• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user i

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) YANG DILENGKAPI MEDIA PEMBELAJARAN

LABORATORIUM VIRTUAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK KOLOID KELAS XI IPA

SEMESTER GENAP SMA NEGERI 1 KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Skripsi

Oleh: FIAN TOTIANA

NIM K3308080

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA Oktober 2012

(2)

commit to user

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini

Nama : Fian Totiana

NIM : K3308080

Jurusan/Program Studi : PMIPA/Pendidikan Kimia

menyatakan bahwa skripsi saya berjudul “EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) YANG DILENGKAPI MEDIA PEMBELAJARAN LABORATORIUM VIRTUAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK KOLOID KELAS XI IPA SEMESTER GENAP SMA NEGERI 1 KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2011/2012” ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.

Surakarta, Oktober 2012 Yang membuat pernyataan

Fian Totiana K3308080

(3)

commit to user iii

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) YANG DILENGKAPI MEDIA PEMBELAJARAN

LABORATORIUM VIRTUAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK KOLOID KELAS XI IPA

SEMESTER GENAP SMA NEGERI 1 KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Oleh: FIAN TOTIANA

NIM K3308080

Skripsi

ditulis dan diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan

Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA Oktober 2012

(4)

commit to user

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Surakarta, Oktober 2012

Pembimbing I

Elfi Susanti V H, S.Si.,M.Si. NIP. 19721023 199802 2 001

Pembimbing II

Dra. Tri Redjeki, M.S. NIP. 19510601 197603 2 004

(5)

commit to user v

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada:

Hari : Rabu

Tanggal : 17 Oktober 2012

Tim Penguji Skripsi :

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs. Haryono, M.Pd

NIP. 19520423 1976031 002 _______________ Sekretaris : Dr. Mohammad Masykuri, M.Si.

NIP. 19681124 199403 1 001 _______________ Anggota I : Elfi Susanti VH, S.Si.,M.Si

NIP. 19721023 199802 2 001 _______________ Anggota II : Dra. Tri Redjeki, M.S.

NIP. 19510601 197603 2 004 _______________

Disahkan Oleh :

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

a.n. Dekan

Pembantu Dekan I

Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M.Si. NIP. 19660415 199103 1 002

(6)

commit to user ABSTRAK

Fian Totiana. K3308080. EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) DILENGKAPI MEDIA PEMBELAJARAN LABORATORIUM VIRTUAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK KOLOID KELAS XI IPA SEMESTER GENAP SMA N 1 KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2011/2012. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Oktober 2012.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran

Creative Problem Solving (CPS) dilengkapi dengan media pembelajaran

laboratorium virtual terhadap prestasi belajar materi pokok Koloid siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan desain penelitian

Randomized Subjects Posttest Only Control Group Design. Populasi dalam

penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA N 1 Karanganyar tahun pelajaran 2011/2012 sebanyak 5 kelas. Sampel terdiri dari 2 kelas, yaitu kelas eksperimen (model CPS dilengkapi media laboratorium virtual) dan kelas kontrol (model konvensional) yang dipilih secara cluster random sampling. Teknik pengumpulan data prestasi belajar kognitif menggunakan metode tes sedangkan data prestasi belajar afektif siswa menggunakan angket. Teknik analisis data untuk pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji t- pihak kanan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran

Creative Problem Solving dengan media pembelajaran laboratorium virtual efektif

dapat meningkatkan prestasi belajar materi pokok Koloid siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Karanganyar tahun pelajaran 2011/2012 yang dibuktikan dengan harga nilai thitung yaitu 2,85 lebih tinggi dari harga ttabel yaitu 1,67 untuk prestasi

belajar kognitif dan harga nilai thitung yaitu 2,61 lebih tinggi dari harga ttabel yaitu

1,67 untuk prestasi belajar afektif.

Kata kunci : model Creative Problem Solving (CPS), prestasi belajar, laboratorium virtual, koloid

(7)

commit to user vii ABSTRACT

Fian Totiana. K3308080. THE EFFECTIVNESS OF CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) LEARNING MODEL USING VIRTUAL LABORATORY TOWARD STUDENT LEARNING ACHIEVEMENT ON SUBJECT MATTER COLLOID AT XI IPA 2nd SEMESTER OF SMA N 1 KARANGANYAR 2011/2012. Minor Thesis. Surakarta: Teacher Training and Education Faculty Sebelas Maret University, October 2012.

The purpose of this research is to find out the efectivity of creative problem solving (CPS) learning model using virtual laboratory toward learning achievment on subject matter colloid at XI IPA 2nd semester of SMA N 1 Karanganyar 2011/2012.

The research is an experimental research by using Randomized Subjects Posttest Only Control Group Design. The population in this research were students in class XI IPA SMA N 1 Karanganyar 2011/2012 that consist of 5 classes. Sampling method using cluster random sampling technique. The samples were experimental class (CPS model using virtual laboratory) and control class (convensional model). The main data of this research was achievement students learning outcome from cognitive and affective aspect. Cognitive student’s achievement was evaluated by objective test method, while the affective student’s achievement was evaluated by questionnaire test method. The technique of analizing data were used t-test right side.

The result of the research showed that the creative problem solving (CPS) learning model using virtual laboratory was efective could increased the learning achievment on subject matter colloid at XI IPA 2nd semester of SMA N 1 Karanganyar 2011/2012 with value of tobs = 2,85 higher than ttable = 1,67 for

cognitive and value of tobs= 2,61 higher than ttable=1,67 for affective aspect.

Keyword : creative problem solving (CPS) model, learning achievement, virtual laboratory, colloid

(8)

commit to user MOTTO

“Sukses berarti melakukan yang terbaik yang kita bisa dengan apa yang kita miliki. Bukan dengan menginginkan apa yang orang lain miliki”

(Penulis) ”LIFE IS A CHOICE”

(Penulis)

“Dia yang tahu, tidak bicara. Dia yang bicara, tidak tahu” ( Loo Tse )

(9)

commit to user ix

PERSEMBAHAN

Dengan penuh cinta dan perjuangan, karya ini saya persembahkan untuk:  Buniyati (Ibu) dan Kuswanto (Bapak)

Terimakasih atas nasehat, bimbingan, doa dan kasih sayang yang tiada tara  Adikku, Adelia Septy Totiana

Terimakasih atas semangatnya  Mas Prasetyo Dwi Utomo

Terima kasih untuk Kesabaran, nasehat dan semangatnya yang tak pernah lelah  Sahabat-sahabatku di kimia’08

 Keluarga kecilku di Kost Putri Indah  Almamater yang menjadi kebanggaanku

(10)

commit to user KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang memberi ilmu, inspirasi, dan kemuliaan. Atas kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) YANG DILENGKAPI MEDIA PEMBELAJARAN LABORATORIUM VIRTUAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK KOLOID KELAS XI IPA SEMESTER GENAP SMA NEGERI 1 KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2011/2012”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M.Si , selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS yang telah memberikan izin menyusun skripsi ini. 2. Sukarmin, S.Pd., M.Si., Ph.D., selaku Ketua Jurusan P. MIPA FKIP UNS

yang telah memberikan izin menyusun skripsi ini.

3. Dra. Bakti Mulyani, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia FKIP UNS yang telah memberikan izin menyusun skripsi ini.

4. Elfi Susanti VH, S.Si., M.Si., selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, dukungan, kepercayaan, kemudahan dan berbagai masukan yang sangat membantu dalam penulisan skripsi ini dan selaku Pembimbing Akademik yang telah memberi semangat dan bimbingannya bagi penulis selama ini.

5. Dra. Tri Redjeki, M.S., selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, dukungan, kepercayaan, kemudahan dan berbagai masukan yang sangat membantu dalam penulisan skripsi ini.

(11)

commit to user xi

6. Drs. Haryono, M.Pd., selaku penguji skripsi I yang telah memberikan masukan dan saran demi perbaikan penulisan skripsi ini.

7. Dr. Mohammad Masykuri, M.Si., selaku penguji skripsi II yang telah memberikan masukan dan saran demi perbaikan penulisan skripsi ini.

8. Drs. H. Sobirin M., M.Pd., selaku Kepala SMA N 1 Karanganyar yang telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian.

