PROSES BELAJAR AGAMA DI TPA/TPQ
“Diajukan sebagai syarat untuk memenuhi tugas akhir semester Genap/IV (empat)Mata Kuliah Ilmu Jiwa Belajar II”
Nama Mahasiswa : Muhammad Reza Noviandy
NPM : 12214210582
Semester/kelas : IV (Empat)/PAI-4B
Prodi : Pendidikan Agama Islam
Mata Kuliah : Ilmu Jiwa Belajar II
Dosen Pengampu : Santi Lisnawati, S.Ag.,M.Si.,M.Pd.
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR
KATA PENGANTAR
ِل ل ِلٱ ِ ِلٱ ِل ِٱ ِ
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya kepada kita, khususnya kepada penyusun
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Salawat beriring salam senantiasa
kita hadiahkan kepada junjungan alam kita Nabi Muhammad SAW, beserta
keluarga, sahabat, dan kita para pengikutnya sampai akhir zaman.
Alhamdulillah atas izin Allah SWT saya dapat menyelesaikan penyusunan
makalah penelitian ini yang berjudul “Proses Belajar Agama di TPA/TPQ”.
Adapun tujuan penyusun membuat makalah ini, tidak lain hanya untuk
membantu para mahasiswa agar memiliki cakrawala pandang yang lebih luas
dalam bidang Ilmu Jiwa Belajar serta memahami dan menemukan pola
mengenai proses belajar agama melalui penelitian secara kualitatif, sistematis
dan logis. Dan juga sebagai syarat untuk memenuhi tugas akhir semester
Genap/IV (empat) Mata Kuliah Ilmu Jiwa Belajar II. Semoga dapat bermanfaat
untuk ke depannya.
Bogor, Mei 2014 Penyusun
Muhammad Reza Noviandy
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 1
C. Tujuan Penelitian ... 2
D. Manfaat Penelitian ... 2
BAB II KAJIAN TEORI A. Belajar ... 3
1. Pengertian Belajar ... 3
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar ... 4
3. Pentingnya Belajar dalam Kehidupan ... 9
B. Agama ... 12
1. Pengertian Agama ... 12
2. Aspek-aspek dan Dimensi Ajaran Agama ... 13
3. Urgensi Agama dalam Kehidupan ... 19
BAB III METODOLOGI A. Metode Penelitian ... 22
B. Lokasi Penelitian ... 22
C. Teknik Pengumpulan Data ... 23
D. Analisis Data ... 24
B. Deskripsi Proses Belajar Agama dan Analisis Deskriptif Hasil
Penelitian ... 27
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 38
B. Saran ... 39
DAFTAR PUSTAKA ... 40
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama dipelajari yang bertujuan untuk memahaminya oleh seluruh umat
manusia. Dengan agama pula manusia diatur dan diarahkan ke jalan yang
benar menurut keyakinannya masing-masing. Begitu pula umat Muslim, agama
menjadi pedoman yang tuntunan hidup untuk meraih kebahagiaan dunia dan
akhirat. Maka dari pada itulah pemahaman tentang agama sangatlah penting
bagi setiap umat manusia terlebih bagi setiap individunya. Dan dalam hal
memahami sebuah agama pastilah ada proses yang harus dilalui dan dijalani.
Proses belajar agama telah dimulai sejak seseorang terlahir ke dunia hingga
akhir hayatnya. Oleh sebab itu sangatlah penting mengetahui segala bentuk
dan usaha seseorang untuk mencapai keberhasilan dalam proses belajar
agamanya, terlebih di zaman yang semakin modern dengan kemajuan
teknologinya yang tidak dapat kita hindari. Untuk itu menanamkan pengetahuan
agama sejak usia dini menjadi suatu yang harus dilakukan agar seseorang
mempunyai pegangan hidup yang akan menjadi filter dalam dirinya untuk
menyaring segala macam bentuk kebaikan maupun keburukan yang
terpampang di depan mata, agar tidak salah arah dan terperosok ke lubang
hitam di dalam menjalani kehidupan ini. Maka dari pada itu, dengan
mengadakan penelitian dan pengamatan ini khususnya untuk mengamati
proses belajar agama di suatu lingkungan tertentu dapat menjadi tolak ukur
bagi kita dalam meningkatkan proses belajar agama ke depannya.
B. Rumusan Masalah
Di dalam penelitian ini, peneliti dapat menyimpulkan beberapa masalah
yang dituangkan menjadi beberapa pertanyaan, sebagai berikut:
1. Bagaimana proses belajar agama di suatu lingkungan tertentu, misalnya di
sebuah TPA/TPQ ?
3. Apa yang menjadi tantangan dalam proses belajar agama ?
4. Adakah perubahan perilaku atau sikap setelah seseorang belajar agama ?
5. Apa saja manfaat dari belajar agama ?
C. Tujuan Penelitian
Maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji
proses belajar agama di sebuah TPA/TPQ, apakah ada faktor-faktor yang
mempengaruhi proses belajar agama tersebut dan bagaimanakah hasil dari
proses belajar agama tersebut.
D. Manfaat Penelitian
Mengungkapkan secara spesifik kegunaan yang hendak dicapai dari:
Aspek teoretis (keilmuan) dengan menyebutkan kegunaan
teoretis/metodologi apa yang dapat dicapai dari masalah yang diteliti. (bisa
berupa temuan, kritisi, pengembangan teori/metodologi)
Aspek praktis (guna laksana) dengan menyebutkan kegunaan apa yang dapat dicapai dari penerapan pengetahuan yang dihasilkan penelitian ini.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Belajar
1. Pengertian Belajar
Jika kita membaca buku-buku pendidikan dan psikologi, kita dapat
menemukan banyak sekali definisi atau pengertian belajar yang dikemukakan
oleh para ahli. Dan dalam pembahasan ini saya akan mengemukakan
beberapa definisi atau pengertian belajar menurut para ahli, sebagai berikut :
a. W.S Winkel (1989:6) memberikan pengertian belajar sebagai bentuk perubahan diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah
laku yang baru, akibat pengalaman dan latihan.1
b. Sartain (1973:240) mengemukakan pengertian belajar sebagai “The process by which a relativity enduring change in behavior occurs a
result of experience practice” yang dapat diartikan bahwa belajar
merupakan proses perubahan tingkah laku yang relatif tahan lama
sebagai hasil dari pengalaman.2
c. Surya (1985:23) mengemukakan pengertian lain tentang belajar, menurutnya belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu
untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan sebagai pengalaman individu itu sendiri dalam
interaksi-interaksi dengan lingkungannya.
d. Whiterington (M.Buchori, 1983:3) mengartikan belajar sebagai suatu proses perubahan dalam kepribadian sebagaimana dimanifestasikan
dalam perubahan penguasaan pola-pola respons tingkah laku yang
baru nyata dalam perubahan keterampilan, kebiasaan, kesanggupan,
dan sikap.
1
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, Bandung, Cet.Kedua: 2007. hlm. 328.
2
e. Reber (Muhibbin Syah, 1995: 90) mendefinisikan belajar yaitu
Pertama, belajar adalah “the process of knowledge”, yakni proses
memperoleh pengetahuan, kedua belajar adalah “a relativity permanent change in responpotential alit which occurs as result of
reinforced practice”, yaitu suatu perubahan kemampuan bereaksi yang
relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat.
Dilihat dari pengertian-pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
belajar pada hakikatnya merupakan suatu proses tingkah laku yang terjadi pada
diri individu sebagai hasil pengalaman atau hasil interaksinya dengan
lingkungan sekitarnya. Dan perubahan hasil belajar ini hanya berkaitan dengan
penambahan kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat,
watak, penyesuaian diri. Akan tetapi juga berhubungan dengan perubahan
pola-pola respons dari seluruh aspek-aspek kepribadian seseorang yang telah
melakukan aktivitas belajar.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar
Agar kita dapat mencapai keberhasilan belajar yang maksimal, tentu saja
kita harus memahami faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar
tersebut. Pemahaman itu juga penting agar selanjutnya kita dapat menentukan
latar belakang dan penyebab kesulitan belajar yang suatu saat mungkin kita
alami. Dan faktor-faktor tersebut terbagi ke dalam dua jenis yaitu Faktor Internal
dan Faktor Eksternal. berikut penjelasannya :
a. Faktor Internal
Faktor ini merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu itu
sendiri. Faktor ini terdiri dari faktor biologis dan faktor psikologis.
