• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Fraktur Cervical

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Fraktur Cervical"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S

DENGAN DIAGNOSA MEDIS FRAKTUR SERVIKAL DI RUANG ICU RSUD Dr.SOETOMO SURABAYA

Oleh:

Dewi Noer Maimunah 131523143066 I Komang Leo Triandana Arizona 131523143073

Lilis Kurniawati 131523143071

Fatih Haris Maulana 131523143076 Nabela Nurma Maharani 131523143079

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

(2)

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang mencakup pelayanan bio-psiko-sosio dan spiritual yang komprehensif serta ditujukan kepada individu, keluarga serta masyarakat baik yang sakit maupun yang sehat, keperawatan pada dasarnya adalah human science and human care and caring menyangkut upaya memperlakukan klien secara manusiawi dan utuh sebagai manusia yang berbeda dari manusia lainnya dan kita ketahui manusia terdiri dari berbagai sistem yang saling menunjang, di antara sistem tersebut adalah sistem neurobehavior (Potter & Perry, 2006).

Susunan tulang pada manusia terdiri dari berbagai macam tulang di antaranya tulang vertebra (servikal, torakal, lumbal, sakral, koksigis). Tulang servikalis terdiri dari 7 tulang yaitu C1 atau atlas, C2 atau axis, C3, C4, C5, C6 dan C7. Apabila cidera pada bagain servikal akan mengakibatkan terjadinya trauma servikal.di mana trauma servikal merupakan keadaan cidera pada tulang bekalang servikal dan medulla spinalis yang disebabkan oleh dislokasi, sublukasi atau frakutur vertebra servikalisdan di tandai kompresi pada medulla spinal daerah servikal (Muttaqin, 2011).

Trauma medula spinalis terjadi pada 30.000 pasien setiap tahun di Amerika serikat. Insidensi pada negera berkembang berkisar antara 11,5 hingga 53,4 kasus dalam 1.000.000 populasi. Umumnya terjadi pada remaja dan dewasa muda.2 Penyebab tersering adalah kecelakaan lalu lintas (50%), jatuh (25%) dan cedera yang berhubungan dengan olahraga (10%). Sisanya akibat kekerasan dan kecelakaan kerja. Hampir 40%-50% trauma medulla spinalis mengakibatkan defisit neurologis, sering menimbulkan gejala yang berat, dan terkadang menimbulkan kematian. Walaupun insidens pertahun relatif rendah, tapi biaya perawatan dan rehabilitasi untuk cedera medulla spinalis sangat besar, yaitu sekitar US$ 1.000.000 / pasien. Angka mortalitas diperkirakan 48% dalam 24 jam pertama, dan lebih kurang 80% meninggal di tempat kejadian (Emma, 2011).

Di Indonesia kecelakaan merupakan penyebab kematian ke empat, setelah penyakit jantung, kanker, dan stroke, tercatat ±50 meningkat per 100.000 populasi tiap tahun, 3% penyebab kematian ini karena trauma langsung medulla spinalis, 2% karena multiple trauma. Insiden trauma pada laki-laki 5 kali lebih besar dari perempuan. Ducker dan Perrot melaporkan 40% spinal cord injury disebabkan kecelakaan lalu lintas, 20%

(3)

jatuh, 40% luka tembak, sport, kecelakaan kerja. Lokasi fraktur atau fraktur dislokasi cervical paling sering pada C2 diikuti dengan C5 dan C6 terutama pada usia dekade 3 (Emma, 2011).

Dampak trauma servikal mengakibatkan syok neurogenik, syok spinal, hipoventilasi, hiperfleksia autonomic, gangguan pada pernafasan, gangguan fungsi saraf pada jari-jari tangan, otot bisep, otot trisep, dan otot- otot leher. Akibat atau dampak lebih lanjut dari trauma servikal yaitu kematian.

Peran perawat sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan guna mencengah komplikasi pada klien dan memberikan pendidikan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga tentang trauma servikal.

Dari uraian diatas kelompok tertarik untuk membahas masalah asuhan keperawatan kegawatdaruratan dengan masalah trauma servikal.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan fenomena diatas kelompok merasa tertarik untuk membahas tentang masalah asuhan keperawatan dengan kasus trauma servikal.

C. TUJUAN

1. Tujuan umum

Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada pasien Tn. A dengan kasus trauma servikal.

2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada trauma servikal.

b. Mahasiswa mampu mengelompokkan data sesuai dengan tanda dan gejala pada trauma servikal.

c. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan dalam asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada trauma servikal.

d. Mahasiswa mampu membuat perencanaan dalam asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada trauma servikal.

e. Mahasiswa mampu melakukan implementasi atau tindakan keperawatan dalam rangka penerapan asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada trauma servikal.

f. Mahasiswa mampu mengevaluasi terhadap intervensi yang telah dilakukan dalam asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada trauma servikal.

(4)

g. Mahasiswa mampu melakukan pendokumentasian pada Asuhan Keperawatan kegawatdaruratan pada trauma servikal.

D. MANFAAT

1. Bagi mahasiswa

a. Mahasiswa dapat memahami tentang konsep penyakit trauma servikal. b. Mahasiswa mendapat memahami dan mempraktekkan tentang asuhan

keperawatan pada penyakit trauma servikal. 2. Bagi akademik

a. Akademik mendapatkan tambahan referensi untuk melengkapi bahan pembelajaran.

b. Akademik mendapat dorongan untuk memotivasi mahasiswa tentang trauma servikal melalui proses belajar dan praktik dilapangan

(5)

BAB 2

TINJAUAN TEORI

A. Anatomi

Vertebra dimulai dari cranium sampai pada apex coccigeus, membentuk skeleton dari leher, punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang cranium, costa dan sternum). Fungsi vertebra yaitu melindungi medulla spinalis dan serabut syaraf, menyokong berat badan dan berperan dalam perubahan posisi tubuh. Vertebra pada orang dewasa terdiri dari 33 vertebra dengan pembagian 5 regio yaitu 7 cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5 sacral, 4 coccigeal.

Gambar 1. Tulang Belakang (www.medscape.com, 2010)

Atlas (C1) adalah vertebra servikalis pertama dari tulang belakang.

Atlas bersama dengan Axis (C2) membentuk sendi yang menghubungkan tengkorak dan tulang belakang dan khusus untuk memungkinkan berbagai gerakan yang lebih besar. C1 dan C2 bertanggung jawab atas gerakan mengangguk dan rotasi kepala.

Atlas tidak memiliki tubuh. Terdiri dari anterior dan posterior sebuah lengkungan dan dua massa lateral. Tampak seperti dua cincin. Dua massa lateral pada kedua sisi lateral menyediakan sebagian besar massa tulang atlas. Foramina melintang terletak pada aspek lateral. Axis terdiri dari tonjolan tulang besar dan parsaticularis memisahkan unggulan dari proses artikularis inferior. Prosesus yang mirip gigi (ondontoid) atau sarang adalah struktur 2 sampai 3 cm corticocancellous panjang dengan pinggang menyempit dan ujung menebal. Kortikal berasal dari arah rostral (kearah kepala) dari tubuh vertebra.

(6)

Gambar 2. Atlas dan Axis (www.bonespine.com, 2009)

Trauma tulang dapat mengenai jaringan lunak berupa ligament, discus dan faset, tulang belakang dan medulla spinalis. Adapun beberapa ligamen yang terdapat pada tulang servikal antara lain adalah :

1. ligamen'ta fla'va : serangkaian pita dari jaringan elastis kuning melekat dan memperluas antara bagian ventral lamina dari dua tulang yang berdekatan, dari sumbu ke sacrum.. Namanya Latin untuk "ligamen kuning," dan ini terdiri dari elastis jaringan ikat membantu mempertahankan postur tubuh ketika seseorang sedang duduk atau berdiri tegak. Terletak posterior tubuh vertebra, tetapi anterior proses spinosus dari tulang belakang, yang merupakan tulang Prongs memancing ke bawah dari belakang setiap tulang belakang, yang flava ligamenta membentuk dua sejajar, bersatu garis vertikal dalam kanalis vertebralis. Hal ini juga mencakup dari C2, vertebra servikalis kedua, semua cara untuk S1 dari sacrum , tulang ditumpuk pada dasar tulang belakang di

panggul. Pada ujung atas, setiap flavum ligamentum menempel pada bagian bawah lamina dari vertebra di atasnya. lamina ini adalah proyeksi horizontal pasangan tulang yang membentuk dua jembatan mencakup ruang antara pedikel di kedua sisi tubuh vertebral dan proses spinosus belakangnya. Mereka memperpanjang dari pedikel, setiap proses yang kurus menonjol ke belakang dari kedua sisi dari tubuh vertebra, dan sudut terhadap garis tengah tulang belakang, menggabungkan di tengah. Dalam melakukannya, mereka membentuk melebar "V" yang mengelilingi aspek posterior kanal tulang belakang .

