8 BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1Konsep
Konsep adalah suatu gambaran yang menghubungkan antara subjek dan
objek dalam suatu penelitian. Konsep bersifat umum, kata-kata kunci yang perlu
diberi penjelasan dalam sebuah karya ilmiah. Pradopo (2001:38), menjelaskan
bahwa konsep diartikan sebagai unsur penelitian yang amat mendasar dan
menentukan arah pemikiran si peneliti, karena menentukan penetapan variabel.
Dalam karya sastra konsep misalnya berupa ide, gagasan, keindahan, fungsi dalam
masyarakat. Dengan demikian, beberapa definisi dari istilah-istilah terkait sebagai
referensi fokus penelitian ini, sebagai berikut:
2.1.1 Novel
Sebutan novel dalam bahasa Inggris (novel) kemudian masuk ke Indonesia
berasal dari bahasa Itali novella (yang dalam bahasa Jerman: no-velle). Secara
harfiah novella berarti ’sebuah barang baru yang kecil’ dan kemudian diartikan
sebagai ’cerita pendek dalam bentuk prosa’. Dewasa ini istilah novella dan novelle
mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novelet (Inggris:
Novelette), yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak
9
Novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang
berisi kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui
berbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, penokohan, latar, sudut
pandang, dan lain-lain yang semuanya tentu saja juga bersifat imajinatif.
Semuanya bersifat noneksistensial, karena dengan sengaja dikreasikan oleh
pengarang, dibuat mirip, diimitasikan dan dianalogikan dengan dunia nyata
lengkap dengan peritiwa-peristiwa dan latar aktualnya, sehingga tampak seperti
sungguh ada dan terjadi, berjalan dengan sistem koherensinya sendiri.
(Nurgiyantoro, 1995:4).
2.1.2Psikosastra
Istilah ”psikologi sastra” memunyai empat istilah kemungkinan
pengertian. Yang pertama adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau
sebagai pribadi. Yang kedua adalah studi proses kreatif. Yang ketiga studi tipe
dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra.Yang keempat
mempelajari dampak sastra pada pembaca (psikologi pembaca). (Wellek dan
Waren, 1989:90).
Berbeda Scot dalam Endraswara (2008:64) yang berpendapat bahwa
pengertian psikologi sastra yang otentik meliputi tiga kemungkinan. Tiga sasaran
analisis termasuk dapat disejajarkan dengan empat kemungkinan kajian di atas.
Menurut Scot, yang penting adalah psikologi sastra mencakup tiga hal, yaitu (1)
10
penelitian kehidupan pengarang untuk memahami karyanya, dan (3) penelitian
karakter pada tokoh yang ada dalam karya yang diteliti.
2.1.3Tokoh Utama
Tokoh cerita (character), menurut Abrams dalam Nurgiyantoro
(1995:165) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau
drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan
tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam
tindakan.
Tokoh dalam karya fiksi dapat dibedakan dalam beberapa jenis penamaan
berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan. Berdasarkan perbedaan
sudut pandang dan tinjauan, seorang tokoh dapat saja dikategorikan ke dalam
beberapa jenis penamaan sekaligus. Tokoh utama dalam analisis ini berdasarkan
pada pendapat Nurgiyantoro (1995:176), tokoh utama terdiri dari tokoh utama dan
tokoh tambahan.
Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh utama cerita (central character,
main character), sedang kedua adalah tokoh tambahan (peripheral character).
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang
bersangkutan.Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai
pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh utama adalah yang dibuat
sinopsisnya, yaitu dalam kegiatan pembuatan sinopsis, sedang tokoh tambahan
11 2.1.4Gangguan Identitas Disosiatif (GID)
Davison dan Neale dalam Fausiah, fitri, dan Julianti (2008:39)
mengatakan bahwa gangguan disosiatif adalah gangguan yang ditandai dengan
adanya perubahan perasaan individu tentang identitas, memori, atau
kesadarannya. Individu yang mengalami gangguan ini memperoleh kesulitan
untuk mengingat peristiwa-peristiwa penting yang pernah terjadi pada dirinya,
melupakan identitas dirinya bahkan membentuk identitas baru.