1) Faktor Biologis (Jasmaniah)
Faktor biologis meliputi segala hal yang berhubungan dengan keadaan
fisik atau jasmani individu yang bersangkutan. Keadaan jasmani yang perlu
diperhatikan sehubungan dengan faktor biologis ini di antaranya sebagai
berikut:
Pertama, kondisi fisik yang normal. Kondisi fisik yang normal atau tidak
memiliki cacat sejak dalam kandungan sampai sesudah lahir sudah tentu
Kondisi fisik yang normal ini terutama harus meliputi keadaan otak,
panca-indra, anggota tubuh seperti tangan dan kaki, dan organ-organ tubuh bagian
dalam yang akan menentukan kondisi kesehatan seseorang.
Kedua, kondisi kesehatan fisik. Bagaimana kondisi kesehatan fisik yang
sehat dan segar sangat mempengaruhi keberhasilan belajar seseorang,
tentunya telah kita ketahui dengan mudah dan tidak perlu lagi kita bicarakan
secara panjang lebar. Namun demikian, di dalam menjaga kesehatan fisik, ada
beberapa hal yang sangat diperlukan. Hal tersebut di antaranya adalah makan
dan minum harus teratur serta memenuhi persyaratan kesehatan, olahraga
secukupnya, dan istirahat yang cukup. Selain itu, jika terjadi gangguan
kesehatan, segeralah berobat dan jangan membiasakan diri untuk membiarkan
terjadinya gangguan kesehatan secara berlarut-larut.3
2) Faktor Psikologis (Rohaniah)
Faktor psikologis yang mempengaruhi keberhasilan belajar ini meliputi
segala hal yang berkaitan dengan kondisi mental seseorang. Dan berikut
hal-hal yang meliputi faktor psikologis seseorang dalam menentukan keberhasilan
belajarnya:4
Kecerdasan/Intelegensi Siswa, Kecerdasan merupakan faktor psikologis
yang paling penting dalam proses belajar siswa, karena itu menentukan kualitas
belajar siswa. Semakin tinggi tingkat intelegensi seorang individu, semakin
besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya,
semakin rendah tingkat inteligensi individu, semakin sulit individu itu mencapai
kesuksesan belajar. Oleh karena itu, perlu bimbingan belajar dari orang lain,
seperti guru, orang tua, dan lain sebagainya. Sebagai faktor psikologis yang
penting dalam mencapai kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan
pemahaman tentang kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon guru atau guru
profesional, sehingga mereka dapat memahami tingkat kecerdasan siswanya.
Motivasi, Motivasi adalah salah satu faktor yang memengaruhi keefektifan
kegiatan belajar siswa. Motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan
3
Thursan Hakim, Belajar Secara Efektif: panduan menemukan teknik belajar,memilih
jurusan, dan menentukan cita-cita, Jakarta: 2000, hlm. 11-12.
4
kegiatan belajar. Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di
dalam diri individu yang aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga
perilaku setiap saat (Slavin, 1994). Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh
kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku
seseorang. Dari sudut sumbernya, motivasi dibagi menjadi dua, yairu motivasi
intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
Motivasi intrinsik adalah semua faktor yang berasal dari dalam diri individu
dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa
yang gemar membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca,
karena membaca tidak hanya menjadi aktivitas kesenangannya, tapi bisa jadi
juga telah menjadi kebutuhannya. Dalam proses belajar, motivasi intrinsik
memiliki pengaruh yang lebih efektif, karena motivasi intrinsik relatif lebih lama
dan tidak tergantung pada motivasi dari luar (ekstrinsik). Sedangkan Motivasi
ekstrinsik adalah faktor yang datang dari luar diri individu tetapi memberi
pengaruh terhadap kemauan untuk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib,
reladan guru orangtua, dan lain sebagainya. Kurangnya respons dari
lingkungan secara positif akan memengaruhi semangat belajar seseorang
menjadi lemah.
Minat, Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan
kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut
Reber (Syah, 2003), minat bukanlah istilah yang populer dalam psikologi
disebabkan ketergantungannya terhadap berbagai faktor internal lainnya,
seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan.
Namun lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan
dan motivasi, karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar. Karena jika
seseorang tidak memiliki minat untuk belajar, ia akan tidak bersemangat atau
bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas,
seorang guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar
tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dipelajarinya.
Untuk membangkitkan minat belajar siswa tersebut, banyak cara yang bisa
digunakan. Antara lain, pertama, dengan membuat materi yang akan dipelajari
desain pembelajaran yang membebaskan siswa untuk mengeksplor apa yang
dipelajari, melibatkan seluruh domain belajar siswa (kognitif, afektif,
psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif, maupun performa guru yang
menarik saat mengajar. Kedua, pemilihan jurusan atau bidang studi. Dalam hal
ini, alangkah baiknya jika jurusan atau bidang studi dipilih sendiri oleh siswa
sesuai dengan minatnya.
Sikap, Dalam proses belajar, sikap individu dapat mempengaruhi
keberhasilan proses belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang berdimensi
afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan cara
yang relatif tetap terhadap objek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik secara
positif maupun negatif (Syah, 2003). Sikap siswa dalam belajar dapat
dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performa guru,
pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengantisipasi munculnya
sikap yang negatif dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru
yang profesional dan bertanggung jawab terhadap profesi yang dipilihnya.
Dengan profesionalitas, seorang guru akan berusaha memberikan yang terbaik
bagi siswanya, berusaha mengembangkan kepribadian sebagai seorang guru
yang empatik, sabar, dan tulus kepada muridnya, berusaha untuk menyajikan
pelajaran yang diampunya dengan baik dan menarik sehingga membuat siswa
dapat mengikuti pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan, meyakinkan
siswa bahwa bidang studi yang dipelajari bermanfaat bagi diri siswa.
Bakat, faktor psikologis lain yang memengaruhi proses belajar adalah
bakat. Secara umum, bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan
potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa
yang akan datang (Syah, 2003). Berkaitan dengan belajar, Slavin (1994)
mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang dimiliki seorang siswa
untuk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemampuan seseorangyang
menjadi salah satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang.
Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya,
maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan
Rasa percaya diri, rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari segi perkembangan, rasa percaya diri dapat timbul
berkat adanya pengakuan dari lingkungan. Dalam proses belajar diketahui
bahwa unjuk prestasi merupakan tahap pembuktian “ perwujudan diri” yang
diakui oleh guru dan rekan sejawat siswa. Makin sering berhasil menyelesaikan
tugas, maka semakin memperoleh pengakuan umum, dan selanjutnya rasa
percaya diri semakin kuat. Begitupun sebaliknya kegagalan yang berulang kali
dapat menimbulkan rasa tidak percaya diri. Bila rasa tidak percaya diri sangat
kuat, maka diduga siswa akan menjadi takut belajar.
b. Faktor Eksternal
Selain karakteristik siswa atau faktor-faktor endogen, faktor-faktor
eksternal juga dapat memengaruhi proses belajar siswa. Dalam hal ini, Syah
(2003) menjelaskan bahwa faktor faktor eksternal yang memengaruhi belajar
dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan
faktor lingkungan nonsosial.5
1) Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial keluarga, lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan
belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orang tua, demografi keluarga (letak
rumah), pengelolaan keluarga, semuanya dapat memberi dampak terhadap
aktivitas belajar siswa. Hubungan antara anggota keluarga, orang tua, anak,
kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas
belajar dengan baik.
Lingkungan sosial sekolah, seperti guru, administrasi, dan teman-teman
sekelas dapat memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan yang
harmonis antara ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar
lebih baik di sekolah. maka para pendidik, orang tua, dan guru perlu
memerhatikan dan memahami bakat yang di miliki oleh anaknya atau peserta
didiknya, antara lain dengan mendukung, ikut mengembangkan, dan tidak
memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai dengan bakatnya.
5
Lingkungan sosial masyarakat, kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh,
banyak pengangguran dan anak telantar juga dapat memengaruhi aktivitas
belajar siswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar,
diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilikinya.
2) Lingkungan Non Sosial
Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan
tidak dingin, sinar yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap,
suasana yang sejuk dan tenang. Lingkungan alamiah tersebut merupakan
faktor-faktor yang dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila
kondisi lingkungan alam tidak mendukung, proses belajar siswa akan
terhambat.
