• Tidak ada hasil yang ditemukan

Artikel Pendidikan Multikultural Ki Haja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Artikel Pendidikan Multikultural Ki Haja"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Aku, Budayaku, dan Masa Depanku Oleh:

Syarifah Haniyah Kafani 1604280

kafanish7@student.upi.edu Abstrak

Pendidikan merupakan hal yang penting demi berlangsungnya kehidupan manusia. Bukan hanya di Indonesia, namun di seluruh dunia. Namun dewasa ini, tumbuhnya kesadaran akan pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) mulai menunjukkan eksistensinya di Indonesia. Pasalnya, pendidikan anak usia dini merupakan peletak pondasi kehidupan anak yang akan mempengaruhi kelangsungan masa depannya. Berlangsungnya pendidikan anak usia dini harus sesuai dengan aspek perkembangan anak dan seyogianya bersifat kebudayaan. Pendidikan yang bersifat kebudayaan dimaksudkan untuk memberi tuntunan dalam hidup sehingga mereka memiliki jati diri yang dapat menjaga diri mereka dari pengaruh negatif yang ada di sekelilingnya. Terlebih pada era globalisasi ini, perkembangan teknologi telah menghantarkan budaya asing masuk dengan mudah ke Indonesia. Hal itu tidak dapat kita pungkiri karena teknologi telah berkembang dengan pesat dan hal tersebut merupakan salah satu dampak nyata yang tanpa sadar dapat membawa pengaruh negatif di Indonesia. Tanpa adanya sifat kebudayaan pada pendidikan anak usia dini, lambat laun eksistensi budaya Indonesia sebagai jati diri bangsa dapat terkikis mengingat anak usia dini merupakan penggenggam masa depan bangsa. Salah satu cara agar terhindar dari dampak negatif budaya asing ialah penerapan pendidikan yang bersifat kebudayaan seperti yang dicetuskan oleh Ki Hadjar Dewantara. Maka dari itu, perlu adanya kesadaran terhadap pentingnya pendidikan anak usia dini yang bersifat kebudayaan, sebagai upaya untuk mempertahankan nilai dan keberagaman budaya sebagai jati diri bangsa Indonesia.

Kata kunci: Pendidikan, Anak usia dini, Kebudayaan, Ki Hadjar Dewantara

A. Pendahuluan

Kesadaran akan kebutuhan pendidikan kini mengalami peningkatan. Pendidikan secara universal dapat dipahami sebagai upaya pengembangan potensi kemanusiaan secara utuh dan penanaman nilai-nilai kebudayaan yang dipercayai oleh sekelompok orang untuk mendapatkan kehidupan yang layak.

(2)

sarat akan kebodohan dan kemiskinan sebagai dampak logis dari tidak adanya nilai optimal keberhasilan (quality outcomes) dalam proses pendidikan. (Hamijoyo, 2002:11 dalam Trianto, 2011 hal. 3-4)

Dewasa ini, isu yang hangat dalam dunia pendidikan ialah tentang penyelenggaraan pendidikan anak usia dini (PAUD). Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, maka sistem pendidikan di Indonesia sekarang terdiri dari pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikanan tinggi yang keseluruhannya merupakan kesatuan yang sistemik. Oleh karena itu, PAUD menjadi sangat penting, karena potensi kecerdasan dan dasar-dasar perilaku seseorang berawal pada masa kanak-kanak terlebih masa kanak-kanank atau pada usia dini merupakan usia emas (golden age) untuk mengembangkan potensi secara optimal.

