bersaudara adalah

salah satu anak yang menjadi murid di TPA/TPQ Ar-Rahim. Ketika pertama

ditanya dengan gaya bercandanya yang susah sekali di ajak serius ini mengaku

(31)

terlebih dalam hal mengaji. Anak yang sangat bangga karena sekarang ia

sedikit demi sedikit mulai lancar dalam membaca Al-Qur’an ini adalah contoh

positif dari proses belajar mengajar di TPA/TPQ.

d. Fachri Zulfikar

Seorang anak lelaki berusia 8 tahun ini tidak lain adalah adik paling kecil

dari peneliti yang juga menjadi murid di TPA/TPQ Ar-Rahim. Fachri begitu

panggilannya adalah seorang anak yang sekarang duduk di bangku kelas 1

sekolah dasar negeri ini mulai belajar di TPA/TPQ sejak setahun yang lalu.

Anak yang cukup berisik ketika di rumah tetapi malu-malu ketika belajar di

TPA/TPQ ini masih mempelajari Iqra atau yang biasa disebut sebagai panduan

dasar anak dalam mempelajari Al-Qur’an. Banyak peningkatan yang peneliti

rasakan dari adiknya ini ketika ia mulai masuk di TPA/TPQ Ar-Rahim,

khususnya dalam mengenal huruf-huruf hijaiyah atau huruf Arab yang ada

dalam Al-Qur’an.

e. Ibu Mia

Ibu Mia adalah seorang ibu beranak satu yang berusia 25 tahun, ia adalah

salah satu orang tua murid di TPA/TPQ Ar-Rahim ini. Anaknya yang biasa di

panggil Farel ini yang usianya kurang lebih 6 tahun sudah setahun kurang

menjadi murid di TPA/TPQ Ar-Rahim, mengaku bahwa ia memasukkan

anaknya ke TPA/TPQ ini tidak lain bertujuan untuk membentengi anaknya

dengan ilmu agama sejak dini dalam menghadapi era modern yang sangat

berpengaruh bagi perkembangan karakter dan kepribadian anaknya jika

terjerumus ke arah yang salah, maka dari pada itu ia menyadari bahwa dengan

mengajarkan anaknya ilmu agama sejak usia dini akan menjadi filter bagi diri

anaknya untuk melangkah ke arah yang benar.

B. Deskripsi Proses Belajar Agama dan Analisis Deskriptif Hasil

Penelitian

Deskripsi proses belajar agama dan analisis deskriptif hasil penelitian

(32)

narasumber sebagai informan kunci, yang terdiri atas 2 orang pengajar, 2 orang

anak yang menjadi murid di TPA/TPQ tersebut dan 1 orang tua murid.

Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber atau informan, maka

peneliti dapat menganalisis tentang Proses Belajar Agama di TPA/TPQ yang

meliputi beberapa catatan lapangan yang dilakukan selama observasi, sebagai

berikut :

1) Catatan Lapangan : 01/TPA/TPQ Ar-Rahim

Waktu Pengamatan : Sabtu, 24.05.14

Pukul : 15.30-17.30 WIB (Kelas ke 2 sore)

Materi : Menghafal dan memaknai kandungan surat

Al-Insyirah

Pengajar : Ustad Rohim dan Ibu Neneng

Jumlah siswa : 19 (11 Perempuan, 8 Laki-laki)

Catatan Deskriptif

15.20 : Setelah selesai shalat Ashar saya mulai mendatangi TPA/TPQ

Ar-Rahim untuk memulai observasi di hari pertama sekaligus

meminta izin kepada pengurus TPA/TPQ tersebut untuk

melakukan penelitian terhadap proses pembelajaran di sini.

Setelah bertemu dengan Ustad Rohim selaku ketua sekaligus

pengurus TPA/TPQ, saya di izinkan untuk melakukan pengamatan

dan penelitian dalam observasi ini. Dan saya pun di persilakan

duduk di tempat yang saya kira nyaman untuk melakukan

pengamatan sambil menunggu anak-anak yang akan belajar di

TPA/TPQ ini.

15.30 : Satu persatu murid di TPA/TPQ Ar-Rahim mulai berdatangan, ada

yang bersama teman sebayanya ada pula yang di antar oleh ibu,

atau kakak mereka, selanjutnya mereka pun memasuki ruangan

pembelajaran yang telah di sambut oleh ibu Neneng selaku

pengajar yang menunggu di depan pintu, satu persatu murid yang

berdatangan tidak lupa mengucapkan salam dan mencium tangan

(33)

telah tergelar karpet hijau dan beberapa meja ukuran sedang yang

tertata rapi.

15.45 : Setelah semua anak datang dan menempati tempatnya

masing-masing dan saya pun telah mengambil posisi untuk melakukan

pengamatan di hari pertama ini, barulah ustad Rohim mulai

membuka proses pembelajaran dengan mengucapkan salam dan

menyuruh salah satu muridnya memimpin doa untuk kelancaran

proses pembelajaran “Assalamu’alaikum, ya, semuanya sudah masukkan ?” tanya ustad Rohim kepada seluruh murid yang ada

dalam ruang pembelajaran. Serentak pun semua murid menjawab

“sudah pak ustad!” lalu ustad Rohim pun menunjuk salah satu

muridnya untuk memimpin doa “Rafli, tolong kamu ya memimpin

doa sekarang!” jawab “ya pak ustad”, “berdoa mulai!” semua pun

dengan serentak membaca doa dengan suara lantang khas

anak-anak, saya pun merasa kagum dengan semangat yang di

perlihatkan anak-anak ini. Setelah itu Damar yang tadi di suruh

untuk memimpin doa pun mengucapkan “beri salam!” serentak semua menjawab “assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh”

15.55 : Selesai berdoa pun ustad Rohim mulai masuk ke dalam materi

yang sebelumnya di ajarkan kepada para murid, seraya menagih

hafalan yang telah di tentukan batas akhirnya “anak-anak ayo siapa yang sudah hafal surat Al-Insyirah, sekarang pak ustad

sama ibu mau tes satu-satu?” beberapa murid pun berkata

dengan percaya dirinya mereka “saya pak ustad, saya” tetapi ada beberapa murid lainnya yang hanya diam dan tertunduk malu,

dalam hati saya berpikir mungkin mereka belum hafal. Hehe.

16.00 : Beberapa saat kemudian ustad Rohim pun berkata kembali “ ya

sudah, yang sudah hafal boleh maju ke depan satu-satu.

Sebagian sama pak ustad sebagian sama ibu ya!”, kebetulan saat itu ibu Neneng pun ikut mengetes hafalan anak-anak didiknya.

Beberapa anak perempuan mulai maju satu persatu untuk hafalan

(34)

mendekat ke arah ustad Rohim yang sedang mendengarkan

hafalan dari salah satu muridnya.

16.15 : Satu persatu murid yang telah hafalan mulai kembali ke tempat

duduknya menunggu instruksi dari ustad Rohim apa yang harus

dilakukan oleh mereka selanjutnya. Dan ada beberapa anak yang

sedikit bercanda waktu itu. Dan di saat itulah saya meminta waktu

sesaat kepada ustad Rohim untuk mengajukan beberapa

pertanyaan. Ustad Rohim pun mengiyakannya seraya berkata

“anak-anak hafalannya sama ibu dulu ya sekarang, pak ustad

ingin di wawancarai dulu” sambil tertawa kecil kami pun mulai

membuka percakapan itu

16.45 : Saya dan ustad Rohim pun mengakhiri proses wawancara di hari

pertama, dan ustad Rohim pun kembali meneruskan proses

pembelajaran di mana hafalan yang tadi di lakukan anak-anak

didiknya sudah selesai. Dan untuk selanjutnya ustad Rohim pun

menjelaskan kandungan makna dari surat Al-Insyirah.

Catatan Reflektif

Anak-anak murid TPA/TPQ pada hari ini memulai pembelajarannya

dengan menguji kemampuan hafalan mereka menghafal surat pendek, apakah

ini biasa di lakukan seminggu sekali atau bahkan lebih. Ketika pendidik

bertanya siapakah yang telah hafal surat pendek ini, beberapa murid pun ada

yang menjawab sudah dengan lantangnya, dan ada juga yang tertunduk malu,

mungkin karena belum hafal. Dan pendidik pun menyuruh untuk siapa saja

yang telah hafal bisa menyetorkan hafalannya kepada salah satu pendidik yang

lain.

Catatan Deskriptif

16.50 : Ustad Rohim pun mulai menjelaskan maksud dan kandungan dari

surat Al-Insyirah yang sebelumnya sudah di hafal oleh anak-anak

didiknya. “ya, anak-anak siapa yang tahu apa nama lain dari surat Al-Insyirah?” tanya pak ustad kepada semua muridnya. “Alam

(35)

menjawab “benar” jawab pak ustad. “Lalu siapa yang tahu apa

kandungan dan makna surat Al-Insyirah ini?” murid-murid pun

hanya tengok kanan kiri melihat teman sampingnya karena tidak

ada yang tahu jawabannya.