(7)

Gambar 3. Spinal Ligament-ligamentum Flavum (www.spineuniverse.com, 2010)

2. Ligamentum nuchae adalah, padat bilaminar septum, segitiga intermuskularis fibroelastic garis tengah. Ia meluas dari tonjolan oksipital eksternal ke punggung C7 dan menempel pada bagian median dari puncak occipital eksternal, tuberkulum posterior C1 dan aspek medial duri terpecah dua belah leher rahim, ligamen terbentuk terutama dari lampiran aponeurotic dari otot leher rahim yang berdekatan dan yg terletak di bawah. Dari dangkal sampai dalam, otot-otot ini adalah trapezius, genjang kecil, capitus splenius, dan serratus posterior superior. Juga anatomi, dan mungkin penting secara klinis, ligamen telah ditemukan memiliki lampiran berserat langsung dengan dura tulang belakang antara tengkuk dan C1,

3. Zygapophyseal adalah sendi sinovial sendi-sendi paling dasar dalam tubuh manusia. Gabungan sinovial ditandai dengan memiliki kapsul sendi, cairan-cairan sinovial sendi kapsul untuk melumasi bagian dalam sendi, dan tulang rawan pada permukaan sendi di tengah atas dan bawah permukaan yang berdekatan dari setiap tulang belakang untuk memungkinkan tingkat gerakan meluncur.

(8)

Gambar 4. Anterior dan posterior cervical ligament (www.boneandspine.com,2009)

4. Atlantoaxial ligamentum posterior adalah tipis, membran luas melekat, di atas, untuk batas bawah lengkung posterior atlas , bawah, ke tepi atas dari lamina dari sumbu . 5. Atlantoaxial ligamentum anterior adalahmembran yang kuat, untuk batas bawah

lengkung anterior dari atlas, bawah, ke depan tubuh sumbu . Hal ini diperkuat di garis tengah dengan kabel bulat, yang menghubungkan tuberkulum pada lengkung anterior dari atlas ke tubuh dari sumbu, dan merupakan kelanjutan ke atas dari ligamentum longitudinal anterior .

6. Ligamentum longitudinal posterior terletak dalam kanalis vertebralis, dan membentang sepanjang permukaan posterior tulang belakang tubuh, dari tubuh sumbu, di mana ia terus-menerus dengan tectoria membrana, untuk sakrum. ligamentum ini lebih sempit di badan vertebra dan lebih luas pada ruang disk intervertebralis. Hal ini sangat penting dalam memahami kondisi patologis tertentu tulang belakang seperti lokasi khas untuk herniasi cakram tulang belakang.

7. Ligamentum transversal dari atlas adalah kuat, band tebal, yang lengkungan di cincin dari atlas , dan mempertahankan proses yg mirip gigi di kontak dengan lengkung anterior. Ligamentum transversal membagi cincin dari atlas menjadi dua bagian yang tidak setara: ini, posterior dan lebih besar berfungsi untuk transmisi dari medula spinalis

dan membran dan saraf aksesori. B. Definisi

Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang, sedangkan menurut Boenges, ME., Moorhouse, MF dan Geissler, AC (2000) fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang.

Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb ( Sjamsuhidayat, 1997).

Cedera tulang belakang servikal atas adalah fraktura atau dislokasi yang mengenai basis oksiput hingga C2.

C. Klasifikasi

Tingkat cedera didefinisikan oleh ASIA menurut Penurunan Skala (dimodifikasi dari klasifikasi Frankel), dengan menggunakan kategori berikut:

● A - Lengkap: Tidak ada fungsi motorik dan sensorik yang dipertahankan dalam segmen sacral S4-S5.

(9)

● B - lengkap: Fungsi sensori dipertahankan di bawah tingkat neurologis dan meluas melalui segmen sakral S4-S5.

● C - lengkap: Fungsi motorik dipertahankan di bawah tingkat neurologis, dan sebagian besar otot kunci di bawah tingkat otot neurologis memiliki nilai kurang dari 3.

● D - lengkap: fungsi motorik dipertahankan di bawah tingkat neurologis, dan sebagian besar otot kunci di bawah level neurologis telah kelas otot lebih besar dari atau sama dengan 3. ● E - Normal: Fungsi sensorik dan motorik yang normal.

Cedera servikal dapat digolongkan menjadi : a. Cedera fleksi

Fraktur kompresi : disebabkan karena fleksi yang tiba-tiba.

Fraktur fleksi – teardrop : melibatkan seluruh columna ruang interspinosus melebar dan dapat menyebabkan cedera medulla spinalis.

Subluksasi anterior : kompleks ligamentum superior mengalami ruptur sedangkan ligamentum anterior tetap utuh.

Dislokasi faset bilateral : disebabkan fleksi yang berlebihan

Fraktur karena dorongan : terjadi karena fleksi leher yang tiba-tiba selain itu bisa juga terjadi karena fraktur langsung di prosesus spinosus, trauma oksipital, tarikan yang sangat kuat di ligamentum supraspinosus.

b. Cedera Fleksi-rotasi

Dislokasi faset unilateral : terjadi saat fleksi bersamaan dengan rotasi sehingga ligamentum dan kapsul teregang maksimal. Dislokasi kedepan pada vertebra di atas dengan atau tanpa di sertai kerusakan tulang.

Dislokasi antlantoaxial : terjadi karena hiperekstensi, terjadi pergeseran sendi antara C1 dan C2 dan biasanya fatal. Cedera ini dapat menyebabkan rheumatoid arthritis. c. Cedera ekstensi

Fraktur menggantung : terjadi pada C2 yang disebabkan karena hiperekstensi dan kompresi yang tiba-tiba.

Ekstensi ‘teardrop’ : hiperekstensi mendadak dan terjadi akibat tarikan oleh ligamentum longitudinal.

d. Cedera compresi axial

Fraktur jefferson : terjadi pada C1 dan disebabkan karena kompresi yang sangat hebat. Kerusakan terjadi di arkus anterior dan posterior.

Fraktur remuk vertebra : penekanan corpus vertebra secara langsung dan tulang menjadi hancur. Fragmen tulang masuk ke kanalis spinalis kemudian menekan medulla spinalis sehingga terjadi gangguan saraf parsial

(10)

Fraktur atlas :

● Tipe I dan II : fraktur stabil karena terjadi pada arkus anterior dan posterior. ● Tipe III : terjadi pada lateral C1

● Tipe IV : sering disebut sebagai fraktur jefferson

Karena anatomi dan catu vaskuler kord spinal yang unik, berbagai sindroma tidak lengkap dapat dijumpai pada cedera kord spinal servikal. Pada sindroma ini, fungsi sensori dan motor tertentu terganggu atau hilang, namun lainnya tetap utuh.

1. Sindroma kord sentral

Paling sering dijumpai setelah suatu cedera hiperekstensi servikal. Karena sebab tertentu seperti keadaan mekanik dan catu vaskuler dari kord, bagian sentral dapat mengalami kontusi walau bagian lateral hanya mengalami cedera ringan. Khas pasien mengeluh disestesi rasa terbakar yang berat pada lengan, mungkin karena kerusakan serabut spinotalamik, mungkin saat ia menyilang komisura anterior. Pemeriksaan fisik menunjukkan kelemahan lengan, dengan utuhnya kekuatan ekstremitas bawah. Sebagai tambahan, sensasi nyeri dan suhu hilang dalam distribusi seperti tanjung. Semua lesi yang menyebabkan cedera primer terhadap kord spinal sentral dapat menimbulkan gambaran defisit serupa, seperti siringo-mielia, tomor kord spinal intrinsik, dan hidromielia. Sindroma ini secara jarang dapat terjadi pada kord spinal bawah (konus medularis).

2. Sindroma arteria spinal anterior

Terjadi karena arteria ini mencatu substansi kelabu dan putih bagian ventrolateral dan posterolateral kord spinal. Kerusakan arteria ini berakibat sindroma klinis paralisis bi-lateral dan hilangnya sensasi nyeri serta suhu dibawah tingkat cedera, namun sensasi posisi dan vibrasi (fungsi kolom posterior) utuh. Lesi arteria ini bisa karena cedera tulang belakang, neoplasma yang terletak anterior (biasanya metastasis) dan cedera aortik.

3. Sindroma Brown-Sequard

Pada bentuk yang murni, menunjukkan akibat dari hemiseksi kord spinal. Defisit neurologis berupa hilangnya fungsi motor ipsilateral, sensasi vibrasi dan posisi. Sebagai tambahan, sensasi nyeri serta suhu kontralateral hilang. Luka tembus dan peluru dapat menimbulkan sindroma Brown-Sequard 'lengkap', namun manifestasi tak lengkap sindroma ini tampak dengan berbagai ragam pada lesi lain, termasuk trauma dan neoplasma.

4. Sindroma kolom posterior

Terjadi bila kolom posterior rusak secara selektif, berakibat hilangnya sensasi vibrasi dan proprioseptif bilateral dibawah lesi. Temuan ini tersering dijumpai sekunder

(11)

terhadap kelainan sistemik (neurosifilis), namun secara jarang dijumpai setelah trauma kord spinal.

D. Etiologi

Penyebab trauma tulang belakang adalah kecelakaan lalu lintas (44%), kecelakaan olah raga(22%),terjatuh dari ketinggian(24%), kecelakaan kerja.

Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan.

Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu: a. Fraktur akibat peristiwa trauma

Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran ataupenarikan. Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.

b. Fraktur akibat kelelahan atau tekanan

Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada tibia, fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara yang berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh. c. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh.

E. Manifestasi klinis

Lewis (2006) menyampaikan manifestasi klinik adalah sebagai berikut: a. Nyeri

Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.

b. Bengkak/edama

Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.

