ANALISIS KEBIJAKAN
PENGEMBANGAN KARIER PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS)
(Studi Kasus pada Kebijakan Pengembangan Karier
Kepegawaian di Lingkungan Kantor Dinas Pendidikan
Provinsi Jawa Barat)TESIS
Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat
dalam menempuh ujian memperoleh Gelar Magister Pendidikan
pada Program Studi Administrasi Pendidikan Program Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia
Oleh:
TEDDY CHERAWAN NIM. 999619
**Z1*'
A*' * *"<3^ *" *
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2002
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING
Pembimbing I,
Prof. DR. M. IDOCHI ANWAR, M.Pd.
Pembimbing II,
Diketahui,
Ketua Program Studi Administrasi Pendidikan
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDDXAN INDONESIA
ABSTRAK
TEDDY CHERAWAN: "Analisis Kebijakan Pengembangan Karier Pegawai
Negeri Sipil (PNS): Studi Kasus pada Kebijakan Pengembangan Karier
Kepegawaian di Lingkungan Kantor Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat)"
Masalah pokok yang diteliti berkenaan dengan analisis tentang formulasi
dan model kebijakan yang perlu dikembangkan untuk memperbaiki dan
meningkatkan pola pengembangan karier pegawai, dengan tujuan untuk
mendapatkan gambaran empirik tentang pembinaan kepegawaian, baik yang
menyangkut formulasi dan implementasi kebijakan, maupun pengembangannya.
Dengan menggunakan pendekatan penelitian naturalistik-kualitatif pada
kasus di lingkungan Kantor Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat, maka
diperoleh temuan-temuan:Pertama, rumusan kebijakan tentang pengembangan karier PNS di
lingkungan Kantor Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat, masih memerlukan
pola yang didukung oleh perangkat sistem yang
empirical,
evaluative
dan
normative.
Kedua. implementasi kebijakan pengembangan karier pegawai di
lingkungan Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat, belum dituangkan dalam
bentuk perencanaan karier pegawai yang eksplisit. Secara kuantitatif maupun
kualitatif masih dihambat oleh kendala-kendala yang bersifat organisasional dan individual akibat belum efektifhya perubahan SOTK yang baru. Beberapa upayayang telah dan sedang dilakukan antara lain: Mengidentifikasi potensi PNS
berdasarkan latar belakang pendidikan, masa kerjadan pengalaman dalamjabatan,
termasuk prestasi kerjanya; Menganalisis pekerjaan-pekerjaan yang menjadi
tuntutan struktur organisasi dan tata kerja; Menseleksi tenaga potensial untuk
menduduki jabatan-jabatan proyek yang bersifat temporer; Menawarkan
tenaga-tenaga potensial dan memenuhi persyaratan adrninistratif maupun profesional
yang tidak menduduki jabatan di lingkungan Dinas Pendidikan Propinsi kepada
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; Ketiga, model kebijakan tentang pola
pengembangan karier PNS di lingkungan Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat,
perlu belajar dari kesalahan dalam seleksi dan promosi pegawai. Karena itu,
diperlukan suatu pola yang dapat mengantisipasi kesulitan dan kesalahan dalam
memperoleh kandidat. Sekalipun masih bersifat hipotetis, diajukan suatu
Model
Assesmentyang difokuskan padaPenilaian Kinerja Pegawai.
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR LAMPIRAN vii
BAB I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Penelitian 1
B. Rumusan Masalah 8
C. Tujuan Penelitian 9
D. Kegunaan Penelitian 10
E. Kerangka Pemikiran 10
F. Premis Penelitian 15
BAB II. LANDASAN TEORITIS 16
A. Kerangka Konseptual Teori Kebijakan 16
B. Pengembangan Karier Pegawai dalam Perspektif
Pengembangan Sumber Daya Manusia 25
C. Kebijakan Pembinaan dan Pengembangan Karier
Tenaga Kependidikan 32
D. Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan 42
BAB III. PROSEDUR PENELITIAN 45
A. Metode Penelitian 45
B. Jenis dan Sumber Data Penelitian 46
C. Teknik Pengumpulan Data 49
D. Teknik Analisis Data 51
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 54
A. Deskripsi Hasil Penelitian 54
1. Formulasi Kebijakan Pengembangan Karier pada
Kantor Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat 54
2. Gambaran Empirik Kebijakan Pengembangan Karier
Kantor Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat 70
3. Model Kebijakan Pengembangan Karier untuk PNS di
Lingkungan Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat 85
B. Pembahasan Hasil Penelitian 96
1. Konsistensi Rumusan dengan Implementasi Kebijakan 96
2. Dukungan Akurasi Data Kepegawaian melalui Pengem
bangan Sistem Informasi Kepegawian 103
3. Model Kebijakan Pengembangan Karier 112
BAB V. MODEL PENILAIAN KINERJA DALAM PENGEM
BANGAN KARIER PEGAWAI 120
A. Pendahuluan 120
B. Dasar Pemikiran 125
C. Tujuan 127
D. Kerangka Acuan 127
E. Parameter 128
F. Alat Ukur 131
G. Prosedur Pengukuran 131
BAB VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 135
A. Kesimpulan 135
B. Implikasi 138
C. Rekomendasi 140
DAFTARPUSTAKA 143
LAMPIRAN-LAMPIRAN 145
DAFTAR GAM BAR
Gambar Halaman
1 Kerangka Pemikiran 13
2 The Policy Process 18
3 Proses dan Aspek Pengembangan Karier 19
4 Siklus Pengembangan Karier Pegawai 30
5 Sistem Karier 31
DAFTAR TABEL
TabeI
Halaman
1. Jenis dan Sumber Data Penelitian
48
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Kisi-kisi Penelitian
145
2. Format Telaah Dokumen
146
3. Format Pedoman Wawancara
148
4. Rangkuman Hasil Wawancara
149
5. Lembar Rangkuman Hasil Studi Dokumentasi/Pengamatan
157
6. Daftar Responden yang Diwawancarai
175
7. Riwayat Hidup Penulis 176
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai aparatur dan abdi negara mempunyai
tugas pokok sebagai pelayan masyarakat yang diruntut untuk senantiasa
meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat, terutama dalam melaksanakan tugas-rugas pemerintahan.
Karena itu, upaya pembinaan dan pengembangan PNS semakin penting untuk
dilembagakan, dikelola dan ditingkatkan dayaguna dan hasilgunanya bagi
tujuan-tujuan pembangunan.
Pengembangan karier sebagai
salah satu wujud pembinaan
dan
pengembangan PNS dalam perspektif pengembangan sumber daya manusia
merupakan proses yang dirancang untuk memberikan kepuasan kerja kepada para
pegawai. Proses pengembangan karier ini menjadi teramat penting
untuk
menarik, mempertahankan
dan menyempumakan
kualitas
pegawai dalam
rangka mencapai tujuan organisasi.
