• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Hukum Pelaksanaan Lelang Terhadap Hak Tanggungan Dalam Kredit Macet : Studi Pada PT. Bank Sumut Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Hukum Pelaksanaan Lelang Terhadap Hak Tanggungan Dalam Kredit Macet : Studi Pada PT. Bank Sumut Medan"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG LELANG DAN HAK TANGGUNGAN

A. Tinjauan Umum Lelang

1. Pengertian Lelang

Dalam sejarah perlelangan di Belanda, lelang dahulu sekali dilakukan dengan menggunakan lilin dengan panjang tertentu, jam pasir atau jam dinding32

Lelang kuno lainnya adalah lelang Inggris (English Auction). Dalam sistem pelelangan ini, petugas lelang akan membuka dimulai dengan harga terendah yang kemudian ditawar naik-naik ke harga tertinggi, dimana para peserta lelang menggunakan kartu yang telah ditandai sebagai lambang penawaran yang mereka berikan kepada barang lelang tersebut.

. Dahulu penawaran terhadap barang yang akan dilelang akan dimulai sejak lilin dihidupkan dan terus berlanjut dengan harga yang terus-menerus naik hingga lilin tersebut habis. Mereka yang menawar dengan harga tertinggi disaat lilin habis, maka si penawar tertinggi itulah yang berhak atas barang lelang tersebut. Lelang semacam inilah yang kemudian dianggap sebagai lelang yang paling kuno, yakni lelang Belanda (Dutch

Auction). Sistem ini menghasilkan harga yang lebih baik bagi penjual berdasar

keputusan yang bergantung pada keadaan pasar.

Herodotus menulis bahwa lelang sudah ada sejak 500 SM di Babylon, ketika diadakan penjualan wanita dengan usia siap kawin yang diadakan sekali setahun. Selanjutnya di Roma ditemukan lelang yang menyerupai cara lelang yang terkenal pada saat ini33

32

Balai Lelang Harmoni, Sejarah Lelang Dunia, http://www.balailelang.co.id/index.php/sejarah-lelang/sejarah-lelang-di-dunia, diakses pada tanggal 9 November 2015 pukul 21.32 WIB

. Lelang tersebut dilakukan dengan dengan diumumkan terlebih dahulu kepada publik. Penjualan di atrium pelelangan (gedung lelang) menawarkan bidang-bidang

(2)

tanah untuk dijual dan mengisyaratkan harga yang dipesan. Akhirnya sebidang tanah itu akan dijual kepada penawar yang berhasil. Lelang dilakukan dengan sistem penawaran dengan harga tinggi, sebagaimana kata “lelang” dikaitkan dengan kata latin “augere” dan “auctum”, yang berarti “naik/tinggi”.

Penjualan lelang di Roma meliputi empat bagian34

a. The dominus, atau orang-orang yang berkepentingan atas properti yang dijual;

:

b. The argentarius, yaitu orang yang mengatur penjualan dan dalam beberapa kasus

orang tersebut membiayainya;

c. The Praceo, yaitu orang yang bertugas mengiklankan penjualan dan melelang

bidang-bidang tanah;

d. The empetor, yaitu pembeli yang penawarannya berhasil;

Di Inggris ditemukan pula catatan lelang oleh seorang pejabat lelang bernama

Chattle. Beliau menemukan penjualan gambar (lukisan) dan alat-alat perabot yang dilakukan oleh pengusahan di restoran (coffee house), rumah umum sebagaimana terungkap dari sebuah katalog bulan Februari 1689/90 yang berkenaan dengan penjualan lukisan melalui lelang di “Barbados Coffee House”. Terungkap dalam katalog tersebut adanya syarat-syarat penjualan “Condition of Sale”, yaitu bahwa tidak ada orang-orang yang diakui penawarannya atas lukisan mereka sendiri dan sampai sekarang prinsip ini masih berlaku dalam lelang pada sistem Common Law, bahwa penawaran dari penjual barang atau pemilik barang adalah tidak sah.35

Vendu Reglement (Stbl. Tahun 1908 Nomor 189 diubah dengan Stbl. 1940

Nomor 56) yang masih berlaku saat ini sebagai dasar hukum lelang, menyebutkan : Maka dari pemaparan sekilas mengenai sejarah lelang di atas, maka dapat kita ketahui secara kasat mata mengenai pengertian lelang.

34

Purnama Tioria Sianturi, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Barang Jaminan Tidak

Bergerak Melalui Lelang, Mandar Maju, Bandung, 2013, hal. 44

35

(3)

“openbare verkoopingen verstaan veilingen en verkoopingen van zaken, welke in het openbaar bij opbod, afslag of inschrijving worden gehouden, of waarbij aan daartoe genoodigden of tevoren met de veiling of verkooping in kennis gestelde, dan wel tot die veilingen of verkoopingen toegelaten personen gelegenheid wordt gegeven om te bieden, temijnen of in te schrijven.”36

Terjemahan dalam himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia menyebutkan :

“ Penjualan umum adalah pelelangan atau penjualan benda-benda yang dilakukan kepada umum dengan harga penawaran yang mengikat atau menurun atau dengan pemasukan harga dalam sampul tertutup, atau kepada orang-orang yang diundang atau sebelumnya diberitahu mengenai pelelangan atau penjualan itu, atau diizinkan untuk ikut serta, dan diberi kesempatan untuk menawar harga, menyetujui harga yang ditawarkan atau memasukkan harga dalam sampul tertutup”37

Pengertian openbare verkopingen adalah pelelangan dan penjualan benda yang dijual dimuka umum. Namun demikian penjualan barang Dengan demikian, pada dasarnya peraturan ini melihat bahwa lelang juga berlaku baik pada penjualan barang-barang maupun pada lelang pembangunan proyek-proyek tertentu. Sehingga dapat disimpulkan menurut Vendu Reglement, lelang juga termasuk pemborongan pekerjaan (tender)38

Peraturan teknis yang utama mengenai lelang yang saat ini berlaku adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Menurut Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, disebutkan: Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin

.

36

PERATURAN LELANG PERATURAN PENJUALAN DI MUKA UMUM DI INDONESIA (Ordonansi 28 Pebruari 1908, S. 1908-189, berlaku sejak 1 April 1908) (Dg. S. 1940-56 jo. S. 1941-3, pasal 1 Peraturan ini telah diganti dengan Pasal 1 ayat (1) huruf a dan b)

37

Himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta, 1992, hal. 931

38

(4)

meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului dengan pengumuman lelang.

Berdasarkan pengertian tersebut, kantor lelang membatasi pengertian lelang hanya pada penjualan di muka umum saja tidak termasuk lelang tender atau lelang pemborongan pekerjaan. Terdapat kerancuan pengertian antara lelang dalam arti penjualan barang dan lelang dalam rangka pengadaan barang. Lelang dalam arti pembelian, khususnya dalam rangka pengadaan barang dan jasa dalam kaitan APBN dikenal juga dengan istilah “lelang tender” diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2004. Lelang dalam arti penjualan dikenal dengan istilah “lelang” dengan pengertian sebagimana diatur Vendu Reglement Pasal 1.