(12)

Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di jaringan sekitarnya.

d. Spasme otot

Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur. e. Penurunan sensasi

Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema. f. Gangguan fungsi

Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot. paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.

g. Mobilitas abnormal

Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.

h. Krepitasi

Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan. i. Deformitas

Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.

j. Shock hipovolemik

Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.

F. Patofisiologi

Penyebab tersering terjadinya cedera tulang belakang cervical adalah kecelakaan mobil, kecelakaan motor, jatuh, cedera olah raga, dan luka akibat tembakan atau pisau. Menurut mekanisme terjadinya cidera, cidera servikal di bagi atas fleksi, fleksi rotasi, ekstensi, kompresi aksial. Cidera cervical atas adalah fraktura atau dislokasi yang mengenai Basis Occiput-C2. Cidera tulang belakang cervical bawah termasuk fraktura dan dislokasi ruas tulang belakang C3-C7. Ruas tulang belakang C5 adalah yang tersering mengalami fraktur.

C1 hanya berupa cincin tulang yang terdiri atas arcus anterior yang tebal dan arcus posterior yang tipis, serta masa lateralis pada masing-masing sisinya. Tulang ini berartikulasi dengan kondilus occipitalis membentuk articulatio atlanto-occipitalis, tempat berlangsungnya gerakan mengangguk. Dibawah, tulang ini beratikulasi dengan C2, membentuk articulasio atlanto-axialis, tempat berlangsungnya gerakan memutar kepala.

(13)

Ketika cidera terjadi fraktur tunggal atau multiple pada cincin C1 dan dislokasi atlanto-occipitalis sehingga menyebabkan ketidakmampuan menggerakkan kepala dan kerusakan pada batang otak. Cedera pada C1 dan C2 menyebabkan ventilasi spontan tidak efektif.

Pada C3-C5 dapat terjadi kerusakan nervus frenikus sehingga dapat terjadi hilangnya inervasi otot pernafasan aksesori dan otot interkostal yang dapat menyebabkan komplience paru menurun.

Pada C4-C7 dapat terjadi kerusakan tulang sehingga terjadi penjepitan medula spinalis oleh ligamentum flavum di posterior dan kompresi osteosif/material diskus dari anterior yang bisa menyebabkan nekrosis dan menstimulasi pelepasan mediator kimia yang menyebabkan kerusakan myelin dan akson, sehingga terjadi gangguan sensorik motorik. Lesi pada C5-C7 dapat mempengaruhi intercostal, parasternal, scalenus, otot2 abdominal. Intak pada diafragma, otot trapezius, dan sebagian pectoralis mayor.

Cedera pada tulang servikal dapat menimbulkan lesi atau cedera pada medulla spinalis yang dapat terjadi beberapa menit setelah adanya benturang keras mengenai medulla spinalis. Saat ini, secara histologis medulla spinalis masih normal. Dalam waktu 24-48 jam kemudian terjadi nekrosis fokal dan inflamasi. Pada waktu cedera terjadi disrupsi mekanik akson dan neuron. Ini disebut cedera neural primer. Disamping itu juga terjadi perubahan fisiologis dan patologis progresif akibat cedera neural sekunder.

Beberapa saat setelah terjadi kecelakaan atau trauma pada servikal maka akan terjadi kerusakan secara struktural yang mengakibatkan gangguan pada saraf spinal dan pembuluh darah disekitarnya yang akan menghambat suplai O2 ke medulla spinalis atau akan terjadi ischemik pada jaringan tersebut. Karena terjadi ischemik pada jaringan tersebut, dalam beberapa menit atau jam kemudian akan ada pelepasan vasoactive agent dan cellular enzym yang menyebabkan konstriksi kapiler pada pusat substansi abu-abu medula spinalis. Ini merupakan permulaan dari cedera neural sekunder pada cedera medula spinalis. Selanjutnya adalah peningkatan level Ca pada intraselular yang mengakibatkan kerusakan pada endotel pembuluh darah yang dalam beberapa jam kemudian dapat menimbulakan aneurisma dan ruptur pada pembuluh darah di medula spinal. Peningkatan potasium pada ekstraseluler yang mengakibatkan terjadinya depolarisasi pada sel (Conduction Block). Hipoxia akan merangsang pelepasan katekolamin sehingga terjadi perdarahan dan nekrosis pada sel.

Di tingkat selular, adnya kerusakan mitokondria akibat defisit suplai O2 dapat merangsang pelepasan superoksid (radikal bebas), disertai terjadinya ketidakseimbangan elektrolit, dan pelepasan mediator inflamasi dapat mengakibatkan terjadinya kematian sel (apoptosis) dengan manifestasi sel mengkerut dan kromatin nuclear yang padat.

(14)

G. Pemeriksaan Diagnostik Evaluasi Radiologis

Setelah primary survey, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan external, tahap berikutnya adalah evaluasi radiographic tercakup didalamnya, plain foto fluoroscopy, polytomography CT-Scan tanpa atau dengan myelography dan MRI.

Foto polos

Cervical foto series dilakukan atas indikasi pasien dengan keluhan nyeri lokal, deformitas, krepitasi atau edema, perubahan status mental, gangguan neurologis atau cedera kepala, pasien denganmultiple trauma yang potensial terjadi cervical spine injury. Komplit cervical spine seri terdiri dari AP, lateral view, open mount dan oblique. Swimmer dan fleksi ekstensi dilakukan bila diperlukan.

Computer tomography

Pada saat ini CT-Scan merupakan metode yang terbaik untuk akut spinal trauma, potongan tipis digunakan untuk daerah yang dicurigai pada plain foto. CTScan juga dilakukan bila hasil pemeriksaan radiologis tidak sesuai dengan klinis, adanya defisit neurologis, fraktur posterior arcus canalis cervicalis dan pada setiap fraktur yang dicurigai retropulsion fragmen tulang ke kanal saat ini CT dapat dilakukan paad segital, coroval atau oblig plane. 3 dimensi CT imaging memberikan gambaran yang lebih detail pada fraktur yang tidak dapat dilihat oleh plain foto.

Myelografi

Pemberian kontras dengan water soluber medium diikuti dengan plain atau CT dapat melihat siluet dari spinal cord, subarachnoid space, nerve root, adanya lesi intra meduler, extrameduler, obstruksi LCS, robekan duramater, tetapi dalam kasus trauma pemeriksaan ini masih kontraversial.

Magentic Resonance Imaging (MRI)

MRI banyak digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal, mendiagnosis akut spinal cord dan cervical spinal injury karena spinal cord dan struktur sekitarnya dapat terlihat.

H. Penatalaksanaan

(15)

Setiap cedera kepala atau leher harus dievaluasi adanya fraktur servikalis. Sebuah fraktur servikal merupakan suatu keadaan darurat medis yang membutuhkan perawatan segera. Spine trauma mungkin terkait cedera saraf tulang belakang dan dapat mengakibatkan kelumpuhan, sehingga sangat penting untuk menjaga leher .

Jika ada kemungkinan patah tulang leher, leher pasien tidak boleh digerakkan sampai tindakan medis diberikan dan X-ray dapat diambil. Itu jalan terbaik untuk mengasumsikan adanya cedera leher bagi siapa saja yang terkena benturan, jatuh atau tabrakan.

Gejala fraktur servikal termasuk parah dengan rasa sakit pada kepala, nyeri yang menjalar ke bahu atau lengan,memar dan bengkak di bagian belakang leher.

2. Penanganan Operasi

Goal dari penanganan operasi adalah: Reduksi mal aligment, decompresi elemen neural dan restorasi spinal stability. Operasi anterior dan posterior

Anterior approach, indikasi: - ventral kompresi

- kerusakan anterior collum - kemahiran neuro surgeon Posterior approach, indikasi:

- dorsal kompresi pada struktur neural - kerusakan posterior collum

Keuntungan:

- dikenal banyak neurosurgeon - lebih mudah

- medan operasi lebih luas dapat membuka beberapa segmen - minimal morbility

3. Pembatasan aktivitas

Studi spesifik yang membandingkan keluaran dengan atau tanpa pembatasan aktivitas belum ada. Jadi toleransi terhadap respon pengobatan yang bersifat individual sebaiknya menjadi panduan bagi praktisi. Pada tahap akut sebaiknya hindari pekerjaan yang mengharuskan gerak leher berlebihan. Pemberian edukasi mengenai posisi leher yang benar sangatlah membantu untuk menghindari iritasi radiks saraf lebih jauh. Seperti contohnya : penggunaan telepon dengan posisi leher menekuk dapat dikurangi dengan menggunakan headset, menghindari penggunaan kacamata bifokal dengan ekstensi leher yang berlebihan, posisi tidur yang salah. Saat menonton pertandingan pada lapangan terbuka , maupun layar lebar

(16)

sebaiknya menghindari tempat duduk yang menyebabkan kepala menoleh/berotasi ke sisi lesi.