9. Dra. Sri Widayati, M.M. dan Setyowati Adikoyo, ST., selaku guru bidang studi kimia kelas XI IPA SMA N 1 Karanganyar yang telah memberikan kesempatan, kepercayaan, dan bimbingannya selama penulis melakukan penelitian.

10. Siswa-siswi kelas XI IPA 2, XI IPA 3 dan XI IPA 5 SMA N 1 Karanganyar yang telah memberikan respon yang baik dalam pembelajaran.

11. Ibu dan Ayah serta semua keluarga atas doa, semangat dan dukungan yang sangat berlimpah.

12. Teman-teman mahasiswa Kimia UNS seluruh angkatan 2008, kakak tingkat dan adik tingkat.

13. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian maupun penyusunan makalah.

Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah skripsi ini banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi sempurnanya makalah skripsi ini. Penulis berharap semoga makalah skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca ini pada umumnya dan penulis pada khususnya.

Surakarta, Oktober 2012

(12)

commit to user DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERNYATAAN ... ii

HALAMAN PENGAJUAN... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

HALAMAN PENGESAHAN... v

HALAMAN ABSTRAK... vi

HALAMAN MOTTO ... viii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR TABEL... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah... 3

C. Pembatasan Masalah ... 4

D. Perumusan Masalah ... 4

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II LANDASAN TEORI ... 6

A. Tinjauan Pustaka ... 6

1. Efektivitas Pembelajaran ... 6

2. Belajar dan Pembelajaran... 7

3. Model Creative Problem Solving (CPS)... 10

4. Media Pembelajaran... 13

5. Laboratorium Virtual ... 14

(13)

commit to user xiii

7. Materi Koloid... 16

B. Kerangka Berpikir... 32

C. Perumusan Hipotesis... 34

BAB III METODE PENELITIAN... 35

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 35

B. Rancangan Penelitian... 36

1. Variabel Penelitian ... 36

2. Prosedur Penelitian ... 37

C. Populasi dan Sampel ... 37

D. Pengumpulan Data ... 38

E. Instrumen Penelitian... 38

1. Instrumen Pembelajaran ... 38

2. Instrumen Penilaian Kognitif... 38

3. Intrumen Penilaian Afektif... 43

F. Analisis Data ... 45

1. Uji Prasyarat Analisis... 45

a. Uji Normalitas... 45

b. Uji Homogenitas ... 46

c. Uji t- Matching... 48

2. Uji Hipotesis ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 50

A. Pengujian Instrumen... 50

B. Deskripsi Data ... 52

C. Pengujian Persyaratan Analisis... 55

1. Uji Kesetimbangan ... 55

2. Uji Normalitas ... 56

3. Uji Homogenitas... 57

D. Pengujian Hipotesis... 57

1. Uji t-Pihak Kanan Prestasi Belajar Kognitif... 57

(14)

commit to user

E. Pembahasan Hasil Analisis Data... 59

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN... 62

A. Simpulan ... 62

B. Implikasi... 62

C. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 64

(15)

commit to user xv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Perbandingan Sifat Larutan, Koloid, dan Suspensi... 18

Tabel 2.2 Perbandingan Sistem Koloid... 19

Tabel 2.3 Perbandingan Sifat Sol Hidrofil dan Sol Hidrofob ... 27

Tabel 3.1 Alokasi Waktu Penelitian ... 35

Tabel 3.2 Rancangan Penelitian... 36

Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas Isi Instrumen Kognitif dan Afektif... 50

Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas Item Instrumen Kognitif... 50

Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas Item Instrumen Afektif... 51

Tabel 4.4 Hasil Reliabilitas Instrumen Kognitif dan Afektif... 51

Tabel 4.5 Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen Kognitif... 51

Tabel 4.6 Hasil Uji Daya Beda Instrumen Kognitif... 51

Tabel 4.7 Tabel Nilai Rata-Rata Kelas ... 52

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Nilai Kognitif Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 53

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 53

Tabel 4.10 Hasil Uji Kesetimbangan Berdasarkan Nilai Mid Semester Kelas XI IPA 2 dan kelas XI IPA 3 ... 55

Tabel 4.11 Ringkasan Hasil Uji Normalitas Nilai Kognitif... 56

Tabel 4.12 Ringkasan Hasil Uji Normalitas Nilai Afektif... 56

Tabel 4.13 Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Aspek Kognitif dan Afektif Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 57

Tabel 4.14 Rangkuman Hasil Uji-t Pihak Kanan Prestasi Kognitif... 58

(16)

commit to user DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Diagram Komponen Model Creative Problem Solving... 12 Gambar 2.2 Molekul Sabun ... 31 Gambar 4.1 Histogram Perbandingan Prestasi Kognitif

Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 54 Gambar 4.2. Histogram Perbandingan Prestasi Afektif Siswa

(17)

commit to user xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Silabus ... 68

Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Model CPS ... 70

Lampiran 3. Lembar Kerja Siswa Kelas Eksperimen... ... 80

Lampiran 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ... 90

Lampiran 5. Instrumen Kognitif ... 96

Lampiran 6. Instrumen Afektif ... 117

Lampiran 7. Acuan Syarat Pemilihan Kelas ... 124

Lampiran 8. Data Nilai Tes Aspek Kognitif dan Afektif... 137

Lampiran 9. Distribusi Frekuensi Data Prestasi Kognitif ... 138

Lampiran 10. Distribusi Frekuensi Data Prestasi Afektif ... 143

Lampiran 11. Uji Prasyarat Analisis Data Kognitif ... 148

Lampiran 12. Uji Prasyarat Analisis Data Afektif ... 153

Lampiran 13. Uji Hipotesis ... 158

Lampiran 14. Lembar Validasi Isi Panelis... 161

Lampiran 15. Perhitungan Validasi Isi Panelis ... 165

Lampiran 16. Uji Instrumen Kognitif ... 169

Lampiran 17. Uji Instrumen Afektif ... 173

Lampiran 18. Daftar Kelompok untuk Kelas Eksperimen... 178

(18)

commit to user BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam proses pembelajaran, unsur proses belajar memegang peranan yang penting. Unsur proses belajar didalamnya termasuk faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Ngalim Purwanto (2011 : 102) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dibedakan menjadi dua golongan yaitu faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri yang kita sebut faktor individual dan faktor yang ada di luar individu yang kita sebut faktor sosial. Yang termasuk ke dalam faktor individual antara lain : faktor kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi. Sedangkan yang termasuk faktor sosial antara lain faktor keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang dipergunakan dalam belajar-mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia, dan motivasi sosial. Faktor guru dan cara mengajarnya termasuk didalamnya yaitu model pembelajaran.

Menurut Arends dalam Agus Suprijono (2011:46), model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Model pembelajaran sangat mempengaruhi belajar siswa yang nantinya dapat berpengaruh pada prestasi belajar siswa.

Model pembelajaran yang digunakan untuk pembelajaran kimia haruslah tepat. Mata pelajaran kimia merupakan mata pelajaran wajib bagi siswa Sekolah Menengah Atas, khususnya yang mengambil jurusan Ilmu Pengetahuan Alam. Salah satu materi pokok didalamnya yaitu Koloid. Materi Koloid merupakan materi yang penting, karena berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, tetapi siswa hanya dituntut oleh guru untuk sekedar menghafal tanpa menuntut siswa memahami materi tersebut secara mendalam. Dalam materi tersebut terdapat

(19)

commit to user

2

konsep-konsep yang memerlukan pemahaman dan hafalan yang cukup dari siswa seperti pemahaman tentang koloid secara umum, jenis-jenis koloid, sifat-sifat koloid, dan cara-cara pembuatan koloid. Hal ini dapat membuat siswa kurang berminat untuk mempelajarinya.

Pembelajaran materi kimia di SMA Negeri 1 Karanganyar, guru masih menggunakan model konvensional yaitu ceramah dan tanya jawab. Ini akan membuat siswa merasa jenuh dan bosan, sehingga kurang berminat dalam mempelajari materi kimia yang mengakibatkan prestasi rendah. Berdasarkan data nilai ulangan harian materi koloid siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Karanganyar Tahun Ajaran 2010/2011, ada 33% siswa belum mencapai ketuntasan atau mendapatkan nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 75.