Pengertian lelang menurut Polderman (yang dikutip oleh Rochmat Soemitro) dalam bukunya “Het Openbare aanbod” menyebutkan :

“Penjualan umum adalah alat untuk mengadakan perjanjian atau persetujuan yang paling menguntungkan untuk si penjual dengan cara menghimpun para peminat”.39

Polderman juga mengatakan bahwa syarat utama lelang adalah menghimpun para peminat untuk mengadakan perjanjian jual beli yang paling menguntungkan si penjual. Dengan demikian syaratnya ada tiga, yaitu :

1. Penjualan umum harus selengkap mungkin. 2. Ada kehendak untuk mengikatkan diri.

3. Bahwa pihak lainnya yang akan mengadakan perjanjian tidak dapat ditunjuk sebelumnya.

Rochmat Soemitro selanjutnya mengutip pendapat Roell yang mengatakan bahwa penjualan umum adalah suatu rangkaian kejadian yang terjadi antara saat mana

39

(5)

seseorang hendak menjual sesuatu atau lebih dari satu barang, baik secara pribadi maupun dengan perantaraan kuasanya, memberikan kesempatan kepada orang-orang yang hadir melakukan penawaran untuk membeli barang-barang yang ditawarkan sampai kepada saat dimana kesempatan lenyap.40

Menurut Tim Penyusun Rancangan Undang-Undang Lelang Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara Biro Hukum Sekretariat Jenderal Departemen Keuangan, Lelang adalah :

Titik berat definisi yang diberikan oleh Roell ini adalah pada kesempatan penawaran barang.

“Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran secara kompetisi yang didahului dengan pengumuman lelang dan upaya mengumpulkan peminat”.41

Dari definisi di atas, maka dapat dikemukakan beberapa unsur lelang menurut Rancangan Undang-Undang ini, yakni :

a. Cara penjualan barang; b. Terbuka untuk umum;

c. Penawaran dilakukan secara kompetisi;

d. Pengumuman lelang dan atau adanya upaya mengumpulkan peminat;

e. Cara penjualan barang yang memenuhi unsur-unsur tersebut di atas harus dilakukan oleh dan atau dihadapan pejabat lelang;

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa lelang adalah penjualan barang di muka umum yang didahului dengan upaya pengumpulan peminat melalui pengumuman yang dilakukan oleh dan atau dihadapan pejabat lelang dengan

40

Ibid, hal. 107 41

(6)

pencapaian harga yang optimal melalui cara penawaran lisan naik-naik atau turun-turun dan atau tertulis. Pengertian lelang harus memenuhi unsur-unsur berikut :

1) Penjualan barang di muka umum;

2) Didahului dengan upaya pengumpulan peminat melalui pengumuman; 3) Dilakukan oleh dan atau dihadapan pejabat lelang;

4) Harga terbentuk dengan cara penwaran lisan naik-naik atau turun-turun dan atau tertulis;

Henry Campbell Black mengatakan bahwa lelang adalah :

“Auction is a public sale of property to the highest bidder by one licensed and

authorized for the purpose. The auctioneer is employed by the seller and is

primarily his agent of the buyer to the extent of binding the parties by his

memorandum of sale, this satisfying the statute of fracids.”42

Pengertian di atas menyebutkan bahwa lelang adalah penjualan dimuka umum atas suatu properti kepada penawar tertinggi oleh seorang yang mempunyai lisensi atau kewenangan untuk itu. Pejabat lelang diperintahkan oleh penjual dan berfungsi sebagai agen jika properti tadi sudah laku, dia juga agen si pembeli dalam pengertian yang mengikat kedua belah pihak yang diatur dalam perjanjiannya. Pengertian tersebut di atas menekankan pejabat lelang berfungsi sebagai agen penjual sekaligus menjadi agen pembeli setelah penujukan pembeli lelang.

Dzislaw Brodecki menyatakan lelang sebagai bentuk kontrak, yang hanya sah jika diumumkan dengan memberikan secara detil mengenai waktu, tempat, para pihak dan persyaratan dari lelang dan suatu penawaran yang dibuat mengikat ketika seorang penawar penawaran tertinggi.

42

(7)

Fridman, juga menyatakan lelang sebagai perjanjian keagenan, dengan memasukkan pejabat lelang sebagai agen, yang menjual dalam lelang umum, dengan penjualan yang terbuka atas barang atau properti, baik pejabat lelang diberi hak menguasai atas barang atau tidak. Pejabat lelang sebagai agen dari para pihak dapat menuntut pelunasan harga barang dan menyerahkan barang tersebut.

Dari pengertian-pengertian yang telah dikemukakan di atas, berarti lelang sangat erat kaitannya dengan penjualan barang. Penjualan lelang tidak secara khusus diatur dalam KUHPerdata tetapi termasuk perjanjian bernama di luar KUHPerdata. Penjualan lelang dikuasai oleh ketentuan-ketentuan KUHPerdata mengenai jual beli yang diatur dalam KUHPerdata Buku III tentang Perikatan. Pasal 1319 KUHPerdata berbunyi, semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus, maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum. Pasal 1319 membedakan perjanjian atas perjanjian bernama (nominaat) dan perjanjian tidak bernama (innominaat). Pasal 1457 KUH Perdata, merumuskan jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak lain untuk membayar harga yang dijanjikan. Perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian yang dibuat antara pihak penjual dan pembeli. Di dalam perjanjian itu pihak penjual berkewajiban untuk menyerahkan objek jual beli kepada pembeli dan berhak menerima harga dan pembeli berkewajiban untuk membayar harga dan berhak menerima objek tersebut.

(8)

adanya pengaturan khusus dalam Vendu Reglement, namun dasar penjualan lelang sebagian masih mengacu pada ketentuan KUHPerdata mengenai jual beli, sehingga penjualan lelang tidak boleh bertentangan dengan asas atau ajaran umum yang terdapat dalam hukum perdata, seperti ditegaskan dalam Pasal 1319.

Lelang adalah cara penjualan yang diatur dengan peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus yaitu Vendu Reglement Stb. 1908. Peraturan peninggalan Belanda tersebut sampai saat ini masih berlaku secara nasional dengan berbagai penyesuaian seperlunya dan dilaksanakan dengan Vendu Instructie Stb 1908 dan Peraturan Pemerintah tentang pemungutan bea lelang Stb. 1949 Nomor 390. Karena itu menurut Sutarjo lelang adalah suatu cara penjualan barang yang diatur dengan peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus (lex specialist)43

Selanjutnya, lelang sebagai perjanjian, terjadi pada saat pejabat lelang untuk kepentingan penjual menunjuk penawar yang tertinggi dan mencapai harga limit sebagai pembeli lelang.

.

