BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Implementasi Kurikulum tentang Pedoman Umum Pembelajaran
menjelaskan bahwa kurikulum 2013 menganut pandangan dasar bahwa
pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke peserta didik.
Hal ini menunjukkan bahwa kurikulum 2013 tidak menghendaki guru
menggunakan metode ceramah sebagai satu-satunya metode paling dominan
dalam kegiatan pembelajaran, akan tetapi siswa yang seharusnya
mengkonstruksi sendiri pengetahuan kognitifnya. Dalam hal ini guru berperan
membimbing siswa dalam menemukan dan membangun konsep materinya
sendiri. Selain itu menurut Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi, salah
satu prinsip pembelajaran yang digunakan adalah dari peserta didik diberi
tahu menuju peserta didik mencari tahu dan dari guru sebagai satu-satunya
sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar. Untuk itu
pembelajaran harus berkenaan dengan kesempatan yang diberikan kepada
peserta didik untuk mengkonstruksi pengetahuan dalam proses kognitifnya.
Agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, peserta
didik perlu didorong untuk bekerja memecahkan masalah, menemukan segala
sesuatu untuk dirinya, dan berupaya keras mewujudkan ide-idenya.
Sehingga proses pembelajaran pada satuan pendidikan harus diselenggarakan
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta
didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Dari pemaparan tersebut, peserta didik menjadi subjek dalam
pembelajaran. Peserta didik dituntut memiliki kemampuan untuk secara aktif
mencari, mengolah, mengkonstruksi, dan menggunakan pengetahuannya.
Untuk memfasilitasi hal semacam itu tentunya harus didukung dengan
Perangkat pembelajaran yang digunakan harus direncanakan secara tepat dan
memfasilitasi kebutuhan setiap siswa. Salah satu perangkat pembelajaran
yang dapat memfasilitasi pembelajaran aktif berpusat pada siswa adalah
worksheet (Williams, 2015). Penggunaan worksheet juga dapat mendukung
guru dalam melakukan proses pembelajaran, membantu siswa dalam belajar
dan memahami materi pembelajaran (Depdiknas dalam F. Dhani dan Salmah,
2013). Selain itu, worksheet yang digunakan oleh siswa dapat memberikan
kesempatan untuk belajar mandiri sesuai dengan tugas yang diberikan dan
merupakan salah satu alat terbaik yang dapat digunakan untuk mengaktifkan
dan memaksimalkan belajar siswa (F. Dhani dan Salmah, 2013; Bere, 2014).
Menurut Heuveleun (1991), perangkat pembelajaran lain yang dapat
digunakan untuk mengaktifkan siswa selama pembelajaran adalah
problemsheet. Penggunaan problemsheet memberikan kesempatan kepada
siswa untuk berinteraksi dengan siswa lainnya ketika pembelajaran
berlangsung maupun di luar pembelajaran, serta memudahkan siswa untuk
mendapatkan feedback dari guru. Dari pemaparan tersebut terlihat bahwa
worksheet dan problemsheet merupakan perangkat pembelajaran yang dapat
memfasilitasi siswa belajar secara aktif dan memandu siswa untuk secara
aktif mencari, mengolah, mengkonstruksi, dan menggunakan
pengetahuannya.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di sembilan sekolah
SMA/ MA, diketahui bahwa lima sekolah diantaranya tidak menggunakan
worksheet dan problemsheets untuk kegiatan belajar mengajar di kelas.
Sedangkan tiga sekolah lainnya menggunakan worksheet dan problemsheets
yang dikeluarkan oleh percetakan dan satu sekolah menggunakan worksheet
dan problemsheets yang dikeluarkan oleh percetakan dan membuat worksheet
eksperimen. Dari hasil analisis terhadap worksheet yang digunakan tersebut
ditemukan bahwa 67% worksheet dan problemsheets yang digunakan belum
sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan. Contohnya, pada
worksheet dengan kompetensi dasar 3.9. Menganalisis cara kerja alat optik
lensa, kegiatan pada worksheet tersebut hanya sebatas mengingat, dan
menjelaskan. Belum ada aktivitas yang melatihkan keterampilan menganalisis
dan aktivitas di dalamnya tidak melatih siswa untuk menemukan sendiri
konsep yang dipelajari berdasarkan pengalaman sehari-hari siswa. Worksheet
tersebut hanya memuat ringkasan materi yang dilengkapi dengan latihan soal
dengan tuntutan kognitif tingkat rendah saja. Petunjuk percobaan yang dibuat
oleh guru pada worksheet, langkah kerjanya sudah terurut. Worksheet dan
problemsheet yang digunakan belum dimanfaatkan untuk menciptakan
pembelajaran yang berbasis student center.
