• Tidak ada hasil yang ditemukan

Obgyn - Pemeriksaan Dasar Infertilitas Pada Wanita Dan Pria

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Obgyn - Pemeriksaan Dasar Infertilitas Pada Wanita Dan Pria"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

PEMERIKSAAN DASAR INFERTILITAS PADA PRIA DAN WANITA

I. PENDAHULUAN

Infertilitas adalah keadaan yang mempengaruhi 10-15% pasangan pada kelompok usia reproduktif. Usia sangat menentukan besarnya kesempatan suami isteri untuk mendapatkan keturunan. Terdapat hubungan yang terbalik antara bertambahnya usia isteri dengan penurunan kemungkinan untuk mengalami kehamilan. 94% perempuan subur di usia 35 tahun atau 77% perempuan subur di usia 38 tahun akan mengalami kehamilan dalam kurun waktu tiga tahun lama pernikahan. Akibat masalah ekonomi atau adanya keinginan menunda kehamilan memberikan pengaruh kuat terhadap penurunan kesempatan bagi perempuan masa kini untuk mengalami kehamila. 1,3

Pada pendataan dari tahun 2006 hingga 2010, dinyatakan lebih 1.5 juta wanita di U.S. atau 6% pada populasi dari usia 15 ke 44 tahun dilaporkan mengalami infertilitas, dan 6.7 juta wanita dilaporkan mengalami gangguan untuk hamil atau dapat hamil cukup bulan. 2

Pemeriksaan dasar infertilitas merupakan hal yang sangat penting dalam tatalaksana infertilitas. Dengan melakukan pemeriksaan dasar yang baik dan lengkap, maka terapi dapat diberikan dengan cepat dan tepat, sehingga penderita infertilitas dapat terhindar dari keterlambatan tatalaksana infertilitas yang dapat memperburuk prognosis dari pasangan suami istri tersebut.3

Sebagai dokter umum banyak hal yang bisa dilakukan pada lini pertama dengan melakukan anamnesa dengan benar dan efektif, melakukan pemeriksaan dengan benar dan melakukan terapi sederhana. Beberapa pemeriksaan dasar dianjurkan untuk mengevaluasi 5 komponen utama penyebab infertilitas seperti faktor pasangan (pria), faktor ovulasi, faktor serviks, faktor uterotuba dan faktor perineal.4

(2)

2) Kadar serum progesterone 3) Suhu basal tubuh

4) Uji lender serviks 5) Kadar LH dalam urin 6) Biopsy endometrium

7) Kadar FSH dan estradiol hari ketiga 8) Clomiphene Challenge Test

9) Uji pasca senggama 10) Histerosalpingogram 11) Laparoskopi

II. DEFINISI INFERTILITAS

Infertilitas merupakan masalah yang dihadapi oleh pasangan suami istri yang telah menikah selama minimal satu tahun, melakukan hubungan senggama teratur, tanpa menggunakan kontrasepsi, tetapi belum berhasil memperoleh kehamilan.1,3

Infertilitas dikatakan sebagai infertilitas primer jika sebelumnya pasangan suami istri belum pernah mengalami kehamilan. Sementara itu, dikatakan sebagai infertilitas sekunder jika pasangan suami istri gagal untuk memperoleh kehamilan setelah satu tahun pascapersalinan atau pascaabortus, tanpa menggunakan kontrasepsi apa pun.3

III. ETIOLOGI

Pada prinsipnya, masalah yang terkait dengan infertilitas ini dapat dibagi berdasarkan masalah yang sering dijumpai pada perempuan dan masalah yang sering dijumpai pada laki-laki.3

(3)

Tabel 1: Faktor

penyebab infertilitas 4

Faktor pasangan (pria) antaranya yang dapat menyebabkan infertilitas pada laki-laki adalah penggunaan obat-obatan, antibody sperma, kelainan anatomi, abnormality pada kromosom, penyakit sistemik, toksik, trauma testikuler, infeksi dan riwayat operasi. Faktor resiko antaranya merokok, konsumsi alcohol, obesitas, dan usia tua. 4

Faktor infertilitas yang berasal dari wanita dapat dibagi menjadi beberapa kategori, antara lain:

a.

Faktor Ovulasi

Ovarium memiliki fungsi sebagai penghasil oosit dan penghasil hormon. Masalah utama yang terkait dengan fertilitas ada gangguan fungsi ovulasi.3

Gangguan ovulasi didefinisikan sebagai perubahan frekuensi dan durasi siklus menstruasi. Siklus menstruasi yang normal berlangsung selama 21-35 hari, dengan rata-rata selama 28 hari. Sebagian besar perempuan dengan siklus haid normal akan menunjukkan siklus haid yang berovulasi. Untuk mendapatkan rerata siklus haid diperoleh informasi dalam 3 – 4 bulan terakhir. Kegagalan berovulasi adalah masalah infertilitas yang paling sering terjadi.3,4

Etiologi Insiden pada Pasangan

yang Infertil (%) Faktor utero-tuba dan peritoneum 25-35

Faktor pasangan (pria) 20-35

Faktor ovulasi 15-25

Idiopatik 10-20

Faktor serviks 3-5

(4)

Gangguan ovulasi dapat disebabkan oleh penyakit seperti penyakit tiroid yaitu hipotiroidisme, penyakit hepar, penyakit ginjal, obesitas, dan pertumbuhan kista ovarium non-neoplastik ataupun kista ovarium neoplastik.3,4

Sindrom ovarium polikistik merupakan masalah gangguan ovulasi utama yang seringkali dijumpai pada kasus infertilitas. Saat ini untuk menegakkan diagnosis sindrom ovarium polikistik jika ditemukan dari tiga gejala di bawah ini:3

1) Terdapat siklus haid oligoovulasi atau anovulasi.

2) Terdapat gambaran ovarium polikistik pada pemeriksaan USG.

3) Terdapat gambaran hiperandrogenisme baik klinis maupun biokimiawi. b.

Faktor Tuba dan Peritoneal

Tuba Fallopii memiliki peran yang besar di dalam proses fertilisasi, karena tuba berperan di dalam proses transpor sperma, kapasitas sperma dalam proses fertilisasi, dan transport embrio. Adanya kerusakan atau kelainan tuba akan berpengaruh terhadap angka fertilitas.3

Gejala seperti nyeri kronis pada pelvis atau dismenore dapat menunjukkan adanya obstruksi tuba. Perlekatan dapat mencegah pergerakan tuba yang normal, pengambilan ovum, dan pengangkutan telur yang telah difertilisasi kedalam uterus. Berbagai macam etiologi yang berperan terhadap gangguan tuba, termasuk infeksi pelvis, endometriosis, dan riwayat operasi pelvis.4

Riwayat penyakit radang pelvis (PID) kemungkinan besar dapat menyebabkan kerusakan pada tuba fallopi atau adanya perlekatan pelvis. Di Amerika Serikat, penyebab penyakit tuba yang paling sering adalah infeksi yang disebabkan oleh Clamidia trachomatis atau Neisseria gonorrhoeae. 4

c.