44

Dalam lelang, keempat unsur dalam perjanjian jual beli terpenuhi, ada penjual lelang, ada pembeli lelang, ada barang yang menjadi objek lelang, dan ada harga yang terbentuk dalam penawaran terakhir yang ditunjuk pejabat lelang. Lelang adalah sebagai suatu perjanjian jual beli, maka ketentuan jual beli sebagaimana diatur oleh KUHPerdata juga berlaku dalam lelang. Lelang tunduk pada ketentuan umum dari

Hal tersebut sebagai tahap perjanjian obligatoir yang menimbulkan hak dan kewajiban antara penjual dan pembeli lelang, sehingga tahap perjanjian

obligatoir dalam penjualan lelang yaitu sejak pejabat lelang untuk kepentingan penjual

menunjuk penawar yang tertinggi dan mencapai harga limit sebagai pembeli lelang.

43

S. Mantayborbir dan Iman Jauhari, Hukum Lelang di Negara Indonesia, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2003, hal. 9-10

44

Purnama T Sianturi, .Tanggung Jawab Kantor Lelang Negara, Penjual, Pembeli dan Balai Lelang Dalam Penjualan Aset Bada Penyehatan Perbankan Nasional (Studi Kasus di Kantor Lelang Negara Medan Kurun Waktu 1999-2000)., Tesis, Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara,

(9)

KUHPerdata Buku III Bab I dan II, sehingga atas suatu pelaksanaan lelang berlaku asas-asas perjanjian yang diatur oleh KUHPerdata. Dalam Pasal 1339 KUHPerdata disebutkan :

“Persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang secara tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang.”

2. Dasar Hukum Lelang dan Pejabat yang Berhak Melakukan Lelang

a. Dasar Hukum Lelang

Keberadaan lembaga lelang sebagai bentuk khusus dari penjualan benda telah diakui dalam banyak peraturan perundang-undangan di Indonesia,45

1) KUHPerdata (Kitab Undang-undang Hukum Perdata) Stbl. 1847/23 antara lain: terdapat dalam berbagai peraturan umum dan peraturan khusus. Peraturan umum yaitu peraturan perundang-undangan yang tidak secara khusus mengatur lelang tetapi ada pasal-pasal di dalamnya yang mengatur tentang lelang, yaitu:

Pasal 389, 395, 1139 (1), 1149 (1).

2) RGB (Reglemen Hukum Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura) Stbl. 1927/227 Pasal 206-228.

3) RIB/HIR (Reglement Indonesia yang Diperbaharui) Stbl. 1941/44 Pasal 195-208. 4) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat

Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000. 5) Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara

Pasal 10 dan 13.

6) Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1970 tentang Penjualan dan atau Pemindah tanganan Barang-barang yang Dimiliki/Dikuasai Negara

45

(10)

7) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, Pasal 45 dan 273.

8) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Pasal 6, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan 9) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Pasal 41. 10)Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1986 tentang Hak Tanggungan, Pasal 6.

11)Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Fiducia, Pasal 29 ayat (3). 12)Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan.

13) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

14)Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Pasal 48. 15)Undang-Undang Nomor 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.

Peraturan khusus yaitu peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur tentang lelang, yaitu:

(a) Vendu Reglement (Peraturan Lelang) Staatsdlad 1908 No. 198 sebagaiman telah

beberapa kali diubah terakhir dengan Staablaad 1941:3. Vendu Reglement mulai berlaku pada tanggal 1 April 1908, merupakan peraturan yang mengatur prinsipprinsip pokok tentang Lelang. Bentuk peraturan ini reglemen bukan ordonansi yang dapat dianggap sederajat dengan undang-undang, karena pada saat pembuatannya belum dibentuk volksraad.

(b) Vendu Instructie (Instruksi Lelang) Staatsblaab 1908 190 sebagaimana telah

beberapa kali diubah terakhir dengan Staatsblaab 1930:85. Vendu Instructie merupakan ketentuan-ketentuan yang melaksanakan vendu reglement.

(11)

(d) Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2001 tentang kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen Keuangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 37 tahun 2004.

(e) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 95 tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal dilingkungan Departemen Keuangan.

(f) Peraturan Pemerintah RI Nomor 44 Tahun 2003 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Keuangan

(g) Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62 Tahun 2005.

(h) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 445/KMK. 01/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja kantor Wilayah Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara dan KP2LN sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 425/KMK.01/2002;

(i) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 371/KMK.01/2002 tentang Pelimpahan Wewenang Kepada Pejabat Eselon I di Lingkungan Departemen Keuangan untuk dan atas Nama Menteri Keuangan Menandatangani Surat dan/atau Keputusan Menteri Keuangan sebagimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 469/KMK.06/2003.

(12)

(k) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.07/2005 tanggal 30 Nopember 2005 tentang Balai Lelang.

(l) Peraturan Menteri Keuangan No. 119/PMK.07/2005 tanggal 30 Nopember 2005 tentang Pejabat Lelang Kelas II.

(m) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 41/PMK.07/2006 tanggal 30 Mei 2006 tentang Pejabat Lelang Kelas I.

(n) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

(o) Peraturan teknis yang utama mengenai pelaksanaan lelang adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

(p) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 106/PMK.06/2013 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang

b. Pejabat yang Berwenang Melelang

Pada dasarnya pejabat yang dapat melakukan lelang ialah pejabat yang diberi mandat oleh undang – undang untuk melakukan lelang, karena tidak semua pejabat dapat melakukan pelelangan sebagaimana dalam peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini apabila dilihat dari Pasal 200 ayat (1) HIR dan Pasal 215 RBG harus dihubungkan dengan pasal 1a peraturan lelang.berdasar Pasal 1 huruf (a) peraturan lelang, Penjualan umum ( penjualan lelang ) hanya boleh dilakukan “ juru lelang”. Penjualan lelang yang dilakukan seorang yang bukan juru lelang :

(13)

b. tindakan itu dianggap tindak pidana pelanggaran.46

Dari Pasal 200 HIR dan Pasal 215 RBG maka dapat dilihat bahwa hanya juru lelanglah yang dapat melakukan lelang, dalam hal ini juru lelang terdapatdi kantor lelang. Jadi segala barang sitaan atau atau dalam kasus perdata apapun apabila akan melakukan pelelangan maka wajib meminta bantuan kantor lelang yang akan menunjuk juru lelang untuk melaksanakaannya.

3. Fungsi dan Klasifikasi Lelang

a. Fungsi Lelang

Lelang sebagai sarana penjualan barang khusunya sejak semula dimaksudkan sebagai pelayanan umum. Artinya siapapun dapat memanfaatkan pelayanan jasa Unit Lelang negara untuk menjual barang secara lelang. Namun demikian lelang sebenarnya mempunyai fungsi privat dan publik.

Fungsi privat lelang terletak pada hakekat lelang dilihat dari tujuan perdagangan, yaitu sebagai alat/sarana untuk memperlancar lalu lintas perdagangan barang. Lelang dalam dunia perdagangan pada dasrnya merupakan institusi pasar untuk mengadakan perjanjian atau persetujuan yang paling menguntungkan pihak penjual.

