• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asuhan Keperawatan Pada Pasien BPH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Asuhan Keperawatan Pada Pasien BPH"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

A S U H A N K E P E R AWATA N

PA D A T N . S D E N G A N G A N G G U A N S I S T E M

P E R K E M I H A N “ P O S T O P E N P R O S TAT E C T O M I ”

A t a s I n d i k a s i B e n i g n a P r o s t a t H i p e r p l a s i a

D i R u a n g I n s t a l a s i B e d a h

R S U D S A M B A S

Oleh:

Amanah Hijriah Asep Nugraha Kusdiana

Ayu Tri Wulandari Chairullah Didin Hafidhuddin Hugo Kingson Borneo

Merry

PRODI DIV KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK

TAHUN AJARAN 2014/2015

Nashikin Hakim Nova Utomo Putri Pipin Mayang Sari

Rini Kawati Sindi Muthiah Utami

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul

“Asuhan Keperawatan pada Tn. S dengan Gangguan Sistem Perkemihan Post Open Prostatectomi atas Indikasi Benigna Prostat Hiperplasia Di Ruang Instalasi Bedah RSUD Sambas”.

Makalah ini membahas tentang konsep dasar penyakit BPH (Benigna Prostat Hiperplasia), dan konsep asuhan keperawatan Post Operatif pada pasien dengan BPH (Benigna Prostat Hiperplasia).

Dalam penulisan makalah ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini kami menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya khususnya kepada Ibu Ika Permata Sari A.md Kep selaku pembimbing praktek klinik di Ruang Instalasi Bedah RSUD Sambas yang telah banyak membantu dalam penulisan makalah ini.

Kami berharap makalah ini dapat memotivasi para mahasiswa/i lain dalam mata kuliah ini. Kami menyadari bahwa makalah kami masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan masukan-masukan yang bersifat membangun, yaitu berupa kritikan dan saran yang konstruktif demi memperbaiki dan penyempurnaan pembuatan laporan dan makalah kami selanjutnya. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

Sambas, 12 Agustus 2014

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... ii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 2

1.3 Tujuan... 2

BAB II LAPORAN PENDAHULUAN... 3

2.1 Konsep Dasar Penyakit... 3

2.1.1 Definisi... 3

2.1.2 Etiologi... 6

2.1.3 Tanda dan Gejala... 7

2.1.4 Patofisiologi... 8

2.1.5 Pathway... 11

2.1.6 Komplikasi... 11

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang... 12

2.1.8 Penatalaksanaan Medis... 13

2.1.9 Pemeriksaan Penunjang... 14

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan... 15

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN... 18

A. Pengkajian... 18

B. Analisa Data... 27

C. Daftar Masalah... 30

D. Intervensi Keperawatan... 33

E. Catatan Perkembangan dan Evaluasi... 36

BAB IV PENUTUP... 42

(4)
(5)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit prostat merupakan penyebab yang sering terjadi pada berbagai masalah saluran kemih pada pria, insidennya menunjukan peningkatan sesuai dengan umur, terutama mereka yang berusia 60 tahun. Sebagian besar penyakit prostat menyebabkan pembesaran organ yang mengakibatkan terjadinya penekanan/pendesakan uretra pars intraprostatik, keadaan ini menyebabkan gangguan aliran urine, retensi akut dari infeksi traktus urinarius memerlukan tindakan kateterlisasi segera. Penyebab penting dan sering dari timbulnya gejala dan tanda ini adalah hiperlasia prostat dan karsinoma prostat. Radang prostat yang mengenai sebagian kecil prostat sering ditemukan secara tidak sengaja pada jaringan prostat yang diambil dari penderita hiperlasia prostat atau karsinoma prostat (J.C.E Underwood, 1999).

Beranekaragamnya penyebab dan bervariasinya gejala penyakit yang ditimbulkannya sering menimbulkan kesulitan dalam penatalaksanaan BPH, sehingga pengobatan yang diberikan kadang-kadang tidak tepat sesuai dengan etiologinya. Terapi yang tidak tepat bisa mengakibatkan terjadinya BPH berkepanjangan. Oleh karena itu, mengetahui secara lebih mendalam faktor-faktor penyebab (etiologi) BPH akan sangat membantu upaya penatalaksanaan BPH secara tepat dan terarah.

(6)

penulis merasa tertarik untuk mengangkat dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Gangguan Sistem Perkemihan Post Open Prostatectomi atas Indikasi Benigna Prostat Hiperplasia”.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja konsep dasar mobilisasi?