Faktor Serviks

Gangguan pada serviks dapat disebabkan oleh abnormal pada produksi mukus atau kelainan interaksi mukus dengan sperma. Serviks uterus memainkan peranan yang penting dalam pengangkutan sperma setelah berhubungan seksual. Produksi dan karakteristik mukus di serviks berubah berdasarkan pada konsentrasi estrogen selama fase akhir

(5)

Servisitis kronis memiliki kaitan yang erat dengan infertilitas karena dapat menyebabkan kesulitan bagi sperma untuk melakukan penetrasi ke dalam kavum uteri. Sementara trauma pada serviks yang memerlukan tindakan operasi tertentu seperti konisasi atau upaya abortus provokatus sehingga menyebabkan cacat pada serviks, dapat menjadi penyebab terjadinya infertilitas.3

d.

Faktor Peritoneum

Masalah yang sering dikaitkan antara faktor peritoneum dengan infertilitas adalah seperti endometriosis dan adhesi pelvis atau adneksa. Endometriosis dijumpai sebesar 25-40% pada perempuan dengan masalah infertilitas dan dijumpai sebesar 2%-5% pada populasi umum.3,4

Perlengketan pelvis sering dikaitkan dengan riwayat operasi pelvis, PID atau endometriosis. Endometriosis memberikan gejala nyeri panggul, dismenore, dan infertilitas. 4

Patogenesis endometriosis di rongga peritoneum seringkali dikaitkan dengan teori regurgitasi implantasi dari Sampson atau dapat pula dikaitkan dengan teori metaplasia. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti hubungan yang erat antara endometriosis dengan kejadian infertilitas. Diperkirakan disebabkan oleh faktor-faktor imunologis yang kemudian berdampak negatif terhadap kerusakan jaringan.3

IV. EVALUASI DASAR INFERTILITAS

Pemeriksaan dasar merupakan hal yang sangat penting dalam tata laksana infertilitas. Dengan melakukan pemeriksaan dasar yang baik dan lengkap, maka terapi dapat diberikan dengan cepat dan tepat, sehingga penderita infertilitas dapat terhindar dari keterlambatan tata laksana infertilitas yang dapat memperburuk prognosis dari pasangan suami istri tersebut. 3

Evaluasi infertilitas berfungsi untuk : 1 1. Menentukan penyebab infertilitas

(6)

2. Memberikan pasangan berkenaan informasi yang akurat bagi menyangkal informasi yang salah dari teman dan media massa.

3. Memberikan sokongan moral dan emosional sepanjang periode evaluasi.

4. Mengedukasi kepada pasangan mengenai gangguan spesifik yang mereka alami dan terapi alternaif yang tersedia atau adopsi.

(7)

Gambar 1. Algoritme untuk evaluasi infertilitas. 2 a. Wawancara / Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Pada awal pertemuan, penting sekali untuk memperoleh data apakah pasangan suami istri atau salah satunya memiliki kebiasaan merokok atau minum minuman beralkohol. Perlu juga diketahui apakah salah satu pasangan menjalani terapi khusus seperti antihipertensi, kortikosteroid dan sitostatika.3

Pihak laki-laki harus ditanya mengenai lama menikah, usia pasangan, pekerjaaan, frekuensi dan waktu melakukan hubungan seksual, riwayat perkembangan urologis,

(8)

riwayat operasi genitala, riwayat hubungan kelamin, memiliki kebiasaan merokok atau minum minumam beralkohol, riwayat penggunaan narkoba, penyakit infeksi alat reproduksi dan penyakit sistemik.2, 3, 13

Pemeriksaan jasmani pada umumnya termasuk seks sekunder (penyebaran rambut, ginekomastia dll). Pemeriksaan khusus alat reproduksi (penis, letak lubang uretra, ukuran, konsistensi testis, skrotum dll). Pasangan (pria) harus diskrining untuk penyakit hipogonadisme, penyakit testikuler, penggunaan obat-obatan dan bahan toksik, gangguan ereksi dan gangguan motilitas sperma.4

Pihak perempuan harus ditanyai mengenai saat dia mengalami pubertas dan menarke. Riwayat haid harus meliputi lama siklus, durasi dan jumlah perdarahan, serta dismenorea atau gejala prahaid yang menyertai. Riwayat haid yang dapat diperkirakan, teratur, dan siklik sesuai dengan ovulasi, sedangkan riwayat amenore atau menometroragia mungkin menunjukkan anovulasi atau kelainan uterus.11

Pasien harus ditanyai mengenai dismenore yang mungkin berhubungan dengan endometriosis dan menorrhagia yang berhubungan dengan fibroid uterus. Riwayat penyakit radang panggul, perforasi appendiks atau pembedahan abdomen lainnya, atau pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim dapat menyebabkan penyakit pada tuba. Riwayat galaktorea mungkin jadi petunjuk hiperprolaktinemia, sedangkan riwayat hirsutisme yang muncul saat pubertas atau hirsutisme yang cepat memburuk mungkin mengisyaratkan adanya penyakit ovarium polikistik.4

Perlu dilakukan anamnesis terkait dengan frekuensi senggama yang dilakukan selama ini. Harus dilakukan anamnesis menyeluruh mengenai riwayat penyakit dahulu dan riwayat keluarga. Masalah seksual, sosial, dan spikologis harus dibahas. Evaluasi dan terapi infertilitas sebelumnya juga perlu didapatkan dan diinterpretasikan.1

Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan pada pasien dengan masalah infertilitas adalah pengukuran tinggi badan, penilaian berat badan, dan pengukuran lingkar pinggang. Perempuan dengan indeks massa tubuh (IMT) lebih dari 25kg/m2 termasuk dalam kelompok kriteria berat badan lebih. Hal ini memiliki kaitan yang erat dengan sindrom metabolik. IMT yang kurang dari 19 kg/m2 sering dikaitkan dengan penampilan pasien

(9)

terlalu kurus dan perlu dipikirkan adanya penyakit kronis seperti TBC, kanker atau masalah kesehatan jiwa.3