(3)

sebagai jati diri sehingga para penggenggam masa depan bangsa memiliki jiwa nasionalisme dan mapu terhindar dari dampak negatif budaya asing namun tetap mampu mengoptimalkan perkembangan seluruh aspek perkembangannya yang meliputi, perkembangan a) Fisik-motorik, b) kognitif, c) bahasa, d) Sosial-emosi, e) Bermain, f) Kreativitas, g) moral, h) pengertian, i) Peran seks, dan j) Kepribadian (Hurlock, 2013)

B. Pembahasan

1. Hakikat Anak Usia Dini

Setiap anak bersifat unik dan terlahir dengan potensi yang berbeda-beda; memiliki kelebihan, minat dan bakat tersendiri. Bahkan hal tersebut berlaku bagi anak kembar siam sekalipun. Keberagaman potensi itulah yang seharusnya dapat dikembangkan secara optimal dan bijaksana. Ki Hadjar Dewantara (1957) merangkum semua potensi anak kedalam cipta, rasa, dan karsa. Sedangkan menurut Gardner dalam teori Multiple Intelegence, mengemukakan bahwa terdapat sembilan kecerdasan pada anak. Dan setiap anak akan memiliki satu atau lebihkecerdasan yang lebih dominan. (dalam Trianto, 2011 hal. 13). Pada hakikatnya, anak merupakan makhluk bermain (homo ludens), oleh sebeb itu, anak memiliki cara belajar yang unik, yaitu bermain sambil belajar. Maka, pembelajaran yang dilakukan di PAUD harus berasaskan bermain sambil belajar.

(4)

bertakwa, beradab, berbudaya dan berbudi luhur hendaknya dimulai dari pendidikan anak usia dini.

2. Pendidikan Anak Usia Dini

Pendidikan adalah suatu upaya sadar yang bertujuan untuk memanusiakan manusia dengan cara yang manusiawi. Menurut Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyatakan bahwa:

Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. (Bab. I pasal 1 poin 14)

Pendidikan anak usia dini berfungsi membina, menumbuhkan, dan mengembangkan potensi anak usia dini secara optimal sehingga anak memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan lebih lanjut. Usaha yang dapat dilakukan di pendidikan anak usia dini ialah dengan dikembangkannya kurikulum PAUD yang diharapkan dapat memberikan pendidikan yang berkualitas bagi anak sehingga memenuhi kebutuhan perkembangan anak pada segala aspek perkembangan anak dan dapat membantu anak beradaptasi secara kreatif dengan lingkungan masa kini dan masa depan kehidupannya.

Secara umum, pendidikan anak usia dini bertujuan untuk mengembangkan potensi anak sejak dini. Aapun tujuan khusus pendidikan anak usia dini, yaitu:

a. Membangun landasan begi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, berpikir kritis, kreatif, inovatif, percaya diri, dan menjadi warga negara yang demokratis dna bertanggung jawab.

b. Mengembangkan potensi kecerdasan spiritual, intelektual, emosioanal, dan sosial peserta didik pada masa keemasannya dalam lingkungan bermain yang edukatif dan menyenangkan. (Trianto, 2016, hal. 25)

Terdapat beberapa komponen yang terkait dengan pendidikan anak usia dini, yaitu sebegai berikut.

a. Kurikulum PAUD

(5)

potensi sesuai dengan perkembangan dan keunikan anak. Kurikulum PAUD bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi anak agar kelak dapat menjadi manusia yang utuh sesuai kultur, budaya, dan falsafah suatu bangsa. Oleh karena itu, pendidikan anak usia dini berbasis kebudayaan memang seyogianya diterapkan guna melahirkan manusia-manusia yang utuh sesuai kultur, budaya, dan falsafah bangsa.

b. Pembelajaran PAUD

Pembelajaran bagi anak usia dini pada hakikatnya adalah bermain. Pembelajaran bagi anak usia dini haruslah bersifat holistik dan terpadu dengan mengembangkan semua aspek perkembangan meliputi moral dan nilai-nilai agama, sosial-emosional, kognitif (intelektual), bahasa, fisik-motorik, dan seni. Pembelajaran hendaknya disusun sedemikian rupa menjadi suatu kegiatan yang menyenangkan dan menarik minat anak serta disisipi unsur-unsur edukatif sehingga secara tidak sadar anak telah belejar berbagai hal. Pembelajaran juga melatih anak mengenal jati dirinya ( self-identity), menghargai dirinya (self-esteem), dan kemampuan akan dirinya (self-efficacy).

