• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Faktor Fisik Lingkungan Rumah dan Karakteristik Penderita terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Faktor Fisik Lingkungan Rumah dan Karakteristik Penderita terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Pengertian Demam Berdarah Dengue

Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak 2 sampai dengan 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan (petechiae), lebam (echymosis) atau ruam (purpura). Kadang-kadang mimisan, BAB berdarah, muntah darah, kesadaran menurun atau renjatan (Shock). (Kemenkes, 2011).

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit viral dengan demam yang akut, ditandai oleh serangan yang mendadak, demam antara 3-5 hari sakit kepala yang sangat, myalgia, arthralgia, retro-orbital pain, anorexia. Bintik/ruam

maculopapular biasanya timbul, dan perdarahan kecil seperti mimisan, perdarahan pada gusi terjadi pada masa demam (Sarudji, 2010).

2.1.1 Epidemiologi Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang dapat menyebabkan kematian dan disebabkan oleh empat serotipe virus dari genus

(2)

Menurut CDC (2003) yang dikutip dari Sembel (2009), endemik demam dengue pertama dilaporkan terjadi secara simultan pada 1779-1780 di Asia, Afrika, dan Amerika Utara. Hal ini menunjukkan bahwa virus dan vektor penyakit ini memiliki penyebaran yang luas di daerah tropis selama lebih dari 200 tahun.

Distribusi penderita DBD dapat digolongkan menjadi: 1. Distribusi menurut umur, jenis kelamin dan ras :

Berdasarkan data kejadian DBD yang dikumpulkan di Ditjen PP & PL Kasus DBD perkelompok umur dari tahun 1993-2009 terjadi pergeseran. Dari tahun 1993 sampai tahun 1998 kelompok umur terbesar kasus DBD adalah kelompok umur <15 tahun, tahun 1999-2009 kelompok umur terbesar kasus DBD cenderung pada kelompok umur ≥15 tahun. Bila dilihat, distribusi kasus berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2008, persentase penderita laki-laki dan perempuan hampir sama. Jumlah penderita berjenis kelamin laki-laki adalah 10.463 orang (53,78%) dan perempuan berjumlah 8.991 orang (46,23%). Hal ini menggambarkan bahwa risiko terkena DBD untuk laki-laki dan perempuan hampir sama, tidak tergantung jenis kelamin. Faktor ras pada penderita demam berdarah di Indonesia belum jelas pengaruhnya.

2. Distribusi menurut waktu :

(3)

bersarang di bejana-bejana yang selalu terisi air seperti bak mandi, tempayan, drum dan penampungan air.

3. Distribusi menurut tempat

Daerah yang terjangkit demam berdarah pada umumnya adalah kota/wilayah yang padat penduduknya. Hal ini disebabkan di kota atau wilayah yang padat penduduk rumah-rumahnya saling berdekatan, sehingga lebih memungkinkan penularan penyakit demam berdarah mengingat jarak terbang

Aedes aegypti 100m. Di Indonesia daerah yang terjangkit terutama kota, tetapi sejak tahun 1975 penyakit ini juga terjangkit di daerah sub urban maupun desa yang padat penduduknya dan mobilitas tinggi.

2.1.2 Patogenesis dan Patofisiologi Demam Berdarah Dengue

(4)

hemokonsentrasi, tekanan nadi menurun dan tanda syok lainnya (Kemenkes, 2010).

Demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai penjamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan penjamu, bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian. Organ sasaran dari virus adalah organ hepar, nodus limfaticus, sumsum tulang, serta paru-paru. Data dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini. Dalam peredaran darah, virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer (Soegijanto, 2003).

Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut. Infeksi virus dengue dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk komponen-komponennya, baik komponen antara maupun komponen struktural virus. Setelah komponen struktural dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Proses perkembangan virus DEN terjadi di sitoplasma sel (Soegijanto, 2003).

Infeksi oleh salah satu serotipe ini tidak menimbulkan imunitas dengan protektif silang (cross protective) sehingga seseorang yang tinggal didaerah endemik dapat terinfeksi oleh demam dengue selama hidupnya (Sembel, 2009).

(5)

vaskulopati, trombositopenia dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi perdarahan.

2.1.3 Hubungan Host, Agent, dan Environment.

Teori segitiga epidemiologi menjelaskan bahwa timbulnya penyakit disebabkan oleh adanya pengaruh faktor penjamu (host), penyebab (agent) dan lingkungan (environment) yang digambarkan sebagai segitiga. Perubahan dari sektor lingkungan akan mempengaruhi host, sehingga akan timbul penyakit secara individu maupun keseluruhan populasi yang mengalami perubahan tersebut. Demikian juga dengan kejadian penyakit DBD yang berhubungan dengan lingkungan.

