• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Wanita Pekerja Seks (WPS) terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit Menular Seksual (PMS) di Medan Johor tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Pengetahuan dan Sikap Wanita Pekerja Seks (WPS) terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit Menular Seksual (PMS) di Medan Johor tahun 2016"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

13

Universitas Sumatera Utara

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku Kesehatan

2.1.1 Pengertian Perilaku Kesehatan

Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2010), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus-Organisme–Respon.

Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Perilaku tertutup (covert behavior)

Perilaku tertutup adalah respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

(2)

Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Dimensi Perilaku Kesehatan

Berdasarkan batasan perilaku dari Skiner, perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu : (Notoatmodjo, 2010)

1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance)

Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu, perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek yaitu : a) Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta

pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.

b) Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Perlu dijelaskan di sini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relatif, maka dari itu orang yang sehat pun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin.

(3)

Universitas Sumatera Utara 2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour)

Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan keluar negeri. Menurut Suchman dalam Muzaham (2005), memberikan batasan perilaku sakit sebagai tindakan untuk menghilangkan rasa tidak enak (discomfort) atau rasa sakit sebagai akibat dari timbulnya gejala tertentu. Suchman menganalisa pola proses pencarian pengobatan dari segi individu maupun pola proses pencarian pengobatannya, terhadap lima macam reaksi dalam proses mencari pengobatan. Shoping adalah proses mencari alternatif sumber pengobatan yang menemukan seseorang yang dapat memberikan diagnosa atau pengobatan sesuai dengan harapan si sakit.

a) Figmentation adalah proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan pada lokasi yang sama. Contoh : Berobat ke dokter, sekaligus ke sinse dan dukun.

b) Procrastination adalah proses penundaan pencarian pengobatan meskipun gejala penyakitnya sudah dirasakan.

c) Self medication ialah pengobatan sendiri dengan menggunakan berbagai ramuan atau obat – obatan yang dinilainya tepat baginya.

d) Discontinuity adalah penghentian proses pengobatan.

(4)

Universitas Sumatera Utara tahap pengenalan gejala, tahap asumsi peran sakit ,tahap kontak dengan pelayanan kesehatan, tahap ketergantungan si sakit, tahap penyembuhan atau rehabilitasi.

3. Perilaku kesehatan lingkungan (Enviromental health behaviour)

Bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Dengan perkataan lain, bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga atau masyarakatnya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan para petugas terutama petugas kesehatan dan diperlukan juga undang-undang kesehatan untuk memperkuat perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2010).

Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2010) menganalisis faktor perilaku ditentukan oleh 3 faktor utama yaitu: faktor predisposisi (Predisposing factors), terdiri atas faktor pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilai. Kedua, faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik seperti ketersediaan sarana/fasilitas, informasi. Ketiga, faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku kelompok acuan, seperti petugas

kesehatan, kepala kelompok atau peer group.

(5)

pengalaman-Universitas Sumatera Utara pengalaman seseorang serta faktor-faktor di luar orang tersebut (lingkungan), baik fisik maupun non fisik. Kemudian pengalaman dan lingkungan tersebut diketahui, dipersepsikan, diyakini dan sebagainya sehingga menimbulkan motivasi, niat untuk bertindak dan akhirnya terjadilah perwujudan niat yang berupa perilaku (Notoatmodjo,2010).

2.1.3 Perilaku dalam Bentuk Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain, di dapat dari buku, surat kabar, atau media massa, elektronik. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yaitu indra penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour).

(6)

Universitas Sumatera Utara sesuai dengan prinsip akal, perasaan dan keinginan. Dengan kata lain, pengetahuan yang benar haruslah dapat diterima dengan akal, sekaligus dapat diterima oleh perasaan dan layak dapat dikerjakan dalam praktik perilaku (Suhartono, 2008).

Pada dasarnya pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan masalah yang dihadapi. Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung ataupun melalui pengalaman orang lain. Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui penyuluhan baik secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan yang bertujuan untuk tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga, dan masyarakat dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan optimal.

