• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laju Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina pada Berbagai Tingkat Salinitas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Laju Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina pada Berbagai Tingkat Salinitas"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Mangrove

Hutan mangrove merupakan salah satu bentuk ekosistem hutan yang unik dan khas, terdapat di daerah pasang surut di wilayah pesisir, pantai dan atau pulau-pulau kecil dan merupakan potensi sumberdaya alam yang sangat potensial. Hutan mangrove memiliki nilai ekonomis dan ekologis yang tinggi, tetapi sangat rentan terhadap kerusakan apabila kurang bijaksana dalam mempertahankan, melestarikan dan pengelolaannya (Waryono, 2009).

Hutan mangrove juga merupakan suatu ekosistem yang kompleks dan khas, serta memiliki daya dukung cukup besar terhadap lingkungan sekitarnya terutama sebagai penyokong sumber makanan alami di perairan melalui serasah yang jatuh di dasar perairan. Komunitas mangrove menyokong secara nyata terhadap produksi makanan di daerah tropis. Hubungan antara produksi primer daun mangrove dan alga terhadap produksi ikan ekonomis penting dan kerang sangat nyata (Hab, 2013).

Ekosistem mangrove tersebar di seluruh lautan tropik dan subtropik. Vegetasi mangrove tumbuh hanya pada pantai yang terlindung dari gerakan gelombang bila keadaan pantai sebaliknya, benih tidak mampu tumbuh dengan sempurna dan menjatuhkan akarnya. Pantai-pantai ini terdapat di sepanjang sisi pulau-pulau yang terlindung dari angin, atau serangkaian pulau atau pada pulau dengan massa daratan di belakang terumbu karang di lepas pantai yang terlindung (Wardhani, 2011).

(2)

keadaan terendam, oleh karena itu beberapa jenis mangrove mempunyai sistem perakaran udara yang spesifik. Akar tunjang (stilt roots) dijumpai pada genus Rhizopora, akar napas (pneumatophores) pada genus Avicennia dan sonneratia, akar lutut (knee roots) pada genus Bruguiera dan akar papan (plank roots) yang dijumpai pada genus Xylocarpus (Waryono, 2009).

Menurut Arief (2003) Pembagian zonasi juga dapat dilakukan berdasarkan jenis vegetasi yang mendominasi, dari arah laut kedataran berturut-turut sebagai berikut:

1. Zona Avicennia, terletak pada lapisan paling luar dari hutan mangrove. Pada zona ini, tanah berlumpur lembek dan berkadar garam tinggi. Jenis Avicennia ini banyak ditemui berasosiasi dengan Sonneratia spp. Karena tumbuh dibibir laut, jenis-jenis ini memiliki perakaran yang sangat kuat yang dapat bertahan dari hempasan ombak laut. Zona ini juga merupakan zona perintis atau pioner, karena terjadinya penimbunan sedimen tanah akibat cengkeraman perakaran tumbuhan jenis-jenis ini.

2. Zona Rhizophora, terletak dibelakang zona Avicennia dan Sonneratia. Pada zona ini, tanah berlumpur lembek dengan kadar garam lebih rendah. Perakaran tanaman tetap terendam selama air laut pasang.

3. Zona Bruguiera, terletak dibelakang zona Rhizophora. Pada zona ini, tanah berlumpur agak keras. Perakaran tanaman lebih peka serta hanya terendam pasang naik dua kali sebulan.

(3)

Di Indonesia, substrat berlumpur ini sangat baik untuk tegakan

R. mucronata dan A. marina. Jenis-jenis lain seperti R. stylosa tumbuh dengan

baik pada substrat berpasir, bahkan pada pulau karang yang memiliki substrat berupa pecahan karang, kerang dan bagian-bagian dari Halimeda. Avicennia merupakan marga yang memiliki kemampuan toleransi terhadap kisaran salinitas yang luas dibandingkan dengan marga lainnya. A. marina mampu tumbuh dengan baik pada salinitas yang mendekati tawar sampai dengan 90 ‰ (Hafish, 2013).

Peranan Mangrove

Menurut Kamal (2006), Hutan mangrove suatu ekosistem yang unik dan mempunyai 3 (tiga) fungsi pokok yakni :

1. Fungsi fisik, menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dari gempuran ombak dan abrasi, menjadi wilayah penyangga terhadap rembesan air laut (intrusi) dan sebagai filter pencemaran yang masuk ke laut.

2. Fungsi biologis, sebagai daerah asuhan dan tempat pemijahan (nursery ground

dan spawning ground) bagi ikan, udang, kepiting, kerang dan biota perairan

lainnya (nursery ground), tempat persinggahan burung-burung yang bermigrasi serta tempat habitat alami berbagai jenis biota flora (anggrek) dan fauna lainnya.