Pada prinsipnya kejadian penyakit yang digambarkan sebagai segitiga epidemiologi menggambarkan hubungan tiga komponen penyebab penyakit, yaitu penjamu, agent, dan lingkungan

Host

Agent Environment

Gambar 2.1.3 Paradigma Host, Agent, Environment Sumber: Tulchinsky dkk, 2009

(6)

Untuk memprediksi pola penyakit, model ini menekankan perlunya analisis dan pemahaman masing-masing komponen. Perubahan pada satu komponen akan mengubah ketiga komponen lainnya, dengan akibat menaikkan atau menurunkan kejadian penyakit. komponen untuk terjadinya penyakit DBD yaitu:

1. Agent

Agent penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue adalah virus dengue yang termasuk kelompok B arthropoda born virus (arvoviroses). Anggota dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti

dan juga nyamuk Aedes albopictus yang merupakan vektor infeksi DBD. 2. Host (Penjamu)

Penjamu adalah manusia atau organisme yang rentan oleh pengaruh agent. Dalam penelitian ini yang diteliti dari faktor penjamu adalah karakteristik penderita (pendidikan, pekerjaan, dan perilaku).

3. Environment (Lingkungan)

Lingkungan adalah kondisi atau faktor berpengaruh yang bukan bagian dari agent maupun penjamu, tetapi mampu menginteraksikan agent penjamu. Dalam penelitian ini yang berperan sebagai faktor ligkungan meliputi lingkungan fisik rumah (kawat kasa pada ventilasi, pencahayaan, kelembaban, langit-langit/plafon, kerapatan dinding, dan tempat penampungan air).

Berdasarkan konsep penyebab penyakit, bahwa penyakit disebabkan oleh

agent, penjamu (host), dan lingkungan (environment), maka pendekatan yang cocok untuk mengetahui penyebab penyakit adalah model segitiga Epidemiologi yang dapat dilihat pada gambar 2.1 diatas.

(7)

2.1.4 Tanda dan Gejala Klinik Tanda dan gejala DBD adalah :

a. Demam 2-7 hari dapat disertai sakit kepala, nyeri otot dan persendian, sakit belakang bola mata.

b. Manifestasi perdarahan seperti uji torniket positif, bintik perdarahan

(petechie), mimisan, gusi berdarah, muntah darah, BAB berdarah. c. Penurunan jumlah trombosit 100.000/mm3.

d. Tanda-tanda kebocoran plasma bisa berupa peningkatan hematokrit ≥20% dari nilai baseline, efusi pleura, ascites, dan atau hypoproteinemia/ hipo albuminemia. (Kemenkes, 2013)

Gejala klinis penyakit dengue berlangsung mendadak diawali dengan demam, sakit kepala yang berat, nyeri otot (mialgia), dan nyeri sendi (atralgia) yang sanyat menaykitkan sehingga penyakit ini dikenal sebagai break-bone fever

(demam patah tulang) atau bonecrusher disease (penyakit remuk tulang), dan ruam kulit (rash) (Soedarto, 2012).

WHO membagi derajat DBD menjadi empat tingkat yaitu:

1. Derajat I: Demam yang disertai gejala klinis tidak khas, satu-satunya gejala perdarahan adalah hasil uji tourniquet yang positif.

2. Derajat II: Gejala yang timbul pada DBD derajat I ditambah perdarahan spontan biasanya dalam bentuk perdarahan kulit dan atau bentuk perdarahan lainnya.

(8)

4. Derajat IV: Syok berat dengan tidak terabanya denyut nadi maupun tekanan darah (Misnadiarly, 2014).

2.1.5 Penyebab Demam Berdarah Dengue

Penyebab penyakit Dengue adalah Arthrophod borne virus, famili

Flaviviridae, genus flavivirus. Virus berukuran kecil (50 nm) ini memiliki single standard RNA. Virion-nya terdiri dari nucleocapsid dengan bentuk kubus simetris dan terbungkus dalam amplop lipoprotein. Genome (rangkaian kromosom) virus Dengue berukuran panjang sekitar 11.000 dan terbentuk dari tiga gen protein struktural yaitu nucleocapsid atau protein core (C), membrane-associated protein (M) dan suatu protein envelope (E) serta gen protein non struktural (NS). Terdapat empat serotipe virus yang disebut DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Ke empat serotipe virus ini telah ditemukan di berbagai wilayah Indonesia. Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Dengue-3 sangat berkaitan dengan kasus DBD berat dan merupakan serotipe yang paling luas distribusinya disusul oleh Dengue-2, Dengue-1 dan Dengue-4. Terinfeksinya seseorang dengan salah satu serotipe tersebut diatas, akan menyebabkan kekebalan seumur hidup terhadap serotipe virus yang bersangkutan. Meskipun keempat serotipe virus tersebut mempunyai daya antigenis yang sama namun mereka berbeda dalam menimbulkan proteksi silang meski baru beberapa bulan terjadi infeksi dengan salah satu dari mereka (Kemenkes, 2011).