Ada banyak faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan belajar, salah satunya yaitu penggunaan model pembelajaran. Variasi model pembelajaran yang mungkin dapat diterapkan untuk mengatasi masalah tersebut yaitu model pembelajaran pemecahan masalah secara kreatif (Creative Problem Solving

Models) yang merupakan variasi dari pembelajaran Problem Solving dengan

pemecahan masalah melalui teknik sistematis dalam mengorganisasikan gagasan kreatif untuk menyelesaikan masalah. Creative Problem Solving (CPS) adalah suatu proses, metode, atau sistem untuk mendekati suatu masalah didalam suatu jalan imaginatif dan menghasilkan tindakan efektif (William E. Mitchel and Thomas F. Kowalik, 1999:4).

Dengan pendekatan pemecahan masalah, menekankan agar pengajaran memberikan kemampuan bagaimana cara memecahkan masalah yang objektif dan tahu benar apa yang dihadapi. Kesimpulan yang secara mendasar dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Karena sepanjang orang itu hidup, ia akan dihadapkan pada masalah (Mulyati Arifin, 1995:100). Ketika dihadapkan dengan situasi pertanyaan, siswa dapat melakukan ketrampilan memecahkan masalah untuk memilih dan mengembangkan tanggapannya. Tidak hanya dengan cara menghafal tanpa dipikir, ketrampilan memecahkan masalah memperluas proses berpikir.

(20)

Untuk menciptakan pembelajaran yang menarik bagi siswa diperlukan media pembelajaran yang inovatif. Dalam arti sempit, media pengajaran hanya meliputi media yang dapat digunakan secara efektif dalam proses pengajaran yang terencana, sedangkan dalam artian luas, media tidak hanya meliputi media komunikasi elektronik yang kompleks, tetapi juga mencakup alat-alat sederhana seperti slide, fotografi, diagram, dan bagan buatan guru, objek-objek nyata serta kunjungan ke luar sekolah (Oemar Hamalik, 2003:202).

Salah satu media pembelajaran yaitu laboratorium virtual. Laboratorium

virtual merupakan suatu media berbasis komputer yang berisi simulasi kegiatan di

laboratorium kimia. Laboratorium virtual dibuat untuk menggambarkan reaksi-reaksi yang mungkin tidak dapat terlihat pada keadaan nyata. Kelebihan dalam penggunaan laboratorium virtual adalah siswa dapat mengumpulkan data dengan cepat dalam situasi apapun, selain itu siswa juga dapat melakukan eksperimen dengan aman apabila eksperimen yang sebenarnya berbahaya. Penggunaan laboratorium virtual juga lebih murah bila dibandingkan dengan eksperimen pada laboratorium real yang memerlukan alat dan bahan yang relatif mahal.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu diketahui pengaruh model pembelajaran Creative Problem Solving yang dilengkapi media laboratorium

virtual terhadap prestasi belajar siswa pada materi pokok koloid terhadap

prestasi belajar siswa. Untuk itu dilakukan penelitian yang berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran Creative Problem Solving Dilengkapi dengan Media Pembelajaran Laboratorium Virtual terhadap Prestasi Belajar Siswa pada Materi Koloid Kelas XI IPA Semester Genap SMA Negeri 1 Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut :

1. Model pembelajaran yang digunakan oleh guru adalah model konvensional sehingga siswa kurang berperan aktif dalam proses pembelajaran.

(21)

commit to user

4

2. Siswa dituntut dapat menguasai kompetensi yaitu dengan mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk tiap kompetensi dasar yang diharapakan. Kenyataannya menunjukkan masih banyak siswa yang belum dapat mencapai kriteria ketuntasan tersebut.

3. Penggunaan model pembelajaran yang lebih menarik kemungkinan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

4. Penggunaan media pembelajaran masih jarang dilakukan.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas agar penelitian lebih terfokus dan terarah, maka diperlukan pembatasan masalah sebagai berikut :

1. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas XI IPA SMA Negeri 1 Karanganyar tahun pelajaran 2011/2012.

2. Model Pembelajaran

Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian adalah model pembelajaran Creative Problem Solving dilengkapi dengan media pembelajaran laboratorium virtual.

3. Materi Pelajaran

Materi pelajaran kimia dalam penelitian ini adalah pokok bahasan koloid. 4. Prestasi Belajar

Prestasi belajar dalam penelitian ini meliputi aspek kognitif dan afektif.

5. Pembelajaran efektif bila prestasi belajar kognitif dan afektif model Creative

Problem Solving lebih tinggi dari pada model konvensional.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

“Apakah penggunaan model pembelajaran Creative Problem Solving dilengkapi dengan media pembelajaran laboratorium virtual efektif dapat meningkatkan

(22)

prestasi belajar materi pokok koloid siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Karanganyar tahun pelajaran 2011/2012?”

E. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah:

“Mengetahui efektivitas penggunaan model pembelajaran Creative Problem

Solving dilengkapi dengan media pembelajaran laboratorium virtual terhadap

prestasi belajar materi pokok koloid siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Karanganyar tahun pelajaran 2011/2012.”

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat teoritis

Secara teoritis penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai efektivitas penggunaan model pembelajaran Creative Problem Solving dilengkapi media laboratorium virtual terhadap prestasi belajar siswa pada materi pokok koloid.

2. Manfaat praktis

a. Memberikan masukan kepada guru bidang studi kimia dalam pemilihan model dan media pembelajaran yang diharapkan dapat memperbaiki dan meningkatkan kreatifitas, keaktifan dan, prestasi belajar siswa.

b. Memberikan bantuan kepada siswa sebagai usaha peningkatan hasil belajar kimia khususnya materi pokok koloid.

c. Memberikan bahan pemikiran bagi pengelola pendidikan bahwa perlu adanya inovasi dalam pembelajaran untuk menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas.

d. Sebagai bahan referensi bagi peneliti yang akan mengadakan penelitian lanjutan berkaitan dengan penelitian ini.

(23)

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Efektivitas Pembelajaran

Efektivitas berasal dari kata dasar efektif. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia efektif berarti ada pengaruhnya, ada akibatnya, ada efeknya, dapat membuahkan hasil (Em Zul Fajri dan Ratu Aprilia Senja : 269). Sadiman dalam Trianto (2010:20) mengemukakan “Keefektifan pembelajaran adalah hasil guna yang diperoleh setelah pelaksanaan proses belajar mengajar”. Menurut Tim Pembina Mata Kuliah Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya dalam Trianto, Efisiensi dan keefektifan mengajar dalam proses interaksi belajar yang baik adalah segala daya upaya guru untuk membantu para siswa agar bias belajar dengan baik. Untuk mengetahui keefektifan mengajar, dengan memberikan tes, sebab hasil tes dapat dipakai untuk mengevaluasi berbagai aspek proses pengajaran.

Suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila memenuhi persyaratan utama keefektifan pengajaran, yaitu :

a. Presentasi waktu belajar siswa yang tinggi dicurahkan terhadap KBM; b. Rata-rata perilaku melaksanakan tugas yang tinggi diantara siswa;

c. Ketetapan antara kandungan materi ajaran dengan kemampuan siswa (orientasi keberhasilan belajar) diutamakan; dan

d. Mengembangkan suasana belajar yang akrab dan positif, mengembangkan struktur kelas yang mendukung butir b, tanpa mengabaikan butir d, (Sasmito dalam Trianto, 2010: 20)

Efektivitas pengajaran dapat diukur dengan tiga cara yaitu:

a. Pendekatan analisis, penelitian menentukan standar minimal yang dapat dicapai siswa.

b. Pendekatan deskriptif, memberi tahu kepada evaluator tentang tingkat keberhasilan yang dicapai siswa dalam belajarnya.

(24)

c. Pendekatan eksperimen, dengan cara membandingkan dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan catatan kondisi kedua kelompok yang tidak berbeda ( Gilbert Sax dalam Suharsimi, 2002:160).

Dalam pembelajaran guru dituntut harus memiliki pengetahuan bidang studi yang cukup, mengetahui cara mengajar yang efektif dan efisien, memiliki sifat terbuka, agar proses belajar mengajar pada diri siswa dapat berlangsung serta dapat mengatur kondisi ruang kelas dan laboratorium yang memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar.