Pengembangan karier pegawai dapat dirancang oleh organisasi, dan dapat
juga sebagai sesuatu yang dibuat oleh pegawai itu sendiri. Dalam hubungan ini,
Bernardin and Russel (1993:340), mengemukakan bahwa:
"a career development system is a formal, organized, planned effort to
achieve a balance between individual career needs andorganizational work
force requirement. It is mechanismfor meeting the present andfuture human
resources needs ofan organization ".
karier bertujuan mengembangkan keseimbangan antara pengembangan potensi
pegawai dengan kebutuhan organisasi atau dengan kata lain kebutuhan dan keinginan pegawai dipertemukan dengan kebutuhan organisasi.
Pengembangan karier pegawai harus diarahkan pada upaya memperbaiki
unjuk kerja
{performance)
personel dalam semua posisi/jabatan, mengembangkan
kecakapan dan keterampilan sesuai dengan tuntutan pekerjaan dan meningkatkan
karier atau promosi sehingga berkembang sesuai kebutulian. Oleh karena itu, pelayanan terhadap kepentingan karier pegawai menjadi sesuatu yang mutlakdalam mekanisme pembinaan organisasi secara keselurulian. Plippo (1990:269)
mengemukakan: "adalah ironis bagi seseorang apabila kariernya hanya mendapat
perhatian kecil dari organisasinya".
Kebutuhan untuk merencanakan karier muncul berdasarkan
kekuatan-kekuatan ekonomi maupun sosial, disamping
uprestice"
yang melekat pada setiap
kenaikan karier pegawai. Sebagaimana dikemukakan Oteng Sutisna (1989:123) bahwa, pengembangan personel dirancang untuk memenuhi tujuan-tujuan sebagai berikut: (1) pertumbuhan peribadi; (2) perkembanganprofessional; (3) tindakan perbaikan unit atau sistem; (4) mobilitas ke atas; dan (5)
efektivitas jabatan".Kejelasan pengembangan karier dalam suatu organisasi merupakan salah
dan dikuasainya. Dengan demikian, akan terjadi persaingan yang sehat dan
perencanaan yang lebili matang baik secara individu maupun secara organisasi,
sehingga akan lahir pejabat-pejabat yang handal dan menguasai bidang tugas
yang dipercayakan kepadanya.
Secara konseptual, adanya suatu kebijakan akan memberikan perubahan
yang berarti dalam suatu sistem yang mengarah pada keadaan yang lebih baik.
Perubahan dalam sistem pembinaan karier pegawai hanya mungkin dilaksanakankalau dituangkan dalam bentuk
"policy"
sebagai pedoman untuk aktivitas
implementasi
dalambentuk manajemen perubahan. Manajemen perubahan sangat
diperlukan dalam implementasi kebijakan pola pengembangan karier, karena di
dalamnya terdapat inovasi dalam sistem dan mekanisme kerja pengembangan
karier.
Dalam rangka pengembangan karier kepegawaian di Lingkungan Dinas
Pendidikan Propinsi Jawa Barat, setelah diberlaukannya Undang-Undang (UU)
No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah atau yang disebut UU tentang
Otonomi Daerah, berpedoman pada pola pengembangan karier pegawai yang
dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.84 Tahun2000 tentang Pedoman
Organisasi Perangkat Daerah, yang didasarkan pada PP.No.25 Tahun 2000
tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah
Otonom. Peraturan pelaksanaannya merujuk pada: (1) PP.No.96 Tahun 2000
karier PNS, merujuk pada: (1) PP.No.99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat
PNS, (2) PP.No.100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan
Struktural, dan PP.No.101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan
PNS.
Meskipun rumusan kebijakan pengembangan karier pegawai telah
ditetapkan melalui peraturan perundang-undangan sebagaimana dipaparkan di
atas, tetapi pada tingkat implementasi kebijakan tersebut, masih ditemui beberapa
fenomena yang inkonsisten dengan misi dan tujuan yang ditetapkan dalam
rumusan kebijakan. Fenomena inkonsistensi antara rumusan kebijakan dengan
implementasi kebijakan pengembangan karier di lingkungan Dinas Pendidikan
Propinsi Jawa Barat ditunjukkan oleh fenomena penyimpangan, seperti: (1)
banyak kehilangan formasi jabatan; (2) adanya pejabat yang belum memenuhi
persyaratan untuk memangku suatu jabatan; (3) mutasi sebelum terpenuhinya
ketentuan minimal masa jabatan; (4) tidak ada calon yang cocok atau memenuhi
syarat untuk menduduki suatu jabatan; (5) adanya kesalahan menempatkan
pejabat, karena tidak sesuai dengan kapasitasnya; serta (6) terabaikannya sebagian
prosedur dan mekanisme penempatan dan promosi dengan adanya Surat
Keputusan Jabatan tanpa rekomendasi atasan yang bersangkutan.
Fenomena-fenomena tersebut sebetulnya banyak diakibatkan oleh
kebijakan mergernya dua instransi antara Dinas P&K tingkat propinsi dengan
Kanwil Pendidikan dan Kebudayaan tingkat propinsi yang ada di Propinsi Jawa
Barat. Tentu saja berakibat pula pada penciutan formasi jabatan dan
Sebelum mergemya antara Dinas P&K dengan Kanwil Dikbud terdapat
186 pegawai di lingkungan Dinas P&K dan 673 pegawai di lingkungan Kanwil
Dikbud. Di lingkungan Kantor Dinas P&K, terdiri dari 1 pejabat eselon II, 7
pejabat eselon III, 28 pejabat eselon IV, 53 pejabat eselon V, dan 97 pegawai
pelaksana. Dan di lingkungan Kantor Wilayah Dikbud, terdiri dari 2 pejabat
eselon II, 15 pejabat eselon III, 52 pejabat eselon IV, dan 604 pegawai pelaksana.
Setelah dilaksanakannya merger kedua instansi tersebut jumlah jabatan
struktural menciut menjadi 2 pejabat eselon II, 6 pejabat eselon III, 22 pejabat
eselon IV, dan 659 pegawai pelaksana, dengan jumlah keseluruhan pegawai yang
ada di lingkungan Kantor Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat sebanyak 680
pegawai. Jumlah tersebut sebetulnya tanpa pegawai dari Seksi Musium dan
Kepurbakalaan dan Seksi Pembinaan Pemuda dan Keolahragaan yang merger ke
instansi lain.
Di samping itu, fenomena-fenomena implementasi kebijakan tersebut
karena
belum didukung oleh perangkat sistem yang solid
dalam bentuk
perubahan yang diinginkan dalam manajemen seleksi dan promosi jabatan,
sehingga proses internalisasi formulasi kebijakan belum terintegrasi secara
empirical, evaluative dan normative.
Gambaran tersebut menunjukkan bahwa apakah perangkat peraturan
perundang-undangan kepegawaian di lingkungan Dinas Pendidikan Propinsi Jawa
Barat dapat menjamin dan mengatur mengatur jalur dan jenjang karier pegawai
yang sesuai dengan kualifikasi jabatan-jabatan karier yang tersedia? Sebagai suatu
elemen-elemen yang terintegrasikan secara empirik, evaluatif dan nonnatif?