Pemeriksaan fisik yang menyeluruh diperlukan untuk membantu menentukan faktor-faktor penting yang mungkin menyebabkan infertilitas. Akne, kulit berminyak, dan hirsutisme mungkin disebabkan oleh kelebihan androgen. Pembesaran tiroid, galaktorea, ukuran dan mobility alat reproduktif dan infeksi menular seksual harus diperiksa dengan cermat. 4

Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai dengan diagnosis klinis yang diarahkan. Namun, ada beberapa rekomndasi spesifik. Bagi wanita dengan titer rubella negatif harus mendapat imunisasi dan menunda kehamilan selama 3 bulan. Bila wanita disahkan hamil, tes sifilis, tes hepatitis, dan tes HIV dilakukan sesuai kebijakan pemerintah. Skrining untuk mendeteksi adanya kista fibrosis juga sebaiknya dilakukan.1

Pemeriksaan dasar yang dianjurkan untuk mendeteksi atau mengkonfirmasi adanya ovulasi dalam sebuah siklus haid adalah penilaian kadar progestron pada fase luteal, yaitu kurang lebih 7 hari sebelum perkiraan datangya haid. Pemeriksaan kadar TSH dan prolaktin hanya dilakukan jika terdapat indikasi berupa siklus yang tidak berovulasi atau gejala klinik sesuai dengan kelainan kelenjar tiroid. Pemeriksaan FSH dan LH dilakukan pada fase proliferasi awal (hari 3-5) terutama jika dipertimbangkan peningkatan nisbah LH/FSH pada kasus sindrom ovarium polikistik.3

b. Pemeriksaan Dasar Infertilitas

Petunjuk penting yang menunjukkan penyebab infertilitas dapat diperoleh dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Beberapa tes dapat dilakukan untuk menilai 5 komponen penting fertilitas: faktor pasangan (pria), faktor ovulasi, faktor serviks, faktor uterotubal, dan faktor peritoneum (Lihat tabel 2). Menurut European Society for Human Reproduction and Embryology Capri Workshop menyimpulkan bahwa kelainan dalam analisis semen, hysterosalpingogram, atau pemeriksaan laboratorium terkait fungsi ovulasi berkorelasi dengan gangguan fertilitas.4

(10)

Faktor Etiologi Tes Diagnostik Faktor pasangan (pria)  Analisis semen

Faktor ovulasi  Kadar serum progesterone

 Suhu basal tubuh

 Uji lendir serviks

 Kadar LH dalam urin

 Biopsi endometrium

 Kadar FSH hari ketiga

 Kadar beta-estradiol hari ketiga

Uji clomiphene (Clomiphene Challenge Test) Faktor serviks Uji pasca senggama

Faktor utero-tuba  Histerosalpingogram Faktor peritoneum  Laparoskopi

Tabel 2. Tes Diagnostik untuk Menilai Infertilitas 4 1. ANALISIS SEMEN

Pemeriksaan analisis semen dilakukan setelah 48 – 72 jam pasangan suami istri menjalani abstinensi (tidak berhubungan seksual). Contoh ejakulat ditampung di dalam tabung yang tidak megandung spermasidal dan paling lambat analisis dilakukan 2 jam setelah ejakulasi. Pada pemeriksaan ini dihitung beberapa parameter, antara lain: volume ejakulat, jumlah (konsentrasi sperma), motilitas, dan morfologinya. Guideline bagi normal sampel semen telah ditetapkan oleh World Health Organization (WHO) di Tabel 3. 2

Jika hasil pemeriksaan didapatkan abnormal, dilanjutkan evaluasi lanjut. Jika oligospermia atau azoospermia didapatkan, dicurigai hypogonadism. Jumlah total testeosterone di pagi hari (normal = 240-950 ng per dL) dan (FSH; normal range = 1,5-12.4IU per L) dapat membedakan antara kelainan primer atau sekunder.2

(11)

Tabel 3. WHO Pedoman Referensi Semen Analisis 2010.2

Ada variasi yang besar dari sampel ke sampel dalam hal volume, jumlah, dan motilitas. selain mungkin ada variasi musiman dalam nilai-nilai tersebut. Oleh karena itu, disarankan bahwa jika ditemukan kelainan, analisis ulangan harus dilakukan 2 sampai 3 bulan kemudian untuk menentukan adanya faktor laki-laki. Hal ini tidak pantas untuk ditunjuk laki-laki secara subur berdasarkan analisis semen tunggal. 13

2. KADAR SERUM PROGESTERONE

Tes yang paling tepat untuk mendeteksi ovulasi adalah konsentrasi serum progesteron. Ini dilakukan sekitar tujuh hari sebelum tanggal prediksi periode menstruasi (hari 1). hari dapat dihitung atas dasar fase luteal 14 hari sehingga jika siklus menstruasi adalah 28 hari, tes pada hari 21. Uji pada hari 23 dari siklus 30 hari, dan hari 25 dari siklus 32 hari. 11

(12)

Konsentrasi progesteron di atas 20-25 nmol / L menegaskan ovulasi terjadi dalam siklus itu. nilai-nilai yang lebih rendah berarti baik anovulasi atau waktu yang tidak pantas dari tes darah. Sebuah konsentrasi rendah dapat diperiksa dengan mengambil dua pengukuran progesteron seminggu terpisah dalam siklus berikutnya atau alternatif menghitung ulang hari pengujian.11

3. METODE KURVA SUHU BASAL TUBUH

Penentuan suhu basal tubuh adalah cara untuk memperkirakan hari ovulasi pada setiap siklus. Sebuah termometer khusus disedia, sehingga lebih mudah untuk menentukan apakah ada kenaikan suhu basal tubuh. 1

Gambar 2. Hubungan

antara ovulasi,

suhu basal tubuh,

hormon LH dan FSH dalam siklus menstruasi normal.