2. Belajar dan Pembelajaran a. Pengertian Belajar

Beberapa ahli telah menyusun definisi belajar menurut sudut pandang masing- masing, antara lain sebagai berikut:

1) Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2010:2).

2) Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman (Oemar Hamalik, 2003:154).

3) Belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu (Abdillah dalam Aunurrahman, 2009:35). Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu bentuk proses usaha individu yang menghasilkan perubahan tingkah laku melalui latihan dan pengalaman yang mencakup berbagai aspek (aspek kognitif, afektif dan psikomotorik) dalam interaksinya dengan lingkungan.

Unsur-unsur yang terkait dalam proses belajar terdiri dari (1) motivasi siswa, (2) bahan belajar, (3) alat bantu belajar, (4) suasana belajar, (5) kondisi subyek yang belajar. Kelima unsur inilah yang bersifat dinamis itu, yang sering

(25)

commit to user

8

berubah, menguat atau melemah, dan yang mempengaruhi proses belajar tersebut (Oemar Hamalik, 2011:50).

b. Pengertian Pembelajaran

Menurut Alvin W. Howard dalam Slameto (2010: 32), pembelajaran adalah suatu aktivitas untuk mencoba menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan, mengubah atau mengembangkan keterampilan, sikap, cita-cita, penghargaan, dan pengetahuan. Murshell dalam Slameto (2010: 33) mengemukakan bahwa pembelajaran digambarkan sebagai “mengorganisasikan belajar”, sehingga dengan mengorganisasikan itu, belajar menjadi berarti atau bermakna bagi siswa. Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran (Oemar Hamalik, 2011:57).

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu usaha sadar dari pengajar untuk membuat siswa belajar yaitu dengan terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Peran guru dalam pembelajaran yaitu membuat desain instruksional, menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar, bertindak mengajar atau membelajarkan, mengevaluasi hasil belajar yang berupa dampak pengajaran. Peran siswa adalah bertindak belajar, yaitu mengalami proses belajar, mencapai hasil belajar, dan menggunakan hasil belajar yang digolongkan sebagai dampak pengiring. Dengan belajar maka kemampuan mental semakin meningkat. Hal itu sesuai dengan perkembangan siswa yang beremansipasi diri sehingga ia menjadi utuh dan mandiri (Winkle dkk dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006:5).

c. Teori-teori belajar

1) Teori Belajar Kontruktivisme

Teori kontruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan,

(26)

commit to user

mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.

Menurut teori kontruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan didalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar (Nur dalam Trianto, 2010:28).

2) Teori Perkembangan Kognitif Piaget

Menurut teori Piaget dalam Trianto (2010:29) , setiap individu pada saat tumbuh mulai dari bayi yang baru dilahirkan sampai menginjak usia dewasa mengalami empat tingkat perkembangan kognitif yaitu sensorimotor (lahir - 2 tahun), praoperasional (2 – 7 tahun), operasi konkret (7 – 11 tahun), operasi formal (11 tahun – dewasa).

Sesuai dengan teori tersebut, obyek dari penelitian ini adalah siswa SMA yang termasuk dalam kategori tahap operasi formal dimana siswa mulai dapat memecahkan masalah-masalah dengan eksperimentasi sitematis. Materi pembelajaran yang terkadang bersifat abstrak menuntut siswa berpikir kreatif dan logis.

3) Teori Belajar Bermakna David Ausubel

Inti dari teori Ausubel tentang belajar adalah belajar bermakna. Belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Dengan demikian agar terjadi belajar bermakna, konsep baru atau informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa. Berdasarkan teori Ausubel, dalam membantu siswa menanamkan pengetahuan baru dari suatu materi, sangat diperlukan konsep-konsep awal yang sudah dimiliki siswa yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari. Sehingga jika dikaitkan dengan model pembelajaran masalah, dimana siswa mampu mengerjakan permasalahan

(27)

commit to user

10

sebelumnya untuk suatu penyelesaian nyata dari permasalahan nyata (Trianto, 2010:37-38).

4) Teori Penemuan Bruner

Bruner menganggap, bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya member hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna (Dahar dalam Trianto, 2010:38).

Bruner menyarankan agar siswa-siswa hendaknya belajar melalui partisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prisip-prinsip itu sendiri.

3. Model Creative Problem Solving

Model pembelajaran ini disebut juga dengan model pembelajaran pemecahan masalah secara kreatif (Creative Problem Solving Models). Model ini merupakan variasi dari pembelajaran Problem Solving dengan pemecahan masalah melalui teknik sistematis dalam mengorganisasikan gagasan kreatif untuk menyelesaikan masalah.

Menurut John Dewey dalam Mulyati Arifin (1995:99), masalah adalah sesuatu yang diragukan atau sesuatu yang belum pasti. Menurut pendapatnya masalah yang perlu dikemukakan memiliki 2 kriteria :

1) Masalah yang dipelajari harus sesuatu yang penting untuk masyarakat dan perkembangan kebudayaan

2) Masalah yang dipelajari adalah sesuatu yang penting dan relevan dengan permasalahan yang dihadapi siswa.

Dengan pendekatan pemecahan masalah, menekankan agar pengajaran memberikan kemampuan bagaimana cara memecahkan masalah yang objektif dan tahu benar apa yang dihadapi. Kesimpulan yang secara mendasar dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.

(28)

Menurut Isaksen, Dorval & Treffinger dalam jurnal On The Conceptual Foundation of Creative Problem Solving : A Response to Magyari-Beck, CPS merupakan kerangka metodologis yang dirancang untuk membantu pemecah masalah dengan menggunakan kreativitas untuk mencapai tujuan, mengatasi hambatan dan meningkatkan kinerja kreatif. Model Creative Problem Solving (CPS) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan kreatifitas.

Menurut William E. Mitchel and Thomas F. Kowalik (1999:4) Creative

Problem Solving terdiri dari 3 suku kata yaitu :

1) Creative, berarti suatu gagasan yang mempunyai suatu unsur corak baru atau keunikan, menciptakan solusi, dan juga mempunyai kaitan nilai. 2) Problem, yaitu situasi dimana dihadapkan pada tantangan, kesempatan dan

perhatian.

3) Solving, yaitu jalan pemikiran untuk menjawab, menemukan dan memecahkan masalah.

Ada banyak kegiatan yang melibatkan kreatifitas dalam pemecahan masalah seperti riset dokumen, pengamatan terhadap lingkungan sekitar, kegiatan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, dan penulisan yang kreatif. Dengan

Creative Problem Solving, siswa dapat memilih dan mengembangkan ide dan

pemikirannya. Berbeda dengan hafalan yang sedikit menggunakan pemikiran,

Creative Problem Solving memperluas proses berpikir.

Treffinger and his colleagues dalam jurnal An Instructional Model with an Online Support System for Creative Problem Solving (Cheolil Lim, Kyungsun Park and Miyoung Hong, 2010) mengatakan :

A CPS model with four components, which can be classified into two major categories: a management component and a process component. The management component consists of 'Planning Your Approach', containing two stages of 'Appraising Tasks' and 'Designing Process'. This management component serves as an operating system to guide the application of the three process components, 'Understanding the Challenge', 'Generating Ideas', and 'Preparing for Action'. These process components are composed of six specific stages, during which creative and critical thinking abilities are used in harmony. The followings are those six

(29)

commit to user stages: 'Constructi

'Generating Ideas', 'Developing Solutions', and 'Building Acceptance' Komponen model

Gambar 2.1. Diagram Menurut Pepkins

Problem Solving, terdiri dari langkah

1) Klasifikasi masalah

Klasifikasi masalah meliputi pemberian penjelasan kepada siswa tentang masalah yang diajukan agar siswa dapat

seperti apa yang diharapkan. 2) Pengungkapan Pendapat

Pada tahap ini dibebaskan untuk mengungkapkan pendapat tentang berbagai macam strategi penyelesaian masalah.

3) Evaluasi dan Pemilihan

Pada tahap eveluasi dan pemilihan ini, pendapat atau strategi

masalah. 4) Implementasi

Pada tahap ini siswa menentukan strategi mana yang dapat diambil untuk menyelesaikan masalah.