2.1.6 Mekanisme Penularan Demam Berdarah Dengue

(9)

dalam darahnya mengandung virus. Bila digigit nyamuk vektor DBD, virus terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk, selanjutnya virus memperbanyak diri dan tersebar keseluruh jaringan tubuh nyamuk termasuk di dalam kelenjar liurnya (8-12 hari) (Kemenkes, 2012).

Penderita DBD bila digigit nyamuk Aedes aegypti, maka virus yang ada di dalam darahnya akan ikut terisap masuk kedalam lambung nyamuk, kemudian virus akan memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk pada kelenjar liurnya. Kira-kira satu minggu setelah mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan penyakit kepada orang lain. Virus dengue tetap berada pada tubuh nyamuk dan merupakan penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit dan belum mengisap darah nyamuk mengeluarkan kelenjar liur melalui probosis, agar darah yang diisap tidak membeku. Kemudian bersama air liur ini virus dengue dipindahkan dari nyamuk keorang lain.

2.1.7 Ekologi Vektor Nyamuk Aedes aegypti

(10)

1. Lingkungan fisik a. Ketinggian tempat

Ketinggian tempat berpengaruh terhadap perkembangan nyamuk. Wilayah dengan ketinggian diatas 1000 meter dari permukaan laut tidak ditemukan nyamuk Aedes aegypti karena ketinggian tersebut suhu terlalu rendah sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk. Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter, maksimal 100 meter.

b. Curah hujan

Hujan akan menambah genangan air yang dipakai sebagai tempat perindukan dan menambah kelembaban udara. Udara yang lembab merupakan tempat yang baik sebagai tempat siklus hidup nyamuk.

c. Temperatur

Virus dengue hanya endemik di daerah tropis dimana suhu memungkinkan untuk perkembangbiakan nyamuk. Suhu optimum pertumbuhan nyamuk adalah 250C-270C. Pertumbuhan akan terhenti sama sekali bila suhu kering dari 100C atau lebih dari 400C.

2. Lingkungan Bilogi

(11)

2.1.8 Bionomik Vektor

Bionomik vektor adalah tempat perindukan (breeding place), kebiasaan menggigit (feeding habit), kebiasaan istirahat (resting habit), dan jarak terbang (flight range).

Aedes aegypti sering bertelur pada wadah buatan yang terdapat di dalam atau di dekat rumah, misalnya wadah penyimpan air, bak mandi, vas bunga, tong air, ban bekas, botol bekas, pipa air atau tang air. Meskipun lebih jarang dijumpai, habitat alami larva nyamuk dapat ditemukan di daerah urban, misalnya lubang pohon, pelepah daun pisang, atau tanaman lainnya dan tempurung kelapa. Kebiasaan makan nyamuk termasuk sangat antropofilik (menyukai darah manusia) meskipun nyamuk ini juga menghisap darah hewan mamalia berdarah panas lainnya. Nyamuk ini aktif mencari makan pagi hari beberapa jam sesudah matahari terbit, dan sore hari beberapa jam sebelum matari terbenam. Lebih dari 90% nyamuk Aedes aegypti beristirahat di tempat-tempat yang tidak terkena sinar, yaitu tempat-tempat di dalam rumah yang gelap dan tersembunyi, ruang yang lembab, kamar tidur, kloset, kamar mandi, dan dapur. Jarak terbang nyamuk dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kemampuan mengisap darah tempat berteluar nyamuk. Pada umumnya jarak terbang adalah 30-50 meter dari tempat berkembang biaknya, namun bisa mencapai 400 meter, terutama pada waktu nyamuk betina mencari tempat untuk bertelur (Soedarto, 2012).

2.1.9 Kepadatan Vektor

(12)

jentik dan survei perangkap telur. Dalam pelaksanaan survei ada 2 metode meliputi :

1. Metode singgle larva

Survei ini dilakukan dengan mengambil satu jentik disetiap tempat genangan air yang ditemukan ada jentiknya untuk dilakukan identifikasi lebih lanjut jenis jentiknya.

2. Metode visual

Survei ini dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik di setiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya. Dalam program pemberantasan penyakit demam berdarah dengue, survei jentik yang biasa digunakan adalah cara visual. Ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik yaitu :

a. Angka bebas jentik (ABJ)

Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik x 100 % Jumlah rumah/bangunan yang diperiksa

b. House index (H.I)

Jumlah rumah/bangunan yang diketemukan jentik x 100 % Jumlah rumah yang diperiksa

c. Container index (C.I)

Jumlah container dengan jentik x 100 % Jumlah container yang diperiksa

d. Breteau index (B.I)

Jumlah container dengan jentik dalam 100 rumah

(13)

bebas jentik dan house index yang dipakai standart, hanya berdasarkan kesepakatan, disepakati House index minimal 5 % yang berarti persentase rumah yang diperiksa jentiknya positip tidak boleh melebihi 5 % atau 95 % rumah yang diperiksa jentiknya harus negatip.