Adapun faktor-faktor pengetahuan menurut Wawan (2010) dibedakan menjadi faktor internal dan faktor eksternal :

a. Faktor internal 1. Pendidikan

Pendidikan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap pola hidup terutama dalam motivasi sikap. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin mudah untuk penerimaan informasi.

2. Pekerjaan

(7)

Universitas Sumatera Utara 3. Umur

Usia adalah umur individu yang terhitung mulai dari dilahirkan sampai berulang tahun (Nursalam, 2003). Menurut Hurlock (1998), semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir.

b. Faktor eksternal 1. Faktor lingkungan

Lingkungan sekitar dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku individu maupun kelompok. Jika lingkungan mendukung ke arah positif, maka individu maupun kelompok akan berperilaku positif, tetapi jika lingkungan sekitar tidak kondusif, maka individu maupun kelompok tersebut akan berperilaku kurang baik.

2. Sosial budaya

Sistem sosial budaya yang ada dalam masyarakat juga mempengaruhi sikap dalam penerimaan informasi.

Cara memperoleh pengetahuan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: a.) Cara Tradisional atau Non ilmiah : Coba-salah (Trial and Error), secara

kebetulan, cara kekuasaan atau otoritas, berdasarkan pengalaman pribadi, dan melalui jalan fikiran manusia.

(8)

Universitas Sumatera Utara

2.1.4 Perilaku Dalam Bentuk Sikap

Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap tidak langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2010).

Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk merespon (secara positif atau negatif) terhadap orang, objek atau situasi tertentu. Sikap mengandung suatu penelitian emosional/afektif (senang, benci, sedih, dan sebagainya). Selain bersifat positif dan negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman yang berbeda-beda (sangat benci, agak benci, dan sebagainya). Sikap itu tidaklah sama dengan perilaku dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang. Sebab sering kali terjadi bahwa seseorang dapat berubah dengan memperlihatkan tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya.

(9)

Universitas Sumatera Utara a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Sikap ini terdiri dari 4 (empat) tingkatan, yaitu : 1. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperlihatkan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi. 2. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya. Mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang menerima ide tersebut. 3. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya : seorang ibu yang mengajak ibu yang lain untuk pergi menimbangkan anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.

4. Bertanggung jawab (Responsible)

(10)

Universitas Sumatera Utara Ciri-ciri sikap adalah :

1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya. Sifat ini membedakannya dengan sifat motif-motif biogenetis seperti lapar, haus, atau kebutuhan akan istirahat.

2. Sikap dapat berubah-ubah karena sikap dapat dipelajari dan karena itu pula sikap dapat berubah-ubah pada orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.

3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek. Dengan kata lain, sikap itu dibentuk, dipelajari atau berubah senantiasa.

4. Objek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu tetapi juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.

5. Sikap mempunyai segi motivasi dari segi-segi perasaan. Sifat ilmiah yang membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang (Notoamojo, 2010).

Fungsi sikap dibagi menjadi empat golongan, yakni :

1. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable artinya sesuatu yang mudah menjalar sehingga mudah pula menjadi milik bersama.

(11)

Universitas Sumatera Utara orang dewasa dan yang sudah lanjut usianya, perangsang itu pada umumnya tidak diberi reaksi secara spontan akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu. Jadi antara perangsang dan reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang berwujud pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian terhadap perangsang itu sebenarnya bukan hal yang berdiri sendiri tetapi merupakan sesuatu yang erat hubungannya dengan cita-cita orang, tujuan hidup orang, peraturan-peraturan kesusilaan yang ada dalam bendera, keinginan-keinginan pada orang itu dan sebagainya.

3. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini perlu dikemukakan bahwa manusia di dalam menerima pengalaman-pengalaman dari dunia luar sikapnya tidak pasif tetapi diterima secara aktif artinya semua pengalaman yang berasal dari luar itu tidak semuanya dilayani oleh manusia tetapi juga manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman ini diberi penilaian lalu dipilih.

