MENGUKUR KINERJA PERUSAHAAN ROKOK SEBELUM
DAN SETELAH ADANYA KRISIS EKONOMI DI
INDONESIA MENGGUNAKAN PENDEKATAN EVA (
ECONOMIC VALUE ADDED )
Putri Kurnia Widiati
Dosen Perbankan Syariah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Abstract:
This study analyzed the effect of economic’s crisis on cigarette company using
Economic Value Added ( EVA ) method’s.Population of this research are cigarette company that listed on the Stock Exchange of Indonesia from 1995 – 1999 with sensus sampling method and multiple regresion analysis to analyzed. To get the trust from investor, otomotif company should have good performance on all of economic’s condition with a good value of Economic Value Added . The result of this research is PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk, PT BAT Indonesia Tbk dan PT Gudang Garam Tbk has good performance, even on economic’s crisis condition
Abstrak :Penelitian ini dilatarbelakangi oleh terjadinya krisis ekonomi di Indonesia pada tahun 1997, sehingga perlu dilakukan evaluasi terhadap kinerja perusahaan sebagai dampak dari terjadinya krisi tersebut terutama bagi perusahaan rokok di Indonesia. Penelitian ini memakai objek perusahaan rokok yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Penelitian ini menganalisis pengaruh secara parsial Economic Value Added Perusahaan rokok yang Listing di BEI dari tahun 1995-1999. Hasil dari penelitian terhadap perusahaan rokok, terdapat 3 perusahaan rokok yang memiliki kinerja baik dilihat dari sisi EVA yang positif pada masa setelah adanya krisis ekonomi di Indonesia. Perusahaan tersebut antara lain adalah PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk, PT BAT Indonesia Tbk, dan PT Gudang Garam Tbk. Perusahaan rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebaiknya meningkatkan kinerja sehingga dapat menumbuhkan kepercayaan investor terhadap perusahaan.
Keywords : Economic Value Added
1. PENDAHULUAN
Ekonomi Indonesia mengalami perlambatan secara tajam dalam tingkat pertumbuhan, pada tahun 1997 pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi minus 13,65 % pada tahun 1998. Pada tahun 1999, hampir semua negara – negara di Asia mengalami tahapan pemulihan ( recovery ) ekonomi, kecuali Indonesia. Pada tahun tersebut Indonesia masih tenggelam dalam krisis dan belum menampakkan tanda – tanda perbaikan ekonomi yang significant. ( MSI_ UII : 2004 )
Puluhan bahkan ratusan perusahaan , mulai dari skala kecil hingga konglomerat, bertumbangan. Sekitar 70 persen lebih perusahaan yang tercatat di pasar modal juga
insolvent atau nota bene bangkrut. Sektor yang paling terkena dampaknya adalah sektor konstruksi, manufacture, dan perbankan. Hal ini juga dirasakan oleh yang bergerak di bidang industri rokok dan keadaan perusahaannya sangat bergantung pada kebijakan moneter dan fiskal yang sedang dan akan diambil pemerintah untuk menyehatkan perekonomian, dan kebijakan tersebut diluar kendali perusahaan.
Untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan, biasanya investor menggunakan metode pendekatan dalam ukuran kinerja keuangan yang dinyatakan dalam rasio keuangan yang dibagi dalam empat kategori utama, yaitu profitabilitas, rasio aktivitas, rasio leverage, dan rasio likuiditas. Selama ini laba akutansi selalu menjadi focus perhatian dalam menilai kinerja perusahaan. Untuk menilai seberapa bagus tingkatan laba suatu perusahaan dapat menggunakan rasio profitabilitas dan alat ukur yang lazim digunakan untuk mengukur tingkat laba dalam rasio tersebut adalah Return On Investment ( ROI ). Namun, pengukuran dengan menggunakan metode tersebut memiliki kelemahan, karena tidak memperhatikan biaya capital dalam perhitungannya. Perhitungan ini hanya melihat hasil akhir ( laba perusahaan ) tanpa memperhatikan resiko yang dihadapi perusahaan. Beban resiko yang dimaksud adalah komponen – komponen biaya modal yang terdiri dari cost off debt, cost of preffered cost, dan cost of command equity, dimana perusahaan harus membayar tingkat pengembalian tertentu ( Octora et.al,: 2003 ).
Dengan adanya keterbatasan tersebut, maka analisa pengukuran keberhasilan usaha memperbaiki kondisis kinerja perusahaan akibat krisis ekonomi ini menggunakan metode Economic Value Added ( EVA ) . Konsep EVA ini untuk pertama kalinya dicetuskan oleh Steward dan Stern ( analisis keuangan dari perusahaan konsultan Stern Steward & Co di Amerika Serikat ) , pada tahun 1980 an. EVA adalah ukuran penilaian, berapa besar beaya yang diperlukan untuk menghasilkan suatu entitas kepada para investor. Model analisa ini bersumber pada konsep biaya modal ( cost of capital ), yaitu biaya atas resiko yang dihadapi perusahaan ( entitas ) dalam melakukan suatu investasi. Penilaian kinerja berdasarkan EVA diharapkan dapat menghasilkan nilai ekonomis perusahaan dengan hasil yang lebih realistis. Karena EVA telah mempertimbangkan pengembalian penyandang dana secara adil dengan memperhitungkan ekuivalen ekuitas pada laba operasi bersih setelah pajak ditambah beban bunga perusahaan. Disamping itu perhitungan EVA diharapkan dapat mendukung penyajian laporan keuangan sehingga nantinya akan dapat membantu para pihak – pihak yang berkepentingan untuk mengerti kondisi keuangan atau kinerja perusahaan.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian Terdahulu
Yendi Septifiandi ( 2001 ) meneliti mengenai dampak inflasi terhadap laporan keuangan pada tahun 1998 dan 1999. Penelitian yang menggunakan pendekatan analisis atas dampak historical cost dan inflation accounting ini mempunyai hasil bahwa berdasarkan metode historical cost perusahaan mengalami kerugian. Pada tahun 1998
profit margin on sales dan rate of return on asset yang berdasarkan historical cost lebih besar bila dibandingkan dengan yang berdasarkan constant dollar. Current ratio yang berdasarkan constant dollar lebih besar bila dibandingkan dengan historical cost,
sedangkan quick ratio tidak terdapat perbedaan. Dan untuk tahun 1999, profit margin on salles, rate of return on assests, dan current ratio yang berdasarkan historical cost lebih besar dari pada yang berdasarkan constant dollar, sedangkan quick ratio tidak terdapat perbedaan. Hal ini membuktikan bahwa inflasi sangat berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan karena pada dasarnya kinerja operasional perusahaan sangat bergantung pada keadaan ekonomi, social, politik dan budaya dimana perusahaan tersebut didirikan.