Faktor instrumental, yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua
macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas
belajar, lapangan olahraga. Contohnya, letak sekolah atau tempat belajar harus
memenuhi syarat-syarat seperti di tempat yang tidak terlalu dekat kepada
kebisingan atau jalan ramai, lalu bangunan itu harus memenuhi syarat-syarat
yang telah ditentukan. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah,
peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabi, dan lain sebagainya.
Faktor materi pelajaran, Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia
perkembangan siswa, begitu juga dengan metode mengajar guru, disesuaikan
dengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan
kontribusi yang positif terhadap aktivitas belajar siswa, maka guru harus
menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat
diterapkan sesuai dengan kondisi siswa.
3. Pentingnya Belajar dalam Kehidupan
Belajar adalah suatu kegiatan dari yang tidak tahu menjadi tahu. Itu
sebabnya belajar itu sangat penting bagi seluruh manusia termasuk kita
sebagai seorang pelajar atau mahasiswa. Karena tanpa belajar maka kita tidak
yang beranggapan bahwa belajar itu merupakan suatu yang membosankan dan
juga kadang merepotkan, nah, dari anggapan tersebut maka kita dituntut agar
lebih mampu membuat belajar itu menjadi lebih bervariasi dan penuh warna,
contohnya seperti, menulis pelajaran di atas kertas berwarna dan
menempelnya di tempat yang sering kita lewati atau singgahi, selain itu juga
kita harus mampu membuat belajar itu menjadi suatu kebutuhan terpenting
dalam diri kita. Dan juga harus lebih mampu mengubah pemikiran kita bahwa
ternyata belajar itu adalah suatu yang sangat menyenangkan.
Belajar juga memainkan peran penting dalam mempertahankan
kehidupan sekelompok umat manusia (bangsa) di tengah-tengah persaingan
yang semakin ketat di antara bangsa lainnya yang lebih dahulu maju karena
belajar. Akibat persaingan tersebut, kenyataan tragis bisa pula terjadi karena
belajar, contoh, tidak sedikit orang pintar yang menggunakan kepintarannya
untuk membuat orang lain terpuruk atau bahkan menghancurkan kehidupannya
tersebut.
Kenyataan tragis lainnya yang lebih parah juga terkadang muncul karena
hasil belajar. Hasil belajar pengetahuan dan teknologi tinggi, misalnya, tak
jarang digunakan untuk membuat senjata pemusnah sesama umat manusia.
Alhasil, kinerja akademik (academic performance) yang merupakan hasil
belajar itu, di samping membawa manfaat terkadang juga membawa mudarat.
Akan kehilangan arti penting upaya belajar karena timbulnya tragedi-tragedi
tadi.
Meskipun ada dampak negatif dari hasil belajar pada sekelompok
manusia tertentu, kegiatan belajar tetap memiliki arti penting alasannya, seperti
yang telah dikemukakan di atas, belajar itu berfungsi sebagai alat
mempertahankan kehidupan manusia. Artinya, dengan ilmu dan teknologi hasil
belajar, maka kelompok manusia dapat menggunakan untuk membangun
benteng pertahanan. Iptek juga dapat dipakai untuk membuat senjata
penangkis agresi sekelompok manusia tertentu yang bernafsu serakah atau
mengalami gangguan psychopathy yang berwatak merusak dan antisocial.
(Rebert, 1998).6
6
Selanjutnya, dalam perspektif keagamaan pun (dalam hal ini islam) belajar
merupakan kewajiban bagi setiap orang beriman agar memperoleh ilmu
pengetahuan dalam rangka meningkatkan derajat kehidupan mereka. Hal ini
dinyatakan dalam Al-Qur’an surat Al-Mujadalah (58) ayat 11 :
ق ُيقأٓ قي
Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan
memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu",
maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(QS. Al-Mujadalah: 11)
Ilmu dalam hal ini tentu saja tidak hanya berupa pengetahuan agama
tetapi juga berupa pengetahuan yang relevan dengan tuntutan kemajuan
zaman. Selain itu, ilmu tersebut juga harus bermanfaat bagi kehidupan orang
banyak di samping bagi kehidupan diri pemilik ilmu itu sendiri.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, para calon guru atau
guru profesional atau Dosen seyogianya melihat hasil belajar siswa atau
mahasiswa dari berbagai sudut kinerja psikologis yang utuh dan menyeluruh.
Sehubungan dengan itu, seorang siswa atau mahasiswa yang menempuh
proses belajar, idealnya ditandai oleh munculnya pengalaman-pengalaman
psikologis baru yang positif. Pengalaman yang bersifat kejiwaan tersebut
diharapkan dapat mengembangkan aneka ragam sifat, sikap, dan kecakapan
yang konstruktif, bukan kecakapan yang destruktif (merusak).
Untuk mencapai hasil belajar yang ideal, kemampuan para pendidik dalam
membimbing belajar murid-muridnya atau mahasiswanya amat dituntut. Jika
guru atau dosen dalam keadaan siap dan memiliki profesional (berkemampuan
tinggi) dalam menunaikan kewajibannya, maka harapan terciptanya sumber
B. Agama
1. Pengertian Agama
Banyak ahli menyebutkan bahwa agama berasal dari bahasa Sanskerta,
yaitu “a” yang berarti tidak dan “gama” yang berarti kacau. Maka agama berarti tidak kacau (teratur). Dengan demikian agama adalah peraturan, yaitu
peraturan yang mengatur keadaan manusia, maupun mengenai sesuatu yang
gaib, mengenai budi pekerti dan pergaulan hidup bersama.7
Menurut Drajat, agama adalah proses hubungan manusia yang dirasakan
terhadap sesuatu yang diyakininya, bahwa sesuatu lebih tinggi dari pada
manusia. Sedangkan Glock dan Stark mendefinisikan agama sebagai simbol,
sistem keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlembaga, yang
kesemuanya terpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang
paling maknawi (ultimate meaning).8
Hadikusuma juga mengemukakan agama sebagai ajaran yang diturunkan
oleh Tuhan untuk petunjuk bagi umat manusia dalam menjalani kehidupannya.9
Ada juga yang menyebutkan agama sebagai suatu ciri kehidupan sosial
manusia yang universal dalam arti bahwa semua masyarakat mempunyai
cara-cara berpikir dan pola-pola perilaku yang memenuhi untuk disebut “agama”
yang terdiri dari tipe-tipe simbol, citra, kepercayaan dan nilai-nilai spesifik
dengan mana makhluk manusia menginterpretasikan eksistensi mereka yang di
dalamnya juga mengandung komponen ritual.10
Cliffort Geertz mengistilahkan agama sebagai sebuah sistem
simbol-simbol yang berlaku untuk menetapkan suasana hati dan motivasi-motivasi
yang kuat, yang meresapi dan yang tahan lama dalam diri manusia dengan
merumuskan konsep-konsep mengenai suatu tatanan umum eksistensi dan
7
Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam: Studi Kritis dan Refleksi Historis, Yogyakarta: 1997, hlm. 28.
8
Ari Widiyanta, Sikap Terhadap Lingkungan Alam (Tinjauan Islam dalam Menyelesaikan
Masalah Lingkungan) Makalah Psikologi: Fakultas Kedokteran/Program Studi
Psikologi-Universitas Sumatera Utara: 2002, hlm. 10.
9
Bustanuddin Agus, Agama dalam Kehidupan Manusia: Pengantar Antropologi Agama, Jakarta: 2006, hlm. 33.
