ANATOMI
ANATOMI
Kavum Oris
Kavum Oris
Batas
Batas Anterior
Anterior : : Bibir
Bibir
Posterior : Arkus anterior
Posterior : Arkus anterior
Inferior
Inferior : : Dasar
Dasar mulut
mulut
Superior : Palatum molle & palatum durum
Superior : Palatum molle & palatum durum
Batas kavum
Batas kavum oris dan or
oris dan orofaring dis
ofaring disebut Ismus fausium,
ebut Ismus fausium,
yang
yang dibatasi:
dibatasi:
L
Laatteerraall
: l
: leen
nggk
ku
un
nggaan
n aarrk
ku
us
s aan
ntteerriio
orr
IIn
nffeerriio
orr
:
: p
paan
nggk
kaal
l lliid
daah
h
M
Meed
diiaall
: u
: uvvu
ullaa,
, sslll m
l meen
nu
un
njju
uk
k vveerrttiik
kaal k
l kee
bawah
MULUT
Ptialismus, trismus
Gerakan bibir dan sudut mulut (N. VII)
Mukosa dan ginggiva, misalkan adanya ulkus sinusitis maksilaris
(caries gigi P1, P2, M1, M2) atas atau trimus yang disebabkan gigi M3 bawah yang letaknya miring
Lidah : Parese N. XII, atrofi, aftae, tumor malignan alveolaris
bengkak oleh karena radang tumor sinus maksilaris
jangan dilupakan bila ada ulkus pada lidah (karsinoma)
Pada gigi dan geraham, terasa sakit bila ada radang
Pa pa
Pe ku
TONSIL
Menonjol dari fossa tonsilaris
Di muka dibatasi arkus palatoglossus (arkus anterior)
FARING
Pada dinding blkg dijumpai jar.limfoid disebut granul
“Lateral band”
Di bag.lateral mrpkn bag.dari lingkaran Waldayer yang
tdd adenoid, tonsila palatina, lateral band dan tonsila
lingualis.
Epifaring (nasofaring)
Faring
Mesofaring (orofaring)
Mulut buka lebar – lebar lidah ditarik ke dalam,
dilunakkan, lidah ditekan ke bawah, di bagian
medial.
Penderita disuruh bernapas
Tidak boleh menahan napas Tidak boleh napas keras – keras
Tidak boleh ekspirasi atau mengucap “ch”
Lidah ditekan anterior dari tonsil, hingga kelihatan
pole bawah tonsil.
Tonsil dan Faring
a.
Memeriksa
besar
tonsil
Besar tonsil ditentukan sebagai berikut :
T0 : tonsil di dalam fossa tonsil / telah diangkat T1 : bila besarnya 1/4 jarak arcus anterior & uvula T2 : bila besarnya 2/4 jarak arcus anterior & uvula T3 : bila besarnya 3/4 jarak arcus anterior & uvula T4 : bila besarnya mencapai uvula / lebih
b.
Memeriksa
mobilitas
tonsil
Digunakan 2 spatula
Spatula 1 : posisi sama dengan di atas
Spatula 2 : posisi ujungnya vertikal menekan jaringan peritonsil, sedikit
lateral dari arcus anterior Pada tumor tonsil : fiksasi
Pada tonsilitis kronik : mobile dan sakit
c.
Memeriksa
patologi
dari tonsil dan palatum molle
Perhatikan anatominya Perhatikan patologinya
Tonsilitis akut semua merah, titik – titik putih pada tonsil Tonsilitis kronik arcus anterior merah
Aftae ditekan sakit
Abces peritonsil isthmus fausium kecil
tonsil terdesak ke medial
sekitar tonsil merah & oedem
Uvula terdesak heterolateral oedematus Difteri pseudomembran warna kotor, hemoragic,
ada yang di luar batas tonsil
mukosa normal, bull neck, usap tenggorok Plaut Vincent ulkus seluruh tonsil, monolateral, febris,
perlu usap tenggorok
Radang spesifik tuberkulosa
Tumor benigna keras, fiksasi tonsil
Sikatriks akibat tonsilektomi, incisi abces peritonsil
Memakai dua spatula lidah, satu
diletakkan di atas lidah (paramedian) dan yang lain ditekankan di arcus anterior dengan posisi tegak
Tonsil terdorong pus yang berada di fossa peritonsil, sehingga terdorong ke inferior, medial, anterioor sehingga
tampak seperti membesar
d.