Mita Fitriani ( 2005 ) meneliti mengenai studi komparasi pengaruh penilaian kinerja dengan konsep konvesional dibandingkan konsep Economic Value Added terhadap
return saham. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa ROA adalah ukuran performa yang lebih baik dari pada EVA dalam mengukur return saham, hal ini dapat dimaklumi karena EVA tidak tercantum dalam laporan keuangan perusahaan, serta belum dikenal di kalangan investor. Tidak ada perusahaan yang sampai saat ini memasukkan EVA
dalam laporan keuangan mereka. Di masa yang akan datang, mungkin EVA akan dingkap dalam banyak laporan keuangan, karena EVA dianggap oleh beberapa konsultan merupakan angka yang berguna bagi investor di pasar modal.
Winda Agustin ( 2002 ) meneliti mengenai penyusunan analisis laporan nilai tambah ( Value Added Statement ) sebagai penjabaran dari enterprise concept. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa analisis keuangan pada perusahaan yang diteliti tersebut masih cukup baik karena distribusi nilai tambahnya masih didominasi oleh karyawan, indeks efisiensi usahanya lebih dari satu yang menunjukkan jumlah output yang lebih besar dari jumlah input yang digunakan, dan rasio produktivitasnya masih jauh lebih tinggi dari rasio profitabilitasnya. Akan tetapi misi perusahaan belum dapat dilaksanakan dengan baik, hal ini terbukti dari jumlah nilai tambah yang dialokasikan kepada masyarakat masih sangat rendah pada tahun 2001.
Peni Mahanani ( 2003 ) meneliti mengenai analisis pengaruh Economic Value Added ( EVA ) dan Cash Flow Return On Investment ( CFROI ) terhadap Abnormal Return.
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa variabel independent Economic Value Added ( EVA ) dan Cashflow Return On Investmenr ( CFROI ) secara serentak tidak memiliki pengaruh terhadap abnormal return untuk seluruh periode pengamatan kecuali periode 2000. Apabila dibandingkan dengan CFROI, EVA lebih dominant pengaruhnya terhadap
abnormal return.
Arie Kurniawati ( 2000 ) meneliti mengenai penerapan enterprise concept dengan
Dwi Utama Yulianingrum ( 2005 ) meneliti mengenai penerapan enterprise theori dengan laporan nilai tambah ( Value Added Statement ) sebagai alternatif pengukuran kinerja perusahaan. Dari analisis yang telah dilakukan diketahui bahwa laporan keuangan tradisional, reward terhadap para partisipan telah ada, namun belum mencerminkan distribusi keada masing – masing partisipan. Kelemahan penilaian kinerja tradisional tersebut dijawab dengan konsep enterprise yang penyusunan informasi akuntansi berdasarkan pada laporan nilai tambah. Laporan nilai tambah ini selain bermanfaat bagi penciptaan informasi tambahan, juga merupakan bentuk alternatif untuk menilai kinerja perusahaan. Penilaian kinerja perusahaan dengan laporan nilai tambah akan memberikan informasi besarnya kekayaan yang tercipta dan dialokasikan kepada pemegang saham, serta pihak – pihak yang turut menciptakan nilai tambah bagi perusahaan. Dari perbandingan kinerja tradisional dan berdasarkan nilai tambah diketahui bahwa hasil analisa produktivitas atas dasar nilai tambah akan sama dengan analisis produktivitas atas dasar rugi dan laba. Hal tersebut disebabkan konsep laba yang mendasari juga berbeda. Secara umum disebabkan penilaian produktivitas atas dasar nilai tambah memberikan angka yang lebih baik dibandingkan profitabilitas atas dasar laba rugi. Atas dasar tersebut, maka dapat dikatakan bahwa analisis kinerja dengan menggunakan produktivitas nilai tambah cukup relevan untuk menilai kinerja perusahaan. Penggunaan laporan nilai tambah juga akan meningkatkan pemenuhan informasi distribusi nilai tambah bagi masing – masing penyerta.l
Dadang Sumarno ( 2004 ) meneliti mengenai analisis variabel – variabel yang mempengaruhi nilai tambah ekonomi ( EVA ) sebagai ukuran kinerja keuangan perusahaan. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa pengukuran kinerja keuangan perusahaan memegang peranan yang sangat penting dalam penilaian prestasinya, selain sebagai mekanisme kontrol bagi pemilik perusahaan, hasil dari pengukuran kinerja dapat digunakan oleh pihak investor sebagai dasar pengambilan keputusan dalam menanamkan dananya dalam perusahaan tersebut.
Nuzila Kurniawati ( 2003 ) meneliti mengenai EVA, MVA, ROI sebagai alat ukur kinerja keuangan perusahaan dan pengaruhnya terhadap return saham. Penelitian ini menyimpulkan hasil yang berbeda dengan beberapa penelitian terdahulu, bahwa EVA adalah pengukur kinerja yang paling erat hubungannya dengan return saham ( bila dibandingkan dengan MVA, ROA, ROE, dan ROS ). Sebaliknya, penelitian lain menyimpulkan bahwa ROA merupakan variablel yang paling signifikan dan berpengaruh paling kuat terhadap return saham.
