• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Penerapan Model CAPM dan AP (4)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perbandingan Penerapan Model CAPM dan AP (4)"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Perbandingan Penerapan Model CAPM dan APT Dalam Memprediksi Return

dan Risk di Bursa Efek Indonesia.

Murti, Aliya Trisna

Universitas Trilogi

Pendahuluan

Latar Belakang

Ahli keuangan telah mengembangkan dua pendekatan untuk memprediksi kembalinya investasi berdasarkan risikonya atau menggunakan variabel serta faktor-faktor tertentu dari makro ekonomi. Mereka adalah Capital Asset Pricing Model (CAPM) dan Teori Harga Arbitrase (APT).

Capital Asset Pricing Model (CAPM) diperkenalkan oleh William Sharpe (1964) dan Litner (1965) menjelaskan bahwa di kondisi ekuilibrium, pengembalian aset adalah jumlah risikonya free rate plus beta kali kelebihan return. Risiko diukur hanya dengan sensitivitas masing - masing efek kembali ke return indeks pasar (beta).

Salah satu asumsi dalam CAPM adalah semua investor memiliki pola pikir atau cara yang sama melihat investasi, terutama dalam memperkirakan kembalinya saham yang diharapkan. Di dunia nyata asumsi ini jelas memiliki kelemahan, karena tidak ada satu proxy pun yang cukup jelaskan mengapa pengembalian saham berubah.

Perubahan kembalinya satu saham tidak bisa dijelaskan dengan satu faktor

(indeks pasar) saja. Oleh karena itu, pada tahun 1976, Stephen A. Ross merumuskan sebuah teori disebut Arbitrage Pricing Theory (APT) dijelaskan oleh Sjahrial Benefactor (2007). Meski model ini secara keseluruhan tidak dapat memecahkan kekurangan yang terdapat dalam model CAPM,tapi inilah model pertama yang dikembangkan untuk mencoba menghilangkannya kekurangan yang terjadi pada model CAPM.

Tujuan Penulisan

(2)

Pembahasan

Capital Asset Pricing Model bukanlah satu-satunya teori yang mencoba menjelaskan

bagaimana suatu aktiva ditentukan harganya oleh pasar. Dengan menggunakan APT, Chen, et all (1986) membuktikan bahwa variabel-variabel makro ekonomi memiliki pengaruh

sistematis terhadap tingkat pengembalian (return) pasar saham.

Kekuatan ekonomi mempengaruhi tingkat diskonto (discount rate), kemampuan perusahaan untuk menggerakkan aliran kas (cash flow), dan pembayaran dividen di masa yang akan

datang (future dividen payouts). Mekanisme seperti ini menunjukkan bahwa variabel-variabel makroekonomi merupakan faktor-faktor yang krusial di pasar ekuitas (Matsami dan Simkoh, 2000).

Selain itu Ross (1976) merumuskan suatu teori yang disebut sebagai Arbitrage Pricing Theory (APT). Seperti halnya CAPM, APT menggambarkan hubungan antara risiko dan ekspektasi imbal hasil, tetapi dengan menggunakan asumsi dan prosedur yang berbeda. Tiga asumsi yang mendasari model Arbitrage Pricing Theory (APT) adalah (Reilly, 2000);

(1) Pasar modal dalam kondisi persaingan sempurna,

(2) Para investor selalu lebih menyukai kekayaan yang lebih daripada kurang dengan kepastian,

(3) Pendapatan asset dapat dianggap mengikuti k model faktor.

Hal yang paling utama dari Capital Assets Pricing Model ini adalah

pernyataan mengenai hubungan antara expected risk premium dari individual

assets dan systematic risk‐nya. Jack Treynor, William Sharpe dan John Lintner pada sekitar tahun 1960‐an memformulasikan CAPM seperti berikut ini :

Rj ‐ Rf = (Rm ‐ Rf)*bj ... (1a) Yang juga sering dituliskan sebagai:

Rj = Rf + (Rm ‐ Rf)*bj ... (1b)

Formulasi di atas mengatakan bahwa tingkat keuntungan yang

diharapkan dari suatu saham (Rj) sama dengan tingkat risiko (Rf) ditambah dengan premi risiko [(Rm‐Rf)*bj]. Semakin besar risiko saham (b), semakin

(3)

tinggi pula tingkat keuntungan yang diharapkan. Untuk mengestimasi besarnya koefisien beta, digunakan market model dengan persamaan dapat dituliskan sebagai berikut:

Dimana :

Ri = return sekuritas i RM = return indeks pasar αi = intersep

βi = slope

εi = random residual error

Market model bisa diestimasi dengan meregresi return sekuritas yang akan dinilai dengan return indeks pasar. Regresi tersebut akan menghasilkan nilai:

i (ukuran return sekuritas i yang tidak terkait dengan return pasar) i (peningkatan return yang diharapkan pada sekuritas i untuk setiap kenaikan return pasar sebesar 1%)

Arbitrage Price Theory (APT)

Menurut Robert Ang (1997 : 214) APT (Arbritage Pricing Theory)

menggunakan return dari suatu aset (sekuritas) yang dikaitkan dengan beberapa faktor yang mempengaruhi pasar. APT ini digunakan untuk memprediksi harga suatu saham dimasa yang akan datang.