10
membungkus konsep-konsep ini dengan semacam pancaran faktualitas,
sehingga suasana hati dan motivasi-motivasi itu tampak realistis.11
Dan ada beberapa istilah lain dari agama, antara lain religi, religion
(Inggris), religie (Belanda), religio/relegare (Latin) dan dien (Arab). Kata religion
(Inggris) dan religie (Belanda) berasal dari bahasa induk dari kedua bahasa
tersebut, yaitu bahasa Latin “religio” dari akar kata “relegare” yang berarti
mengikat.12 Menurut Cicero, relegare berarti melakukan sesuatu perbuatan
dengan penuh penderitaan, yakni jenis laku peribadatan yang dikerjakan
berulang-ulang dan tetap. Lactancius mengartikan kata relegare sebagai
mengikat menjadi satu dalam persatuan bersama.13 Dalam bahasa Arab,
agama dikenal dengan kata al-din dan al-milah. Kata al-din sendiri mengandung
berbagai arti, ia bisa berarti al-mulk (kerajaan), al-khidmat (pelayanan), al-izz
(kejayaan), al-dzull (kehinaan), al-ikrah (pemaksaan), al-ihsan (kebajikan),
al-ibadat (pengabdian), al-qahr wa al-sulthan (kekuasaan dan pemerintahan),
al-tadzallul wa al-khudu (tunduk dan patuh), al-tha’at (taat), al-islam al-tauhid
(penyerahan dan pengesaan Tuhan).14
Berdasarkan uraian tersebut kita dapat mengambil suatu kesimpulan
bahwa agama adalah ajaran yang berasal dan Tuhan atau hasil renungan
manusia yang terkandung dalam kitab suci yang turun temurun diwariskan oleh
suatu generasi ke generasi dengan tujuan untuk memberi tuntunan dan
pedoman hidup bagi manusia agar mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat,
yang di dalamnya mencakup unsur emosional dan kenyataan bahwa
kebahagiaan hidup tersebut bergantung pada adanya hubungan yang baik
dengan kekuatan gaib tersebut.
2. Aspek-aspek dan Dimensi Ajaran Agama
Dalam bukunya. American Piety: The Nature of Religious Commitment,
C.Y. Glock dan R. Stark menyebutkan ada lima dimensi keagamaan dalam diri
manusia yakni, dimensi praktek agama, dimensi keyakinan, dimensi
11
Cliffort Geertz, Kebudayaan dan Agama, Yogyakarta: 1992, hlm. 5.
12
Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, Bandung: 2002, hlm. 13.
13
Faisal Ismail, Loc.Cit, hlm. 28.
14
pengetahuan agama, dimensi pengalaman keagamaan dan dimensi
konsekuensi.15
Glock dan Stark menyebutkan kelima dimensi keagamaan tersebut
sebagai berikut :
a. Religious Practice (the ritualistik dimension)
Tingkatan sejauh mana seseorang mengerjakan kewajiban ritual di dalam
agamanya, seperti shalat, zakat, puasa, dan sebagainya.
b. Religious Belief (the ideological dimension)
Sejauh mana orang menerima hal-hal yang dogmatik di dalam ajaran
agamanya. Misalnya kepercayaan tentang adanya Tuhan, Malaikat, kitab-kita,
Nabi dan Rasul, hari kiamat, surga, neraka dan lain-lain yang bersifat dogmatik.
c. Religious Knowledge (the Intellectual dimension)
Seberapa jauh seseorang mengetahui tentang ajaran agamanya. Hal ini
berhubungan dengan aktivitas seseorang untuk mengetahui ajaran-ajaran
dalam agamanya.
d. Religious Feeling (the experiental dimension)
Dimensi yang terdiri dari perasaan-perasaan dan
pengalaman-pengalaman yang pernah dirasakan dan dialami. Misalnya seseorang merasa
dekat dengan Tuhan, seseorang merasa takut akan berbuat dosa, seseorang
merasa do’anya dikabulkan Tuhan, dan sebagainya.
e. Religious Effect (the consequential dimension)
Dimensi yang mengukur sejauh mana perilaku seseorang dimotivasikan
oleh ajaran agamanya di dalam kehidupannya. Misalnya ikut dalam kegiatan
konversasi lingkungan, ikut melestarikan lingkungan alam dan lain-lain.16
Lalu dari penelitian oleh Kementrian Negara Kependudukan dan
Lingkungan Hidup (1987) juga menunjukkan persamaan dengan dimensi
keagamaan yang dikemukakan oleh Glock dan Strk, yakni :
15
Dadang Kahmad, Op.Cit, hlm. 53-54.
16
a. Dimensi Iman
Mencakup hubungan manusia dengan tuhan, Malaikat, kitab-kitab, Nabi,
Mukjizat, hari akhir, dan adanya setan serta takdir baik dan buruk.
b. Dimensi Islam
Sejauh mana tingkat frekuensi, intensitas, dan pelaksanaan ibadah
seseorang. Dimensi ini mencakup pelaksanaan shalat, zakat, puasa, dan haji.
c. Dimensi Ihsan
Mencakup pengalaman dan perasaan tentang kehadiran Tuhan dalam
kehidupan, ketenangan hidup, takut melanggar perintah Tuhan, keyakinan
menerima balasan, perasaan dekat dengan Tuhan dan dorongan untuk
melaksanakan perintah agama.
d. Dimensi Ilmu
Seberapa jauh pengetahuan seseorang tentang agamanya, misalnya
pengetahuan tentang tauhid, fiqh, dan lainnya.
e. Dimensi Amal
Meliputi bagaimana pengalaman keempat dimensi di atas yang
ditunjukkan dalam perilaku seseorang. Dimensi ini menyangkut hubungan
manusia dan dengan lingkungan alamnya.
Kelima dimensi tersebut adalah merupakan aspek-aspek yang tidak bisa
dipisah-pisahkan. Berikut ini akan dijelaskan persamaan antara dimensi
keagamaan yang dikemukakan oleh Glock dan Stark dengan dimensi
keagamaan yang dikemukakan dalam penelitian Kementerian Negara
Kependudukan dan Lingkungan Hidup:
Aspek Isman (religious belief)
Aspek Islam (religious practice)
Aspek Ihsan (religious feeling)
Aspek Amal (religious effect)
Hampir serupa dengan kedua pendapat di atas, keagamaan dalam Islam
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Umar, telah menceritakan
kepada kami Sufyan bin Uyainah dari Su'air bin al Khims at Tamimi dari
Habib bin Abi Tsabit dari Ibnu Umar dia berkata, Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Islam dibangun atas lima dasar: persaksian
bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah, dan bahwa
Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa
Ramadhan, dan haji ke Baitullah. (H.R. Tirmidzi)17
Dari hadits di atas maka dapat disimpulkan kelima aspek keagamaan
ajaran Islam adalah sebagai berikut :
a. Aspek Akidah (Ideologi)
Seorang Muslim yang religius akan memeliki ciri utama berupa akidah
yang kuat. Aspek akidah ini mengungkap masalah keyakinan manusia terhadap
rukun iman(iman kepada Allah, Malaikat, kitab-kitab, Nabi, hari akhir serta qada’
dan qadar), kebenaran agama dan masalah-masalah gaib yang diajarkan
agama. Inti aspek akidah dalam ajaran Islam adalah Tauhid atau mengesakan
dan ketakwaan kepada Allah. Agama Islam menyeru manusia agar beriman
dan bertakwa.18 Sebagaimana dalam Allah berfirman:
ِ ق ۡيِ
Kitab Sunan At-Tirmidzi No. 2534.
18
ِل ل ِسٱ
kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada
Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan
memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim,
orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan
orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya,
mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang
menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam
kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah
orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang-orang-orang yang
bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 177)
b. Aspek Ibadah (Ritual)
Aspek ibadah ini dapat diketahui dari sejauh mana tingkat kepatuhan
seseorang dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ibadah sebagaimana yang
diperintahkan oleh agamanya. Aspek ibadah berkaitan dengan frekuensi,
intensitas dan pelaksanaan ibadah seseorang.
Konsep ibadah berpusat pada prinsip dasar penting bahwa manusia
diciptakan untuk menjadi khalifah Allah di muka bumi. Allah berkehendak
menciptakan manusia untuk menjadi khalifahnya yang memikul amanat risalah
dan menjalankan syariatnya. Makna ini terdapat dalam firman Allah pada surat
Adz-Dzariyat ayat 56:
mengabdi kepada-Ku. (QS. Adz-Dzariyat: 56)
c. Aspek Amal (Pengalaman)
Aspek amal ini berkaitan dengan kegiatan pemeluk agama untuk
sehari-hari yang berlandaskan pada etika dan spiritualitas agama. Aspek ini
menyangkut hubungan manusia satu dengan manusia lainnya dan hubungan
manusia dengan lingkungan sekitar. Amal dalam hal ini diartikan bagaimana
akhlak atau perilaku seseorang dengan dilandasi ajaran agama yang dianutnya.
