• Tidak ada hasil yang ditemukan

this PDF file Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu sebagai Hak Kekayaan Intelektual dalam Hukum Indonesia | Bintang | Kanun : Jurnal Ilmu Hukum 1 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "this PDF file Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu sebagai Hak Kekayaan Intelektual dalam Hukum Indonesia | Bintang | Kanun : Jurnal Ilmu Hukum 1 PB"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Kanun: Jurnal Ilmu Hukum. Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. 23111. ISSN: 0854-5499 │e-ISSN: 2527-8482. DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU SEBAGAI HAK KEKAYAAN

INTELEKTUAL DALAM HUKUM INDONESIA

DESIGN OF INTEGRATED CIRCUITS AS INTELLECTUAL PROPERTY RIGHTS IN INDONESIAN LAWS

Sanusi Bintang

Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Jalan Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh 23111 E-mail: sbleuser@yahoo.com

Diterima: 13/02/2018; Revisi: 25/03/2017; Disetujui: 31/03/2017

DOI: https://doi.org/10.24815/kanun.v20i1.9897

ABSTRAK

Desain tata letak sirkuit terpadu sebagai cetak biru untuk sirkuit terpadu, digunakan dalam berbagai produk teknologi informasi, seperti komputer, telepon selular, dan peralatan komunikasi, memiliki ciri khas tersendiri yang tidak sesuai untuk ditempatkan dalam rezim hukum hak kekayaan intelektual yang ada, karena itu, perlu diatur dalam peraturan perundang-undangan khusus (sui generis). Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan mengaplikasikan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan perbandingan. Indonesia telah mengundangkan hukum tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, tetapi undang-undang ini memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan yang ada berkaitan dengan kelengkapan dan kualitas norma serta penegakan hukumnya. Kelemahan tersebut tidak hanya dari aspek teknik perancangan peraturan perundang-undangan, tetapi juga berakar pada budaya hukum.

Kata Kunci: Semikonduktor, Sirkuit Terpadu, Kepemilikan, Industri.

ABSTRACT

Design of integrated circuits as blue prints for integrated circuit used in various products of information technology, such as computer, cellular phone, and telecomunication media, has its own characteristics which is not fit to be put under the previous intellectual property law regimes, therefore, it needs to be regulate under a specific legislation (sui generis). This research utilizes doctrinal legal research method by applying statute approach and comparative approach. Indonesia has enacted laws on Design of Integrated Circuits, but the law has certain limitations. The limitations is regarding the adequacy of subject matter, the quality of norms, and the legal enforcement. The limitations is not only from the aspect of technical legal drafting, but also rooted on legal culture.

(2)

PENDAHULUAN

Desain tata letak sirkuit terpadu merupakan salah satu bentuk hak kekayaan Intelektual (HKI)

baru dalam hukum internasional dan hukum Indonesia., dibandingkan dengan bentuk HKI lain,

seperti hak cipta, paten, merek, dan desain industri. Keberadaan pengaturan muncul akibat adanya

sifat khusus desain tata letak sirkit terpadu yang tidak dapat ditampung pengaturannya melalui rejim

hukum HKI yang ada. Kebutuhan pengaturan khusus tersebut juga didorong oleh adanya

perkembangan ekonomi, teknologi, dan industri berkaitan dengan penggunaan sirkuit terpadu di

negara-negara maju dan negara-negera berkembang.1 Oleh karena merupakan bidang baru dari

hukum kekayaan intelektual Indonesia, diperlukan dahulu pemahaman tentang garis besar

pengaturan tentang hal ini sebelum dapat memahami secara lebih mendalam ke depan.

Kebutuhan akan pengaturan khusus bagi desain tata letak sirkuit terpadu diperlukan karena

adanya permasalahan yang khas yang ditimbulkan oleh kebutuhan industri semikonduktor

(topografi, desain tata letak sirkuit terpadu) terhadap penghargaan ekonomi atas kreativitas

.pemajuan inovasi, penelitian dan investasi, dan juga untuk melindungi kepentingan masyarakat

umum terhadap pemecahan masalah yang bersifat khas, sebagaimana Kongres Amerika Serikat

memandangnya pada saat pertama kali RUU Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu tersebut diajukan.2

Perkembangan hukum HKI di negara maju berlangsung cepat sehubungan dengan cepatnya

perkembangan teknologi informasi atau komputer dan perekonomian3 di bidang terkait, yang

membutuhkan cara-cara tersendiri untuk dapat menampungnya. Hukum HKI yang telah ada tidak

1 O K Saidin, Transplantation of Foreign Law into Indonesian Copyright Law: The Victory of Capitalism

Ideology on Pancasila Ideology, Journal of Intellectual Property Rights, Vol. 20, 2015, hlm. 231, menjelaskan bahwa perubahan hukum HKI Indonesia terutama didorong oleh keikutsertaannya dalam rezim hukum perdagangan internasional, sebagaimana diatur dalam TRIPS/GATT/WTO.