Apabila lelang dapat berfungsi secara optimal, bukan tidak mungkin harga yang terbentuk dalam lelang bisa menjadi price preference. Keunikan penjualan secara lelang adalah bahwa dalam penjualan tersebut pihak yang akan mengadakan perjanjian ( pihak pembeli ) tidak dapat ditunjuk sebelumnya. Mengingat adanya fungsi privat lelang ini di dalam praktek terdapat jenis pelayanan lelang terhadap masyarakat yang dikenal dengan sebutan lelang sukarela.

Sedangkan fungsi publik dari lelang tercermin dari 3 ( tiga ) hal, yaitu :

46

(14)

1) Mengamankan asset yang dimiliki/dikuasai negara untuk meningkatkan efesiensi dan tertib administrasi dari pengelolaan asset yang dimiliki/dikuasai negara, hal ini ditegaskan dalam Pasal 14 ICW Jo. Inpres No. 9 Tahun 1970 jo. Kepres No. 16 Tahun 1994 jo. UU No. 1 tahun 2004 tetang Perbendaharaan Negara.

2) Pelayanan penjualan barang yang mencerminkan keadilan, keamanan dan kepastian hukum dari barang eksekusi sita pengadilan sebagai sistem hukum acara perdata/pidana/PUPN/DJPLN, Pajak, Pegadaian dan sebagainya.

3) Mengumpulkan penerimaan negara dalam bentuk bea lelang dan uang miskin ( dana sosial, disetorkan ke Departemen Sosial) serta pemungutan-pemungutan negara lainnya.47

Apabila fungsi-fungsi tersebut di atas kita terjemahkan, fungsi publik lelang yang pertama terutama berhubungan dengan tidak lanjut dari barang-barang negara yang dihapus atau dimanfaatkan lagi dari pengelolaan/penguasaan negara. Termasuk barang yang dikuasai Negara adalah asset BUMN/BUMD. Merupakan suatu keharusan bahwa barang-barang yang dibeli dari uang rakyat yang dikumpulkan oleh negara (pajak, retribusi, dll.) dijual lagi kepada masyarakat denan cara penjualan yang terbuka, obyektif, kompetitif dan cepat serta aman. Untuk menjamin terciptanya penjualan yang adil, maka ditetapkanlah lelang sebagai sarana penjualan barang-barang negara tersebut dalam pengertian barang yang dikuasai negara antara lain juga barang yang tidak bertuan di pelabuhan-pelabuhan, barang temuan, dan sebagainya.

Fungsi publik lelang yang kedua berkaitan dengan kedudukan lelang dalam rangka sistem hukum Indonesia. Lelang sebagai sarana penjualan barang diperlukan guna melengkapi sistem hukum Indonesia. Lelang sebagai sarana penjualan barang diperlukan guna melengkapi sistem hukum yang telah dibuat terlebih dahulu ( BW, HIR, Rbg ).

47

(15)

Penjualan barang secara lelang dirasakan sebagai alternatif yang tepat karena yang diperlukan adalah suatu sistem penjualan yang harus menguntungkan pihak penjual juga memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut;

(a) Adil, karena penjualan secara terbuka, obyektif, kompetitif dan dapat dikontrol langsung oleh masyarakat ( built in cotrol ). Sebelum lelang, pihak-pihak yang merasa dirugikan diberi cukup waktu untuk verzet dan sebagainya.

(b) Aman, karena disaksikan, dipimpin dan dilaksanakan oleh pejabat lelang yang adalah pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah.

(c) Cepat, karena adanya pengumuman lelang sehingga peminat/peserta dapat terkumpul pada saat hari lelang dan karena sifat pembayarannya pada prinsipnya adalah secara tunai.

(d) Mewujudkan harga yang wajar karena penawaran yang kompetitif dan transparan. (e) Kepastian hukum, karena atas pelaksanaan lelang dibuat berita acara yang disebut

risalah lelang yang merupakan akta otentik yang dapat member perlindungan kepada pihah-pihak terkait48

Fungsi publik yang ketiga adalah berkenaan dengan penerimaan negara berupa bea lelang yang dikenakan kepada penjual dan pembeli atas harga pokok lelang. Lelang juga menghasilkan penerimaan negara berupa uang miskin yang dibebankan kepada pembeli lelang dan menjadi bagian dari penerimaan dana sosial Departemen Sosial.

.

Karena lelang pada dasarnya mengemban fungsi publik, maka tepatlah bila ditegaskan dalam Pasal 1a Vendu Reglement bahwa lelang tidak boleh diadakan kecuali dihadapan “Vendumeester/Pejabat Lelang”.

48

(16)

b. Klasifikasi Lelang

Dalam hal membahas tentang klasifikasi lelang, dapat kita samakan dengan penggolongan lelang atau jenis-jenis lelang. Penggolongan lelang dapat dilihat dari cara penawarannya, jenis barang yang dilelang dan sebab barang dilelang.

Adapun pembahasan mengenai klasifikasi lelang di atas adalah : 1. Klasifikasi Lelang dari Cara Penawarannya

Lelang dengan cara ini merupakan penggolongan lelang berdasarkan cara penawaran yang dilakukan oleh pejabat lelang. Cara penawaran ini dapat dilakukan dengan cara lisan maupun tertulis. Penggolongan penawaran ini cukup dengan mengucapkan atau menyatakan dengan tutur kata di depan para peserta lelang. Pelelangan dengan cara tertulis merupakan penawaran yang dilakukan dalam bentuk tertulis. Penjual atau pejabat lelang telah menyiapkan harga barang yang akan dilelang kepada peserta lelang. Peserta lelang tinggal menawarkan sesuai dengan harga yang diinginkannya.49

2. Klasifikasi Lelang dari Aspek Objek

Lelang dari jenis ini merupakan pelelangan yang didasarkan pada objek atau barang/benda yang akan dilelang oleh juru lelang. Penggolongan lelang ini dapat dibagi menjadi dua yaitu benda bergerak dan tidak bergerak. Benda bergerak merupakan benda yang dapat berpindah atau dipindahkan, seperti perkakas rumah, meubel, perabot rumah tangga dan lain-lain. Sedangkan barang tidak bergerak merupakan benda yang tidak dapat berpindah atau dipindahkan seperti tanah, tanah pekarangan dan bangunan dan apa yang tertancap dalam pekarangan atau terpaku dalam bangunan, dan lain-lain.50 3. Klasifikasi Lelang Berdasarkan Sebab Barang Dilelang

49

Miftahul Rahmah, “Aspek Hukum Pelaksanaan Pelelangan Barang Tidak Bergerak Terhadap Jaminan Kredit (Studi pada PT. Bank Central Asia, TBK Cabang Lhokseumawe)” (Skripsi, Universitas Sumatera Utara, 2014), hal. 45

50

(17)

Jenis lelang ditinjau dari sudut sebab barang dilelang dibedakan antara lelang eksekusi dan lelang non eksekusi.

a) Lelang Eksekusi

Lelang eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan putusan/penetapan pengadilan atau dokumen yang dipersamakan dengan itu sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Dipersamakan dengan itu maksudnya disini adalah dalam rangka membantu penegakan hukum, antara lain lelang eksekusi fidusia dan lelang eksekusi hak tanggungan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 yaitu :

“Apabila debitor cidera janji, pemegang hak tanggungan tingkat pertama mempunyai hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasannya dari hasil tersebut”

Adapun contoh lelang eksekusi ini diantaranya adalah : (1) Lelang Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara (PUNP)

Lelang eksekusi PUNP adalah pelayanan lelang yang diberikan kepada PUPN/BUPLN dalam rangka proses penyelesaian urusan piutang negara atas barang jaminan/sitaan milik penanggung utang yang tidak membayar utangnya kepada negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Pengurusan Piutang Negara.