4. Penggunaan collar brace

Ada banyak jenis kolar yang telah dipelajari untuk membatasi gerak leher. Kolar kaku/ keras memberikan pembatasan gerak yang lebih banyak dibandingkan kolar lunak (soft collars ), kecuali pada gerak fleksi dan ekstensi. Kelebihan kolar lunak : memberikan kenyamanan yang lebih pada pasien. Pada salah satu studi menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan pasien untuk menggunakan kolar berkisar 68-72%. Penggunaan kolar sebaiknya selama mungkin sepanjang hari. Setelah gejala membaik, kolar dapat digunakan hanya pada keadaan khusus , seperti saat menyetir kendaraan dan dapat tidak digunakan lagi bila gejala sudah menghilang. Sangatlah sulit untuk menyatakan waktu yang tepat kolar tidak perlu digunakan lagi, namun dengan berpatokan : hilangnya rasa nyeri, hilangnya tanda spurling dan perbaikan defisit motorik dapat dijadikan sebagai petunjuk.

5. Modalitas terapi lain

Termoterapi dapat digunakan untuk membantu menghilangkan nyeri. Modalitas terapi ini dapat digunakan sebelum atau pada saat traksi servikal untuk relaksasi otot. Kompres dingin dapat diberikan selama 15-30 menit, 1 sampai 4 kali sehari, atau kompres panas /pemanasan selama 30 menit , 2 sampai 3 kali sehari jika dengan kompres dingin/pendinginan tidak efektif. Pilihan antara modalitas panas atau dingin sangatlah pragmatik tergantung pada persepsi pasien terhadap pengurangan nyeri.

Traksi leher merupakan salah satu terapi yang banyak digunakan meskipun efektifitasnya belum dibuktikan dan dapat menimbulkan komplikasi sendi temporomandibular. Ada beberapa jenis traksi, namun yang dapat dilakukan di rumah adalah door traction. Traksi dapat dilakukan 3 kali sehari selama 15 menit , dan dapat dilakukan dengan frekuensi yang lebih sedikit selama 4 sampai 6 minggu. Setelah keluhan nyeri hilang pun traksi masih dapat dianjurkan. Traksi dikontraindikasikan pada pasien dengan spondilosis berat dengan mielopati dan adanya arthritis dengan subluksasi atlanto-aksial. Latihan yang menggerakan leher maupun merangsang nyeri sebaiknya dihindari pada fase akut. Saat nyeri hilang latihan penguatan otot leher isometrik lebih dianjurkan.

Penggunaan terapi farmakologik dapat membantu mengurangi rasa nyeri dan mungkin mengurangi inflamasi di sekitar radiks saraf (meskipun inflamasi sebenarnya tidak pernah dapat dibuktikan di radiks saraf maupun diskus). Jika gejala membaik dengan berbagai modalitas terapi di atas , aktivitas dapat secara progresif ditingkatkan dan terapi dihentikan atau kualitas diturunkan. Jika tidak ada perbaikan atau justru mengalami perburukan

(17)

sebaiknya dilakukan eksplorasi yang lebih jauh termasuk pemeriksaan MRI dan dipertimbangkan dilakukan intervensi seperti pemberian steroid epidural maupun terapi operatif. Tidak ada patokan sampai berapa lama terapi non-operatif dilanjutkan sebelum tindakan operatif. Defisit neurologis pada herniasi diskus daerah lumbal yang cukup besar dilaporkan bisa terjadi perbaikan tanpa operasi. Mungkin hal ini juga bisa terjadi pada herniasi diskus di servikal.

I. KonsepAsuhan Keperawatan 1. Pengkajian

Pengkajian pada klien dengan trauma tulang belakang meliputi:

a. Aktivitas dan istirahat: kelumpuhan otot, terjadi kelemahan selama syok spinal

b. Sirkulasi : berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi, Hipotensi, bradikardi, ekstremitas dingin atau pucat

c. Eliminasi :inkontenensia defekasi dan berkemih, retensi urine, distensi perut, peristaltik hilang

d. Integritas ego :menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut, cemas, gelisah dan menarik diri

e. Pola makan: mengalami distensi perut, peristaltic usus hilang f. Pola kebersihan diri: sangat ketergantungan dalam melakukan ADL

g. Neurosensori: kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki, paralisis flasid, Hilangnya sensasi dan hilangnya tonus otot, hilangnya reflek, perubahan reaksi pupil, ptosis

h. Nyeri/kenyamanan: nyeri tekan otot, hiperestesi tepat diatas daerah trauma, dan Mengalami deformitas pada daerah trauma

i. Pernapasan :napas pendek, ronkhi, pucat, sianosis j. Keamanan :suhu yang naik turun

ROS (Review of System)

B1 (Breathing) : napas pendek, sesak

B2 ( Blood ) : berdebar-debar, hipotensi, suhu naik turun. B3 ( Brain ) : nyeri di area cedera

B4 ( Blader ) : inkontinensia uri

B5 ( Bowel ) : tidak bisa BAB (konstipasi), distensi abdomen, peristaltik usus menurun.

(18)

Psikososial : menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut cemas, gelisah dan menarik diri.

2. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d disfungsi neuromuskular

2. Pola napas tidak efektif b.d kelumpuhan otot pernapasan (diafragma), kompresi medulla spinalis.

3. Nyeri akut b.d adanya cedera pada cervikalis 4. Resiko aspirasi b.d penurunan kesadaran

5. Inkontinensia urine b.d kerusakan saraf perkemihan

6. Konstipasi b.d penurunan peristaltik usus akibat kerusakan persarafan usus & rectum. 7. Kerusakan mobiltas fisik b.d kelumpuhan pada anggota gerak

8. Defisit perawatan diri b.d kerusakan neuromuskular 9. Resiko gangguan integritas kulit b.d imobilitas fisik

3. Rencana Intervensi

1. Bersihan jalan nafas berhubungan dengan disfungsi neuromuskular Tujuan perawatan : jalan napas paten

Kriteria hasil :

a.

Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) b. Saturasi O2 dalam batas normal

Intervensi Keperawatan

1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning. 2. Berikan bantuan O2

3. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam 4. Lakukan fisioterapi dada jika perlu

5. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

6. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan 7. Kolaborasi pemberian bronkodilator

8. Monitor respirasi dan status O2

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragma Tujuan perawatan : pola nafas efektif setelah diberikan oksigen

Kriteria hasil : a. ventilasi adekuat b. PaCo2<45 c. PaO2>80

d. RR 16-20x/ menit

(19)

Intervensi keperawatan :

1. Pertahankan jalan nafas; posisi kepala tanpa gerak.

Rasional : pasien dengan cedera cervicalis akan membutuhkan bantuan untuk mencegah aspirasi/ mempertahankan jalan nafas.

2. Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat jumlah, jenis dan karakteristik sekret.

Rasional : jika batuk tidak efektif, penghisapan dibutuhkan untuk mengeluarkan sekret, dan mengurangi resiko infeksi pernapasan.

3. Kaji fungsi pernapasan.

Rasional : trauma pada C5-6 menyebabkan hilangnya fungsi pernapasan secara partial, karena otot pernapasan mengalami kelumpuhan.

4. Auskultasi suara napas.

Rasional : hipoventilasi biasanya terjadi atau menyebabkan akumulasi sekret yang berakibat pnemonia.

5. Observasi warna kulit.

Rasional : menggambarkan adanya kegagalan pernapasan yang memerlukan tindakan segera

6. Kaji distensi perut dan spasme otot.

Rasional : kelainan penuh pada perut disebabkan karena kelumpuhan diafragma 7. Anjurkan pasien untuk minum minimal 2000 cc/hari.

Rasional : membantu mengencerkan sekret, meningkatkan mobilisasi sekret sebagai ekspektoran.

8. Lakukan pengukuran kapasitas vital, volume tidal dan kekuatan pernapasan. Rasional : menentukan fungsi otot-otot pernapasan. Pengkajian terus menerus untuk mendeteksi adanya kegagalan pernapasan.

9. Pantau analisa gas darah.

Rasional : untuk mengetahui adanya kelainan fungsi pertukaran gas sebagai contoh : hiperventilasi PaO2 rendah dan PaCO2 meningkat.

10. Berikan oksigen dengan cara yang tepat.

Rasional : metode dipilih sesuai dengan keadaan isufisiensi pernapasan. 11. Lakukan fisioterapi nafas.

Rasional : mencegah sekret tertahan

3. Nyeri akut berhubungan dengan adanya cedera

(20)

Kriteria hasil : melaporkan rasa nyerinya berkurang dengan skala nyeri 6 dalam waktu 2 X 24 jam

Intervensi keperawatan :

1. Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-5.

Rasional : pasien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cedera. 2. Bantu pasien dalam identifikasi faktor pencetus.

Rasional : nyeri dipengaruhi oleh; kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung kemih dan berbaring lama.

3. Berikan tindakan kenyamanan.

Rasional : memberikan rasa nayaman dengan cara membantu mengontrol nyeri. 4. Dorong pasien menggunakan tehnik relaksasi.

Rasional : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol. 5. Berikan obat antinyeri sesuai pesanan.