Apakah
rumusan-rumusan kebijakan tersebut telah memenuhi kriteria atau persyaratan
kebijakan yang utuh atau masih terdapat butir-butir yang terlepas dari ruang
lingkupnya?
Ditinjau dari formulasi kebijakan pengembangan karier, dapat saja
menunjukkan konsistensi dalam perumusannya. Namun, apakah substansi
kebijakan tersebut sudah mengandung butir-butir kebijakan karier secara komprehensif ? Diduga, belum ada kepastian yang baku mengenai hal tersebut.Oleh karena itu, sebelum mengkaji dimensi implementasi kebijakan, perlu dikaji
secara seksama mengenai butir-butir kebijakannya. Dengan demikian, penelitian
ini di samping mengkaji dimensi rumusan kebijakan dan implementasinya, akan
diungkap pula bagaimana upaya-upaya pengembangan kebijakan, sehingga ada
perbaikan dan peningkatanpada implementasi kebijakan lebih lanjut.Aspek rumusan kebijakan berkenaan dengan butir-butir kebijakan pengembangan karier pegawai, yaitu komponen-komponen yang secara eksplisit termuat dalam rumusan kebijakan. Komponen-komponen tersebut adalah: (1)
ruang lingkup kebijakan pengembangan karier; (2) tujuan dan sasaran yang
ditetapkan dalam kebijakan pengembangan karier; (3) kriteria yang dipilih dalam pengembangan karier, (4) mekanisme atau prosedur yang harus ditempuh dalampengembangan karier pegawai; (5) dukungan sistem informasi yang akurat.
Aspek implementasi, berkenaan dengan pelaksanaan kebijakan dalam
A
i f *
i
B. Rumusan Masalah \
Berdasarkan identifikasi masalah seperti diuraikan di atas, maka masalah
pokok yang perlu diteiiti
adalah:
Bagaimana Pola Kebijakan Pengembangan
Karier Pegawai di Lingkungan Kantor Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat
setelah diberlakukanya UU.No.22 Tahun J999J?
Secara lebih rinci masalah penelitian dirumuskan dalam bentuk pertanyaan
penelitian berikut ini.
1. Bagaimana formulasi kebijakan pengembangan karier pegawai di lingkungan
Kantor Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat setelah diberlakukannya
UU.No.22 Tahun 1999?
a. Bagaimana formulasi kebijakan tentang kenaikan pangkat pegawai di
lingkungan Kantor Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat?
b. Bagaimana formulasi kebijakan tentang pengangkatan dalam jabatan
struktural pegawai di lingkungan Kantor Dinas Pendidikan Propinsi Jawa
Barat?
c. Bagaimana formulasi kebijakan tentang pendidikan dan pelatihan
pegawai di lingkungan Kantor Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat?
2. Bagaimana gambaran empirik tentang kebijakan pengembangan karier
pegawai di lingkungan Kantor Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat setelah
diberlakukannya UU.No.22 Tahun 1999?
a. Bagaimana gambaran tentang pelaksanaan pengembangan karier
kepegawaian di lingkungan Kantor Dinas Pendidikan Propinsi Jawa
Barat?
[image:16.595.101.481.268.560.2]b. Kendala apa yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan pengembangan
pegawai di lingkungan Kantor Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat?
c. Upaya-upaya apa yang telah dilakukan pihak pimpinan dalam
pengembangan pegawai di lingkungan Kantor Dinas Pendidikan Propinsi
Jawa Barat?
3. Model kebijakan apa yang perlu dikembangkan untuk memperbaiki dan
meningkatkan pola pengembangan karier pegawai di lingkungan Kantor
Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat?
C. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bermaksud mendapatkan gambaran yang
komprehensif tentang rumusan kebijakan pembinaan tenaga kependidikan di
lingkungan Kantor Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat yang menyangkut
kriteria-kriteria dalam formulasi kebijakan kepegawaian dan upaya-upaya
pengembangannya.
Berdasarkan maksud tersebut, maka secara khusus penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mendapatkan gambaran data tentang formulasi kebijakan pengembangan karier pegawai di lingkungan Kantor Dinas Pendidikan
Propinsi Jawa Barat setelah diberiakukannya UU.No.22 Tahun 1999.
2. Untuk mendapatkan gambaran empirik tentang kebijakan pengembangan
karier pegawai di lingkungan Kantor Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat
setelah diberlakukannya UU.No.22 Tahun 1999.
memperbaiki dan meningkatkan pola pengembangan karier (pegawai di
?,
lingkungan Kantor Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat.
'. -
-
••> //
D. Kegunaan Penelitian
Secara teoritis penelitian ini berguna untuk mengembangkan ilmu
Administrasi Pendidikan terutama yang berkaitan dengan studi Kebijakan
Pendidikank dan Pengelolaan Tenaga Kependidikan.
Secara praktis, penelitian ini sangat berguna untuk bahan masukan bagi
pengambil keputusan dalam upaya menciptakan dan melaksanakan kebijakan
pengembangan karier yang sinergi dengan tujuan organisasi dan individu. Di
samping itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan model alternatif bagi perbaikan
dan peningkatan mekanisme pembinaan karier para pegawai pendidikan guna
kesinambungan pelaksanaan tugas dan perbaikan kinerja pendidikan dalam
lingkungan Kantor Dinas Pendidikan tingkat Propinsi Jawa Barat.
E. Kerangka Pemikiran
"apa yang dilakukan pemerintah tentang pendidikan, mengapa pemerintah melakukan pendidikan, dan apa dampaknya tertiadap kebijakan pendidikan
tersebut".
Analisis kebijakan dapat dilakukan secara: deskriptif retrospective,
evaluatif dan prediktif. Analisis kebijakan deskriptif, yaitu menganalisis suatu
kebijakan yang bersifat historis. Kebijakan retrospective, yaitu menganalisis
kebijakan dengan jalan mendeskripsikan dan menafsirkan kebijakan masa
lampau. Kebijakan evaluatif yaitu menganalisis suatu kebijakan yang bersifat
mengevaluasi suatu program. Kebijakan prediktif yaitu menganalisis dan
memberikan rekomendasi tindakan.
Dalam setting pengembangan organisasi, pegawai selalu menginginkan
kemajuan dalam berbagai hal, terutama tumbuhnya organisasi melalui
produktivitas kerja pegawainya dan berkembangnya kemampuan pegawai dalam
menjalankan kariernya. Organisasi tidak dapat melepaskan diri dari
harapan-harapan pegawai untuk mengembangkan karier, karena pengembangan karier itu
sendiri merupakan bagian dari pertumbuhan organisasi dan hak pegawai untuk
mendapatkannya.
Career management dirancang sebagai bagian dari proses organisasi
artinya institusi berkewajiban menyediakan fasilitas manajemen karier sebagai
bagian dari pengembangan karier organisasi. Sedangkan career planning lebih
pada tanggungjawab individu yang berada dalam organisasi, hal ini akan banyak
12
Dalam suatu pengembangan karier akan terkandung kegiatan-kegiatan
seperti training, promosi, development, dan sebagainya,. Cascio (1990:364-366)
menyebutkan bahwa "aktivitas-aktivitas manajamen karier untuk
pengembangannya dapat dilaksanakan dalam bentuk internal stajjing yang
termasuk didalamnya adalahpromotion and lateral transfers''.
