• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Olahraga Penapasan Terhadap Penurunan Gejala Asma Pada Penderita Asma Di Lembaga Seni Pernapasan Satria Nusantara Cabang Medan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efektivitas Olahraga Penapasan Terhadap Penurunan Gejala Asma Pada Penderita Asma Di Lembaga Seni Pernapasan Satria Nusantara Cabang Medan."

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

Efektivitas Olahraga Pernapasan Terhadap Penurunan Gejala Asma Pada Penderita Asma Di Lembaga Seni Pernapasan Satria Nusantara

Cabang Medan

Mardhiah

Skripsi

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

(2)

Judul : Efektivitas Olahraga Penapasan Terhadap Penurunan Gejala Asma Pada Penderita Asma Di Lembaga Seni Pernapasan Satria Nusantara Cabang Medan.

Nama : Mardhiah

Fakultas : Keperawatan USU Tahun : 2009/2010

Pembimbing Penguji 1

(Ikhsanuddin Ahmad Hrp, SKp, MNS) (Ikhsanuddin Ahmad Hrp, SKp, MNS) NIP: 19740826 200212 1002 NIP: 19740826 200212 1002

Penguji 2

(Dudut Tanjung, Skp, Mkep, SpKMB) NIP. 19731015 200112 1 002

Penguji 3

(Mula Tarigan, SKp)

NIP. 19741002 200112 1 001

Fakultas Keperawatan telah menyetujui skripsi ini sebagai bagian dari

persayaratan kelulusan Sarjana Keperawatan

(Erniyati, SKp, MNS)

NIP. 19671208 199903 2 001 Pembantu Dekan 1 (PUDEK 1)

(3)

Judul Efektivitas Olahraga Pernapasan Terhadap Penurunan Gejala Asma Pada Penderita Asma Di Lembaga Seni Pernapasan Satria Nusantara Cabang Medan.

Nama Mardhiah Nim 051101042

Fakultas Keperawatan USU

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi efektivitas olahraga pernapasan terhadap penurunan gejala asma pada penderita asma di Lembaga Seni Pernapasan Satria Nusantara Cabang Medan. Desain penelitian adalah quasi eksperimen one group. Sampel sebanyak 7 orang, pengambilan sampel dengan teknik perposive sampling yaitu sesuai dengan kriteria inklusi penelitian. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 7 Juni 2009.

Olahraga pernapasan dalam penelitian ini dilakukan secara teratur selama 120 menit per sesi dengan frekuensi 2-3 kali seminggu selama 1 bulan. Pada seluruh responden dilakukan observasi gejala asma mingguan dan bulanan sebelum dan sesudah olahraga pernapasan. Data yang diperoleh dicatat dalam lembar observasi penurunan gejala asma mingguan dan bulanan. Kemudian data penelitian ini di analisa dengan uji statistik deskripif dan inferensial.

Berdasarkan hasil analisa data dengan uji paired t-test menunjukkan adanya perbedaan gejala asma mingguan dan bulanan sebelum dan sesudah olahraga pernapasan. Temuan ini menunjukkan bahwa terdapat penurunan gejala asma yang signifikan setelah olahraga pernapasan secara teratur.

Kesimpulan dari temuan penelitian ini menunjukkan bahwa olahraga pernapasan efektif terhadap penurunan gejala asma mingguan dan gejala asma bulanan pada penderita asma.

(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur Kehadirat Allah SWT atas rahmat dan

hidayah Nya yang telah memberikan kekuatan kepada penulis, sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Efektivitas Olahraga Pernapasan

Terhadap Penurunan Gejala Asma Pada Penderita Asma Di Lembaga Seni

Pernapasan Satria Nusantara Cabang Medan”. Shalawat dan salam kepada

junjungan Nabi Muhammad SAW, semoga mendapat syafaat dari beliau di

kemudian hari.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Bapak Ikhsanuddin Ahmad Harahap, SKp, MNS selaku dosen

pembimbing skripsi atas waktu yang diluangkan dalam memberikan bimbingan,

saran dan sumbangan pemikiran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Rasa terima kasih yang tulus kepada keluarga yag tercinta, ayahanda dan

ibunda yang dengan sabar hati mendengar segala keluh kesah dari saya, serta

kepada ke tiga saudara saya, Kak Ita, Kak Lia, Bang Mun dan teman terbaik saya

Buyamin yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi saya ini.

Pada kesempatan ini juga, penulis ingin mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, MKes selaku Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas

(5)

3. Prof. Dr. Tamsil Syafiuddin, Sp.P(K) yang telah memberikan saran

dan ide terhadap penyusunan skripsi saya ini.

4. Bapak Sahabudin Duha, SE selaku ketua Lembaga Seni Pernapasan

Satria Nusantara Cabang Medan dan kawan-kawan di Lembaga Seni

Pernapasan Satria Nusantara Cabang Medan.

5. Kepada teman-teman terbaik angkatan 2005 yang telah memberikan

motivasi kepada saya dalam penyusunan skripsi saya ini, terkhusus

kepada kiki, dina, putri.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi penelitian ini bermanfaat.

(6)

DAFTAR ISI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asma ... 7

2.3.2 Manfaat Olahraga Pernapasan... 22

2.3.3 Prinsip Gerakan Olahraga Pernapasan ... 22

2.3.4 Gerakan Olahraga Pernapasan ... 24

2.4 Olahraga Pernapasan Pada Penderita Asma... 28

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 3.1Kerangka Konseptual ... 30

3.2Definisi Operasional ... 32

3.3Hipotesa Penelitian ... 33

(7)

4.7 Analisa data ... 39

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1Hasil Penelitian ... 41 5.2 Pembahasan ... 49

BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1Kesimpulan ... 61 6.2Rekomendasi ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 63 LAMPIRAN

1. Lembar Persetujuan Menjadi Peserta Penelitian

2. Kuesioner Data Demografi Responden

3. Data Demografi Responden

4. Lembar Observasi Gejala Asma

5. Hasil Analisa Data

6. Protokol Panduan Olahraga Pernapasan

7. Prosedur Gerakan Olahraga Pernapasan

8. Jadwal Olahraga Pernapasan

9. Jadwal Penelitian

10.Dokumentasi Kegiatan Olahraga Pernapasan

11.Surat Izin Validitas Instrumen Penelitian

12.Surat Izin Penelitian

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Klasifikasi Asma ... 10 Tabel 2 Karakteristik Demografi Responden ... 42 Tabel 3 Rentang Kelas Kategori Gejala Asma Responden... 44 Tabel 4 Gejala Asma Responden Selama Seminggu Pre dan Post

Olahraga Pernapasan ... 45 Tabel 5 Gejala Asma Responden Selama Sebulan Pre dan Post

Olahraga Pernapasan ... 45 Tabel 6 Perbedaan Penurunan Gejala Asma Pre dan Post

Olahraga Pernapasan ... 47 Tabel 7 Pengaruh Usia, IMT, Lama Terdiagnosa Asma,

Jenis Kelamin, Suku dan Pekerjaan Terhadap Gejala

(9)

DAFTAR SKEMA

(10)

Judul Efektivitas Olahraga Pernapasan Terhadap Penurunan Gejala Asma Pada Penderita Asma Di Lembaga Seni Pernapasan Satria Nusantara Cabang Medan.