c. Setting Lingkungan Belajar

Lingkungan belajar anak perlu ditata sedemikian rupa agar kondusif, aman dan nyaman untuk belajar. Berbagai alat permainan dan fungsinya bagi PAUD perlu dipahami dan digunakan dengan benar. Tak hanya itu, halaman sekolah juga didesain dengan baik agar berfungsi sebagai tempat bermain dan belajar. Selain itu selurul peralatan dan permainan yang digunakan harus menunjang setiap aspek perkembangan anak.

d. Assessment Autentik

Assessment autentik digunakan untuk mengetahui perkembangan dan kemajuan anak usia dini. Teknik dan instrumen yang digunakan dapat berupa catatan anekdot (anecdotal record), catatan naratif (narrative record), catatan cepat (running record), sampel kegiatan (event sampling), dan portofolio.

e. Pemanfaatan Teknologi

(6)

diharapkan dapat memberikan wawasan dan juga menarik anak untuk mengembangkan cita-cita untuk menjadi ahli dalam teknologi ataupun dalam bidang tertentu.

f. Kerja Sama Sekolah-Masyarakat

Institusi dan guru PAUD tidak bisa bekerja sendiri, melainkan harus menjalin kerja sama dengan berbagai elemen. Peran orang tua dan masyarakat sangat jelas diperlukan. Hal tersebut juga sesuai dengan trilogi pendidikan dari Ki Hadjar Dewantara yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, sekolah, dan masyarakat. Oleh karena itu, kerja sama yang baik antara ketiga unsur tersebut sangat diperlukan.

Berdasarkan uraian tersebut, seharusnya pendidikan anak usia dini dilaksanakan dengan sebaik mungkin melihat pada peserta didiknya yang merupakana anak usia dini yang sedang berada pada masa keemasan sehingga sekecil apapun pembelajaran yang didapatkan akan berdampak besar bagi kehidupannya di masa depan. Maka dari itu, untuk lindungi masa depan bangsa dari terkikisnya nilai budaya lokal yang dimiliki, sebagai salah satu dampak negatif dari budaya asing yang dengan mudahnya masuk ke Indonesia, yang merupakan salah satu akibat kemajuan teknologi, hendaknya generasi penerus bangsa mengetahui jati dirinya sebagai bangsa Indonesia dengan budaya lokal yang dimiliki sejak usia dini. Maka dari itu, pentingnya pendidikan anak usia dini berbasi budaya diterapkan dalam pembelajaran di PAUD guna menghasilkan manusia-manusia yang berbudaya dan berbudi luhur, disamping tujuan pendidikan anak usia dini itu sendiri.

3. Konsep Pendidikan Ki Hadjar Dewantara

Ki Hadjar Dewantara merupakan putra dari G.P.H. Surjaningrat putra Kanjeng Hadipati Harjo Surjo Sasraningrat yang bergelar Sri Paku Alam ke-III dan seorang putri keraton Yogyakarta yang lebih dikenal sebagai pewaris Kadilangu keturunan langsung Sunan Kalijogo yang lahir pada tanggal 2 Mei 1889 (Darsiti Suratman, 1985: 2, dalam Haryanto).

(7)

Ki Hadjar Dewantara bercorak nasional sehingga tercetuslah sistem pendidikan nasional yang berdasarkan kepada kebudayaan sendiri.

Menurut Ki Hadjar Dewantara, (dalam ceramahnya pada Rapat Umum Taman Siswa, Pusara, 1952:159) pendidikan adalah suatu upaya pemberian nilai-nilai kebatinan yang ada pada hidup rakyat yang berkebudayaan yang tidak hanya berupa pemeliharaan kepada tiap-tiap generasi, akan tetapi bermaksud untuk memajukan serta memperkembangkan budaya menuju keluhuran hidup manusia. Pada umumnya, pendidikan merupakan suatu daya upaya menumbuhkan budi pekerti, intelektual dan tubuh anak (Dewantara, Pusara Jilid XIII No.3 Edisi Januari, 1951:41, dalam jurnal Revitalisasi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara untuk Pendidikan Karakter Bangsa). Beliau juga mengemukakan bahwa pendidikan merupakan laku-kodrat (instinct) dalam hidup manusia beradab yang bersifat kebudayaan, dan kebudayaan adalah suatu perwujudan budi. Pendidikan yang bersifat kebudayaan dimaksudkan pada pemberian tuntunan dalam hidup terhadap perkembangan tubuh dan jiwa anak-anak sehingga anak-anak mendapatkan kemajuan lahir batin yang menuju kearah adab dan kemanusiaan sehingga mereka mampu menjaga diri mereka dari pengaruh negatif yang ada di sekelilingnya.