Akhlak sebenarnya adalah buah dari keyakinan dan ibadah seseorang.19
Aspek amal ini dalam Al-Qur’an di sebutkan sebagai berikut :
ِهق ق
mendekatkan kamu kepada Kami sedikit pun; tetapi orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal-amal (saleh, mereka itulah yang
memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah
mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang tinggi
(dalam surga). (QS. Saba’: 37)
d. Aspek Ihsan (Penghayatan)
Aspek ihsan berkaitan dengan seberapa jauh seseorang merasa dekat
dan di lihat oleh Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam sebuah hadits
disebutkan: “Ihsan itu adalah hendaknya kita menyembah Allah seakan-akan melihat-Nya, dan kalau kamu tidak melihatnya maka sesungguhnya Dia
melihatmu.” (H.R. Muttafaq Alaih/H.R. Muslim)
Dalam Islam, aspek ihsan mencakup perasaan dekat dengan Allah,
perasaan nikmat dalam melaksanakan ibadah, pernah merasa diselamatkan
Allah, tersentuh atau bergetar ketika mendengar asma-asma Allah (seperti
suara adzan dan lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an), dan perasaan syukur atas
nikmat yang dikaruniakan Allah SWT dalam kehidupan mereka.
e. Aspek Ilmu (Pengetahuan)
Aspek ini berkaitan dengan pengetahuan dan pemahaman seseorang
terhadap ajaran-ajaran agamanya. Orang-orang yang beragama paling tidak
19
harus mengetahui hal-hal yang pokok mengenai dasar-dasar keyakinan, kitab
suci dan tradisi-tradisi.
Dengan mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan agama yang
dianut seseorang akan lebih paham tentang ajaran agama yang dipeluknya.
Jadi keagamaan seseorang bukan hanya sekedar atribut atau simbol semata,
namun menjadi tampak jelas dalam kehidupan pribadinya. Jelasnya, aspek ilmu
ini mencakup empat bidang, yakni akidah, ibadah, akhlak serta pengetahuan
tentang Al-Qur’an dan Al-Hadits.
3. Urgensi Agama dalam Kehidupan
Ketika sesorang mulai menyadari eksistensi dirinya, maka timbullah tanda
tanya dalam hatinya sendiri tentang banyak hal. Dalam lubuk hati yang dalam ,
memancar kecenderungan untuk tahu berbagai rahasia yang masih merupakan
misteri yang terselubung. Pertanyaan-pertanyaan itu antara lain; dari mana
saya ini, Mangapa saya tiba-tiba ada, hendak kemana saya dan bisikan
lainnya.
Sekurang-kurangnya ada alasan yang melatar belakangi perlunya
manusia terhadap agama. Alasan tersebut secara singkat dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Latar Belakang Fitrah Manusia
Dalam bukunya berjudul Prospektif Manusia dan Agama, Murthada
Muthahhari mengatakan bahwa di saat berbicara tentang para Nabi as.
Menyebutkan bahwa mereka diutus untuk mengingat manusia kepada manusia
yang telah diikat oleh fitrah manusia, yang kelak mereka akan dituntut untuk
memenuhinya. Perjanjian itu tidak dicatat di atas kertas melainkan dengan pena
ciptaan Allah di permukaan terbesar dan lubuk fitrah manusia, dan di atas
permukaan hati nurani serta di kedalaman perasaan batiniah.
Kenyataan bahwa manusia memiliki fitrah keagamaan tersebut buat
pertama kali ditegaskan kepada agama islam, yakni bahwa agama adalah
kebutuhan fitri manusia, sebelumnya, manusia belum mengenal kenyataan ini.
Baru di masa akhir-akhir ini muncul beberapa orang yang menyerukan dan
mempopulerkannya. Fitri keagamaan yang ada pada diri manusia inilah yang
datang wahyu Tuhan yang menyeru manusia agar beragama, maka seruan
tersebut memang amat sejalan dengan fitrahnya hal tersebut. Sebagaimana
Allah berfirman:
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah
atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak
ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS. Ar-Ruum: 30)
Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah
mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak
beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu
hanyalah lantaran pengaruh lingkungan. Setiap ciptaan Allah mempunyai
fitrahnya sendiri-sendiri jangankan Allah sedang manusia saya membuat
sesuatu itu dengan fitrahnya sendiri-sendiri .
Kesimpulannya bahwa latar belakang perlunya manusia pada agama
adalah karena dalam diri manusia sudah terdapat potensi untuk beragama.
Potensi yang beragama ini memerlukan pembinasaan, pengarahan,
pengambangan dan seterusnya dengan cara mengenalkan agama kepadanya.
b. Kelemahan dan Kekurangan Manusia
Faktor lainnya yang melatar belakangi manusia memerlukan agama
adalah karena di samping manusia memiliki berbagai kesempurnaan juga
memiliki kekurangan.
Walaupun manusia itu dianggap sebagai makhluk yang terhebat dan
tertinggi dari segala makhluk yang ada di alam ini, akan tetapi mereka
mempunyai kelemahan dan kekurangan karena terbatasnya kemampuan M.
Abdul Alim Shaddiqi dalam bukunya “Quesk For True Happines” menyatakan
bahwa keterbatasan manusia itu terletak pada pengetahuannya hanyalah
tentang apa yang terjadi sekarang dan sedikit tentang apa yang telah izin.
beliau selanjutnya hukum apa saja pun yang dapat dibuat oleh manusia tentang
kehidupan insani adalah berdasarkan pengalaman masa lalu. Selanjutnya
dikatakan di samping itu manusia menjadi lemah karena di dalam dirinya ada
hawa nafsu yang selain mengajak kepada kejahatan, sesudah itu ada lagi iblis
yang selain berusaha menyesatkan manusia dari kebenaran dan kebaikan.
Manusia hanya dapat melawan musuh-musuh ini ialah dengan senjata agama.
Allah menciptakan manusia dan berfirman bahwa manusia itu telah di
ciptakan-Nya dengan batas-batas tertentu dan dalam keadaan lemah.
Sebagaimana firman-Nya:
ِي قدق ل ِك قن
ۡ ق قخِفحۡ قَِ ِ كُِ ِ لإ
Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu (termasuk manusia)
menurut (batas) ukuran. (QS. Al-Qamar: 49)
c. Tantangan Manusia
Faktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama adalah
karena manusia adalah karena manusia adalah dalam kehidupan senantiasa
menghadapi berbagai tantangan baik dari dalam maupun dari luar. Tantangan
dari dalam dapat berupa dorongan dari hawa nafsu dan bisikan setan
sedangkan tantangan dari luar dapat berupa rekayasa dan upaya-upaya yang
dilakukan manusia yang secara sengaja berupa ingin memalingkan manusia
dari Tuhan. Mereka dengan rela mengeluarkan biaya, tenaga, dan pikiran yang
di manifestasikan dalam berbagai bentuk kebudayaan yang di dalamnya
mengandung misi menjauhkan manusia dari keluhan.
Orang-orang kafir itu sengaja mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk
mereka gunakan agar orang mengikuti keinginannya, berbagai bentuk budaya,
hiburan, obat-obatan terlarang dan sebagainya dibuat dengan sengaja. Untuk
itu upaya untuk mengatasinya dan membentengi manusia adalah dengan
mengejar mereka agar taat menjalankan agama.20
20
BAB III
METODOLOGI
A. Metode Penelitian
Metodologi adalah cara-cara yang dipakai dalam penelitian ilmiah untuk
mendapatkan pengetahuan yang benar. Pengetahuan yang benar adalah
kesesuaian antara pengetahuan dengan objek yang diteliti. Pengetahuan yang
dimaksud di sini yakni pengetahuan yang telah dibangun dalam kajian teori,
sedangkan objeknya adalah situasi sosial penelitian. Menurut Sugiyono, latar
sosial adalah sampel dan populasi penelitian.21 Oleh karena itu penelitian
kualitatif dipilih untuk penelitian Pendidikan Agama Islam (PAI) bukanlah
dengan maksud penelitian jenis lain tidak dapat atau tidak cocok digunakan. Ini
dilakukan untuk membangun keseimbangan karena selama ini penelitian
kualitatif masih sangat dominan digunakan.22 Dalam hal ini yang menjadi situasi
sosial (sampel dan populasi) penelitian ini adalah para anak-anak murid usia
5-12 tahun di TPA/TPQ Ar-Rahim yang terletak di Kelurahan Pabuaran
Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor Jawa Barat. Jadi, metode penelitian
yang dipakai dalam penelitian ini yaitu metode penelitian kualitatif.
