• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Pantai Lumban Binanga Sebagai Destinasi Wisata di Kecamatan Laguboti, Toba Samosir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengelolaan Pantai Lumban Binanga Sebagai Destinasi Wisata di Kecamatan Laguboti, Toba Samosir"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pariwisata merupakan manifestasi gejala naluri manusia sejak purbakala, yaitu hasrat untuk mengadakan perjalanan. Lebih dari itu pariwisata dengan ragam motivasinya akan menimbulkan permintaan dalam bentuk jasa dan persediaan-persediaan lain. Dalam lingkungan ekonomi dan politik sekarang, industri pariwisata merupakan kesempatan besar dalam pertukaran ekonomi, budaya dan politik dunia. Berbeda dengan industri migas yang berdasar pada bahan bakar fosil, pariwisata tidak tergantung dari sumber daya yang makin berkurang. Justru sebaliknya, supaya pariwisata dapat berkembang maka harus ada upaya untuk meningkatkan lingkungan dan memelihara keseimbangan ekologis.

Di dunia termasuk Indonesia, dikenal dengan kekayaan alam dan keindahan alam. Keindahan dan kekayaan serta potensi sumber daya alam yang dimiliki bangsa kita merupakan aset yang sangat potensial untuk dikembangkan. Tentu hal ini memberikan manfaat bagi masyarakat banyak khususnya dalam bidang pariwisata. A.J Burkart dan S. Malik mengungkapkan bahwa “Tourisem, present and future”, berbunyi bahwa pariwisata berarti perpindahan orang untuk

sementara dalam jangka waktu pendek ke tujuan di luar temapt dimana mereka biasanya hidup dan bekerja dan kegiatan mereka selama tinggal di tempat-tempat tujuan itu (Soekadijo. 1997:3).

(2)

sejalan dengan perubahan-perubahan sosial, budaya, ekonomi, teknologi dan politik. Runtuhnya sistem kelas dan kasta semakin meratanya distribusi sumber daya ekonomi, ditemukannya teknologi transportasi dan peningkatan waktu luang yang didorong oleh penciutan jam kerja telah mempercepat mobilitas manusia antara daerah, negara dan benua khusunya dalam hal pariwisata.

Sebuah tempat wisata tidak cukup hanya memiliki daya tarik alam yang indah. Akses menuju ke tempat wisata, promosi sebuah destinasi wisata, pembangunan sarana pendukung di tempat wisata dan manajemen pengelolaan yang baik juga menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan untuk menarik wisatawan berkunjung ke sebuah destinasi wisata. Promosi destinasi wisata atau pengenalan sebuah destinasi wisata kepada masyarakat bisa dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya melalui media sosial seperti facebook, twiter, instagram, melalui media massa, mulut ke mulut, media cetak, melalui web khusus, dll. Cara promosi yarng berbeda-beda dari setiap tempat wisata merupakan salah satu strategi sebuah tempat wisata untuk mengenalkan dan memasarkan produk kepada masyarakat umum.

(3)

dibandara-bandara, majalah-majalah, iklan-iklan televisi serta biro perjalan wisata/travel (Hakim, 2004).

Menurut A.J Nerwal, wisatawan adalah seorang yang memasuki wilayah negara asing dengan maksud dan tujuan apapun asalkan bukan untuk tinggal permanen atau untuk usaha-usaha yang teratur melintasi perbatasan dan mengeluarkan uangnya di negeri yang dikunjunginya, dimana apa yang diperoleh itu bukan suatu yang ada di daerahnya tetapi yang ada di daerah orang lain.

Di Indonesia sendiri konsep formal pariwisata tercantum dalam pasal 1 Intruksi Presiden No 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan promosi, perjalanan dengan fasilitas lainnya yang diperlakukan oleh para wisatawan. Indonesia dikenal sebagai negara yang kekayaan dan sumber daya alam hayatinya terutama dalam hal keanekaragaman flora, fauna dan tipe-tipe ekosistem yang semua ini mempunyai potensi yang sangat besar untuk dapat dimanfaatkan dalam mewujudkan kemakmuran masyarakat (BKSDA-I.2006:I).

Hal ini mengandung konsekuensi bagi daerah untuk mengupayakan berbagai langkah secara optimal guna menggali dan dan memanfaatkan potensi kepariwisataan sebagai salah satu sumber pendapatan daerah, khususnya pendapatan asli daerah. Sebagai salah satu sektor pembangunan yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi satu wilayah, pariwisata dianggap sebagai suatu aset yang sangat strategis untuk mendorong pembangunan pada wilayah-wilayah tertentu yang mempunyai potensi objek wisata.