(4)

Produksi Serasah

Salah satu proses yang terjadi pada ekosistem mangrove yang memberikan kontribusi paling besar terhadap kesuburan perairan adalah proses dekomposisi atau penghancuran serasah mangrove. Penghancuran serasah merupakan bagian dari tahap proses dekomposisi, yang dapat menghasilkan bahan organik yang penting dalam rantai makanan, memberikan kesuburan dan produktivitas perairan disekitarnya. Serasah adalah tumpukan dedaunan kering, rerantingan dan berbagai sisa vegetasi lainnya diatas lantai hutan atau kebun. Tanaman memberikan masukan bahan organik melalui daun-daun, cabang dan ranting yang gugur dan juga melalui akar-akarnya yang telah mati. Variasi produktivitas Serasah antara lain ditentukan oleh musim, jenis pohon, kerapatan, perbedaan temperatur udara siang dan malam, kekurangan unsur hara dan serangan hama penyakit. Faktor iklim dan jarak dari garis pantai juga akan mempengaruhi produktivitas serasah (Galaxy, 2014).

(5)

Guguran daun, biji, batang dan bagian lainnya dari mangrove sering disebut serasah. Mangrove mempunyai peran penting bagi ekologi yang didasarkan atas produktivitas primernya dan produksi bahan organik yang berupa serasah, dimana bahan organik ini merupakan dasar rantai makanan. Serasah dari tumbuhan mangrove ini akan terdeposit pada dasar perairan dan terakumulasi terus menerus dan akan menjadi sedimen yang kaya akan unsur hara, yang merupakan tempat yang baik untuk kelangsungan hidup fauna makrobenthos (Taqwa, 2010).

Dekomposisi Serasah

Produksi serasah merupakan bagian yang penting dalam transfer bahan organik dari vegetasi ke dalam tanah. Unsur hara yang dihasilkan dari proses dekomposisi serasah di dalam tanah sangat penting dalam pertumbuhan mangrove dan sebagai sumber detritus bagi ekosistem laut dan estuari dalam menyokong kehidupan berbagai organisme akuatik. Apabila serasah di hutan mangrove ini dapat diperkirakan dengan benar dan dipadukan dengan perhitungan biomassa lainnya, akan diperoleh informasi penting dalam produksi, dekomposisi dan siklus nutrisi di ekosistem hutan mangrove. Analisis dari komposisi hara dalam produksi serasah dapat menunjukkan hara yang membatasi dan efisiensi dari nutrisi yang digunakan, sehingga siklus nutrisi dalam ekosistem hutan mangrove akan terpelihara (Mahmudi, 2010).

(6)

makrobentos itu sendiri. Makrobentos berperan sebagai dekomposer awal yang bekerja dengan cara mencacah-cacah daun-daun menjadi bagian-bagian kecil, yang kemudian akan dilanjutkan oleh organisme yang kecil, yakni mikroorganisme (bakteri dan fungi) yang menguraikan bahan organik menjadi protein dan karbohidrat. Pada umumnya keberadaan makrobentos mempercepat proses dekomposisi (Arief, 2003).

Pendugaan biomasa ikan di ekosistem hutan mangrove secara khusus dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan pelepasan nutrien dari serasah daun mangrove yang dihasilkan. Dari produksi serasah daun mangrove yang dihasilkan, setelah mengalami proses grazing, ekspor dan dekomposisi, serasah daun akan menghasilkan nutrien (N, P) ke lingkungan perairan kemudian diperoleh nilai produktivitas primer dari serasah. Produktivitas primer tersebut pada akhirnya akan menentukan stok ikan di perairan. Selama ini penelitian sejenis yang banyak dilakukan hanya sebatas hubungan antara data produksi ikan, luasan mangrove dan kondisi lingkungan perairannya. Peran riil mangrove itu sendiri melalui penelusuran serasah yang dihasilkan dalam luasan tertentu dengan potensi ikan yang ada belum pernah dilakukan (Mahmudi, 2010).

Avicennia marina

Api-api adalah nama sekelompok tumbuhan dari genus Avicennia, famili

Acanthaceae. Api-api biasa tumbuh di tepi atau dekat laut sebagai bagian dari

(7)

A. marina berwarna putih di sisi bawahnya, dilapisi kristal garam. Ini adalah kelebihan garam yang dibuang oleh tumbuhan tersebut, biji A. marina berkecambah tatkala buahnya belum gugur, masih melekat di rantingnya. Dengan demikian biji ini dapat segera tumbuh begitu terjatuh atau tersangkut di lumpur. Morfologi daun A. marina dapat dilihat pada Gambar 2 (Dewi, 2009).