B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian untuk penelitian kualitatif ini yang bermaksud
mendapatkan data secara alamiah itu terjadi di sebuah TPA/TPQ Ar-Rahim
yang terletak di Kelurahan Pabuaran Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor
Jawa Barat.
Pemilihan situasi sosial ini disebabkan karena lokasi penelitian terletak di
daerah yang sama/ atau tidak terlalu jauh dari tempat tinggal peneliti.
21
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, Bandung: 2008, hlm. 399.
22
C. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data di sini dilakukan melalui sumber primer atau data
primer. Data primer adalah data yang dikumpulkan peneliti langsung dari
sumber utamanya. Misalnya peneliti ingin mengetahui proses belajar mengajar
di sebuah sekolah dasar maka sumber data adalah dari sekolah dasar yang
bersangkutan.
Cara mengumpulkan data primer dapat dilakukan melalui cara-cara: (1)
wawancara, (2) observasi, (3) kuesioner. Penggunaan tiga cara ini disesuaikan
dengan informasi apa yang diperoleh, waktu yang tersedia, dana yang tersedia,
dan tenaga peneliti yang akan melakukan penelitian. Apabila instrumen yang
dipakai adalah peneliti maka informasi yang akan dicari adalah informasi
kualitatif maka pilihan yang terbaik adalah memakai wawancara atau observasi.
Bila informasi yang akan dicari adalah informasi kuantitatif maka pilihan yang
terbaik adalah menggunakan kuesioner. Observasi adalah cara mengamati
obyek yang merupakan sumber utama data. Misalnya, peneliti ingin mengetahui
cara ibu-ibu memilih barang yang akan dibeli, maka yang dapat dilakukan oleh
peneliti yakni mengamati ketika ibu-ibu memilih barang, waktu ibu-ibu memilih
barang, atau segera setelah ibu-ibu memilih barang. Berdasarkan pengamatan
itu, banyak informasi yang dapat diketahui. Informasi yang ingin diketahui dapat
dilakukan pada waktu ibu-ibu akan memilih barang, dapat juga diketahui di rak
mana letak barang yang terbaik, apakah di atas, di tengah, atau di bawah.
Demikian pula lokasi terbaik di mana barang ditempatkan, apakah di depan
pintu masuk, atau bagian belakang ruangan, akan menentukan ibu-ibu membeli
barang.23
Teknik pengumpulan data yang utama dalam penelitian kualitatif adalah
observasi participant, wawancara mendalam studi dokumentasi, dan gabungan
ketiganya. Dalam observasi ini akan dilakukan wawancara tidak berstruktur dan
berstruktur untuk melihat dan menganalisis sejauh mana pengaruh bebas
terhadap efektivitas proses pembelajaran.
Wawancara di sini adalah orang-orang yang dijadikan sebagai nara
sumber (kepada siapa akan melakukan wawancara. Wawancara dilakukan
23
melalui wawancara terstruktur (pewawancara menyiapkan daftar pertanyaan
sebelum wawancara dilakukan dan pertanyaan didasarkan atas
pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya), dan wawancara tidak terstruktur
(pewawancara dan yang diwawancarai berbicara dengan santai dan
pertanyaan bisa muncul ketika sedang dalam pembicaraan. Tidak ada daftar
pertanyaan yang harus diikuti dengan ketat).24
D. Analisis Data
Data kualitatif pada umumnya dalam bentuk pernyataan kata-kata atau
gambaran tentang sesuatu yang dinyatakan dalam bentuk penjelasan dengan
kata-kata atau tulisan. Yang menjadi perhatian di sini adalah bagaimana
menganalisis pernyataan dalam bentuk kata-kata atau tulisan tersebut.25
Jadi analisis data yang dipakai yaitu dilakukan secara
beruntun/bersama-sama, melalui beberapa proses/tahapan yaitu: (1) tahap memasuki lapangan
(2) tahap menentukan fokus (3) tahap seleksi dengan menggunakan
pertanyaan yang bersifat struktural.26
24
Ronny Kountur, Ibid. hlm. 186.
25
Ibid. hlm. 191-192.
26
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi dan Subyek Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di sebuah TPA/TPQ Ar-Rahim Kelurahan
Pabuaran Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor Jawa Barat. Bangunan
TPA/TPQ ini adalah sebagian ruangan dari rumah pemilik sekaligus merangkap
menjadi pengajar di TPA/TPQ tersebut yang dijadikan ruangan dalam proses
pembelajaran. Ruangan ini menghadap ke arah timur yang terdiri dari satu
ruang pembelajaran sederhana di mana langsung menghadap ke arah jalan.
Fasilitas yang tersedia di ruangan ini terdapat satu buah papan tulis, rak buku
untuk menyimpan buku-buku pendukung proses pembelajaran dan kitab suci
Al-Qur’an, dan meja-meja ukuran dengan tinggi sekitar 30 cm dan panjang sekitar 1 meter yang diletakkan di lantai tanpa bangku tetapi menggunakan
karpet sebagai tempat duduknya.
Jumlah murid di TPA/TPQ ini terbagi atas dua jam pembelajaran pada jam
pertama yang dimulai sekitar pukul (07.30-09.30 WIB) berjumlah 18 orang,
dengan perincian 8 orang laki-laki dan 10 orang perempuan. Sedangkan pada
jam kedua pembelajaran yang dimulai sekitar pukul (15.30-17.30 WIB)
berjumlah 22 orang, dengan perincian 9 orang laki-laki dan 13 orang
perempuan.
2. Subyek Penelitian
Subjek penelitian ini dilakukan kepada beberapa orang informan kunci
yang memberikan keterangan lebih lanjut tentang proses belajar mengajar di
TPA/TPQ Ar-Rahim ini, berikut identitasnya:
a. Ustad Rohim
Ustad Rohim adalah pendiri sekaligus pengajar di TPA/TPQ Ar-Rahim
miliknya ini. Lelaki berusia 40 tahun asal Bogor ini merupakan seorang
juga adalah salah seorang karyawan sebuah perusahaan yang masih sempat
meluangkan waktunya untuk mengajarkan agama kepada anak-anak di sekitar
lingkungan rumahnya di sela-sela waktu sebelum ia berangkat kerja maupun
setelah pulang kerja.
Seorang laki-laki yang juga sering menjadi imam di Mushola dekat
rumahnya, yang mempunyai tinggi badan sekitar 165 cm dengan perawakan
sedang, mengaku bahwa ia sangat prihatin dengan keadaan generasi muda
pada saat ini yang lebih tertarik kepada teknologi sehingga melupakan
kewajibannya untuk memperdalam ilmu agama walaupun hanya sekedar
mengaji saja. Maka dari pada itulah bersama istrinya ia berinisiatif mendirikan
sebuah tempat walaupun harus di rumahnya sendiri untuk memberikan dan
mengajarkan ilmu agama kepada anak-anak usia dini di sekitar lingkungan
rumahnya.
b. Ibu Neneng
Wanita berusia 35 tahun kelahiran Bogor ini tidak lain adalah istri dari
ustad Rohim yang juga menjadi pengajar di TPA/TPQ yang didirikan oleh ia
bersama dengan suaminya itu. Wanita yang kesehariannya itu selalu memakai
kerudung yang menutup aurat saat di dalam maupun saat di luar rumah.
Berpenampilan sederhana dan sopan adalah gambaran yang pantas di berikan
kepada seorang ibu beranak 2 itu.
Keramahan pada orang di sekitarnya adalah sikap yang sama seperti
yang dimiliki suaminya itu. Ia menjelaskan bahwa dengan menjadi seorang
pengajar di TPA/TPQ ini, ia merasa bahagia karena mempunyai kesibukan
yang bermanfaat bagi orang di sekitar lingkungannya dengan memberi
pengajaran agama.
c. Hadamar Badruttamam
Damar begitulah panggilannya, seorang anak berusia 11 tahun
berperawakan gemuk ini merupakan anak kedua dari 2 bersaudara adalah
salah satu anak yang menjadi murid di TPA/TPQ Ar-Rahim. Ketika pertama
ditanya dengan gaya bercandanya yang susah sekali di ajak serius ini mengaku
terlebih dalam hal mengaji. Anak yang sangat bangga karena sekarang ia
sedikit demi sedikit mulai lancar dalam membaca Al-Qur’an ini adalah contoh
positif dari proses belajar mengajar di TPA/TPQ.
d. Fachri Zulfikar
Seorang anak lelaki berusia 8 tahun ini tidak lain adalah adik paling kecil
dari peneliti yang juga menjadi murid di TPA/TPQ Ar-Rahim. Fachri begitu
panggilannya adalah seorang anak yang sekarang duduk di bangku kelas 1
sekolah dasar negeri ini mulai belajar di TPA/TPQ sejak setahun yang lalu.