(2) Lelang Eksekusi Pengadilan Negeri (PN)/Pengadilan Agama (PA)

Lelang ini adalah lelang yang diminta oleh panitera PN/PA untuk melaksanakan keputusan hakim pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, khususnya dalam rangka perdata, termasuk lelang hak tanggungan yang oleh pemegang hak tanggungan telah diminta fiat eksekusi kepada ketua pengadilan.

(18)

Lelang barang temuan dan sitaan, rampasan kejaksaan/penyidik adalah lelang yang dilaksanakan terhadap barang temuan dan lelang dalam rangka acara pidana sebagaimana diatur dalam KUHAP yang antara lain meliputi lelang eksekusi barang yang telah diputus dirampas untuk negara, termasuk dalam kaitan itu adalah lelang eksekusi Pasal 45 KUHPidana yaitu lelang barang bukti yang mudah rusak, busuk dan memerlukan biaya penyimpanan tinggi. (4) Lelang sita pajak

Lelang sita pajak adalah lelang atas sitaan pajak sebagai tindak lanjut penagihan piutang pajak kepada negara baik pajak pusat maupun pajak daerah. Dasar hukum dari pelaksanaan lelang ini adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak.

(5) Lelang Eksekusi Barang Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Barang tak Bertuan)

Lelang barang Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat diadakan terhadap barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai negara dan barang yang menjadi milik negara. Direktorat Bea dan Cukai telah mengelompokkan barang menjadi tiga, yaitu barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai negara dan barang yang menjadi milik negara. Lelang barang tak bertuan dimaksudkan untuk menyebut lelang yang dilakukan terhadap barang yang dalam jangka waktu yang ditentukan tidak dibayar bea masuknya.

(6) Lelang Eksekusi Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT)

(19)

secara lelang terhadap objek hak tanggungan apabila cidera janji. Pelaksanaan lelang eksekusi hak tanggungan didasarkan pada Pasal 6 UUHT. (7) Lelang Eksekusi Fidusia

Lelang eksekusi fidusia adalah lelang teradap objek fidusia karena debitor cidera janji, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Fidusia. Parete

executie Fidusia, kreditor tidak perlu meminta fiat eksekusi dari Ketua

Pengadilan Negeri apabila akan menjual secara lelang barang agunan kredit yang diikat fidusia jika debitor cidera janji.51

b) Lelang Non Eksekusi

Lelang non eksekusi adalah lelang selain yang disebutkan dalam lelang eksekusi. Lelang non eksekusi merupakan pelelangan tanpa adalnya putusan hakim. Lelang non eksekusi ini meliputi :

(1) Lelang Non Eksekusi Wajib

Lelang Non Eksekusi ini adalah melelang barang milik negara atau daerah. Lelang ini dilakukan dalam rangka penghapusan barang milik/dikuasai negara termasuk juga daerah maupun sipil. Barang yang dimiliki negara adalah barang yang pengadaannya bersumber dari dana yang berasal dari APBN, APBD serta sumber-sumber lainnya atau barang yang nyata-nyata dimiliki negara berdasarkan peraturan perundang-undangan berlaku tidak termasuk kekayaan negara yang dipisahkan.52

(2) Lelang Sukarela

Lelang sukarela adalah lelang yang dilakukan untuk menjual barang milik perorangan, kelompok, masyarakat atau badan swasta yang dilelang secara sukarela oleh pemiliknya. Lelang Non Eksekusi Sukarela adalah lelang untuk melaksanakan

51

Pasal 29 Undang-Undang Nomor. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia 52

(20)

penjualan barang milik perorangan, kelompok masyarakat atau badan swasta yang dilelang secara sukarela oleh pemiliknya, termasuk BUMN/D berbentuk persero.53

4) Asas dalam Lelang

Secara umum dalam pelelangan juga memiliki asas yang harus dijalankan, hal ini penting sekali dalam pelaksanaan lelang agar tujuan dari pelelangan itu dapat terpenuhi dengan baik. Asas lelang sendiri juga mencakup beberapa hal yang mana merupakan lingkup dari lelang itu sendiri baik dari segi prosedurnya, perlindungan hukum bagi pelaksana lelang dan aspek profesionalitas. Secara normatif sebenarnya tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengatur asas lelang itu sendiri namun apabila kita cermati klausula – klausula dalam peraturan perundang – undangan di bidang lelang dapat ditemukan adanya asas lelang yaitu :

a. Asas keterbukaan

Menghendaki agar seluruh lapisan masyarakat mengetahui adanya rencana lelang dan mempunyai kesempatan yang sama untuk mengikuti lelang sepanjang tidak dilarang dalam undang – undang. Asas ini untuk mencegah terjadinya praktek persaingan tidak sehat, dan tidak memberikan kesempatan adanya praktek korupsi, kolusi, nepotisme ( KKN ).

b. Asas Keadilan

Mengandung pengertian bahwa dalam pelaksanaan lelang harus dapat memenuhi rasa keadilan secara proporsional bagi setiap pihak yang berkepentingan. Hal ini untuk mencegah terjadinya berkepihakan pejabat lelang kepada peserta lelang tertentu atau berpihak hanya kepada kepentingan penjual. Khusus kepada lelang eksekusi, penjual tidak boleh menentukan harga limit sewenang-wenang yang mengakibatkan merugikan pihak tereksekusi.