Dari uraian tersebut teridentifikasi bahwa worksheet dan problemsheets
yang digunakan belum dibuat dan dipergunakan sebagaimana mestinya.
Padahal, apabila worksheet dan problemsheet dibuat dan dikembangkan
secara baik, maka akan berdampak baik juga terhadap pembelajaran dan
kemampuan siswa seperti yang telah dijabarkan sebelumnya. Oleh karena itu,
telah banyak penelitian terkait pengembangan worksheet (Merdekawati dan
Lestari, 2011; Karsli dan Sahin, 2009; F. Dhany dan Salmah, 2013), dan
penggunaannya dalam pembelajaran pembelajaran (Sharma, 2014; EOS-SEI,
2012; Casteel & Norkawiez, 2006; Otor et al, 2015). Hanya saja,
pengembangan worksheet dan problemsheets tersebut belum
mempertimbangkan modus-modus representasi.
Modus representasi dapat memfasilitasi pengalaman belajar siswa yang
memiliki kecerdasan yang berbeda-beda. Suatu uraian dalam bentuk teks
dalam Fisika akan sulit dipahami tanpa penjelasan dengan menggunakan
persamaan matematika, sehingga hubungan antar modus representasi menjadi
salah satu kunci untuk memahami penjelasan ilmiah (Lemke, 2004).
Dijelaskan lebih lanjut, dalam penelitiannya, Sinaga, Suhandi, dan Liliasari
(2015) menjelaskan bahwa modus representasi digunakan untuk memberikan
instruksi, mengeksplorasi ide-ide dan berkomunikasi, dan digunakan dalam
konteks penulisan suatu bahan ajar untuk membuat suatu tulisan yang
kohesif. Menurut Lemke (dalam Hand, Gunel & Ulu, 2009), Sains tidak
menambahkan bahwa para ilmuwan menggabungkan, menghubungkan, dan
mengintegrasikan teks verbal dengan formula matematika, grafik kuantitatif,
diagram abstrak, peta, gambar, foto, dan sejumlah hal visual lainnya yang
dapat terlihat. Sains menggunakan multimodus representasi sebagai
seperangkat alat budaya yang memfasilitasi siswa untuk 'melakukan',
mengetahui dan memahami Sains. Penggunaan multimodus representasi
dalam bidang Sains telah dilakukan dari waktu ke waktu untuk
mencerminkan sifat Sains. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya
masalah ketidakpahaman budaya dalam menerjemahkan bahasa yang
digunakan, karena kita hanya menggunakan bahasa dari kebudayaan kita
masing-masing. Sehingga untuk mengatasi masalah tersebut terciptalah
multimodus representasi (Michael, 2010). Berdasarkan penjelasan terkait
keunggulan multimodus representasi yang digunakan dalam penulisan suatu
tulisan, maka dalam penelitian ini pengembangan worksheet dan
problemsheet menggunakan multimodus representasi.
Merujuk pada kurikulum 2013 tentang penilaian belajar, penilaian belajar
tidak hanya mengukur tingkat berpikir rendah saja, namun tingkat berpikir
tinggi juga. Menurut Costa (1985), keterampilan berpikir tingkat tinggi
meliputi kemampuan pemecahan masalah, pengambilan keputusan, berpikir
kritis, dan berpikir kreatif. Berpikir kritis mendasari tiga pola berpikir yang
lain (Liliasari, 2009). Artinya, perlu dikuasai lebih dahulu sebelum mencapai
kemampuan yang lainnya. Hal ini ternyata sesuai dengan tujuan
diselenggarakannya pelajaran Fisika di SMA menurut Depdiknas yaitu
sebagai sarana untuk melatih para siswa agar dapat menguasai pengetahuan,
konsep dan prinsip Fisika, kecakapan ilmiah dan keterampilan proses IPA,
keterampilan berpikir kritis dan kreatif (Surata, 2013). Dengan kata lain,
setelah siswa belajar Fisika diharapkan siswa tidak hanya mampu memahami
teori dan prinsip Fisika saja, tetapi dapat menumbuhkan keterampilan berpikir
kritis sebagai bekal dalam menghadapi tantangan abad 21. Pentingnya siswa
memiliki keterampilan berpikir kritis ini didukung juga oleh tuntutan
(SDM) menurut “21st Century Partnership Learning Framework”. Dalam
naskah tesebut dijelaskan bahwa salah satu kompetensi dan/atau keahlian
yang harus dimiliki oleh Sumber Daya Manusia (SDM) di Abad 21 adalah
kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical-Thinking and
Problem Solving Skills) - mampu berfikir secara kritis, lateral, dan sistemis,
terutama dalam konteks pemecahan masalah (Mukminan, 2014). Sejalan
dengan hal tersebut, sudah seharusnya kurikulum Fisika diarahkan untuk
melatihkan dan meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa melalui
pemberian pengalaman belajar yang dapat memfasilitasinya. Menurut
Martomidjojo (2012), salah satu pendekatan terbaik untuk mengembangkan
keterampilan berpikir kritis adalah dengan memberi pertanyaan-pertanyaan,
sambil membimbing siswa mengaitkan pikirannya dengan konsep yang telah
dimiliki sebelumnya.