Adapun sari pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan sebagaimana telah terangkum dalam poin-poin sebagai berikut.

a. Segala syarat, cara dan usaha pemikiran harus sesuai dengan kodratnya suatu keadaan.

b. Kodratnya keadan telah ada dalam adat-istiadat masing-masing rakyat dan daerah. Karena bergolong-golong dan beranekaragam, maka kodrat keadaan tersebut merupakan kesatuan dengan sifat perikehidupan sendiri-sendiri. Sifat-sifat itu muncul dari campurnya daya upaya untuk kehidupan yang tertib dan damai.

c. Adat-istiadat tersebut tak lepas dari pengaruh “jaman” dan “alam”. Oleh karena itu, adat-istiadat biasa saja berubah bentuk isi, dan iramanya.

d. Kita perlu mengetahui dan mempelajari keadaan jaman yang telah sampai perkembangannya hingga jaman sekarang agar kita bisa belajar dan tidak mengulang kesalahan di masa lampau pada masa yang akan datang.

(8)

Dalam pandangannya, pendidikan tidak dapat dilepaskan dari keadaan masyarakat indonesia. Maka, pendidikan harus berlandaskan garis hidup dari bangsanya (kulturil nasional), yang ditujukan untuk berkehidupan yang dapat mengangkat derajat negara beserta rakyatnya.

Ki Hadjar Dewantara merumuskan sebuah semboyan yang dipengaruhi oleh pemikiran Frobel dan Montessori yang memberikan kebebasan kepada anak, yaitu “tut wuri handayani” yakni memberikan kebebasan yang luas selama tidak mebahayakan anak. Sikap inilah yang dikenal dalam hidup kebudayaan bangsa kita sebagai “among”.

Pendidikan anak usia dini dalam pandangannya didasarkan pada pola asuh yang memimpin, mengelola, membimbing dan dilaksanakan dengan memberi teladan (Ing ngarso sung tuladha), memberi semangat (Ing madya mangun karsa), dan mendorong anak (Tut wuri handayani), (Sujiono, 2009, dalam Magta, M, 2013).

Proses pembelajaran yang digunakan Ki Hadjar Dewantara dalam pendidikan anak usia dini ialah melalui pendekatan budaya yang ada di sekitar anak, karena menurutnya, untuk mendapatkan kesempurnaan budi pekerti anak-anak harus mengingat dasar “Bhineka Tunggal Ika”, yaitu mementingkan segala unsur budaya yang yang baik-baik dilingkungan anak-anak, dengan maksud melaksanakan “konvergensi” yang tidak berlebihan pada tingkatan-tingkatan yang lebih tinggi, menuju ke arah persatuan kebudayaan indonesia yang sesuai dengan alam dan jaman (Dewantara, 1977).

Pendekatan budaya yang digunakan Ki Hadjar Dewantara pada pendidikan anak usia dini ialah dengan melalui permainan, nyanyian, dongeng, olaraga, sandiwara, bahasa, seni, agama dan lingkungan alam. Pendekatan ini sejalan dengan teori Bronfrenbrenner yang mengemukakan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh korteks mikrosistem (keluarga, sekolah dan teman sebaya), korteks mesosistem (hubungan keluarga dan sekolah, sekolah dan teman sebaya, teman sebaya dan individu), konteks ekosistem (latar sosial orang tua dan kebijakan pemerintah), dan korteks maksrosistem (pengaruh lingkungan, budaya, norma, agama, dan lingkungan sosial dimana anak dibesarkan), (Magta M, 2013).

(9)

tuntunan dan bimbingan dari pendidik yang bersumber pada kebudayaan lingkungan anak dimana nilai-nilai seperti budi pekerti, seni, budaya, kecerdasan, keterampilan dan agama menjadi kekuatan anak yang berkembang melalui panca indra. Dan kebudayaan disini adalah kebudayaan yang dekat dengan kehidupan anak sehari-hari seperti nyanyia, dongeng, permainan dll.

Dari penjelasan tersebut, kita dapat melihat bahwa pendidikan anak usia dini dengan pendekatan kebudayaan memang telah sepatutnya diterapkan terlebih pada era globalisasi ini telah banyak generasi penerus yang telah terlepas dari budaya lokal bangsa indonesia dan lebih condong terhadap budaya barat yang jelas memiliki corak budaya atau budi pekerti yang berbeda dengan bangsa Indonesia.

4. Ancaman Krisis Budaya dan Identitas Kultural di Era Globalisasi

Bangsa Indonesia mengakui keluhuran budaya bangsanya adalah suatu hal yang tak dapat diragukan. Namun sangat disayangkan, perhatian dan penghormatan terhadap budaya bangsa berada pada level yang patut untuk diragukan. Pasalnya, masi banyak masyarakat yang acuh tak acuh dan saling menuduh untuk pelestarian budaya bangsa. Terlebih dalam dunia pendidikan, peserta didik hanya mampu menyebutkan buadaya-budaya tersebut tanpa mengetahui makna sesungguhnya tentang budaya tersebut.

Sebagai sebuah proses, globalisasi bertujuan untuk menghomgenisasi semua budang, termasuk budaya. Proses ini disebarluaskan melalui teknologi yang dikontrol oleh negara-negara maju seperti Amerika Serikat, sehingga negara-negara berkembang seperti Indonesia menjadi yang dipengaruhi. Konsekuensinya, identitas negara-negara maju berkembang secara cepat dan mudah diikuti oleh masyarakat Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa globalisasi sesungguhnya mengancam identitas negara Indonesia.

(10)

dengan the net dan meninggalkan the self, sehingga mereka mengalami krisis identitas.

Bagi Indonesia, masuknya budaya-budaya asing yang menumpang dalam globalisasi ini dan menjamur di masyarakat merupakan ancaman yang serius bagi kelestarian identitas dan budaya asli bangsa Indonesia yang mencitrakan nasionalitas kebangsaan dan lokalitas khas daerah-daerah di Indonesia. Terlebih belum adanya kesepakatan budaya yang diakibatkan dari keanekaragaman suku bangsa yang membangunnya. Namun, dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, rakyat indonesia telah bersumpah berbangsa, bertanah air, dan berbahasa Indonesia yang menunjukan bahwa bahsa Indonesia sebagai media komunikasi yang dapat menyatukan berbagai suku bangsa yang memiliki berbagai jenis budaya, bahasa daerah, yang berada dalam satu wilayah yang sama sebagai tanah air yang demi mewujudkan bangsa yang satu sebagai bangsa Indonesia.

Namun sayangnya, masalah yang timbul pada era globalisasi ini ialah memudarnya semangat persatuan seiring maraknya pemakaian budaya asing dan bahasa inggris yang menyebarluas akibat arus globalisasi. Akibatnya, kesenian-kesenian lokal khas daerah-daerah Indonesia yang bersifat tradisional menghadapi ancaman serius dari budaya-budaya asing yang kian digemari masyarakat Indonesia. Tak hanya itu, budaya konvensional berupa penempatan tepo salero, keramah tamahan, toleransi, penghormatan kepada yang lebih tua juga di hantam habis oleh pergaulan bebas dan sifat individualistik yang dibawa oleh globalisasi. Bahkan Bahasa Indonesia pun tak luput dari ancaman serius dari Bahasa Inggris yang berupaya menghomogenisasi seluruh bahasa yang digunakan di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

(11)

dini dengan pendekatan budaya seperti halnya Pendidikan yang dicanangkan oleh salah satu Pahlawan Pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara.