Rasional : untuk menghilangkan nyeri otot atau untuk menghilangkan kecemasan dan meningkatkan istirahat

4. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran Tujuan : Aspirasi tidak terjadi

Kriteria Hasil:

a. Kliendapat bernafas dengan mudah, tidak irama, frekuensi pernafasan normal b. Pasien mampu menelan, mengunyah tanpa terjadi aspirasi, dan mampu melakukan

oral hygiene

c. Jalan nafas paten, mudah bernafas, tidak merasa tercekik dan tidak ada suara nafas abnormal

Intervensi Keperawatan

1. Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dan kemampuan menelan 2. Monitor status paru

3. Pelihara jalan nafas

4. Lakukan suction jika diperlukan 5. Cek nasogastrik sebelum makan

6. Hindari makan kalau residu masih banyak 7. Potong makanan kecil kecil

8. Haluskan obat sebelum pemberian

5. Inkontinensia urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan. Tujuan perawatan : pola eliminasi kembali normal selama perawatan Kriteria hasil :

(21)

a. Produksi urine 50cc/jam

b. Keluhan eliminasi urin tidak ada Intervensi keperawatan:

1. Kaji pola berkemih, dan catat produksi urine tiap jam. Rasional : mengetahui fungsi ginjal

2. Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih. 3. Anjurkan pasien untuk minum 2000 cc/hari.

Rasional : membantu mempertahankan fungsi ginjal. 4. Pasang dower kateter.

Rasional membantu proses pengeluaran urine

6. Konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan pada usus dan rektum. Tujuan perawatan : pasien tidak menunjukkan adanya konstipasi

Kriteria hasil : pasien bisa b.a.b secara teratur sehari 1 kali Intervensi keperawatan :

1. Auskultasi bising usus, catat lokasi dan karakteristiknya. Rasional : bising usus mungkin tidak ada selama syok spinal.

2. Observasi adanya distensi perut.

3. Catat adanya keluhan mual dan ingin muntah, pasang NGT.

4. Rasional : pendarahan gantrointentinal dan lambung mungkin terjadi akibat trauma dan stress.

5. Berikan diet seimbang TKTP cair Rasional : meningkatkan konsistensi feces

6. Berikan obat pencahar sesuai pesanan. Rasional: merangsang kerja usus

7. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhan

Tujuan perawatan : selama perawatan gangguan mobilisasi bisa diminimalisasi sampai cedera diatasi dengan pembedahan.

Kriteria hasil :

a. Tidak ada konstraktur b. Kekuatan otot meningkat

c. Klien mampu beraktifitas kembali secara bertahap Intervensi keperawatan :

1. Kaji secara teratur fungsi motorik. Rasional : mengevaluasi keadaan secara umum

(22)

2. Instruksikan pasien untuk memanggil bila minta pertolongan. Rasional memberikan rasa aman

3. Lakukan log rolling.

Rasional : membantu ROM secara pasif

4. Pertahankan sendi 90 derajad terhadap papan kaki. Rasional mencegah footdrop

5. Ukur tekanan darah sebelum dan sesudah log rolling. Rasional : mengetahui adanya hipotensi ortostatik

6. Inspeksi kulit setiap hari.

Rasional : gangguan sirkulasi dan hilangnya sensai resiko tinggi kerusakan integritas kulit.

7. Berikan relaksan otot sesuai pesanan seperti diazepam.

Rasional : berguna untuk membatasi dan mengurangi nyeri yang berhubungan dengan spastisitas.

8. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskular Tujuan : ADL klien terpenuhi

Kriteria hasil :

a. badan klien tidak bau

b. klien tampak bersih dan rapi Intervensi Keperawatan

1. Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.

2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.

3. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care.

4. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.

5. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.

6. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.

7. Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari. 9. Resiko Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama Tujuan keperawatan : tidak terjadi gangguan integritas kulit selama perawatan Kriteria hasil : tidak ada dekibitus, kulit kering

(23)

Intervensi keperawatan : 1. Inspeksi seluruh lapisan kulit.

Rasional : kulit cenderung rusak karena perubahan sirkulasi perifer. 2. Lakukan perubahan posisi sesuai pesanan.

Rasional : untuk mengurangi penekanan kulit 3. Bersihkan dan keringkan kulit.

Rasional: meningkatkan integritas kulit 4. Jagalah tenun tetap kering.

Rasional: mengurangi resiko kelembaban kulit 5. Berikan terapi kinetik sesuai kebutuhan.

Rasional : meningkatkan sirkulasi sistemik dan perifer dan menurunkan tekanan pada kulit serta mengurangi kerusakan kulit.

BAB 3

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA Tn. S

Tanggal MRS : 20 Mei 2016 Jam Masuk : 22.49

Tanggal Pengkajian : 11 juli 2016 No. RM : 12 50 59 xx Jam Pengkajian : 08.00 WIB Diagnosa Masuk: SCI VC III-VII Hari Rawat Ke : 56

IDENTITAS

1. Nama Pasien :Tn S 2. Umur : 58 tahun 3. Suku/Bangsa :Jawa, Indonesia 4. Pendidikan : SMA

5. Pekerjaan :Swasta 6. Alamat : Surabaya

7. Biaya : JKN

KELUHAN UTAMA

(24)

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

1. Riwayat Penyakit Sekarang :pasien datang diantar polisi akibat kecelakaan lalu lintas. Pasien ditemukan tergeletak di jalan. Pasien sebelumnya ditabrak sepeda motor dengan kecepatan tinggi dari samping keteika sedang mengendarai sepeda motor di perempatan jalan Kertajaya sekitar pukul 22.00, pasien kemudian pingsan. Tidak ada riwayat kejang, muntah proyektil atau nyeri kepala. Pasien tidak dapat menggerakkan keempat ekstermitasnya dan tidak dapat merasakan sensasi dari tulang dada ke-2 hingga ke bawah. Pasien kemudian dipindah rawat dari inap di ROI, post op laminoplasty dan pro op stabilisasi sebelum dipindah ICU.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

1. Pernah Dirawat : Ya Tidak Kapan : Diagnosa : 2. Riwayat Penyakit Kronik Dan Menular : Ya Tidak Jenis :

Riwayat Kontrol :- Riwayat Penggunaan Obat :-

3. Riwayat Alergi : Tidak ada Obat Ya Tidak Jenis : Makanan Ya Tidak Jenis : Lain-Lain Ya Tidak Jenis : 4. Riwayat Operasi : Ya Tidak

- Kapan : - Jenis Operasi : 5. Lain-Lain :

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Ya Tidak

- Jenis : - Genogram : Tidak terkaji

PERILAKU YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN

Perilaku Sebelum Sakit Yang Mempengaruhi Kesehatan :

Alkohol Ya Tidak Keterangan Merokok Ya Tidak Keterangan Obat Ya Tidak Keterangan

Olah Raga Ya Tidak

Keterangan

OBSERVASI DAN PEMERIKASAAN FISIK

1. Tanda-Tanda Vital

S: 36 C N :86 x/m T :106/63 mmHg RR : 20 x/m Kesadaran : Composmentis Apatis Somnolen Sopor

Koma

Masalah Keperawatan : Ketidakefektifan bersihan

jalan nafas Resiko aspirasi

(25)

2. Sistem Pernafasan

a. Rr : 20x/m

b. Keluhan : Sesak Nyeri Waktu Nafas Orthopnea Batuk : Produktif Tidak Produktif

Sekret :kental Konsistensi : Cair

Warna:jernih Bau :

c. Penggunaan Otot Bantu Nafas : -

d. PCH : Ya Tidak

e. Irama Nafas : Teratur Tidak Teratur

f. Friction Rub :tidak ada

g. Pola Nafas : Dispnoe Kusmaul Chyne Stokes Biot h. Suara Nafas : Vesikuler Bronko Vesikuler

Tracheal Bronkhial Ronki Wheezing Crackles

i. Alat Bantu Nafas : Ya Tidak

Jenis ventilator Flow lpm Mode : CPAP FiO2 : 28% PEEP : 7 SaO2 : 98% VolTidal : 340-353 LE Ratio : 1:2 j. Penggunaan WSD - Jenis :- - Jumlah Cairan :- - Undulasi :- - Tekanan :- k. Tracheostomi : Ya Tidak

Terpasang mulai tanggal 20 Juni 2016 l. Lain-lain : 3. Sistem Kardiovaskuler

a. Nadi karotis : teraba Nadi perifer : kuat

perdarahan : tidak ada

b. Keluhan Nyeri Dada : Ya Tidak

P : -

Q : - R : - S : - T : -

c. Irama jantung : reguler ireguler

d. Suara jantung : normal (S1/S2 tunggal) murmur

gallop lain-lain

e. Ictus Cordis : tidak tampak f. CRT : < 2 detik

g. Akral : Hangat Kering Merah Basah Pucat Panas Dingin Masalah Keperawatan : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Kerusakan komunikasi verbal Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah

(26)

h. Sirkulasi Perifer : Normal Menurun i. JVP : tidak diukur j. CVP : tidak menggunakan CVC k. CTR :< 50% l. EKG &Interpretasinya : Sinus rhytm m. Lain-lain : - 4. Sistem Persyarafan a. GCS : 3 x x

b. Refleks Fisiologis: Patella Tricep Bicep c. Refleks Patologis Babinsky Brudzinsky Kernig d. Lain – lain : kehilangan fungsi sensorik dan motorik e. Keluhan Pusing : Ya Tidak