Kebijakan pengembangan karier menurut Oteng Sutisna (1989:123) harus
diarahkan bagi pertumbuhan pribadi, perkembangan profesional, perbaikan
lembaga, mobilitas ke atas, dan efektivitas jabatan dengan memperhatikan jenis
dan jenjang pendidikan, usia dan jenis kelamin, pengalaman kerja, pengalaman
organisasi, pengalaman luar negeri, prestasi kerja, serta loyalitas dan dedikasi.
Syarat-syarat tersebut merupakan kriteria bagi pemilihan orang yang tepat bagi
jabatan yang tepat pula. Prosedur dari pembinaan karier ini terdiri dari:
"recruitment, development, operating, training,dan evaluating" yang didukung
oleh sistem informasi yang tepat yang dikemas dalam SIM kepegawaian. Adapun
bagi lembaga pembina karier pegawai harus menyiapkan uraian tugas, persyaratan
jabatan, regulasi kelembagaan, kriteria sukses, pengukuran, penilaian,
pelatihan, dan pengangkatan dalam jabatan.
Pengembangan karier pegawai di suatu instansi merupakan keputusan yang mengakomodasi kebutuhan pegawai dalam mengembangkan diri dan kepentingan organisasi agar tumbuh dan berkembang seiring dengan kemajuan
yang diperoleh pegawainya. Oleh sebab itu, perlu adanya formulasi kebijakan
mengenai pengembangan karier yang didasarkan pada kriteria normatif, empirik
13
Berdasarkan gambaran tersebut, maka kerangka pikir penelitian dapat
[image:21.595.103.464.147.555.2]diilustraskan pada Gambar 1.
Gambar 1
KERANGKA PEMIKIRAN
RUMUSAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN
KARIER KEPEGAWATAN
KRITERIA RUMUSAN KEBIJAKAN
( Normatif- Empirik - Evaluatif)
Kenaikan Pangkat
Pengangkatan dalam Jabatan Struktural
Pendidikan dan Pelatihan
1r
- • SISTEM 1NF0RMASIMANAJEMENKEPEGAWIAN . <
-\ r
KENDALADAN HAMBATAN
MODEL PENGEMBAGAN
KEBUAKAN
Model di atas mengandung implikasi bahwa, menjalankan suatu kebijakan
tidak terlepas dari manajemen perubahan yang dilakukan sistem. Oleh karena itu
pada tingkat implementasi kebijakan perlu memahami manajemen perubahan
14
karena kebijakan dipandang sebagai suatu produk kemajuan atau inovasi yang
diharapkan. Bernnardin and Russel (1993:358) menempatkan perubahan sebagai
suatu yang tak dapat dipisahkan dari pengembangan karir.
Dalam mendekati substansi kebijakan pola pengembangan karier pejabat
stniktural di lingkungan Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat, dilakukan proses
analisis kebijakan sebagaimana dikemukakan Dunn (1981:48).Langkah pertama adalah merumuskan masalah-masalah kebijakan (policy problem) dan terhadap masalah tersebut dilakukan peramalan (forecasting); hasil peramalan diperoleh altematif-alternatif kebijakan sebagai langkah kedua, selanjutnya alternatif tersebut direkomendasikan. Tahap ketiga dilakukan implementasi kebijakan (Policy Action) yang tidak luput dari monitoring. Dampak dari pelaksanaan kebijakan adalah adanya "policy outcomes", yang ada karena diperoleh melalui evaluasi terhadap "policy
performance" dan menghasilkan kepastian pelaksanaan Kebijakan. Selanjutnya
dapat ditentukan "policyproblem" kembali dan melalui "policy outcomes"
dapat diketahui struktur permasalahan.
Setelah kebijakan diformulasikan dan dianalisa produknya dalam bentuk
dokumen yang menyangkut "substansi", diukur efektifitas pelaksanaannya,
peranan sumber pendukungnya sekaligus penganalisaan terhadap kelebihan dan
kelemahannya, serta peluang dan tantangan pelaksanaan pengembangan karier.
Kebijakan yang terealisasikan dengan tepat dan baik akan menjamin mekanisme
15
F. Premis Penelitian
Merujuk kerangka pemikiran sebagaimana dipaparkan di muka, maka
premis-premis yang dijadikan pedoman dalam menganalisis problematik
penelitian, dirumuskan sebagai berikut:
1. Program pengembangan karier yang efektif adalah yang berhubungan dengan
penyesuaian karier yang diberikan sesuai kebutuhan organisasi melalui
program pendidikan, pelatihan, pemindahan dan promosi yang
berkesinambungan (Flippo, 1993:291).
2. Rumusan kebijakan tentang pengembangan karier pegawai di lingkungan
Kantor Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat akan lebih efektif dalam
pengimplementasiannya apabila didasarkan pada kriteria normatif, empirik
dan evaluatif.
3. Kendala yang menghambat dalam implementasi kebijakan pengembangan
karier pegawai di lingkungan Kantor Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat
lebih banyak diakibatkan oleh hambatan organisasional daripada hambatan
yang bersifat individual.
4. Pengembangan kebijakan pengembangan karier pegawai di lingkungan
Kantor Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat memerlukan dukungan sistem
informasi yang akurat dan berdasarkan pada kenyataan empiris, normatif dan
BAB III
PROSEDUR PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian berkaitan dengan pendekatan dan kerangka pemikiran
yang dipakai dalam penelitian, dengan maksud memberikan batasan-batasan yang
tegas terhadap setiap permasalahan yang diteliti sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu
pengetahuan.
Bagian kerangka pemikiran telah menjelaskan bahwa pendekatan studi
kasus terhadap masalah pengembangan karier pejabat struktural di lingkungan
Kantor Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat, yang difokuskan pada
permasalahan
yang
berkenaan dengan ralitas
sosial
bersifat kontekstual yang
dipandang secara integratif. Pendekatan studi kasus ini didasarkan pada
pertimbangan Vredenbregt (1983:38), yang mengemukakan bahwa:
Sifat khas dari
"case study"
adalah suatu pendekatan yang bertujuan untuk
mempertahankan keutuhan
(Wholeness)
dari obyek, artinya data yang
dikumpulkan dalam rangkan
"study kasus"
dipelajari sebagai suatu
keseluruhan yang terintegrasi. Tujuan adalah untuk memperkembangkan
pengetahuan yang mendalam mengenai obyek yang bersangkutan,....