2. Apa saja konsep dasar asuhan keperawatan?

3. Penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan mobilisasi?

1.3 Tujuan

1. Agar mahasiswa/i dapat memahami tentang mobilisasi.

4. Agar mahasiswa/i mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien gangguan mobilisasi.

5. Agar mahasiswa/i mengetahui tujuan asuhan keperawatan gangguan mobilisasi.

(7)

BAB II

LAPORAN PENDAHULUAN

2.1 Konsep Dasar Penyakit

2.1.1 Definisi

Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang sering terjadi sebagai hasil dar pertumbuhan dan pengendalian hormon prostat (Yuliana Elin, 2011).

BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (Marilynn, E.D, 2000 : 671).

Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi urethral dan pembatasan aliran urinarius (Doengoes, Morehouse & Geissler, 2000, hal 671).

Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar/jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193).

BPH adalah suatu keadaan dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra. (Smeltzer dan Bare, 2002).

Anatomi Prostat

(8)

bercampur secret dari testis, perbesaran prostate akan membendung uretra dan menyebabkan retensi urin. Kelenjar prostat, merupakan suatu kelenjar yang terdiri dari 30-50 kelenjar yang terbagi atas 4 lobus yaitu:

a. Lobus posterior

b. Lobus lateral

c. Lobus anterior

d. Lobus medial

Batas lobus pada kelenjar prostat:

a. Batas superior: basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria, otot polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang lain. Batas inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas diafragma urogenitalis. Uretra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan anterior.

b. Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis, dipisahkan dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada cavum retropubica(cavum retziuz). Selubung fibrosa prostat dihubungkan dengan permukaan posterior os pubis dan ligamentum puboprostatica. Ligamentum ini terletak pada pinggir garis tengah dan merupakan kondensasi vascia pelvis.

c. Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan permukaan anterior ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum retovesicalis (vascia Denonvillier). Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung bawah excavatio rectovesicalis peritonealis, yang semula menyebar ke bawah menuju corpus perinealis.

(9)

Gambar: Anatomi Prostat

Fungsi Prostat

(10)

Cairan prostat juga mengandung enzim pembekuan yang akan menebalkan semen dalam vagina sehingga semen bisa bertahan dalam serviks.

2.1.2 Etiologi

Penyebab hiperplasia prostat belum diketahui dengan pasti, ada beberapa pendapat dan fakta yang menunjukan, ini berasal dan proses yang rumit dari androgen dan estrogen. Dehidrotestosteron yang berasal dan testosteron dengan bantuan enzim 5-α reduktase diperkirakan sebagai mediator utama pertumbuhan prostat. Dalam sitoplasma sel prostat ditemukan reseptor untuk dehidrotestosteron (DHT). Reseptor ini jumlahnya akan meningkat dengan bantuan estrogen. DHT yang dibentuk kemudian akan berikatan dengan reseptor membentuk DHT-Reseptor komplek. Kemudian masuk ke inti sel dan mempengaruhi RNA untuk menyebabkan sintesis protein sehingga terjadi protiferasi sel. Adanya anggapan bahwa sebagai dasar adanya gangguan keseimbangan hormon androgen dan estrogen, dengan bertambahnya umur diketahui bahwa jumlah androgen berkurang sehingga terjadi peninggian estrogen secara retatif. Diketahui estrogen mempengaruhi prostat bagian dalam (bagian tengah, lobus lateralis dan lobus medius) hingga pada hiperestrinism, bagian inilah yang mengalami hiperplasia

Menurut Purnomo (2000), hingga sekarang belum diketahui secara pasti penyebab prostat hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasi prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasi prostat adalah :

1. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia lanjut.

2. Peranan dari growth factor (faktor pertumbuhan) sebagai pemicu pertumbuhan stroma kelenjar prostat.

(11)

4. Teori sel stem, menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan.

Pada umumnya dikemukakan beberapa teori :

Teori Sel Stem, sel baru biasanya tumbuh dari sel srem. Oleh karena suatu sebab seperti faktor usia, gangguan keseimbangan hormon atau faktor pencetus lain. Maka sel stem dapat berproliferasi dengan cepat, sehingga terjadi hiperplasi kelenjar periuretral.

Teori kedua adalah teori Reawekering (Neal, 1978) menyebutkan bahwa jaringan kembali seperti perkembangan pada masa tingkat embriologi sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya.

Teori lain adalah teori keseimbangan hormonal yang menyebutkan bahwa dengan bertanbahnya umur menyebabkan terjadinya produksi testoteron dan terjadinya konversi testoteron menjadi setrogen. (Kahardjo, 1995).

2.1.3 Tanda dan Gejala

1. Gejala iritatif, meluputi:

a. Peningkaan frekuesnsi berkemih.

b. Nocturia (terbangun di malam hari untuk miksi)

c. Perasaan untuk ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat di tunda (urgensi).

d. Nyeri pada saat miksi (disuria).