Irene Yandi Sandrika ( 2005 ) meneliti mengenai penerapan Economic Value Added ( EVA ) untuk menilai kinerja perusahaan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa EVA dapat dijadikan sebagai deskripsi kinerja keuangan perusahaan dimana digunakan untuk mengambil langkah – langkah atau kebijakan dalam mengambil suatu keputusan. Prinsip yang dikembangkan oleh pendekatan EVA adalah “ Tak ada modal yang gratis “. Karena itu manajemen perusahaan harus secara cermat setiap sen yang diinvestasikan ( untuk pengembangan usaha ) . Makin tinggi resiko yang ditanggung perusahaan, return yang dituntut juga semakin tinggi.
Kajian Teori
Kinerja Perusahaan
Tujuan dari didirikannya sebuah perusahaan adalah agar perusahaan tersebut mendapatkan keuntungan atau manfaat bagi perusahaan yang bersangkutan. Seorang manajer keuangan dalam perusahaan seharusnya mampu untuk melakukan pengawasan serta penilaian terhadap kegiatan operasional perusahaan khususnya kinerja keuangannya. Apakah hasil dari kegiatan operasional tersebut telah sesuai dengan rencana awal yang telah ditetapkan, disinilah pentingnya diadakan penilaian terhadap kinerja perusahaan. Sehingga apabila terjadi kesalahan atau masalah dapat segera diantisispasi agar tidak terjadi kesalahan terus menerus yang dapat berakibat fatal bagi kelangsungan hidup perusahaan. Seperti yang dikatakan Drs. H. Yakob Ibrahim, MM dalam buku Study Kelayakan bisnis bahwa kinerja perusahaan ( proyek ) adalah rangkaian aktivitas yang direncanakan untuk mendapatkan benefit atau manfaat dalam jangka waktu tertentu. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan pengorbanan dari
resources yang dimiliki, karenanya dalam pemilihan suatu proyek yang akan dikerjakan atau telah dikerjakan harus diadakan penilaian, baik dari segi teknis maupun ekonomis agar penanaman modal atau investasi jatuh pada pilihan proyek yang tepat.
Menurut Byars dalam Ghozali dan Irwansyah ( 2002 ) bahwa kinerja diartikan sebagai hasil dari usaha seseorang yang dicapai dengan adanya kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu. Kinerja menjadi ukuran prestasi yang dicapai dalam menjalankan tugas, disesuaikan dengan tingkat kemampuan yang dapat dilakukan. Dengan demikian penilaian kinerja adalah keterkaitan antara usaha, kemampuan dan persepsi tugas. Menurut Hansen & Mowen, “ Kinerja adalah tingkat konsistensi dan kebaikan fungsi – fungsi produk . “
Berikut akan diuraikan mengenai pengertian penilaian kinerja perusahaan yang diharapkan dapat memperjelas pentingnya diadakannya penilaian terhadap kinerja perusahaan.
Definisi penilaian kinerja menurut Drs. H. M Ycob Ibrahim , MM, “ Penilaian terhadap kinerja perusahaan adalah evaluasi terhadap program kerja yang telah ditetapkan dan bila terjadi penyimpangan perlu dilakukan tindakan perbaikan agar kesalahan tida terjadi terus menerus.”
Menurut Mulyadi ( 2001: 415 ) penilaian kinerja adalah penentuan secara periodic efektifitas operasional suatu organisasi karyawan berdasarkan sasaran, standar, dan kinerja yang diterapkan sebelumnya. Hal ini lah yang mendasari dilakukkannya analisis terhadap penilaian kinerja perusahaan oleh seorang manajer dalam perusahaan. Sebagaimana dijelaskan juga oleh Erich A. Helfert bahwa “ Dasar untuk keberhasilan manajemen adalah konsisten dalam menetapkan strategi usaha, tujuan investasi, sasaran operasi, dan keberhasilan keuangan. “
Dilihat dari sudut kebijakan keuangan yang dilakukan oleh perusahaan, maka penilaian dan kinerja keuangan adalah dua hal yang sangat berkaitan. Dalam setiap kasus, konsep nilai itu ditelaah dalam kontek analisis dan penilaian yang spesifik, termasuk dalam hal penilaian terhadap perusahaan yang sedang berjalan, sebagai dasar untuk menentukan nilai pemegang saham, yang merupakan tujuan pokok dari manajemen modern. Penilaian di sini sering kali diperlukan selain untuk mencari nilai total suatu perusahaan sebagai kesatuan usaha yang berjalan ( ongoing entity ) manakala pembelian atau penjualannya sedang dipertimbangkan, tetapi juga untuk memutuskan perubahan nilai sepanjang waktu.
yang dikemukakan oleh Cody ( 1997 ; 42 ) yang mengartikan bahwa “ Pengertian nilai perusahaan ( enterprise, company value ) dalam penilaian perusahaan adalah nilai asset dikurangi dengan nilai hutang lancer ( current liabilities ) “
Dilihat dari sudut pandang manajemen, menurut Erich A Helfert bahwa “ Manajemen mempunyai kepentingan ganda dalam analisis kinerja keuangan perusahaan, yaitu menilai efisiensi dan profitabilitas operasi, serta menimbang seberapa efektif penggunaan sumber daya yang ada pada perusahaan yang bersangkutan. “. Penilaian arus operasi sebagian besar dilakukan berdasarkan analisis atas laporan laba rugi, sedangkan efektifitas penggunaan sumber daya biasanya diukur dengan mengkaji ulang baik neraca maupun laporan laba rugi. Dalam melaksanakan pertimbangan ekonomi, kita harus selalu memodifikasi data keuangan yang tersedia untuk mencerminkan nilai dan kondisi ekonomi saat ini, dalam penelitian ini kondisi ekonomi yang ada adalah ada saat krisis ekonomi tahun 1997.