2Partrick Keyzer,“Protection

of Semiconductor Chips” Paper Presented at Indonesia-Australia Specialized Training Project, Intellectual Property Rights, Phase II at Faculty of Law University of Technology Sydney, 1999. hlm. 7.

(3)

dapat menampung persoalan baru yang bersifat khas tersebut.4 Hal ini karena hukum HKI yang

telah ada memiliki asas-asas pengaturan umum tersendiri yang berlainan sehingga

masalah-masalah baru tersebut tidak dapat tercakup ke dalamnya.5

Kesulitan perlindungan desain tata letak sirkuit terpadu melalui hukum paten karena desain

tata letak sirkuit terpadu sulit dapat memenuhi kriteria pertama dan kedua persyaratan dalam

pemberian paten, yaitu kebaruan (novelty) dan langkah inventif (inventif step).6 Kesulitan

perlindungan desain tata letak sirkuit terpadu melalui hukum hak cipta karena sifat desain tata letak

sirkuit terpadu yang lebih utilitarian. Lebih utilitarian karena desain tata letak sirkuit terpadu

semata-mata melindungi produk industri (industrial products), yang berada di luar bidang

perlindungan hukum hak cipta.7

Hukum desain tata letak sirkuit terpadu membutuhkan cara baru dalam pengaturan. Dalam

hal ini dengan menampung asas-asas umum pengaturan tertentu, yang merupakan perpaduan dari

beberapa model hukum HKI yang telah ada, terutama paten dan hak cipta.

Misal tentang adanya persyaratan “keaslian (originality)” seperti pada hak cipta untuk

memperoleh perlindungan hukum. Dalam hal ini dituntut adanya tingkatan kreativitas minimal

dalam perlindungan desain tata letak sirkuit terpadu, walaupun tidak harus memiliki persyaratan

langkah inventif yang berat, seperti pada paten. Akan tetapi, para ahli berpendapat mungkin

memerlukan tingkatan kreativitas sedikit lebih besar daripada pada hak cipta.8 Sebagaimana

4Sanusi Bintang, Pengaturan Desain Industri Sebagai Hak Kekayaan Inteletual dan Urgensi Implementasinya

Menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan, Vol. 5., No. 1., 2014, 50-60, hlm. 51, menjelaskan bahwa TRIPS/GATT/WTO menentukan standar minimum perlindungan minimum masing-masing bentuk HKI yang negara pesertanya.

5Sanusi Bintang, Aspek Hukum Perlindungan Varietas Tanaman, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan, Vol. 4.,

No. 1., 43-58, 2013, hlm. 46-47. 6

Man- Gi Paik, “Protection of the Layout Desingns of Semiconductor Integrated Circuits” Paper Presented at APEC PR International Symposium, June 14 – 18, 1999 Organized by the Korea Industrial Property Office, Taejon, Republic of Korea.

7Stephen A. Becker, Legal Protection of Semiconductor Mask Works in the United States, Computer /Law

Journal Vol. 6 No. Winter, 1986,, 586-605, hlm. 289.

8Jay A. Erstling, The Semiconductor Chip Protection Act and its Impact: Internasional Protection of Chip

(4)

diketahui hak cipta memiliki standar persyaratan keaslian yang rendah, sedangkan paten memiliki

persyaratan standar keahlian yang tinggi. Jadi, standar keaslian dalam perlindungan desain industri

berada diantara persyaratan keaslian dalam hak cipta yang lebih rendah dan persyaratan langkah

inventif dalam paten yang lebih tinggi.

Selain itu, tentang jangka waktu perlindungan. Jangka waktu perlindungan paten dan hak

cipta dipandang terlalu lama apabila diterapkan pada desain tata letaksirkuit terpadu, yang pada

kenyataannya membutuhkan jangka waktu yang lebih pendek. Hal ini karena nilai ekonominya

cepat hilang atau berkurang karena cepatnya perkembangan kemajuan inovasi dalam bidang ini.