CPS

komponen manajemen

komponen

stages: 'Constructing Opportunities', 'Exploring Data', 'Framing Problems', 'Generating Ideas', 'Developing Solutions', and 'Building Acceptance' Komponen model Creative Problem Solving yaitu :

1. Diagram Komponen Model Creative Problem Solving. Pepkins, Adapun proses dari metode pembelajaran

terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut : Klasifikasi masalah

Klasifikasi masalah meliputi pemberian penjelasan kepada siswa tentang masalah yang diajukan agar siswa dapat memahami tentang penyelesaian seperti apa yang diharapkan.

Pengungkapan Pendapat

Pada tahap ini dibebaskan untuk mengungkapkan pendapat tentang berbagai macam strategi penyelesaian masalah.

Evaluasi dan Pemilihan

Pada tahap eveluasi dan pemilihan ini, setiap kelompok mendiskusikan pendapat atau strategi-strategi mana yang cocok untuk menyelesaikan

Pada tahap ini siswa menentukan strategi mana yang dapat diambil untuk menyelesaikan masalah.

komponen

manajemen perencanaan pendekatan

merancang proses komponen proses memahami tantangan menghasilkan gagasan persiapan kegiatan 12

ng Opportunities', 'Exploring Data', 'Framing Problems', 'Generating Ideas', 'Developing Solutions', and 'Building Acceptance'.

Creative Problem Solving.

, Adapun proses dari metode pembelajaran Creative

Klasifikasi masalah meliputi pemberian penjelasan kepada siswa tentang memahami tentang penyelesaian

Pada tahap ini dibebaskan untuk mengungkapkan pendapat tentang berbagai

setiap kelompok mendiskusikan strategi mana yang cocok untuk menyelesaikan

Pada tahap ini siswa menentukan strategi mana yang dapat diambil untuk

menilai tugas

(30)

Adapun keunggulan dari model pembelajaran Creative Problem Solving adalah sebagai berikut :

1) Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan 2) Berfikir dan bertindak kreatif

3) Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis 4) Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan 5) Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan 6) Merangsang perkembangan (Apriningrum, 2010:9).

4. Media pembelajaran

Proses belajar mengajar adalah proses komunikasi, proses penyampaian pesan antara guru dan siswa yang berupa suatu materi pengajaran yang berupa simbol-simbol komunikasi baik verbal maupun nonverbal. Tetapi yang sering dilakukan guru adalah menggunakan kata-kata (ceramah) dalam pembelajarannya, akibatnya siswa kurang memahami apa materi yang diajarkan dan kadang merasa jenuh. Ini juga dapat membuat siswa menjadi pasif.

Menurut Heinich et.al dalam Daryanto (2011:4) “Kata media merupakan bentuk jamak dari kata medium. Medium dapat didefinisikan sebagai perantara atau pengantar terjadinya komunikasi dari pengirim menuju penerima”. Oleh karena itu media pembelajaran dapat diartikan sebagai sarana pengantara dalam proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran , media memiliki fungsi sebagai pembawa informasi dari guru ke siswa.

Berdasarkan kegunaannya media dapat dibedakan menjadi dua, yaitu media yang dipakai sebagai alat bantu mengajar disebut dependent media dan media belajar yang dapat digunakan oleh siswa dalam kegiatan belajar mandiri, disebut independent media (Basuki Wibawa dan Farida Mukti, 2001: 13).

Secara khusus media pengajaran digunakan dengan tujuan sebagai berikut: 1) Memberikan kemudahan kepada peserta didik untuk lebih memahami konsep,

prinsip, sikap, dan keterampilan tertentu dengan menggunakan media yang paling tepat menurut karakteristik bahan,

(31)

commit to user

14

2) Memberikan pengalaman belajar yang berbeda dan bervariasi sehingga lebih merangsang minat peserta didik untuk belajar,

3) Menumbuhkan sikap dan keterampilan tertentu dalam teknologi karena peserta didik tertarik untuk menggunakan waktu mengoperasikan media tertentu,

4) Mencipakan situasi belajar yang tidak dapat dilupakan peserta didik. Secara umum media berfungsi sebagai :

a) Alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif b) Bagian integral dari keseluruhan situasi mengajar

c) Meletakkan dasar-dasar yang kongkrit dari konsep yang abstrak sehingga dapat mengurangi pemahaman yang bersifat verbalisme,

d) Membangkitkan motivasi belajar peserta didik e) Mempertinggi mutu belajar mengajar

(Mulyati Sumantri dan Johar Permana, 2001:153-154) 5. Laboratorium Virtual

Laboratorium virtual merupakan laboratorium dengan alat dan bahan yang digunakan untuk praktikum berupa seperangkat komputer lengkap dengan program aplikasi (software) yang dirancang khusus untuk kegiatan eksperimen. Aplikasi ini berisi animasi-animasi alat, bahan, dan desain interaktif untuk kegiatan eksperimen (Sari, 2011:23).

Kelebihan dalam penggunaan laboratorium virtual adalah siswa dapat mengumpulkan data dengan cepat dalam situasi apapun, selain itu siswa juga dapat melakukan eksperimen dengan aman apabila eksperimen yang sebenarnya berbahaya. Penggunaan laboratorium virtual juga lebih murah bila dibandingkan dengan ekperimen pada laboratorium real yang memerlukan alat dan bahan yang relatif mahal. Kekurangan dalam penggunaan laboratorium virtual adalah siswa kurang mendapat keterampilan teknis (keterampilan olah tangan) seperti di laboratorium real (Sari , 2011:24)

Menurut Tuysuz (2010:48), penggunaan laboratorium virtual dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan memberikan dampak positif bagi sikap siswa tentang materi kimia. Selain itu laboratorium virtual juga memiliki

(32)

kelebihan antara lain menghemat waktu dan dapat digunakan apabila sekolah kekurangan guru untuk mengawasi percobaan.

6. Prestasi belajar

Hasil belajar yang didapat di sekolah sering juga disebut dengan prestasi belajar, yaitu hasil yang dicapai oleh siswa selama mengikuti proses belajar mengajar. Hal ini akan memberikan masukan bagi pengajar untuk mengetahui seberapa banyak siswa mampu menguasai materi selama proses belajar tersebut berlangsung.

Prestasi belajar dapat diketahui dari hasil pengukuran dan penilaian dengan menggunakan alat ukur, baik yang berupa tes maupun nontes. Prestasi belajar dapat digunakan untuk mengetahui seberapa jauh kompetensi pelajaran yang dapat dikuasai siswa.

Menurut Nana Sudjana (2006: 22), hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Gagne dalam Nana Sudjana, membagi lima kategori hasil belajar, yakni : a. informasi verbal, b. ketrampilan intelektual, c. strategi kognitif, d. sikap, dan e. keterampilan motoris. Sedangkan menurut Benyamin Bloom dalam Nana Sudjana membagi hasil belajar menjadai tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif , dan psikomotorik.

Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, análisis, síntesis, dan evaluasi.Ada enam aspek ranah psikomotorik yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perceptual, ketepatan, gerakan keterampilan kompleks dan gerakan ekspresif dan interpretatif. Menurut Depdiknas (2003,7) ada 5 (lima) tipe karakteristik afektif yang penting yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral.

Berhasil atau tidaknya belajar, tergantung pada bermacam-macam faktor yang mempegaruhi prestasi belajar. Adapun faktor yang mempengaruhi prestasi belajar menurut Ngalim Purwanto (2011: 102) dibedakan menjadi dua golongan,

(33)

commit to user

16

yaitu:

1) Faktor yang ada dalam diri organisme itu sendiri yang disebut faktor individual atau faktor internal, seperti kondisi psikologis, minat, kecerdasan (intelegensi), bakat, dan faktor pribadi lainnya.

2) Faktor yang ada di luar individu yang disebut faktor sosial atau faktor eksternal, yaitu keluarga, strategi pembelajaran guru, metode mengajar, serta faktor lain.

7. Materi Koloid Menurut KTSP

Sistem koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaannya terletak antara larutan dan suspensi (campuran kasar). Contohnya yaitu lem, jeli, dan santan. Nama koloid diberikan oleh Thomas Graham pada tahun 1861. Istilah itu berasal dari bahasa Yunani, yaitu “kolla” dan “oid”. Kola berarti lem, sedangkan

oid berarti seperti. Dalam hal ini, yang dikaitkan dengan lem adalah sifat

difusinya, sebab sistem koloid mempunyai nilai difusi yang rendah, seperti lem. Larutan biasa, misalnya larutan garam, yang mempunyai nilai difusi lebuh besar disebut kristaloid. Koloid mempunyai nilai difusi yang rendah karena partikelnya berukuran lebuh besar daripada molekul, yaitu berukuran maksimum 1 mikrometer.