2. Gejala obstruktif, meliputi:

(12)

b. Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik.

c. Jika ingin miksi harus menunggu lama.

d. Volume urin menurundan harus mengedan saat berkemih.

e. Aliran urin tidak lancar/terputus-putus.

f. Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urine dan inkontinensia karena pernumpukan berlebih.

g. Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi azotemia (akumulasi produk sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan etensi urun kronis dan volume residu yang besar.

3. Gejala generalisata seperti keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik.

Berdasarkan keluhan dapat menjadi menjadi:

a. Derajat 1, penderita merasakan lemahnya pancara berkemih, kencing tidak puas, frekuensi kencing bertambah terutama di malam hari.

b. Derajat 2, adanya retensi urin mak timbulah infeksi. Penderita akan mengeluh pada saat miksi terasa panas (disuria) dan kencing malam bertambah hebat.

c. Derajat 3, timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini maka bisa timbul aliran refluks ke atas, timbul infeksi askenden menjalar ke ginjal dan dapat menyebabkan pielonefritis, hidronefrosis.

(13)

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa ± 20 gram. Menurut Mc Neal (1976) yang dikutip dan bukunya Purnomo (2000), membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan periuretra (Purnomo, 2000). Sjamsuhidajat (2005), menyebutkan bahwa pada usia lanjut akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi tertosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Purnomo (2000) menjelaskan bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon tertosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar prostat.

Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya perubahan pada traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan patofisiologi yang disebabkan pembesaran prostat sebenarnya disebabkan oleh kombinasi resistensi uretra daerah prostat, tonus trigonum dan leher vesika dan kekuatan kontraksi detrusor. Secara garis besar, detrusor dipersarafi oleh sistem parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika dan prostat oleh sistem simpatis. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat akan terjadi resistensi yang bertambah pada leher vesika dan daerah prostat. Kemudian detrusor akan mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trahekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan sakula

(14)

tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin.Pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan miksi), miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit ditahan/urgency, disuria).

(15)

2.1.5 Pathway

2.1.6 Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH adalah:

(16)

menyebabkan infeksi saluran kemih dan apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2000).

Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesiko urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme. Yang dapat menyebabkan pyelonefritis (sjamsuhidrajat, 2005).

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Doenges (1999), pemeriksaan penunjang yang mesti dilakukan pada pasien dengan BPH adalah :

1. Laboratorium a. Sedimen Urin

Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi saluran kemih.

b. Kultur Urin

Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.

2. Pencitraan

a. Foto polos abdomen

Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa prostat dan kadang menunjukan bayangan buii-buli yang penuh terisi urin yang merupakan tanda dari retensi urin.

b. IVP (Intra Vena Pielografi)

Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit pada buli-buli.

(17)

Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur sisa urin dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor. d. Systocopy

Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra parsprostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam rektum.

2.1.8 Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada pasien dengan BPH adalah:

1. Observasi

Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3-6 bulan kemudian setiap tahun tergantung keadaan klien

2. Medika mentosa

Terapi diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang dan berat tanpa disertai penyakit. Obat yang digunakan berasal dari : phitoterapi (misalnya : hipoxis rosperi, serenoa repens, dll) gelombang alfa blocker dan golongan supresor androgen.

3. Pembedahan

Indikasi:

a. Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut

b. Dengan residual urin >100 ml

c. Klien dengan pengulit

(18)

e. Flowmetri menunjukan pola obstruktif

Pembedahan dapat dilakukan dengan:

1) TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat 90-95 %).

2) Retropublic atau extravesical prostatectomy.

3) Perianal prostatectomy.

4) Suprapublic atau tranvesical prostatectomy.

4. Alternatif lain (misalnya kriyoterapi, hipertermia, termoterapi ,terapi ultrasonic).

2.1.9 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Doenges (1999), pemeriksaan penunjang yang mesti dilakukan pada pasien dengan BPH adalah :

1. Laboratorium a. Sedimen Urin

Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi saluran kemih.

b. Kultur Urin

Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.

2. Pencitraan

a. Foto polos abdomen

Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa prostat dan kadang menunjukan bayangan buii-buli yang penuh terisi urin yang merupakan tanda dari retensi urin.

(19)

Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit pada buli-buli.

c. Ultrasonografi (trans abdominal dan trans rektal)

Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur sisa urin dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor.

d. Systocopy

(20)

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

1. Meliputi Meliputi nama,umur, jenis kelamin, agama, suku,alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnose medis.