Artikel ini membahas tentang perkembangan pengaturan desain tata letak sirkuit terpadu

dalam hukum internasional dan dalam hukum Indonesia. Setelah itu garis besar pengaturan desain

tata letak sirkuit terpadu dalam hukum Indonesia. Terakhir dikemukakan tentang beberapa

kelemahan pengaturan dalam hukum positif yang ada sebagai bahan pertimbangan untuk

penyempurnaannya ke depan.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian hukum (legal research), dengan mengkaji

hukum internasional dan hukum nasional. Dengan pendekatan penafsiran, penelitian ini turut

mengungkapkan kelemahan dalam pengaturan hukum positif Indonesia terkait pengaturan desain

tata letak sirkuit terpadu.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1) Perkembangan Pengaturan dalam Hukum Internasional dan Hukum Indonesia

Konvensi internasional pertama tentang desain tata letak sirkuit terpadu muncul pada tahun

1989. Konvensi ini disebut Traktat Washington (Washington Treaty), yang mempunyai nama

(5)

desain tata letak sirkuit terpadu menjadi bentuk HKI baru yang mendapatkan perlindungan hukum

secara internasional9.

Pada satu sisi, Traktat Washington memberikan jangka waktu perlindungan 8 (delapan) tahun.

Traktat Washington juga mengenal pengaturan tentang lisensi wajib dalam rangka mendukung

pencapaian tujuan nasional, persaingan bebas, dan pencegahan penyalahgunaan hak, dan

sebagainya. Pada sisi yang lain, ruang lingkup perlindungannya tidak menjangkau hak berkaitan

dengan produk akhir. Traktat Washington juga tidak mengatur tentang ganti rugi terhadap tindakan

pembeli yang beritikad baik.10

Pada tahun 1994, desain tata letak sirkuit terpadu menjadi bagian dari rezim pengaturan Trade

Related Intellectual Property Rights General-Agreement-on-Tariffs-and-Trade /World Trade

Organization (TRIPs/GATT/WTO). TRIPs/GATT?WTO mengatur aturan disiplin yang tinggi,

lengkap dengan mekanisme penegakan hukumnya seperti halnya berlaku juga untuk HKI lain.11

Sebagai bagian dari pengaturan perdagangan Internasional di bawah TRIPs/GATT/WTO12, desain

tata letak sirkuit terpadu mendapatkan perhatian yang cukup besar dari masyarakat internasional,

baik negara maju maupun negara berkembang.

TRIPs merupakan Lampiran (Annex), yang tidak terpisahkan dari norma substantif dalam

dokumen hukum dagang internasional GATT, yang melahirkan oraganisasi dagang internasional

yang baru pada waktu itu, WTO.

Sebagai bagian dari GATT, yang pada intinya mengatur tentang liberalisasi perdagangan,

TRIPs mempunyai dampak yang cukup luas terhadap hukum HKI, khususnya hukum desain tata

9

Ibid, hlm. 233 10

Man-Gi Paik, Ibid., hlm. 234.

11Dahlan dan Sanusi Bintang, Pokok-Pokok Hukum Ekonomi dan Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000,

hlm, 78-82.

12 Sanusi Bintang, Persetujuan TRIPS-GATT dan Implikasinya dalam Hukum Hak Milik Intelektual Nasional,

(6)

letak sirkuit terpadu. Hal ini karena TRIPs mewajibkan setiap negara anggota untuk menciptakan

aturan hukum nasional, sesuai dengan standar yang telah ditetapkan bersama tersebut.13

TRIPs berbeda dengan Traktat Washington memperpanjang jangka waktu perlindungan

desain tata letak sirkuit terpadu menjadi 10 tahun. TRIPs mengatur lisensi wajib lebih ketat daripada

Traktat Washington, yaitu dengan memperkenalkan pemerikasaan pengadilan (judicial review) dan

pembayaran ganti rugi. Ruang lingkup perlindungan juga lebih diperluas, dengan menambah

perlindungan juga untuk hak berkaitan dengan produk akhir. Di samping itu, dalam TRIPs,

meskipun pembelinya beritikad baik, tetap memikul tanggung gugat dalam pembayaran royalti,

asalkan telah diberitahukan dengan cukup bahwa desain tata letak sirkuit terpadu yang dibeli, dibuat

secara tidak sah.14

Negara-negara yang telah ada hukum HKI nasionalnya, kemudian satu persatu menyesuaikan

pengaturan nasionalnya dengan kaidah kaidah TRIPs/GATT/WTO tersebut. Sementara

negara-negara peserta yang belum memiliki hukum nasionalnya, karena adanya kewajiban tersebut mulai

merancang hukum nasionalnya masing-masing untuk memberikan perlindungan desain tata letak

sirkuit terpadu.