Ukuran efisiensi menurut Hansen & Mown (1999: 500 ), “ efisiensi adalah menggunakan lebih sedikit masukan untuk membuat keluaran yang sama, atau memproduksi lebih banyak keluaran dengan masukan yang sama. Adapun pengertian efektif dan efisisen menurut Anthony, Dearden, dan Bedford ( 1995 : 12 ) bahwa “ Efektif adalah kemampuan suatu unti utnuk mencapai tujuan yang diinginkan, sedangkan efisiensi menggambarkan berapa masukan yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit keluaran. “
Berdasarkan pendapat – pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa definisi dari kinerja perusahaan adalah evaluasi terhadap kegiatan operasional perusahaan dengan berpedoman pada tujuan perusahaan secara konsisten, efektif dan efisien.
Economic Value Added (EVA)
Pendekatan yang lebih baru dalam penilaian kinerja adalah dengan menghitung
Economic Value Added (EVA) suatu perusahaan. EVA merupakan salah satu ukuran kinerja operasional yang dikembangkan pertama kali oleh G. Bennet Stewart and Joel M. Stren yaitu seorang analis keuangan dari perusahaan Sten Stewart and Company, dan di Indonesia metode ini dikenal dengan nama Nilai Tambah Ekonomi (NITAMI). Economic Value Added merupakan ukuran nilai tambah ekonomis yang dihasilkan perusahaan sebagai akibat dari aktivitas atau strategi manajemen. Economic Value Added
menitikberatkan pada efektivitas manajerial tertentu, yang dapat dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut (Brigham, Eugene F. and Joel F. Houston, 2001):
Selanjutnya Brigham and Houston mengatakan bahwa EVA mampu untuk menghitung laba ekonomi yang sebenarnya dari suatu perusahaan pada tahun tertentu dan sangat berbeda jika dibandingkan laba akuntansi. EVA mencerminkan residual income yang tersisa setelah semua biaya modal, termasuk telah dikurangkan dengan modal saham (ekuitas), sedangkan laba akuntansi dihitung tanpa mengurangkan biaya modal. Modal saham/ekuitas memiliki biaya, karena dana yang diberikan oleh pemegang saham dapat saja diinvestasikan di tempat lain yang dapat memberikan pengembalian kepada mereka. Pengembalian yang dapat diperoleh dari tempat lain atas investasi dengan tingkat risiko yang sama mencerminkan biaya dari ekuitas modal.
EVA menyajikan suatu ukuran yang baik mengenai sampai sejauh mana perusahaan telah memberikan tambahan pada nilai pemegang saham. Oleh karenanya, jika manajer berfokus pada EVA, hal ini dapat membantu memastikan bahwa mereka telah menjalankan operasi dengan cara yang konsisten dengan tujuan untuk memaksimalkan kekayaan pemegang saham (Brigham and Houston, 2006:69).
memberikan imbalan aktivitas yang menambah nilai dan membuang fasilitas yang merusak atau mengurangi nilai keseluruhan suatu perusahaan dan membantu manajemen dalam hal menentukan tujuan internal perusahaan untuk implikasi jangka panjang dan bukan jangka pendek saja (Wiagustini N.L Putu, 2010:98).
3. KERANGKA KONSEP PENELITIAN Konsep Penelitian
Tujuan dari didirikannya sebuah perusahaan adalah agar perusahaan tersebut mendapatkan keuntungan atau manfaat bagi perusahaan yang bersangkutan. Seorang manajer keuangan dalam perusahaan seharusnya mampu untuk melakukan pengawasan serta penilaian terhadap kegiatan operasional perusahaan khususnya kinerja keuangannya. Apakah hasil dari kegiatan operasional tersebut telah sesuai dengan rencana awal yang telah ditetapkan, disinilah pentingnya diadakan penilaian terhadap kinerja perusahaan. Sehingga apabila terjadi kesalahan atau masalah dapat segera diantisispasi agar tidak terjadi kesalahan terus menerus yang dapat berakibat fatal bagi kelangsungan hidup perusahaan. Seperti yang dikatakan Drs. H. Yakob Ibrahim, MM dalam buku Study Kelayakan bisnis bahwa kinerja perusahaan ( proyek ) adalah rangkaian aktivitas yang direncanakan untuk mendapatkan benefit atau manfaat dalam jangka waktu tertentu. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan pengorbanan dari
resources yang dimiliki, karenanya dalam pemilihan suatu proyek yang akan dikerjakan atau telah dikerjakan harus diadakan penilaian, baik dari segi teknis maupun ekonomis agar penanaman modal atau investasi jatuh pada pilihan proyek yang tepat.
Krisis ekonomi ( inflasi ) di Indonesia dialami pada tahun 2005. Inflasi ini disebabkan oleh berbagai faktor yang sangat kompleks dan saling berkaitan, sehingga dapat menyebabkan dampak yang besar dan cepat meluas ke berbagai sector dalam sebuah negara. Berikut akan dijelaskan mengenai inflasi, agar dapat dijadikan sebagai dasar pemahaman terhadap krisis ekonomi ( inflasi ) .
Pengertian dari inflasi menurut N Gregory Mankiw ( 2001 : 281 ) adalah kenaikan harga barang . Masyarakat menganggap bahwa angka inflasi yang tinggi sebagai suatu masalha utama ekonomui. Karena hal tersebut dinilai akan sangat merugikan mereka yang berada dalam keadaan harus memenuhi kebitujan sehari – hari mereka yang harganya semakin melambung tinggi tanpa diimbangi dengan kenaikan pendapatan.