Anak yang cukup berisik ketika di rumah tetapi malu-malu ketika belajar di
TPA/TPQ ini masih mempelajari Iqra atau yang biasa disebut sebagai panduan
dasar anak dalam mempelajari Al-Qur’an. Banyak peningkatan yang peneliti
rasakan dari adiknya ini ketika ia mulai masuk di TPA/TPQ Ar-Rahim,
khususnya dalam mengenal huruf-huruf hijaiyah atau huruf Arab yang ada
dalam Al-Qur’an.
e. Ibu Mia
Ibu Mia adalah seorang ibu beranak satu yang berusia 25 tahun, ia adalah
salah satu orang tua murid di TPA/TPQ Ar-Rahim ini. Anaknya yang biasa di
panggil Farel ini yang usianya kurang lebih 6 tahun sudah setahun kurang
menjadi murid di TPA/TPQ Ar-Rahim, mengaku bahwa ia memasukkan
anaknya ke TPA/TPQ ini tidak lain bertujuan untuk membentengi anaknya
dengan ilmu agama sejak dini dalam menghadapi era modern yang sangat
berpengaruh bagi perkembangan karakter dan kepribadian anaknya jika
terjerumus ke arah yang salah, maka dari pada itu ia menyadari bahwa dengan
mengajarkan anaknya ilmu agama sejak usia dini akan menjadi filter bagi diri
anaknya untuk melangkah ke arah yang benar.
B. Deskripsi Proses Belajar Agama dan Analisis Deskriptif Hasil
Penelitian
Deskripsi proses belajar agama dan analisis deskriptif hasil penelitian
narasumber sebagai informan kunci, yang terdiri atas 2 orang pengajar, 2 orang
anak yang menjadi murid di TPA/TPQ tersebut dan 1 orang tua murid.
Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber atau informan, maka
peneliti dapat menganalisis tentang Proses Belajar Agama di TPA/TPQ yang
meliputi beberapa catatan lapangan yang dilakukan selama observasi, sebagai
berikut :
1) Catatan Lapangan : 01/TPA/TPQ Ar-Rahim
Waktu Pengamatan : Sabtu, 24.05.14
Pukul : 15.30-17.30 WIB (Kelas ke 2 sore)
Materi : Menghafal dan memaknai kandungan surat
Al-Insyirah
Pengajar : Ustad Rohim dan Ibu Neneng
Jumlah siswa : 19 (11 Perempuan, 8 Laki-laki)
Catatan Deskriptif
15.20 : Setelah selesai shalat Ashar saya mulai mendatangi TPA/TPQ
Ar-Rahim untuk memulai observasi di hari pertama sekaligus
meminta izin kepada pengurus TPA/TPQ tersebut untuk
melakukan penelitian terhadap proses pembelajaran di sini.
Setelah bertemu dengan Ustad Rohim selaku ketua sekaligus
pengurus TPA/TPQ, saya di izinkan untuk melakukan pengamatan
dan penelitian dalam observasi ini. Dan saya pun di persilakan
duduk di tempat yang saya kira nyaman untuk melakukan
pengamatan sambil menunggu anak-anak yang akan belajar di
TPA/TPQ ini.
15.30 : Satu persatu murid di TPA/TPQ Ar-Rahim mulai berdatangan, ada
yang bersama teman sebayanya ada pula yang di antar oleh ibu,
atau kakak mereka, selanjutnya mereka pun memasuki ruangan
pembelajaran yang telah di sambut oleh ibu Neneng selaku
pengajar yang menunggu di depan pintu, satu persatu murid yang
berdatangan tidak lupa mengucapkan salam dan mencium tangan
telah tergelar karpet hijau dan beberapa meja ukuran sedang yang
tertata rapi.
15.45 : Setelah semua anak datang dan menempati tempatnya
masing-masing dan saya pun telah mengambil posisi untuk melakukan
pengamatan di hari pertama ini, barulah ustad Rohim mulai
membuka proses pembelajaran dengan mengucapkan salam dan
menyuruh salah satu muridnya memimpin doa untuk kelancaran
proses pembelajaran “Assalamu’alaikum, ya, semuanya sudah masukkan ?” tanya ustad Rohim kepada seluruh murid yang ada
dalam ruang pembelajaran. Serentak pun semua murid menjawab
“sudah pak ustad!” lalu ustad Rohim pun menunjuk salah satu
muridnya untuk memimpin doa “Rafli, tolong kamu ya memimpin
doa sekarang!” jawab “ya pak ustad”, “berdoa mulai!” semua pun
dengan serentak membaca doa dengan suara lantang khas
anak-anak, saya pun merasa kagum dengan semangat yang di
perlihatkan anak-anak ini. Setelah itu Damar yang tadi di suruh
untuk memimpin doa pun mengucapkan “beri salam!” serentak semua menjawab “assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh”
15.55 : Selesai berdoa pun ustad Rohim mulai masuk ke dalam materi
yang sebelumnya di ajarkan kepada para murid, seraya menagih
hafalan yang telah di tentukan batas akhirnya “anak-anak ayo siapa yang sudah hafal surat Al-Insyirah, sekarang pak ustad
sama ibu mau tes satu-satu?” beberapa murid pun berkata
dengan percaya dirinya mereka “saya pak ustad, saya” tetapi ada beberapa murid lainnya yang hanya diam dan tertunduk malu,
dalam hati saya berpikir mungkin mereka belum hafal. Hehe.
16.00 : Beberapa saat kemudian ustad Rohim pun berkata kembali “ ya
sudah, yang sudah hafal boleh maju ke depan satu-satu.
Sebagian sama pak ustad sebagian sama ibu ya!”, kebetulan saat itu ibu Neneng pun ikut mengetes hafalan anak-anak didiknya.
Beberapa anak perempuan mulai maju satu persatu untuk hafalan
mendekat ke arah ustad Rohim yang sedang mendengarkan
hafalan dari salah satu muridnya.
16.15 : Satu persatu murid yang telah hafalan mulai kembali ke tempat
duduknya menunggu instruksi dari ustad Rohim apa yang harus
dilakukan oleh mereka selanjutnya. Dan ada beberapa anak yang
sedikit bercanda waktu itu. Dan di saat itulah saya meminta waktu
sesaat kepada ustad Rohim untuk mengajukan beberapa
pertanyaan. Ustad Rohim pun mengiyakannya seraya berkata
“anak-anak hafalannya sama ibu dulu ya sekarang, pak ustad
ingin di wawancarai dulu” sambil tertawa kecil kami pun mulai
membuka percakapan itu
16.45 : Saya dan ustad Rohim pun mengakhiri proses wawancara di hari
pertama, dan ustad Rohim pun kembali meneruskan proses
pembelajaran di mana hafalan yang tadi di lakukan anak-anak
didiknya sudah selesai. Dan untuk selanjutnya ustad Rohim pun
menjelaskan kandungan makna dari surat Al-Insyirah.
Catatan Reflektif
Anak-anak murid TPA/TPQ pada hari ini memulai pembelajarannya
dengan menguji kemampuan hafalan mereka menghafal surat pendek, apakah
ini biasa di lakukan seminggu sekali atau bahkan lebih. Ketika pendidik
bertanya siapakah yang telah hafal surat pendek ini, beberapa murid pun ada
yang menjawab sudah dengan lantangnya, dan ada juga yang tertunduk malu,
mungkin karena belum hafal. Dan pendidik pun menyuruh untuk siapa saja
yang telah hafal bisa menyetorkan hafalannya kepada salah satu pendidik yang
lain.