Gambar 2. Morfologi daun Avicennia marina

Pohonnya dapat mencapai tinggi 12 m. Daun A.marina dilihat dari sisi sebelah atas berwarna hijau muda, sedangkan pada sisi sebelah bawah abu-abu keperakan atau putih. Daunnya berbentuk elips, panjang daun yang berkisar 5-11 cm. Buah berbentuk bulat dan agak berbulu dengan panjang 1,5-2,5 cm dan berwarna hijau. Kulit batang halus, berwarna putih keabu-abuan hingga hijau, akar berbentuk cakar ayam berpneumatofora untuk pernafasan (Indriani, 2008).

(8)

terjadi sepanjang tahun. Genus ini kadang-kadang bersifat vivipar, dimana sebagian buah berbiak ketika masih menempel di pohon.

Zona Avicennia sp. terletak paling luar dan berhadapan langsung dengan laut. Zona ini umumnya memiliki substrat lumpur dan kadar salinitas tinggi. Zona ini merupakan zona pionir karena jenis tumbuhan ini memiliki perakaran yang kuat untuk menahan gelombang dan mampu membantu dalam proses penimbunan sedimen (Sari, 2014)

Fisika Perairan

Suhu

Dalam setiap penelitian dalam ekosistem akuatik, pengukuran suhu air merupakan hal yang mutlak dilakukan.Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai gas di dalam air serta semua aktivitas biologis-fisiologis di dalam ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh temperatur. Menurut Hukum Van’t

Hoffs kenaikan suhu sebesar 100C (hanya pada kisaran suhu yang masih ditolerir) akan meningkatkan aktivitas fisiologis (misalnya respirasi) dari organisme sebesar 2-3 kali lipat. Pola suhu ekosistem akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh ditepi (Barus, 2004).

(9)

maksimum dari suhu, yang masing-masing terjadi pada musim pancaroba I sekitar bulan April-Mei dan pada musim pancaroba II sekitar bulan November. Ini terjadi karena pada musim-musim pancaroba angin biasanya lemah dan laut sangat tenang sehingga proses pemanasan di permukaan terjadi dengan lebih kuat (Rahmawati, 2004).

Kimia Perairan

a. pH

Nilai pH dalam suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, kegiatan fotosintesis, suhu dan terdapatnya anion dan kation. Pada umumnya pH perairan laut lebih stabil, namun di perairan pinggir pantai, nilai pH ditentukan oleh kuantitas bahan organik yang masuk ke perairan tersebut. Toksisitas dan daya racun diperairan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya pH. pH 5-9 pengaruh bahan beracun sangat kecil, pH air 7 bersifat netral, pH air ≥ 7 basa, pH air ≤ 7 asam (Sulardiono, 1997).

b. Salinitas

Salinitas merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan perkembangan organisme. Salinitas merupakan kandungan garam dalam air laut yang dinyatakan dalam satuan ppt atau gram garam dalam satu kilogram air laut. Kandungan air laut terbanyak adalah NaCl dengan ion Cl- terlarut rata-rata sebanyak 55% dari jumlah garam (Wijiyono, 2009).

(10)

(mixing) akibat gelombang laut ataupun gerakan massa air yang ditimbulkan oleh tiupan angin. Dilihat dari sebaran, maka salinitas sekitar pantai lebih rendah dari pada salinitas laut lepas. Hal ini disebabkan karena air laut yang berada dekat da-ratan masih memiliki pengaruh dari air darat hingga menyebabkan salinitas di daerah ini kecil. Sebaliknya, salinitas di perairan laut lepas sudah tidak memiliki pengaruh dari darat, sehingga Salinitasnya pun besar (Simon dan Patty, 2013).

Letak mangrove alam yang dekat dengan laut sehingga lebih banyak mendapat suplai air laut pada saat pasang. Vegetasi mangrove dapat tumbuh subur di lokasi dengan kisaran salinitas 10-30%0, sedangkan setiap jenis biota perairan mempunyai ambang batas toleransi yang berbeda-beda terhadap salinitas (Bonita, 2016).

Tempat tumbuh hutan mangrove adalah tempat yang memiliki salinitas (0% dengan sedikit dipengaruhi pasang surut sampai salinitas 10-30% dengan digenangi 1-2 kali/hari) dan tempat yang digenangi (kadang-kadang digenangi oleh air pasang tertinggi sampai tempat digenangi air pasang dengan genangan 56-62 kali/bulan) (Syah, 2011).

c. Oksigen Terlarut (DO)

(11)

tingkatan jenis, masing-masing biota mempunyai respon yang berbeda terhadap penurunan oksigen terlarut (Taqwa, 2010).