Menurut DSM-IV-TR (The Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders, 4th edition text revision) dalam Davison, Gerald dkk, (2006:258)
gangguan identitas disosiatif (GID) sebelumnya disebut gangguan kepribadian
ganda (GKG) adalah gangguan disosiatif yang dramatis yaitu penderita
memanifestasikan dua atau lebih identitas berbeda. Ada juga ketidakmampuan
untuk mengingat informasi yang penting yang tidak dapat dijelaskan.
2.2 Landasan Teori
Penelitian ini menggunakan teori psikologi sastra untuk menganalis
karakter tokoh Della dalam novel Khokkiri karya Lia Indra Andriana sehingga
akan ditemukan suatu gejala psikologis tokoh untuk mendiagnosis termasuk ke
dalam bentuk apakah gangguan yang dialami tokoh tersebut. Setelah didapatkan
gejala psikologis yang ada pada tokoh utama, yaitu dalam penelitian ini
ditemukan kriteria-kriteria psikologis yang mengacu pada diagnosa klinis
penderita gangguan identitas disosiatif, maka digunakanlah teori gangguan
12 2.2.1Psikosastra
Menurut Jatman dan Roekhan dalam Endraswara, (2008:87-88) sastra
sebagai ”gejala kejiwaan”. Di dalamnya terkandung fenomena-fenomena
kejiwaan yang tampak lewat perilaku tokoh-tokohnya. Dengan demikian, karya
sastra dapat didekati dengan menggunakan pendekaan psikologi. Sastra dan
psikologi sangat dekat hubungannya. Meskipun sastrawan jarang berpikiran
psikologis, namun karyanya tetap bisa bernuansa kejiwaan. Hal ini dapat diterima
karena antara sastra dan psikologi memiliki hubungan lintas yang bersifat tidak
langsung, dan fungsional.
2.2.2Gangguan Identitas Disosiatif
Gangguan identitas disosiatif adalah salah satu gangguan disosiatif yang
paling serius. Gangguan disosiatif adalah gangguan yang ditandai dengan adanya
perubahan perasaan individu tentang identitas, memori, atau kesadarannya.
Individu yang mengalami gangguan ini memperoleh kesulitan untuk mengingat
peristiwa-peristiwa penting yang pernah terjadi pada dirinya, melupakan identitas
dirinya bahkan membentuk identitas baru. (Fausiah, Fitri dan Julianti, 2008:39).
Gangguan disosiatif dibagi atas empat macam gangguan, yaitu amnesia
disosiatif, fugue disosiatif, gangguan depersonalia dan gangguan identitas
disosiatif (dahulu dikenal dengan multiple personality disorder). Berdasarkan
pandangan Davidson dan Neale maupun Kaplan, Sadock dan Grebb, di bawah ini
akan dijelaskan secara singkat mengenai keempat macam gangguan disosiatif
13 1. Amnesia Disosiatif (Dissociative Amnesia)
Gejala amnesia merupakan gejalah yang umum terjadi pada amnesia
disosiatif, fugue disosiatif, dan gangguan identitas disosiatif. Diagnosa amnesia
disosiatif tepat apabila diberikan pada gangguan disosiatif yang hanya
menunjukkan gejala amnesia saja. Individu yang mengalami amnesia disosiatif
dapat secara mendadak kehilangan kemampuan untuk mengingat kembali
informasi tentang dirinya sendiri ataupun berbagai informasi yang sebelumnya
telah ada dalam memori mereka. Biasanya hal ini terjadi sesudah peristiwa yang
menekan (stressful event) seperti misalnya menyaksikan kematian seseorang yang
dicintai.