Indonesia, sebagai anggota WTO yang menandatangani persetujuan TRIPs sebagai bagian dari

dokumen hukum dagang internasional dalam GATT tersebut juga berkewajiban merumuskan

peraturan perundang-undangan dalam bentuk undang-undang untuk mengatur masalah ini.

2) Garis Besar Pengaturan dalam Hukum Indonesia

Untuk memahmi pengertian desain tata letak sirkuit terpadu lebih dahulu perlu dipahami

pengertian desain tata letak sirkuit terpadu.

13Md. Zafar Mahfooz Normani and Faizanur Rahman, Intellection of Trade Secret and Innovation Laws in India ,

Journal of Intellectual Property Rights, Vol. 16, Juli, 341-350, hlm. 341. 14

(7)

Pertama, tentang desain tata letak Pasal 1 angka 2 UU DTLST menentukan bahwa desain tata

letak adalah “kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen, sekurang

-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi

dalam suatu sirkuit terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan

pembuatan sirkuit terpadu”.

Istilah lain yang juga digunakan para penulis dan peraturan perundang-undangan untu desain

tata letak tersebut adalah topografi (topography) atau lempengan semikonduktor (semiconductor

chips). Desain tata letak sirkuitb terpadu diperlukan untuk membuat sirkuit terpadu. Ia merupakan

bentuk cetak biru (blue print) untuk menghasilkan sirkuit terpadu.15 Sirkuit terpadu ini terutama

dipakai pada berbagai produk teknologi informasi, komputer, telepon selular, dan peralatan

telekomunikasi.

Kedua tentang sirkuit terpadu Pasal 1 angka 1 UU DTLST merumuskan difinisi sirkuit

terpadu sebagai “suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang didalamnya terdapat

berbagai elemen, dan sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang

sebagaian atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah

semikonduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik”.

Sirkuit terpadu merupakan produk yang dibuat dengan menggunakan desain tata letak16. Baik

desain tata letak maupun sirkuit terpadu mendapatkan perlindungan hukum. Bahkan, perlindungan

hak desain tata letak sirkuit terpadu meliputi juga produk akhir (seperti komputer, telepon selular,

dan peralatan telekomunikasi), yang mengandung sirkuit terpadu tersebut.17

15 Man-Gi Paic, Ibid., hlm. 227 16Paik, Loc. Cit.

17

(8)

Menurut Chistie,18 sirkuit terpadu digunakan untuk melaksanakan 2 (dua) fungsi berbeda,

tetapi berkaitan yaitu sebagai berikut: (1) penyiapan informasi; (2) pelaksanaan operasi logis

terhadap informasi.

Ditambahkannya bahwa penyimpangan dan manipulasi logis dari informasi tersebut

merupakan inti dari perhitungan komputer (juga dikenal sebagai pemerosesan informasi). Dengan

demikian, banyak sirkuit terpadu didesain dan diciptakan untuk digunakan pada komputer. Elemen

selain perangkat lunak, yaitu perangkat keras dari sebuah sitem komputer, terdiri dari terutama

sirkuit-sirkuit terpadu ini.

Definisi hak desain tata letak sirkuit terpadu dalam Pasal 1 Angka 6 UU DTLST adalah: “hak

eksklusif yang diberikan oleh negara Republik Indonesia kepada desain atas hasil kreasinya, untuk

selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk

melaksanakan hak tersebut.”

Negara memberikan perlindungan hukum sebagai hak milik pribadi kepada pendesain yang

dapat menggunakan haknya untuk memperoleh keuntungan ekonomi selama masa tertentu. Pihak

lain yang tidak berhak tidak memperoleh perlindungan hukum dari negara, sehingga tidak

dibenarkan melanggar hak pemegang haknya. Apabila dilanggar juga, pelanggarnya dapat

dikenakan sanksi hukum, baik perdata maupun pidana sebagaimana diatur dalam UUDTLST.

Pasal 2 ayat (1) UU DTLST menegaskan bahwa hak desain tata letak sirkuit terpadu diberikan

terhadap desain tata letak sirkuit terpadu yang orisinal. Pasal 2 ayat (2) UUDTLST menegaskan

bahwa syarat orisinal ada apabila memenuhi dua kriteria.

Pertama, desain tata letak sirkuit terpadu merupakan hasil karya mandiri pendesain,dan

kedua pada saat desain tata letak sirkuit terpadu tersebut di buat tidak merupakan sesuatu yang

umum bagi para pendesain. Undang Undang mungunakan kata sambung “dan” berarti kedua

18Andrew Chistie, Integrated Circuits and Their Contents: International Protection. Sweet & Maxwell, London,

(9)

keteria tersebut secara kumulatif haruslah terpenuhi, apabila tidakakan menghilangkan sifat orisinal

sehinga tidak akan memperoleh perlindungan hukum.