Nama Mardhiah Nim 051101042

Fakultas Keperawatan USU

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi efektivitas olahraga pernapasan terhadap penurunan gejala asma pada penderita asma di Lembaga Seni Pernapasan Satria Nusantara Cabang Medan. Desain penelitian adalah quasi eksperimen one group. Sampel sebanyak 7 orang, pengambilan sampel dengan teknik perposive sampling yaitu sesuai dengan kriteria inklusi penelitian. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 7 Juni 2009.

Olahraga pernapasan dalam penelitian ini dilakukan secara teratur selama 120 menit per sesi dengan frekuensi 2-3 kali seminggu selama 1 bulan. Pada seluruh responden dilakukan observasi gejala asma mingguan dan bulanan sebelum dan sesudah olahraga pernapasan. Data yang diperoleh dicatat dalam lembar observasi penurunan gejala asma mingguan dan bulanan. Kemudian data penelitian ini di analisa dengan uji statistik deskripif dan inferensial.

Berdasarkan hasil analisa data dengan uji paired t-test menunjukkan adanya perbedaan gejala asma mingguan dan bulanan sebelum dan sesudah olahraga pernapasan. Temuan ini menunjukkan bahwa terdapat penurunan gejala asma yang signifikan setelah olahraga pernapasan secara teratur.

Kesimpulan dari temuan penelitian ini menunjukkan bahwa olahraga pernapasan efektif terhadap penurunan gejala asma mingguan dan gejala asma bulanan pada penderita asma.

(11)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Semakin meningkatnya perkembangan industri di Indonesia telah

memberikan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar kawasan industri,

dimana kawasan sekitar industri berubah menjadi kawasan berpolusi, khususnya

polusi udara yang berupa asap. Oleh beberapa ahli, asap diduga menjadi faktor

pencetus dan menjadi penyebab utama meningkatnya kasus beberapa penyakit di

Indonesia, salah satunya adalah asma (Sundaru, 2008). Sjaifurrochman (2000)

melakukan penelitian terhadap 3165 siswa di Yogjakarta dan menemukan bahwa

10,55% siswa menderita asma dengan salah satu faktor resiko yaitu asap rokok

dan kompor gas.

Asma merupakan penyakit yang sangat dekat dengan masyarakat dan

mempunyai populasi yang terus meningkat (The Global Initiative for Asthma,

2004). Kasus asma diseluruh dunia menurut survey GINA (2004) mencapai 300

juta jiwa dan diprediksi pada tahun 2025 penderita asma bertambah menjadi 400

juta jiwa. Di Indonesia sendiri, menurut penelitian yang dilakukan dengan

menggunakan International Study of Asthma and Allergies in Chilhood (ISAAC)

dalam Sundaru (2008) terhadap anak sekolah usia 13 sampai 14 tahun

menunjukkan hasil pada tahun 1995 prevalensi asma masih 2,1%, dan kemudian

pada tahun 2003 meningkat menjadi 5,2%

Saat ini penyakit asma menduduki urutan sepuluh besar penyebab kesakitan

dan kematian di Indonesia (Depkes RI, 2007). Hal ini di sebabkan oleh

(12)

dan dokter yang sering kali meremehkan tingkat keparahan penyakit asma

sehingga menyebabkan kesakitan yang berkelanjutan dan lebih parahnya dapat

menyebabkan kematian seketika pada penderitanya (Dahlan, 1998).

Penyakit asma sudah lama diketahui, namun saat ini pengobatan atau terapi

yang diberikan hanya untuk mengendalikan gejala (Sundaru, 2008). Asma

merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan tapi dapat dikendalikan. Asma

dapat dikendalikan dengan pengelolaan yang dilakukan secara lengkap, tidak

hanya dengan pemberian terapi farmakologis yaitu dengan cara pemberian

obat-obatan anti inflamasi tetapi juga menggunakan terapi nonfarmakologis yaitu

dengan cara mengontrol gejala asma (Sundaru 2008; Wong, 2003; Schulte, Price,

Gwin, 2001; Dahlan, 1998; Suyoko, 1992).

Pengontrolan terhadap gejala asma dapat dilakukan dengan cara

menghindari allergen pencetus asma, konsultasi asma dengan tim medis secara

teratur, hidup sehat dengan asupan nutrisi yang memadai, menghindari stres dan

olahraga (Wong, 2003; Schulte, Price, Gwin, 2001; Suyoko, 1992; Baratawijaya,

Sundaru, 1981). Semua penatalaksanaan ini bertujuan untuk mengurangi gejala

asma dengan meningkatkan sistem imunitas (Siswantoyo, 2007; The Asthma

Foundation of Victoria, 2002) dan memperlancar sistem respirasi (Suyoko, 1992;

Baratawijaya, Sundaru, 1981).

Asma dapat diatasi dengan baik dan akan lebih sedikit mengalami gejala

asma apabila kondisi tubuhnya dalam keadaan sehat. Olahraga dan aktivitas

merupakan hal penting untuk membuat seseorang segar bugar dan sehat.

Melakukan olahraga merupakan bagian penanganan asma yang baik (The Asthma

(13)

masih menjadi kontroversi. Disatu pihak olahraga dapat memicu gejala asma,

namun di lain pihak olahraga dapat meningkatkan kemampuan bernapas penderita

asma sehingga sangat penting dilakukan dalam upaya pengendalian asma (Ram,

Robinson, Black, Picot, 2005).

Olahraga yang dianjurkan untuk penderita asma merupakan olahraga ringan

dan sederhana, artinya olahraga yang disesuaikan dengan kemampuan penderita

asma, latihan fisik merupakan salah satunya (Ram, Robinson, Black, Picot,

2005). Latihan ini telah dirancang untuk penderita asma dengan tujuan

meningkatkan kebugaran fisik, koordinasi neuromuscular dengan meningkatkan

kekuatan otot pernapasan dan kepercayaan diri (Ram, Robinson, Black, Picot,

2005; Suyoko, 1992; Lancet, 1980).

Latihan fisik mempunyai banyak jenis, salah satunya adalah senam

pernapasan (olahraga pernapasan) (Suyoko, 1992). Namun olahraga pernapasan

ini tidak khusus dirancang untuk penderita asma, karena olahraga pernapasan ini

dapat bermanfaat untuk berbagai penyakit (Maryanto, 2008). Olahraga pernapasan

mempunyai manfaat untuk meningkatkan kekuatan tubuh secara umum,

memperkuat otot pernapasan yaitu otot diafragma dan mengatur irama pernapasan

sehingga dapat meningkatkan fungsi paru (Ram, Robinson, Black, Picot, 2005;

Suyoko, 1992; Lancet, 1980). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Siswantoyo (2007), olahraga pernapasan dapat meningkatkan IgG yang sangat

penting dalam pengendalian hipersensitivitas asma.