(12)

Universitas Sumatera Utara sikap tersebut dapat diubah dan bagaimana cara mengubah sikap-sikap tersebut (Purwanto (1999) dalam Notoatmodjo, 2010).

2.1.5 Perilaku Dalam Bentuk Tindakan

Suatu sikap belum optimis terwujud dalam suatu tindakan untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung/suatu kondisi yang memungkinkan (Notoatmodjo, 2010). Tindakan terdiri dari empat tingkatan, yaitu :

1. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.

2. Respon Terpimpin (Guided Response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat dua.

3. Mekanisme (Mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara optimis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.

4. Adopsi (Adoption)

(13)

Universitas Sumatera Utara

2.2 Wanita Pekerja Seks (WPS)

2.2.1 Pengertian Wanita Pekerja Seks (WPS)

Pelacuran atau prostitusi merupakan salah bentuk penyakit masyarakat yang harus diberhentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan usaha pencegahan dan perbaikan. Pelacuran berasal dari bahasa Latin pro-stituere atau pro-stauree, yang berarti membiarkan dan berbuat zina, melakukan persundalan, percabulan atau sundal. Dikenal pula dengan istilah WTS atau tuna susila (Kartono, 2013).

Wanita tuna susila adalah wanita yang mempunyai kebiasaan melakukan hubungan kelamin di luar perkawinan, baik dengan imbalan jasa maupun tidak. Pelacuran merupakan profesi yang sangat tua usianya, yaitu berupa tingkah laku lepas kendali dan cabul, karena adanya pelampiasan nafsu seks dengan lawan jenisnya tanpa mengenal batas-batas kesopanan. Pelacuran itu selalu ada pada semua negara berbudaya sejak zaman purba sampai sekarang. Pelacuran senantiasa menjadi masalah sosial atau menjadi objek urusan hukum dan tradisi. Selanjutnya, dengan perkembangan teknologi, industri dan kebudayaan manusia, turut berkembang pula pelacuran dalam pelbagai bentuk dan tingkatan

(14)

Universitas Sumatera Utara melakukan hubungan seksual atau hyperseksualitas ataupun didorong oleh nafsu-nafsu seks yang tidak terkontrol dan tidak wajar, tidak ubahnya dengan ciri-ciri praktik prostitusi. Tindak immoril yang dilakukan oleh para WPS itu khususnya disebabkan oleh:

a. Kurang terkendalinya kendaili psikologis mengenai perilaku seksual. b. Melemahnya sistem pengontrol diri.

c. Belum atau kurangnya pembentukan karakter pada usia prapuber, usia puber adolesens mengenai perilaku seksual dan batasannya.

2.2.2 Beberapa Peristiwa Penyebab Timbulnya Pelacuran

Menurut Kartono (2013) ada beberapa peristiwa sosial penyebab timbulnya pelacuran antara lain sebagai berikut :

1. Tidak adanya undang-undang yang melarang pelacuran. Juga tidak ada larangan terhadap orang-orang yang melakukan relasi seks sebelum pernikahan atau diluar pernikahan.

2. Adanya keinginan dan dorongan manusia untuk menyalurkan kebutuhan seks, khususnya di luar ikatan perkawinan.

3. Komersialisasi dari seks, baik di pihak wanita maupun germo-germo dan oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan pelayanan seks. Jadi, seks dijadikan alat untuk tujuan-tujuan komersialisasi di luar perkawinan.

(15)

Universitas Sumatera Utara 5. Semakin besarnya penghinaan orang terhadap martabat kaum wanita dan

harkat manusia.

6. Kebudayaan ekspolitasi pada zaman modern ini, khususnya mengeksploitasi kaum lemah/wanita untuk tujuan-tujuan komersil.

7. Peperangan dan masa-masa kacau (dikacau oleh gerombolan-gerombolan pemberontak) di dalam negeri meningkatkan jumlah pelacuran.