UU DTLST tidak menentukan persyaratan yang terlalu ketat terhadap ukuran keaslian

tersebut.Yang penting desain tata letak sirkuit terpadu tersebut dihasilkan dari usaha pendesain

sendiri,dalam arti bukan hasil jiplakan atau reproduksi dari karya pihak lain.

Di samping itu, supaya orisinal kreasi tersebut haruslah tidak merupakan hal yang umum di

kalangan pendesain atau industri tersebut. Ukuran kedua ini dekat-dekat dengan ukuran kebaruan

pada paten.

Berbeda dengan sistem pendaftaran hak cipta yang tidak mengharuskan adanya pendaftaran,

hak desain tata letak sirkuit terpadu mengharuskan adanya pendaftaran untuk memperoleh

perlindungan hukum. Akan tetepi, sistem pendaftaran berbeda dengan paten. Pada desain tata letak

sirkut terpadu tidak mengenal pemeriksaan substantif setelah pendaftaran untuk menentukan

pemberian hak sebagaimana terdapat pada paten.

Oleh karenanya, persyaratan keaslian tersebut baru penting pada saat terjadinya sengketa di

depan hakim, bukan pada saat pendaftaran .pendaftarannya hampir sama dengan pendaftaran hak

cipta yang memekan waktu yang relatif singkat karena Ditjen HKI Kemenkumham tidak perlu

melakukan pemeriksaan substantif untuk menentukan ada tidaknya keaslian tersebut19

Dalam sistem demikian pendaftaran penting dalam rangka kejelasan hak desain tata letak

sirkuit terpadu berkaitan dengan subjek perlindungan hak, waktu pencipta, dan waktu berakhinya

perlindungan20. Sedangkan penentuan siapa yang sesungguhnya berhak ditentukan lewat pengadilan

apabila ada sengketa yang terjadi. Dengan demikian, walaupun telah terdaftar, masih terbuka

kesempatan kepeda pihak lain yang berkepentingan untuk mempersoalkannya di pengadilan, yaitu

pengadilan niaga.

19 Man-Gi Paik, Ibid., hlm. 235 20

(10)

Pengaturan jangka waktu perlindungan desain tata letak sirkuit terpadu berbeda dengan paten

atau merek. Pada paten atau merek penentuan tersebut didasarkan hanya pada filling date-nya, yaitu

tanggal penerimaan pendaftaran paten, merek, dan desain industri. Pada desain tata letak sirkuit

terpadu didasarkan pada salah satu dari 2 (dua) hal berikut ini: (1) Eksploitasi secara komersial; (2)

Tanggal penerimaan.

Akibatnya, terdapat dua alternatif jangka waktu perlindungan yang dapat dipilih oleh

pemiliknya. Apabila yang dipilih adalah yang pertama, undang-undang memberikan kesempatan

“grace period” selama dua tahun. Artinya, pemilik dalam dua tahun setelah pertamakali

dikomersialisasikan dapat kapan sajamelakukan pendaftaran untuk memperoleh perlindungan.

Pemilik tersebut dengan demikian sudah memperoleh perlindungan hukum sejak awal dari

penggunaan komersial tersebut, walupun belum didaftarkan. Pelindungan dapat belaku surut dua

tahun sejak pertamakali dieksploitasi secara konvensional, yang menurut Penjelasan Pasal 4 ayat (1)

UU DTLST adalah “dibuat”, dijual, digunakan, dipakai atau diedarkannya barang yang di UU

DTLST dalamnya terdapat seluruh atau sebagian desain tata letak sirkuit terpadu dalam kaitan

transaksi yang mendatangkan keuntungannya”

Terlihat bahwa pembuat undang-undang menganut sistem “first to use” secara terbatas, di

samping sistem “first to file” sebagaimana paten, merek dan desain industri.

Adapun jangka waktu perlindungan menurut Pasal 4 ayat (3) adalah UU DTLST 10 (sepuluh)

tahun, yang dihitung berdasarkan salah satu sistm di atas.

Berbeda dengan hak cipta yang tidak mengharuskan adanya pendaftaran, hak desain tata letak

sirkuit terpadu diberikan atas dasar adanya permohonan, seperti paten. Akan tetapi, prosedur

pendaftarannnya juga berbeda dengan paten karena pada desain tata letak sirkuit terpadu tidak

terdapat pemeriksaaan substantif. Permohonan hanya dilakukan dalam rangka pemeriksaan

(11)

Prosedur permohonan hak desain tata letak sirkuit terpadu tersebut hampir sama dengan

prosedur untuk pemeriksaan administratif pada paten yang menurut Pasal 10 ayat (7) UU DTLST

akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.