Krisis ekonomi merupakan salah satu fenomena kejadian ekonomi yang sanggup menghancurkan sendi – sendi perekonomian suatu negara. Dampak dari krisis ekonomi tersebut berakibat fatal bagi seluruh sector operasional yang ada di dalam negara yang bersangkutan. Termasuk negara berkembang seperti Indonesia, di mana banyak sector usaha yang berjalan seiring dengan dicetuskannya kebijakan perekonomian dari negara.
Oleh karena itu maka sesuai dengan teori mengenai alasan dilakukannya penilaian kinerja perusahaan menurut Drs. H. M. Yacob Ibrahim, MM, yang mengatakan bahwa penilaian terhadap kinerja perusahaan adalah evaluasi terhadap program kerja yang telah diterapkan agar hasil dari kegiatan operasional perusahaan telah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan bisa terjadi penyimpangan perlu dilakukan analisis terhadap penilaian kinerja perusahaan oleh seorang manajer perusahaan.
merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. ( Suad husnan, 1996: 7 )
Keterbatasan – keterbatasan pada analisis rasio financial sebagai alat pengukur kinerja perusahaan yang paling umum digunakan mendorong para ahli dan eksekutif yang berkecimpung dalam manajemen keuangan mencoba menemukan cara untuk mengukur kinerja operasional suatu perusahaan secara tepat. Dimana alat pengukur tersebut diharapkan mampu memperhatikan sepenuhnya kepentingan dan harapan penyedia dana ( pemegang saham dan kreditor )
Konsep EVA mulai diperkenalkan pada tahun 1980 – an oleh lembaga manajemen asal Amerika Serikat, Stern Steward Management Service. Economic Value Added
merupakan sebuah pengukuran kinerja keuangan yang digunakan untuk mengevaluasi keuntungan sebenarnya dari sebuah perusahaan. Menurut Rousana ( 1997 ) EVA didefinisikan sebagai laba operasi setelah pajak dikurangi dengan biaya modal ( cost of capital ) dari seluruh modal yang dipergunakan untuk menghasilkan laba tersebut.
Teori batasan tersebut dapat diartikan, bahwa EVA adalah sisa laba yang diperoleh setelah dikurangi dengan seluruh biaya modal dari modal yang digunakan baik hutang maupun ekuitas, yang dihitung secara rata – rata tertimbang.
EVA merupakan teknik baru penilaian saham yang focus pada tingkat pengembalian saham untuk mengetahui apakah para stakeholders mendapatkan balasan yang menguntungkan ( Jones, 2000 : 275 )
Gambar 1. Kerangka Konseptual
Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari masalah atau pertanyaan penelitian yang memerlukan pengujian secara empiris. Fungsi hipotesis adalah menjelaskan masalah penelitian yang pemecahannya secara rasional ( Indriantoro dan Supomo , 2002 : 74 ). Berdasarkan penelitian diatas mengenai kinerja perusahaan sebelum dan sesudah krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997 mendorong pneliti untuk mengetahui apakah terdapat konsistensi dengan hasil – hasil sebelumnya. Dengan demikian, yang menjadi perhatian pokok dalam
penelitian ini adalah mengetahui bagaimana kinerja perusahaan yang diukur dengan EVA antara sebelum dan setelah adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997. Berdasarkan hasil penelitian yang salin bertentangan tersebut, maka hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah :
H1 : Terdapat perbedaan yang signifikan besarnya kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan EVA sebelum dan setelah adanya krisis ekonomi Indonesia tahun 1997.
Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel
Economic Value Added
(EVA)
Krisis Ekonomi Indonesia
dependen dan variabel independen sebagai berikut:
1. Variabel Independen dalam penelitian ini terdiri adari :
Economic Value Added (EVA) EVA mengukur nilai tambah (value creation) yang dihasilkan suatu perusahaan dengan cara mengurangi beban biaya modal (cost of capital) yang timbul sebagai akibat investasi yang dilakukan. Perhitungan EVA menggunakan rumus :
EVA = NOPAT – ( WACC x capital )
4. METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dimana penelitian ini mencoba untuk menggambarkan kondisi kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan menggunakan metode EVA, kemudian menarik kesimpulan yang sesuai dengan ketentuan umum.
Populasi dan Sampel Penelitian
Penelitian pengukuran kinerja keuangan ini adalah laporan keuangan perusahaan rokok go public yang tercatat di BEJ yang terdiri dari neraca tahun 1995 – 1999 dan laporan rugi laba tahun 1995 – 1999.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa laporan tahunan atau
annual report yang diperoleh dari situs resmi Bursa Efek Indonesia (BEI) pada
Analisis data yang digunakan dalam penelitian menggunakan Analisis regresi berganda yang digunakan untuk mengetahui pengaruh krisis ekonomi dengan menggunakan analisis Economic Value Added (EVA) terhadap kinerja keuangan.