3. Survei Perangkap Telur (Ovitrap)

Tujuan dari survei perangkap telur adalah untuk mengetahui ada/tidaknya nyamuk Aedes aegypti dalam situasi densitas sangat rendah, yang mana dengan metode single larva tidak dapat menemukan adanya container positif. Ovitrap

berupa bejana (kaleng, palstik atau potongan bambu) yang dinding bagian dalamnya dicat hitam dan diberi air secukupnya. Kedalam bejana tersebut dimasukan padel yaitu berupa potongan bambu atau kain yang tenunannya kasar dan berwarna gelap sebagai tempat menyimpan telur. Ovitrap ditempatkan di dalam dan diluar rumah, ditempat yang gelap dan lembab. Setelah satu minggu dilakukan pemeriksaan ada/tidaknya telur di padel. Cara menghitung Ovitrap index adalah :

Jumlah padel dengan telur x 100% Jumlah padel diperiksa

Untuk mengtahui lebih tepat gambaran kepadatan populasi nyamuk dengan cara :

(14)

2.1.10 Klasifikasi dan Morfologi Nyamuk Aedes sp.

Klasifikasi Aedes aegypti dan Aedes albopictus adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia

Phyllum : Arthropoda Class : Insecta Order : Diptera Famili : Culicidae Subfamili : Culicinae Genus : Aedes

Species : Aedes aegypti, Aedes albopictus

Nyamuk Aedes aegypti betina dewasa memiliki tubuh berwarna hitam kecoklatan. Ukuran tubuh nyamuk Aedes aegypti betina antara 3-4 cm. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan garis-garis putih keperakan. Di bagian punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari nyamuk spesies ini.

Sisik-sisik pada tubuh nyamuk pada umumnya mudah rontok atau terlepas sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua. Ukuran dan warna nyamuk jenis ini kerap berbeda antar populasi, bergantung pada kondisi lingkungan dan nutrisi yang diperoleh nyamuk selama perkembangan.

(15)

2.1.11 Siklus Hidup Nyamuk

Pada dasarnya, siklus hidup nyamuk berawal dengan peletakan telur oleh nyamuk betina. Nyamuk Aedes sp. meletakkan telur-telur mereka satu persatu. Mereka meletakkannya pada permukaan yang lembap seperti batu, tanah, tumbuhan atau hanya di atas permukaan air pada lubang-lubang dinding pohon atau wadah. Telur-telur ini membutuhkan pengeringan untuk mengondisikan telur sebelum menetas dan dapat bertahan hidup dalam keadaan kering selama jangka waktu yang lama sampai hujan, banjir atau air pasang menutupi mereka. Biasanaya ditemukan pada genangan air sementara atau pada habitat-habitat dimana tingkat genangan air berfluktuasi dan menghasilkan kondisi yang cocok untuk peletakan telur. Dari telur muncul fase kehidupan air yang masih belum matang disebut larva.

Larva tumbuh melalui empat tahapan, yang di antara tahapan tersebut mereka mengganti kulit kuku bagian luar agar dapat bertambah ukuran. Mereka makan dari bahan-bahan mikroskopik di dalam atau di atas air. Larva perlu menghirup udara untuk bertahan hidup dan mereka melakukannya melalui celah pada ujung belakang badannya, umumnya melalui sebuah tabung (siphon) yang dapat masuk ke permukaan air. Larva Aedes sp. mempunyai ciri khas siphon yang pendek dan gendut. Selama kondisi musim panas larva Aedes sp. dapat berkembang hanya memakan waktu 4-5 hari. Kemudian bertambah ukuran hingga mencapai tahap akhir yang tidak membutuhkan asupan makanan yaitu pupa (Achmadi, 2012).

(16)

matang yang akan berubah menjadi nyamuk dewasa. Pupa juga bernapas melalui tabung-tabung pada ujung kepala. Tahap pupa umumnya berlangsung hanya 2-3 hari tergantung pada suhu. Didalam kulit pupa nyamuk dewasa membentuk diri sebagai betina atau jantan, dan tahap nyamuk dewasa muncul dari pecahan di bagian belakang kulit pupa. Nyamuk dewasa yang baru muncul beristirahat di atas permukaan air untuk periode waktu singkat agar sayap-sayap dan badan mereka kering dan menguat sebelum terbang nyamuk jantan muncul sekitar satu hari sebelum nyamuk betina, menetap dekat tempat perkembangbiakan, makan dari sari buah tumbuhan dan kawin dengan nyamuk betina yang muncul kemudian (Achmadi, 2012).

Lama hidup nyamuk dewasa Aedes aegypti berkisar antara 3-4 minggu. Di musim penghujan dimana umur nyamuk lebih tinggi. Kondisi lingkungan berpengaruh terhadap panjangnya umur nyamuk Aedes aegypti (Soedarto, 2012).