8. Adanya proyek-proyek pembangunan dan pembukaan daerah pertambangan dengan konsentrasi kaum pria sehingga mengakibatkan adanya ketidakseimbangan rasio dan wanita di daerah-daerah tersebut.

9. Perkembangan kota-kota, daerah-daerah pelabuhan dan industri yang sangat cepat dan menyerap banyak menyerap banyak tenaga buruh serta pegawai pria. Juga peristiwa urbanisasi tanpa adanya jalan keluar untuk mendapatkan kesempatan kerja terkecuali menjadi Wanita Pekerja Seks bagi anak-anak gadis.

10.Bertemunya macam-macam kebudayaan asing dan kebudayaan-kebudayaan setempat. Di daerah-daerah perkotaan dan ibukota, mengakibatkan perubahan-perubahan sosial yang cepat dan radikal, sehingga masyarakatnya menjadi sangat instabil.

2.2.3 Motif-Motif yang Melatarbelakangi Pelacuran

(16)

Universitas Sumatera Utara 1. Adanya kecenderungan melacurkan diri pada banyak wanita untuk menghindarkan diri dari kesulitan hidup, dan mendapatkan kesenangan melalui jalan pendek. Kurang pengertian kurang pendidikan, dan buta huruf, sehingga menghalalkan pelacuran.

2. Ada nafsu-nafsu seks yang abnormal tidak terintegrasi dalam kepribadian, dan keroyalan seks. Histeris dan hyperseks, sehingga tidak merasa puas mengadakan relasi seks dengan satu pria/suami.

3. Tekanan ekonomi, faktor kemiskinan, ada pertimbangan-pertimbangan ekonomis untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, khususnya dalam mendapatkan status sosial yang lebih baik.

4. Aspirasi materil yang tinggi pada diri wanita dan kesenangan ketamakan terhadap pakaian-pakaian indah dan perhiasan mewah. Ingin hidup bermewah-mewah, namun malas bekerja.

5. Kompensasi terhadap perasaan-perasaan inferior. Jadi ada adjustment yang negatif, terutama sekali terjadi pada masa puber dan adolesens. Ada keinginan untuk melebihi kakak. Ibu sendiri, teman putri, tante-tante atau wanita-wanita mondain lainnya.

6. Rasa ingin tahu gadis-gadis cilik dan anak-anak puber pada masalah seks, yang kemudian tercebur dalam dunia pelacuran oleh bujukan-bujukan bandit-bandit seks.

(17)

Universitas Sumatera Utara norma-norma susila yang dianggap terlalu mengekang diri anak-anak remaja mereka lebih menyukai pola seks bebas.

8. Pada masa kanak-kanak pernah melakukan relasi seks atau suka melakukan hubungan seks sebelum perkawinan (ada premarital sexrelation) untuk sekedar iseng atau untuk menikmati „masa indah‟ di kala muda. Atau sebagai

simbol keberanian dan kegagahan telah menjelajahi dunia seks secara nyata. 9. Gadis-gadis dari daerah slums (perkampungan-perkampungan melarat dan

kotor dengan lingkungan yang immoril yang sejak kecilnya selalu melihat persenggamaan orang-orang dewasa secara kasar dan terbuka, sehingga terkondisikan mentalnya dengan tindak-tindak asusila, lalu menggunakan mekanisme promiskuilitas/pelacuran untuk mempertahankan hidupnya. 10.Anak-anak gadis dan wanita-wanita muda yang kecanduan obat bius

(hash-hish, ganja, morfin, heroin, candu, minuman dengan kadar alkohol tinggi, dan lain-lain) banyak menjadi pelacur untuk mendapatkan uang membeli obat-obat tersebut.

11.Ajakan teman-teman sekampung/sekota yang sudah terjun terlebih dahulu dalam dunia pelacuran.

2.2.4. Beberapa Akibat yang Ditimbulkan oleh Pelacuran

Beberapa akibat yang ditimbulkan oleh pelacur ialah sebagai berikut : (Kartono, 2013).