Sistem koloid perlu dipelajari karena berkaitan erat dengan hidup dan kehidupan kita sehari-hari. Cairan tubuh, seperti darah, adalah sistem koloid. Bahan makanan, seperti susu, keju, nasi, dan roti adalah sistem koloid. Cat, berbagai jenis obat, bahan kosmetik, dan tanah pertanian, juga merupakan sistem koloid.

Dalam bab ini akan dibahas tentang pengertian, penggolongan dan sifat-sifat koloid, penerapan sifat-sifat koloid dalam pengolahan air bersih, serta pembuatan koloid. Juga akan dibahas tentang polusi udara yang disebabkan oleh koloid. a. Sistem Koloid

1) Pengertian Sistem Koloid

Seperti telah disebutkan di atas, koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaannya antara larutan dan suspensi. Koloid merupakan sistem heterogen, dimana suatu zat “didispersikan” ke dalam suat media yang homogen. Ukuran zat

(34)

commit to user

yang didispersikan berkisar dari satu nanometer (nm) sampai satu mikrometer (µm).

Untuk memahami sistem koloid, marilah kita membandingkan tiga jenis campuran berikut, yaitu campuran gula dengan air, campura tepung terigu dengan air, dan campuran susu dengan air.

Apabila kita campurkan gula dengan air, ternyata gula larut dan diperoleh

larutan gula. Di dalam larutan, zat terlarut tersebar dalam bentuk partikel yang

sangat kecil, sehingga tidak dapat dibedakan lagi dari mediumnya walaupun menggunakan mikroskop ultra. Larutan bersifat kontinu dan merupakan sistem satu fase (homogen). Ukuran partikel zat terlarut kurang dari 1 nm (1 nm = 10-9 m). Larutan bersifat stabil (tidak memisah) dan tidak dapat disaring.

Di lain pihak, jika kita mencampurkan tepung terigu dengan air, ternyata tepung terigu tidak larut. Walaupun campuran ini diaduk, lambat laun tepung terigu akan memisah (mengalami sedimentasi). Campuran seperti ini disebut

suspensi. Suspensi bersifat heterogen, tidak kontinu, sehingga marupakan sistem

dau fase. Ukuran pertikel tersuspensi lebih besar dari 100 nm. Suspensi dapat dipisahkan dengan peyaringan.

Selanjutnya, jika kita campurkan susu (misalnya, susu instan) dengan air, ternyata susu “larut” tetapi “larutan” itu tidak bening melainkan keruh. Jika didiamkan, campuran itu tidak memisah juga tidak dapat dipisahkan dengan penyaringan (hasil penyaringan tetap keruh). Secara makroskopis campuran ini tampak homogen. Akan tetapi, jika diamati dengan mikroskop ultra ternyata masih dapat dibedakan partikel-partikel lemak susu tersebar di dalam air. Campuran seperti inilah yang disebut koloid. Ukuran partikel koloid berkisar antara 1 nm – 100 nm. Jadi, koloid tergolog campuran heterogen dan merupakan sistem dua fase. Zat yang didispersikan disebut fase terdispersi, sedangkan medium yang digunakan untuk mendispersikan zat disebut medium dispersi. Fase terdispersi bersifat diskontinu (terputus-putus), sedangkan medium dispersi bersifat kontinu. Pada campuran susu dengan air, fase terdispersi adalah lemak, sedangkan medium dispersinya adalah air. Perbandingan sifat antara larutan,

(35)

commit to user

18

Tabel 2.1. Perbandingan Sifat Larutan, Koloid, dan Suspensi Larutan (Dispersi Molekuler) Koloid (Dispersi Koloid) Suspensi (Dispersi Kasar) Contoh: Larutan gula

dalam air

Contoh: Campuran susu

dengan air

Contoh: Campuran

tepung terigu dengan air

1) Homogen tak dapat dibedakan walaupun menggunakan

mikroskop ultra

2) Semua partikelnya berdimensi (panjang, labar, atau tebal) kurang dari 1 nm 3) Satu fase

4) Stabil

5) Tidak dapat disaring

1) Secara makroskopis bersifat homogen tetapi heterogen jika diamati dengan mikroskop ultra 2) Partikelnya berdimensi antara 1 nm sampai 100 nm 3) Dua fase

4) Pada umumnya stabil 5) Tidak dapat disaring

kecuali dengan penyaring ultra

1) Heterogen

2) Salah satu atau semua dimensi partikelnya lebih besar dari 100 nm

3) Dua fase 4) Tidak stabil 5) Dapat disaring

Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat menemukan campuran yang tergolong larutan, koloid, dan suspensi.

Contoh larutan : larutan gula, larutan garam, spiritus, alcohol 70%, larutan cuka, air laut, udara yang bersih, dan bensin.

Contoh koloid : sabun, susu, santan, jeli, mentega, dan mayonnaise.

Contoh suspensi : air sungai yang keruh, campuran air dengan pasir, campuran kopi dengan air, dan campuran minyak dengan air.

Adakalanya suatu campuran mengandung zat terlarut dan koloid atau zat terlarut dan suspensi sekaligus. Air sungai, sebagai contoh, mengandung pasir dan berbagai partikel kasar yang lain. Jika air sungai disaring, biasanya masih mengandung partikel koloid selain zat-zat terlarut. Demikian juga halnya dengan

(36)

commit to user

udara, udara yang bersih merupakan larutan dari berbagai jenis gas. Akan tetapi, pada umumnya udara mengandung partikel koloid berupa debu, asap, atau kabut.

2) Jenis-Jenis Koloid

Pada awal bab telah disebutkan bahwa sistem koloid terdiri atas dua fase, yaitu fase terdispersi dan fase pendispersi (medium dispersi). Penggolongan sistem koloid didasarkan pada jenis fase terdispersi dan fase pendispersinya.

Koloid yang fase terdispersinya padat disebut sol. Jadi, ada tiga jenis sol, yaitu sol padat (padat dalam padat), sol cair (padat dalam cair), dan sol gas (padat dalam gas). Istilah sol biasa digunakan untuk menyatakan sol cair, sedangkan sol gas lebih dikenal sebagai aerosol (aerosol padat). Koloid yang fase terdispersinya cair disebut emulsi. Emulsi juga ada tiga jenis, yaitu emulsi padat (cair dalam padat), emulsi cair (cair dalam cair), dan emulsi gas (cair dalam gas). Istilah emulsi biasa digunakan untuk menyatakan emulsi cair, sedangkan emulsi gas lebih dikenal dengan nama aerosol (aerosol cair). Koloid yang fase terdispersinya gas disebut buih. Hanya ada dua jenis buih, yaitu buih padat dan buih cair. Campuran antara gas dengan gas selalu bersifat homogen, jadi merupakan larutan, bukan koloid. Istilah buih biasa digunakan untuk menyatakan buih cair. Dengan demikian ada 8 jenis koloid, seperti yang tercantum dalam Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Perbandingan Sistem Koloid

No. Fase Terdispersi Fase Pendispersi Nama Contoh 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Padat Padat Padat Cair Cair Cair Gas Gas Cair Padat Gas Cair Padat Cair Aerosol Sol Sol padat Aerosol Emulsi Emulsi padat Buih

Asap (smoke), debu di udara Sol emas, sol belerang, tinta, cat Gelas berwarna, intan hitam Kebut (fog) dan awan Susu, santan, minyak ikan Jeli, mutiara

Buih sabun, krim kocok

(37)

commit to user

20

a) Aerosol

Sistem koloid dari partikel padat atau cair yang terdispersi dalam gas disebut aerosol. Jika zat yang terdispersi berupa zat padat, disebut aerosol padat; jika zat yang terdispersi berupa zat cair, disebut aerosol cair.

• Contoh aerosol padat: asap dan debu dalam udara. • Contoh aerosol cair: kabut dan awan.