Memeriksa
patologi
faring :
Faringitis akut sangat merah
Faringitis kronik hanya granule merah
Aftae, difteri, ulkus sifilis, sikatriks, korpus alineum
e.
Memeriksa
paresis/paralisis
palatum molle :
Normal
waktu istirahat : - uvula menunjuk ke bawah
- konkavitas palatum molle simetris
Ucapkan “aa, ee” : bergerak – gerak tetap simetris
Paresis bilateral
Waktu istirahat : seperti normal Ucapkan “aa, ee” : seperti normal
“eee” : mungkin uvula sedikit bergerak
Paresis unilateral
Waktu istirahat : seperti normal
Ucapkan “aa, ee” : palatum molle terangkat ke
arah yang sehat, uvula miring, menunjuk ke arah sehat,
konkavitas, tak simetris Kondisi di atas dapat karena tumor nasofaring atau parese N. X
f. Memeriksa paresis faring
Normal : bila disentuh sensitif, dijumpai refleks muntah Paresis Bilateral :
Dijumpai tumpukan air ludah dan bila disentuh tidak sensitif dan reflek muntah hilang
Paresis unilateral
Bila disentuh muncul gerakan coulisse (yang bergerak hanya faring yang sehat)
Pemeriksaan laring terdiri atas :
Pemeriksaan dari luar dengan inspeksi dan palpasi
laringoskopia inderecta dengan cermin laring
laringoskopia directa dengan laringoskop kaku,
laringoskop fiber optik atau mikroskop
pemeriksaan kelenjar leher
pemeriksaan X-foto rontgen
Inspeksi
diperhatikan warna dan keutuhan kulit, serta benjolan
yang ada pada daerah leher disekitar laring. Suatu
benjolan yang mengikuti gerakan laring adalah struma
dan kista duktus tireoglossus.
Palpasi berguna untuk :
mengenal bagian – bagian dari kerangka laring
(kartilago hyoid, kartilago krikoid) dan gelang – gelang
trakea
Apakah ada oedem, struma, kista metastase. Susunan
yang abnormal dijumpai pada fraktur dan dislokasi.
Laring yang normal, mudah sekali digerakkan ke
kanan dan ke kiri oleh tangan pemeriksa
L RING
Maksudnya adalah melihat laring secara tidak langsung
dengan cara menempatkan cermin didalam faring dan cermin
tersebut disinari dengan cahaya. Bayangan laring pada cermin
terlihat dari sinar yang dipantulkan.
Syarat – syarat yang harus dipenuhi :
Harus ada jalan yang lebar buat cahaya yang dipantulkan
oleh cermin dari faring ke laring. Untuk keperluan itu maka
lidah harus dikeluarkan, sehingga radix linguae yang
menutup jalan itu bergerak ke ventral.
Harus ada tempat yang luas buat cermin, dan cermin tak
boleh ditutup oleh uvula. Untuk keperluan itu penderita
disuruh bernapas dari mulut. Dengan demikian uvula
bergerak dengan sendirinya keatas dan menutup jalan ke
nasofaring.
L RING
Laringoskopia Inderekta
Alat – alat :
Cermin laringoskop yang besar, lampu spiritus, larutan
tetrakain buat faring yang sensitif, kain kassa yang
dilipat
Tahap
–
tahap pemeriksaan :
Memeriksa radix linguae, epiglotis dan sekitarnya
Memeriksa lumen laring dan rima glotidis
Memeriksa bagian yang letaknya kaudal dari rima
glotidis
Pelaksanaan :
Anestesi faring dengan tetrakain. Pada umumnya anestesi ini tidak
diperlukan, kecuali untuk faring yang sangat sensitif. Pemeriksaan dapat dimulai kira – kira 10 menit setelah disemprotkan larutan tetrakain.