Unsur Hara yang Terkandung dalam Serasah Daun Avicennia marina

Karbon (C)

Lautan mengandung karbon lima puluh kali lebih banyak daripada karbon di atmosfer. Perpindahan karbon dari atmosfer ke laut terjadi terjadi melalui proses difusi. Karbon yang terdapat di atmosfer dan perairan diubah menjadi karbon organik melalui proses fotosintesis, kemudian masuk kembali ke atmosfer melalui proses respirasi dan dekomposisi yang merupakan proses biologis makhluk hidup (Effendi, 2003).

Nitrogen (N)

Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat nitrogen sangat mudah terlarut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat dengan bantuan mikroorganisme adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen. Distribusi horisontal kadar nitrat semakin tinggi menuju ke arah pantai dan kadar tertinggi biasanya ditemukan di perairan muara (Dewi, 2009).

(12)

Serasah yang memiliki kandungan N tinggi cenderung disukai oleh dekomposer karena lebih mudah dicerna. Nilai nutrisi serasah juga berperan terhadap laju dekomposisi serasah.Nilai nutrisi dapat ditentukan dengan rasio C : N, dimana nilai rasio C : N yang lebih rendah menunjukkan konsentrasi N yang lebih tinggi serta kualitas nutrisi yang juga lebih tinggi. Kualitas nutrisi yang tinggi umumnya akan mengakibatkan proses dekomposisi yang lebih cepat (Yulma, 2012).

Fosfor (P)

Fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen, melainkan dalam bentuk senyawa organik yang terlarut. Fosfor membentuk kompleks dengan ion besi dan kalsium pada kondisi aerob, bersifat larut dan mengendap pada sedimen sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh alga akuatik. Fosfor yang terdapat dalam air laut umumnya berasal dari dekomposisi organisme yang sudah mati (Effendi, 2003).

Ketersediaan fosfat dalam substrat mangrove berasal dari kolom air dan adsorbsi oleh sedimen sebagai ferri-fosfat yang tak larut. Dalam kondisi anaerob, ferri-fosfat diubah menjadi ferro-fosfat. Proses ini dilakukan oleh aktivitas metabolisme bakteri dan bukan dari proses kimia atau fisik. Hilangnya fosfat bergantung pada porositas tanah, pada tanah liat pertukaran antara air tanah dan kolom air lebih sedikit, oleh karena itu tanah seperti itu lebih kaya fosfat dan menyebabkan pertumbuhan mangrove menjadi lebih subur (Taqwa, 2010).

Peran Mikroorganisme dalam Proses Dekomposisi Serasah

(13)

jika terdapat penambahan mikroorganisme tersebut. Oleh karena itu, dengan penambahan fungi pada serasah daun tersebut,diharapkan proses dekomposisi akan lebih cepat. Dekomposisi merupakan proses perubahan secara fisik maupun secara kimiawi yang sederhana oleh mikroorganisme tanah dan terkadang disebut mineralisasi. Proses dekomposisi dimulai dari proses penghancuran yang dilakukan oleh serangga kecil terhadap tumbuhan dan sisa bahan organik mati menjadi ukuran yang lebih kecil. Kemudian dilanjutkan dengan proses biologi yang dilakukan oleh bakteri dan fungi untuk menguraikan partikel-partikel organik. Proses dekomposisi oleh bakteri dan fungi sebagai dekomposer dibantu oleh enzim yang dapat menguraikan bahan organik seperti protein, karbohidrat dan lain-lain (Hanum dan Nengah, 2014).

Gambar

Gambar 2. Morfologi daun Avicennia marina

Referensi

Dokumen terkait

Adanya TIK guru dapat mampu membuat variasi-variasi pembelajaran yang sulit menjadi mudah dipahami oleh siswanya, sehingga terciptalah suasana belajar yang nyaman, senang bagi

This study examines the forms of violence in Indonesian folktales, focusing on how physical and verbal violence are depicted in Indonesian folktales retold in children’s books

Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan kedua yang dihadapi dalam melaksanakan strategi pengelolaan potensi hutan pinus menjadi objek wisata di Desa

terhadap pH tanah sedangkan pemberian isolat bakteri pereduksi sulfat tidak. berpengaruh nyata terhadap

Ciri ini sangat penting kerana pemimpin sebenarnya adalah seorang daie (pendakwah) yang bertanggungjawab untuk menyeru ummat ke arah penghayatan Islam yang sebenar

Pengembangan Usaha Pertanian Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan Mendukung Ketahanan Pangan dan Pengembangan Agribisnis.. Perancangan Percobaan: Untuk Menganalisis

Kempen Hijaukan Sekolah- Membuat Buku Skrap 9..

Penelitian menggunakan format deskriptif kualitatif bertujuan untuk mendapatkan, gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena recording IB pada ternak