Jika seorang wanita demam atau terdapat perubahan lain dalam suhu tubuh, metode suhu basal tubuh akan sulit untuk digunakan.9

(13)

Gambar 3. Grafik metode kurva suhu basal tubuh untuk menentukan waktu ovulasi. Wanita perlu mengambil suhu tubuhnya di waktu yang sama setiap pagi setelah dia bangun dari tidur dan sebelum dia makan apa-apa. Suhu tubuh dicatat pada grafik khusus. Lihat apakah suhu tubuhnya mengalami sedikit peningkatan 0,2°C sampai 0,5°C (0,4°F sampai 1,0°F) setelah ovulasi (biasanya sekitar pertengahan siklus menstruasi).Bila suhu wanita telah meningkat dari suhu biasa dan konsisten tinggi selama 3 hari berturut-turut, ovulasi telah terjadi dan masa subur telah berlalu.9

Suhu basal tubuh mengukur kenaikan progesteron seiring ovulasi secara tidak langsung dengan mengukur efek termogenik progesteron. Peningkatan sirkulasi progesteron memicu peningkatan suhu basal tubuh yang konsisten dari 0,5°F sampai 1,0°F (0,3°C-0,6°C), biasanya berlangsung 11 sampai 14 hari setelah ovulasi (Gambar 4). Sebuah nadir suhu yang diamati sebelum kenaikan suhu basal tubuh adalah penanda potensial untuk ovulasi tetapi tidak memprediksi waktu ovulasi dengan akurat. Oleh karena itu, grafik suhu basal tubuh lebih bagus digunakan sebagai alat untuk mengkonfirmasi ovulasi daripada dijadikan alat untuk menentukan waktu senggama.4

(14)

Gambar 4. Hubungan antara perubahan hormonal, ovari, endometrium dan suhu basal tubuh

dalam siklus menstruasi normal.4

Siklus ovarium adalah siklus yang mencakup perubahan sekresi hormon, yang pada gilirannya mempengaruhi kontrol hipofisis hipotalamus. Follicle-stimulating hormone (FSH) adalah kunci stimulan untuk pertumbuhan folikel, yang memicu sekresi estrogen dalam bentuk estradiol. Estrogen, sebagai hormon dominan pada fase preovulasi, membuat leher rahim melunak, membesar, dan menghasilkan lendir (estrogenik) dalam jumlah yang banyak sehingga sperma mampu bertahan selama 3 sampai 5 hari. Leuteinizing hormone (LH) memungkinkan pematangan akhir dan pertumbuhan folikel dominan, inisiasi ovulasi, dan pengembangan korpus luteum. Pada fase luteal pascaovulasi, LH mendukung fungsi

(15)

luteal, yaitu sekresi progesteron oleh korpus luteum. Kedua folikel dan sel luteal memiliki riwayat umur yang menentukan panjang siklus menstruasi. 10

Pada tingkat endometrium, estradiol dan progesteron adalah regulator utama dari perubahan siklus dan mencegah kematian sel, bertanggungjawab dalam bagian shedding siklus selama menstruasi. Progesteron merangsang penebalan lendir serviks dan memiliki peran dalam peningkatan suhu tubuh. Sperma mati dalam waktu 2 sampai 3 jam dengan adanya lendir progestogenik pascaovulasi.10

4. UJI LENDIR SERVIKS

Lendir serviks adalah hidrogel yang dihasilkan oleh kelenjar serviks. Lendir serviks ini berperan dalam migrasi dan pematangan sperma di traktus genitalia wanita, dan berfungsi membentuk penghalang untuk mencegah patogen masuk ke endometrium. Lendir serviks juga terkait dengan patologi dari sistem imun serviks.5

Siklus menstruasi sangat erat kaitannya dengan lendir serviks. Selama masa menstruasi, jumlah, warna, dan tekstur lendir serviks akan berubah. Oleh karena adanya perubahan kadar hormon selama siklus haid, lendir serviks akan mengalami perubahan biofisik dan biokimia. Oleh karena itu, lendir serviks menjadi suatu elemen yang indirek tetapi penting untuk menghitung masa ovulasi perempuan, bukan hanya untuk dokter tetapi juga bagi wanita yang menggunakan metode keluarga berencana alami, terutama metode ovulasi Billing.5

Waktu ovulasi dapat diprediksi menggunakan pemeriksaan lendir serviks secara gross dan mikroskopik. Ada dua parameter yang digunakan yaitu Tes Fern dan Tes Spinnbarkeit.6 a. Tes Fern

Tes Fern (uji pakis) merupakan salah satu parameter dalam uji lendir serviks dan merupakan metode untuk mendiagnosa kehamilan usia awal.7

Wibowo (1991) menyebutkan bahwa pembentukan struktur daun pakis pada lendir serviks salah satunya ditentukan oleh konsentrasi NaCl. Sepanjang siklus menstruasi komponen tersebut merupakan garam dengan persentase tertinggi. 7

(16)

Terbentuknya pola ferning tergantung pada adanya mucin, protein dan konsentrasi elektrolit. Kesserii (1973) menyebutkan bahwa pada dasarnya semua elektrolit menghasilkan reaksi pembentukan ferning dalam larutan pada konsentrasi yang tepat (optimum). Karena semua elektrolit mempunyai kemampuan membentuk ferning, maka jumlah elektrolit yang banyak akan memberikan gambaran ferning yang lebih jelas. Lendir serviks mengandung Kalium dalam jumlah yang sangat sedikit atau merupakan trace elemen, sebaliknya sepanjang siklus menstruasi Natrium terdapat dalam jumlah paling banyak yaitu 0,7 %. Sehingga dalam lendir serviks Natrium lebih dominan dalam pembentukan ferning. 7

Dengan pengaruh peningkatan kadar estrogen yang memicu ovulasi, lendir serviks akan menjadi tipis, berair, asin dan elastis. Ketiga karakteristik ini dapat dievaluasi dengan tes Fern. Pelaksanaan Tes Fern dilakukan dengan cara mengoles sampel lendir pada kaca gelas lalu dikeringkan. Kemudian diamati dengan mikroskop perbesaran 10x10 dan ditentukan nilai ferningnya berdasarkan pedoman penilaian ferning lendir serviks menurut WHO. Sebelum pengamatan mikroskopis preparat ferning dikeringkan dengan cara melewatkan di atas lampu spiritus agar benar-benar kering dan tidak terpengaruh oleh kelembaban udara luar.6,7

Ketika sampel lendir serviks dioleskan pada kaca gelas lalu dikeringkan, lendir serviks akan mengering dan akan tampak gambaran daun pakis (fern-like pattern). Bentuk daun pakis akan lebih jelas apabila diambil sampel lendir pada waktu yang mendekati ovulasi (lihat Gambar 5).