Vredenbregt memberikan gambaran bahwa penelitian yang digunakan
pendekatan studi kasus, seharusnya ditujukan untuk pengembangan ilmu
pengetahuan yang lebih mendalam. Karena itu, walaupun dalam penelitian ini
tidak menggali ilmu kebijakan publik secara mendalam, namun indikator ke arah
pemecahan masalah yang bersifat kontekstual tentang rumusan, implementasi dan
evaluasi kebijakan dalam pola pengembangan karier pegawai di lingkungan
46
Kantor Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat, membutuhkan penelaahan yang
lebih mendalam. Prosedur analisis terhadap masalah tersebut lebih difokuskan
pada upaya memperbaiki dan menyempurnakan kebijakan-kebijakan
pengembangan karier para pejabat struktural lebih lanjut. Karena itu, metode yang
dianggap layak digunakan adalah metode penelitian deskriptif-kualitatif.
B. Jenis dan Sumber Data Penelitian
Data dan Informasi yang diperlukan dalam penelitian ini bersifat
kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif, berkenaan dengan angka atau statistik
kepegawaian, khususnya yang berkaitan dengan data-data jabatan struktural di
lingkungan Kantor Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat. Sedangkan data
kualitatif berkenaan dengan data yang masih memerlukan pengolahan dan analisis
khususnya yang berkaitan dengan informasi yang relevan dengan kepentingan
tujuan penelitian.
Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data primer yang
diperoleh melalui wawancara dengan pimpinan" dan atau para pejabat yang
dipandang berkompeten serta mengetahui tentang hal-hal yang berkaitan dengan
masalah pengembangan karier pejabatan struktural. Di samping itu, data sekunder
juga digunakan sebagai sumber data, yaitu data yang diagregasikan dari tingkat
individual ke tingkat kelompok. Dalam penelitian ini, data sekunder yang
47
yang mendukung dan menghambat implementasi kebijakan pengembangan karier
pejabat struktural.
Aspek-aspek yang perlu diungkap dalam penelitian ini berkenaan dengan
kriteria nimusan kebijakan pengembangan karier pejabat struktural, dan kendala
yang menghambat implementasi kebijakan pengembangan karier pegawai di
lingkungan Kantor Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat.
Aspek rumusan kebijakan berkenaan dengan butir-butir yang tertuang
dalam peraturan perundang-undangan tentang kepegawaian tentang karier
pegawai. Butir-butir kebijakan tersebut, menyangkut:
(1) kenaikan pangkat
pegawai, (2) pengangkatan dalam jabatan struktural, dan (3) pendidikan dan
pelatihan kepegawaian.
Aspek kendala yang menghambat implementasi kebijakan, berkenaan
dengan kondisi lingkungan organisasi yang menentukan jenis dan kualifikasi
jabatan struktural. Aspek ini mencakup: (1) hambatan organisasional dan (2)
hambatan yang bersifat individual. Aspek implementasi kebijakan, berkaitan pula
dengan pelaksanaan kebijakan yang tidak lepas dari penyimpangan-penyimpangan
yang terjadi. Proses analisis difokuskan pada: (1) faktor-faktor pendukung yang
dimiliki untuk melaksanakan kebijakan tersebut, dan (2) faktor-faktor yangmenghambat pelaksanaan kebijakan yang sesuai dengan
rumusan kebijakan.
Aspek pengembangan kebijakan, berkenaan dengan upaya memperbaiki dan
meningkatkan pola pengembangan karier pejabat struktural. Upaya ini merupakan
upaya merumuskan kembali kebijakan yang sesuai dengan situasi dan kondisi
Tabel 1
JENIS DAN SUMBER DATA PENELITIAN
48
PROBLEMATIK DATA YANG DIPERLUKAN SUMBER DATA
1. Formulasi kebijakan pengembangan karier pegawai
1.1. Kenaikan Pangkat. 1.2. Pengangkatan dalam
jabatan struktural. 1.3. Pendidikan dan pelatihan
pegawai.
1) UU.No.8/1974 2) UU.No.43/1999 3) PP.No. 14/1994 4) PP.No. 15/1994 5) PP.No. 16/1994 6) Keppree No.52/2000
7) Keppres No.9/1985 jo Keppres
No. 99/2000 8) PP.No.20/1975
9) Kepmendagri No. 14/1993
10) Kepmendagri No. 115/1998
11) SEMendagri
No.811.212.2/007320/SJ Tgl.6 Nopember 2000
12) SEBAKNNo.5/1994
13) Keputusan Gubemur Jawa Barat No.061.05/Kep.1253.ORG/1999 14) Keputusan Gubemur Jawa Barat
No.875.2/SK.783-Peg/1998
15) PP.No.99/2000 16) PP.No. 100/2000 17) PP.No. 101/2000 2. Gambaran
implementasi kebijakan pengembangan
karier
2.1. Pengembangan karier
2.2. Hambatan
2.3. Upaya yang dilakukan
Pejabat struktural yang sedang dan mantan pejabat 2. Model pengembangan kebijakan pengembangan karier pegawai
3.1 Tujuan dan sasaran
3.2. Kriteria
3.3. Pola pengembangan
Hasil analisis problematik pertama dan
kedua
Penentuan sampel pada penelitian ini berbeda dengan proses sampling
sebagaimana dalam penelitian kuantitatif. Sampling dalam penelitian ini
berkenaan dengan subyek penelitian, dilakukan secara terus-menerus dan sifatnya
tergantung tujuan penelitian setiap saat. Nasution (1988:29), mengemukakan:
Tidak ada pengertian populasi dalam penelitian ini. Sampling berbeda tafsirannya. Sampling ialah pilihan penehti aspek apa dari peristiwa apa dan
siapa yang dijadikan fokus pada saat dan situasi tertentu dan karena itu
^
49
dilakukan terus menerus sepanjang penelitian. Sampling bersifat purposif
yakni tergantung pada tujuan fokus pada suatu saat.
Selanjutnya pada bagian lain Nasution (1988: 95-96) menambahkan
bahwa: "Sampling dalam penelitian naturalistik-kualitatif ialah pengambilan
keputusan untuk mengadakan pilihan dari populasi manusia dan non-manusia".
Berdasarkan pertimbangan jenis data yang dibutulikan, maka sumber data
penelitian dikelompokkan berikut:
(1) Pejabat yang berwenang menentukan karier pejabat-pejabat struktural
struktural di lingkungan Kantor Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat;
(2) Jajaran pejabat yang telah dan sedang menduduki jabatan struktural di
lingkungan Kantor Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat;
(3) Kondisi lingkungan organisasi Kantor Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat
sebagai tempat proses implementasi kebijakan pengembangan karier pejabat
struktural, yang berkaitan dengan unsur-unsur tempat, situasi, konteks, dan
peristiwa-peristiwa yang terjadi.
Kepastian sumber data yang berkenaan para pejabat struktural yang ada
yaitu sekitar 30 orang pejabat, maka penarikan 'sampel' untuk aspek ini,
digunakan
Theoritical Sampling,
antara lain dengan
purposive sampling
dan
snowball sampling.
C.Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpul data berkaitan dengan alat-alat atau instrumen sarana
untuk memperoleh data. Instrumen yang paling utama sebenarnya adalah penehti
50
penelitian naturalistik tidak ada pilihan lain dari pada menjadikan manusia sebagai
instrumen penelitian utama". Ini mengandung arti bahwa, instrumen yang utama
dalam penelitian ini adalah penulis sendiri sebagai peneliti. Dengan demikian,
alat-alat yang dipaparkan di bawah ini merupakan pelengkap. Keputusan
penggunaan instrumen pelengkap ini, didasarkan pada kerangka metoda penelitian
yang digunakan danjenis dan karakteristik data yang diperlukan.