(4)

menarik wisatawan domestik maupun wisatawan asing untuk datang dan membelanjakan uangnya dalam kegiatan berwisatanya. Dari transaksi itulah masyarakat daerah wisata akan terangkat taraf hidupnya serta negara akan mendapat devisa dari wisatawan asing yang menukar mata uang negaranya dengan rupiah (Yoeti; 1985:3). Pengembangan pariwisata tidak hanya memerlukan perencanaan pengembangan yang matang dan penentuan sasaran pengembangan, tetapi dalam pengembangan pariwisata juga diperlukan strategi pengembangan pariwisata yang akurat dalam mendukung rencana pengembangan yang telah dibuat. Oka A. yoeti (2002:56), mengatakan dalam pengembangan pariwisata bisa menentukan strategi mana yang akan dipilih dan yang mana yang lebih cocok, dapat melakukannya dalam dua tahap:

Bagi Indonesia, peranan pariwisata semakin terasa, terutama setelah melemahnya peranan minyak dan gas, walaupun nilai nominalnya dalam dollar sedikit mengalami fluktuasi1. Sehingga dalam hal ini pariwisata di Indonesia merupakan sektor ekonomi penting di Indonesia, pada tahun 2009, pariwisata menempati urutan ketiga dalam hal penerimaan devisi setelah komoditi minyak dan gas bumi serta minyak kelapa sawit. Berdasarkan data tahun 2014, jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia sebesar 7,05% dibandingkan tahun sebelumnya.

Menurut beberapa para ahli pariwisata, sejak dimulainya peradaban manusia itu sendiri dengan ditandai adanya pergerakan penduduk yang melakukan ziarah dan perjalanan agama lainnya, serta perjalanan keingin tahuan, gila

1

(5)

kehormatan jaman semakin berkembang seiring dengan perkembangan waktu, begitu juga dengan perkembangan pariwisata hingga saat ini. Pariwisata dijaman modern tidak lagi hanya untuk mencari kepuasan semata saja tetapi pariwisata sudah berubah menjadi suatu industri yang menjanjikan dalam menambah devisa daerah dan negara.

Daerah Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki banyak daerah tujuan wisata seperti Danau Toba, Ekowisata Tangkahan, Istana Maimoon dan masih banyak wisata alam dan serta budaya-budaya lainnya. Keberadaan objek wisata tersebut memiliki peranan penting dalam mensukseskan pembangunan daerah serta mampu meningkatkan devisa bagi Sumatera Utara.

Salah satu objek wisata alam lainnya yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi dearah tujuan wisata alam lainnya terdapat di kecamatan Laguboti, kabupaten Toba Samosir yaitu Pantai Lumban Binanga. Pantai Lumban Binanga adalah kawasan objek wisata yang mengandalkan pantainya sebagai daya tarik wisata. Pantai ini terkenal dengan pantai pasir putihnya yang indah dan dangkal sehingga cocok dijadikan masyarakat lokal maupun wisatawan sebagai daerah tujuan wisata. Masyarakat lokal sering menyebut pantai ini dengan singkatan “Lumbin” yang arti Lumban Binanga. Keramaian dan aktivitas perkotaan yang

(6)

Rute perjalanan menuju objek wisata Pantai Lumban Binanga dari kota Laguboti hanya memerlukan jarak perjalanan  10km. Jarak yang lumayan cukup dekat membuat masyarakat setempat baik orang tua, remaja maupun anak-anak menjadi sering berkunjung ke pantai Lumban Binanga dan tak jarang masyarakat lokal maupun wisatawan berkunjung ke pantai Lumban Binanga pada hari-hari tertentu bisa mencapai ± 500 orang. Biasanya masyarakat yang berkunjung akan lebih banyak ketika hari menjelang sore hingga pada pukul 09.00 malam.