Pengujian Asumsi Klasik
Model pengujian hipotesis berdasarkan analisis regresi yang digunakan dalam penelitian ini harus memenuhi asumsi agar menghasilkan nilai parameter yang benar. Asumsi lain tersebut antara lain tidak terdapat adanya multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah penunjukan adanya hubungan linear diantara variabel independen. Kondisi ini harus dihindari agar hasil pengujian tidak bias. Pengujian Multikolinearitas dalam penelitian ini menggunakan nilai
varian inflation factor (VIF) yang diperoleh dari hasil pengujian hipotesis. Apabila nilai VIF lebih besar dari 10 berarti terjadi masalah yang berkaitan dengan multikolinearitas jika nilai VIF nya dibawah 10 (Gujarati, 1992). Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah varian faktor pengganggu (error) yang terjadi dalam model regresi bersifat tidak sama atau tidak konstan. Oleh karena itu, suatu model regresi harus terhindar dari faktor pengganggu. Heteroskedastisitas dalam penelitian ini menggunakan korelasi spearman. Apabila nilai korelasi Spearman’s rho
dibawah 0,7 berarti model regresi menunjukkan tidak adanya heteroskedastisitas. Sebaliknya jika nilai rho diatas 0,7 maka model regresi menunjukkan adanya permasalahan Heteroskedastisitas (Gujarati, 1992). Autokorelasi
DurbinWestonnya. Pengujian otokorelasi ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antar waktu. Model regresi akan bebas dari permasalahan autokorelasi jika memenuhi kriteria sebagai berikut dstatistik > dL atau < 4 dL
Pengujian Hipotesis Pengujian Secara Simultan
Untuk menguji hipotesis satu (simultan) alat uji yang dipergunakan adalah koefisien korelasi berganda R dan R2. Koefisien korelasi berganda dan koefisien determinasi berganda merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui keeratan pengaruh antara variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y). Mudrajad (2003,98) uji F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersamasama terhadap variabel terikat.
Pengujian hipotesis ini digunakan untuk menguji pengaruh secara simultan variabel krisis ekonomi terhadap kinerja keuangan dengan analisis Economic Value Added (EVA).
Dengan tingkat signifikansi = 5% dan dengan degree of freedom (k) dan (nk1) dimana n adalah jumlah observasi dan k adalah variabel independen. Maka apabila Sig. F < 5 % maka Ho ditolak dan Ha diterima dan jika Sig. F > 5 % maka Ho diterima dan Ha ditolak
Pengujian Secara Parsial
Pengujian hipotesisdua (secara parsial) dalam penelitian ini berdasarkan pada analisis nilai t, yang dihasilkan dari model regresi berganda. Dengan tingkat signifikansi = 5% dan dengan degree of freedom (k) dan (nk) dimana n adalah jumlah observasi dan k adalah variabel independen. Maka apabila Sig. t < 5 % maka Ho ditolak dan Ha diterima dan jika Sig. t > 5 % maka Ho diterima dan Ha ditolak.
5. HASIL DAN
PEMBAHASAN
Perhitungan analisis kinerja keuangan perusahaan rokok yang go public di Indonesia dengan menggunakan pendekatan EVA dengan cara selisih laba setelah pajak dikurangi dengan pajak penghasilan dan biaya modal tertimbang.
Tujuan dari didirikannya sebuah perusahaan adalah agar perusahaan tersebut mendapatkan keuntungan atau manfaat bagi perusahaan yang bersangkutan. Seorang manajer keuangan dalam perusahaan seharusnya mampu untuk melakukan pengawasan serta penilaian terhadap kegiatan operasional perusahaan khususnya kinerja keuangannya. Apakah hasil dari kegiatan operasional tersebut telah sesuai dengan rencana awal yang telah ditetapkan, disinilah pentingnya diadakan penilaian terhadap kinerja perusahaan. Sehingga apabila terjadi kesalahan atau masalah dapat segera diantisispasi agar tidak terjadi kesalahan terus menerus yang dapat berakibat fatal bagi kelangsungan hidup perusahaan.
seiring dengan dicetuskannya kebijakan perekonomian dari negara.
Oleh karena itu diperlukan satu ukuran untuk mengukur kinerja perusahaan agar dapat menilai kinerja keuangan perusahaan sehingga apabila terjadi hal – hal atau masalah yang melanda perusahaan tersebut akan cepat teratasi. Perusahaan sangat perlu melakukan evaluasi seperti ini karena perusahaan menanggung tanggung jawab yang besar kepada para pemegang saham, sehingga kredibilitas dan nama baik perusahaan dapat tetap terjaga.
Penilaian kinerja berdasarkan EVA, dapat diharapkan menghasilkan nilai ekonomis perusahaan yang lebih realistis. Karena EVA telah mempertimbangkan harapan penyandang dana secara adil dengan perhitungan biaya modal rata – rata tertimbang dan penyesuaian ekuivalen ekuitas pada laba operasi bersih setelah pajak ditambah beban bunga perusahaan. Disamping itu perhitungan EVA diharapkan dapat mendukung penyajian laporan keuangan dapat mempermudah bagi pihak – pihak yang berkepentingan.
Dari hasil perhitungan Economic Value Added yang telah dilakukan, maka dapat diketahui bahwa selama tahun 1992 – 2002 masing – masing perusahaan memiliki hasil perhitungan EVA yang berbeda – beda.
PT Bentoel Internasional Investama Tbk memiliki hasil perhitungan Economic Value Added yang dominan negatif, sehingga dapat disimpulkan bahwa perusahaan kurang dapat memenuhi harapan para penyandang dana. Hal ini disebabkan karena PT Bentoel Internasional Investama Tbk masih termasuk baru di dunia perusahaan rokok yang go public di Indonesia, oleh karena itu perusahaan PT Bentoel Internasional Investama Tbk masih berusaha untuk menyesuaikan diri. Terlebih lagi pada saat masa
penyesuaian itu Indonesia dilanda krisis ekonomi yang berkepanjangan dan membawa dampak yang relative besar bagi perusahaan industri di Indonesia.
PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk memiliki hasil perhitungan Economic Value Added dengan dominant positif. Hal ini menggambarkan bahwa PT Hanjaya Mandala Sampoerna mampu menciptakan nilai tambah bagi perusahaannya dan hal ini berdampak baik bagi usaha perusahaan untuk memenuhi harapan para penyandang dana perusahaan . Pada tahun 1997 dan tahun 1998 hasil perhitungan EVA perusahaan mendapat nilai negative, hal ini menggambarkan bahwa perusahaan tidak mampu menciptakan nilai tambah bagi perusahaan , hal ini di sebabkan karena pada tahun tersebut Indonesia sedang dilanda krisis ekonomi. Tetapi hal ini tidak berlangsung lama karena pada tahun 1999 dan seterusnya PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk memiliki nilai EVA yang positif dan dapat menghasilkan nilai tambah kembali bagi perusahaan dan para pemegang saham. Hal ini membuktikan kredibilitas manajemen perusahaan dapat mengatasi masalah yang melanda perusahaan dengan baik.