Model APT berasumsi bahwa investor percaya bahwa return sekuritas akan ditentukan oleh sebuah model faktorial dengan n faktor risiko, sehingga: Dimana :

Ri = tingkat return aktual sekuritas i E(Ri) = return harapan untuk sekuritas i

f = deviasi faktor sistematis F dari nilai harapannya bi = sensitivitas sekuritas i terhadap faktor i

ei = random error

Sedangkan persamaannya dalam model keseimbangan, return harapan untuk

suatu sekuritas adalah :

E(Ri) = return harapan dari sekuritas i

a0 = return harapan dari sekuritas i bila risiko sistematis sebesar nol

bin = koefisien yang menujukkan besarnya pengaruh faktor n terhadap return sekuritas i

(4)

E(F1) – a0)

Risiko dalam APT didefinisi sebagai sensitivitas saham terhadap faktor‐faktor

ekonomi makro (bi), dan besarnya return harapan akan dipengaruhi oleh

sensitivitas tersebut. Pada dasarnya, CAPM merupakan model APT yang hanya mempertimbangkan satu faktor risiko yaitu risiko sistematis pasar. Dalam penerapan model APT, berbagai faktor risiko bisa dimasukkan sebagai faktor risiko.

Risiko merupakan kemungkinan perbedaan antara return aktual yang diterima dengan return yang diharapkan. Semakin besar kemungkinan

perbedaannya, berarti semakin besar risiko investasi tersebut (Tendelilin 2010 : 102). Besaran risiko investasi diukur dari besaran standar deviasi dari return yang diharapkan. Deviasi standar merupakan akar kuadrat dari varians, yang menunjukkan seberapa besar penyebaran variabel random di antara rataratanya; semakin besar penyebarannya, semakin besar varians atau deviasi

standar investasi tersebut.

Return merupakan salah satu faktor yang memotivasi investor berinvestasi dan juga merupakan imbalan atas keberanian investor menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya (Tendelilin 2010 : 102).

Untuk mengestimasi return sekuritas sebagai aset tunggal (stand‐alone risk), investor harus memperhitungkan setiap kemungkinan terwujudnya tingkat

return tertentu, atau yang lebih dikenal dengan probabilitas kejadian. Rekomendasi

CAPM (Capital Asset Pricing Model) mempunyai pemikiran bahwa semakin besar suatu investasi, maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang diminta oleh pemodal. Untuk itu para analis harus berusaha untuk menaksir beta (yaitu ukuran resiko) investasi tersebut.

CAPM beranggapan bahwa bahwa arus kas tidaklah pasti, hal ini dikarenakan banyak faktor diantaranya adalah operating leverage. Dan faktor lainnya yang tidak ada kaitan erat dengan usaha (bisnis) adalah faktor ekonomi (makro ekonomi). Keadaan ini disebut dengan

siklikalitas (cyclicality).

(5)

mempunyai resiko yang tinggi pula. Ini karena adanya ketidakpastian arus kas yang tinggi dan cenderung mempunyai beta (b) yang tinggi pula.

Dengan menggunakan return dari suatu aset (sekuritas) yang dikaitkan dengan beberapa faktor yang mempengaruhi pasar. APT ini digunakan untuk memprediksi harga

suatu saham dimasa yang akan datang.

Model APT berasumsi bahwa investor percaya bahwa return sekuritas akan ditentukan oleh sebuah model faktorial dengan n faktor risiko

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: Secara statistik, baik dalam model CAPM dan APT, return saham

secara signifikan dipengaruhi (sebagian atau sebagian) oleh variabel independennya (dalam CAPM: return pasar berlebih; APT adalah PDB dan Suku Bunga).

Daftar Pustaka

.https://belajarmanagement.wordpress.com

2.

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/128143-T%2026547-Estimasi%20risk-Tinjauan%20literatur.pdf

3. Kisman, Z., & Shintabelle Restiyanita, M.2015. The Validity of Capital Asset Pricing Model (CAPM) and Arbitrage Pricing Theory (APT) in Predicting the Return of Stocks in Indonesia Stock Exchange.American Journal of Economics, Finance and Management Vol. 1, No. 3, 2015, pp. 184-189

Referensi

Dokumen terkait

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. © Rendy Pratama Putra 2014

Perbedaan efektivitas menyikat gigi antara metode bass dan metode roll terhadap plak gigi di sdit muhammadiyah al-kautsar sukoharjo.. Surakarta:

COBA SAJA TENGOK DI BEBERAPA WILAYAH YANG ADA DI KOTA JOGJAKARTA / SEPERTI DI KABUPATEN BANTUL DAN KABUPATEN SLEMAN //. SEBAGIAN BESAR

Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran kontekstual terhadap hasil belajar siswa pada kompetensi dasar mencatat

Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pasien skizofrenia rawat jalan memiliki tingkat pengetahuan dan kepatuhan yang sedang serta tingkat kepatuhan dipengaruhi oleh

Pada hari ini Kamis tanggal Dua puluh sembilan bulan Oktober tahun Dua ribu lima belas (29-10- 2015), kami Pokja II Pengadaan Barang/Jasa pada Kantor Layanan Pengadaan Kabupaten Musi

Karena dalam skenario 2, dengan penurunan harga BBM sebesar 30 % menyebabkan nilai faktor inflasi yang turun sehingga mempengaruhi variabel makro perekonomian, yaitu

Selanjutnya dilakukan juga pengujian linieritas garis regresi dan pengujian signifikan - si koefisien regresi dengan program SPSS, dari kedua uji tersebut juga menguatkan bahwa