2. Riwayat kesehatan a. Keluhan utama

b. Keluhan saat pengkajian c. Keluhan terdahulu

d. Riwayat kesehatan keluarga 3. Pola fungsi kesehatan

a. Aktifitas b. Istirahat c. Eliminasi d. Nutrisi

4. Pemeriksaan fisik

a. Status kesehatan umum - Keadaan umum - Kesadaran

- TTV

- TB dan BB

b. Pemeriksaan fisik secara head to toe 5. Data psikologis

a. pendidikan b. hubungan siosial c. gaya hidup

d. peran dalam keluarga 6. Data penunjang

7. Pengobatan

B. Diagnosa keperawatan

(21)

2. Resiko infeksi b/d prosedur inovasif pembedahan.

3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai proses penyakit dan pengobatanya

C. Intervensi

Diagnosa I: Nyeri akut b/d spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TURP.

1. NOC

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam rasa nyeri berkurang atau hilang, dengan kriteria hasil:

a) klien mengatak an nyeri berkurang / hilang b) ekspresi wajah klien tenang

c) tanda-tanda vital dalam batas normal 2. NIC

a) Kaji skala nyeri.

R/mengetahui skala nyeri.

b) Jelaskan pada klien tentang gejala dini spasmus kandung kemih R/klien dapat mendeteksi gejala dini spasmus kandung kemih. c) Pemantauan klien pada interval yang teratur selama 48 jam, untuk

mengenal gejala-gejala dini dari spasmus kandung kemih.

Diagnosa II: Resiko infeksi b/d prosedur inovasif pembedahan. 1. NOC

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam tidak terjadi adanya tanda-tanda infeksi, dengan kriteria hasil:

a) Klien tidak mengalami infeksi.

b) Dapat mencapai waktu penyembuhan.

c) Tanda-tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda-tanda shock.

2. NIC

a) Monitor tanda dan gejala infeksi

R/ mengetahui tanda dan gejala infeksi.

(22)

R/meningkatkan output urine sehingga resiko terjadi isk dikurangi dan mempertahankan fungsi ginjal .

c) Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan antibiotik . R/ mencegah infeksi.

D. Evaluasi

1. Pasien dapat bergerak dengan baik. 2. Kebutuhan pasien terpenuhi.

(23)

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Pengumpulan Data a. Identitas pasien

Nama : Tn “S”

Umur : 73 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Suku : Melayu

Pendidikan : Sekolah Dasar (SD)

Alamat : Desa Batu Mak Jage Kec. Tebas

Pekerjaan : Petani

Tanggal masuk : 10 Juli 2014 Tanggal pengkajian : 14 Juli 2014

Diagnosa medis : Benigna Prostat Hyperplasia (BPH) Dokter penanggung jawab : dr. Eka S. Sp.B

b. Identitas penanggung jawab

Nama : Tn “M”

Jenis kelamin : Laki-laki

(24)

2. Riwayat Penyakit

a. Alasan masuk rumah sakit sakit

Klien mengeluh susah BAK ± 1 tahun. Pasien berobat ke Puskesmas lalu dirujuk ke RSUD Sambas.

b. Keluhan saat dikaji

Pasien mengatakan nyeri pada bagian bekas luka operasi. Pasien meringis kesakitan.

P : saat ditekan dan beraktivitas Q : seperti ditusuk jarum

R : dibagian abdomen bawah (kandung kemih) luka operasi S : 5-6

T : intermitten

c. Riwayat penyakit dahulu

Pasien tidak pernah mengalami penyakit kronis sebelumnya. d. Riwayat kesehatan keluarga

(25)

3. Genogram





Keterangan :

: Laki-laki

: Laki-laki meninggal

: Perempuan

: Perempuan meninggal

: Pasien

(26)

Data Biologis a. Pola nutrisi

SMRS : Pasien makan 3x sehari dengan menu bervariasi. MRS : Pasien makan 3x sehari, dengan porsi yang disediakan

rumah sakit. b. Pola minum

SMRS : Pasien minum 1,5-2 liter/hari. MRS : Pasien minum 1-1,5 liter/hari. c. Pola eliminasi

SMRS : Pasien BAB 1-2x/hari, BAK bisa lebih 10-15 x/hari dengan keluhan urin keluar sedikit-sedikit.

MRS : Pasien BAB 1 kali setelah operasi, terpasang kateter triway no. 22 dengan karakteristik warna urin kuning jernih, 500 ml/hari, kadang-kadang terasa nyei saat BAK. Pasien terpasang irigasi 30 tpm.

d. Pola istirahat/tidur Waktu tidur

SMRS : Pasien tidur 7-8 jam/hari dan cemas terhadap penyakitnya. MRS : Pasien tidur sekitar 6-8 jam/hari, dengan penerangan yang

cukup. e. Pola hygiene

- Mandi

SMRS : Pasien mandi 2 x sehari.