Pada penderita asma, gejala asma lebih sering dialami oleh penderita asma

yang kurang memiliki keinginan dan percaya diri terhadap kemampuan

(14)

melakukan olahraga. Salah satunya dengan pemberian terapi olahraga pernapasan

(IndoFamilyHealth.com, 2008).

Pemberian terapi olahraga secara teratur pada penderita asma sebagai

intervensi untuk meningkatkan keinginan dan kepercayaan diri penderita asma

(InfoFamilyHealth.com, 2008). Olahraga pernapasan dapat dilakukan tiga kali

dalam seminggu selama dua jam pada waktu pagi atau sore. Olahraga pernapasan

dilakukan dalam tiga tahapan yaitu latihan pernapasan duduk awal, latihan

pernafasan bergerak, latihan pernapasan duduk akhir (Maryanto, 2008).

Berdasarkan pemaparan diatas, penulis merasa tertarik untuk mengetahui

efektivitas olahraga pernapasan terhadap penurunan gejala asma.

1.2 Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian dalam latar belakang dapat dirumuskan permasalahan

dalam penelitian ini, yaitu bagaimana keefektivan olahraga pernapasan terhadap

penurunan gejala asma.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengidentifikasi gejala asma sebelum melakukan olahraga pernapasan.

2. Mengidentifikasi gejala asma sesudah melakukan olahraga pernapasan.

3. Mengidentifikasi keefektifan olahraga pernapasan terhadap penurunan gejala

(15)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

1.4.1 Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pengajaran tambahan di

laboratorium untuk menambah pengetahuan peserta didik keperawatan dalam

merawat pasien dengan asma

1.4.2 Praktek Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bekal perawat dalam

melaksanakan asuhan keperawatan di klinik terutama bagian medikal bedah

maupun di komunitas dengan memberikan olahraga pernapasan terhadap

penderita asma untuk mengurangi gejala asma.

1.4.3 Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menambah informasi bagi penelitian keperawatan

mengenai efektivitas olahraga pernapasan terhadap penurunan gejala asma

sehingga memberikan ide selanjutnya bagi penelitian keperawatan untuk meneliti

perbandingan olahraga pernapasan dengan olahraga lainnya terhadap penurunan

(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Penjelasan terhadap aspek-aspek yang terkait dalam penelitian ini akan

dipaparkan sebagai berikut:

2.1 Asma

2.1.1 Pengertian Asma 2.1.2 Pencetus Asma

2.1.3 Tanda dan Gejala Asma 2.1.4 Klasifikasi Asma

2.1.5 Mekanisme Terjadinya Asma 2.1.6 Pengendalian Asma

2.2 Latihan Fisik

2.2.1 Pengertian Latihan Fisik 2.2.2 Manfaat Latihan Fisik

2.2.3 Prinsip Gerakan Latihan Fisik 2.2.4 Jenis Latihan Fisik

2.3 Olahraga Pernapasan

2.3.1 Pengertian Olahraga Pernapasan 2.3.2 Manfaat Olahraga Pernapasan

2.3.3 Prinsip Gerakan Olahraga Pernapasan 2.3.4 Gerakan Olahraga Pernapasan

(17)

2.1 Asma

2.1.1 Pengertian Asma

Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang disebabkan

oleh reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti mast sel, eosinophils, dan

T-lymphocytes terhadap stimuli tertentu dan menimbulkan gejala dyspnea, whizzing,

dan batuk akibat obstruksi jalan napas yang bersifat reversibel dan terjadi secara

episodik berulang (Brunner & Suddarth, 2001).

2.1.2 Pencetus Asma

Menurut The Lung Association of Canada dalam VitaHealth (2006), ada

dua faktor yang menjadi pencetua asma :

1. Pemicu Asma (Trigger)

Pemicu asma dapat mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran

pernapasan (bronkokonstriksi). Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang

diakibatkan oleh pemicu cenderung timbul seketika, berlangsung dalam waktu

pendek dan relatif mudah diatasi dalam waktu singkat.

Umumnya pemicu mengakibatkan bronkokonstriksi termasuk stimulus

sehari-hari, seperti perubahan cuaca dan suhu udara, polusi udara, asap rokok, infeksi

saluran pernapasan, gangguan emosi, dan olahraga yang berlebihan.

2. Penyebab Asma (Inducer)

Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan sekaligus

hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran pernapasan.

Penyebab asma dapat menimbulkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung

(18)

Umumnya penyebab asma adalah allergen, yang tampil dalam bentuk

ingestan yaitu alergen yang masuk tubuh melalui mulut, inhalan yaitu alergen

yang dihirup masuk tubuh melalui hidung atau mulut, dan alergen yang didapat

melalui kontak dengan kulit.

Tanda dan Gejala Asma

Gejala asma sering timbul pada waktu malam dan pagi hari. Gejala yang di

timbulkan berupa batuk-batuk pada pagi hari, siang hari, dan malam hari, sesak

napas/susah bernapas, bunyi saat bernapas (whezzing atau ”ngik..ngik..), rasa

tertekan di dada, dan gangguan tidur karena batuk atau sesak napas/susah

bernapas. Gejala ini terjadi secara reversibel dan episodik berulang (Yayasan

Asma Indonesia, 2008; GINA, 2004; Lewis, Heitkemper, Dirksen, 2000). Pada

keadaan asma yang parah gejala yang ditimbulkan dapat berupa peningkatan

distress pernapasan (tachycardia, dyspnea, tachypnea, retracsi iga, pucat), pasien

susah berbicara dan terlihat lelah (Schulte, Price, Gwin, 2001).

Gejala asma dapat diperburuk oleh keadaan lingkungan, seperti berhadapan

dengan bulu binatang, uap kimia, perubahan temperature, debu, obat (aspirin,

beta-blocker), olahraga berat, serbuk, infeksi sistem respirasi, asap rokok dan

stress (GINA, 2004). Gejala asma dapat menjadi lebih buruk dengan terjadinya

komplikasi terhadap asma tersebut sehingga bertambahnya gejala terhadap

distress pernapasan yang di biasa dikenal dengan Status Asmaticus (Brunner &

Suddarth, 2001).

Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan

whizing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas), kemudian

(19)

vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan

kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di

bronkus maka suara whizing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya

gagal pernapasan (Brunner & Suddarth, 2001).

Begitu bahayanya gejala asma (Dahlan, 1998). Gejala asma dapat

mengantarkan penderitanya kepada kematian seketika, sehingga sangat penting

sekali penyakit ini dikontrol dan di kendalikan untuk kepentingan keselamatan

jiwa penderitanya (Sundaru, 2008; Dahlan, 1998).

2.1.4 Klasifikasi Asma

Pengklasifikasian asma dapat dilakukan dengan pengkajian terhadap gejala

dan kemampuan fungsi paru. Semakin sering gejala yang dialami, maka semakin

parah asma tersebut, Begitu juga dengan kemampuan fungsi paru yang diukur

dengan Peak Flow Meters untuk mengetahui Peak Expiratory Flow (PEF) dan

Spyrometers untuk mengukur Force Expiratory Volume dalam satu detik (FEV1)

disertai dengan Force Vital Capacity (FVC), semakin rendah kemampuan fungsi

(20)

Tabel 1

Klasifikasian asma berdasarkan tingkat keparahannya

KLASIFIKASI TINGKAT KEPARAHAN ASMA

KATEGORI GEJALA/HARI GEJAL

A/MA

Nilai PEF normal dalam kondisi serangan asma.