53

(21)

c. Asas Kepastian Hukum

Menghendaki agar lelang yang telah dilaksanakan menjamin adanya perlindungan hukum bagi pihak – pihak yang berkepentingan dalam pelaksanaan lelang. Setiap pelaksanaan lelang dibuat risalah lelang oleh pejabat lelang yang merupakan akte otentik. Risalah lelang digunakan penjual atau pemilik barang, pembeli, dan pejabat lelang untuk mempertahankan dan melaksanakan hak dan kewajiban.

d. Asas Efiensi

Akan menjamin pelaksanaan lelang dilakukan dengan cepat dan dengan biaya

relatif murah karena lelang dilakukan pada tempat dan waktu yang telah ditentukan

dan pembeli disahkan pada waktu itu juga. e. Asas Akuntabilitas

Menghendaki agar lelang yang dilaksanakan oleh pejabat lelang dapat dipertanggungjawabkan kepada semua pihak yang berkepentingan. Pertanggung jawaban lelang meliputi administrasi dan pengelolaan uang lelang.54

B. Tinjauan tentang Hak Tanggungan

1. Pengertian Hak Tanggungan

Sebelum lahirnya Undnag-Undang hak tanggungan, pembebanan hak tanggungan atas tanah sebagai jaminan hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada waktu itu hak atas tanah merupakan obyek hukum dalam jaminan hipotik. Namun sesudah berlakunya Undang-Undang Hak Tanggungan, pembebanan hak atas tanah sebagai jaminan utang tidak lagi menggunakan jaminan hipotik.55

54

Departemen Keuangan, Pengetahuan Lelang : penghapusan BMN, http : .bppk.depkeu.go.id/webpkn/index.php?option...gid.../, diakses pada Minggu, Tanggal 18 Oktober 2015, Pukul 20.28 WIB

55

(22)

Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, sudah disediakan lembaga hak jaminan yang kuat yang dapat dibebankan pada hak atas tanah yaitu hak tanggungan, sebagi pengganti lembaga

hypotheek dan credietverband, akan tetapi lembaga hak tanggungan di atas belum

berfungsi sebagaimana mestinya, karena belum adanya undang-undang yang mengaturnya secara lengkap, sesuai dengan yang dikhendaki oleh ketentuan Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 sehingga ketentuan ketentuan hypotheek sebagaimana dimaksud dalam buku II KHUPerdata dan ketentuan credietverband dalam Staatsblad 1908-542 sebagaimana telah diubah dengan Staatsblad 1937-190 masih diberlakukan sepanjang mengenai hal-hal yang belum ada ketentuannya dalam Undang-Undang Pokok Agraria. Padahal ketentuan-ketentuan tersebut di atas berasal dari kolonial Belanda dan didasarkan pada hukum tanah yang berlaku sebelum adanya hukum tanah nasional. Oleh karena itu ketentuan tersebut tidak sesuai lagi dengan hukum tanah nasional dan tidak dapat menampung perkembangan yang terjadi khususnya di bidang perkreditan dan jaminan dikarenakan perkembangan pembangunan ekonomi, sehingga menimbulkan perbedaan pandangan dan penafsiran mengenai masalah dalam pelaksanaan hukum jaminan atas tanah. Dengan demikian perlu kiranya dibentuk suatu undang-undang yang mengatur hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pokok Agraria, sekaligus mewujudkan adanya unifikasi hukum tanah nasioanal.

Dengan diundangkannya Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, sebagai lembaga jaminan atas tanah untuk mengganti hipotik dan

credietverband, undang-undang hak tanggungan diposisikan lebih baik daripada saat

(23)

tanggungan mempunyai ciri kemudahan dan kepastian pada eksekusi atas objek hak tanggungan.56

Sebagai salah satu ciri yang juga merupakan suatu fasilitas yang diberikan oleh undang-undang hak tanggungan bahwa apabila debitor cidera janji, maka eksekusinya mudah dan pasti, hal tersebut dapat dilaksanakan jika pemberi hak tanggungan (debitor) tidak memenuhi kewajiban sebagaimana yang telah diperjanjikan, demikian disebutkan dalam penjelasan umum angka 9 Undang-Undang Hak Tanggungan.

Pengertian hak tanggungan sebagaimana dalam Pasal 1 Undang-Undang Hak Tanggungan, hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang selanjutnya disebut dengan hak tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentng Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Objek hak tanggungan tidak dengan sendirinya meliputi apa yang ada diatas tanah namun penerapan asas hak tanggungan tidak mutlak, sehingga dimungkinkan objek hak tanggungan meliputi benda-benda yang ada di atas tanah dan harus ditegaskan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT).

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hak tanggungan : a. Merupakan hak jaminan untuk pelunasan hutang (kredit).

b. Dapat di bebankan pada hak atas tanah, dengan atau tanpa benda di atasnya. c. Menimbulkan kedudukan didahulukan daripada kreditor-kreditor lain.

Hak tanggungan adalah penguasaan hak atas tanah, berisi kewenangan bagi kreditor untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dijadikan agunan. Tetapi bukan untuk

56

(24)

dikuasai secara fisik dan digunakan, melainkan untuk menjualnya jika debitor cidera janji dan mengambil dari hasilnya seluruh atau sebagian pembayaran lunas utang debitor kepadanya.57 Pada prinsipnya, hak tanggungan itu merupakan lembaga hak jaminan kebendaan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor lain. Jaminan yang diberikan yaitu hak yang diutamakan atau mendahulu dari kreditor-kreditor lainnya bagi kreditor pemegang hak tanggungan.

2. Ciri-Ciri dan Sifat Hak Tanggungan

a. Ciri-Ciri Hak Tanggungan

Hak tanggungan adalah suatu hak jaminan disamping hipotik, gadai dan fidusia. Hak tanggungan tidak lahir dengan sendirinya, namun menggantikan ketentuan hiopotik sepanjang mengenai hak atas tanah. Dalam perkembangannya di masyarakat, hak tanggungan banyak digunakan khususnya oleh perbankan dalam perjanjian kredit sebagai lembaga jaminan atas tanah yang dijadikan agunan oleh debitor untuk menjamin pelunasan utangnya.

Hak Tanggungan memiliki 4 (empat) ciri pokok, yaitu diantaranya :58

1) Hak tanggungan memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada pemegangnya.

Pada prinsipnya, hak jaminan kebendaan memberikan kedudukan didahulukan (Droit de preference) bagi kreditor pemegang hak jaminan kebendaan terhadap kreditor lainnya.59

57

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Hak Tanggungan, Prenanda Media, Jakarta, 2005, hal. 13

Prinsip ini ditemukan dalam Pasal 1 Undang-Undang Hak Tanggungan yang menyatakan bahwa hak tanggungan

58

Herowati Poesoko II, Dinamika Hukum Parete executie Objek Hak Tanggungan, Aswaja Pressindo, Yogyakarta, 2012, hal. 14

59

(25)

adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lainnya.

Hal tersebut memberikan kepastian hukum bagi kreditor untuk mengambil pelunasan piutangnya dengan hak mendahulu daripada kreditor lain atas hasil eksekusi dikarenakan adanya pembebanan hak tanggungan pada barang jaminan.60

2) Selalu mengikuti objek yang dijamin dalam tangan siapapun objek itu berada.