Dewasa ini banyak produk dibuat dalam bentuk aerosol, seperti semprot rambut (hair spray), semprot obat nyamuk, parfum, cat semprot, dan lain-lain. Untuk menghasilkan aerosol diperlukan suatu bahan pendorong (propelan aerosol). Contoh bahan pendorong yang banyak digunakan adalah senyawa

klorofluorokarbon (CFC) dan karbon dioksida.

b) Sol

Sistem koloid dari partikel padat yang terdispersi dalam zat cair disebut

sol. Koloid jenis sol banyak kita temukan dalam kehidupan sehari-hari maupun

dalam industri. Contoh sol: air sungai (sol dari lempung dalam air), sol sabun, sol detergen, sol kanji, tinta tulis, dan cat.

c) Emulsi

Sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat cair lain disebut

emulsi. Syarat terjadinya emulsi ini adalah dua jenis zat cair itu tidak saling

melarutkan. Emulsi dapat digolongkan ke dalam dua bagian, yaitu emulsi minyak dalam air (M/A) dan emulsi air dalam minyak (A/M). Dalam hal ini, minyak diartikan sebagai semua zat cair yang tidak bercampur dengan air.

 Contoh emulsi minyak dalam air (M/A): santan, susu, kosmetik pembersih wajah (milk cleanser) dan lateks.

 Contoh emulsi air dalam minyak (A/M): mentega, mayones, minyak bumi, dan minyak ikan.

Emulsi terbentuk karena pengaruh suatu pengemulsi (emulgator). Contohnya adalah sabun yang dapat mengemulsikan minyak ke dalam air. Jika campuran minyak dengan air dikocok, maka akan diperoleh suatu campuran yang segera memisah jika didiamkan. Akan tetapi, jika sebelum dikocok ditambahkan

(38)

commit to user

sabun atau detergen, maka diperoleh campuran yang stabil yang kita sebut emulsi. Contoh lainnya adalah kasein dalam susu dan kuning telur dalam mayones.

d) Buih

Sistem koloid dari gas yang terdispersi dalam zat cair disebut buih. Seperti halnya dengan emulsi, untuk menstabilkan buih diperlukan zat pembuih, misalnya sabun, deterjen, dan protein. Buih dapat dibuat dengan mengalirkan suatu gas ke dalam zat cair yang mengandung pembuih.

Buih digunakan pada berbagai proses, misalnya, pada pengolahan biji logam, pada alat pemadam kebakaran, kosmetik dan lain-lain. Adakalanya buih tidak dikehendaki. Zat-zat yang dapat memecah/mencegah buih antara lain eter dan isoamil alcohol. Zat pemecah buih disebut agen antibuih (de-foaming agent). e) Gel

Koloid yang setengah kaku (antara padat dan cair) disebut gel. Contoh: agar-agar, lem kanji, selai, gelatin, gel sabun, dan gel silika. Gel dapat terbentuk dari suatu sol yang zat terdispersinya mengadsorpsi medium dispersinya, sehingga terjadi koloid yang agak padat.

3) Penggunaan Koloid

Dari contoh-contoh koloid yang telah disebutkan di atas, kita dapat melihat kecenderungan industry membuat produknya dalam bentuk koloid. Misalnya, industry kosmetik, industry makanan, industry farmasi, dan lain-lain. Mengapa harus koloid? Hal ini dilakukan karena koloid merupakan satu-satunya cara untuk menyajikan suatu campuran dari zat-zat yang tidak saling melarutkan secara “homogen” dan stabil (pada tingkat makroskopis). Cat, sebagai contoh, mengandung pigmen yang tidak larut dalam air atau medium cat, tetapi dengan system koloid dapat dibuat suatu campuran yang “homogen” (merata) dan stabil. b. Sifat –Sifat Koloid

Sistem koloid mempunyai sifat-sifat khas yang berbeda dari sifat larutan ataupun suspensi. Pada bagian ini akan dibahas sifat khas sistem koloid.

1) Efek Tyndall

(39)

commit to user

22

koloid menghamburkannya. Oleh karena itu, berkas cahaya yang melalui koloid dapat diamati dari arah samping, walaupun partikel koloidnya sendiri tidak tampak. Jika partikel terdispersinya juga kelihatan, maka sistem itu bukan koloid melainkan suspensi.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mengamati efek Tyndall ini, antara lain:

(a) Sorot lampu mobil pada malam yang berkabut.

(b) Sorot lampu proyektor dalam gedung bioskop yang berasap atau berdebu. (c) Berkas sinar matahari melalui celah daun pohon-pohon pada pagi hari yang

berkabut.

2) Gerak Brown

Telah disebutkan bahwa partikel koloid dapat menghamburkan cahaya. Jika diamati dengan mikroskop ultra, di mana arah cahaya tegak lurus dengan sumbu mikroskop, akan terlihat partikel koloid senantiasa bergerak terusmenerus dengan gerak patah-patah (gerak zig-zag). Gerak zig-zag partikel koloid ini disebut gerak Brown, sesuai dengan nama penemunya, seorang ahli biologi Robert Brown berkebangsaan Inggris.

Dalam suspensi tidak terjadi gerak Brown karena ukuran partikel cukup besar, sehingga tumbukan yang dialaminya setimbang. Partikel zat terlarut juga mengalami gerak Brown, tetapi tidak dapat diamati. Makin tinggi suhu makin cepat gerak Brown karena energi kinetik molekul medium meningkat, sehingga menghasilkan tumbukan yang lebih kuat.

Gerak Brown merupakan salah satu faktor yang menstabilkan koloid. Oleh karena bergerak terus-menerus, maka partikel koloid dapat mengimbangi gaya gravitasi, sehingga tidak mengalami sedimentasi.

3) Muatan koloid (a) elektroforesis

Elektroforesis adalah pergerakan partikel koloid dalam medan listrik.

Apabila ke dalam sistem koloid dimasukkan dua batang elektrode, kemudian dihubungkan dengan sumber arus searah, maka partikel koloid akan bergerak ke salah satu elektrode bergantung pada jenis muatannya. Koloid bermuatan negatif

(40)

commit to user

akan bergerak ke anode (elektrode positif), sedangkan koloid yang bermuatan positif bergerak ke katode (elektrode negatif). Dengan demikian, elektroforesis dapat digunakan untuk menentukan jenis muatan koloid.

(b) Adsorpsi

Partikel koloid memiliki kemampuan menyerap berbagai macam zat pada permukaanya. Penyerapan pada permukaan ini disebut adsorpsi. Muatan koloid terjadi karena adsorpsi ion-ion tertentu. Sol Fe(OH)3 dalam air mengadorpsi ion

positif sehingga bermuatan positif, sedangkan sol As2S3 mengadsorpsi ion

negative sehingga bermuatan negatif.

Muatan koloid juga merupakan factor yang menstabilkan koloid, disamping gerak brown. Oleh karena bermuatan sejenis, maka partikel-partikel koloid saling tolak-menolak sehingga terhindar dari pengelompokan (agregasi) antarsesama partikel koloid itu (jika partikel koloid itu saling bertumbukan dan kemudian bersatu, maka lama-kelamaan dapat terbentuk partikel yang cukup besar dan akhirnya mengendap).

Partikel koloid dapat mengadsorpsi bukan saja ion atau muatan listrik tetapi juga zat lain yang berupa molekul netral. Oleh karena mempunyai permukaan yang relatif luas, maka koloid mempunyai daya adsorpsi yang besar pula. Sifat adsorpsi dari koloid ini digunakan dalam berbagai proses, antara lain sebagai berikut.

(1) Pemutihan gula tebu.

Gula yang masih berwarna dilarutkan dalam air kemudian dialirkan melalui tanah diatome dan arang tulang. Zat-zat warna dalam gula akan diadsorpsi sehingga diperoleh gula yang putih bersih.

(2) Norit

Norit adalah tablet yang terbuat dari karbon aktif norit. Didalam usus norit membentuk sistem koloid yang dapat mengadsorbsi gas atau zat racun.