2. Fugue Disosiatif (Dissociative Fugue)
Pada fugue disosiatif, memori yang hilang jauh lebih luas daripada
amnesia disosiatif. Individu tidak hanya kehilangan seluruh ingatannya (misalnya
nama, keluarga, atau pekerjaanya), mereka juga secara mendadak meninggalkan
rumah dan pekerjan mereka serta memiliki identitas yang baru. Individu dengan
gangguan ini secara tiba-tiba dapat memiliki nama yang baru, rumah serta
pekerjaan baru, bahkan membentuk karakteristik kepribadian yang baru.
3. Gangguan Depersonalisasi (Depersonalization Disorder)
Gangguan ini ditandai dengan adanya perubahan persepsi yang terjadi
secara berulang atau menetap tentang diri (self) sendiri, mereka untuk sementara
waktu merasakan hilangnya keyakinan bahwa mereka merupakan individu yang
14
Pada gangguan ini memori atau daya ingat individu tidak mengalami
gangguan. Individu dengan gangguan depersonalisasi dapat berpikir bahwa
dirinya adalah robot, merasa bahwa dirinya sedang bermimpi atau terpisah dari
tubuh mereka, merasa melihat diri mereka dari kejauhan atau menonton diri
mereka sendiri dalam suara film.
4. Gangguan Identitas Disosiatif (Dissociative Identity Disorder)
Gangguan identitas disosiatif kemunculannya biasanya berkaitan dengan
adanya pengalaman traumatik dalam kehidupan individu, pada umumnya
penyiksaan seksual atau fisik semasa kanak-kanak. Individu dengan gangguan ini
memiliki dua atau lebih kepribadian yang berbeda, tingkah laku dan sikap yang
ditunjukkan oleh individu sangat bergantung pada kepribadian mana yang paling
dominan pada saat itu serta berbeda antara satu kepribadian dengan kepribadian
yang lain. (Fausiah, Fitri dan Julianti, 2008:41-50).
Dari keempat jenis gangguan disosiatif diatas, hanya bagian ketiga yang
menjadi acuan peneliti dalam menganalisis novel Khokkiri karya Lia Indra
Andriana. Gangguan identitas disosiatif memliki empat diagnosa kriteria yang
menyatakan bahwa seseorang menderita gangguan ini.
Menurut DSM-IV-TR (The Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders, 4th edition text revision) dalam Davison, Gerald dkk, (2006:258)
diagnosis gangguan identitas disosiatif (GID) dapat ditegakkan apabila seseorang
memiliki sekurang kurangnya dua kondisi ego yang terpisah, atau berubah-ubah
15
saling memengaruhi dan yang muncul serta memegang kendali pada waktu yang
berbeda. Kadang terdapat satu kepribadian primer, dan penanganan biasanya
diperuntukkan bagi kepribadian primer. Umumnya terdapat dua hingga empat
kepribadian pada saat diagnosis ditegakkan, namun selama berlangsungnya terapi
seringkali muncul beberapa kepribadian baru atau disebut dengan alter.
Menurut DSM-IV kriteria untuk gangguan identitas disosiatif diantaranya:
1. Kehadiran dua keadaan kepribadian yang berbeda (masing-masing dengan
pola yang relatif abadi sendiri mencerap, yang berkaitan, dan berpikir
tentang lingkungan dan diri).
2. Dua identitas atau keadaan kepribadian ini berulang mengendalikan
perilaku seseorang.
3. Ketidakmampuan untuk mengingat informasi penting yang berkenaan
dengan dirinya yang terlalu luar biasa untuk dianggap hanya sebagai lupa
biasa.
4. Gangguan ini bukan karena efek psikologis langsung dari suatu zat.
(misalnya, pemadaman atau perilaku kacau selama mabuk alkohol) atau
kondisi medis umum (misalnya, kejang parsial kompleks). (DSM-IV,
2000:240-241)
Penyebab dari gangguan identitas disosiatif sejauh ini belum diketahui
pasti, namun berdasarkan riwayat kehidupan para pasien, hampir 100% dari para
pasien memiliki peristiwa traumatik, terutama pada masa kanak-kanaknya.