Pasal 1 ayat (4) UU DTLST menentukan bahwa surat permohonan hak desain tata letak

sirkuit terpadu harus dilengkapi dengan dokumen berikut ini.

a. Salinan gambar atau foto serta uraian dari desain tata letak sirkuit terpadu yang dimohonkan

pendaftarannya.

b. Surat kuasa khusus, dalam hal permohonan diajukan melalui kuasa.

c. Surat pernyataan bahwa desain tata letak sirkuit terpadu yang dimohonkan pendaftarannya

adalah miliknya.

d. Surat keterangan yang menjelaskan mengenai tanggal sebagaimana dimaksudkan ayat (3)

huruf e.

Permohonan yang diajukan tersebut akan diperiksa formalitasnya oleh Ditjen HKI untuk

melihat terpenuhinya persyaratan yang diatur Pasal 3, Pasal 10 dan Pasal 11 UU DTLST.

Kemudian, tanpa melakukan pemeriksaan substantif tentang keaslian, kantor Direktorat Jenderal

Hak Keuangan Intelektuan (Ditjen HKI) akan memberikan hak dan mencatatnya dalam Daftar

Umum Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan media lain. Pasal 21 menetapkan bahwa Ditjen HKI

harus mengeluarkan Sertifikat Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu sebagai bukti kepemilikan dalam

waktu paling lama 2 (dua) bulan setelah persyaratan di atas terpenuhi.

3) Kelemahan Pengaturan dalam Hukum Indonesia

Pengaturan desain tata letak sirkuit terpadu merupakan pembentukan hukum baru dalam

hukum nasional Indonesia. Sebelumnya tidak ada ketentuan peraturan peruindang-undangan yang

(12)

merupakan pembentukan hukum desain tata letak sirkuit terpadu terjadi berdasarkan asas hukum

sebagai alat rekayasa sosial (law as a tool of social engineering).

Sebagai norma hukum bentukan baru tentu saja penerapannya perlu diuji dengan keberhasilan

atau kegagalan di lapangan setelah pembentukan hukum tersebut. Pada tahapan ini sudah dapat

terdeteksi beberapa kelemahan, yang ada dalam UU DTLST. Kelemahan tersebut, antara lain,

karena belum banyaknya pengalaman dalam pembentukan hukum tersebut dan belum banyaknya

kasus terkait yang terjadi di Indoensia., baik di pengadilan maupun di luar pengadilan.

Hal demikian tentu saja berbeda dengan dalam pembentukan hukum HKI lain, seperti hak

cipta, paten, dan desain industri. Indonesia telah memiliki pengalaman yang lebih banyak, baik

dalam pembentukan hukum maupun dalam penerapannya di lapangan.

Sudjana memaparkan kelemahan UU DTLST dalam konteks perbandingan internal dengan

beberapa bentuk HKI lain, yaitu hak cipta, paten, dan desain industri mengemukakan beberapa

kelemahan, sebagai berikut.21

a. Ketiadaan pengaturan tentang hak moral sebagaimana pada hak cipta.

b. Ketiadaan pengaturan tentang hak prioritas sebagaimana pada paten, dan desain industri.

c. Ketiadaan pengaturan tentang penetapan sementara sebagaimana pada hak cipta, paten, dan

desain industri.

d. Ketiadaan pengaturan pelaksanaan, yang menindaklanjuti pengaturan UU DTLST, seperti

juga terjadi pada beberapa bentuk HKI lain.

Aline Gratika Nugrahani menambahkan 2 (dua) kelemahan lainnya. Pertama, perumusan

ketentuan tentang pemaknaan asas perlindungan pendaftar pertama (first to file), yang berbeda

dengan pengaturan tentang hal yang sama dalam hukum paten, merek, dan desain industri. Pasal 4

UU DTLST menentukan bahwa eksploitasi komersial desain tata letak sirkuit terpadu yang belum

21Sudjana, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dalam Perspektif Perbandingan Hukum Interen, E-Journal