Namun, berdasarkan hasil studi pendahuluan, proses pembelajaran Fisika
yang dilakukan di lapangan masih banyak berpusat pada guru dan
menggunakan model pembelajaran langsung, yaitu model pembelajaran yang
tidak menuntut siswa untuk memperoleh pengetahuannya sendiri, siswa
langsung diberikan materi, konsep, rumus, tanpa diberikan bimbingan berupa
pertanyaan-pertanyaan atau pemberian fenomena yang terkait dengan materi
yang akan diajarkan. Selain itu, perangkat pembelajaran yang digunakan oleh
guru masih bersifat parsial. Buku siswa, buku guru, worksheet, silabus, RPP,
dan alat evaluasi yang dipergunakan semuanya berdiri sendiri tanpa ada
keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. Worksheet yang digunakan oleh
siswa hanya membuat materi ringkas yang dilengkapi dengan soal-soal
konvensional yang hanya menuntut tagihan kognitif saja. Dalam situasi ini
siswa lebih banyak menunggu instruksi guru dalam pembelajaran sehingga
pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centered) (Kariawan dkk,
2015). Akibatnya, dapat terlihat pada hasil belajar siswa Indonesia di TIMSS.
Pada TIMSS 2011, Indonesia mendapatkan peringkat 40 dari 42 dengan skor
rata-rata 427 dalam dimensi konten sains. Hal ini bukan berita baik untuk
Indonesia untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan
elemen-elemen pendukung lainnya. Selain itu, ditemukan juga temuan lain yaitu
materi alat optik pada tingkat SMA Kelas X tidak diajarkan sebagaimana
mestinya, dua dari lima sekolah mengajarkan materi Alat Optik melalui
penugasan soal-soal kognitif tanpa menjelaskannya terlebih dahulu. Hal ini
dikarenakan, waktu pembelajaran yang tidak mencukupi. Sedangkan tiga
sekolah lainnya menjelaskan materi Alat Optik ini dalam satu pertemuan (
tiga jam pelajaran) melalui metode ceramah. Alasan yang sama pun
diungkapkan oleh beberapa guru Fisika yang mengajar pada sekolah tersebut.
Materi Alat Optik ini dipelajari di akhir semester genap, dimana pada waktu
tersebut guru dan sekolah akan disibukkan dengan persiapan Ujian Sekolah
dan agenda sekolah lainnya. Beberapa siswa mengemukakan bahwa materi
Alat Optik ini adalah salah satu materi yang tergolong sukar untuk dipahami.
Selain itu, menurut mereka, materi Alat Optik ini aalah materi yang
membosankan, dikarenakan tidak ada perbedaan yang mereka rasakan ketika
belajar materi yang serupa pada tingkat pendidikan sebelumnya (sekolah
menengah pertama).
Dari uraian tersebut, terlihat ada kesenjangan antara tujuan pembelajaran
Fisika yang diharapkan dan kompetensi dan/atau keahlian yang harus dimiliki
oleh Sumber Daya Manusia (SDM) di Abad-21, “21st Century Partnership
Learning Framework”, serta pembelajaran Fisika yang ideal, dengan fakta
yang terjadi di lapangan. Sehingga, masalah yang teridentifikasi dari uraian
tersebut yaitu keterampilan berpikir kritis siswa masih belum dilatihkan dan
difasilitasi pada pembelajaran Fisika dan konsep Alat Optik yang tidak
diajarkan sebagaimana mestinya serta persepsi negatif siswa terkait materi
ini.
Berbagai upaya dilakukan untuk dapat memfasilitasi dan meningkatkan
keterampilan berpikir kritis, seperti penggunaan strategi, pendekatan, model
pembelajaran (Afiatun dan Putra, 2015; Mandaelis, dkk, 2014; Simon, 2015;
Thomas, 2011), dan pengembangan perangkat pembelajaran (Kariawan, dkk.,
terbaik untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis adalah dengan
memberi pertanyaan-pertanyaan, sambil membimbing siswa mengaitkan
pikirannya dengan konsep yang telah dimiliki sebelumnya. Sehingga
penggunaan worksheet dan problemsheet menggunakan multimous
representasi dirasa akan sesuai untuk memfasilitasi dan meningkatkan
keterampilan berpikir kritis siwa. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Leslie dan Pelecky (dalam Sharma, 2014) serta Merdekawati
dan Lestari (2011) yang menyatakan bahwa penggunaan worksheet dan
problemsheet dapat merangsang keterampilan berpikir kritis.