C. Simpulan dan Saran 1. Simpulan

Pendidikan merupakan salah satu ranah yang vital dalam proses pembangunan suatu negara. Oleh karenanya, sudah seharusnya kualitas pendidikan ditingkatkan sejalan dengan perubahan jaman. Kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan anak usia dini mengalami peningkatan, terutama terhadap pendidikan anak usia dini. Namun seiring perkembangan jaman, di era globalisasi ini nyatanya banyak ancaman yang datang tanpa disadari. Ancaman itu tak hanya mengancam masyarakat Indonesia melainkan mengancam identitas dan budaya bangsa serta bahasa Indonesia yang mulai dianggap usang seiring dengan memudarnya jiwa nasionalisme rakyat Indonesia. Pendidikan anak usia dini, diyakini memiliki peranan penting untuk ikut andil dalam mengatasi ancaman-ancaman yang bisa menghantarkan Indonesia kehilangan identidas dirinya, mengingat anak usia dini berada pada masa keemasannya dimana apapun yang ia dapatkan akan menjadi suatu hal yang menetap seumur hidupnya terlebih jika dilakukan secara kontinu.

2. Saran

(12)

Daftar Pustaka

Haryanto. Pendidikan Karakter Menurut Ki Hajar Dewantara. Hal. 3 Hurlock, E. (2013). Perkembangan Anak Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Magta, M. (2013). Konsep Pendidikan Ki Hadjar Dewantara Pada Anak Usia Dini. Vol. 7, Edisi 2

Mubah, A. Revitalisasi Identitas Kultural Indonesia di Tengah Upaya Homogenisasi Global. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga

Putri, I. (2012). Konsep Pendidikan Humanistic Ki Hajar Dewantara Menurut Pandangan Islam. (Sinopsis Tesis). Program Magister Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo

Rohman, S dan Wibowo, A. (2016). Filsafat Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Rosidi, A. (2015). Pendidikan dan Kebudayaan Ki Hdjar Dewantara dalam Perspektif Pendidikan Islam. (skripsi). Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta

Sulardi. Penguatan Budaya Nasional dalam Situasi Krisis Budaya. Hal 73

TN. Revitalisasi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara untuk Pendidikan Karakter Bangsa. Universitas Kristen Satya Wacana

Referensi

Dokumen terkait

Parfum Laundry Bojongasih Beli di Toko, Agen, Distributor Surga Pewangi Laundry Terdekat/ Dikirim dari Pabrik BERIKUT INI PANGSA PASAR PRODUK NYA:.. Kimia Untuk Laundry

Parfum Laundry Tumbang Titi Beli di Toko, Agen, Distributor Surga Pewangi Laundry Terdekat/ Dikirim dari Pabrik.. BERIKUT INI PANGSA PASAR

Disarankan kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Besar agar dapat melakukan penyuluhan mengenai bahaya dan tanda-tanda letusan gunung api kepada

Perbedaan yang paling mendasar jika kita menggunakan pemograman terstruktur seperti DFD dengan UML adalah, Data Flow Diagram sebagai tools design system

anggota komunitas melalui perasaan memiliki dalam kelompok dan adanya perasaan berbeda terhadap mereka yang bukan anggota, shared rituals and traditionsmerupakan saling berbagi

Jika para pengurus memahami bahasan ini, maka otomatis para anggota akan menaruh perhatian terhadapnya dan kita akan menyaksikan keteladanan ketaatan di tiap bidang dan

• Siswa mampu dan mengerti tentang Sistem Operasi Berbasis TEXT • Siswa mampu dan mengerti tentang prosedur Instalisasi S/O TEXT • Siswa dapat mengetahui proses instalisasi

Dari hasil clustering data titik gempa pulau Sumatera dari tahun 2013 hingga tahun 2018 dengan metode Fuzzy Possibilistic C-Means data terkluster berdasarkan kedalaman saja,