P :- Q :- R :- S :- T :- f. Pemeriksaan Saraf Kranial

N1 : Normal Tidak Ket : N2 : Normal Tidak Ket : N3 : Normal Tidak Ket : N4 : Normal Tidak Ket : N5 : Normal Tidak Ket : N6 : Normal Tidak Ket : N7 : Normal Tidak Ket : N8 : Normal Tidak Ket : N9 : Normal Tidak Ket : N10 : Normal Tidak Ket : N11 : Normal Tidak Ket : N12 : Normal Tidak Ket : g. Pupil : Anisokor Isokor Diameter: / h. tanda PTIK : muntah proyektil nyeri kepala hebat

i. Fraktur cervikal : jejas atas klavikula multiple trauma, SCI VC C3-C7 j. Istirahat/Tidur : 10 Jam/Hari Gangguan Tidur : -

k. IVD :- l. EVD :- m. ICP :- n. Lain-lain :

Pasien menggunakan collar brace, pasien mengalami tetraplegia, SCI frankle A 5. Sistem Perkemihan

a. Kebersihan Genital : Bersih Kotor

b. Sekret : Ada Tidak

c. Ulkus : Ada Tidak

d. Kebersihan Meatus Uretra : Bersih Kotor e. Keluhan Kencing : Ada Tidak

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah

Masalah Keperawatan : Resiko infeksi

(27)

Bila ada, jelaskan - f. Kemampuan berkemih:

Spontan Alat bantu, sebutkan:

Jenis : Dower Catheter Ukuran :14 fr

Hari Ke- : 2 g. Produksi Urine : 80 ml/jm

Warna :kuning jernih Bau :khas urine

h. Kandung kemih membesar: Ya Tidak

i. Nyeri Tekan : Ya Tidak

j. Intake Cairan : Oral: 1500 cc/hari Parenteral : 500 cc/hari k. Lain-lain: 6. Sistem Pencernaan a. TB : 167 cm BB : 60kg b. IMT : 21,51 Interpretasi : Ideal c. LOLA:

d. Mulut : Bersih Kotor Berbau

e. Membran Mukosa : Lembab Kering Stomatitis f. Tenggorokan :

Sakit Menelan Kesulitan Menelan Pembesaran Tonsil Nyeri Tekan

g. Abdomen : Tegang Kembung Asites h. Nyeri Tekan : Ya Tidak

i. Luka Operasi : Ada Tidak Tanggal Operasi : -

Jenis operasi : - Lokasi : - Keadaan : -

Drain : Ada Tidak

- Jumlah : -

- Warna : - - Kondisi area sekitar inserasi : - j. Peristaltik : 12 x/menit

k. BAB : 1 x/hari Terakhir Tanggal: 10 Juli 2016 l. Konsistensi : Keras Lunak Cair Lendir/Darah

m. Diit : Padat Lunak Cair

n. Diit khusus :

Sonde pan enteral / sonde tim 6x250cc

o. Nafsu Makan : Baik Menurun Frekuensi: 6 X/Hari per sonde

p. Porsi Makan : Habis Tidak Keterangan: nutrisi enteral per sonde

q. Lain-Lain :

Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah

(28)

Retensi 0-30 cc per 2 jam

7. Sistem Muskuloskeletal

a. Pergerakan sendi : Bebas Terbatas b. Kekuatan Otot: 0 0

0 0

c. Kelainan Ekstremitas : Ya Tidak d. Kelianan Tulang Belakang : Ya Tidak

- Frankel :A

e. Fraktur : Ya Tidak

- Jenis : fraktur servi k al

f. Traksi : Ya Tidak

- Jenis : - - Beban : - - Lama Pemasangan : - g. Penggunaan Spalk/Gips : Ya Tidak

h. Keluhan Nyeri : Ya Tidak

P : - Q : - R : - S : - T : - i. Sirkulasi Perifer : CRT < detik j. Kompartemen Syndrome : Ya Tidak

k. Kulit : Ikterik Sianosis Kemerahan Hiperpigmentasi l. Turgor: Baik Kurang Jelek

m. Luka Operasi : Ada Tidak

Tanggal Operasi : 30 Juni 2016 Jenis Operasi : laminoplasty

Lokasi : VC III, IV, V

Keadaan : Bersih

Drain : Ada tidak

Jumlah : - Warna : - Kondisi Area Sekitar Inserasi :-

n. ROM : pasif o. Lain-lain : - 8. Sistem Endokrin

a. Pembesaran Thyroid : Ya Tidak

b. Pembesaran Kelenjar Getah Bening : Ya Tidak

c. Hipoglikemia : Ya Tidak d. Hiperglikemia : Ya Tidak e. Lain-Lain : - 27 Masalah Keperawatan: Resiko kerusakan integritas kulit Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah

(29)

PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL

a. Persepsi klien terhadap penyakitnya : Tidak terkaji b. Ekspresi klien terhadap penyakitnya

Murung/Diam Gelisah Tegang Marah/Menangis c. Reaksi saat interaksi : Kooperatif Tidak Kooperatif Curiga

d. Gangguan konsep diri : Tidak terkaji e. Lain-lain : -

PERSONAL HYGIENE & KEBIASAAN

Jelaskan: pasien tidak dapat menggerakkan seluruh ekstermitas, Kehilangan fungsi sensorik dan motoric mulai tulang dada ke-2 sehingga seluruh kebutuhannya dibantu secara total (mandi, makan, BAB, BAK, miring kanan kiri dsb)

PENGKAJIAN SPIRITUAL

a. Kebiasaan beribadah

- Sebelum sakit : sering kadang-kadang tidak pernah - Selama sakit : sering kadang-kadang tidak pernah b. Bantuan yang diperlukan klien untuk memenuhi kebutuhan

beribadah :

-

PEMERIKSAAN PENUNJANG (Laboratorium, Radiologi, EKG, USG, dll)

MRI cervical (tanpa kontras) 26 mei 2016 jam 18.17:

Tampak fraktur kompresi pada VC 3, VC 6, VC 7 dengan peneyempitan diskus intervertebralis VC 6, 7 sisi lateral kanan disertai soft tissue edema pada m. spinalis cervical kanan kiri, (dominan kiri) setinggi VC 3-7.

Tampak lesi yang isointense pada T1W1, hiperintese pada T2 W1 pada myellum setinggi VC 2-V Th 1.

Tampak fatty changes, pada corpus Vc 2-V Th 3.

Tampak bulging disc di central yang menyebabkan mild central stenosis setinggi level Vc 3-4 an VC 5-6

Kesan:

Fraktur kompresi (traumatic) pada VC 3, VC 6, VC 7 dengan penyempitan diskus intervertebralis VC 6,7 sisi lateral kanan spinal cord injury setinggi VC 2-VTh 1 disertai soft tissue edema pada m. spinalis cervical kanan kiri (dominan kiri) setinggi VC 3-7.

Laboratorium Darah (Arteri) 11 Juli 2016

PAT temp 70

Fio2% 80

Blood Gas

Masalah Keperawatan : Defisit Perawatan diri

Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah

(30)

pH 7,428 pCo2 49,9 mmHg pO2 83,8 mmHg Hct 4 % Chemistry Na2+ 140,2mmol/L K+ 3,79mmol/L Cl- 100,0mmol/L Ca2+ 0,70mmol/L Mg2+ 0,68 mg/dl Lac 1,1mmol/dL TERAPI

Tutofusin Infus Iv 500ml/24 jam Dopamin IV 5mg/ml

Sonde Tim 6x250ml

Nebulizing Ventolin 2x/24 jam

DATA TAMBAHAN LAIN

Pasien menggunakan neck collar / collar brace Pasien diposisikan head up, supine

Pasien post operasi trakeostomi 20 Juni 2016 dan laminektomi 30 Juni 2016

Surabaya, 11 Juli 2016

(31)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ANALISA DATA

TANGGAL DATA ETIOLOGI MASALAH

11 Juli 2016

DS :

-DO: pasien terpasang trakeostomi

Pasien GCS 3XX

Pasien tidak dapat bersuara

Fraktur cervikal Injury pada VC3, VC 6, VC 7 Gangguan otot pernafasan Trakeostomi Pasien tidak dapat mengeluarkan suara Hambatan dalam mengekspresikan komunikasi secara verbal Kerusakan komunikasi verbal DS :

DO: pasien terpasang trakeostomi

Menggunakan ventilator Suara nafas ronkhi

Fraktur cervikal Injury pada VC3, VC 6, VC 7 Kerusakan nervus frenikus Hilangnya inervasi otot pernafasan Penurunan kemampuan pengembangan dada Gagal napas Pemasangan trakeostomi + ventilator Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

(32)

Peningkatan produksi sekret

TANGGAL DATA ETIOLOGI MASALAH

11 Juli 2016

DS :

-DO: pasien mengalami tetraplegia

SCI VC3, 6, 7

Seluruh kebutuhan pasien tidak dapat dipenuhi secara mandiri Fraktur servikal Injury pada VC3, VC 6, VC 7 Kerusakan sensorik dan motorik, Kerusakan mobilitas fisik Ketidakmampuan melakukan aktivitas secara mandiri Defisit perawatan diri: mandi, makan, toileting

11 Juli 2016 DS :

-DO: pasien terpasang trakeostomi

Menggunakan ventilator Suara nafas ronkhi GCS 3XX

Pasien diposisikan head up Supine Fraktur servikal Injury pada VC3, VC 6, VC 7 Kerusakan sensorik dan motorik, gangguan otot pernafasan Gangguan motilitas GI, refluks gastrointestinal Resiko aspirasi 11 Juli 2016 DS :

-DO: pasien mengalami tetrapalegi

Pasien diposisikan head up, supine

GCS 3XX SCI V3, 6, 7

Kulit lembab, kemerahan, tidak ada luka dekubitus

Fraktur cervical Injury pada VC3, VC 6, VC 7

Kerusakan sensorik dan motorik

Tirah baring lama, menekan kulit, memicu perlukaan

Resiko kerusakan integritas kulit

11 Juli 2016 DS:

-DO: pasien menggunakan dower catheter sejak awal masuk rumah sakit

Kateter diganti setiap 3-7 hari sekali Fraktur servikal Injury pada VC3, VC6, VC 7 Gagal napas, Resiko infeksi

(33)

Pasien menggunakan

trakeostomi observasi ketat hemodinamik Pemasangan trakeostomi, pemasangan DC Potensi menjadi port de entry

mikroorganisme patogen

(34)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

TANGGAL : 11 Juli 2016 1.