1. Menimbulkan dan menyebarluaskan penyakit kelamin dan kulit. Penyakit yang paling banyak adalah syphilis dan gonorrhea (kencing nanah).

(18)

Universitas Sumatera Utara 3. Mendemoralisasi atau memberikan pengaruh demoralisasi kepada lingkungan

khususnya anak-anak muda remaja pada masa puber dan adolensi. 4. Berkorelasi dengan kriminalisasi dan kecanduan bahan-bahan narkotika. 5. Merusak sendi-sendi moral, susila, hukum dan agama.

6. Adanya pengeksploitasian manusia oleh manusia lain. Pada umumnya wanita pekerja seks tersebut hanya menerima upah sebagian kecil saja dari pendapatan yang harus diterimanya, karena sebagian besar harus diberikan kepada germo, calo-calo dan lain-lain.

7. Bisa menyebabkan terjadinya disfungsi seksual, misalnya: impotensi, anorgasme, nymfomania, ejakulasi prematur yaitu pembuangan sperma sebelum zakar melakukan penetrasi dalam vagina atau liang senggama, dan lain-lain.

2.3 Penyakit Menular Seksual (PMS)

2.3.1 Pengertian Penyakit Menular Seksual (PMS)

Penyakit menular seksual (PMS) disebut juga dengan Infeksi Menular Seksual (IMS) atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan Sexually Transmitted Disease (STDs), Sexually Transmitted Infection (STI) atau Venereal Disease (VD).

(19)

Universitas Sumatera Utara IMS atau Seksually Transmitted Disease adalah suatu gangguan atau penyakit yang ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui kontak hubungan seksual. IMS yang sering terjadi adalah Gonorhoe, Sifilis, Herpes, namun yang paling terbesar diantaranya adalah AIDS, kaena mengakibatkan sepenuhnya pada kematian pada penderitanya. AIDS tidak bisa diobati dengn antibiotik (Zohra dan Rahardjo, 2011).

Menurut Aprilianingrum (2012), Infeksi Menular Seksual (IMS) didefinisikan sebagai penyakit yang disebabkan karena adanya invasi organisme virus, bakteri, parasit dan kutu kelamin yang sebagian besar menular melalui hubungan seksual, baik yang berlainan jenis ataupun sesama jenis.

2.3.2 Jenis - Jenis Infeksi Menular Seksual (IMS)

Beberapa penyakit infeksi menular seksual yang sering terjadi Wanita Pekerja Seks (WPS) menurut Fahmi (2013) adalah :

1. Gonorhoe (Kencing Nanah)

Penyakit ini ditularkan melalui hubungan seksual. Sebutan lain penyakit ini adalah kencing nanah. Penyakit ini menyerang organ reproduksi dan menyerang selaput lendir, mucus, mata, anus dan beberapa organ tubuh lainnya. Bakteri yang membawa penyakit ini adalah Neisseria Gonorrhoeae. Gejala akibat penyakit ini pada wanita antara lain :

a. Keputihan kental berwarna kekuningan b. Rasa nyeri di rongga panggul

c. Dapat juga tanpa gejala

(20)

Universitas Sumatera Utara a. Rasa nyeri pada saat kencing

b. Keluarnya nanah kental kuningkehijauan c. Ujung penis agak merah dan bengkak

2. Sifilis (Raja Singa)

Penyakit Sifilis ini disebut raja singa dan ditularkan melalui hubungan seksual atau penggunan barang-barang dari seseorang yang tertular (misalnya : baju, handuk dan jarum suntik). Penyebab timbulnya penyakit ini adanya kuman Treponema pallidum, kuman ini menyerang organ penting tubuh lainya seperti

selaput lendir, anus, bibir, lidah dan mulut.

Penularan biasanya melalui kontak seksual, tetapi ada beberapa contoh lain seperti kontak langsung dan kongenital sifilis (penularan melalui ibu ke anak dalam uterus). Dengan gejala klinis : Luka atau koreng, jumlah biasanya satu, bulat atau lonjong, dasar bersih, dengan perabaan kenyal sampai keras, tidak ada rasa nyeri pada penekanan

3. Chlamydia Trachomatis

Chlamydia trachomatis adalah salah satu dari tiga spesies bakteri dalam

genus Chlamydia, famili chlamydiaceae, kelas Chlamydiae, filum Chlamydiae,

domain Bacteria.

Chlamydia trachomatis adalah agen chlmydial pertama yang ditemukan

(21)

Universitas Sumatera Utara - Pada pria, adanya sekret/cairan tubuh uretra dapat disertai eritema meatus - Pada wanita adanya gejala serviks seropurulen, serviks mudah berdarah.

4. Herpes Genitali

Saat ini dikenal dua macam herpes yakni herpes zoster dan herpes simpleks. Kedua herpes ini berasal dari virus yang berbeda. Herpes zoster disebabkan oleh virus Varicella zoster, sedangkan herpes simpleks disebabkan oleh herpes simplex virus (HSV). Gejala klinis yang disebabkan oleh : Virus Herpes Simplex sebagai

berikut :

1. Herpes genital pertama : diawali dengan bintil lentingan dan luka/erosi berkelompok, di atas dasar kemerahan, sangat nyeri, pembesaran kelenjar lipat paha dan disertai gejala sisitemik.

2. Herpes genital kambuhan : timbul bila ada faktor pencetus yaitu : daya tahan tubuh menurun, stres pikiran, senggama berlebihan, kelelahan.

5. Kondiloma akuminata (Kutil Genitalis)

(22)

Universitas Sumatera Utara abnormal) atau kanker pada vagina, vulva, dubur, penis, mulut, tenggorokan atau kerongkongan.

6. HIV-AIDS

HIV singkatan dari Human Immuno Deficiency Virus, yaitu sejenis virus yang menyebabkan AIDS. HIV ini menyerang sel darah putih dalam tubuh sehingga jumlah sel darah putih semakin berkurang dan menyebabkan sistem kekebalan tubuh menjadi lemas. AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome yang merupakan dampak atau efek dari perkembang biakan

virus HIV dalam tubuh makhluk hidup. Sindrom AIDS timbul akibat melemah atau menghilangnya system kekebalan tubuh karena sel CD4 pada sel darah putih yang banyak dirusak oleh Virus HIV.

7. Ulkus mole

Disebabkan oleh : Haemophillus Ducreyi, dengan gejala klinis seperti koreng jumlahnya banyak, bentuk tidak teratur, dasar kotor, tepi bergaung, sekitar koreng merah dan edema, sangat nyeri.

2.3.3 Penularan Penyakit Menular Seksual (PMS)

Beberapa cara penularan IMS menurut Ditjen PPM & PLP (2015) yaitu melalui :

1. Hubungan seks lewat liang senggama tanpa kondom 2. Hubungan seks lewat dubur tanpa kondom

(23)

Universitas Sumatera Utara

2.3.4 Hal-hal Yang Tidak Dapat Menularkan Penyakit Menular Seksual

(PMS)

Penularan IMS dengan cara yang tidak aman adalah tanpa menggunakan kondom, tetapi Menurut Sofianty (2013) IMS tidak dapat menular melalui :

1. Duduk disamping orang yang terkena IMS 2. Menggunakan WC Umum

3. Menggunakan kolam renang umum 4. Memegang gagang pintu

5. Salaman 6. Bersin-bersin 7. Keringat

2.3.5 Cara Mencegah Penyakit Menular Seksual (PMS)

Menurut Kemenkes RI (2012) langkah terbaik untuk mencegah IMS adalah menghindari kontak langsung, yaitu dengan cara sebagai berikut :

1. Menunda kegiatan seks bagi remaja (abstinensi) 2. Menghindari berganti-ganti pasangan seksual 3. Memakai kondom dengan benar dan konsisten

2.3.6 Tanda dan Gejala Infeksi Menular Seksual (PMS)

(24)

Universitas Sumatera Utara 1. Berupa bintil-bintil berisi cairan.

2. Lecet atau borok pada penis/alat kelamin. 3. Luka tidak sakit.

4. Keras dan berwarna merah pada alat kelamin.

5. Adanya kutil atau tumbuh daging seperti jengger ayam. 6. Rasa gatal yang hebat sepanjang alat kelamin.

7. Rasa sakit yang hebat pada saat kencing. 8. Kencing nanah atau darah yang berbau busuk.

9. Bengkak, panas dan nyeri pada pangkal paha yang kemudian berubah menjadi borok.

Pada perempuan sebagian besar tanpa gejala sehingga sering kali tidak disadari. Jika ada gejala, biasanya berupa antara lain :

1. Rasa sakit atau nyeri pada saat kencing atau berhubungan seksual. 2. Rasa nyeri pada perut bagian bawah.

3. Pengeluaran lendir pada vagina/alat kelamin.

4. Keputihan berwarna putih susu, bergumpal dan disertai rasa gatal dan kemerahan pada alat kelamin atau sekitarnya.Keputihan yang berbusa, kehijauan, berbau busuk, dan gatal.

5. Timbul bercak-bercak darah setelah berhubungan seksual. 6. Bintil-Bintil berisi cairan.

(25)

Universitas Sumatera Utara

2.3.7 Bahaya Penyakit Menular Seksual (PMS)

Berdasarkan UNAIDS dan WHO (2011) ada beberapa bahaya yang dapat ditimbulkan jika seseorang terdeteksi mengidap PMS,yaitu:

1. Kebanyakan PMS dapat menyebabkan kita sakit. 2. Beberapa PMS dapat menyebabkan kemandulan. 3. Beberapa PMS dapat menyebabkan keguguran. 4. PMS dapat menyebabkan kanker leher rahim.

5. Beberapa PMS dapat merusak penglihatan, otak dan hati. 6.PMS dapat menular kepada bayi.

7. PMS dapat menyebabkan kita rentan terhadap HIV/AIDS. 8. Beberapa PMS ada yang tidak bisa disembuhkan.

9. Beberapa PMS seperti halnya HIV/AIDS dapat menyebabkan kematian.

2.3.8 Pengobatan Infeksi Menular Seksual (IMS)

Berdasarkan Ditjen PPM & PLP (2015) yang harus dilakukan seseorang jika terkena atau curiga terkena PMS setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium adalah :

1. Setiap PMS obatnya berbeda. Jadi periksakan diri ke dokter untuk mengetahui jenis penyakit dan pengobatannya karena tidak sembarangan obat bisa dipakai untuk mengobati semuanya.

(26)

Universitas Sumatera Utara sehingga dapat menyebabkan bibit penyakit tersebut menjadi kebal terhadap obat yang diberikan.

3. Selama pengobatan jangan melakukan hubungan seks dulu supaya luka-luka IMS dapat sembuh. Kalupun berhubungan seks sebaiknya gunakan kondom. 4. Periksakan diri ke dokter jika obat sudah habis untuk memastikan PMS yang di derita benar-benar sudah sembuh. Dan bawalah pasangan seksual anda agar tidak tertular ulang.

2.3.9 Resiko Terkena Penyakit Menular Seksual (PMS)

Perempuan lebih rentan berisiko tertular PMS dibandingkan dengan laki-laki. Menurut Ditjen PPM & PLP (2015) hal ini disebabkan karena:

1. Saat berhubungan seks, dinding vagina dan leher rahim langsung terpapar oleh cairan sperma. Jika sperma terinfeksi oleh IMS, maka perempuan tersebut bisa terinfeksi.

2. Jika perempuan terinfeksi IMS, dia tidak selalu menunjukkan gejala. Tidak munculnya gejala dapat menyebabkan infeksi meluas dan menimbulkan komplikasi.