Objek wisata Pantai Lumban Binanga sendiri dikelola secara swasta oleh masyarakat lokal dengan membangun tempat-tempat peristirahatan yang menghadap ke Danau Toba seperti tempat penginapan dan rumah makan Batak yang menyediakan berbagai macam makanan khas batak seperti, Naniura, Lomok-lomok, Na pinadar dan lain-lain. Selain itu dibangun juga tempat peristirahatan bagi masyarakat yang ingin menginap. Adapun penduduk yang tinggal di lokasi Pantai Lumban Binanga lebih dominan adalah suku Batak Toba yang terkenal pada kemargaannya. Marga yang dominan menjadi pengelola pantai Lumban Binanga adalah marga Hutajulu. Alasan mengapa marga Hutajulu menjadi dominan pemilik sekaligus pengelola pantai Lumban Binanga adalah terkait sejarah marga Hutajulu yang dulu telah menjadi masyarakat setempat sekaligus menjadi orang pertama tinggal di sekitar pantai Lumban Binanga2.

2

Contohnya, Ingot Siahaan merupakan orang yang pertama kali membangun rumah dan menetap di hutan. Ketika dia sudah punya anak maka dia akan mengatakan kepada anaknya bahwa yang berkuasa nantinya adalah keturunan marga siahaan. Saat pendatang menetap dan tinggal di hutan tersebut otomatis mereka tidak bisa memiliki hak atas lahan yang ada ditempat itu tanpa ada persetujuan dari marga Siahaan.ini membuktikan orang batak sangat

(7)

Selain akan menikmati keindahan pantainya, di kawasan Lumban Binanga juga akan terlihat area persawahan yang membentang luas dan bukit-bukit yang mengembang yang mengelilinginya sehingga menambah kesan bagi wisatawan untuk berlama-lama di pantai Lumban Binanga baik itu untuk mandi maupun berfoto saja. Baru-baru ini pantai Lumban Binanga sendiri telah dikukuhkan sebagai salah satu lokasi wisata andalan Kecamatan Laguboti, hal ini dibuktikan dengan meningkatnya fasilitas-fasilitas yang mendukung perkembangan objek wisata Pantai Lumban Binanga antara lain berdirinya tempat penginapan dan hotel yang tidak jauh dari lokasi objek wisata Lumban Binanga, sehingga para pengunjung bisa menikmati suasana objek wisata pantai Lumban Binanga lebih lama lagi begitu juga akses untuk menuju lokasi objek wisata Lumban Binanga pun mulai diperbaiki.

Perkembangan jumlah pengunjung/wisatawan yang datang ke objek wisata pantai Lumban Binanga mulai meningkat pada tahun 2000, hal ini diawali dengan modal informasi dari mulut kemulut sebagai salah satu hal yang membangkitkan antusias wisatawan untuk berkunjung ke Lumban Binanga, sehingga lambat laun perbaikan akses dan infrastruktur mulai dibangun di sekitar objek wisata pantai Lumban Binanga. Adanya perbaikan sarana dan prasarana tersebut, antusias wisatawan yang berkunjung ke pantai Lumban Binanga semakin meningkat dan memberikan dampak positif bagi perekonomian masyarakat di sekitar pantai Lumban Binanga.

(8)

orang membeli tanah tersebut memunculkan persolan baru karena ketika pendatang baru ingin membuka usaha di pantai Lumban Binanga tidaklah semena-mena, sebab masyarakat pendahulu ataupun pemilik pantai Lumban Binanga mengakui pantai tersebut adalah harta milik keluarga warisan dari nenek moyang, sehingga tak banyak masyarakat yang bisa membuka usaha di pantai tersebut, kecuali mereka memiliki garis keturunan dari nenek moyang yang mereka akui sebelumnya. Kepemilikan hak untuk membangun usaha di pantai Lumban Binanga hanya marga Hutajulu, Sehingga marga ini adalah marga yang diakui ataupun memiliki hak menjadi pemilik dalam mengolah pantai Lumban Binanga3.

Penelitian ini akan mengkaji tentang pengembangan dan pengolahan objek wisata pantai Lumban Binaga oleh masyarakat lokal yang mayoritas penduduknya adalah orang Batak Toba. Lokasi penelitian ini berada di desa Lumban Binanga, Kecamatan Laguboti, Kabupaten Toba Samosir. Alasan penulis memilih lokasi Pantai Lumban Binanga dari berbagai objek wisata yang ada di Kabupaten Toba Samosir adalah karena keunikan Pantai Lumban Binanga yang dangkal, pasir putihnya yang indah namun, pengembangan dan pengolahan Pantai Lumban Binanga yang dilakukan masyrakat lokal maupun pemerintah masih buruk. Selain itu, penulis tertarik dengan pengelola Pantai Lumban Binanga yang ditarik dari berdasarkan garis keturunan orang tua