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d peningkatan produksi sekret 2.

Resiko aspirasi b.d ganguan motalitas dan refluks gastrointestinal 3.

Resiko infeksi b.d resiko paparan mikroorganisme pada port de entry 4.

Defisit perawatan diri b.d ketidakmampuan pasien melakukan aktivitas sehari-hari 5.

Resiko kerusakan integritas kulit b.d tirah baring lama 6.

(35)

RENCANA INTERVENSI HARI/

TANGGAL WAKTU

DIAGNOSA KEPERAWATAN

(Tujuan, Kriteria Hasil) INTERVENSI

Senin, 11Juli 2016

09.00 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Tujuan : jalan nafas efektif

KH :

Suara nafas vesikuler

Tidak ada tanda infeksi saluran nafas Irama nafasteratur

Tidak terdapat resistensi di saluran nafas

1.

Atur posisi pasien, pertahankan jalan nafas 2.

Auskultasi suara nafas dan kaji status oksigenasi 3.

Lakukan fisioterapi dada bila mungkin 4.

Lakukan suction / hisap lendir 5.

Berikan terapi sesuai program (nebulizing) 6.

Kaji tanda-tanda vital Senin, 11Juli

2016

09.00 R esiko aspirasi

Tujuan : tidak terajadi ganguan ventilasi KH :

Status pernafasan pasien dalam kisaran normal

Pasien tidak menunjukkan adanya pembengkakan jalan nafas

1.

Pertahankan kepatenan jalan nafas 2.

Minimalkan faktor resiko aspirasi (posisi NGT yang salah, retensi lambung, refleksi muntah)

3.

Mencegah dan mengatasi regurgitasi

Senin, 11Juli 2016

09.00 Resiko infeksi

Tujuan: faktor resiko infeksi hilang KH:

Penyebaran agen infeksi menurun atau tidak ada

Tidak ada tanda dan gejala infeksi (demam, peningkatan suhu tubuh, muncul nanah, area insersi kemerahan, kultur urine/sputum/darah positif)

1.

Lakukan perawatan rutin luka dan area yang beresiko menjaadi port de entry (kateter, trakeostomi).

2.

Lakukan suction dengan prinsip steril. 3.

Kolaborasikan pemberian antibiotik bila perlu. 4.

Observasi tanda-tanda vital 5.

Kaji nilai laboratorium darah, urine maupun sputum bila terjadi tanda-tanda infeksi.

Senin, 11Juli 2016

09.00

Defisit perawatan diri

Tujuan : hygiene pasien terjaga KH :

Kulit pasien teraba lembab, tampak bersih, tidak bau

1.

Bantu pasien memenuhi kebutuhan hygiene sehari hari 2.

Berikan lotion pada area kulit yang kering 3.

(36)

Senin, 11Juli 2016

09.00

Resiko kerusakan integritas kulit Tujuan : keutuhan kulit terjaga KH :

Tidak tampak adanya ulkus dkubitus Keutuhan struktur dan fungsi kulit

1.

Bersihkan, pantau dan tingkatkan penyembuhan luka jahitan dan trakeostomi

2.

Minimalkan penekanan pada bagian-bagian tubuh 3.

Kaji integritas kulit dan membrane mukosa

Senin, 11Juli 2016

09.00 Kerusakan komunikasi verbal

Tujuan : beradaptasi dengan keterbatasan verbal KH :

Menggunakan cara berkomunikasi alternative Dukungan keluarga dalam komunikasi

1.

Sediakan metode alternative lain seperti isyarat wajah, ekspresi dll untuk berkomunikasi semampu pasien

2.

Modifikasi lingkungan untuk mengurangi gangguan komunikasi 3.

Kaji frustasi, marah, depresi dan respon lain dalam berkomunikasi

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Hari/Tgl/Shift No. DK Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf

Senin, 11 Juli 2016 1 , 3 09.00 Mengkaji tanda-tanda vital 15.00 DK1 DS :

(37)

-Pagi 1,2 2 2, 4 3 4 5 6 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 09.00 10.00 12.00 14.00 14.30

Mempertahankan posisi pasien dan jalan nafas : posisi supine, head up, terpasang cervical collar Mengauskultasi suara nafas, mengkaji status oksigenasi dan RR

Melakukan fisioterapi dada

Meminimalkan faktor resiko aspirasi

Memberikan makanan per sonde, cek retensi lambung

Melakukan perawatan luka dan area yang beresiko menjaadi port de entry (kateter, trakeostomi). Melakukan suction dengan prinsip steril.

Memandikan pasien, memberikan lotion pada area kulit yang kering, mengkaji kebersihan pasien Memantau kebersihan area trakeostomi

Meminimalkan tekanan pada punggung dengan kasur anti de k ubitus

Mengkaji integritas kulit dan membrane mukosa Menyediakan alternative berkomunikasi dengan pertanyaan tertutup

Memodifikasi lingkungan untuk mengurangi gangguan berkomunikasi (bicara dengan bahasa sederhana, volume dikeraskan dan lebih mendekat

DO: pasien terpasang trakeostomi Menggunakan ventilator

Suara nafas ronkhi Status oksigenasi 98% TD : 110/71 mmHg N : 86 x/m

RR : 22 x/m S : 36 C

posisi supine, head up, terpasang cervical collar

A : masalah ketidakefektifan jalan nafas belum teratasi

P: lanjutkan intervensi DK 2

DS :

DO: pasien terpasang trakeostomi Menggunakan ventilator

Suara nafas ronkhi GCS 3XX

Pasien diposisikan head up Supine

A : masalah resiko aspirasi belum teratasi P: lanjutkan intervensi

DK 3 DS:

-DO: Tidak ada demam, suhu tubuh 36 C, area trakeostomi dan kateter bersih, kulit tidak kemerahan.

(38)

ke wajah)

Mengkaji respon pasien selama berkomunikasi

P: lanjutkan intervensi. DK 4

DS :

-DO: pasien mengalami tetraplegia SCI VC3, 6, 7

Sone tim 250 cc

Kulit bersih, tidak ada dekubitus

A : masalah deficit perawatan diri belum teratasi

P: lanjutkan intervensi

DK 5 DS :

-DO: pasien mengalami tetrapalegi Pasien diposisikan head up, supine GCS 3XX

SCI V3, 6, 7

Kulit lembab, tidak ada dekubitus A : masalah resiko kerusakan integritas kulit belum teratasi

P: lanjutkan intervensi

DK 6 DS :

-DO: pasien terpasang trakeostomi Pasien diposisikan head up, supine

(39)

GCS 3XX

A : masalah kerusakan komunikasi verbal belum teratasi

P: lanjutkan intervensi

Hari/Tgl/Shift No. DK Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf

Selasa 12 Juli 2016 Pagi 1 ,3 1,2 2 2, 4 3 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 09.00 10.00 10.00 10.00 12.00 14.00

Mengkaji tanda-tanda vital

Mempertahankan posisi pasien dan jalan nafas : posisi supine, head up, cervical collar diganti dengan soft collar brace

Memberikan terapi nebulizing, ventolin Mengauskultasi suara nafas, mengkaji status oksigenasi dan RR

Melakukan suction

Melakukan fisioterapi dada

Meminimalkan faktor resiko aspirasi

Memberikan makanan personde, cek retensi

DK 1 DS :

-DO: pasien terpasang trakeostomi Menggunakan ventilator

Suara nafas ronkhi Status oksigenasi 98% TD : 110/71 mmHg N : 86 x/m

RR : 22 x/m S : 36 C

posisi supine, head up, terpasang cervical collar

A : masalah ketidakefektifan jalan nafas belum teratasi

P: lanjutkan intervensi DK 2

(40)

4 5

6

14.30 lambung

Melakukan suction dengan prinsip steril.

Memandikan pasien, memberikan lotion pada area kulit yang kering, mengkaji kebersihan pasien Memantau kebersihan area trakeostomi

Meminimalkan tekanan pada punggung dengan kasur anti decubitus

Mengkaji integritas kulit dan membrane mukosa Menyediakan alternative berkomunikasi dengan pertanyaan tertutup

Memodifikasi lingkungan untuk mengurangi gangguan berkomunikasi (bicara dengan sederhana, volume dikeraskan dan lebih mendekat ke wajah) Mengkaji respon pasien selama berkomunikasi

DS :

DO: pasien terpasang trakeostomi Menggunakan ventilator

Suara nafas ronkhi GCS 3XX

Pasien diposisikan head up Supine

A : masalah resiko aspirasi belum teratasi P: lanjutkan intervensi

DK 3 DS:

-DO: Tidak ada demam, suhu tubuh 36 C, area trakeostomi dan kateter bersih, kulit tidak kemerahan.