(27)

Universitas Sumatera Utara

2.4 Kerangka Teoritis Penelitian

Adapun kerangka teoritis dalam penelitian ini dapat dilihat pada skema 2.1 berikut :

\

Skema 2.1 Kerangka Teoritis Penelitian

Berdasarkan skema 2.1 diatas diketahui bahwa kerangka teoritis dalam penelitian ini ialah merupakan memakai teori domain perilaku atau faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan perilaku dari Lawrence Green (1980) yang menyatakan bahwa domain atau faktor pembentukan perilaku dibagi menjadi 3 macam yaitu faktor predisposisi (predisposing factors) yakni yang berupa pengetahuan, sikap, kepercayaaan, nilai-nilai yang dipercayai seseorang, dan variabel demografis, faktor pemungkin (enabling factors) seperti fasilitas, petugas kesehatan, biaya, jarak, transportasi dan sebagainya serta faktor penguat/pendorong (reinforcing factors) seperti dukungan keluarga, stakeholders masyarakat, dan

Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)

 Pengetahuan (Knowledge)

Faktor Pemungkin (Enabling Factors)

 Fasilitas Kesehatan  Tenaga Kesehatan  Biaya

 Jarak Transportasi

Faktor Penguat (Reinforcing Factors)

 Dukungan keluarga

(28)

Universitas Sumatera Utara sebagainya yang dapat mempengaruhi perilaku individu termasuk perilaku ibu dalam tindakan pencegahan penyakit menular seksual (PMS).

2.5 Kerangka Konsep Penelitian

Skema 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan skema 2.2 diatas, diketahui bahwa variabel karakteristik individu yang akan digambarkan meliputi umur, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan selain menjadi WPS, pendapatan, lama menjadi WPS dan dukungan rekan WPS yang diberikan variabel independen atau variabel bebas dalam penelitian ini ialah pengetahuan dan sikap wanita WPS mengenai penyakit menular seksual (PMS), dan variabel dependen atau variabel terikat dalam penelitian ini adalah tindakan pencegahan penyakit menular seksual (PMS) oleh Wanita Pekerja Seks (WPS) di Medan Johor tahun 2016.

Variabel Independen

 Pekerjaan selain menjadi WPS  Pendapatan

 Lama Menjadi WPS

 Dukungan rekan WPS yang diberikan

 Pengetahuan WPS mengenai penyakit menular seksual (PMS)  Sikap WPS mengenai penyakit

menular seksual (PMS)

Tindakan Pencegahan Penyakit Menular Seksual

Referensi

Dokumen terkait

3.2 Mengenal teks cerita narasi sederhana kegiatan dan bermain di lingkungan dengan bantuan guru atau teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis yang dapat diisi dengan

15 Alat kontrasepsi IUD/spiral yaitu alat yang cara penggunaannya di masukkan ke dalam rahim 16 Pemasangan IUD/spiral hanya boleh dipasang. oleh petugas kesehatan

Selanjutnya model prediksi tersebut digunakan untuk memprediksi apakah pelanggan yang dimiliki Telkomsel saat ini akan churn atau tetap aktif pada bulan Juli 2006. Tingkat

oleh variabel lain diluar model. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Berdasarkan tanggapan responden diketahui bahwa kondisi fisik lingkungan kerja secara keseluruhan adalah

ABSTRAK : Pada penelitian ini dikembangkan sebuah perangkat lunak untuk merekonstruksi obyek tiga dimensi dari kumpulan gambar dua dimensi dengan menggunakan metode generalized

Selain subektor jasa perdagangan hasil laut, beberapa subsektor lain yang memiliki nilai output total yang besar adalah subsektor penambangan migas lepas pantai,

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor internal penyebab terjadinya perilaku seks pranikah pada remaja disebabkan oleh kurangnya komunikasi dan interaksi

Kepada peserta Pelelangan yang keberatan, diberikan kesempatan untuk menyampaikan sanggahan khususnya mengenai ketentuan dan prosedur yang telah ditentukan dalam