3

kepemilikan lahan batak toba sangatlah kompleks. sebagian besar lahan di wilayah manapun

boleh dikuasai oleh anggota satu marga, dan meskipun orang dari marga lain dan bekerja di

tempat tersebut, hak jangka panjangnya terbatas kecuali ia membeli tanah itu, atau memilikinya

(9)

1.2. Tinjauan Pustaka

Istilah “pariwisata” untuk pertama kalinya digunakan oleh Presiden

Soekarno dalam suatu percakapan dari istilah asing tourism. Menurut Soekadijo pariwisata adalah segala kegiatan dalam masyarakat yang berhubungan dengan wisatawan. Semua kegiatan membangun hotel, pemugaran cagar budaya, pembuatan pusat rekreasi, penyelenggaraan pecan pariwisata, penyediaan angkutan umum dan sebagainya semua itu disebut kegiatan pariwisata sepanjang kegiatan-kegiatan itu semua dapat diharapkan wisatawan akan datang (Soekadijo,1997:2). Soekadijo (1996: 2), memberikan pendapat bahwa kegiatan wisata diciptakan untuk dapat memberikan hasil yang diinginkan, yaitu mendatangkan banyak pengunjung atau wisatawan karena mereka berhasil “dipuaskan” kebutuhannya atas kegiatan kunjungan tersebut. Kepuasan itu

berupa rasa senang, rasa tenang, rasa aman ketika di berada di tempat yang dituju. Kepuasan setiap orang itu berbeda-beda, ada yang ketika sampai di sebuah destinasi wisata orang itu merasa sangat puas atas hasil karena sesuai dengan apa yang di bayangkan sebelumnya dan ada juga yang merasa tidak puas karena tidak sesuai dengan apa yang di bayangkan sebelumnya.

(10)

pariwisata di daerah tujuan wisata diantaranya adalah objek wisata sebagai daya tarik wisata (seperti lansekap pantai), dan prasarana wisata (seperti hotel, rumah makan, dan fasilitas penunjang lainnya). Pembangunan merupakan suatu usaha responsive manusia terhadap lingkungannya, apakah itu lingkungan sosial, ekonomi ataupun lingkungan alam lainnya. Esensi dari pembangunan itu adalah menciptakan (sesuatu yang berguna) yang belum ada menjadi ada dan meningkatkan yang telah ada. Selain itu tujuan ahkir dari pembangunan itu adalah untuk manusia karna manusia adalah subjek dan objek pembangunan tersebut (Astrid, 1984).

(11)

Akuntabilitas lingkungan, Pelatihan pada masyarakat terkait, Promosi dan advokasi nilai budaya kelokalan.

Hubungan antara Antropologi dan dunia pariwisata adalah untuk membahas aspek-aspek budaya masyarakat sebagai aset dalam dunia pariwisata. Kajian teori dan konsep-konsep Antropologi terutama dalam melestarikan aspek budaya masyarakat dan sekaligus mengkaji aspek tersebut sebagai aspek pariwisata dalam upaya guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa merusak makna dan nilai aspek budayanya.

Antropologi Pariwisata memiliki fokus intens pada masalah pariwisata dari segi sosial budaya. Adapun sosial budaya dalam hal ini adalah sistem sosial dan sistem budaya yang berkembang dalam konteks pariwisata. Pariwisata merupakan pertemuan antara berbagai sistem sosial dan sistem budaya yang saling mempengaruhi. Pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai mahluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religo, seni dan lain-lain yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

(12)

pengetahuaan, sistem teknologi, kesenian, sitem organisasi sosial, dan mata pencaharian.

Koentjaningrat (1966:75) juga mengistilahkan tiga wujud kebudayaan yaitu:

- Wujud kebudayaan sebagai salah satu yang kompleks bersumber dari ide-ide, nilai-nilai, peraturan, gagasan-gagasan, norma-norma dan sebagainya.

- Wujud kebudayaan sebagai satu kompleks aktivitas serta tindakan, perilaku yang berpola dari manusia dalam masyarakat.