EVA yang positif dari tahun 1999 sampai 2002.
PT Gudang Garam Tbk juga merupakan salah satu perusahaan rokok yang go public di Indonesia. Perusahaan ini memiliki hasil perhitungan EVA yang dominant positif. Nilai negative dapat dijumpai hanya pada beberapa tahun seperti 1992, 1998, dan 2002. Hal ini membuktikan bahwa perusahaan pada tahun tersebut tidak mampu menghasilkan nilai tambah bagi perusahaan dan para penyandang dana. Tetapi pada tahun lainnya PT Gudang Garam Tbk telah membuktikan bahwa mereka dapat menghasilkan nilai tambah bagi perusahaan dan dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan serta dapat segera memperbaiki manajemen perusahaan setelah terjadinya krisis ekonomi di Indonesia.
Dari hasil analisa kinerja keuangan perusahaan dengan menggunakan pendekatan Economic Value Added, maka dapat dikelompokkan perusahaan – perusahaan yang mempunyai kinerja keuangan yang baik dan perusahaan yang memiliki kinerja keuangan yang kurang baik.
Dengan adanya hasil penilaian EVA maka dapat diketahui perusahaan rokok yang memiliki kinerja keuangan yang baik dan perusahaan rokok yang memiliki kinerja keunagn yang kurang baik. Dengan hasil diatas maka dapat memberikan wawasan mengenai analisa EVA yang dapat dijadikan pertimbangkan dalam mengambil keputusan untuk investasi bagi para investor. Dan hal ini berarti system manajemen keuangan yang dimiliki oleh keempat perusahaan diatas mampu memberikan tingkat pengembalian yang diharapkan oleh para investor, dan dapat memberikan contoh bagi perusahaan industri yang lain, bahwa system yang diterapkan oleh keempat perusahaan tersebut mampu bertahan
meskipun di negara Indonesia pada tahun 1997 mengalami krisis ekonomi yang berkepanjangan dan berdampak besar bagi perusahaan industri yang ada. adalah untuk mencapai tujuan memaksimalkan laba dan memnuhi harapan para pemegang saham. Dalam realisasinya untuk mencapai tujuan tersebut, perusahaan harus mempunyai manajemen yang baik dalam menjalankan operasional perusahaan dalam tiap periodenya. Karena pencapaian tujuan memaksimalkan bukanlah hal yang mudah bagi sebuah perusahaan meskipun perusahaan tersebut telah mendapatkan predikat go public.
factor – factor tersebut dapat berasal dari dalam perusahaan maupun dari luar perusahaan. Faktor intern perusahaan adalah segala aspek yang terdapat di dalam perusahaan itu sendiri, alasan inilah yang mendasari sebuah perusahaan membagi pekerjaan dengan membentuk departemen – departemen untuk melaksanakan tugasnya masing – masing secara professional. Sehingga hal ini akan dapat medukung perusahaan dalam mencapai tujuan sesuai dengan komitmen awal.
Faktor yang berasal dari luar perusahaan mencakup banyak aspek, antara lain Iptek, Politik, Sosial, Budaya dan Ekonomi. Seperti yang telah diuraikan dalam bab – bab sebelumnya, bahwa analisa yang dibahas adalah mengenai dampak Inflasi terhadap perusahaan rokok yang go public di Indonesia. Inflasi merupakan salah satu contoh dari kejadian ekonomi yang tidak bisa dihindarkan dampaknya terhadap seluruh aspek yang ada di negara Indonesia, termasuk pada perusahaan rokok yang terdapat di Indonesia. Dampak inflasi menurut hasil penelitian yang telah diuraikan, dapat membawa pengaruh yang sangat buruk bagi manajemen perusahaan. Oleh karena itu maka dalam sebuah perusahaan diperlukan evaluasi berjangka, agar apabila terjadi hal – hal yang dianggap dapat menjatuhkan atau memperburuk kelangsungan hidup perusahaan, dapat segera diatasi dan dicarikan jalan keluarnya sehingga tidak sampai membuat perusahaan terpaksa untuk menutup usahanya, atau dengan kata lain “gulung tikar”
Disinilah peran penilaian kinerja perusahaan diperlukan, yaitu untuk mengukur sejauh mana perusahaan dapat mempertahankan kualitas kinerja perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya dengan kondisi perekonomian negara
yang selalu berbah – ubah terutama dalam keadaan inflasi.
Dalam pengukuran kinerja dengan menggunakan EVA ( Economic Value Added ) ini perusahaan tidak diukur dengan ukuran besar kecilnya laba yang didapatkan oleh perusahaan tersebut, melainkan dengan mengukur besar kecilnya nilai ekonomis yang dapat dihasilkan perusahaan tersebut dalam satu periode. Hal ini disebabkan karena hubungan antara nilai ekonomis yang dapat dihasilkan perusahaan dalam satu periode dengan kualitas perusahaan dalam mengatur kegiatan operasionalnya sehari – hari sehingga dapat memenuhi target awal perusahaan ( memberikan keuntungan maksimal bagi para pemegang saham ) tidak dapat dipisahkan atau dengan kata lain saling berhubungan. Apabila perusahaan mampu memberikan nilai maksimum bagi perusahaan maka secara otomatis maka perusahaan tersebut juga akan dapat menghasilkan keuntungan yang maksimum bagi para pemegang sahamnya.