2.1.12 Diagnosis

Pada pemeriksaan laboratotium DBD ditemukan: 1. Trombositopeni < 100.000/mm3

2. Hematokrit meningkat > 20 %

3. Leukopeni dengan limfositosis relatif terjadi pada akhir fase demam 4. Albuminuri kadang-kadang ditemukan

5. Tinja berdarah 6. Hipoproteinemi 7. Hiponatremi

(17)

9. Asidosis metabolik sering di jumpai pada syok berkepanjangan 10. Nitrogen urea darah meningkat

2.1.13 Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue 2.1.13.1 Pengendalian Demam Berdarah Dengue

Pengendalian vektor melalui surveilans vektor diatur dalam Kepmenkes No. 581 tahun 1992, bahwa kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dilakukan secara periodik oleh masyarakat yang dikoordinir oleh RT/RW dalam bentuk PSN dengan pesan inti 3M plus. Keberhasilan kegiatan PSN antara lain dapat diukur dengan Angka Bebas Jentik (ABJ). Apabila ABJ lebih atau sama dengan 95% diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi (Kemenkes RI, 2010).

Penegendalian vektor adalah upaya menurunkan faktor resiko penularan oleh vektor dengan meminimalkan habitat potensial perkembangbiakan vektor, menurunkan kepadatan dan umur vektor serta mengurangi kontak vektor dengan manusia. Ada beberapa cara pengendalian vektor DBD yaitu:

1. Secara Kimiawi

(18)

2. Secara Biologi

Penggunaan vektoer secara biologi dilakukan dengan menggunakan agent biologi seperti predator,/pemangsa, parasit, dan bakteri. Jenis predator yang digunakan yaitu ikan pemakan larva seperti ikan guppy, cupang, tampalo, dan ikan gabus.

3. Secara Manajemen Lingkungan

Manajemen lingkungan adalah upaya pengelolaan lingkungan, sehingga tidak kondusif sebagai habitat perkembangbiakan nyamuk seperti 3M plus yaitu menguras, menutup dan mengubur serta diikuti dengan memelihara ikan predator dan menabur larvasida, disamping melakukan penghambatan dalam pertumbuhan vektor seperti menjaga kebersihan lingkungan rumah serta mengurangi tempat yang gelap dan lembab di lingkungan tempat tinggal (Sarudji, 2010).

2.1.13.2 Pencegahan Demam Berdarah Dengue

(19)

2.2 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Demam Berdarah Dengue Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue, antara lain:

1. Faktor Fisik Lingkungan Rumah

Adapun faktor fisik lingkungan rumah berkaitan sekali dengan kejadian DBD adalah:

1. Kawat kasa pada ventilasi

Ventilasi yang di pasang kawat kasa akan mengurangi jalan bagi nyamuk

Aedes aegypti untuk masuk kedalam rumah dan kontak langsung dengan penghuni di dalamnya.

2. Pencahayaan

Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup. Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari di samping kurang nyaman, juga merupakan media (tempat) yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Nyamuk Aedes aegypti menyukai tempat hinggap dan beristirahat di tempat-tempat yang agak gelap, oleh karena itu cahaya yang masuk ke dalam ruangan rumah terutama cahaya matahari haruslah cukup.

(20)

3. Kelembaban

Nyamuk Aedes aegypti menyukai tempat hinggap dan beristirahat di dalam ruang relatif lembab dengan intensitas cahaya yang rendah (agak gelap). Pengaruh buruk berkurangnya ventilasi adalah berkurangnya kadar gas CO2, adanya bau pengap, suhu udara ruang naik dan kelembaban udara ruang bertambah.

4. Langit-langit/Plafon

Langit-langit/Plafon rumah adalah area yang membatasi antara lantai dan atap. Adapun persyaratan untuk langit-langit yang baik adalah dapat menahan debu dan kotoran lain yang jatuh dari atap, harus menutup rata kerangka atap serta mudah dibersihkan. Tinggi dari lantai minimal 2,5 meter. Ketinggian langit-langit rumah harus perlu diperhatikan jika terlalu pendek dapat menyebabkan ruangan terasa panas sehingga mengurangi kenyamanan.

5. Kerapatan dinding.

Pembatas rumah yang terbuat dari pasangan batu bata atau papan. Kokoh dan kuat sehingga tidak mudah runtuh. Apabila sebagian dinding menggunakan papan maka susunannya harus rapat agar nyamuk tidak mudah masuk kedalam rumah. Dinding harus tegak lurus, dinding harus terpisah dari pondasi oleh lapisan kedap air agar air tanah tidak meresap naik sehingga dinding terhindar dari basah, lembab dan tampak bersih.

6. Keberadaan jentik dan tempat penampungan air.

(21)

untuk hidup dan menetes telur-telur di dalam air. Agar tidak menjadi media pertumbuhan nyamuk, maka tempat penyimpanan air hendaknya berupa wadah yang tertutup, mudah dibersihkan minimal seminggu sekali dan diberikan bubuk abate minimal 2-3 bulan. Sistem penyimpanan air merupakan metoda dasar dalam mengendalikan nyamuk Aedes terutama Aedes aegypti. Wadah-wadah penyimpanan air di tong, bak mandi, dan pada tempat cadangan air harus diberi penutup yang rapat karena dapat menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk

Aedes.