Mulut harus dibuka lebar – lebar, harus bernapas dari mulut Penderita diminta menjulurkan lidah panjang – panjang.
Bagian lidah yang diluar mulut :
Dibungkus dengan kain kassa, kita pegang dengan tangan kiri, jari I
di atas lidah, jari III di bawah lidah dan jari II menekan pipi.
Dipegang dengan tenaga yang optimal. Lebih keras dari itu
menyebabkan penderita merasa sakit, bila lebih lunak lidah akan terlepas
Cermin dipegang dengan tangan kanan, seperti memegang pensil arah cermin ke bawah.
Cermin dipanasi (lebih sedikit dari 37ºC), supaya nanti tidak menjadi kabur.
Alat semprot obat anestesi lokal
Laring
Panas cermin dikontrol pada lengan bawah kiri pemeriksa. Cermin dimasukkan ke dalam faring, dan mengambil posisi di muka uvula. Kalau perlu uvula didorong sedikit ke belakang dengan punggung cermin, cermin disinari.
Untuk pemeriksaan laringoskopia inderekta kepala penderita
diatur dalam tiga posisi, yaitu :
Posisi tegak (a)
Posisi Killian : lebih jelas untuk melihat sekitar komisura
posterior (b)
Posisi Turck’s lebih jelas untuk melihat sekitar komisura anterior
(c)
Tahap I : Radix lingue, epiglotis dan sekitarnya
Kelihatan gambar dri radix linguae, epiglotis yang menutup
introitus laringitis, plica glossoepiglotika, valekula kiri dan kanan.
Perhatikan anatominya
Perhatikan patologinya : oedem dari epiglotis, ulkus, tumor,
korpus alienum
Facies psoterior tonsil pada kesempatan ini dapat diperiksa yaitu
pada awal tahap 1 atau pada akhir tahap 3
Perhatikan : warna, aftae, ulkus
Untuk keperluan ini penderita disuruh menngucapkan
huruf “iii” yang panjang dan yang tinggi.
Akibat mengucapkan huruf “iii” yang tinggi itu, ialah
laring ditarik ke atas dan ke muka
Dalam gerakan ke atas dan ke muka itu, ikut pula serta
epiglotis
Epiglotis yang sebelumnya menutup introitus laringis,
sekarang terbuka sehingga cahaya dapat masuk ke
dalam laring dan trakea
Korda vokalis bergerak ke garis median.
Tahap 2 : melihat laring dan sekitarnya Perhatikan anatomi laring, berupa :
Epiglotis dan pinggirnya Aritenoid kiri dan kanan
Plika ari-epiglotika kiri dan kanan sinus piriformis kiri dan
kanan
Dinding posterior dan dinding lateral faring Plika ventrikularis kiri dan kanan
Komisura anterior dan posterior Korda vokalis kiri dan kanan
Radang Laringitis akut (semua merah)
Laringitis kronik (sedikit merah atau yang merah hanya korda vokalis saja)
Ulkus Laringitis TBC berupa erosi-ulkus pada komisura posterior dan erosi-ulkus pada korda vokalis
Epiglotis berupa oedem, infiltrat, ulkus, amputasi
Karsinoma
Oedem Radang, alergi, tumor
Cairan Sputum hemorrhagic dijumpai pada TBC, keganasan
Tumpukan saliva di sinus pyriformis Tumor Benigna (papiloma, polip, nodul, kista)
Maligna-karsinoma
Perhatikan gerakan dari korda vokalis kiri-kanan
normal, simetris, tidak bererak (parese) unilateral
atau bilateral
Kausa paralisa, antara lain :
Kelainan syaraf otak
Di leher
: tumor colli, operasi struma
Dalam toraks : karsinoma paru, TBC paru, aneurisma
Jantung
Corbovinum, perikarditis, mitral insufisiensi stenosis
Nefritis, diabetes
Fiksasi dari aritenoid
Misalnya karsinoma aritenoid
Tahap 3 : melihat trakea
Biasanya korda vokalis hanya dapat dilihat dalam stadium fonasi Dalam stadium respirasi lumen laring tertutup oleh epiglotis,
sehingga mukosa trakea hanya dapat dilihat waktu belum ada adduksi yang komplit, atau di waktu permulaan abduksi.