Hak kebendaan mempunyai zaakgevelog atau droit de suit yang artinya hak itu terus mengikuti bendanya dimanapun juga (dalam tangan siapapun juga) barang itu berada.61 Bila objek jaminan utang yang diikat hak tanggungan beralih karena suatu sebab seperti pewarisan, penjualan, penghibahan, hak tanggungan tetap melekat pada objek tanggungan tersebut. Sebaliknya bila objek jaminan utangnya telah diikat dengan hak tanggungan beralih karena

cessie, subrogasi, hak tanggungan tersebut ikut beralih ikut beralih kepada

kreditor yang baru.62

hak tanggungan tidak akan berakhir sekalipun objek hak tanggungan itu berlih kepada pihak lain oleh karena sebab apapun juga. Pemegang hak tanggungan akan dapat selalu melaksanakan haknya dalam tangan siapapun benda itu berpindah.63

60

Andy Hartanto, Op., Cit., hal. 35

Dengan droit de suit, ke tangan siapapun hak kebendaan itu beralih, hak tanggungan tetap mengikuti benda jaminan.

61

Ibid., hal. 89 62

M. Bahsan, Op. Cit., hal. 32 63

Sutan Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan, Azaz-azaz, Ketentuan-ketentuan Pokok dan Masalah

(26)

Kreditor pemegang hak tanggungan berhak untuk menuntut kembali hak atas benda itu dan melakukan eksekusi untuk pemenuhan piutangnya apabila debitor cidera janji.

3) Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehinggs dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

4) dan pasti pelaksanaan eksekusinya.

Hak tanggungan mempunyai sifat kebendaan. Sifat kebendaan tersebut telah diberikan oleh pembetuk undang-undang hak tanggungan. Menurut Herowati Poesoko :

Hak kebendaan adalah hak mutlak (absolut) atas sesuatu benda dan dpat dipertahankan terhadap siapun juga. 64 Dikarenakan Hak Tanggungan merupakan hak kebendaan, maka hak tanggungan mengandung asas absolut.

b. Sifat Hak Tanggungan

Hak tanggungan memiliki sifat tidak dapat dibagi-bagi kecuali jika diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT), seperti ditetapkan dalam Pasal 2 UUHT. Dengan sifatnya yang tidak dapat dibagi-bagi, maka Hak Tanggungan akan membebani secara utuh objek hak tanggungan. Hal ini mengandung arti bahwa apabila hutang (kredit) yang dijamin pelunasannya dengan hak tanggungan baru dilunasi sebagian, maka hak tanggungan tetap membebani seluruh objek hak tanggungan.

Klausula “kecuali jika diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan” dalam Pasal 2 UUHT, dicantumkan dengan maksud untuk menampung

64

(27)

kebutuhan perkembangan dunia perbankan, khususnya kegiatan perkreditan. Dengan menggunakan klausula tersebut, sifat tidak dapat dibagi-bagi dari hak tanggungan dapat disimpangi, yaitu dengan memperjanjikan bahwa apabila hak tanggungan dibebankan pada beberapa hak atas tanah, maka pelunasan kredit yang dijamin dapat dilakukan dengan cara angsuran. Besarnya angsuran sama dengan nilai masing-masing hak atas tanah yang merupakan bagian dari objek hak tanggungan, yang akan dibebaskan dari hak tanggungan tersebut. Dengan demikian setelah suatu angsuran dibayarkan, hak tanggungan hanya akan membebani sisa objek hak tanggungan untuk menjamin sisa kredit yang belum dilunasi (penjelasan Pasal 2 ayat (1) jo ayat (2) UUHT).

Sifat lain dari hak tanggungan adalah hak tanggungan merupakan accecoir dari perjanjian pokok, artinya bahwa perjanjian hak tanggungan bukan merupakan perjanjian yang berdiri sendiri, tetapi keberadaannya adalah karena adanya perjanjian lain yang disebut dengan perjanjian pokok. Perjanjian pokok bagi perjanjian Hak Tanggungan adalah perjanjian hutang piutang yang menimbulkan hutang yang dijamin itu.65

3. Objek dan Subjek Hak Taggungan

Hal ini sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam butir 8 Penjelasan Umum UUHT yang memberikan penjelasan bahwa karena hak tanggungan menurut sifatnya merupakan ikatan atau accecoir pada suatu piutang tertentu, yang didasarkan pada suatu perjanjian hutang piutang atau perjanjian lain, maka kelahiran dan keberadaanya ditentukan oleh adanya piutang yang dijamin pelunasannya.

Di dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Hak Tanggungan pengertian hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana

65

(28)

dimaksud dalam Undang-Undang Pokok Agraria, berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, untuk pelunasan utang debitor yang telah dilakukan terhadap kreditor. Dimana dimaksudkan merupakan jaminan atas utang tersebut.

Objek hak tanggungan, dalam Pasal 4 Undang-Undang Hak Tanggungan telah ditentukan secara tegas hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan utang yang dapat dibebani hak tanggungan, yaitu :

a. Hak milik b. Hak guna usaha c. Hak guna bangunan

d. Hak pakai, baik hak pakai atas tanah negara maupun hak pakai atas tanah hak milik

e. Hak atas tanah berikut bangunan, tanaman dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan dalam akta pemberian hak tanggungan yang bersangkutan.

Objek hak tanggungan akan menjadi luas jika dikaitkan dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 12 dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun yang berkenaan dengan penjaminan rumah susun beserta tempat dimana bangunan itu berdiri dan hak milik atas satuan rumah susun tersebut yang berdiri di atas hak milik.

Pada dasarnya benda-benda (tanah) yang akan dijadikan jaminan atas suatu utang dengan dibebani hak tanggungan, harus memenuhi syarat-syarat, yaitu :66 1) Dapat dinilai dengan uang, karena utang yang dijamin berupa uang;

66

(29)

2) Termasuk hak yang didaftar dalam umum, karena harus memenuhi syarat publisitas;

3) Mempunyai sifat dapat dipindahtangankan, karena apabila debitor cidera janji (wanprestasi), benda yang dijadikan jaminan akan dapat dijual dimuka umum; 4) Menentukan penunjukan dengan undang-undang;

Sebagai bukti adanya hak tanggungan maka Kantor Badan Pertanahan Nasional menerbitkan sertifikat hak tanggungan dimana yang menjadi patokan adalah tanggal pendaftaran/pencatatannya dalam buku tanah hak tanggungan.67

Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1996 disebutkan bahwa sertifikat hak tanggungan terdiri atas salinan buku tanah hak tanggungan dan salinan akta pemberian hak tanggungan dan salinan akta pemberian hak tanggungan (APHT) yang bersangkutan yang telah dibuat oleh Kepala Kantor Pertanahan dan dijilid dalam satu sampul dokumen yang bentuk telah ditetapkan dalam aturan tersebut.

Pada hak tanggungan juga terdapat subjek hukum yang menjadi hak tanggungan yang terkait dengan perjanjian pemberi hak tanggungan. Di dalam suatu perjanjian hak tanggungan ada dua pihak yang mengikatkan diri yaitu :68

(a) Pemberi hak tanggungan, yaitu orang atau pihak yang meminjamkan objek hak tanggungan.