Exacerbasi:

Bisa berjalan ketika bernapas, bisa mengucapkan kalimat penuh. Respiratory Rate (RR) meningkat. Biasanya tidak ada gejala retraksi iga ketika bernapas.

≤ 2X

≥ 2X dalam seminggu, tapi tidak 1X sehari. Serangan asma diakibatkan oleh aktivitas. Exaserbasi:

Membaik ketika duduk, bisa mengucapkan kalimat frase, RR meningkat, kadang-kadang menggunakan retraksi iga ketika bernapas

Serangan asma diakibatkan oleh aktivitas. Exaserbasi:

Duduk tegak ketika bernapas, hanya dapat mengucapkan kata per kata, RR 30x/menit, Biasanya menggunakan retraksi iga ketika bernapas,.

Abnormal pergerakan thoracoabdominal.

Sering ≤ 60%

> 30%

Diambil dari GINA (2005). Global Strategy for Asthma Management and

Prevention, www.ginasthma.com; Lewis, Heitkemper, Dirksen (2000).

Medical-Surgical Nursing. St. Louis, Missouri: Mosby ; Wong (2003). Nursing Care of

(21)

2.1.5 Mekanisme Terjadinya Asma

Skema 1. Mekanisme Terjadinya Asma

Setelah 30-60 menit Setelah 5-6 jam

Setelah 1-2 hari

Diambil dari Lewis, Heitkemper, Dirksen, 2000. Medical-Surgical

Nursing. St.Louis Missouri: Mosby.

Gejala yang ditimbulkan di atas merupakan gejala hipersensitivitas asma,

dimana gejala ini sangat berbahaya bagi keselamatan penderitanya, gejala diatas Infeksi,

Allergen, Irritant

IgE –menstimuli keluarnya sel mast

Sebagai mediator keluarnya sel mast , eosinophil, macrophage,  Otot polos bronkial

berkontraksi  Obstruksi jalan napas

 Menyempitnya jalan napas

(22)

dapat membuat penderita asma meninggal dalam seketika (GINA, 2005; Lewis,

Heitkemper, Dirksen, 2000).

2.1.6 Pengendalian Asma

Manajemen pengendalian asma terdiri dari 6 (enam) tahapan yaitu sebagai

berikut:

1. Pengetahuan

Memberikan pengetahuan kepada penderita asma tentang keadaan

penyakitnya dan mekanisme pengobatan yang akan dijalaninya kedepan

(GINA, 2005).

2. Monitor

Memonitor asma secara teratur kepada tim medis yang menangani penyakit

asma. Memonitor perkembangan gejala, hal-hal apa saja yang mungkin terjadi

terhadap penderita asma dengan kondisi gejala yang dialaminya beserta

memonitor perkembangan fungsi paru (GINA, 2005).

3. Menghindari Faktor Resiko

Hal yang paling mungkin dilakukan penderita asma dalam mengurangi gejala

asma adalah menhindari faktor pencetus yang dapat meningkatkan gejala

asma. Faktor resiko ini dapat berupa makanan, obat-obatan, polusi, dan

sebagainya (GINA, 2005).

4. Pengobatan Medis Jangka Panjang

Pengobatan jangka panjang terhadap penderita asma, dilakukan berdasarkan

tingkat keparahan terhadap gejala asma tersebut. Pada penderita asma

intermitten, tidak ada pengobatan jangka panjang. Pada penderita asma mild

(23)

didukung oleh Teofilin, kromones, atau leukotrien. Dan untuk asma moderate

persisten, menggunakan pilihan obat β2-agonist inhalsi dikombinasikan

dengan glukokortikoid inhalasi, teofiline atau leukotrien. Untuk asma severe

persisten, β2-agonist inhalasi dikombinasikan dengan glukokortikosteroid

inhalasi, teofiline dan leukotrien atau menggunakan obat β2

Berikut penjelasan tentang obat-obat pengontrol asma (Controller):

agonist oral

(GINA, 2005).

a. Glukokortikosteroid Inhalasi

Jenis obat ini digunakan selama satu bulan atau lebih untuk mengurangi

gejala inflamasi asma. Obat ini dapat meningkatkan fungsi paru,

mengurangi hiperresponsive dan mengurangi gejala asma dan

meningkatkan kualitas hidup (GINA, 2005).

Obat ini dapat menimbulkan kandidiasis orofaringeal, menimbulkan iritasi

pada bagian saluran napas atas dan dapat memberikan efek sistemik,

menekan kerja adrenal atau mengurangi aktivitas osteoblast (GINA,

2005).

b. Glukokortikosteroid Oral

Mekanisme kerja obat dan fungsi obat ini sama dengan obat kortikosteroid

inhalasil. Obat ini dapat menimbulkan hipertensi, diabetes, penekanan

kerja hipothalamus-pituitary dan adrenal, katarak, gluko ma, obaesitas dan

kelemahan (GINA, 2005).

c. Kromones (Sodium Cromogycate dan Nedocromyl Sodium)

Obat ini dapat menurunkan jumlah eosin bronchial pada gejala asma. Obat

(24)

imun nonspecific. Obat ini dapat menimbulkan batuk-batuk pada saat

pemakaian dengan bentuk formulasi powder (GINA, 2005).

d. β2

Obat in berfungsi sebagai bronkodilator selama 12 jam setelah pemakaian.

Obat ini dapat mengurangi gejala asma pada waktu malam, meningkatkan

fungsi paru. Obat ini dapat menimbulkan tremor pada bagian

musculoskeletal, menstimulasi kerja cardiovascular dan hipokalemia

(GINA, 2005). -Agonist Inhalasi

e. β2

Obat ini sebagai bronkodilator dan dapat mengontrol gejala asma pada

waktu malam. Obat ini dapat menimbulkan anxietas, meningkatkan kerja

jantung, dan menimbulkan tremor pada bagian muskuloskeletal (GINA,

2005).

-Agonist Oral

f. Teofiline

Obat ini digunakan untuk menghilangkan gejala atau pencegahan asma

bronkial dengan merelaksasi secara langsung otot polos bronki dan

pembuluh darah pulmonal. Obat ini dapat menyebabkan efek samping

berupa mual, muntah, diare, sakit kepala, insomnia dan iritabilitas. Pada

level yang lebih dari 35 mcg/mL menyebabkan hperglisemia, hipotensi,

aritmia jantung, takikardi, kerusakan otak dan kematian (Depkes RI,

(25)

g. Leukotriens

Obat ini berfungsi sebagai anti inflamasi. Obat ini berfungsi untuk

mengurangi gejala termasuk batuk, meningkatkan fungsi paru dan

menurunkan gejala asma (GINA, 2005).