- Wujud kebudayaan berupa benda-benda hasil karya manusia

(13)

M Baiquni (2011:3), menyebutkan, kata “pariwisata” diidentikkan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali dari satu tempat ke tempat lain. Atas dasar itu dengan melihat situasi dan kondisi saat ini pariwisata dapat diartikan sebagai suatu perjalanan terencana yang dilakukan secara individu atau kelompok dari satu tempat ke tempat lain dengan tujuan untuk mendapatkan kepuasan dan kesenangan. Selain itu M Baquini (2011:3) juga berpendapat bahwa ada 3 pandangan mengenai pariwisata yaitu: pertama, pariwisata tidak dikenal masyarakat sepenuhnya dan belum dapat diterapkan dalam kehidupan, karena dalam masyarakat tidak ada pembedaan antara waktu luang dengan waktu kerja dikaitkan dengan aktivitas melakukan pekerjaan. Pada prinsipnya, masyarakat agraris memaknai waktu dalam kehidupannya sebagai waktu untuk bekerja guna memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga waktu tidak bekerja itu hanya merupakan bagian dari waktu kerja saja. kedua, pariwisata sudah mulai dikenal oleh sebagian anggota masyarakat, tetapi masih dipandang sebagai hal yang bersifat negatif, bahwa waktu senggang bagi mereka adalah waktu tidak dalam keadaan kerja atau meninggalkan pekerjaan. ketiga, pariwisata sebagai pemanfaatan waktu luang yang dipandang sebagai sebuah hal yang berguna dan memiliki arti, bermanfaat bagi kehidupannya, oleh karena itu jika mereka menggunakannya dengan baik, mereka akan mendapatkan manfaat. Dalam hal ini pariwisata menjadi sebuah kebutuhan hidup yang harus dipenuhi supaya hidupnya lebih baik, Gejala seperti ini terjadi pada masyarakat industrial.

(14)

kepada warga setempat melalui keuntungan ekonomi yang didapat dari tempat tujuan wisata. Selain itu, perkembangan infrastruktur dan fasilitas rekreasi, keduanya menguntungkan wisatawan dan warga setempat, sebaliknya kepariwisataan dikembangkan melalui penyediaan tempat tujuan wisata.

I Nyoman Erawan (1994:30-31) mengatakan bahwa keuntungan dan kerugian pariwisata dalam arti sempit hanya mengambil kenikmatan perjalanan dan kunjungan sebagai motivasinya. Sedangkan dalam arti luas mencakup segala macam motivasi tersebut adalah sangat luas dan bervariasi karena pariwisata ini mempunyai pengaruh pada berbagai segi kehidupan orang dan masyarakat baik pada bidang sosial-ekonomi yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif, pada bidang politik, kebudayaan maupun lingkungan hidup.

Terkait dengan pengaruh yang ditimbulkan oleh hadirnya objek wisata di suatu daerah, Parsudi Suparlan (1985; 107) menyatakan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan pengetahuan manusia sebagai mahluk hidup dan mahluk sosial yang saling berhubungan dalam menciptakan tindakan-tindakan terhadap lingkungannya. Brown (1965) dan Malinowski (1993) dalam Koentjaningrat menjelaskan bahwa perkembangan kajian ekologi manusia keseluruhannya berkaitan dengan hal material, dimana dijelaskan bagaimana keberagaman yang ada saling terintegrasi dan saling menyesuaikan antara satu dengan yang lainnya sehingga terbentuk perubahan yang kompleks secara fungsional.

(15)

yang mendapatkan kepuasan lahir dan batin. Begitu juga dengan objek wisata Pantai Lumban Binanga di Desa Lumban Binanga yang memiliki ciri-ciri tersebut sehingga tempat ini bisa diartikan sebagai salah satu kawasan wisata yang memiliki potensi wisata untuk dikembangkan lebih lanjut.

Dalam kepemilikan usaha di pantai Lumban Binanga marga Hutajulu menjadikan marga4 ini memiliki ikatan kekuasaan dalam memiliki maupun mengelola pantai Lumban Binanga. Kekuasaan yang ditentukan dari kemargaan yang mereka miliki, membuat hanya marga Hutajulu atau “raja di luati” yang berhak untuk membuka lahan/membangun tempat tinggal di sekitar Pantai Lumban Binanga. Dalam pengelolaan dan pengembangan pariwisata di Pantai Lumban Binanga, masyarakat mengelola tempat wisata tersebut dengan kearifan lokal masyarakat setempat. Kearifan lokal dapat dipahami sebagai suatu pemahaman kolektif, pengetahuan dan kebijaksanaan yang mempengaruhi suatu keputusan penyelesaian atau penanggungan suatu masalah. Kearifan lokal yang dimaksud dalam hal ini merupakan perwujudan seperangkat pemahaman dan pengetahuan yang mengalami proses perkembangan oleh suatu kelompok masyarakat dari proses dan pengalaman panjang dalam berinteraksi dalam suatu sistem dan dalam ikatan hubungan yang saling menguntungkan (Purba, 2002). Indonesia mempunyai banyak etnik dan suku bangsa, dimana setiap etnik dan