(13)

didaftarkan tidak menyebabkan gugurnya hak mengajukan permohonan pendaftaran, asalkan

diajukan dalam masa 2 (dua) tahun sebelum pendaftaran. Hal demikian dapat menimbulkan

kesulitan praktis, ketika ada 2 (dua) pihak yang memiliki desain tata letak sirkuit terpadu yang

memiliki persamaan. Yang satu lebih dahulu mendaftarkan daripada yang lainnya. Kedua, ketiadaan

pemeriksaan substantif untuk menentukan keaslian desain tata letak sirkuit terpadu. Hal ini dapat

membuka celah kesalahan karena dapat memberikan perlindungan terhadap desain tata letak sirkuit

terpadu tertentu, yang pada kenyataannya tidak orisinil, sehingga menjadikan sistem

perlindungannya tidak tepat sasaran.22

Kelemahan lain bersifat lebih umum dan mendasar karena tidak hanya berlaku untuk UU

DTLST, tetapi meliputi keseluruhan rejim hukum HKI Indonesia. Kelemahan tersebut, antara lain,

dikemukakan Afifah Kusumadara, yang menyatakan beberapa faktor penyebab gagalnya

perlindungan hukum HKI di Indonesia. Faktor penyebab tersebut meliputi sebagai berikut.23

a. Hukum HKI tidak muncul danberkembang dalam hukum Indonesia sendiri, tetapi berasal

dari hukum di dunia Barat yang memiliki kepentingan ekonomi dan sosial budaya yang

berbeda.24

b. Hukum HKI tidak sejalan dengan hukum adat Indonesia, yang tidak mengenal sejarah dan

konsep kepemilikan kekayaan intelektual.

c. Hukum HKI ternyata memiliki kelemahan dari aspek penegakan hukum di Indonesia.

d. Hukum HKI tidak sejalan dengan realitas tingkat perkembangan ekonomi dan teknologi di

Indonesia sampai sekarang ini.

22

Aline Gratika Nugrahani, Kelemahan Hukum dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Jurnal Hukum Prioris, Vol. 1, No. 1, September 2006, hlm. 42-44.

23 Afifah Kusumadara, “Problems of Enforcing Intellectual Property Laws in Indonesia”

www.ialsnet.org/meeting/business/kusumadara-afifah-indonesia.pdf., diakses tanggal 5 Desember 2017.

24 Bandingkan dengan Sanusi Bintang, Venture Capital: An American Concept and Its Problems of

(14)

SIMPULAN

Penelitian ini menyimpulkan: Pertama, desain tata letak sirkuit terpadu merupakan bentuk

HKI baru, baik dalam hukum Indonesia maupun dalam hukum internasional. Perlindungan hukum

HKI muncul karena alasan adanya tuntutan kebutuhan akibat perkembangan teknologi informasi

dan perekonomian di bidang terkait, yang belum tertampung pengaturannya dalam rejim hukum

HKI yang ada. Sekarang perlindungan desain tata letak sirkuit terpadu telah dapat diperoleh dalam

hukum Indonesia dan hukum internasional.

Kedua, dengan berdasarkan standar internasional berdasarkan TRIPs/GATT/WTO dan belajar

pada pengalaman negara lain, terutama negara maju, Indonesia telah berhasil membentuk UU

DTLST sendiri. UU DTLST telah mengatur berbagai aspek dari materi muatan yang diperlukan,

meliputi pengertian, kriteria perlindungan, lingkup hak, kepemilikan hak, jangka waktu

perlindungan, pemeriksaan, pengalihan hak dan lisensi, pembatalan pendaftaran, penyelesaian

sengketa, dan penyidikan serta ketentuan pidana. Meskipun demikian, dibandingkan dengan standar

pengaturan bentuk HKI lain, seperti hak cipta, paten, dan desain industri, UU DTLST Indonesia

memiliki kelamahan.

Ketiga, kelemahan UU DTLST, antara lain, terletak pada materi muatan pengaturan dan

kualitas perumusan norma, dan penegakan hukumnya. Kelemahan tersebut tidak hanya berasal dari

aspek teknik perancangan peraturan perundang-undangan, tetapi juga berakar pada perbedaan

landasan filosofis dalam pembentukan hukum tersebut, yang berhadapan dengan budaya hukum

Indonesia berdasarkan Pancasila. Budaya hukum Indonesia berbeda, karena dengan budaya hukum

dari negara lain tempat hukum HKI tersebut pertama kali muncul dan berkembang pesat sekarang.

Untuk itu, ke depan diperlukan pengkajian yang lebih mendalam tentang berbagai aspek pengaturan

dan penegakan hukum HKI pada umumnya dan hukum desain tata letak sirkiuit terpadu pada

khususnya supaya lebih dapat lebih menyesuaikan dengan kebutuhan khusus di Indonesia

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Aline Gratika Nugrahani, 2006, Kelemahan dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2000 tentang

Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Jurnal Hukum Prioris, Vol. 1, No. 1.