(17)

Gambar 5. Lendir serviks yang memberi reaksi Fern positif membentuk gambaran daun

pakis (foto sebelah kiri) dan lendir serviks yang reaksi Fern negatif (foto sebelah kanan).1 b. Tes Spinnbarkeit

Tes Spinnbarkeit mengevaluasi elastisitas lendir serviks, yang meningkat seiring dengan peningkatan kadar estrogen.6

Satu tetes sampel lendir yang diambil pada waktu mendekati ovulasi diletakkan di antara dua kaca gelas (atau di antara dua jari). Apabila kedua kaca gelas ini dijauhkan, lendir serviks membenang, bila direntang bisa mencapai 8 -12 sentimeter dan tidak terpisah (lihat Gambar 2). Jika ovulasi sudah terjadi, atau adanya gangguan ovulasi, sampel lendir tadi akan mengecil dan menebal. 1, 6

(18)

Gambar 6. Interpretasi dari Tes Spinnbarkeit.6

Selain itu, karakteristik

lendir serviks turut dinilai. Seperti munculnya sel atau debris pada pada lendir serviks, dan pH lendir serviks (melalui tes PH untuk mengetahui asam atau basa). Kelainan yang muncul dalam lendir serviks ini adalah faktor yang dapat menyebabkan gangguan fertilitas. Pemberian obat untuk meningkaktkan induksi ovulasi bagi gangguan fertilitas seperti chlomiphene, dapat mempengaruhi karakteristik lendir serviks.6

5. KADAR LH DALAM URIN

LH (Luteinizing Hormone) yang dalam urin dari wanita normal akan meningkat secara dramatis di tengah-tengah siklus menstruasi. Peningkatan LH memicu ovulasi ketika telur dilepaskan secara berkala dari wanita subur normal. WHO menyatakan bahwa pengujian LH adalah cara yang dapat diandalkan untuk mendeteksi ovulasi. Ovulasi akan terjadi setelah 24-48 jam setelah tes positif. Ketika LH dalam spesimen mencapai wilayah Uji Zona membran, maka akan terbentuk garis berwarna. Tidak adanya garis berwarna ini menunjukkan hasil negatif. Untuk melayani sebagai kontrol prosedur, garis berwarna akan muncul di wilayah Zona Control, jika tes telah dilakukan dengan benar. The strip tes mendeteksi ovulasi dengan tingkat kepastian yang tinggi. Ini adalah alat yang berharga dalam membantu mencapai kehamilan karena menentukan masa bahwa telur dan sel sperma akan bertemu dalam kondisi terbaik. Ovulasi mungkin tidak teratur karena keadaan, emosi dan faktor-faktor lain dalam hidup anda. Anda tidak dapat menganggap

(19)

bahwa ovulasi selalu terjadi pada saat yang sama setelah menstruasi. Oleh karena itu, anda harus menguji lagi di setiap siklus menstruasi. 12

Gambar 7. Contoh test kit untul LH urin

Cara melakukan tes:

1) Tes strip dan urine harus pada suhu kamar (10 ° C ~ 30 ° C) untuk pengujian. 2) Lepaskan strip tes dari kantong tertutup.

3) Benamkan strip ke dalam urin dengan panah yang menunjuk ke arah urin. Mengambil strip setelah 3 detik dan berbaring strip datar pada, kering, permukaan non-penyerap bersih (seperti mulut wadah urin). PENTING: Jangan biarkan tingkat urine melebihi MAX (Garis penanda), jika tes tidak akan melakukan dengan benar.

4) Baca hasil dalam lima menit. Jangan membaca hasil setelah lebih dari 5 menit.

Interpretasi tes:

1) Tidak ada LH Surge: Hanya satu warna band muncul di daerah kontrol, atau band tes muncul tapi lebih ringan dari band kontrol. Ini berarti tidak ada lonjakan LH. 2) LH Surge: Jika dua band warna yang terlihat, dan band uji sama dengan atau lebih

gelap dari band control, satu mungkin akan mengalami ovulasi dalam 24-48 jam ke depan. Jika mencoba untuk hamil, waktu terbaik untuk telah melakukan hubungan adalah setelah 24 tapi sebelum 48 jam.

(20)

Gambar 8. Hasil test kit LH urin 12

6. BIOPSI ENDOMETRIUM

Biopsi endometrium juga dapat digunakan untuk mengkonfirmasi ovulasi dan mendiagnosa cacat fase luteal. Hal ini biasanya dilakukan di akhir siklus, 1 sampai 2 hari sebelum mengharapkan menstruasi. Pasangan ini harus menahan diri dari hubungan seksual atau menggunakan kontrasepsi penghalang selama siklus dimana biopsi endometrium diperoleh. Sampel endometrium diperoleh dengan kuret dari dinding anterior atau lateral fundus uteri. Penanggalan endometrium paling berkorelasi dengan waktu ovulasi yang dideteksi oleh USG atau tes LH, bukan oleh backdating dari siklus menstruasi berikutnya. Sebuah keterlambatan pematangan biopsi endometrium tunggal merupakan temuan umum dan karena itu harus diulang dalam siklus lain sebelum dapat ditafsirkan sebagai indikasi adanya fase luteal cacat. Lanjut, seperti yang dinyatakan sebelumnya, penggunaan sonografi pemantauan kadar LH dalam urin dapat meningkatkan nilai prediksi dari kedua pengukuran progesteron midluteal dan biopsi endometrium. 13

7. KADAR FSH DAN BETA-ESTRADIOL HARI KETIGA

Diagnosis cadangan ovarium berkurang didasarkan pada deteksi sedikit perubahan dalam kadar hormon reproduksi. Beberapa perubahan endokrin ini pertama kali diakui sebagai penanda biologis perimenopause, waktu sebelumnya menopause di mana lebih tua perempuan mengalami penurunan kesuburan. Ketinggian di follicle-stimulating hormone (FSH) dan tingkat beta-estradiol yang diamati pada wanita usia reproduksi lanjut (> 35 tahun) dan telah menunjukkan nilai prediksi sebagai indikator mengurangi kapasitas reproduksi. 4

(21)

tidak jelas, mereka mungkin mencerminkan suplai berkurang dari folikel ovarium yang sehat. Tiga tes saat ini digunakan dalam pengaturan klinis untuk mengukur ketinggian di FSH dan tingkat beta-estradiol dan untuk menilai cadangan ovarium: hari 3 (basal) FSH, hari 3 beta-estradiol, dan tantangan clomiphene citrate. 4

Hari 3 (basal) tes FSH terdiri dari mengukur tingkat serum FSH pada hari ketiga dari siklus menstruasi. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa peningkatan kadar basal FSH berkaitan dengan tingkat kehamilan yang sangat rendah (<5%) pada pasien yang menjalani IVF. Namun, kadar FSH basal bervariasi secara signifikan dari satu siklus menstruasi ke depan, khususnya di kalangan wanita yang memiliki riwayat dari peningkatan basal FSH. Oleh karena itu, tingkat FSH basal terisolasi memiliki sensitivitas yang terbatas untuk mendeteksi cadangan ovarium berkurang. Tidak ada manfaat yang ditunjukkan dalam seri pengujian basal FSH untuk mengidentifikasi "subur" bulan pada wanita dengan tingkat FSH sebelumnya, sebagai hasil normal tidak menyebabkan peningkatan angka kehamilan berikut pada IVF. 4