4

(16)

suku bangsa mempunyai sistem dan pendekatannya tersendiri. Artinya banyak tempat wisata di Indonesia yang dikelola oleh berbagai macam etnik dan suku bangsa yang menggunakan sistes pengetahuan tradisional tersendiri bahkan telah melahirkan inovasi pengembangan pariwisata di Indonesia yang unik berbasis adat dan budaya setempat.

Kedekatan manusia secara fisik dan emosional dengan lingkungan sumberdaya alam serta terjadinya interaksi dalam suatu sistem yang menghasilkan proses dan hasil proses yang saling berkaitan kemudian saling memberi dan mengambil kemanfaatan satu dengan yang lainnya dalam kurun waktu yang lama telah melahirkan pengetahuan mengenai sumber daya alam itu sendiri yang pada gilirannya pengetahuan tersebut melahirkan kearifan lokal. Hasil proses interaksi yang menghasilkan pemahaman yang mendalam dengan didasari saling ketergantungan telah mendorong manusia menemukan bentuk penyikapan terhadap alam dan lingkungan yang paling ideal. Dalam tataran ini manusia menemukan apa yang disebut dengan kearifan lokal, terutama terkait penyikapan manusia dalam mengelola dan mengembangkan sumber daya alam. Sama halnya dengan cara masyarakat lokal dalam mengelola potensi wisata yang ada di daerahnya. Jika pariwisata di daerahnya dikelola dengan baik dengan tidak merusak lingkungan tersebut maka akan membuat nilai jual wisata itu tinggi dan hubungan timbal baliknya lingkungan tetap terjaga keasliannya.

1.3 . Rumusan Masalah

(17)

- Bagaimana pengelolaan objek wisata pantai Lumban Binaga dilakukan oleh masyarakat lokal?

- Bagaimana peran pemerintah dalam pengembangan objek wisata di Lumban Binanga?

1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini pertama, untuk mengetahui bagaimana Masyarakat lokal tersebut terutama pada pemilik usaha pantai Lumban Binanga dalam mengembangkan dan mengelola objek wisata pantai Lumban Binanga. Hal ini menyangkut fasilitas yang disediakan pemilik usaha maupun pelayanan yang diberikan kepada wisatawan.

Kedua untuk mengetahui peran pemerintah dalam pengembangan objek wisata di Lumban Binanga yaitu mencakup bagaimana kebijakan-kebijakan yang di buat pemerintah dalam mengembangkan objek wisata, baik itu berupa PERDA( Peraturan Daerah), surat edaran, dan badan hukum. Selain itu, bantuan apa saja yang diberikan pemerintah dalam pembangunan objek wisata di Lumban Binanga baik itu infrastruktur dan program yang dijalankan.

Secara akademis penelitian ini akan bermanfaat dalam keilmuan antropologi dan menambah wawasan yang berkaitan dengan pengembangan dunia pariwisata melalui perspektif antropologi. Hal ini karena makin banyaknya pariwisata di Indonesia yang mengandalkan potensi alam yang semakin membutuhkan rujukan dalam mengembangkan objek wisata tersebut, terlebih khusus pada objek pantai Lumban Binanga yang akan diteliti oleh peneliti sendiri.

(18)

1. Bagi pemerintah, penelitian ini akan menjadi bahan masukan maupun saran yang diperlukan dalam mengembangkan model-model kebijakan yang akan diterapkan dalam mengembangkan sebuah objek wisata, baik objek wisata pantai Lumban Binanga itu sendiri.

2. Bagi pelaku usaha pariwisata, penelitian ini akan memberikan saran dalam membantu masyarakat untuk memberikan sebuah pemahaman tentang pengelolaan yang baik dengan melayani wisatawan dalam proses pengembangan objek wisata berkelanjutan.

1.5 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan penelitian di pantai Lumban Binanga di Desa Lumban Binanga, Kecamatan Laguboti, Kabupaten Toba Samosir, juga nantinya dalam penelitian ini peneliti akan melibatkan masyarakat lokal/pemilik usaha di pantai Lumban Binanga, wisatawan, juga pemda/dinas pariwisata Kabupaten Toba Samosir.