MRS : Pasien mandi 1 x sehari dibantu oleh keluarga. - Cuci rambut

SMRS : Pasien cuci rambut setap hari saat mandi. MRS : Pasien hanya membasahi rambut.

- Gogok gigi

(27)

4. Pola aktifitas

SMRS : Pasien melakukan aktifitas sehari-hari dibantu oleh orang lain.

MRS : - Pasien melakukan aktifitas dibantu oleh orang lain. - Pasien mengatakan tidak bisa melakukan aktifitas secara

mandiri.

- Pasien tampak lemah.

- Pasien tampak kesakitan dalam melakukan aktifitas.

Aktifitas 0 1 2 3 4

Mandi √

Berpakaian √

Eliminasi √

Mobilisasi ditempat tidur √

Pindah √

Makan dan minum √

Keterangan : 0 = mandiri

1 = dibantu sebagian

2 = perlu bantuan orang lain

3 = perlu bantuan orang lain dan alat 4 = tergantung orang lain tidak mandiri

5. Data Sosial

a. Hubungan dengan keluarga Baik.

b. Hubungan dengan tetangga Baik.

c. Hubungan dengan pasien sekitar Baik.

(28)

6. Data Psikologis a. Status emosi

Pasien dapat mengendalikan emosi dengan baik.

b. Peran diri

Pasien tidak dapat mejalankan peran seagai kepala keluarga yang baik karena dirawat di rumah sakit.

c. Gaya komunikasi

Menggunakan bahasa verbal.

b. Pola Koping

Pertahan tubuh menurun karena proses penyakit.

7. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum : Lemah

Kesadaran : E4M6V5 (GCS = 15) Compos Mentis

TTV : TD = 120/80 mmHg

N = 80 x/menit RR = 16 x/menit S = 36,5 ºC b. Kepala

Inspeksi : Bentuk kepala simetris, beruban, kulit kepala kering, tidak ada ketombe.

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan. c. Mata

Inspeksi : Sklera putih, dapat melihat dengan jelas, bola mata simetris, konjungtiva merah muda, ada reaksi

terhadap cahaya (miosis) tidak mengguakan alat bantu penglihatan, fungsi penglihatan normal.

Palpasi : Tidak nyeri tekan.

d. Hidung

(29)

Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan dan pembengkakan.

e. Telinga

Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada kelainan dikedua telinga, tidak ada lesi dan serumen.

Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan. f. Mulut

Inspeksi : Gigi tampak hitam, lidah bersih, mukosa mulut lembab, bibir lembab.

Palpasi : Otot rahang kuat. g. Leher

Inspeksi : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe.

Palpasi : Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada nyeri tekan.

h. Thoraks (paru-paru)

Inspeksi : Dada simetris, tidak ada lesi, respirasi 16 x/m, ada batuk sedikit.

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan. Auskultasi : Bunyi napas vesikuler. Perkusi : Sonor.

i. Thoraks (jantung)

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat. Palpasi : ictus cordis tidak teraba. Auskultasi : S1 dan S2 reguler. Perkusi : Batas jantung normal. j. Abdomen

Inspeksi : Simetris, tidak ada lesi, terdapat luka insisi bedah tanggal 11-07-2014 di abdomen inguinalis kanan dengan karakteristik panjang luka 8-10 cm jumlah

(30)

Palpasi : ada nyeri tekan di sekitar luka post operatif di abdomen inguinalis kanan, skala 5-6 (nyeri sedang), teraba hangat di daerah sekitar luka.

Perkusi : timpani.

Auskultasi : bising usus 6 x/menit. k. Genetalia

(pasien menolak untuk dikaji). l. Ekstremitas

Kanan Kiri

Keterangan: Terpasang infus di tangan kiri. 5 5 5 5 5 5 5 5

(31)

c. Data Penunjang

LABORATORIUM

14 Juli 2014 Hasil Nilai Normal

Hb 10.0 Lk = 14-16 gr%, Pr = 12-14 gr%

Leucocyt 6.600 5.000-10.000 mm3/drh

Hematokryt 31 % Lk = 47-54 %, Pr = 42-46 %

Eritrocyt 3.71 4,6-6 Jt mm3/drh

RONTGEN

Dari hasil rontgen tanggal 12 Juli 2014 menunjukkan adanya pembesaran prostat.

d. Pengobatan

 Tramadol 2 x 100 ml (IV)

 Ranitidine 2 x 50 ml (IV)

 As. Tranexamat 3 x 500 mg (IV)

 Cefoprazone 2 x 1 gr (IV).