Peningkatan sensitivitas untuk mendeteksi cadangan ovarium berkurang dicapai dengan mengukur hari 3 serum tingkat beta-estradiol bersama dengan tingkat FSH basal. tingkat beta-estradiol basal ditinggikan (> 75-80 pg / mL [275-294 pmol / L]) memprediksi hasil yang buruk pada pasien yang menjalani IVF, independen dari tingkat FSH basal atau usia. 4

8. UJI CLOMIPHENE (CLOMIPHENE CHALLENGE TEST)

Telah lama didokumentasikan bahwa pengembangan cadangan ovarium berkurang mencerminkan proses penipisan folikel dan penurunan kualitas oosit. Ini adalah kejadian fisiologis alami bagi perempuan di pertengahan umur untuk akhir 30-an, bahkan ketika mereka memiliki siklus ovulasi. Proses ini terkait dengan peningkatan kadar FSH wanita, terutama pada fase folikular. Saat ini, basal FSH adalah penanda terbaik untuk menilai cadangan ovarium dan memprediksi respon supra-ovulasi. 13

Clamiphene Challenge Test untuk uji cadangan ovarium pada wanita 35 tahun dan lebih tua dengan mengukur kadar FSH pada siklus hari ke 3 dan kemudian pada hari 10 setelah pemberian 100 mg clomiphene citrate pada siklus hari 5 sampai 9. Tes abnormal ketika hasil hari 10 sampel meningkat. Mekanisme masih tidak diketahui, tetapi didasarkan

(22)

pada fakta bahwa wanita dengan fungsi ovarium normal dan cadangan harus dapat mengatasi dampak clomiphene hari 10.13

Tes ini dua kali lebih sensitif sebagai tes basal FSH nilai tunggal. Nilai prediktif telah diperkirakan 85% untuk pembatalan siklus sekunder untuk cadangan ovarium kurang dan 100% karena gagal untuk hamil. Saat ini direkomendasikan bahwa semua wanita yang lebih tua dari 34, dan wanita muda dengan infertilitas dijelaskan harus disaring dengan cara ini. Wanita yang telah berkurang cadangan ovarium harus diberi konseling mengenai pilihan mereka dari donasi oosit atau adopsi.13

9. UJI PASCA SENGGAMA

Uji pasca senggama pertama kali diperkenalkan oleh James Marion Sims pada tahun 1866 dan dipopulerkan oleh Max Huhner pada tahun 1913. Meskipun uji ini telah dikembangkan lebih dari satu abad, kepentingan klinisnya masih diperdebatkan dalam literatur. Beberapa penulis telah melaporkan korelasi yang baik antara hasil uji pasca senggama dan kadar kehamilan, sedangkan penulis yang lain menemukan bahwa hasil uji ini tidak memiliki nilai prognostik yang baik. Walaupun validitas uji ini masih diperdebatkan, uji pasca senggama telah menjadi metode pilihan untuk mendiagnosis faktor serviks pada infertilitas.8

Infertilitas karena faktor serviks disebabkan oleh abnormalitas dalam produksi lendir serviks atau abnormalitas dalam interaksi antara spermatozoa dan lendir serviks. Evaluasi infertilitas rutin termasuk uji pasca senggama dilakukan untuk menilai interaksi antara sperma dan lendir serviks. Uji pasca senggama dilakukan 2 atau 3 hari sebelum perkiraan masa subur. Pasangan diminta untuk melakukan senggama 2 sampai 12 jam sebelum uji dijalankan. Pasangan (wanita) kemudiannya datang ke dokter, di mana sejumlah kecil lendir serviks diperoleh. Lendir serviks tadi dioles pada kaca gelas, dilakukan Tes Spinnbarkheit (elastisitas) dan Tes Fern, dan diperiksa dengan mikroskop untuk mencari jumlah motilitas sperma per lapangan pandang.4

Uji pasca senggama rutin tidak direkomendasi oleh American Society for Reproductive Medicine karena (1) Uji pasca senggama tidak terstandarisasi, tidak sensitif, spesifik dan prediktif. (2) Faktor serviks jarang berdiri sendiri sebagai penyebab infertiltas.

(23)

(3) Pengobatan modern untuk infertilitas idiopatik, misalnya inseminasi intrauterin, menyingkirkan hal-hal lain yang tidak jelas yang berkontribusi terhadap faktor serviks. Namun, sebagian dokter masih menggunakan uji pasca senggama sebagai prosedur diagnostik. 4

Uji pasca senggama dilakukan menurut metode yang telah dijelaskan oleh Hull et al. Uji pasca senggama direncanakan 14-16 hari sebelum menstruasi berikutnya, 6-18 jam pascasenggama. Pasangan diintsruksikan untuk melakukan hubungan intim pada malam sebelumnya seperti biasa. Tidak ada rekomendasi khusus terkait pantangan, istirahat pascasenggama atau postur pascasenggama khusus. Spekulum digunakan untuk membuka serviks. Satu jarum suntik sekali pakai (dispo 1 cc) digunakan untuk mengumpul lendir endoserviks. Lendir tersebut kemudiannya dioles pada gelas kaca dan diperiksa di mikroskop dengan daya rendah (x 100) dan lensa daya tinggi (x 400). Lendir dianggap dalam kondisi baik jika banyak (> 0,3 ml), sangat ductile(> 10 cm) dan sebagian besar dapat dilihat dengan mata telanjang.8

Hasil uji pasca senggama diklasifikasikan sebagai normal atau abnormal tergantung pada apakah spermatozoa yang maju kedepan ada atau tidak ada per lapang pandang (daya tinggi). Terminologi ini dipilih di sini untuk menghindari kebingungan dalam interpretasi karena dalam tes lain, 'positif' biasanya berarti hasil tes yang kurang baik. Hasil abnormal ('tidak ada' atau 'non-motil') hanya akan valid jika lendir yang diperiksa dalam kondisi baik. Jika jumlah lendir tidak adekuat, tes diulang. Hasil yang awalnya abnormal diabaikan jika setelahnya didapatkan hasil normal.8

Ada dua masalah utama dalam menginterpretasi penelitian uji pasca senggama. Masalah pertama adalah kurangnya metodologi standar dalam melakukan uji pasca senggama dan dalam menginterpretasikan hasilnya meskipun sudah ada pedoman WHO. Pedoman WHO agak ambigu, dan mungkin terlalu rumit untuk digunakan dalam praktek klinis. Sampai saat ini, WHO merekomendasikan bahwa sampel lendir serviks harus diambil dari setidaknya tiga area yang berbeda (vaginal pool, ekstraserviks dan

(24)

endoserviks) dan masing-masing hasil ini harus diinterpretasikan secara terpisah. Di dalam manual laboratorium WHO yang terbaru tentang pemeriksaan semen manusia dan interaksi sperma-lendir serviks, yang diterbitkan pada tahun 1992, rekomendasi dikurangkan kepada dua sampel lendir serviks: satu dari vaginal pool dan satu lagi dari kanal endoserviks. Seperti yang telah dijelaskan oleh Hull et al., semakin sederhana persyaratan uji, semakin baik uji akan dilakukan dan diinterpretasikan. Oleh karena itu, ada pihak yang mengabaikan pedoman WHO sewaktu melakukan uji pasca senggama.8

Masalah kedua dari hasil interpretasi uji ini adalah fakta bahwa kebanyakan penelitian tidak membedakan pasien yang menerima atau tidak menerima pengobatan untuk faktor serviks. Ini sangat penting, karena kadar konsepsi akan bervariasi dengan keberhasilan pengobatan. Jika pengobatan untuk faktor serviks berhasil, kadar konsepsi akan meningkat dan nilai prediktif dari uji pasca senggama yang abnormal akan berkurang. Pada masa yang sama, sensitivitas uji pasca senggama akan menurun jika didasarkan pada kadar kehamilan semua wanita, termasuk mereka yang menerima pengobatan. Hal ini menunjukkan bahwa uji pasca senggama memiliki nilai prediktif yang terbatas. 8

10. HISTEROSALPINGOGRAM

Sebuah histerosalpingogram atau HSG merupakan prosedur x-ray yang digunakan untuk melihat apakah saluran tuba yang paten (terbuka) dan jika bagian dalam uterus (rongga rahim) adalah normal. HSG merupakan prosedur rawat jalan yang biasanya memakan waktu kurang dari 5 menit untuk melakukan. Hal ini biasanya dilakukan setelah menstruasi berakhir tapi sebelum ovulasi. 14

Pasien diposisikan di bawah fluoroscope (x-ray Imager yang dapat mengambil gambar selama penelitian) di atas meja. Dokter kandungan atau ahli radiologi kemudian memeriksa Rahim pasien dan menempatkan speculum di vaginanya. Leher Rahim dibersihkan, dan perangkat (kanula) ditempatkan ke dalam pembukaan serviks. Dokter lalu mengisi uterus dengan yodium cair yang mengandung (cairan yang dapat dilihat oleh x-ray) melalui cannula. Sebaliknya akan terlihat sebagai putih pada gambar dan dapat

(25)

melalui saluran tuba. Apabila kontras memasuki tuba, ini akan menguraikan panjang tuba dan menciprat hujung tuba jika terbuka. Kelainan dalam rongga uterus juga dapat dideteksi oleh dokter dengan mengamati gambar x-ray saat gerakan cairan kontras terganggu oleh kelainan tersebut. 14

Prosedur HSG tidak dirancang untuk mengevaluasi ovarium atau untuk mendiagnosa endometriosis, juga tidak dapat mengidentifikasi fibroid yang berada di luar rongga endometrium, baik di bagian otot rahim atau di luar rahim. Bagian sisi uterus dan saluran tuba dapat dilihat apabila pasien mengubah posisi saat pemeriksaan. Setelah HSG pasien dapat segera kembali ke aktivitas normal, meskipun beberapa dokter meminta menahan diri dari hubungan seksual selama beberapa hari. 14

Pemeriksaan ini akan menyebabkan rasa kurang nyaman. Mungkin ada sedikit ketidaknyamanan dan kram saat kateter ditempatkan dan bahan kontras disuntikkan, tetapi seharusnya tidak berlangsung lama. Mungkin juga ada iritasi peritoneum, selaput rongga perut, menyebabkan sakit perut umum yang lebih rendah, tetapi ini juga harus minimal dan tidak tahan lama. Kebanyakan wanita mengalami bercak vagina selama beberapa hari setelah pemeriksaan, yang normal. 14

(26)

Gambar 10. Gambar histerosalpingogram normal. Sebuah rongga halus segitiga rahim dan tumpahan dari kedua tabung. Tulang panggul terlihat pada x-ray di

sekitar tepi gambar.

Gambar 11. HSG menunjukkan rahim yang normal dan tuba yang terblok. Tidak ada "tumpahan" pewarna terlihat di ujung tabung. Kedua tabung yang sedikit melebar dan diisi cairan - hydrosalpinx. Wanita ini melanjutkan untuk memiliki

fertilisasi in vitro sukses untuk infertilitas tuba nya. 11. LAPAROSKOPI

Laparoskopi tidak selalu dianggap sebagai bagian rutin dari evaluasi infertilitas. Sebuah laparoskopi dilakukan ketika semua tes lainnya telah normal, atau ketika ada alasan untuk mencurigai patologi intra-abdomen (seperti endometriosis, perlengketan pelvis,

(27)

midfollicular siklus untuk menghindari mengganggu kehamilan atau korpus luteum baik-vaskularisasi. 13

Wanita dengan nyeri panggul kronis dan infertilitas sering akan menjamin evaluasi laparoskopi. Beberapa bentuk patologi akan terdeteksi di lebih dari 60% dari laparoskopi dilakukan untuk nyeri panggul kronis. Endometriosis adalah patologi yang paling umum didiagnosis pada wanita-wanita dengan nyeri panggul kronis. Namun, sebagian besar kasus ini ringan, kondisi mungkin hanya terkait dengan, daripada kontribusi untuk infertilitas. Kasus-kasus yang lebih parah kurang sering, tetapi umumnya lebih diterima secara langsung penyebab infertilitas. Pengobatan bedah endometriosis sering membantu dalam nyeri pasien dan dapat menurunkan komplikasi atau meningkatkan keberhasilan siklus IVF. 13

V. KESIMPULAN

Infertilitas merupakan masalah yang dihadapi oleh pasangan suami istri yang telah menikah selama minimal satu tahun, melakukan hubungan senggama teratur, tanpa menggunakan kontrasepsi, tetapi belum berhasil memperoleh kehamilan.

Petunjuk penting yang menunjukkan penyebab infertilitas dapat diperoleh dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Beberapa tes dapat dilakukan untuk menilai 5 komponen penting fertilitas: faktor pasangan (pria), faktor ovulasi, faktor serviks, faktor uterotubal, dan faktor peritoneum.

Waktu ovulasi dapat diprediksi menggunakan pemeriksaan lendir serviks secara gross dan mikroskopik. Ada dua parameter yang digunakan yaitu Tes Fern dan Tes Spinnbarkeit. Pemeriksaan serum progesteron berguna untuk konfirmasi ovulasi, masalah infertilitas dan untuk mengetahui fungsi plasenta pada kehamilan. Penentuan suhu basal tubuh adalah cara untuk memperkirakan hari ovulasi pada setiap siklus. Alat pengujian LH Fertitest dikalibrasi dengan sensitifitas analitik sebesar 25 mIU/ml. Hormon LH merupzzakan hormon pemicu untuk ovulasi dan merupakan indikator utama dari masa subur. Biopsi endometrium juga dapat digunakan untuk mengkonfirmasi ovulasi dan mendiagnosa cacat fase luteal. Tiga tes saat ini digunakan dalam pengaturan klinis untuk mengukur ketinggian di FSH dan tingkat beta-estradiol dan untuk menilai cadangan ovarium: hari 3 (basal) FSH, hari 3 beta-estradiol, dan tantangan clomiphene citrate. Uji pasca senggama diguna untuk

(28)

menilai interaksi awal antara sperma dan lendir serviks pada traktus genitalia wanita (Tes Sims-Huhner). Sebuah histerosalpingogram atau HSG merupakan prosedur x-ray yang digunakan untuk melihat apakah saluran tuba yang paten (terbuka) dan jika bagian dalam uterus (rongga rahim) adalah normal. Tindakan laparoskopi diagnostik dapat dilakukan pada pasien infertilitas idiopatik yang dicurigai mengalami patologi pelvis yang menghambat kehamilan untuk mengevaluasi rongga abdomino-pelvis sekaligus memutuskan langkah penanganan selanjutnya. Analisis air mani adalah landasan evaluasi laboratorium dari laki-laki tidak subur dan membantu untuk menentukan tingkat keparahan faktor laki-laki.

DAFTAR PUSTAKA

1. Speroff L, Fritz MA. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. United Kingdom: Lippincott Williams & Wilkins; 2006. p. 425-431.

2. Tammy J, Lindsay, MD, Kristen R, Vitrikas, MD. Evaluation and Treatment of Infertility. American Academy of Family Physicians. Volume 9. March 2015.

3. Hestiantoro A. Infertilitas. In: Anwar M, Baziad A, Prabowo RP. Ilmu Kandungan. [Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2011. p. 424-435.

4. Makar RS, Toth TL. The Evaluation of Infertility. Am J Clin Pathol 2002; 117 (Suppl 1): S95-S103.

5. Menargoez M, Pastor LM, Odebald E. Morphological Characterization Of Different Human Cervical Mucus Types Using Light And Scanning Electron Microscopy. Human Reproduction 2003; 18(9): p. 1782-1789.

6. U.S Congress Office of Technology Assessment. Infertility: Medical and Social Choices. Washington D.C: U.S. Government Printing Office; 1998. p.104.

7. Mardiati SM. Perbandingan Kadar Garam Natrium dan Kalium pada Tes Ferning Lendir Mulut. Jurnal Sains dan Matematika 2007; 15(1); ISSN 0854-0675: p.5-7. 8. Oei S, Bloemenkamp K, Helmerhorst F, editors. Evaluation of The Postcoital Test for

Assessment of ‘Cervical Factor’ Infertility. European Journal of Obstetric & Gynecology and Reproductive Biology 1996; 64: p. 217-220.

9. WHO Planning Cornerstone. Family Planning: A Global Handbook for Providers. United States Agency for International Development Bureau for Global Health Office of Population and Reproductive Health; 2011. p. 239.

10. Barron ML, Fehring R. Basal Body Temperature Assessment: Is It Useful to Couple Seeking Pregnancy? American Journal of Maternal Child Nursing 2005; 30(5): p.

(29)

290-11. Robert R, Norman. Abnormal Laboratory Results: Fertility Testing, Australian Prescriber. Volume 25. 2002. p. 38 – 40.

12. Qarad, Wondfo Scientech Park, South China University of Technology, Guangzhou, P. R. China, 13 – 2400, Belgium.

13. Nimupama K. MD, Karen D. B. MD. Evaluation and Management of Infertile Couple. The Global Library of Womens Medicine, GLOWM. 2008.

14.Birmingham, Alabama. Hysterosalpingogram (HSG). American Society for Reproductive Medicine. 1209 Montgomery Highway.

Gambar

Gambar 1. Algoritme untuk evaluasi infertilitas.  2
Tabel 3. WHO Pedoman Referensi Semen Analisis 2010. 2
Gambar 2. Hubungan
Gambar 4. Hubungan antara perubahan hormonal, ovari, endometrium dan suhu basal tubuh dalam siklus menstruasi normal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Unika Jaya selama Masa Sanggah dari tanggal 13 Juni 2013 sampai dengan tanggal 17 Juni 2013 dan sanggahan tersebut sudah dijawab oleh Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Pengadilan

Thus 1 have heard : Avolokitesvara Bodhisattva practiced deep Highest Perfect \.Yisdom when perceived the five fields of consciousness all empty, relieved every suffering.

Tanjung karang TSO in proceeding auction over land to be payment of Company’s tax liability is in accordance to requirements set in Article 32 title (2) of Tax Law dan

design digunakan ketika adanya level dari suatu faktor yang sulit untuk diubah selama.. eksperimen berlangsung dibandingkan dengan

Penulisan skripsi ini digunakan untuk memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S1) Program Studi Pendidikan Matematika pada Fakultas Keguruan dan Ilmu

Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis komposit antara matriks polmer yaitu epoxy dan polyester dengan bahan penguat (filler) serat alam yaitu serat ijuk dan serat

Tujuan penelitian ini untuk merancang, membuat, dan menguji kinerja Prototipe Mesin CNC Laser Cutting tipe Diode bersifat portable dengan harga yang lebih terjangkau

a) Surat kematian dari dokter pemeriksa. b) Surat keterangan tidak berkeberatan untuk dimakamkan di Arab Saudi dari keluarga/Daker selaku perwakilan KJRI. c) Surat keterangan