(3) Penjernihan air

(41)

commit to user

24

membentuk Al(OH)3 yang berupa koloid. Koloid Al(OH)3 ini dapat

mengadsorbsi zat-zat warna atau zat pencemar dalam air. (c) Koagulasi

Telah disebutkan bahwa koloid distabilkan oleh muatannya. Apabila muatan koloid dilicuti, maka kestabilannya akan berkurang dan dapat menyebabkan koagulasi atau penggumpalan. Pelucutan muatan koloid dapat terjadi pada sel elektrofoesis atau jika elektrolit ditambahkan ke dalam system koloid. Pada elektroforesis, koagulasi terjadi ketika partikel koloid mencapai electrode. Jadi, koloid yang bermuatan negative akan digumpalkan ke anide, sedangkan koloid yang bermuatan positif digumpalkan di katode.

Adapun koagulasi koloid karena penambahan elektrolit terjadi sebagai berikut. Koloid yang bermuatan negative akan menarik ion positif (kation), sedangkan koloid yang bermuatan positif akan menarik ion negative (anion). Ion-ion tersebut akan membentuk selubung lapisan kedua. Apabila selubung lapisan kedua itu terlalu dekat maka selubung itu akan menetralkan muatan koloid, sehingga terjadi koagulasi. Semakin besar muatan ion, semakin kuat daya tarik menariknya dengan partikel koloid, sehingga semakin cepat terjadi koagulasi.

Beberapa contoh koagulasi dalam kehidupan sehari-hari dan industry sebagai berikut:

(1) Pembentukan delta di muara sungai terjadi karena koloid tanah liat (lempung) dalam air sungai mengalami koagulasi ketika bercampur dengan elektrolit dalam air laut.

(2) Karet dalam lateks digumpalkan dengan menambahkan asam format. (3) Lumpur koloidal dalam sungai dapat digumpalkan dengan

menambahkan tawas. Sol tanah liat dalam air sungai biasanya bermuatan negatif, sehingga akan digumpalkan oleh ion Al3+ dari tawas (aluminium sulfat).

(4) Asap atau debu dari pabrik dan industri dapat digumpalkan dengan alat koagulasi listrik dari Cottrel.

Asap dari pabrik sebelum meninggalkan cerobong asap dialirkan melalui ujung-ujung logam yang tajam dan bermuatan pada tegangan tinggi (20.000

(42)

sampai 75.000 volt). Ujung-ujung yang runcing akan mengionkan molekul-molekul dalam udara. Ion-ion tersebut akan diadsorpsi oleh partikel asap dan menjadi bermuatan. Selanjutnya, partikel bermuatan itu akan tertarik dan diikat pada elektroda yang lainnya. Pengendap Cottrel ini banyak digunakan dalam industri untuk dua tujuan, yaitu mencegah polusi udara oleh buangan beracun dan memperoleh kembali debu yang berharga (misalnya debu logam).

(Michael Purba, 2007: 282-292) (d) Koloid Pelindung

Pada beberapa proses, suatu koloid harus dipecahkan. Misalnya, koagulasi lateks. Di lain pihak, koloid perlu dijaga supaya tidak rusak. Suatu koloid dapat distabilkan dengan menambahkan koloid lain yang disebut koloid pelindung. Koloid pelindung ini akan membungkus partikel zat terdispersi, sehingga tidak dapat lagi mengelompok.

Contoh:

(1) Pada pembuatan es krim digunakan elatin untuk mencegah pembentukan kristal besar es atau gula.

(2) Cat dan tinta dapat bertahan lama karena menggunakan suatu koloid (3) pelindung.

(4) Zat-zat pengemulsi, seperti sabun dan detergen, juga tergolong koloid (5) pelindung.

(e) Dialisis

Pada pembuatan suatu koloid, sering kali terdapat ion-ion yang dapat mengganggu kestabilan koloid tersebut. Ion-ion pengganggu ini dapat dihilangkan dengan suatu proses yang disebut dialisis. Dalam proses ini, sistem koloid dimasukkan ke dalam suatu kantong koloid, lalu kantong koloid itu dimasukkan ke dalam bejana yang berisi air mengalir. Kantong koloid terbuat dari selaput

semipermiabel, yaitu selaput yang dapat melewatkan partikel-partikel kecil,

seperti ion-ion atau molekul sederhana, tetapi menahan koloid. Dengan demikian, ion-ion keluar dari kantong dan hanyut bersama air.

(43)

commit to user

26

(f) Koloid Liofil dan Koloid Liofob

Koloid yang memiliki medium dispersi cair dibedakan atas koloid liofil dan koloid liofob. Suatu koloid disebut koloid liofil apabila terdapat gaya tarik-menarik yang cukup besar antara zat terdispersi dengan mediumnya. Liofil berarti suka cairan (Yunani: lio = cairan, philia = suka). Sebaliknya, suatu koloid disebut

koloid liofob jika gaya tarik-menarik tersebut tidak ada atau sangat lemah. Liofob

berarti tidak suka cairan (Yunani: lio = cairan, phobia = takut atau benci). Jika medium dispersi yang dipakai adalah air, maka kedua jenis koloid di atas masing-masing disebut koloid hidrofil dan koloid hidrofob.

Contoh:

(1) Koloid hidrofil: sabun, detergen, agar-agar, kanji, dan gelatin.

(2) Koloid hidrofob: sol belerang, sol Fe(OH)3, sol sulfida, dan

sol-sol logam.

Koloid liofil/hidrofil lebih mantap dan lebih kental daripada koloid liofob/ hidrofob. Butir-butir koloid liofil/hidrofil membungkus diri dengan cairan/air mediumnya. Hal ini disebut solvatasi/hidratasi. Dengan cara itu butir-butir koloid tersebut terhindar dari agregasi (pengelompokan). Hal demikian tidak terjadi pada koloid liofob/hidrofob. Koloid liofob/hidrofob mendapat kestabilan karena mengadsorpsi ion atau muatan listrik. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa muatan koloid menstabilkan sistem koloid.

Sol hidrofil tidak akan menggumpal pada penambahan sedikit elektrolit. Zat terdispersi dari sol hidrofil dapat dipisahkan dengan pengendapan atau penguapan. Apabila zat padat tersebut dicampurkan kembali dengan air, maka dapat membentuk kembali sol hidrofil. Dengan perkataan lain, sol hidrofil bersifat

reversibel. Sebaliknya, sol hidrofob dapat mengalami koagulasi pada penambahan

sedikit elektrolit. Sekali zat terdispersi telah dipisahkan, tidak akan membentuk sol lagi jika dicampur kembali dengan air. Perbedaan sol hidrofil dengan sol hidrofob disimpulkan pada Tabel 2.3.

Gambar

Gambar 2.1. Diagram  Menurut  Pepkins
Tabel 2.1. Perbandingan Sifat Larutan, Koloid, dan Suspensi Larutan (Dispersi Molekuler) Koloid (Dispersi Koloid) Suspensi (Dispersi Kasar) Contoh: Larutan gula
Tabel 2.2. Perbandingan Sistem Koloid No. Fase  Terdispersi Fase  Pendispersi Nama Contoh 1
Tabel 2.3. Perbandingan Sifat Sol Hidrofil dan Sol Hidrofob
+7

Referensi

Dokumen terkait

• Mendesain convention hall yang mencirikan Indonesia karena ini adalah ajang khusus pemilihan Putri Indonesia.. 1.4

Adapun hipotesis penelitian ini adalah terdapat perbedaan yang signifikan terhadap keterampilan bertanya dan motivasi belajar biologi siswa yang diajar

Walaupun belajar dan mengajar itu dua hal yang berbeda, keduanya saling berkaitan. Proses Mengajar akan efektif bila kemampuan berfikir anak diperhatikan dan karena itu

Pengaruh price earnings ratio, dividend yield dan market to book ratio terhadap stock return di Bursa Efek Indonesia.. Jurnal Bisnis

biomassa ini dapat dijadikan arang dan biogas. Penelitian ini akan menghasilkan data akurat tentang sifat dasar bahan bakar biomassa, termasuk nilai kalori, kadar

Analisis materi pelajaran Pembagian tugas mengajar Pengaturan pelaksanaan kegiatan tahun ajaran baru Supervisi pelaksanaan pembelajaran Penyusunan kalender pendidikan

Upaya Dinas Kelautan dan Perikanan dalam mengoptimalkan Potensi Perikanan Guna Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Flores. Upaya Dinas Kelautan dan Perikanan

dimaksud dengan keterangan terdakwa adalah “apa yang terdak wa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia. lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami