• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penerapan Manajemen Kesetan dan Kesehatan Kerja Terhadap Perilaku kesetan Karyawan PT PDSI Rantau Aceh Tamiang Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Penerapan Manajemen Kesetan dan Kesehatan Kerja Terhadap Perilaku kesetan Karyawan PT PDSI Rantau Aceh Tamiang Tahun 2014"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tindakan tidak aman merupakan salah satu faktor penyumbang terbesar

kecelakaan kerja, yang merupakan cerminan dari perilaku pekerja terhadap

keselamatan kerja. Tindakan tidak aman ini dapat dianggap sebagai hasil dari

kesalahan yang dilakukan baik oleh pekerja yang terlibat secara langsung maupun

kesalahan yang dilakukan oleh organisasi yaitu pihak manajemen. Suatu tindakan

tidak aman yang merupakan pelanggaran dari peraturan atau standar yang dilakukan

oleh pekerja bisa secara sadar maupun tidak sadar, memungkinkan sebagai penyebab

terjadinya suatu kecelakaan. Dengan meningkatkan perilaku pekerja dan

memfokuskan pada pengurangan tindakan tidak aman terhadap keselamatan kerja

dapat mencegah atau mengurangi timbulnya kecelakaan kerja (Prasetiyo, 2011).

Menurut data International Labour Organization (ILO), setiap tahun terjadi

1,1 juta kematian yang disebabkan oleh karena penyakit atau kecelakaan akibat

hubungan pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan

sisanya adalah kematian karena penyakit akibat hubungan pekerjaan, dimana

diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan pekerjaan baru setiap

tahunnya (Depnakertrans RI, 2010). Setiap jamnya, sedikitnya terjadi satu kasus

kecelakaan kerja di Indonesia. Data Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi

(2)

kerja dimana jumlah ini telah mengalami penurunan bila dibandingkan tahun 2009

sebanyak 96.314 kasus kecelakaan kerja. Walaupun demikian, kasus kecelakaan kerja

di Indonesia masih relatif tinggi bila dibandingkan dengan negara lain. Berdasarkan

hasil penelitian yang diadakan ILO mengenai standar kecelakaan kerja, Indonesia

menempati urutan ke-152 dari 153 negara yang diteliti (Depnakertrans RI, 2010).

Sebesar 80-85% kecelakaan kerja disebabkan oleh kelalaian manusia. Selain

kelalaian saat bekerja faktor manusia yang lain yaitu perilaku penggunaan Alat

Pelindung Diri (APD). Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia mempunyai peran

yang penting dalam rangka mengembangkan dan memajukan suatu industri. Oleh

sebab itu pekerja harus diberi perlindungan melalui usaha-usaha peningkatan dan

pencegahan, sehingga semua industri baik formal maupun informal diharapkan dapat

menerapkan K3 di lingkungan kerjanya (Dianingtyas, 2012).

Keberhasilan pelaksanaan peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

(K3) di perusahaan tidak lepas dari sikap kepatuhan personal baik dari pihak

karyawan maupun pihak manajerial dalam melaksanaan peraturan dan kebijakan

K3. Menurut Saifuddin dalam Wardani (2009) kepatuhan merupakan sikap

seseorang untuk bersedia mentaati dan mengikuti spesifikasi, standar atau aturan

yang telah diatur dengan jelas, dimana aturan tersebut diterbitkan oleh perusahaan

yang bersangkutan dan lembaga lain yang berwenang. Dalam hal ini peraturan

tersebut bersifat spesifik dan tertuang dalam safety policy statement serta buku

pedoman K3 (Occupation of Health and Safety Handbook). Prasetyo dan Haris

(3)

terhadap perilaku keselamatan kerja di Semarang adalah komitmen manajerial.

Sejalan dengan penelitian Prasetyo dan Haris (2011), sementara Basri (2013) dalam

penelitiannya menyatakan bahwa ternyata manajemen K3 berhubungan dengan

terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium patologi klinik Rumah Sakit Umum

Daerah Dr. H. Moh. Anwar Sumenep.

Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) merupakan salah satu aspek perlindungan

tenaga kerja sekaligus melindungi aset perusahaan. Hal ini tercermin dalam

pokok-pokok pikiran dan pertimbangan dikeluarkannya Undang- undang No. 1 Tahun 1970

tentang Keselamatan Kerja yaitu bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat

perlindungan atas keselamatan dalam melakukan pekerjaan, dan setiap orang lainnya

yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya serta setiap sumber

produksi perlu dipakai secara aman dan efisien, sehingga proses produksi berjalan

lancar (Anizar, 2009). Hal lain yang dapat mendukung adanya keselamatan kerja

adalah sifat dari para pekerja. Apabila seorang pekerja ternyata tidak mempunyai sifat

atau kesadaran untuk melakukan usaha keselamatan kerja dan ternyata pihak

pengusaha sudah berupaya untuk melakukan keselamatan bagi para pekerjanya,

sangatlah sulit mewujudkan adanya keselamatan kerja tersebut.

Untuk meningkatkan kinerja agar lebih baik perlu ditunjang dengan adanya

lingkungan kerja yang mendukung. Lingkungan yang menyenangkan dan

memberikan kepuasan serta rasa aman memiliki kecenderungan mempengaruhi

peningkatan kinerja, karena karyawan tidak merasa terganggu dalam melaksanakan

(4)

tugas-tugasnya. Zainun (2004) mengatakan bahwa kinerja pegawai ditentukan pula

oleh faktor-faktor lingkungan luar dan iklim kerja organisasi. Bahkan kemampuan

kerja dan motivasi itu pun ditentukan pula oleh faktor-faktor lingkungan organisasi

itu. Sedangkan Hendiana dalam Ishak dan Tanjung (2004) mengatakan faktor

motivasi yang berhubungan nyata terhadap kondisi pemberdayaan pegawai di

antaranya yaitu kondisi lingkungan kerja baik secara fisik maupun non fisik.

Berdasarkan kedua pendapat di atas dapat dikatakan bahwa lingkungan kerja

berperan penting dalam meningkatkan kinerja yang lebih baik. Jika lingkungan kerja

menyenangkan, maka karyawan akan bekerja dengan bergairah dan lebih serius.

Lingkungan kerja yang kurang mendapat perhatian akan membawa dampak

negatif dan menurunkan semangat kerja, hal ini disebabkan pegawai dalam

melaksanakan tugas mengalami gangguan, sehingga kurang semangat dan kurang

mencurahkan tenaga dan pikirannya terhadap tugasnya. Penciptaan iklim yang

menyenangkan, antara lain dengan adanya pengaturan penerangan, pengontrolan

terhadap suara-suara yang mengganggu dan perlu adanya penerangan yang sesuai

dengan kebutuhan dan sirkulasi udara dalam ruangan yang menyegarkan serta

perlunya kebersihan lingkungan yang menimbulkan rasa nyaman. Diyahrini (2010)

mengatakan penciptaan lingkungan kerja yang sehat untuk menjaga kesehatan para

karyawan dari gangguan-gangguan penglihatan, pendengaran, kelelahan dan lain-lain.

Purnomo (2008) dalam penelitiannya mengenai kepemimpinan, motivasi kerja, dan

(5)

Dimana variabel motivasi kerja dan lingkungan yang mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap kinerja karyawan.

Selain faktor motivasi kerja, lingkungan kerja tempat karyawan tersebut

bekerja juga tidak kalah pentingnya didalam meningkatkan kinerja karyawan.

Lingkungan Kerja adalah kondisi - kondisi material dan psikologis yang ada dalam

organisasi. Maka dari itu organisasi harus menyediakan lingkungan kerja yang

memadai seperti lingkungan fisik (tata ruang kantor yang nyaman, lingkungan yang

bersih, pertukaran udara yang baik, warna, penerangan yang cukup maupun musik

yang merdu), serta lingkungan non fisik (suasana kerja karyawan, kesejahteraan

karyawan, hubungan antar sesama karyawan, hubungan antar karyawan dengan

pimpinan, serta tempat ibadah). Lingkungan kerja yang baik dapat mendukung

pelaksanaan kerja sehingga karyawan memiliki semangat bekerja dan meningkatkan

kinerja karyawan (

Interaksi antara individu dengan lingkungan menimbulkan persepsi yang

berbeda-beda dari masing-masing individu. Persepsi merupakan salah satu fungsi

kognitif yang dimiliki oleh setiap individu. Persepsi terhadap lingkungan kerja fisik,

menurut Bechtel dan Chruchman (2002), dapat dievaluasi melalui perilaku

keselamatan kerja. Hal serupa juga diungkapkan Mcloy (2002), dimana lingkungan

kerja fisik dapat dievaluasi sebagai adaptasi, kelelahan, stres, keselamatan dan

keamanan.

Diyahrini 2010).

Pencegahan dan pengurangan kecelakaan serta penyakit akibat kerja dapat

(6)

(SMK3). Hal ini disebabkan oleh kecelakaan kerja selama ini sebagian besar

disebabkan oleh faktor manajemen, di samping faktor manusia dan teknis (Institut K3

Indonesia, 1998). Sastrohadiwiryo (2005) menyatakan bahwa tujuan dan sistem

manajemen K3 adalah menciptakan suatu sistem dengan tujuan untuk mencegah

dan mengurangi kecelakaan serta penyakit yang dikibatkan oleh pekerjaan,

menciptakan lingkungan kerja yang aman, efisien, dan produktif, dimana program

ini merupakan suatu sistem keselamatan dan kesatuan kerja yang melibatkan unsur

manajemen, tenaga kerja, kondisi, dan lingkungan yang terintegrasi.

Penelitian Amin (2011) dengan judul “Pengaruh Penerapan Manajemen

Keselamatan dan kesehatan Kerja (K3) terhadap Produktivitas Karyawan Melalui

Pencapaian zero accident (Studi pada PT Pertamina Depot Malang)” meneliti

variabel K3, produktivitas karyawan dan pencapaian zero accident, dengan

menggunakan teknik analisis jalur (Path Analysis). Hasil penelitian menunjukkan

terdapat pengaruh secara langsung dan signifikan antara variable K3 terhadap

pencapaian zero accident dan produktivitas karyawan, terdapat pengaruh secara

tidak langsung terhadap produktivitas karyawan melalui pencapaian zero accident,

dan terdapat pengaruh secara tidak langsung kesehatan kerja terhadap produktivitas

karyawan melalui pencapaian zero accident.

Hofman dan Moregson (dalam Freaney, 2011) mendefinisikan perilaku

keselamatan adalah sikap kepatuhan terhadap prosedur dan praktek-praktek

keselamatan yang ditetapkan. Selain itu perilaku keselamatan juga dapat diartikan

(7)

Penelitiaan Cooper dan Philips (2004) menunjukkan adanya hubungan antara

persepsi iklim keselamatan dengan perilaku keselamatan. Sementara Arezes dan

Miguel (2008), serta Larsson, Pousette dan Torner (2008), mengemukakan salah satu

dimensi iklim keselamatan adalah lingkungan kerja fisik. Hal ini menggambarkan

hubungan antara persepsi lingkungan kerja fisik dengan perilaku keselamatan kerja.

Perilaku Keselamatan (safety performance) adalah perilaku kerja yang relevan

dengan keselamatan dapat dikonseptualisasikan dengan cara yang sama dengan

perilaku-perilaku kerja lain yang membentuk perilaku kerja. Perilaku keselamatan

merupakan aplikasi dari perilaku petugas yang ada di tempat kerja (Griffin dan Neal,

2000). Perilaku keselamatan adalah perilaku tugas dan perilaku kontekstual, Borman

dan Motowidlo, (1993) dalam (Griffin dan Neal, 2000) yaitu pematuhan dan

partisipasi individu pada aktivitas-aktivitas pemeliharaan keselamataan di tempat

kerja. Sebagai umpan balik maka karyawan hendaknya menyadari arti pentingnya

keselamatan bagi dirinya maupun bagi perusahaan tempat bekerja.

Rahaidi (2011) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa para karyawan

mempersepsikan lingkungan kerja fisik mereka memiliki suhu udara yang panas dan

berdebu, kondisi tersebut menjadi keluhan utama para karyawan yang ada disana,

kenyataannya penggunaan alat pelindung diri sebagai upaya teknis mencegah

terjadinya kecelakaan masih belum dilaksanakan sebagaimanamestinya. Hal ini

menunjukkan anggapan karyawan terhadap risiko di lingkungan kerja masih belum

tampak dalam perilaku keselamatan karyawan, sehingga menunjukkan masih

(8)

PT PDSI Rantau Aceh Tamiang merupakan anak perusahaan PT Pertamina

(Persero) yang berdiri sejak tahun 2007 yang bergerak dalam bidang jasa pengeboran

Minyak Bumi dan Gas. PT PDSI Rantau Aceh Tamiang mempunyai karyawan

sebanyak 416 orang yang tersebar di enam Rig pengeboran. Sebagian besar karyawan

bekerja di lapangan dimana risiko untuk terjadi kecelakaan akibat kerja sangat besar

karena proses pengeboran yang memerlukan ketelitian dan kehati-hatian dalam

melakukan pekerjaan dan kondisi lingkungan yang tidak aman. Manajemen PT

Pertamina Drilling Serivices Indonesia (PDSI) mempunyai visi kepemimpinan serta

komitmen yang kuat, dan memastikan bahwa komitmen tersebut telah diterjemahkan

dalam bentuk keperdulian terhadap sumber daya, untuk perkembangan,

pengoperasian dan memelihara sistem aspek Kesehatan, Keselamatan Kerja dan

Lindungan Lingkungan (K3LL) dan untuk mencapai tujuan dari kebijakan K3LL

yang telah disepakati. Manajemen memastikan untuk bertanggung jawab atas

kebijakan yang telah disepakati dan akan mendukung penuh terhadap perlindungan

K3LL.

Pimpinan Drilling area Nad - Sumbagut secara berkala setidaknya satu bulan

sekali melakukan inspeksi dari pelaksanaan K3LL, menghadiri rapat K3LL yang

dihadiri oleh seluruh pekerja di lingkungan proyek untuk memantau penerapan

K3LL di lokasi pekerjaan pada proyek Pengeboran dan KUPL di lapangan PT

PERTAMINA EP Field Rantau. Tim manajemen Proyek berkewajiban: menyediakan

sumber daya yang cukup untuk K3LL; berpartisipasi dalam program audit K3 dan

(9)

area dalam pengontrolan vendor dan harus sangat terlibat dalam rencana ini;

bertindak secara benar dan secepatnya dengan semua yang tidak sesuai dengan

aturan-aturan K3LL; berpartisipasi dalam penyelidikan kecelakaan dan meneliti

laporan kecelakaan dan menentukan dan melaksanakan cara-cara perbaikannya; yakin

bahwa vendor dan pemasok sadar dan menuruti K3LL Plan dan sasaran-sasarannya

dan memonitor pelaksanaan K3LL semua seksi yang dikontrolnya. Dari laporan

management K3LL PT PDSI Rantau Aceh Tamiang tersebut juga terlihat bahwa

pihak manajemen telah mengadakan pemantauan kondisi lingkungan fisik setiap

tahun.

Dari laporan pengukuran kualitas udara di tempat kerja yang dilakukan oleh

pihak manajemen PT PDSI pada tanggal 9 Januari tahun 2014, di tempat Rig H35

UY6 lokasi 6B-22 terdapat dua lokasi yang tidak memenuhi persyaratan untuk suhu

(180 C-280 C) yaitu pada portcamp opr.Crane 290 C dan portcamp driver 29,90 C.

Pemantauan tingkat pencahayaan yang dilakukan pada tanggal 15 Januari 2014 untuk

tempat Rig H35 UY6 lokasi 6B-22 dari 8 titik pengukuran terdapat 2 titik pengukuran

dengan hasil kurang baik; di tempat CWKT 210B No.24/41 lokasi RNT-S2 16

terdapat 5 titik pengukuran kurang baik dari 12 titik pengukuran; di tempat

IH30FD/23 lokasi PT-10 dari 13 titik pengukuran terdapat 5 titik pengukuran yang

tidak baik; tempat SKYTOP RR 650 lokasi P-252 TW dari 8 titik pengukuran

terdapat 2 titik pengukuran kurang baik; di tempat LTO 300/37 lokasi R-071 dari 8

titik pengukuran terdapat 1 titik pengukuran kurang baik dan untuk tempat kantor,

(10)

Sementara dari hasil pengukuran kebisingan yang dilakukan pada tanggal 9

Januari tahun 2014, di tempat Rig H35 UY6 lokasi 6B-22 dari 8 titik pengetesan

terdapat 4 titik yang direkomendasikan harus menggunakan ear plug; di tempat

CWKT 210B No.24/41 lokasi RNT-S2 16 dari 9 titik pengetesan terdapat 4 titik yang

direkomendasikan harus menggunakan ear plug ; di tempat IH30FD/23 lokasi PT-10

dari 6 titik pengetesan terdapat 1 titik yang direkomendasikan harus menggunakan

ear plug; tempat SKYTOP RR 650 lokasi P-252 TW dari 8 titik pengetesan terdapat

1 titik yang direkomendasikan harus menggunakan ear plug dan di tempat LTO

300/37 lokasi R-071 dari 8 titik pengetesan terdapat 3 titik yang direkomendasikan

harus menggunakan ear plug.

Penerapan manajemen K3 oleh PT PDSI Rantau Aceh Tamiang belum dapat

mencapai zero accident. Hal ini dapat dilihat dari laporan investigasi yang dibuat

oleh manajemen K3LL PT PDSI Rantau Aceh Tamiang pada tahun 2009 ditemukan 2

kasus kecelakaan pada pekerja, yaitu 1 orang meninggal karena perdarahan akibat

terbentur patahan Skid saat hendak memindahkan Mud Tank I ke Trailer

menggunakan Crane. 1 orang lagi cidera pada jari kelingking dan jari manis sebelah

kanan saat memindahkan air winch dari Matting ke hoist dengan menggunakan

Mobile Crane Cmeh. Data kecelakaan tahun 2010, kecelakaan kerja terjadi pada 5

orang pekerja, 1 orang cidera pada jari telunjuk kanan akibat terjepit dan 4 orang

cidera karena terjatuh dari Mobile Crane Cmeh (betis kaki kiri mengalami memar,

luka ibu jari sebelah kanan, luka pada pelipis mata kiri dan luka robek 1 cm pada jari

(11)

Data kecelakaan tahun 2011, terjadi 5 kecelakaan pada pekerja, yaitu 2 orang

cidera karena jatuh dari atas Genset saat memperbaiki Sling Crane dan tertimpa

Boom Crane saat menurunkan Mud Pump Pz-9 dari kenderaan OFT-24 dilokasi

RNT-IA6, kebakaran 1 orang dan cidera 2 orang. Sementara pada tahun 2012, terjadi

kecelakaan tambang pada 2 orang pekerja, dan pada tahun 2013, jumlah kecelakaan 3

orang, 2 orang pada bulan Pebruari dan 1 orang pada bulan Desember.

Wawancara yang dilakukan peneliti dengan pihak manajemen pada waktu

melakukan survei awal ke PT PDSI Rantau Aceh Tamiang menyatakan bahwa masih

ada karyawan yang bekerja tidak berdasarkan SOP yang telah ditetapkan. Perilaku

keselamatan dalam keselamatan kerja berhubungan langsung dengan perilaku

karyawan dalam bekerja demi keselamatan individu dan sangat berhubungan erat

dengan iklim keselamatan kerja dan sikap pengetahuan keselamatan kerja, karena

dengan keadaan iklim keselamatan kerja ada dalam perusahaan mempengaruhi

tingkat kesehatan karyawan dan dengan adanya pengetahuan keselamatan kerja, maka

karyawan mampu mengerti dan memahami arti keselamatan kerja. Dari hasil survei

awal di atas, penulis tertarik mengadakan penelitian untuk mengetahui bagaimana

pengaruh penerapan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dan kondisi

lingkungan kerja terhadap perilaku keselamatan kerja di PT PDSI Rantau Aceh

(12)

1.2. Masalah Penelitian

Penerapan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang telah dilakukan

oleh PT PDSI Rantau Aceh Tamiang belum dapat mencapai zero accident, sehingga

menjadi pertanyaan penelitian yaitu bagaimanakah pengaruh penerapan manajemen

keselamatan dan kesehatan kerja dan kondisi lingkungan kerja terhadap perilaku

keselamatan karyawan PT PDSI Rantau Aceh Tamiang tahun 2014.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh penerapan manajemen K3 terhadap perilaku

keselamatan karyawan PT PDSI Rantau Aceh Tamiang tahun 2014.

2. Untuk mengetahui pengaruh kondisi lingkungan kerja terhadap perilaku

keselamatan karyawan PT PDSI Rantau Aceh Tamiang tahun 2014.

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Terdapat pengaruh pelaksanaan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja

(komitmen dan kebijakan K3, perencanaan K3, pelaksanaan K3, pemeriksaan

dan tindakan perbaikan K3 dan kaji ulang manajemen K3) terhadap perilaku

keselamatan karyawan (Pengetahuan, sikap dan tindakan) PT PDSI Rantau

(13)

2. Terdapat pengaruh kondisi lingkungan kerja (lingkungan fisik dan lingkungan

non fisik/sosial) terhadap perilaku keselamatan karyawan (pengetahuan, sikap

dan tindakan) PT PDSI Rantau Aceh Tamiang tahun 2014.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat :

1. Sebagai bahan masukan bagi manajemen PT PDSI Rantau Aceh Tamiang dalam

membuat program untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan pekerja.

2. Bagi dunia ilmu pengetahuan diharapkan dapat menambah informasi yang ada

tentang pengaruh penerapan manajemen K3 dan kondisi lingkungan kerja

terhadap perilaku keselamatan kerja, serta hasil penelitian ini diharapkan dapat

bermanfaat bagi peneliti lanjutan sebagai informasi atau masukan mengenai

pengaruh penerapan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dan kondisi

Referensi

Dokumen terkait

Rincian Perubahan Anggaran Belanja Langsung Program dan Per Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah. Kode

[r]

Muhamad Thobroni & Arif Mustofa, belajar dan Pembelajaran pengembangan wacana dan praktik pembelajaran dalam pengembangan nasional, (Joggjakarta: Ar-ruzz Media, 2013)..

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi HIV dan Sifilis serta Hubungan antara penyebaran Sifilis dan penularan HIV, menggunakan alat pemeriksaan Rapid Test HIV 3

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi HIV dan Sifilis serta Hubungan antara penyebaran Sifilis dan penularan HIV, menggunakan alat pemeriksaan Rapid Test HIV 3

Dalam mencari adanya pengaruh atau tidak model pembelajaran problem possing dengan materi bangun datar terhadap hasil belajar siswa, peneliti melakukan uji t-test

Potensi yang perlu di kembangkan di Pantai Binasi.. Telur Penyu yang di bongkar

Berdasarkan tabel 4.13 menunjukkan bahwa nilai hasil statistik sebesar 0,113 dan signifikansi dari uji normalitas kolmogorov-smirnov dari motivasi belajar adalah