(32)

B. ANALISA DATA

NO. DATA ETIOLOGI MASALAH

1. DS:

- Ps mengatakan nyeri dibagian bekas luka

P : saat ditekan dan beraktivitas Q : seperti ditusuk jarum R : dibagian abdomen bawah

(kandung kemih) luka operasi S : 5-6

T : intermitten

DO:

- Ps tampak meringis kesakitan

Proses pembedahan

Luka insisi pembedahan

Nyeri

(33)

2. DS: DO:

- Terdapat luka post operasi pada abdomen bawah.

- Tampak luka insisi post operasi 11-07-2014

- Panjang luka 8-10cm - Jumlah heating 7 jahitan

- Tidak terdapat tanda infeksi (rubor, dolor, kalor, tumor) - Terpasang drain

TTV

TD : 120/80 mmHg RR : 16x/menit N : 80x/menit S : 36,7oC

- Leukosit 6.600mm3/drh

BPH

Tindakkan pembedahan

Proses inflamasi

Terpapar organisme

Resiko infeksi

(34)

3. DS:

- Ps mengatakan tidak bisa melakukan aktifitas secara mandiri

- Ps mengatakan luka terasa nyeri saat melakukan aktifitas

DO:

- Ps tampak lemah.

- Ps tampak kesakitan jika melakukan aktivitas.

- Ps terpasang kateter triway no. 22

- Ps terpasang infus RL 20 tpm.

Tindakkan pembedahan

Nyeri

Susah beraktifitas

Intoleransi aktifitas

Intoleransi aktifitas

(35)

C. DAFTAR MASALAH

NO. DIAGNOSA KEPERAWATAN TANGGAL MASALAH PARAF

DITEMUKAN TERATASI

1. Nyeri akut b/d luka post operasi. DS:

- Ps mengatakan nyeri dibagian bekas luka

P : saat ditekan dan beraktivitas Q : seperti ditusuk jarum

R : dibagian abdomen bawah (kandung kemih) luka operasi

S : 5-6

T : intermitten

DO:

- Ps tampak meringis kesakitan

(36)

2. Resiko infeksi b/d kerusakan jaringan efek sekunder dari prosedur

pembedahan. DS:

DO:

- Terdapat luka post operasi pada abdomen bawah.

- Tampak luka insisi post operasi 11-07-2014

- Panjang luka 8-10cm - Jumlah heating 7 jahitan

- Tidak terdapat tanda infeksi (rubor, dolor, kalor, tumor)

- Terpasang drain TTV

TD : 120/80 mmHg RR : 16x/menit N : 80x/menit S : 36,7oC

- Leukosit 6.600mm3/drh

(37)

3. Intoleran aktivitas b/d nyeri akibat luka bekas operasi.

DS:

- Ps mengatakan tidak bisa melakukan aktifitas secara mandiri

- Ps mengatakan luka terasa nyeri saat melakukan aktifitas

DO:

- Ps tampak lemah.

- Ps tampak kesakitan jika melakukan aktivitas.

- Ps terpasang kateter triway no. 22 - Ps terpasang infus RL 20 tpm.

(38)

D. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA

KEPERAWATAN

NOC NIC RASIONAL P

A

- Ps mengatakan nyeri dibagian bekas luka

P : saat ditekan dan beraktivitas

Q : seperti ditusuk jarum R : dibagian abdomen bawah

(kandung kemih) luka operasi.

S : 5-6

T : intermitten

DO:

- Ps tampak meringis kesakitan

Setalah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang dengan kriteria hasil :

- Ds : pasien mengatakan nyeri berkurang dengan skala 1-3 - Do : pasien tampak tenang,

TTV dalam batas normal

Guidance : - Kaji skala nyeri - Kaji TTV setiap 4 jam

Support :

- Berikan posisi yang nyaman untuk klien.

Teaching :

- Ajarkan manajemen nyeri (teknik relaksasi napas dalam dan teknik distraksi).

Dev. Env :

- Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang

Collaboration :

- Berikan analgetik sesuai instruksi dokter (Tramadol 2 x 100 ml)

1. Mengetahui skala nyeri

2. Mengetahui keadaan umum pasien.

3. Memberikan rasa nyamann bagi pasien.

4. Mengalihkan perhatian nyeri.

(39)

6. Analgetik mengurangi rasa nyeri.

2.Resiko infeksi b/d kerusakan jaringan efek sekunder dari prosedur pembedahan ditandai dengan :

DS:

DO:

- Terdapat luka post operasi pada abdomen bawah.

- Tampak luka insisi post operasi 11-07-2014

- Panjang luka 8-10cm

- Jumlah heating 7 jahitan

- Tidak terdapat tanda infeksi (rubor, dolor, kalor, tumor)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam

diharapkaninfeksi tidak terjadi dengan kriteria hasil :

Do : tidak tampak adanya tanda tanda infeksi (rubor, dolor, kalor, tumor)

Leukosit normal 4.000-11.000 S : 36,7 -37,5 0C

Guidance :

- Kaji tanda tanda infeksi - Observasi TTV setiap 6 jam.

Support :

- Ganti balutan setiap hari dengan teknik aseptik dan steril

Teaching :

- Ajarkan pasien dalam menjaga kebersihan pada daerah luka post op.

Dev. Env :

- Ciptakan lingkungan yang bersih. Collaboration :

- Berikan antibiotik sesuai anjuran dokter.

- Kolaborasikan dengan ahli gizi dalam pemberian diit TKTP.

1. Mengetahui adanya tanda infeksi

2. Mengetahui keadaan umum

3. Mencegah adanya infeksi

4. Mengajarkan pasien untuk mempertahankan kondisi balutan luka.

5. Mencegah terjadnya infeksi

(40)

- Terpasang drain - Leukosit 6.600mm3/drh

7. Protein mempercepat proses penyembuhan luka.

3. Intoleran aktivitas b/d nyeri akibat luka bekas operasi, ditandai dengan:

DS:

- Ps mengatakan tidak bisa melakukan aktifitas secara mandiri

- Ps mengatakan luka terasa nyeri saat melakukan aktifitas

DO:

- Ps tampak lemah.

- Ps tampak kesakitan jika melakukan aktivitas.

- Ps terpasang kateter triway no. 22

Ps terpasang infus RL 20 tpm.

Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam diharapkan intoleran aktivitas dengan criteria hasil : - Pasien mengatakan bisa

beraktivitas secara mandiri dan secara perlahan

- Pasien biisa melakukan secara mandiri

Guidance :

- Kaji tanda tanda infeksi - Kaji tingkat aktifitas

Support :

- berikan posisi senyaman mungkin - dekatkan barang yang diperlukan

pasien Teaching :

- ajarkan pasien untuk latihan aktif dan pasif sesuai kondisi

Dev. Env :

- Ciptakan lingkungan yang tenang Collaboration :

- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat yang sesuai

1. Mengetahui keadaan umum pasien

2. Mengetahui tingkat ketergantungan pasien

5. Mencegah kelemahan otot dan merangsang mobilisasi.

6. Memberikan kenyamanan pada pasien.

(41)

E. CATATAN PERKEMBANGAN DAN EVALUASI

NO. DX TANGGAL CATATAN KEPERAWATAN CATATAN PERKEMBANGAN DAN

EVALUASI

2. Mengkaji skala nyeri R/

P : saat ditekan dan beraktivitas

Q : seperti ditusuk jarum

R : dibagian abdomen bawah (kandung kemih) luka operasi

S : 5-6

T : intermitten

3. Megajarkan teknik relaksasi napas dalam. R/ Pasien mengikuti dengan baik.

4. Memberi terapi injeksi sesuai instruksi dokter. R/ Tramadol 1 amp IV.

S : Pasien mengatakan nyeri pada bagian bekas luka operasi dengan skala 5-6 (nyeri sedang).

O : Pasien terlihat meringis kesakitan ketika bagian abdomen ditekan. A : Masalah belum teratasi.

(42)

DX 2. 14 Juli 2014 09.00 10.00

11.00

1. Mengkaji tanda-tanda infeksi.

H/ Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, dolor, kalor, tumor.

2. Memberikan penkes kepada pasien dalam menjaga kebersihan luka bekas operasi. R/ pasien dan keluarga mendengarkan dengan baik.

3. Memberikan terapi injeksi . R/ Cifrofloxacin 500 mg IV.

S : Pasien mengatakan tidak ada rasa gatal, panas, dan sakit.

O : Tidak tampak adanya tanda-tanda infeksi.Pasien terlihat tenang A : Masalah masih resiko.

P : Intervensi 1 dan 3 dilanjutkan.

DX 3. 14 Juli 2014 13.00

13.30

1. Mengkaji tingkat aktifitas pasien.

H/ pasien hanya beraktifitas di tempat tidur. 2. Mengajarkan latihan fisik aktif dan pasif.

R/ pasien mengikuti dengan baik.

(43)

DX 1. 15 Juli 2014

2. Mengkaji skala nyeri R/

P = Saat ditekan dan saat beraktifitas. Q = Seperti ditusuk-tusuk.

R = Di bagian abdomen (luka operasi). S = 4-5 nyeri sedang.

T = intermiten (kadang-kadang).

3. Memberi terapi injeksi sesuai dengan resep dokter.

R/ Tramadol 1 amp IV.

4. Memberikan posisi nyaman bagi pasien. H/ Pasien tampak nyaman.

S : Pasien mengatakan nyeri sedikit berkurang.

O : Pasien tampak lebih tenang. A : Masalah teratasi sebagian. P : Intervensi 1, 2 dan 3 dilanjutkan.

DX 2. 15 Juli 2014 09.00 11.00

08.00

1. Memberikan terapi injeksi . R/ Cifrofloxacin 500 mg IV.

2. Melakukan perawatan luka dengan teknik aseptik dan steril.

H/ perban tambak bersih, tidak terdapat tanda-tanda infeksi.

S : Pasien mengatakan tidak ada rasa gatal, panas dan sakit.

O : Tidak ada tanda-tanda infeksi. A : Masalah masih resiko.

P : Intervensi 1,2 dan 3 dilanjutkan.

DX 3. 15 Juli 2014 13.00

1. Mengkaji tingkat aktifitas pasien.

H/ sebagian aktifitas pasien sudah dapat dilakukan sendiri

S : Pasien mengatakan sebagian aktifitas sudah bisa dilakukan sendiri.

(44)

13.30

2. Mengajarkan latihan fisik aktif dan pasif. R/ pasien mengikuti dengan baik.

dalam melakukan aktifitas. A : Masalah teratasi sebagian . P : Intervensi 1 dan 2 dilanjutkan.

DX 1. 16 Juli 2014 07.30

08.10

08.30

1. Mengkaji TTV

H/ TD : 120/80, N : 80 x/m, RR: 16 x/m, S : 36,5oC

2. Mengkaji skala nyeri R/

P = Saat ditekan dan saat beraktifitas. Q = Seperti ditusuk-tusuk.

R = Di bagian abdomen (luka operasi). S = 1-3 nyeri ringan.

T = intermiten (kadang-kadang).

3. Memberi terapi injeksi sesuai dengan resep dokter.

R/ Tramadol 1 amp IV.

S : Pasien mengatakan nyeri sudah berkurang.

(45)

DX 2. 16 Juli 2014 09.00 11.00

08.00

1. Mengkaji tanda-tanda infeksi.

H/ Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, dolor, kalor, tumor).

2. Memberikan terapi injeksi sesuai dengan anjuran dokter.

R/ Cifrofloxacin 500 mg IV.

3. Melakukan perawatan luka dengan teknik aseptik dan steril.

H/ perban tambak bersih, tidak terdapat tanda-tanda infeksi.

S : Pasien mengatakan tidak ada rasa gatal, panas dan sakit.

O : Tidak terlihat ada tanda-tanda infeksi. A : Masalah masih resiko.

P : Intervensi dihentikan.

- Delegasikan rencana intervensi kepada teman sejawat.

DX 3. 16 Juli 2014 09.00

13.30

1. Mengkaji tingkat aktifitas pasien.

H/ sebagian aktifitas pasien sudah bisa dilakukan secara mandiri.

2. Mengajarkan latihan fisik aktif dan pasif. R/ pasien mengikuti dengan baik.

S : Pasien mengatakan sebagian aktifitas sudah bisa dilakukan sendiri.

(46)

BAB IV PENUTUP

A. Simpulan

Prostat merupakan sebuah kelenjar fibromuskular yang mengelilingi urethra pars prostatica. Semakin tua laki-laki tersebut, memiliki potensi untuk terkena pembesaran prostat atau benign prostat hyperplasia (BPH). Pembesaran akan menyebabkan komplikasi refluks, hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal dan pionefrosis pilonefritis. Biasanya penanganan pasti pada BPH adalah pembedahan dengan cara TURP, TUIP dan prostatektomi terbuka.

B. Saran

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Engram Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.

Brunner dan Suddarth. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Nurarif, Amin Huda, dkk. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC. Yogyakarta: Media Action Publishing.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan belum dilakukannya analisis ekonomi dalam perencanaan investasi   peningkatan kualitas air siap minum pada PDAM Tirta Marta Yogyakarta, perlu dilakukan

Prosedur dalam penelitian ini terdapat empat tahap yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

Terlihat dari hasil yang didapat bahwa lampu akan berkedip tiap satu detik untuk Percobaan II.A.1, dikarenakan pada prosedur Delay() yang digunakan, telah diset

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu, Izin adalah dokumen

[r]

- Peserta Buka Puasa Bersama adalah seluruh karyawan RS AR Bunda Prabumulih - 80% karyawan mengikuti Buka Puasa Bersama kecuali yang sedang berdinas, cuti dan ijin. - Pelaksanaan

 panas (thermal), bahan kimia, elektrik dan radiasi (Wijaya & Putri , 2013) 13) !uka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus !uka bakar adalah

Reklamasi sebagai usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan yang rusak sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan, agar dapat berfungsi secara optimal