2. Karakteristik Penderita 1. Pendidikan

Kelompok masyarakat yang berpendidikan tinggi cenderung lebih mengetahui cara-cara mencegah penyakit Demam Berdarah Dengue, misalnya dengan melakukan PSN, program 3M, dan pemberian bubuk abate.

2.Pekerjaan

Jenis pekerjaan dapat berperan di dalam timbulnya penyakit diantaranya pekerjaan yang banyak terdapat di luar rumah pada pagi maupun sore hari akan beresiko terkena gigitan nyamuk Aedes aegypti. Sebaliknya jenis pekerjaan yang banyak terdapat di dalam rumah akan mengurangi risiko terkena gigitan nyamuk

Aedes aegypti. 3. Perilaku

(22)

yang diberikan kepada masyarakat harus direncanakan dengan menggunakan strategi yang tepat disesuaikan dengan kelompok sasaran dan permasalahan kesehatan masyarakat yang ada. Strategi tersebut mencakup metode/cara, pendekatan dan tekhnik yang mungkin digunakan untuk mempengaruhi faktor predisposisi, pemungkin dan penguat yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi perilaku. Strategi yang tepat agar masyarakat mudah dan cepat menerima pesan diperlukan alat bantu yang disebut peraga. Semakin banyak indra yang digunakan untuk menerima pesan semakin banyak dan jelas pula pengetahuan yang diperoleh.

Praktik atau perilaku keluarga terhadap upaya mengurangi gigitan nyamuk DBD adalah:

a. Kebiasaan menggunakan kelambu

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa menggunakan kelambu secara teratur dapat mengurangi kejadian DBD.

b. Kebiasaan menghindari gigitan nyamuk

Untuk menghindari gigitan nyamuk digunakan obat semprot, obat poles atau obat nyamuk bakar sehingga memperkecil kontak dengan nyamuk. Menggunakan pakaian pelindung dari gigitan nyamuk dengan menggunakan pakaian cukup tebal atau longgar, baju lengan panjang dan celana panjang, dengan kaus kaki, dapat melindungi tangan dan dan kaki dari gigitan nyamuk (Anis, 2006).

(23)

kekuatan yang mendorong orang berperilaku tertentu, kemampuan menunjukkan kapasitas seseorang, persepsi adalah bagaimana seseorang menafsirkan informasi secara seksama, sehingga perilakunya sesuai dengan yanga diinginkan, sedangkan kepribadian adalah karakteristik seseorang yang meliputi pengetahuan, sikap, keterampilan dan kemauan (Chiras, 1990).

Menurut Bloom (1908) yang dikutip dari Notoatmodjo (2011) membagi perilaku dalam tiga faktor yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Untuk mengukur hasil dari pengukuran pendidikan maka ketiga faktor tersebut diukur dari pengetahuan, sikap dan tindakan.

a. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih bertahan daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, maka ia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya atau keluarganya. Orang akan melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) untuk mencegah DBD apabila ia tahu apa tujuan dan manfaatnya bagi kesehatan atau keluarganya dan apa bahayanya bila tidak melakukan PSN tersebut.

b. Sikap (Attitude)

(24)

Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Banyak alasan seseorang untuk berperilaku. Oleh sebab itu perilaku yang sama diantara beberapa orang dapat disebabkan oleh sebab atau latar belakang yang berbeda-beda. Misalnya seseorang melakukan gerakan 3M karena ada salah satu anggota keluarganya yang sakit karena DBD. Di lain pihak, seseorang ikut melakukan gerakan 3M karena mengetahui teman/kerabatnya pernah mempunyai pengalaman dengan DBD dan melakukan pencegahan DBD dengan keinginan agar tidak terkena penyakit tersebut.

c. Tindakan (Practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan. Misalnya dengan adanya fasilitas kesehatan. Selain itu juga diperlukan faktor pendukungnya dari pihak lain. Misalnya dari orang tua, teman, guru, petugas kesehatan, media cetak, media elektronik dan lain-lain.

2.3 Perumahan

(25)

masing-masing yang dengan sendirinya berdasarkan kebudayaan masyarakat setempat (Notoatmodjo, 2011).

2.3.1 Rumah Sehat

Rumah yang sehat menurut WHO dan American Public Health Asosiation

(APHA) yang dikutip oleh Sarudji (2010) harus memenuhi persyaratan antara lain:

1. Memenuhi Kebutuhan Fisiologis

Kebutuhan ini meliputi pencahayaan, ventilasi, kebisingan dan ruangan yang cukup untuk kegiatan tempat bermain anak, untuk belajar, ruang tamu, ruang makan, ruang tidur, dan sebagainya.