(19)

dapat diamati. Menurutnya, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh), sebagaimana Koentjaraningrat mengutarakan bahwa para ahli antropologi biasanya memakai istilah holistik untuk menggambarkan metode tinjauan yang mendekati suatu kebudayaan itu sebagai suatu kesatuan yang terintegrasi (1980:224).

Adapun cara yang digunakan peneliti untuk mendapatkan data-data tentang penelitian ini yaitu:

1.5.1 Teknik Observasi Partisipasi

Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan pancaindra mata sebagai alat bantu utamanya selain pancaindra lainnya seperti telinga, penciuman, mulut dan kulit.

Observasi juga disebut sebagai sebuah tindakan untuk meneliti suatu gejala tindakan atau peristiwa atau peninjauan secara cermat dan langsung dilapangan atau di lokasi penelitian.

Pengamatan dilakukan peneliti dengan cara langsung turuk kelapangan, mengamati kegiatan masyarakat setempat, mengamati keindahan objek wisata pantai Lumban Binanga, dan mengamati semua aktifitas di sekitar daerah pantai Lumban Binanga; mulai dari mengamati pengunjung (wisatawan), mengamati tukang parkir, dan mengamati pedagang di objek wisata pantai Lumban Binanga.

1.5.2 Teknik Wawancara Mendalam

(20)

diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama, dan sebelumnya si peneliti sudah memiliki

rapport (hubungan dekat) terhadap informan. Sehingga demikian, kekhasan wawancara mendalam adalah keterlibatan si peneliti dalam kehidupan informan.

Model wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur. Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang digunakan untuk menemukan informasi yang bukan baku atau informasi tunggal. Pertanyaan yang diajukan tidak disusun lebih dahulu, tetapi disesuaikan dengan keadaan informan. Pelaksanaan tanya jawab mengalir sepeti percakapan sehari-hari. Wawancara tidak terstruktur bersifat bebas dan santai, dengan memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya kepada informan untuk mengemukakan keterangan-keterangan yang sifatnya umum. Wawancara dilakukan seperti percakapan biasa sehari-hari sehingga tidak membuat informan merasa bosan dan takut.

(21)

Selain itu, karena disini posisi saya sebagai peneliti dan juga sebagai wisatawan saya melakukan wawancara seperti percakapan biasa sehari-hari sehingga tidak membuat informan yang saya wawancarai merasa bosan takut dengan saya.

1.5.3 Teknik Dokumenter

Teknik dokumenter adalah salah satu metode pengumpulan data yang digunakan dalam metodologi penelitian sosial. Pada intinya metode dokumenter adalah metode yang digunakan untuk menelusuri data historis, Dengan demikian, pada penelitian sejarah, maka bahan dokumenter memegang peranan penting yang amat penting. Secara detail bahan dokumenter terbagi beberapa macam yaitu :

a. Otobiografi,

b. Surat-surat pribadi, buku-buku atau catatan harian, memorial, c. Kliping,

d. Dokumenter pemerintah, e. Data di server atau flashdisk,

f. Data tersimpan di website, dan lain-lain. 1.5.4 Tinggal Hidup Bersama Informan

(22)

1.6. Rangkaian Pengalaman Dilapangan

Peneliti memulai penelitian ke lapangan yaitu pada bulan September 2015 di objek wisata Pantai Lumban Binanga. Sebagai langkah awal penelitian, peneliti langsung menjumpai kepala desa Lumban Binanga bapak Bobby Hutajulu untuk meminta izin penelitian di objek wisata pantai Lumban Binanga. Begitu menerangkan identitas saya dan menjelaskan tujuan penulis melakukan penelitian di desa Lumban Binanga, bapak kepala desa senang karena melihat saya berasal dari Universitas Sumatera Utara dan langsung memberikan gambaran tentang desa Lumban Binanga serta objek wisata pantai Lumban Binanga.

(23)

Penulis melakukan penelitian di objek wisata pantai Lumban Binanga selama dua minggu karena penulis ingin mengejar target bisa menyelesaikan skripsi dengan cepat untuk mengejar wisuda di bulan dua tahun depan.