Indonesia, hal inilah yang membuat perusahaan dapat memenuhi target awal didirikan perusahaan tersebut dan memberikan keuntungan maksimal kepada para pemegang saham . Hal positif ini tidak hanya dapat dinikmati oleh para pemegang saham saja melainkan juga dapat dinikmati oleh seluruh komponen yang berkaitan dengan perusahaan pada periode tersebut.
Sedangkan perusahaan yang mempunyai kinerja kurang baik menurut analisa EVA yang telah dilakukan adalah PT Bentoel Internasional Investama Tbk. PT Bentoel Internasional Investama Tbk termasuk perusahaan yang baru saja masuk ke dalam kelompok perusahaan rokok go public di Indonesia, hal ini mungkin mempengaruhi kinerja perusahaan pada saat terjadi krisis ekonomi dan Inflasi pada tahun 1997. PT Bentoel Internasional Investama Tbk menurut perhitungan EVA memiliki hasil yang dominan negative, sehingga manajemen perusahaan dinilai tidak mampu memberikan nilai ekonomis bagi perusahaan. Hal ini membuktikan bahwa perusahaan tidak dapat memenuhi target awal perusahaan yaitu memberikan keuntungan bagi para pemegang saham dan dampak yang positif bagi seluruh komponen perusahaan pada periode tersebut.
Perusahaan yang memiliki nilai EVA negatif ini bukan berarti dia tidak dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan pada seluruh periode berdirinya perusahaan tersebut. Hasil pernilaian EVA negatif ini dapat diakibatkan karena perusahaan salah dalam memperkirakan investasinya, perusahaan memiliki pengeluaran yang terlalu banyak sehingga pendapatan yang didapatkan dari kegiatan operasionalnya tidak dapat menutup biaya tersebut dan kurangnya antisipasi perusahaan dalam menghadapi kejadian – kejadian perekonomian negara yang
dapat berdampak buruk bagi perusahaan tersebut.
Seperti yang telah dijelaskan, bahwa hasil dari penilaian EVA (
Economic Value Added ) tersebut adalah penilaian bagi baik atau buruknya kinerja perusahaan, sehingga penilaian EVA dapat dijadikan acuan bagi perusahaan dalam usahanya untuk meningkatkan kualitas kinerja manajemen perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya. Hal ini dapat memberikan sumbangsih yang positif bagi para pemegang saham perusahaan dan seluruh komponen pendukung perusahaan tersebut.
Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa analisis kinerja dengan menggunakan produktivitas nilai tambah dinilai cukup relevan dalam menilai kinerja perusahaan. Penggunaan laporan nilai tambah juga akan meningkatkan pemenuhan informasi distribusi nilai tambah bagi masing – masing komponen yang ada pada perusahaan tersebut.
Saran
Penelitian ini dilakukan pada tahun – tahun dimana di Indonesia sedang mengalami krisis ekonomi dan Inflasi, karena dampak dari kejadian seperti Inflasi sangat menarik untuk dianalisa dan dijadikan bahan pertimbangan bagi para investor dan pemilik saham. Dan yang dijadikan ukuran dalam analisa terhadap dampak inflasi tersebut adalah perhitungan EVA ( Economic Value Added ), yang merupakan penilaian terhadap nilai tambah ekonomis yang dihasilkan oleh perusahaan.
pendukung perusahaan tersebut, seperti para pemegang saham, para investor yang akan menanamkan investasi pada perusahaan yang bersangkutan.
Penelitian ini dilakukan pada periode 10 tahun kinerja perusahaan sehingga perbandingan perbedaan nilai hasil perhitungan EVA ( Economic Value Added ) dapat terlihat lebih jelas dan dijadikan bahan pertimbangan investasi dan pengembalian investasi bagi para investor dan pemegang saham.
Berikut akan disajikan beberapa saran bagi perusahaan dan bagi peneliti selanjutnya :
1. Agar dapat disajikan pemerataan informasi bagi pihak – pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan maka sebaiknya laporan keuangan perusahaan dilengkapi dengan laporan nilai tambah, sehingga kriteria yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan tidak hanya mengacu pada konsep laba tradisional melainkan juga pada konsep nilai tambah, karena kekayaan perusahaan tercipta sebagai hasil dari kerja kolektif antara stakeholders. Maka informasi yang disajikan harus bermanfaat bagi pihak – pihak yang berkepentingan dalam perusahaan.
2. Dalam menggunakan Laporan Nilai Tambah sebagai suatu alat pengukuran kinerja sebaiknya perusahaan menetapkan lebih dahulu suatu standar prestasi kerja. Dengan demikian akan didapatkan suatu patokan atau tolak ukur untuk menilai kinerja perusahaan berdasarkan nilai tambah pada tahun yang bersangkutan.
(EVA), Market Value Added (MVA)
Kertajaya, Hermawan., 2007, Para Pencetak Kekayaan di Pasar Modal
Swa. 26/XXIIV/68, Desember, hal
Akuntansi dan Keuangan. Vol 1 Mei.
Van Home, James C & John M. Wachowicz. JR. 2007,
Fundamentals of
Financial Management Prinsip Prinsip Manajemen Keuangan
Terjemahan Dewi Fitriasari dan Deny Arnos Kwary, Jilid 2 Edisi 12, PT. Salemba Empat, Jakarta
Warsono. 2003. Manajemen Keuangan Perusahan. Edisi Ketiga Jilid 1. Bayumedia Jakarta.
Weston. J.F., dan Copeland E.T., 1995,
Managerial Finance, Terjemahan Jaka
Warsono & Kibrandoko 1992. Jilid 1, Binarupa Aksara,Jakarta. Yacob Suparo & Jaka Winasma, 2001,
Evaluasi Perbedaan Kinerja Antara Perusahaan Umum Milik Negara dan Perusahaan Swasta Setelah Go Publik. Jurnal Akuntansi & Bisnis Vol. I, Agustus.