Berikut penjelasan tentang obat-obat meringankan (Reliever) asma:

a. β2

Obat ini bekerja sebagai bronkodilator. Obat ini digunakan untuk

mengontrol gejala asma, variabilitas peak flow, hiperresponsive jalan

napas. Obat ini dapat menstimulasi kerja jantung, tremor otot skeletal dan

hipokalemia (GINA, 2005). -Agonist Inhalasi

b. β2

Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat menstimulasi kerja jantung,

tremor otot skeletal dan hipokalemia (GINA, 2005). -Agonist Oral

c. Antikolinergic

Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat meningkatkan fungsi paru.

Obat ini dapat menyebabkan mulut kering dan pengeluaran mucus (GINA,

2005).

5. Metode Pengobatan Alternative

Metode pengobatan alternative ini sebagian besar masih dalam penelitian.

Buteyko merupakan salah satu pengobatan alternative yang terbukti dapat

menurunkan ventilasi alveolar terhadap hiperventilasi paru penderita asma,

selain itu memperbaiki gejala yang ditimbulkan asma. Buteyko ini merupakan

tehnik bernapas yang dirancang khusus untuk penderita asma dengan prinsip

(26)

6. Terapi Penanganan Terhadap Gejala

Terapi ini dilakukan tergantung kepada pasien. Terapi ini dianjurkan kepada

pasien yang mempunyai pengalaman buruk terhadap gejala asma, dan dalam

kondisi yang darurat. Penatalaksanaan terapi ini dilakukan di rumah penderita

asma dengan menggunakan obat bronkodilator seperti: β2

7. Pemeriksaan Teratur

-agonist inhalasi dan

glukokortikosteroid oral (GINA, 2005).

Penderita asma disarankan untuk memeriksakan kesehatannya secara teratur

kepada tim medis. Pemeriksaan teratur berfungsi untuk melihat perkembangan

kemampuan fungsi paru (GINA, 2005).

Dalam penatalaksanaan asma, pola hidup sehat sangat dianjurkan. Pola hidup

sehat akan sangat membantu proses penatalaksanaan asma. Dengan

pemenuhan nutrisi yang memadai, menghindari stress, dan olahraga atau yang

biasa disebut latihan fisik teratur sesuai toleransi tubuh (The Asthma

Foundation of Victoria, 2002).

Pemenuhan nutrisi yang memadai dan menghindari stress akan menjaga

penderita asma dari serangan infeksi dari luar yang dapat memperburuk asma

dengan tetap menjaga kestabilan imunitas tubuh penderita asma (The Asthma

Foundation of Victoria, 2002).

Latihan fisik dapat membuat tubuh menjadi lebih bugar, sehingga tubuh tidak

menjadi lemas. Latihan fisik dapat merubah psikologis penderita asma yang

beranggapan tidak dapat melakukan kerja apapun, anggapan ini dapat

memperburuk keadaan penderita asma. Sehingga dengan latihan fisik,

(27)

dengan peningkatan kemampuan latihan fisik (The Asthma Foundation of

Victoria, 2002).

Latihan Fisik

2.2.1 Pengertian Latihan Fisik

Latihan fisik merupakan bentuk pemberian rangsangan berulang pada

tubuh, dimana tubuh akan beradaptasi terhadap rangsangan yang diberikan secara

teratur dengan frekuensi dan takaran yang sesuai dengan kemampuan tubuh.

Proses adaptasi merupakan perubahan struktur dan fungsi tubuh terhadap

rangsangan yang berupa latihan fisik dalam masa tertentu sampai tubuh memberi

respon terhadap rangsangan tersebut (Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat

Makassar, 2008).

2.2.2 Manfaat Latihan Fisik

Latihan fisik mempunyai manfaat terhadap tubuh yaitu (1) Melatih cara

bernapas yang benar ketika istirahat dan beraktivitas (2) Melenturkan dan

memperkuat otot pernapasan (3) Meningkatkan sirkulasi darah dalam tubuh

sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup (Yayasan Asma Indonesia, 2008) (4)

Memperbaiki dan mempertahankan fungsi tubuh seperti: kekuatan, keuletan, daya

tahan tubuh, dan sitem sirkulasi pernapasan (Djide, 2008) (5) Latihan fisik secara

berkelompok dapat meningkatkan rasa percaya diri terhadap penderita

(IndoFamilyHealth.com, 2008).

2.2.3 Prinsip Gerakan Latihan Fisik

Keseriusan dan dedikasi program latihan adalah penting bagi individu

(28)

menggunakan tahap latihan yang tepat bagi respon otot, sebaiknya latihan fisik

dilakukan dengan prinsip latihannya yang telah disesuaikan sesuai dengan tingkat

kompensasi tubuh masing-masing (WordPress.com, 2008).

Prinsip dalam melakukan gerakan latihan fisik yaitu:

1. Kesiapan

Kesiapan fisik dimulai ketika penderita asma mengemukakan tujuan kepada

pelatih, pendidik, dan dokter ataupun perawat, kemudian mendapat izin untuk

memulai program latihan (WordPress.com, 2008; The Asthma Foundation of

Victoria, 2002).

Kesiapan psikologis dimulai ketika individu (penderita asma), pelatih,

pendidik dan dokter sepenuhnya mengerti sasaran yang dikehendaki, program

latihan yang dimulai dengan percobaan latihan yang ringan (WordPress.com,

2008; The Asthma Foundation of Victoria, 2002).

2. Kekhususan

Latihan yang mengembangkan otot-otot tertentu yang aktif dan memiliki efek

tertentu pada bagian otot. Tipe-tipe tertentu dalam latihan akan membentuk

manfaat latihan tertentu pula (WordPress.com, 2008).

3. Keteraturan

Latihan-latihan harus dilakukan dengan suatu dasar permulaan yang teratur

dan diakhiri pada waktu yang sama tiap session. Latihan ini mempunyai

manfaat yang sama baik fisik maupun psikologis yang maksimal untuk

memperoleh kesempatan istirahat yang sesuai dan bersiap-siap untuk sesi

(29)

4. Frekuensi

Rasa sakit otot yang berlebihan, kelelahan yang ekstrim dan kesiapan

psikologis yang tidak tepat adalah indikasi kuat bahwa frekuensi latihan

terlalu berlebihan. Frekuensi latihan diatur sesuai dengan kemampuan tubuh,

sehingga tubuh dapat beradaptasi terhadap rangsangan yang diterimanya

(WordPress.com, 2008).

5. Penyesuaian

Melalui proses penyesuaian dalam menjaga kondisi tingkat efisiensi tubuh,

untuk langsung menambah beban kuncinya adalah untuk maju terus dan siap

melewati rintangan. Adakalanya dianjurkan untuk mengambil waktu istirahat

lebih banyak atau kembali dan meninjau lagi pokok program latihan dengan

intensitas lebih rendah (WordPress.com, 2008; The Asthma Foundation of

Victoria, 2002).

6. Beban Latihan

Beban latihan dibarikan dengan pertimbangan terhadap kemampuan penderita

asma. Peningkatan intensitas beban dari suatu latihan untuk mendorong ke

tahap yang lebih tinggi dari penyesuaian otot dapat dilakukan, apabila tahap

ringan sudah dapat dilewati tanpa ada masalah (WordPress.com, 2008; The

Asthma Foundation of Victoria, 2002).