Data dikumpulkan berdasarkan atas fakta-fakta sesuai jenis data yang
digunakan. Untuk mengumpulkan data primer, digunakan teknik wawancara, dan
observasi lapangan. Untuk data sekunder digunakan teknik telaah dokumentasi.Teknik wawancara langsung digunakan untuk memperoleh sejumlah
informasi dari pikiran, perasaan, pendapat, pengetahuan dari orang-orang yang
terlibat proses perumusan dan implementasi kebijakan pengembangan karier
pejabat struktural di lingkungan Kantor Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat.
Penggunaan teknik ini didasarkan pada pertimbangan John W.Best (1982:215),
yang mengemukakan bahwa:Di bidang-bidang yang berhubungan dengan motivasi manusia seperti
terungkap dalam alasan bertindak mereka, perasaan dan sikap manusia dan
sebagainya wawancara bolehjadi merupakan teknikyang efektif.
Teknik observasi partisipasi aktif digunakan untuk memperoleh sejumlah
data tentang konteks nyata proses implementasi kebijakan yang sedang
berlangsung di setiap subyek. Aspek-aspek yang diobservasi mencakup perilaku
manusia dalam organisasi baik perilaku tugas
(task behavior)
maupun hubungan
kemanusiaan
(humans relation),
situasi dantempat terjadinya proses implementasi
51
Teknik telaah dokumen, digunakan untuk memperoleh sejumlah data dan
informasi berkenaan dengan gambaran benda-benda yang dijadikan acuan, alat
atau fasilitas proses perumusan, implementasi dan evaluasi kebijakan tentang
pengembangan karier pejabat struktural. Substansi bahan kajian dari setiap
dokumen, berkaitan dengan bentuk dan rumusan kebijakan yang menyangkut
fungsi, peranan, rincian tugas, wewenang, tanggungjawab, sistem dan organisasi
penyelenggaraan, petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis, serta hasil-hasil yang
relevan;
Proses pengumpulan data dilakukan melalui tahap penjajagan, eksplorasi
dan tahap
member check.
Tahap
Penjajagan,
dilakukan untuk mengenai
permasalahan dan menentukan fokus penelitian; Tahap
Eksplorasi,
merupakan
tahap penelitian sebenamya, dan sudah mehbatkan alat-alat pengumpul data
melalui proses observasi; Tahap
Member Check,
setiap perolehan data baik
melalui hasil wawancara maupun hasil pengamatan, ditriangulasi kepada sumber
datanya.
D. Teknik Analisis Data
Tinjauan permasalahan difokuskan pada dua sisi yang berlawanan
yaitu
das-sein
dan
das-sollen.
Aspek
das sein,
berkenaan dengan tujuan ideal yang
diharapakan dari pengembangan karier pejabat, yang digambaikan pada out-put
dari kebijakan pengembangan karier, yaitu peningkatan kualitas kepemimpinan
dan optimalisasi dalam melaksanakan tugas-tugas pejabat struktural. Sedangkan
52
pengembangan karier pejabat struktural yang dilaksanakan di lingkungan Kantor
Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat, dalam bentuk rumusan kebijakan yang tidak lepas dari setting organisasi, yaitu iklim (suasana) organisasi yang beriaku.
Setting organisasi inilah yang akan menentukan jenis dan kualifikasi jabatan
struktural yang dibutuhkan dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi Kantor
Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat.
Berdasarkan kedua aspek tersebut, kemudian dikaji bagaimana
problema-problema kebijakan pada tingkat implementasi kebijakan. Kajian terhadap
problema implementasi kebijakan ini, harus sampai pada ditemukannya
faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pengembangan karier
pegawai di lingkungan Kantor Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat.
Pengembangan kebijakan tentang karier pegawai, ditikberatkan pada
masukan-masukan yang diambil berdasarkan gambaran nyata tentang kriteria
ideal yang diinginkan dari pelaksanaan pengembangan karier pejabat tersebut.
Aspek-aspek yang dianalisis dalam pengembangan kebijakan tersebut,
dikembangkan pada komponen-komponen yang dianggap dapat menjadi
pilar-pilar perencanaan karier (carrer planning) pejabat stiuktural, yang meliputi
analisis terhadap bagaimana perumusan kebijakan pengembangan karier pejabat
struktural, khususnya berkenaan dengan perumusan dalam aspek prosedur:
(1) Kenaikan pangkat.
(2) Pengangkatan dalam jabatan struktural, dan
53
Setiap perolehan data dari Catatan Lapangan kemudian direduksi,
dideskripsikan, dianalisis, dan ditafsirkan. Selanjutnya kemudian dilakukan
dengan tahapan berikut ini:
(1) Tahap Penyajian Data: Data disajikan dalam bentuk deskripsi yang
terintegrasi, yang diambil dari Catatan Lapangan dan lembar Rangkuman.
(2) Tahap Komparasi: Tahap komparasi merupakan proses analisa keseluruhan
data yang telah dideskripsikan, dan diarahkan kepada interpretasi data untuk
menjawab problematik penelitian yang diajukan.
(3) Tahap Penyajian Hasil Penelitian: Tahap ini dilakukan setelah analisa
komparasi, yang kemudian dirangkum dan diarahkan pada kesimpulan untuk
BAB VI
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian sebagaimana
dipaparkan pada Bab IV, adalah:
1. Formulasi kebijakan pengembangan karier PNS di lingkungan Kantor Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat, masih memerlukan pola pengembangan karier pegawai yang didukung oleh perangkat sistem yang solid yang sesuai formulasi kebijakan itu sendiri, sebagai suatu kebijakan yang utuh dan
terintegrasi secara empirical, evaluative dan normative, serta memberi
arahan dan pedoman yang jelas bagi pengejewantahan kebijakan.
2. Fenomena empirik tentang kebijakan pengembangan karier pegawai di
lingkungan Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat, secara kuantitatif baru
pada taraf penempatan sementara sesuai jumlah pegawai yang tersedia. Upaya ini pun belum optimal karena Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) yang bam kurang dapat menampung jumlah PNS yang tersedia. Pada aspek
kualitatif setelah dilaksanakannya kebijakan otonomi daerah, pegawai yang
melanjutkan pendidikan tambahan, lebih banyak berstatus "Ijin Belajar" dan
berstatus "Tugas Belajar". Jenis pendidikan lanjutan yang dipilih kebanyakan
pada Program Studi Administrasi Pendidikan, baik pada tingkat sarjana
maupun magister.