Hari pertama, penelitian penulis berangkat dari Sibodiala menuju pantai Lumban Binanga jam sembilan pagi. Jarak dari rumah penulis ke lokasi objek penelitian yaitu 45 km dengan waktu tempuh perjalan selama sejam menggunakan sepeda motor. Setelah tiba di pantai Lumban Binanga penulis langsung menuju salah satu rumah makan yang pemiliknya merupakan salah satu pengelola objek wisata di pantai lumban binanga. Untuk langsung akrab dengan narasumber penulis langsung menggunakan bahasa daerah supaya tidak kaku dalam bertanya sembari memesan cappuccino susu.

Horas namboru, bahen jo kappucino susu dingin sada. Boado perkembangan pantai lumban binanga saonari namboru? Au sian USU namboru naeng mambahen penlitian di hutaon selama dua minggu lao menyelesaihon skripsi namboru (horas namboru, pesan kapuccino dingin satu. Bagaimana perkembangan pantai lumban binanga ini sekarang namboru? Saya dari kampus USU namboru mau melakukan penelitian di kampung ini selama dua minggu untuk menyelesaikan skripsi saya namboru)”

(24)

Hari berikutnya kemudian saya pergi mewancarai salah satu tokoh masyarakat yang bekerja sebagai nelayan di pantai Lumban Binanga. Karena saya melakukan wawancara secara tidak terstruktur, saya memilih bahasa daerah supaya narasumber saya tidak kaku dan nyaman ketika saya bertanya tentang bagaimana sejarah berdirinya objek wisata pantai Lumban Binanga. Beliau menjelaskannya dengan senang sebab jarang ada orang yang menanyakan sejarah berkembangnya objek wisata pantai Lumban Binanga di desa Lumban Binanga. Karena tidak ingin menggangu aktivitas narasumber saya pun bergegas minta ijin dan berterima kasih atas waktunya.

Hari berikutnya lagi saya mewancarai beberapa narasumber yang datang ke Pantai Lumban Binanga, seperti wisatawan, warga sekitar dan pengelola pantai Lumban Binanga. Narasumber saya dengan senang hati menjelaskan semua yang berkaitan dengan pariwisata di pantai Lumban Binanga dan membandingkan dengan objek wisata di tempat lain. Bagi mereka kenyamanan dan kebersihan adalah nomor satu. Setelah banyak menerima masukan dan kritikan mereka tentang pengembangan dan pengelolaan pantai Lumban Binanga, saya kemudian berpamitan pulang.

(25)

menanyakan identitas saya dan maksud tujuan saya berada di desa mereka. Setelah mereka mengetahui tujuan saya, mereka dengan senang hati memberikan informasi secara mendalam siapa saja tokoh masyarakat yang banyak memberikan masukan di desa Lumban Binanga, dan memberikan nasehat kepada saya supaya cepat selesai mengerjakan skripsinya. Mereka juga berharap kelak jika saya sukses, bisa datang lagi ke desa Lumban Binanga.

Data yang saya peroleh setiap hari di lapangan selalu saya ingat dan saya tarik garis besar inti wawancara untuk kemudian saya tulis dimalam hari di catatan kecil untuk mempermudah saya mengerjakan skripsi. Banyak kesan menarik dan pesan yang penulis dapatkan selama berada di lokasi penelitian karena penulis bisa mengetahui sejarah perkembangan objek wisata pantai Lumban Binanga, selain itu penulis bisa akrab bersama masyarakat setempat meskipun hanya berjumpa sehari saja. Penulis berharap skrispsi ini nantinya bisa selesai dengan baik dan cepat.

Referensi

Dokumen terkait

Simpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil pengujian hipotesis dan analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Terdapat

Oleh karena itu dilakukan penelitian peningkatan kecerahan dan daya rekat warna pada gerabah batik.Hasil pewarnaan yang bagus akan menimbulkan minat orang atau konsumen

Gambaran umum dari purwarupa robot lengan pemilah objek berdasarkan label tulisan secara realtime, adalah robot lengan digunakan untuk mengidentifikasi suatu objek

Mitos pohon hayat telah menjadi kepercayaan bersama yang secara turun- temurun diwariskan oleh nenek moyang bangsa Indonesia. Pohon memberi kita banyak manfaat dan berguna

Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?”.. Dengan demikian, prinsip kebebasan berkeyakinan sebagaimana disebut

Monday, 25 January 2010 02:55 - Last Updated Wednesday, 03 June 2015 02:32.

Yang dimaksud dengan “ fasilitas lainnya ” adalah yang tidak termasuk kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, antara

Berdasarkan hasil analisis dari pengolahan data yang telah dilakukan dan disajikan dalam bentuk grafik garis maupun batang dengan menggunakan disain multiple