7. Ukuran

Dilakukan pengukuran terhadap perkembangan fisik yang dicapai setelah

beberapa kali frekuensi latihan. Hal ini dapat dilakukan dengan pencatatan

grafik sederhana yang menampilkan kemajuan-kemajuan (WordPress.com,

(30)

2.2.4 Jenis Latihan Fisik

Pembagian jenis latihan fisik tidak begitu spesifik. Semua kegiatan yang

melibatkan pergerakan badan merupakan latihan fisik. Namun, latihan fisik

dibedakan atas tingkatan beban latihan, maupun frekuensinya. Pembagian ini

dapat membantu penderita asma dalam menentukan jenis latihan fisik yang akan

dipilih (WordPress.com, 2008).

Namun, ada tiga bentuk dasar dari latihan fisik:

1. Aerobik

Latihan ini menekankan pada ketahanan dan kebugaran kardiovaskular. Jenis

ini menuntut pergerakan yang terus menerus dalam waktu lama dan

melibatkan seluruh sistem kardiovaskuler seperti jantung, paru-paru dan

pembuluh darah (Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat Makassar, 2008).

Tujuan utama dari jenis latihan ini adalah pengiriman oksigen secara efisien.

Dengan pengkondisian aerobik yang terus meningkat, paru-paru bisa

menghirup oksigen dengan lebih baik. Demikian juga dengan jantung dan

pembuluh darah yang mengirimkan oksigen ke bagian otot (Balai Kesehatan

Olahraga Masyarakat Makassar, 2008).

2. Anaerobik

Latihan jenis ini tidak melibatkan sistem aerobik. Energi diperoleh hampir

sebagian besar dari glukosa yang tersimpan dalam otot. Glukosa dengan cepat

habis akibat upaya intens sehingga otot pun menjadi cepat lelah. Angkat berat

adalah salah satu contoh jenis latihan anaerobic (Balai Kesehatan Olahraga

(31)

3. Peregangan

Peregangan sangat dibutuhkan sebelum menjalani latihan dalam upaya

mencapai kelenturan otot menghindari cedera. Otot akan menjadi rentan

cedera dan sakit jika tidak melakukan peregangan (Balai Kesehatan Olahraga

Masyarakat Makassar, 2008).

Peregangan dapat menghilangkan rasa ngilu atau pegal sehabis bekerja keras

atau olahraga selama delapan jam atau lebih, serta menyebabkan otot tetap

fleksibel. Untuk mencapai hasil yang baik, lakukanlah peregangan sebelum

dan setelah latihan di mana otot sudah mulai panas. Lamanya, antara 5 - 8

menit (Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat Makassar, 2008).

2.3 Olahraga Pernapasan

2.3.1 Pengertian Olahraga Pernapasan

Olahraga pernapasan merupakan olahraga yang memfokuskan rangsangan

gerakan terhadap otot pernapasan, dimana nantinya diharapkan otot pernapasan

dapat beradaptasi terhadap rangsangan tersebut, sehingga terjadi peningkatan

kemampuan kerja otot pernapasan (Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat

Makassar, 2008).

Olahraga pernapasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Olahraga

Pernapasan Satria Nusantara Tingkat Dasar. Menurut Siswantoyo (2007) Seni

Pernapasan Satria Nusantara merupakan salah satu olahraga pernapasan.

Sebelumnya peneliti sudah memperdalam pengetahuan tentang olahraga

pernapasan tingkat pradasar dengan mengikuti latihan olahraga pernapasan pada

(32)

2.3.2 Manfaat Olahraga Pernapasan

Manfaat yang dapat dicapai dengan melakukan olahraga pernapasan Satria

Nusantara yaitu (1) Meningkatkan kemampuan bernapas, dengan meningkatkan

kemampuan otot pernapasan, dapat meningkatkan imunitas tubuh, terutama IgG,

yang merupakan sel imun yang dapat memblok IgE sebagai imun pencetus asma,

sehingga gejala asma dapat dikurangi (Siswantoyo, 2007) (2) Memberikan

kebugaran jasmani (3) Belajar bernapas yang benar ketika bekerja dan berhadapan

dengan kegiatan, meningkatkan rasa percaya diri dan keinginan untuk berolahraga

(4) Meningkatkan kadar hemoglobin darah (5) Dapat meningkatkan fungsi paru

dalam memperoleh oksigen (6) Mengurangi hiperventilasi paru (Maryanto, 2008).

2.3.3 Prinsip Gerakan Olahraga Pernapasan

Gerakan olahraga pernapasan dilakukan dengan melakukan pergerakan

pernapasan terhadap otot diafragma dan kemudian ditahan sesuai dengan

kemampuan penderita asma, yang bertujuan untuk melatih otot pernapasan

tersebut supaya kemampuan kerjanya dapat meningkat (Maryanto, 2008).

Hoeman (1996) dalam Rosina (2008); pernapasan melalui penggunaan pergerakan

diafragma lebih baik dari pada menggunakan otot pernapasan lainnya seperti otot

asesoris.

Prinsip gerakan olahraga pernapasan adalah sebagai berikut:

1. Latihan Peregangan Selama 10 (Sepuluh) Menit Dilakukan Dalam 2 (Dua)

Periode.

Latihan peregangan bertujuan untuk memberi dorongan, hasrat latihan agar

bersemangat, memanaskan jaringan tubuh supaya tidak kaku akibat lama tidak

(33)

lanjut, memperkecil defisit oksigen dan menyiapkan sistem humoral

pengontrol respirasi. Gerakan dimulai dari bagian proksima kedistal, tidak

membebani sendi (Zuraidah, 2006).

2. Latihan Pernapasan Duduk Awal dan Duduk Akhir Selama 20 Menit Dalam

Dua Periode

Latihan pernapasan duduk awal dan latihan pernapasan duduk akhir dilakukan

sebagai pemanasan (warming-up) bagian dalam tubuh sebelum melakukan

pernapasan bergerak. Pernapasan duduk akhir dilakukan untuk pendinginan

(cooling down) (Maryanto, 2008).

Latihan pernapasan duduk bermanfaat untuk mengembangkan sistem

pernapasan yaitu dengan meningkatkanya kapsitas vital paru-paru. Kapasitas

vital merupakan salah satu tolak ukur bagi kemampuan fungsional sistem

pernapasan. Latihan pernapasan duduk akan menyebabkan seluruh alveoli

menegmbang dan menjadi aktif dalam proses pernapasan, suatu cara pelatihan

yang baik untuk kesehatan pernapasan (Maryanto, 2008).

Dengan pola pernapasan duduk, penderita asma akan diajarkan cara

melakukan ekspirasi maksimal, inspirasi maksimal dan abdominal pressing.

Pada pola pernapasan ini tidak hanya otot-otot pernapasan inti yang dilatih,

tetapi juga otot-otot pernapasan pembantu dan bahkan juga otot-otot dinding

perut dan dasar panggul, khususnya pada saat abdominal pressing (Maryanto,

2008).