A: Tidak terjadi resiko infeksi P: lanjutkan intervensi. DK 4

DS :

-DO: pasien mengalami tetraplegia SCI VC3, 6, 7

Sone tim 250 cc

Kulit bersih, tidak ada dekubitus

A : masalah deficit perawatan diri belum teratasi

P: lanjutkan intervensi

DK 5 DS :

(41)

Pasien diposisikan head up, supine GCS 3XX

SCI V3, 6, 7

Kulit lembab, tidak ada dekubitus A : masalah resiko kerusakan integritas kulit belum teratasi

P: lanjutkan intervensi DK 6

DS :

-DO: pasien terpasang trakeostomi Pasien diposisikan head up, supine GCS 3XX

A : masalah kerusakan komunikasi verbal belum teratasi

P: lanjutkan intervensi

Hari/Tgl/Shift No. DK Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf

Rabu 1 ,3 09.00 Mengkaji tanda-tanda vital DK 1

(42)

-13 Juli 2016 Sore 1,2 2 2, 4 3 4 5 6 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 09.00 10.00 10.00 10.00 12.00 14.00 14.30

Mempertahankan posisi pasien dan jalan nafas : posisi miring ke kiri, head up, memakai soft collar brace

Memberikan terapi nebulizing, ventolin Mengauskultasi suara nafas, mengkaji status oksigenasi dan RR

Melakukan suction

Melakukan fisioterapi dada

Meminimalkan faktor resiko aspirasi Memberikan nutrisi parenteral: Tutofusin 1500cc/24jam, diberikan 500cc/8 jam

Melakukan perawatan luka dan area yang beresiko menjaadi port de entry (kateter, trakeostomi). Melakukan suction dengan prinsip steril. Mengkolaborasikan pemberian antibiotik

Cefosulbactam 1 gram IV, paracetamol 1 gram/100 cc drip.

Melakukan pengambilan sampel nilai laboratorium darah, urine maupun sputum

Memandikan pasien, memberikan lotion pada area kulit yang kering, mengkaji kebersihan pasien Melakukan perawatan trakeostomi

DO: pasien terpasang trakeostomi Menggunakan ventilator

Suara nafas ronkhi Status oksigenasi 98% TD : 110/71 mmHg N : 86 x/m

RR : 22 x/m S : 38,3 C

posisi supine, head up, terpasang cervical collar

A : masalah ketidakefektifan jalan nafas belum teratasi

P: lanjutkan intervensi DK 2

DS :

DO: pasien terpasang trakeostomi Menggunakan ventilator

Suara nafas ronkhi GCS 3XX

Pasien diposisikan head up Supine

A : masalah belum teratasi P: lanjutkan intervensi DK 3

DS:

-DO: Pasien demam, suhu tubuh 38,3 C, area trakeostomi dan kateter bersih, kulit tidak kemerahan.

(43)

Meminimalkan tekanan pada punggung dengan kasur anti decubitus

Mengkaji integritas kulit dan membrane mukosa Menyediakan alternative berkomunikasi dengan pertanyaan tertutup

Memodifikasi lingkungan untuk mengurangi gangguan berkomunikasi (bicara dengan sederhana, volume dikeraskan dan lebih mendekat ke wajah) Mengkaji respon pasien selama berkomunikasi

P: lanjutkan intervensi.

DK 4 DS :

-DO: pasien mengalami tetraplegia SCI VC3, 6, 7

Kulit bersih, tidak ada dekubitus

A : masalah deficit perawatan diri belum teratasi

P: lanjutkan intervensi DK 5

DS :

-DO: pasien mengalami tetrapalegi Pasien diposisikan head up, supine GCS 3XX

SCI V3, 6, 7

Kulit lembab, tidak ada dekubitus A : masalah resiko kerusakan integritas kulit belum teratasi

P: lanjutkan intervensi DK 6

DS :

-DO: pasien terpasang trakeostomi Pasien diposisikan head up, supine GCS 3XX

A : masalah kerusakan komunikasi verbal belum teratasi

(44)

Hari/Tgl/Shift No. DK Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf Kamis 14 Juli 2016 Sore 1 ,3 1,2 2 2,3 2, 4 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00 19.00 20.00 13.00 18.00 14.00 15.00

Mengkaji tanda-tanda vital

Mempertahankan posisi pasien dan jalan nafas : posisi supine, head up, memakai soft collar brace Memberikan terapi nebulizing, ventolin

Mengauskultasi suara nafas, mengkaji status oksigenasi dan RR

Melakukan suction dengan prinsip steril Melakukan fisioterapi dada

Meminimalkan faktor resiko aspirasi

DK 1 DS :

-DO: pasien terpasang trakeostomi Menggunakan ventilator

Suara nafas ronkhi Status oksigenasi 98% TD : 110/71 mmHg N : 86 x/m

RR : 22 x/m S : 37,9 C

posisi supine, head up, terpasang cervical collar

A : masalah ketidakefektifan jalan nafas belum teratasi

(45)

3

4 5

6

Memberikan nutrisi parenteral: Tutofusin 500cc/8 jam

Mengkolaborasikan pemberian antibiotik Cefosulbactam 1 gram IV, paracetamol drip 1 gram/100 cc

Mengkaji nilai laboratorium kultur darah, sputum dan urine.

Memandikan pasien, memberikan lotion pada area kulit yang kering, mengkaji kebersihan pasien Memantau kebersihan area trakeostomi

Meminimalkan tekanan pada punggung dengan kasur anti decubitus

Mengkaji integritas kulit dan membrane mukosa Menyediakan alternative berkomunikasi dengan pertanyaan tertutup

Memodifikasi lingkungan untuk mengurangi gangguan berkomunikasi (bicara dengan sederhana, volume dikeraskan dan lebih mendekat ke wajah) Mengkaji respon pasien selama berkomunikasi

DK 2 DS :

DO: pasien terpasang trakeostomi Menggunakan ventilator

Suara nafas ronkhi GCS 1XX

Pasien diposisikan head up Supine

A : masalah resiko aspirasi belum teratasi P: lanjutkan intervensi

DK 3 DS:

-DO: Pasien demam, suhu tubuh 37,9 C, area trakeostomi dan kateter bersih, kulit tidak kemerahan, kultur darah negatif, kultur urin negatif, kultur sputum menunjukkan pneumonia.

A: Terjadi infeksi

P: lanjutkan intervensi penanganan infeksi DK 4

DS :

-DO: pasien mengalami tetraplegia SCI VC3, 6, 7

Kulit bersih, tidak ada dekubitus

A : masalah deficit perawatan diri belum teratasi

P: lanjutkan intervensi DK 5

(46)

DS :

-DO: pasien mengalami tetrapalegi Pasien diposisikan head up, supine GCS 1XX

SCI V3, 6, 7

Kulit lembab, tidak ada dekubitus A : masalah resiko kerusakan integritas kulit belum teratasi

P: lanjutkan intervensi DK 6

DS :

-DO: pasien terpasang trakeostomi Pasien diposisikan head up, supine GCS 1XX

A : masalah kerusakan komunikasi verbal belum teratasi

P: lanjutkan intervensi

Hari/Tgl/Shift No. DK Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf

Gambar

Gambar 1. Tulang Belakang (www.medscape.com, 2010)
Gambar 2. Atlas dan Axis (www.bonespine.com, 2009)
Gambar 3. Spinal Ligament-ligamentum Flavum (www.spineuniverse.com, 2010)

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah membandingkan kebutuhan air irigasi di DI Cisadane barat laut dengan menggunakan pola tanam serentak dan tidak serentak, serta

Menurut Smith, “Perbedaan bakat alamiah di antara orang yang berbeda-beda, dalam kenyataannya, tidak sehebat yang diperkirakan.” Bahkan baginya justru sebaliknya, perbedaan

Kondisi permukiman penduduk yang padat di Kecamatan TanjungKarang Pusat, berdasarkan data menurut BPS (2010), terlihat bahwa kepadatan jumlah penduduk dengan angka yang

Paket pekerjaan Perencanaan Teknik dan Pengembangan SPAM di Kawasan / Klaster Kecamatan Konang Kabupaten Bangkalan, setelah dilakukan Evaluasi Dokumen Penawaran

periode tahun 1998 s/d 2014 dibandingkan skenario peruba-han tata guna lahan pada DAS Noelbaki, diperoleh hasil pening-katan debit puncak limpasan pada Bendungan

Hasil evaluasi terhadap kebijakan pelaksanaan Inpres Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan PLG di Kalimantan Tengah ▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄

Penelitian ini bertujuan untuk membuat rancangan pengaplikasian text to speech dalam sistem penerjemah Bahasa Indonesia ke Bahasa Madura dengan menggunakan penerapan

Berdasarkan data dari tabel (2, 3 dan 4) maka dapat diplot data pengujian untuk mendapatkan Keseragaman ketebalan hasil potong yang optimum berdasarkan diameter