Berdasarkan pertimbangan pentingnya siswa memiliki kemampuan
kognitif dan keterampilan berpikir kritis, yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran Fisika serta tuntutan kompetensi yang harus dimiliki di abad 21,
serta pentingnya penggunaan worksheet dan problemsheet yang dapat
mengaktifkan dan memaksimalkan belajar siswa dan dapat melatihkan kedua
kemampuan tersebut serta beragamnya kemampuan dan karakteristik siswa
yang harus difasilitasi oleh guru, maka pada penelitian ini, peneliti akan
melakukan penelitian “Pengembangan worksheet dan problemsheets
berorientasi keterampilan berpikir kritis menggunakan multimodus
representasi untuk pembelajaran Fisika di SMA/MA”. Adapun materi yang
akan digunakan dalam penelitian ini adalah Alat Optik untuk Siswa kelas X
SMA/MA.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, dirumuskan beberapa masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana kesesuaian konten worksheet dan problemsheet berorientasi
keterampilan berpikir kritis yang dikembangkan dengan menggunakan
multimodus representasi dengan tuntutan kurikulum Fisika SMA?
2. Bagaimana kelayakan worksheet dan problemsheet berorientasi
keterampilan berpikir kritis yang dikembangkan dengan menggunakan
3. Bagaimana peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa yang
menggunakan worksheet dan problemsheets berorientasi keterampilan
berpikir kritis yang dikembangkan dengan menggunakan multimodus
representasi?
4. Apakah terdapat perbedaan peningkatan keterampilan berpikir kritis
yang signifikan antara siswa yang menggunakan worksheet dan
problemsheets berorientasi keterampilan berpikir kritis dan siswa yang
menggunakan worksheet dan problemsheets yang diberikan oleh
sekolah?
5. Bagaimana persepsi siswa SMA/MA terhadap penggunaan worksheet
dan problemsheets berorientasi keterampilan berpikir kritis yang
dikembangkan dengan menggunakan multimodus representasi?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menghasilkan worksheet dan problemsheets berorientasi keterampilan
berpikir kritis menggunakan multimodus representasi;
2. Memperoleh gambaran kelayakan worksheet dan problemsheet
berorientasi keterampilan berpikir kritis menggunakan multimodus
representasi;
3. Memperoleh gambaran peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa
yang menggunakan worksheet dan problemsheets berorientasi
keterampilan berpikir kritis menggunakan multimodus representasi dan
siswa yang menggunakan worksheet dan problemsheet dari sekolah;
4. Memperoleh gambaran dampak penggunaan worksheet dan
problemsheet terhadap peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa;
5. Memperoleh gambaran persepsi siswa terhadap penggunaan worksheet
dan problemsheets berorientasi keterampilan berpikir kritis
menggunakan multimodus representasi.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagaimana
mengembangkan bahan ajar berupa worksheet dan problemsheets
berorientasi keterampilan berpikir kritis menggunakan multimodus
representasi dan memberikan contohnya. Adapun manfaat khusus dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat dari segi teori
a. Hasil penelitian berupa worksheet dan problemsheets berorientasi
keterampilan berpikir kritis menggunakan multimodus representasi
dapat dijadikan salah satu alternatif bahan ajar untuk pembelajaran
Fisika.
b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan penelitian lebih lanjut.
c. Sebagai bahan informasi untuk melakukan pengembangan lebih
lanjut mengenai worksheet dan problemsheets berorientasi
keterampilan berpikir kritis menggunakan multimodus representasi.
2. Manfaat dari segi praktik
a. Bagi guru, memberikan alternatif penggunaan bahan ajar berupa
worksheet dan problemsheets berorientasi keterampilan berpikir
kritis menggunakan multimodus representasi sehingga proses
pembelajaran tidak monoton dan lebih menarik bagi siswa. Dan
diharapkan akan berdampak pada kemampuan kognitif dan
keterampilan berpikir siswa.
E. Struktur Organisasi
Pada Bab I berisi uraian tentang pendahuluan. Pendahuluan berisi latar
belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan
penelitian, dan manfaat atau signifikansi penelitian. Bab II berisi tentang
kajian pustaka dan kerangka pemikiran Bab III berisi penjabaran rinci
tentang metode penelitian yaitu metode dan desain penelitian, lokasi dan
sampel penelitian, prosedur penelitian, instrumen penelitian, teknik
pengumpulan data, dan analisis data. Bab IV berisi tentang hasil penelitian