Perhatikan anatomi, patologi mukosa, warna mukosa, sekret
regio subglotik, oedem, tumor
Kesalahan-kesalahan yang lazim dibuat dokter
a. Lidah penderita ditarik keluar sehingga frenulum linguae
mungkin terjepit antara incisivus inferior kanan dan kiri. Kalau terasa sakit maka tangan kita akan ditolak oleh penderita
b. Lidah dipegang terlalu keras dapat menimbulkan rasa sakit, akibatnya penderita menarik lidahnya ke dalam mulut, atau tangan dokter ditolak
c. Cermin dapat menimbulkan reflek muntah, kalau menyentuh faring. Kalau cermin terlalu panas, uvula terasa sakit, penderita akan memukul tangan dokter atau kepalanya diputar.
Kesulitan dari puhak dokter adalah sulitnya mengadakan koordinasi yang baik antara tangan kiri yang memegang lidah, tangan kanan yang memegang cermin, kepala yang menggerakkan lampu dan mata yang harus melihat. Hal ini hanya dapt diatasi dengan latihan –
latihan.
Dari pihak penderita adalah :
1. Ketegangan sehingga napas ditahan
2. Salah mengerti :
Penderita disuruh bernapas biasa dari mulut : kedengaran seolah-olah
waktu ekspirasi, terdengar mengucapkan huruf “hhh”
Bernapas terlalu keras dan terlalu cepat
Penderita tidak mengucapikan huruf “iii” tetapi batuk (jadi pada
pertama kali dokter harus memalingkan mukanya ke samping)
Mengucapkan huruf “iii” dengan mulut terbuka, dan lidah dikeluarkan Cara mengatasinya ialah dengan menyuruh penderita secara
berturut-turut mengucapkan huruf “aaa” “eee” “iii”
Sedapat mungkin bila penderita menarik lidahnya kedalam, kita sedkit
mengikutinya, sehingga pemeriksaan dapat lebih mudah
Tetapi lebarnya mulut tetap kita atur dengan menakankan telunjuk
kiri ke pipi di antara geraham atas dan geraham bawah.
Maksudnya :
Melihat laring secara langsung tanpa cermin tetapi dengan
perantaraaan alat yang disebut laringoskop Laringoskop yang digunakan dapat berupa :
a. Laringoskop kaku yaitu :
Endoskop model brunings, Jackson, Mc. Intosh, Mc. Gill. Sumber cahaya Brunings proximal, Jackson distal
Teknik :
Penderita ditidurkan terlentang di atas meja periksa
Pemeriksaan baru dapat dimulai kira-kira 10menit setelah ke dalam
faring dan laring diteteskan tetrakain 1% (masing-masing 10 tetes)
Pipa dimasukkan sampai ke dalam introitus laringitis
Memperhatikan gambar laring seperti pada laringoskopi indirekta
b. Laringoskop fiber
c. Mikrolaringoskop dnegan memakai mikroskop Perhatikan :
Penderita berbaring, posis kepala di depan pemeriksa
Bagian kanan penderita adalah juga bagian kanan pemeriksa
L RING
Kelenjar leher pada umunya baru teraba apabila ada
pembesaran lebih dari 1cm. Palpasi dilakukan dengan
posisi pemeriksa berada di penderita dan dilakukan secara
sistematis/berurutan dimulai dari submental berlanjut ke
arah angulus mandibula, sepanjang muskulus
sternokleidomastoid, klavikula dan diteruskan sepanjang
saraf accesorius.
indikasi untuk membuat x-foto :
Fraktura laring Karsinoma laring :
Untuk melihat passage yang masih ada Untuk melihat luasnya tumor