Andrew Cristie, 1995, Integrated circuits and Their Contents: International Protection, Sweet &

Maxwell, London.

Dahlan dan Sanusi Bintang, 2000, Pokok-Pokok Hukum Ekonomi dan Bisnis. Citra Aditya Bakti,

Bandung.

Jay A. Erstling, 1989, The Semiconductor Chip Protection Act and Its Impact : Internasional

Protection of Chip Design,Rutgers Computer and Technology Law Journal, Vol . 15.

Man-Gi Paik, 1989, “Protection of Layout Designs of Semiconductor Integrated Circuit”, Paper

presented at APEC PR International Symposium, June 14-18, 1999 Organized by the Korea

Industrial Property Office, Taejon, Republic of Korea.

Mas Rahmah, 2017, The Protection of Agricultural Products under Geographical Indication: An

alternative Tool for Agricultural Development in Indonesia, Journal of Intellectual Property

Rights, Vol. 22.

Normani, Md Zafar Mahfooz and Faizanur Rahman, 2011, Intellection of Trade Secret and

Innovation Laws in India, Journal of Intellectual Property Rights, Vol. 16.

Patrick Keyzer, 1999, “Protection of Semiconductor Chips” Paper Presented at Indonesia-Australia

Specialized Training Project, Intellectual Property Rights, Phase II at the Faculty of Law,

University of Technology, Sydney, Australia.

Saidin, OK. Transplantation of Foreign Law into Indonesian Copyright Law: The Victory of

Capitalism Ideology on Pancasila Ideology, Journal of Intellectual Property Rights, Vol. 20.

Sanusi Bintang, 1994, Persetujuan TRIPS-GATT dan Implikasinya dalam Hukum Hak Milik

(16)

_____, 2013, Aspek Hukum Perlindungan Varietas Tanaman, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan,

Vol. 4, No. 1, 43-58.

_____, 2014, Pengaturan Desain Industri Sebagai Hak Kekayaan Intelektual dan Urgensi

Implementasinya Menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN, Jurnal Ekonomi dan

Pembangunan, Vol. 5, No. 1, 50-60.

_____, 2015, Venture Capital: An American Concept and Its Problems of Implementation in

Developing Countries, Jurnal Hukum Internasional (Indonesian Journal of International Law),

Vol. 12, No. 2, January, 179-207.

Stephen A. Becker, 1986, Legal Protection of Semiconductor Mask Work in the United States,

Computer/Law Journal, Vol. 6.

Sudjana, “Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dalam Perspektif Perbandingan Hukum Interen”

E-Journal UNPAR, Vol 3. No. 1, 218-243,

http;//journal.unpar.ac.id/index.php/varitas/arti-cle/download/2531/2221, diakses 5 Desember 2017.

WIPO, 1995. Draft Law on the Protection of Layout - Designs (Topographies) of Intergrated

Circuits for the Republic of Indonesia. Prepared by the International Bureau of WIPO.

World Intelllectual Property Organization (WIPO), Draft Law on the Protection of Layout-Designs

(Topographies) of Integrated Circuits for the Republic of Indonesia. Prepared by the

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillah wa syukurillah, puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

Kedua , perumusan (formulasi) sanksi pidana terkait dengan adanya sanksi tindakan dari suatu norma yang sebelumnya ada harus disepakati oleh pembentuk

Efektifitas sistem dari suatu alat pelindung terhadap sambaran petir akan sangat minim jika pelaksanaan pentanahan (Grounding) dan semua penghantar pengikat / penghubung

Sebagai suatu kondisi kemiskinan adalah suatu fakta dimana seseorang atau sekelompok orang hidup dibawah atau lebih rendah dari kondisi hidup layak sebagai

Disertasi yang membahas mengenai novel Ayu Utami yang berjudul Bilangan Fu juga ditemukan yakni salah satu mahasiswa Univeristas Yogyakarta yang bernama Eista Swesti dengan judul

Di dalam Lambang Daerah terdapat Gunung/Pulau, melambangkan Daerah Kepulauan bahwa Kabupaten Halmahera Timur merupakan wilayah Provinsi Maluku Utara dengan jumlah gunung

Dari hasil koefesien korelasi yang diperoleh menunjukkan bahwa besar pendapatan orang tua (0,638) menjadi faktor terbesar yang mempengaruhi prestasi belajar siswa,

Setelah minat beli dapat ditimbulkan melalui iklan, yang pada akhirnya akan menyebabkan konsumen berkeinginan (desire) untuk menentukan pilihannya yang dipengaruhi