Peristiwa traumatik pada masa kanak-kanak biasanya meliputi penyiksaan fisik
16
dan menyaksikan kematian tersebut ketika individu masih anak-anak. (Fausiah,
Fitri dan Julianti, 2008:52).
2.3 Tinjauan Pustaka
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti, novel Khokkiri belum
pernah dianalisis oleh mahasiswa Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu
Budaya, Universitas Sumatera Utara dan di seluruh universitas di Indonesia.
Namun, analisis dengan teori gangguan identitas disosiatif sudah pernah
digunakan dalam menganalisis karya sastra, di antaranya sebagai berikut:
”Kepribadian Ganda Tokoh Kartika Dalam Naskah Drama Kartini
Berdarah Karya Amanatia Junda Solikhah”, oleh Dwi Hidayati, skripsi,
Universitas Jember (2011). Penelitian ini menganalisis unsur struktural naskah
drama Kartini Berdarah dan menganalisis kepribadian ganda tokoh Kartika dalam
naskah drama Kartini Berdarah. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teori struktural, teori psikoanalisis, dan teori psikologi abnormal (kepribadian
ganda). Hasil pembahasan berupa unsur struktural mencakup tema, penokohan,
perwatakan, latar, alur, konflik, wawancang, dan kramagung. Faktor penyebab
kepribadian ganda yaitu seringnya penggunaan mekanisme pertahanan diri berupa
represi, fiksasi, menarik diri, dan fantasi akibat kondisi eksternal individu yang
tidak mendukung dan bentuk kepribadian ganda tokoh berupa munculnya pribadi
Kartini dalam diri Kartika.
Selanjutnya dengan teori yang sama diteliti oleh Sinta Fajaria Noni
Hendarti dalam tesisnya yang berjudul ”An Analysis Of Multiple Personality Of
17
Penelitian ini menganalisis kepribadian ganda tokoh utama dan menganalisis
penyebab yang dialami tokoh utama yaitu Ashley Patterson. Hasil penelitiannya
yaitu Ashley memiliki tiga identitas berbeda yaitu: selain menjadi Ashley, juga
sebagai Allete dan Toni. Kondisi Ahley muncul karena trauma masa kecil yang
dialaminya. Tujuan penulisan Sinta adalah untuk lebih memahami kepribadian
ganda yang dialami karakter Ashley dan identitasnya yang lain.
Selain kedua penelitian di atas, saya menemukan satu kajian lagi dengan
teori yang sama, ditulis oleh Asep Sundana dalam jurnalnya yang berjudul
”Kepribadian Ganda Tokoh Nawai dalam Rumah Lebah Karya Ruwi Meita:
Tinjauan Psikologi Sastra”. Penelitian ini menggunakan teori psikologi sastra,
teori despersonalisasi, dan teori DSM-IV mengenai Dissociative Identity Disorder
(DID) atau disebut juga dengan gangguan kepribadian ganda. Penelitian ini
menganalisis gangguan kepribadian ganda tokoh Nawai dan menganalisis
penyebabnya. Hasil penelitian ini adalah tokoh Nawai memiliki lima identitas
dalam dirinya yaitu, dirinya sebagai Nawai, Ana Manaya, Abuela, Si kembar, dan
Wilis. Penyebab Nawai mengalami gangguan kepribadian ganda dikarenakan
adanya traumatik masa kecil yang begitu mendalam.
Pada kesempatan ini, saya akan meneliti novel Khokkiri karya Lia Indra
Andriana berdasarkan teori psikologi sastra dengan bantuan ilmu psikologi
abnormal mengenai gangguan identitas disosiatif atau gangguan kepribadian