3. Penciutan strukturisasi organisasi, dan ketidakjelasan spesifikasi fungsi dan
tugas untuk setiap PNS telah menyebabkan tidak efektifhya pelaksanaan
tugas, sehingga menjadi kendala yang bersifat organisasional dalam
pengembangan pegawai. Beberapa upaya yang telah dan sedang dilakukan
Seksi Ketenagaan pada Dinas Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Propinsi
Jawa Barat dalam mengatasi kendala organisasional pengembangan pegawai,
sehubungan dengan mergemya Dinas P&K dengan Kanwil Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Barat, antara lain:
Mengidentifikasi karakteristik dan potensi PNS berdasarkan latar belakang
pendidikan, masa kerja dan pengalaman dalam jabatan, termasuk prestasi kerjanya; Mengidentifikasi dan menganalisis pekerjaan-pekerjaan yang menjadi tuntutan struktur organisasi dan tata kerja; Menseleksi tenaga-tenaga
potensial untuk menduduki jabatan-jabatan proyek yang bersifat temporer;
Menawarkan tenaga-tenaga potensial dan memenuhi persyaratan administratif
maupun profesional yang tidak menduduki jabatan di lingkungan Dinas Pendidikan Propinsi kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; Upaya ini pun belum dapat dikatakan hasil upaya pengembangan pihak lembaga, karena
sifatnya masih mengandalkan inisiatif pegawai itu sendiri. Sehingga, dapat
dikatakan bahwa upaya pengembangan pegawai tersebut tidak secara eksplisit
dituangkan dalam bentuk rencana strategis pengembangan kepegawaian yang
terorganisir dan terkendali.
4. Model kebijakan tentang pola pengembangan karier PNS di lingkungan Dinas
137
dalam seleksi dan promosi pegawai, yang ditandai dengan belum jelasnya
kriteria yang efektivitas bagi suatu jabatan, terjadi bias karena adanya
subjektifitas, adanya informasi yang inkonsistententang kandidat berdasarkanpekerjaan saat ini atau pekerjaan yang lalu, tidak adanya kesempatan bagi
kandidat untuk menunjukan kemampuan, keterdesakan waktu untuk mengisi
suatu posisi. Karena itu, maksud dan tujuan penggunaan model AssessmentCentre,
ialah untuk mengantisipasi kesulitan dalam memperoleh kandidat
yang sesuai untuk jenis pekerjaan tertentu, penggunaan metode-metode yang
ada saat ini banyak kelemahan, dan menentukan metode yang tepat untuk
mengidentifikasi potensi PNS untuk mengisi jabatan yang sesuai dengan
tuntutan organisasi. Penetapan norma dan prosedur, dengan sejumlah
"exercise" harus dapat memunculkan dimensi-dimensi yang diperlukan oleh
suatu "job target". Penilai mempakan suatu tim yang terdiri dari para ahli di
bidang perilaku/psikolog dan dapat juga mehbatkan manager lini yang
minimal setingkat di atas level "job target". Waktu yang diperlukan dalam
suatu kegiatan assesment berkisar antara 2-3 hari tergantung pada tingkat dan
kompleksitas dari "job target". ProgramAssessment Centerini dilaksanakan
oleh Administrasi dan Penilai yang terlatih. Dan hasil assessment akan
disusun ke dalam suatu laporan tertulis, dan apabila diperlukan dapat
diberikan umpan balik oleh penilai kepada peserta assesment secaraindividual. Dan efektivitas penggunaan model
Assessment Centre
ini pun
masih memerlukan pengujian di lapangan, dan dukungan perangkat sistem
138
B. Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dipaparkan pada Bab IV dan
kesimpulan penelitian di atas, maka beberapa implikasi dari penelitian ini antaralain:
1. Implementasi kebijakan pengembangan karier kepegawaian dalam rangka
pelaksanaan otonomi daerah, khususnya dalam bidang pendidikan hams
memperhitungkan keanekaragaman kondisi dan potensi tugas-tugas khaskependidikan, Namun, tidak berarti melakukan diskriminikasi dan mendorong
dikotominya jbatan-jabatan kepegawaian. Adanya tingkatan otonomi yang
dibedakan dengan terminologi otonomi terbatas, otonomi luas, dan otonomi
muni menurut UU.No.22 Tahun 1999, patut diantisipasi munculnya tarik-menarik kekuasaan antara pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota, karena akan berimplikasi pada prosfek tentang karier
kepegawaian daerah. Tampaknya perlu ada standarisasi implementasi
kebijakan karier pegawai daerah yang memberi ketegasan dalam sistemotonomi bertingkat menjadi sistem otonomi tidak bertingkat. Artinya, secara
vertikal hanya dikenal satu daerah otonomi dan ecara horizontal dibedakan
antara daerah otonom yang bersifat rural societydan daerah otonom yang
bersifat urban society.Dengan demikian, peranan dan posisi daerah otonom
propinsi akan lebih jelas sebagai satu-satunya daerah administrasi yang
berperan menjalankan fungsi dekonsentrasi dan mewakili pemerintah pusat
guna melakukan pengawasan, koordinasi terhadap setiap implementasi139
2. Dalam tatanan restmkturisasi organisasi dan kelembagaan pendidikan, tidak
lepas dari reformasi azas legalitas sekahgus sebagai perangkat kendali sistem.
Salah sarunya ialah dalam aspek hukum dan perundang-undangan pendidikan.
Hal ini mengandung arti bahwa salah satu keberhasilan reorganisasi dan
restmkturisasi manajemen kepegawaian sangat tergantung pada dukungan
peraturan perundang-undangan, serta
political will
dan
commitment
pimpinan
instansi yang bersangkutan. Dengan demikian, dalam implementasi kebijakan
pengembangan karier kepegawaian, diperlukan deregulasi perangkat hukum
dan perundang-undangan pendidikan yang masih bernuansa UU.No.5 Tahun1974 sesuai dengan jiwa dan kehendak paradigma UU.No.22 Tahun 1999,
yang memberikan diskresi lebih leluasa bagi setiap PNS untuk meningkatkan
kemampuan dan motivasi dalam melaksanakan pekerjaannya.
3. Imphkasi
pada tatanan
pendidikan
prajabatan
bagi
tenaga-tenaga
kependidikan, khususnya bagi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
seperti Universitas Pendidikan Indonesia, hasil penelitian ini haras dianggap
sebagai
peluang
untuk
mencoba
membangun
kembali
peradigma
profesionalisasi tenaga kependidikan. Profesionalisasi keilmuan dalam
Manajemen Tenaga Kependidikan, bukan hanya terbatas pada sistem
persekolahan, namun harus merujuk pada peradigma pendidikan yang lebih
komprehensif dan universal. Dengan demikian, pengembangan kurikulum
program studi administrasi pendidikan senantiasa merujuk
140
4. Implikasi terhadap pola-pola pengembangan karier kepegawaian dalam
instansi pemerintah, haras didasarkan pada karakteristik tugas pokok dan
fungsi setiap katagori dan jenis pegawai. Karenanya, pola karier untuk
jabatan-jabatan struktural dan jabatan-jabatan fungsional tidak mungkin
merujuk pada suatu pola yang sama.