(b) Pemegang hak tanggungan yaitu orang atau pihak yang menerima hak tanggungan sebagai jaminan dari piutang yang diberikannya.

Undang-undang hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah memuat ketentuan mengenai subjek hak tanggungan dalam Pasal 8 dan Pasal 9, yaitu sebagai berikut:69

67

J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Kebendaan, Hak Tanggungan, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1998, hal. 151

68

(30)

1.1Pemberi hak tanggungan, yaitu orang perorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan yang bersangkutan. Kewenangan untuk melakuan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan pada saat pendaftaran hak tanggungan itu dilakukan.

1.2Pemegang hak tanggungan, adalah orang perorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiuang.

Subjek hak tanggungan selain warga negara Indonesia, dengan ditetapkannya hak pakai atas tanah negara sebagai suatu objek hak tanggungan, bagi warga negara asing juga dimungkinkan untuk dapat menjadi subjek/hak tanggungan, apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :70

a. Sudah tinggal di Indonesia dalam waktu tertentu; b. Mempunyai usaha di Indonesia;

c. Kredit itu dipergunakan untuk kepentingan pembangunan di wilayah Negara Republik Indonesia;

4. Tata Cara Pemberian Hak Tanggungan

Sesuai dengan sifat accecoir dari hak tanggungan, maka pembebanan hak tanggungan didahului dengan perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum hutang piutang yang dijamin pelunasannya, yang merupakan perjanjian pokoknya. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan yang menyatakan bahwa pemberian hak tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan hak tanggungan sebagaimana jaminan pelunasan hutang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari perjanjian hutang piutang yang bersangkutan.

69

Ibid.,

70

(31)

Menurut Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan pemberian hak tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Badan Pertanahan. Pemberian hak tanggungan dilakukan denagan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. PPAT adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta pemindahan hak atas tanah dan akta lain dalam rangka pembebanan hak atas tanah, sebagai bukti perbuatan hukum tertentu mengenai tanah yang terletak dalam daerah kerjanya masing-masing.

Proses pembebanan hak tanggungan menurut dilaksanakan melalui dua tahap kegiatan, yaitu :

a. Membuat perjanjian yang menimbulkan hutang piutang (antara lain berupa perjanjian pemberian kredit atau akad kredit) yang pelunasannya dijamin dengan hak tanggungan.

b. Membuat perjanjian pemberian hak tanggungan yang dituangkan kedalam akte pemberian hak tanggungan (APHT) oleh notaries / PPAT.

c. Melakukan pendaftaran hak tanggungan pada kantor pertanahan yang sekaligus merupakan saat lahirnya hak tanggungan yang dibebankan.

Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan menyebutkan bahwa akta pemberian hak tanggungan wajib mencantumkan :

(32)

2) Domisili pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada angka 1, dan apabila diantara mereka ada yang berdomisili di luar Indonesia, baginya harus pula dicantumkan suatu domisili pilihan di Indonesia, dan dalam hal domisili pilihan itu tidak dicantumkan, kantor PPAT tempat pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggunga dianggap sebagai domisili yang dipilih;

3) Penunjukan secara jelas utang atau utang-utang yang dijamin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 10 ayat (1). Penunjukan utang atau utang-utang yang dijamin sebagaimana dimaksud pada huruf ini meliputi juga nama dan identitas debitor yang bersangkutan;

4) Nilai tanggungan;

5) Uraian yang jelas mengenai obyek hak tanggungan. Uraian yang jelas mengenai obyek hak tanggungan sebagaimana dimaksud pada huruf ini meliputi rincian mengenai sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan atau bagi tanah yang belum terdaftar sekurang-kurangnya memuat uraian mengenai kepemilikan, letak, batas-batas dan luas tanahnya;

Pemberian hak tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) oleh PPAT sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila obyek hak tanggungan berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak lama yang telah memenuhi syarat untuk didaftarkan akan tetapi pendaftarannya belum dilakukan pemberian hak tanggungan dilakukan bersama-sama dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan. Dalam pemberian hak tanggungan di hadapan PPAT, wjib dihadiri oleh pemberi hak tanggungan dan penerima hak tanggungan dan disaksikan oleh dua orang saksi.71

71

(33)

Menurut Pasal 13 Undang-Undang Hak Tanggungan, pemberi hak tanggungan wajib didaftarkan pada kantor pertanahan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT), PPAT wajib mengirimkan APHT yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor Badan Pertanahan dengan pengiriman oleh PPAT berarti akta dan warkah lain yang diperlukan itu disampaikan ke Kantor Badan Pertanahan melalui petugasnya akan dikirim melalui pos tercatat.Pendaftaran hak tanggungan dilakukan oleh Kantor Badan Pertanahan dengan membuatkan buku tanah hak tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi obyek hak tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada setifikat hak atas tanah yang bersangkutan.

Mengenai tanggal buku-buku hak tanggungan adalah tanggal hari ke 7 (tujuh) setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya dan jika hari ke 7 (tujuh) itu jatuh pada hari libur, buku tanah yang bersangkutan diberi tanggal hari kerja berikutnya. Kepastian tanggal buku tanah itu dimaksudkan agar pembuatan buku tanah hak tanggungan tidak berlarut-larut sehingga dapat merugikan pihak-pihak yang berkepentingan dan mengurangi kepatian hukum. Dengan adanya hari tanggal buku tanah hak tanggungan, maka hak tanggungan itu lahir, asas publisitas terpenuhi dengan dibuatnya buku tanah hak tanggungan dan hak tanggungan mengikat kepada pihak ketiga.

(34)

Referensi

Dokumen terkait

Based on the research results and by reviewing other studies it can be concluded that (1) strategy based learning multiple representations effective in improving

Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.. Pasal 15 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok

Di bidang Belanja Pemerintah Pusat, kebijakan tahun 2007 akan diarahkan pada langkah-langkah strategis untuk mempertajam prioritas alokasi anggaran, yaitu an tara

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XLII-4/W2, 2017 FOSS4G-Europe 2017 – Academic Track, 18–22 July 2017, Marne

Rangkaian Lampu Penujuk Arah ini Adalah Sebuah Rangkaian Lampu Kedap-kedip Sederhana yang Menggunakan 2 (dua) buah IC, Dimana Outputnya diperlihathan Pada Lampu Pijar yang

Nilai ini sangat dipengaruhi oleh pertanyaan pertanyaan yang diajukan dalam angket penelitian, seperti pada nilai rendah, bahkan dengan nilai prosentase yang lebih besar

Habitual buyer , yaitu konsumen yang berada pada tingkat kedua dari suatu piramida brand loyalty pada umumnya, dan dapat dikategorikan sebagai konsumen yang puas dengan merek

Sikap konsumen secara parsial terhadap pangan berbasis bahan lokal di Surabaya melalui analisis sikap dengan model Fishbein adalah sebagai berikut: (1) terhadap faktor produk