Catatan Deskriptif
16.50 : Ustad Rohim pun mulai menjelaskan maksud dan kandungan dari
surat Al-Insyirah yang sebelumnya sudah di hafal oleh anak-anak
didiknya. “ya, anak-anak siapa yang tahu apa nama lain dari surat Al-Insyirah?” tanya pak ustad kepada semua muridnya. “Alam
menjawab “benar” jawab pak ustad. “Lalu siapa yang tahu apa
kandungan dan makna surat Al-Insyirah ini?” murid-murid pun
hanya tengok kanan kiri melihat teman sampingnya karena tidak
ada yang tahu jawabannya.
17.00 : “baiklah, kalau tidak ada yang tahu, sekarang pak ustad akan
menjelaskan apa itu makna dan kandungan surat Al-Insyirah atau
alam nasyrah ini” lalu ia menjelaskan “surat Al-Insyirah adalah salah satu surat yang di turunkan di kota Makkah jadi di sebut
salah satu surat Makkiyah.” Lalu ia bertanya kepada muridnya “ayo, siapa yang tahu surat apa saja yang termasuk surat
makkiyah?” murid pun menjawab dengan tak beraturan “banyak
pak ustad, An-Nas, Al-Falaq, Al-Ikhlas, Al-Kautsar, Al-Asr dan
jawaban yang lainnya.” Pa ustad pun menjawab “benar sekali,
hebat anak-anak murid pak ustad ya.” Murid- murid pun
tersenyum dan tertawa karena merasa gembira.
17.10 : Ustad Rohim pun melanjutkan, “surat Al-Insyirah ini bermakna
Penegasan tentang nikmat-nikmat Allah SWT. yang diberikan
kepada Nabi Muhammad SAW., dan pernyataan Allah bahwa di
samping kesukaran ada kemudahan karena itu diperintahkan
kepada Nabi agar tetap melakukan amal-amal saleh dan
bertawakal kepada-Nya.” Ia melanjutkan “jadi, buat kalian anak
-anak murid pak ustad siapa saja yang sedang sedih karena
mengalami kejadian buruk jangan berkecil hati dulu, karena Allah
tetal menjanjikan bahwasannya segala bentuk kesulitan dan
kesusahan pada akhirnya ada saatnya kemudahan itu datang,
mengerti anak-anak?” “ mengerti pak ustad.” Murid pun
menjawab.
17.30 : Proses pembelajaran pun telah berakhir, dengan di akhiri doa
yang dipimpin salah satu murid seperti yang dilakukan pada awal
mula tadi. Dan saya berpamitan kepada pak ustad Rohim beserta
istrinya ibu Neneng untuk mengakhiri proses pengamatan di hari
Catatan Reflektif
Setelah proses hafalan selesai, pak ustad pun mulai menjelaskan materi
apa yang dipelajari hari ini, dengan waktu yang hampir abis, pak ustad pun
menjelaskan secara singkat dan padat tentang kandungan dan makna dari
surat Al-Insyirah. Dan setelah itu berakhirlah proses pembelajaran yang
berlangsung kurang lebih 2 jam atau 120 menit ini.
Dan ini adalah catatan observasi dalam rangka kunjungan observasi di
hari pertama. Dilihat dari catatan di atas dapat dikembangkan beberapa
pertanyaan yang bisa lebih di tindak lanjuti dalam penelitian ini. Beberapa
pertanyaan itu adalah sebagai berikut:
1. Sejak kapan TPA/TPQ ini mulai berdiri dan beroperasi, apa latar belakang
dan tujuannya ?
2. Materi apa saja yang biasanya di ajarkan kepada murid-murid di TPA/TPQ
ini ?
3. Apa saja media yang di gunakan dalam proses pembelajaran sehingga
dapat meningkatkan prestasi peserta didik di TPA/TPQ ini ?
4. Metode seperti apa yang biasa di terapkan dalam proses pembelajaran di
TPA/TPQ ini ?
5. Seperti apa evaluasi yang diberikan oleh tenaga pendidik di sini untuk
mengetahui meningkat atau tidaknya prestasi peserta didik di TPA/TPQ ini ?
6. Bagaimana dengan tenaga pendidik di TPA/TPQ ini ?
7. Mengenai jadwal dan suasanya belajar di TPA/TPQ di sini, apakah
2) Catatan Lapangan : 02/TPA/TPQ Ar-Rahim
Waktu Pengamatan : Minggu, 25.05.14
Pukul : 07.30-09.30 WIB (Kelas ke 1 pagi)
Materi : Mengenal Asmaul Husna (Al-Alim)
Pengajar : Ibu Neneng
Jumlah siswa : 15 (9 Perempuan, 6 Laki-laki)
Catatan Deskriptif
07.15 : Pada penelitian hari kedua ini saya melakukannya di pagi hari
atau di jam pertama pembelajaran di TPA/TPQ Ar-Rahim ini yang
di mulai sekitar jam 07.30 pagi. Sengaja saya datang 15 menit
lebih awal agar dapat melihat secara langsung kegiatan mulai dari
datangnya anak-anak sampai akhir pembelajaran nanti.
Sesampainya di sana sudah berdiri di depan pintu ibu Neneng
atau istri dari ustad Rohim yang sedang menunggu muridnya
datang. Tidak lupa saya mengucapkan salam “Assalamu’alaikum bu” di jawab “wa’alaikum salam de, mau ngelanjutin pengamatan
yang kemarin sore ya” jawabnya sambil sedikit tertawa kecil. Dengan senyuman saya pun menjawab “iya bu, kalau ga keberatan saya pengena nerusin pengamatan yang kemarin” jawabnya lagi “iya, silakan saja”.
07.20 : “ustad Rohimnya engga keliatan bu?” bu Neneng pun menjawab
“ya kalau pagi begini dia kan kerja, engga bisa ngajar, jadi cuma
hanya ada ibu saja kalau ngajarnya pagi” sambil melihat kanan kiri
saya pun langsung mengangguk saja. Tidak lama kemudian
beberapa orang murid perempuan pun datang sambil
mengucapkan salam. Lalu langsung masuk ke dalam ruang
pembelajaran.
07.40 : Sekiranya para murid sudah masuk semua, saya pun mulai
mencari posisi di belakang para murid untuk melakukan
pengamatan di hari kedua ini. Ibu Neneng pun mengucapkan
salam dan seperti hari kemarin ia menyuruh salah satu anak
pimpin doa sekarang, kemarin sudah yang anak laki-lakinya,
sekarang yang perempuan, hayo!” dengan malu-malu salah satu
murid perempuan bernama Yulia ini pun menjawab sekaligus
memimpin doa “iya bu ustad, berdoa mulai” setelah doa selesai.
Ibu Neneng pun langsung membuka proses pembelajaran dengan
menanyakan PR yang kemarin ia berikan.
07.50 : Ya tentu saja berbeda dengan kelas sore, tugas yang diberikan
pun berbeda, kali ini tugas yang diberikan bu Neneng adalah
tugas tertulis. Ia pun bertanya kepada murid-muridnya “tugas yang
kemarin ibu kasih sudah di kerjakan semua belum?” jawab para muridnya dengan pasti “sudah bu!” kembali bu Neneng menjawab
“ayo sini dikumpulkan semua, biar ibu nilai!” para murid pun
bergegas mengumpulkan tugasnya ke depan.
08.00 : Selagi ibu Neneng memeriksa tugas para muridnya saya
menghampiri seorang anak yang tidak lain tidak bukan adalah
adik saya sendiri yang juga menjadi murid TPA/TPQ Ar-Rahim
yang bernama Fachri. Dan terjadilah percakapan yang disadari ini
menjadi wawancara dengan informan kunci kedua.
08.15 : Setelah akhir wawancara singkat saya dengan salah seorang
anak murid dari TPA/TPQ Ar-Rahim, dan dengan beberapa
pertanyaan itu saya telah mendapatkan informasi baru tentang
situasi belajar di TPA/TPQ ini.
08.20 : Bu Neneng pun selesai memeriksa tugas anak-anak muridnya,
yang saya tahu dari narasumber PRnya itu adalah menyebutkan
20 nama Asmaul Husna yang mereka ketahui. Dan ia pun
melanjutkan dengan memberikan penjelasan tentang salah satu
nama Asmaul Husna yaitu Al-Alim atau Maha Mengetahui Segala
Sesuatu.
08.25 : Dan disaat bu Neneng sedang menjelaskan materi tentang salah
satu nama Asmaul Husna, saya melihat ke arah luar di depan
pintu, ternyata di sana ada beberapa orang tua murid yang