17.00 : “baiklah, kalau tidak ada yang tahu, sekarang pak ustad akan

menjelaskan apa itu makna dan kandungan surat Al-Insyirah atau

alam nasyrah ini” lalu ia menjelaskan “surat Al-Insyirah adalah salah satu surat yang di turunkan di kota Makkah jadi di sebut

salah satu surat Makkiyah.” Lalu ia bertanya kepada muridnya “ayo, siapa yang tahu surat apa saja yang termasuk surat

makkiyah?” murid pun menjawab dengan tak beraturan “banyak

pak ustad, An-Nas, Al-Falaq, Al-Ikhlas, Al-Kautsar, Al-Asr dan

jawaban yang lainnya.” Pa ustad pun menjawab “benar sekali,

hebat anak-anak murid pak ustad ya.” Murid- murid pun

tersenyum dan tertawa karena merasa gembira.

17.10 : Ustad Rohim pun melanjutkan, “surat Al-Insyirah ini bermakna

Penegasan tentang nikmat-nikmat Allah SWT. yang diberikan

kepada Nabi Muhammad SAW., dan pernyataan Allah bahwa di

samping kesukaran ada kemudahan karena itu diperintahkan

kepada Nabi agar tetap melakukan amal-amal saleh dan

bertawakal kepada-Nya.” Ia melanjutkan “jadi, buat kalian anak

-anak murid pak ustad siapa saja yang sedang sedih karena

mengalami kejadian buruk jangan berkecil hati dulu, karena Allah

tetal menjanjikan bahwasannya segala bentuk kesulitan dan

kesusahan pada akhirnya ada saatnya kemudahan itu datang,

mengerti anak-anak?” “ mengerti pak ustad.” Murid pun

menjawab.

17.30 : Proses pembelajaran pun telah berakhir, dengan di akhiri doa

yang dipimpin salah satu murid seperti yang dilakukan pada awal

mula tadi. Dan saya berpamitan kepada pak ustad Rohim beserta

istrinya ibu Neneng untuk mengakhiri proses pengamatan di hari

(36)

Catatan Reflektif

Setelah proses hafalan selesai, pak ustad pun mulai menjelaskan materi

apa yang dipelajari hari ini, dengan waktu yang hampir abis, pak ustad pun

menjelaskan secara singkat dan padat tentang kandungan dan makna dari

surat Al-Insyirah. Dan setelah itu berakhirlah proses pembelajaran yang

berlangsung kurang lebih 2 jam atau 120 menit ini.

Dan ini adalah catatan observasi dalam rangka kunjungan observasi di

hari pertama. Dilihat dari catatan di atas dapat dikembangkan beberapa

pertanyaan yang bisa lebih di tindak lanjuti dalam penelitian ini. Beberapa

pertanyaan itu adalah sebagai berikut:

1. Sejak kapan TPA/TPQ ini mulai berdiri dan beroperasi, apa latar belakang

dan tujuannya ?

2. Materi apa saja yang biasanya di ajarkan kepada murid-murid di TPA/TPQ

ini ?

3. Apa saja media yang di gunakan dalam proses pembelajaran sehingga

dapat meningkatkan prestasi peserta didik di TPA/TPQ ini ?

4. Metode seperti apa yang biasa di terapkan dalam proses pembelajaran di

TPA/TPQ ini ?

5. Seperti apa evaluasi yang diberikan oleh tenaga pendidik di sini untuk

mengetahui meningkat atau tidaknya prestasi peserta didik di TPA/TPQ ini ?

6. Bagaimana dengan tenaga pendidik di TPA/TPQ ini ?

7. Mengenai jadwal dan suasanya belajar di TPA/TPQ di sini, apakah

(37)

2) Catatan Lapangan : 02/TPA/TPQ Ar-Rahim

Waktu Pengamatan : Minggu, 25.05.14

Pukul : 07.30-09.30 WIB (Kelas ke 1 pagi)

Materi : Mengenal Asmaul Husna (Al-Alim)

Pengajar : Ibu Neneng

Jumlah siswa : 15 (9 Perempuan, 6 Laki-laki)

Catatan Deskriptif

07.15 : Pada penelitian hari kedua ini saya melakukannya di pagi hari

atau di jam pertama pembelajaran di TPA/TPQ Ar-Rahim ini yang

di mulai sekitar jam 07.30 pagi. Sengaja saya datang 15 menit

lebih awal agar dapat melihat secara langsung kegiatan mulai dari

datangnya anak-anak sampai akhir pembelajaran nanti.

Sesampainya di sana sudah berdiri di depan pintu ibu Neneng

atau istri dari ustad Rohim yang sedang menunggu muridnya

datang. Tidak lupa saya mengucapkan salam “Assalamu’alaikum bu” di jawab “wa’alaikum salam de, mau ngelanjutin pengamatan

yang kemarin sore ya” jawabnya sambil sedikit tertawa kecil. Dengan senyuman saya pun menjawab “iya bu, kalau ga keberatan saya pengena nerusin pengamatan yang kemarin” jawabnya lagi “iya, silakan saja”.

07.20 : “ustad Rohimnya engga keliatan bu?” bu Neneng pun menjawab

“ya kalau pagi begini dia kan kerja, engga bisa ngajar, jadi cuma

hanya ada ibu saja kalau ngajarnya pagi” sambil melihat kanan kiri

saya pun langsung mengangguk saja. Tidak lama kemudian

beberapa orang murid perempuan pun datang sambil

mengucapkan salam. Lalu langsung masuk ke dalam ruang

pembelajaran.

07.40 : Sekiranya para murid sudah masuk semua, saya pun mulai

mencari posisi di belakang para murid untuk melakukan

pengamatan di hari kedua ini. Ibu Neneng pun mengucapkan

salam dan seperti hari kemarin ia menyuruh salah satu anak

(38)

pimpin doa sekarang, kemarin sudah yang anak laki-lakinya,

sekarang yang perempuan, hayo!” dengan malu-malu salah satu

murid perempuan bernama Yulia ini pun menjawab sekaligus

memimpin doa “iya bu ustad, berdoa mulai” setelah doa selesai.

Ibu Neneng pun langsung membuka proses pembelajaran dengan

menanyakan PR yang kemarin ia berikan.

07.50 : Ya tentu saja berbeda dengan kelas sore, tugas yang diberikan

pun berbeda, kali ini tugas yang diberikan bu Neneng adalah

tugas tertulis. Ia pun bertanya kepada murid-muridnya “tugas yang

kemarin ibu kasih sudah di kerjakan semua belum?” jawab para muridnya dengan pasti “sudah bu!” kembali bu Neneng menjawab

“ayo sini dikumpulkan semua, biar ibu nilai!” para murid pun

bergegas mengumpulkan tugasnya ke depan.

08.00 : Selagi ibu Neneng memeriksa tugas para muridnya saya

menghampiri seorang anak yang tidak lain tidak bukan adalah

adik saya sendiri yang juga menjadi murid TPA/TPQ Ar-Rahim

yang bernama Fachri. Dan terjadilah percakapan yang disadari ini

menjadi wawancara dengan informan kunci kedua.

08.15 : Setelah akhir wawancara singkat saya dengan salah seorang

anak murid dari TPA/TPQ Ar-Rahim, dan dengan beberapa

pertanyaan itu saya telah mendapatkan informasi baru tentang

situasi belajar di TPA/TPQ ini.

08.20 : Bu Neneng pun selesai memeriksa tugas anak-anak muridnya,

yang saya tahu dari narasumber PRnya itu adalah menyebutkan

20 nama Asmaul Husna yang mereka ketahui. Dan ia pun

melanjutkan dengan memberikan penjelasan tentang salah satu

nama Asmaul Husna yaitu Al-Alim atau Maha Mengetahui Segala

Sesuatu.

08.25 : Dan disaat bu Neneng sedang menjelaskan materi tentang salah

satu nama Asmaul Husna, saya melihat ke arah luar di depan

pintu, ternyata di sana ada beberapa orang tua murid yang

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan gaya bahasa dan diksi dalam kumpulan cerpen Kesetiaan Itu karya Hamsad Rangkuti serta relevansinya dengan

Salah satunya adalah untuk menyampaikan Informasi seputar pembuatan KTP, Pada Pekon Sridadi, masyarakat yang hendak membuat KTP harus datang ke Balai Pekon untuk

Penelitian ini didasari dari perilaku kepemimpinan kepala sekolah yang salah satunya merupakan indikator tingkat kesuksesan, motivasi, kemajuan dan tolak ukur

Gambar 6 terlihat hubungan persentase berat urea dengan porositas terlihat semakin tinggi persentase urea yang terkandung dalam aluminium foam maka porositas

Lembar kegiatan siswa berorientasi inkuiri pada materi zat aditif pada makanan dan minuman untuk melatihkan keterampilan proses sains dapat diaplikasikan dalam proses

Indonesia berarti “Perempuan Gunung dan Perempuan Tembok”, sedangkan sumber data penelitian yang penulis lakukan saat ini adalah tindak tutur antara guru dan siswa,

Kayu ulin banyak digunakan sebagai konstruksi bangunan berupa tiang bangunan, sirap (atap kayu), papan lantai,kosen, bahan untuk banguan jembatan, bantalan kereta api dan kegunaan

Teori hukum murni (The Theory of Law) diperkenalkan oleh seorang filsuf dan ahli hukum terkemuka di Austria yaitu Hans Kelsen (1881-1973). Pandangan Kelsen tentang tata hukum