Latihan pernapasan duduk akhir merupakan latihan pendinginan, dimana

latihan ini dapat menurunkan kerja jantung secara perlahan dan keseluruhan

(34)

yaitu mecegah pengumpulan darah dalam vena dan memastikan cukupnya

aliran darah dalam otot, mencegah kekakuan dan nyeri otot (Maryanto, 2008).

3. Latihan Pernapasan Bergerak, Dilakukan Selama 80 (Delapan Puluh) Menit

Dilakukan Dalam Dua Periode.

Pernapasan bergerak adalah pengolahan pernapasan yang dilakukan

bersamaan dengan gerak tertentu/jurus. Pada latihan pernapasan bergerak,

napas ditahan selama 3 sampai 5 menit (Maryanto, 2008).

Latihan pernapasan bergerak menggunakan prinsip latihan anaerobik yang

menggunakan sedikit oksigen, sehingga terjadinya pembakaran dalam tubuh

hanya menggunakan sedikit oksigen (Maryanto, 2008).

Pada latihan pernapasan bergerak sel tubuh dilatih untuk mengurangi

penggunaan oksigen dalam pembakaran. Sehingga, nanti di saat terjadi

serangan asma, tubuh dapat bertahan dalam kondisi oksigen yang minimal

(Maryanto, 2008).

4. Istirahat Selama 10 Menit

Istirahat dilakukan diantara 2 periode latihan pernapasan bergerak selama 10

(sepuluh) menit dalam satu kali periode (Maryanto, 2008).

Istirahat dilakukan untuk mengumpulkan energi kembali seperti pada awal

latihan sehingga latihan pernapasan bergerak dapat dilakukan dengan baik

(Wordpress.com, 2008).

2.3.4 Gerakan Olahraga Pernapasan

Adapun gerakan yang dilakukan saat latihan olahraga pernapasan adalah

(35)

1. Gerakan Peregangan

Tiap gerakan lakukan 2 sampai 3 kali kemudian meningkat menjadi 8 sampai

10 kali (Zuraidah, 2006).

a. Latihan Kepala dan Leher

Lihat keatap dan kemudian menunduk sampai dagu kedada. Jangan hanya

menggunakan mata saja dan jangan di hentakkan. Putar kepala dengan

melihat bahu sebelah kanan lalu sebelah kiri. Miringkan bahu kesebelah

kanan lalu sebelah kiri (Zuraidah, 2006).

b. Latihan Bahu dan Lengan

Angkat kedua bahu ke atas mendekati telinga kemudian turunkan kembali

perlahan-lahan. Tepukkan kedua telapak tangan dan regangkan lengan ke

depan lurus dengan bahu. Pertahankan bahu tetap lurus dan kedua tangan

bertepuk kemudian angkat lengan ke atas kepala. Lengan harus lurus dan

tidak bengkok. Satu tangan menyentuh bagian belakang dari leher

kemudian raihlah punggung sejauh mungkin yang dapat di capai.

Begantian tangan kanan dan tangan kiri. Letakkan tangan di punggung

kemudian coba meraih keatas sedapatnya (Zuraidah, 2006).

c. Latihan Paha

Gerakan memutar persendian kaki ke satu arah dengan mengangkat tumit,

tetapi ujung sepatu tetap menyentuh lantai. Berdiri tegak dengan

berjingkat, perlahan-lahan turunkan tumit-tumit ke lantai dan angkat

(36)

2. Gerakan Latihan Pernapasan Duduk Awal

Adapun gerakan latihan pernapasan duduk awal adalah duduk dengan kaki

melipat ke belakang, telapak kaki dengan ujung jari kaki melingkar ke arah

pantat. Tulang ekor menyentuh lantai dan punggung diluruskan. Tangan

dengan jempol digenggam diletakkan pada lutut, pandangan lurus ke depan ke

satu titik. Bila peserta lebih dari satu orang dan sejenis, maka peserta duduk

merapat kiri kanan sehingga lutut saling bersentuhan. Bernapas teratur sambil

berkonsentrasi. Keluar masuk napas melalui hidung, dengan menekan napas di

bawah perut (abdominal pressing). Selang waktu tarik, tekan/tahan dan keluar

napas adalah sama yakni 10-30 detik. Pernapasan duduk dilakukan selama 10

menit (Maryanto, 2008).

3. Gerakan Latihan Pernapasan Bergerak

Adapun gerakan latihan pernapasan latihan bergerak adalah sebagai berikut:

a. Gerakan Tungkai

Tungkai membentuk posisi kuda-kuda rendah, kedua kaki sejajar, ujung

kaki ke samping berlawanan arah, Telapak kaki digesekan ke bumi dan

kedua tumit ditemukan satu sama lain pada setiap gerakan kaki maju

sejengkal (Maryanto, 2008).

b. Gerakan Tangan

Jurus untuk tingkat dasar, 10 jurus untuk tingkat pengendalian 1, 6 jurus

untuk tingkat gabungan dasar. Untuk tingkat dasar, pada awal gerakan,

napas ditarik sebanyak mungkin melalui hidung, kemudian ditekan dan

ditahan dibawah perut sambil menggesek telapak kaki maju sejengkal

(37)

tangan. Untuk 1 kali menekan dan menahan napas minimal dilakukan 15

langkah, setelah itu napas dikeluarkan, juga melalui hidung. Kemudian

atur napas dengan tarik dan keluar napas 2 atu 3 kali , lalu lanjutkan

dengan latihan lagi. Latihan dilakukan selama 90 menit dalam dua periode

yang diselingi dengan istirahat (Maryanto, 2008).

4. Istirahat

Selama latihan istirahat dilakukan hanya satu kali selama 10 (sepuluh) menit

(Maryanto, 2008).

5. Gerakan Latihan Pernapasan Bergerak

Merupakan lanjutan dari gerakan latihan pernapasan bergerak sebelum

istirahat. Melanjutkan gerakan jurus yang sebelum istirahat, untuk

memantapkan gerakan latihan gerakan jurus yang sudah diajari sebelumnya

(Maryanto, 2008).

6. Gerakan Latihan Pernapasan Duduk Akhir

Gerakan yang dilakukan pada latihan pernapasan duduk akhir sama dengan

latihan pernapasan duduk awal yaitu duduk dengan kaki melipat ke belakang,

telapak kaki dengan ujung jari kaki melingkar ke arah pantat. Tulang ekor

menyentuh lantai dan punggung diluruskan. Tangan dengan jempol

digenggam diletakkan pada lutut, pandangan lurus ke depan ke satu titik. Bila

peserta lebih dari satu orang dan sejenis, maka peserta duduk merapat kiri

kanan sehingga lutut saling bersentuhan. Keluar masuk napas melalui hidung,

dengan menekan napas di bawah perut (abdominal pressing). Selang waktu

tarik, tekan/tahan dan keluar napas adalah sama yaitu 10-30 detik. Pernapasan

(38)

7. Gerakan Peregangan

Gerakan peregangan yang dilakukan diakhir untuk menutup latihan mepunyai

gerakan yang sama dengan dengan gerkan peregangan yang dilakukan di awal

latihan olahraga pernapasan (Maryanto, 2008).