5. Mengingat komponen-komponen yang diteliti lebih banyak menarik implikasi
secara konseptual, maka diperlukan penelitian lanjutan yang berkenaan
dengan spesifikasi, standarisasi dan pengujian model-model
praktek
manajemen pengembangan karier personil pendidikan di lingkungan
organisasi sistem pendidikan dan organisasi kelembagaan pendidikan pada
setiap jalur, jenis dan jenjang pendidikan.
C. Rekomendasi
Merujuk pada gambaran permasalahan yang ditemukan dalam penelitian
ini, maka dalam penelitian ini disarankan:
1. Menanamkan kesadaran pada berbagai kesempatan untuk senantiasa loyal
kepada pekerjaan sesuai dengan komitmen pegawai, dalam kondisi pegawai
yang over-supply, tampaknya masih bersifat bahasa klise. Dalam tatanan
operasional upaya tersebut sangat sulit dilakukan. Oleh karena itu, disarankan
pelu dipikirkan adanya suatu kebijakan yang mengatur jabatan-jabatan selain
jabatan struktural, melalui penambahan jabatan-jabatan fungsional. Jabatan
fungsional ini, walaupun dalam struktur organisasi yang baru tidak ada, akan
;/ 1.41 /
' J
panjang, tugas-tugas manajemen pendidikan pada tingkat propinsi ^ufe,masih
memerlukan jabatan-jabatan fiingsional. , '
2. Memberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengambil pensiun dini kepada
para pegawai, tampaknya kurang bijaksana. Karena, telah membatasi hak dan
keinginan pegawai untuk berkarya dan berkarier di lingkungan organisasi
pemerintahan. Yang bijaksana adalah perlunya perlindungan dan keleluasaan
untuk berkarya melalui kebijakan-kebijakan yang memberikan diskresi lebih
luas untuk berkompetisi dalam mengembangkan karier kepegawaiannya.
Sehingga setiap pegawai mempunyai kesempatan yang sama dalam meniti
karier kepegawaian sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan
dan disepakati bersama.
3. Setiap
pimpinan
unit
organisasi,
seyogyanya
mempunyai
program
pengembangan karier untuk para pegawainya, dengan memberi kesempatan
seluas-luasnya untuk melanjutkan tingkat pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi, baik yang dibiayai oleh pemerintah maupun atas biaya sendiri. Akan
tetapi, upaya ini pun akan tidak berarti apa-apa, apabila upaya ini tidak
disertai dengan sistem perencanaan karier pegawai yang terorganisir dan
terkendali. Karena itu, upaya ini pun memerlukan suatu rumusan perencanaan
karier dalambentukprogram-program pengembangan karier yang terarah.
4. Untuk memanfaatkan pegawai-pegawai yang potensial, para pimpinan
142
lingkungan instansi sendiri maupun ke instansi lain. Akan tetapi upaya ini pun
hams disertai dengan jaminan kualitas dan profesionalisme, sehingga
pemberian bantuan personil kepada pemerintah daerah kabupaten/kota
memberikan dampak yang positif bagi pengembangan profesionalisme
143
DAFTAR PUSTAKA
Agus Tulus, Moh. , 1996,
Manajemen Sumber Daya Manusia, Buku Panduan
Mahasiswa,Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.
Anderson, James E, 1979,
Public Policy Making,
New York Halt, Rinchart and
Winston.Bemardin, John H., and Joyce E.A.Russel, 1993,
Human Resources Management:
An Experintial Approach,New York: Mc-Graw-Hill.
Cascio, Wayne F., 1991,
Applied Psychology in Personnal Management,
NJ:
Prentice-Hall.Castetter, William B., 1981,
The Personnel Function in Education Administration,
New York: McMillan Publishing Co.
Depdagri, 2000,
Himpunan Perundang-Undangan dan Peraturan Pemerintah
tentang Kepegawaian,
Bandung: Biro Kepegawaian Pemerintah Propinsi
Jawa Barat.
Depdikbud, 1993,
Kerangka Acuan Pemasyarakatan Kebijakan Pendidikan dan
Kebudayaan,
Jakarta: Sesjen Depdikbud.
, 1993,
"Himpunan Peraturan-Peraturan Bidang Pendidikan dan
Kebudayaan,"
Jakarta : Proyek Peningkatan Mutu Gum SD Setara D.II.
Dunn, William, N., 1981,
Public Policy analysis,
London: Prentice-Hall, Inc;
Englewood Cliffs
Dye,
Thomas, R., 1976,
Policy Analysis, What Governments Do, Why They Do It,
and What Difference it Makes,
Alabama: The University of Alabama
Press.Flippo, Edwin B., 1984,
Personnel Management, (sixth Ed.).
Mc Graw-HiU Book
Company.
Handoko, T. Hani, 1989,
Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Ed.
2, Yogyakarta, BPFE.
Harley, Don, dan Robert Bmce Bowin, 1996,
Human Resourch Management And
Experimental Approach,
New Jersey: Prentice-Hall InternationalInc.
Islamy, Irfan M.,
1979,
Prinsip - Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara,
144
t
Jones, Charles, O., 1996,
Pengantar Kebijakan Publik,
Editor Nashir\ Btldiman,
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
>' <£i
'
. N
{
^
-Mondy, R. Wayne and Robert M. Noe III, 1987,
Human Resourses Management,
5 th ed., Boston : Allyn and Bacon, Inc.
Moekijat, 1986,
Perencanaan dan Pengembangan Karier Pegawai,
Bandung :
Remadja Karya.
Musanef, 1986,
Manajemen Kepegawaian di Indonesia,
Jakarta : Gunung Agung.
Nasution S, 1988,
Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif,
Bandung : Tarsito.
Pal, Leslie A, 1996,
Public Policy Analysis: An Introduction,
Ontario : Nelson
Canada.
Patton, Carl., V; and Sawicki, Davis S., 1986,
Basic Methods of Policy Analysis
and Planning, New Jersey: Engliwood cliffs-Prentice-Hall.
Peraturan Pemerintah No.38 Tahun 1992 tentang
Tenaga Kependidikan.
Surat Edaran Kakanwil Depdikbud Propinsi Jawa Barat No. 4058/102/KP/1995
tentang
Pola Pengembangan Karier Pegawai di Lingkungan Kanwil
Depdikbud PropinsiJawa Barat.
Siagian, Sondang P., 1995,
Manajemen Sumber Daya Manusia,
Jakarta: Bumi
Aksara.
Sutisna, Oteng, 1989, Administrasi Pendidikan : Dasar Teoritis Untuk Praktek Profesional,bandung: Angkasa.
Siagian, Sondang P., 1995,
Manajemen Sumber Daya Manusia,
Jakarta : Bumi
Aksara.
Siswanto, Bedjo, 1989,
Manajemen Tenaga Kerja,
Bandung, SinarBaru.
Undang-Undang No.2 Tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional,
Depdikbud.
Undang-UndangNo.22 Tahun 1999tentangPemerintahan Daerah.
Undang-Undang No.25 Tahun 2000 tentang
Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah.Vredenbregt, J. (1983),
Metode Penelitian Masyarakat,
Yogyakarta: Yayasan