2. Memenuhi Kebutuhan Psikologis

Rumah menjamin ketenangan, ketentraman serta kenyamanan secara psikologis, diantaranya:

a. Tiap anggota keluarga terjamin ketenangan dan kebebasannya, sehingga tidak terganggu baik oleh anggota keluarga yang lain, tetangga maupun orang yang kebetulan lewat di luar rumah

b. Tersedianya ruang keluarga

Ruang keluarga sangat penting untuk saling melepaskan kerinduan atau masalah psikologis serta untuk menjalin hubungan sosial.

c. Lingkungan yang sesuai

Lingkungan permukiman yang tidak sesuai dengan keadaan sosial penghuninya akan menimbulkan masalah secara psikologis.

(26)

f. Mempunyai halaman yang dapat ditanami pepohonan atau tumbuhan taman

g. Hewan peliharaan dibuatkan kandang tersendiri terpisah dari rumah. 3. Mencegah Penularan Penyakit

Persyaratan ini meliputi persediaan air bersih/air minum yang memenuhi persyaratan kesehatan, bebas dari vektor atau binatang pengerat, tersedianya tempat pembuangan tinja dan air limbah, luas/ukurann kamar yang harus cukup luasnya, serta fasilitas untuk pengolahan makanan/memasak dan penyimpanan makanan yang terbebas dari pencemaran meupun jangkauan vektor maupun binatang pengerat.

4. Mencegah Terjadinya Kecelakaan

Persyaratan agar dapat mencegah terjadinya kecelakaan meliputi konstruksi lemah dan material yang digunakan harus cukup kuat (berkualitas baik), diusahakan agar tidak mudah terbakar, pada bangunan bertingkat perlu dibuat tangga darurat yang terletak diluar bangunan, perlu adanya alat pemadam kebakaran dan dapat dihindari timbulnya kecelakaan lalu lintas.

Kriteria rumah yang sehat dan aman dari segi lingkungan antara lain: 1. Memiliki sumber air bersih dan sehat serta tersedia sepanjang tahun. 2. Memiliki tempat pembuangan kotoran, sampah, dan air limbah yang baik. 3. Dapat mencegah terjadi perkembangbiakan vektor penyakit, seperti nyamuk,

lalat, tikus, dan sebagainya.

(27)

2.3.2 Persyaratan Rumah Sehat 1. Luas Bangunan Rumah

Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas lantai bagunan tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya. Luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan berjubel (overcrowded). Hal ini tidak sehat, sebab di samping menyebabkan kekurangan O2 juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain. Luas bangunan yang optimum adalah apabila dapat menyediakan 2,5 x 3m untuk setiap orang (tiap anggota keluarga) (Notoatmodjo, 2011).

2. Ventilasi

(28)

pathogen, karena disitu selalu terjadi aliran udara yang terus-menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan rumah selalu tetap dalam kelembaban yang optimum (Notoatmodjo, 2011).

Ada 2 macam ventilasi, yakni :

a. Ventilasi alamiah, di mana aliran udara di dalam ruangan terjadi secara alamiah melalui jendela, pintu, lubang angin, lubang-lubang pada dinding dan sebagainya.

b. Ventilasi buatan, yaitu dengan mempergunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan udara tersebut, misalnya kipas angin, dan mesin penghisap udara (Notoatmodjo, 2011).

3. Lantai

Perkembangbiakan mikroorganisme pada ruangan rumah juga dipengaruhi oleh kondisi lantai yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Lantai rumah biasanya hanya berupa tanah atau batu – batu yang langsung diletakkan di atas tanah, sehingga kelembabannya sangat tinggi.

Umumnya masyarakat Indonesia terutama yang tinggal di daerah pedesaan belum memperhatikan kondisi perumahan khususnya kondisi lantai yang biasanya hanya berupa tanah saja.

(29)

4. Cahaya

Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari di samping kurang nyaman, juga merupakan media (tempat) yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak cahaya di dalam rumah akan menyebabkan silau, dan akhirnya dapat merusak mata. Karena itu pencahayaan ruangan minimal intensitasnya 60 lux. Cahaya dapat dibedakan menjadi 2, yakni:

1. Cahaya alamiah, yakni matahari. Cahaya ini sangat penting, karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya (jendela) luasnya sekurang-kurangnya 10 % sampai 20% dari luas lantai yang terdapat di dalam ruangan rumah. Perlu diperhatikan di dalam membuat jendela diusahakan agar sinar matahari dapat langsung masuk ke dalam ruangan,tidak terhalang oleh bangunan lain. Di samping sebagai ventilasi, jendela juga berfungsi sebagai jalan masuk cahaya.

2. Cahaya buatan, yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah seperti lampu minyak tanah, listrik, api dan sebagainya (Notoatmodjo, 2011).

(30)

oleh bayangan, baik oleh bayangan benda tertentu atau oleh bayangan anggota badan sendiri. Sumber cahaya yang bergerak atau berkedip akan menyebabkan mata tidak nyaman. Warna cahaya untuk membaca atau menulis adalah putih atau tidak berwarna. Sedangkan untuk ruang tidur atau ruang tamu dapat dipilih sesuai selera, warna yang lembut, misalnya hijau atau biru (Sarudji, 2010).

5. Kerapatan dinding

Pembatas rumah yang terbuat dari pasangan batu bata atau papan. Kokoh dan kuat sehingga tidak mudah runtuh. Apabila sebagian dinding menggunakan papan maka susunannya harus rapat agar serangga tidak mudah masuk kedalam rumah. Dinding harus tegak lurus, dinding harus terpisah dari pondasi oleh lapisan kedap air agar air tanah tidak meresap naik sehingga dinding terhindar dari basah, lembab dan tampak bersih.

6. Langit-langit/Plafon rumah

Langit-langit/Plafon rumah adalah area yang membatasi antara lantai dan atap. Adapun persyaratan untuk langit-langit yang baik adalah dapat menahan debu dan kotoran lain yang jatuh dari atap, harus menutup rata kerangka atap serta mudah dibersihkan. Tinggi dari lantai minimal 2,5 meter. Ketinggian langit-langit rumah harus perlu diperhatikan jika terlalu pendek dapat menyebabkan ruangan terasa panas sehingga mengurangi kenyamanan.

7. Keberadaan jentik dan tempat penampungan air.

(31)

2.4 Kerangka Konsep

Gambar 2.4 Skema Kerangka Konsep Faktor Fisik Lingkungan Rumah

a. Kawat kasa pada ventilasi b. Pencahayaan

c. Kelembaban

d. Langit-langit/Plafon e. Kerapatan dinding f. Keberadaan jentik g. Tempat Penampungan air

Karakteristik dan Perilaku Penderita

Karakteristik Penderita a. Pendidikan

b. Pekerjaan

Kejadian DBD

Perilaku Penderita  Pengetahuan

(32)

2.5Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

2.5.1 Hipotesis Mayor

Ho: Ada hubungan faktor fisik lingkungan rumah (kawat kasa pada ventilasi pencahayaan, kelembaban, langit-langit/plafon rumah, kerapatan dinding dan tempat penampungan air (bak mandi, vas bunga, dan kontainer lainnya) dan karakteristik penderita (pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, sikap, dan tindakan) terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru Tahun 2015.

2.5.2 Hipotesis Minor

a. Ada hubungan antara karakteristik penderita (pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, sikap dan tindakan) terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru Tahun 2015.

b. Ada hubungan antara kawat kasa pada ventilasi terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru Tahun 2015.

c. Ada hubungan antara pencahayaan terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru Tahun 2015.

d. Ada hubungan antara kelembaban terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru Tahun 2015.

(33)

f. Ada hubungan antara kerapatan dinding terhadap Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru Tahun 2015.

g. Ada hubungan antara pengetahuan terhadap demam berdarah dengue (DBD) di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru Tahun 2015.

h. Ada hubungan antara sikap terhadap demam berdarah dengue (DBD) di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru Tahun 2015.

Gambar

Gambar 2.1.3 Paradigma Host, Agent, Environment
Gambar 2.4 Skema Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Erpala-pala kalak ras mpekeri gegeh ndarami kesalahen Daniel guna iaduken ku raja. Si menarik maka labo lit idat kesalahenna guna banci iaduken seyakatan arah

Hasil penelitian ini dapat menjelaskan yang kurangnya persaingan bekerja dalam sektor wisata yang mana disebabkan minimnya perhatian pemerintah dalam menganggarkan belanja

Berdasarkan identifikasi masalah di atas dapat terlihat bahwa banyak faktor yang berhubungan efektivitas kerja guru. Namun peneliti menganggap hal yang paling penting

Sebagian besar ibu bersalin di RSUD Panembahan Senopati Bantul mengalami preeklamsia ringan sebanyak 28 orang (56%)., Sebagian besar ibu bersalin di RSUD Panembahan Senopati

Apabila surat peringatan ini tidak diindahkan dalam 3 (tiga) kali berturut-turut masing-masing selama 7 (tujuh) hari kerja, maka akan dikenakan sanksi penertiban berupa

Dan untuk aplikasi ‘binary encoding’ parsing akan melakukan parsing terhadap dokumen text-based RSS yang sama dengan yang digunakan oleh aplikasi pertama yang

Sebelum melaksanakan suatu perkawinan, pertama-tama yang harus dilakukan adalah pelamaran ( madduta) pada saat inilah pihak perempuan mengajukan jumlah Uang Panaik

BBNI memiliki indikator MACD dan Rsi mengindikasikan pola Uptrend, BBNI belum berhasil menembus Resistance di level harga 5550 sehingga terbuka peluang untuk kembali menguji