2.4 Olahraga Pernapasan pada Penderita Asma

Olahraga pernapasan mempunyai banyak kegunaannya. Suparto (2001)

dalam Siswantoyo (2007); olahraga pernapasan mampu meningkatkan kebugaran

fisik dan meningkatkan ketahanan tubuh pada penderita asma. Menurut penelitian

yang dilakukan Siswantoyo, 2007; terhadap siswa laki-laki kelas 2 Madrasah

Aliyah Mu’alimin Yogyakarta dengan memenuhi kriteria inkubasi tertentu,

menghasilkan kesimpulan bahwa olahraga pernapasan dapat meningkatkan kadar

beta-endorphin, IgG dan interleukin-6, interleukin-2 dan tidak terjadi peningkatan

terhadap interleukin-4, sedangkan kortisol mengalami penurunan.

Dalam penanganan asma, IgG bersifat sebagai antisensitive terhadap

antigen. IgG merupakan antibodi penghalang yang bersaing dengan IgE dalam

mendeteksi antigen. IgG mencegah antigen merangsang mast sel dalam

menghasilkan granul-granul yang melepas pengeluaran histamine, slow reactive

of anaphlaxis (SRS-A), eosinophil yang merupakan penyebab hipersensitive. IgG

juga dapat menekan aktivitas mast sel dan secara langsung dapat menurunkan

sensitivitas mast sel terhadap antigen, sehingga hpersensitivitas asma dapat

dikurangi (Tizard, 1988; Sherwood, 2008).

Jenis pernapasan yang dilakukan selama latihan olahraga pernapasan adalah

(39)

napas menurut kemampuan penderita asma, Menurut penelitian yang dilakukan

oleh Rosina (2008) terhadap penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

dengan menggunakan latihan otot pernapasan diafragma dapat meningkatkan

kemampuan fungsi paru penderita PPOK, dimana APE1

Selain itu, Olahraga pernapasan pada prinsipnya hampir sama dengan

olahraga-olahraga lain yang menggunakan manipulasi gerakan tubuh untuk terapi

(Siswantoyo, 2007). Menurut penelitian Chang, Yang, Chen, Chiang (2005),

Latihan yang menggunakan manipulasi gerakan tubuh dapat meningkatkan fungsi

paru pada penderita asma, dimana volume FVC, FEV

meningkat secara

signifikan.

1

Dengan begitu olahraga pernapasan dapat memperbaiki keadaan fisiologis

paru pada penderita asma disertai dengan peningkatan aktivitas imunitas yang

lebih berkualitas (Siswantoyo, 2007).

, PEV meningkat secara

(40)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual

Tindakan perawat dalam memandirikan individu dan keluarga dapat

dimulai dengan menyiapkan individu dan keluarga dari dalam dan dari luar,

seperti menyiapkan mental individu dan keluarga beserta dengan lingkungannya

yang mendukung untuk dilakukannya intervensi keperawatan (Torney & Aligood,

2006). Perawat dalam melakukan tindakan keperawatan dapat menentukan

intervensi tersebut sudah dilakukan secara benar dan adekuat, dan menentukan

tindakan tersebut akan dilanjutkan, dihentikan atau diganti dengan intervensi yang

lain. Hal ini menuntut perawat untuk lebih memahami kemampuan yang dimiliki

individu dan keluarga dalam tindakan / usaha memandirikan perawatan individu

(Huwaina, 2008).

Pada penderita asma, terjadi obstruksi saluran napas karena reaksi

hipersensitivitas terhadap stimulasi allergen, sehingga dapat mengakibatkan

terhentinya napas dalam seketika. Apabila penyakit ini tidak ditangani dengan

serius, maka gejala asma akan berlangsung terus menerus dan dapat mengganggu

aktivitas dan menurunkan kualitas hidup bagi penderitanya, karena dengan begitu

penderita tidak dapat beraktivitas seperti orang kebanyakan. Apabila gejala asma

terus berlangsung dapat menyebabkan penderitanya mengalami kematian

seketika. Sehingga penyakit ini sangat berbahaya bagi penderitanya (GINA,

2005).

Penatalaksanaan gejala asma dapat dikurangi dengan penatalasanaan

(41)

penatalaksanaan ini dapat menjadi terapi pelengkap medis. Penatalaksanaan

nonfarmakologi membutuhkan penderita asma untuk hidup sehat dan menghindari

terpapar dengan allergen pencetus asma. Hidup sehat yang dimaksud disini yaitu

penderita asma disarankan untuk mengkonsumsi makanan begizi untuk

mendukung imunitas tubuh yang baik, menghindari stress untuk pertahanan tubuh

yang optimal, dan disarankan untuk mengikuti olahraga yang sesuai dengan batas

kemampuan penderita asma (The Asthma Foundation of Victoria, 2002).

Pada anak yang menderita asma di anjurkan untuk melakukan olahraga

intensitas rendah, yang kemungkinan anak asma dapat mengkompensasi gerakan

olahraga tersebut, Olahraga yang dianjurkan adalah olahraga pernapasan

(Suyoko, 1992). Sama hal-nya dengan anak asma, penderita asma dewasa juga

dapat melakukan olahraga pernapasan sebagai salah satu pelengkap terapi (The

Asthma Foundation of Victoria, 2002).

Olahraga pernapasan merupakan olahraga yang memfokuskan rangsangan

gerakan terhadap otot-otot pernapasan, dimana nantinya diharapkan otot-otot

pernapasan dapat beradaptasi terhadap rangsangan tersebut. Olahraga ini dapat

dilakukan tiga kali dalam seminggu selama 120 menit dengan gerakan jurus-jurus

tertentu (Maryanto, 2008).

Olahraga pernapasan dapat meningkatkan fungsi paru dan menyeimbangkan

fungsi imunitas tubuh untuk memperbaiki reaksi hiperrsensitivitas terhadap

stimuli allergen, hal ini bertujuan agar gejala yang dialami penderita asma dapat

diminimalkan (Siswantoyo, 2007).

Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti merumuskan kerangka penelitian

(42)

olahraga pernapasan terhadap penurunan gejala asma pada satu kelompok. Pada

keompok ini akan diawali dengan pengisian kuesioner tentang gejala asma

(pre-test). Kemudian pada kelompok ini akan dilakukan olahraga pernapasan. Setelah

intervensi, kelompok ini kembali mengisi kuesioner tentang penurunan gejala

asma (post-test).

Skema 2. Kerangka Penelitian Efektivitas Olahraga Pernapasan Terhadap Penurunan Gejala Asma pada Penderita Asma

3.2 Definisi Operasional 3.2.1 Gejala Asma

Gejala asma dalam penelitian ini didefinisikan sebagai hal yang dialami dan

dikeluhkan penderita asma akibat penyakitnya diobservasi dengan menggunakan

lembar observasi gejala asma mingguan yaitu batuk-batuk, sesak napas, bunyi

napas (whizing), rasa tertekan di dada, tidur yang terganggu dan menggunakan

lembar observasi gejala asma bulanan yaitu gejala harian (batuk, sesak napas,

bernapas dengan suara wheeze dan rasa tertekan di dada), gangguan aktivitas,

gangguan tidur, dan kebutuhan obat penurun gejala asma di observasi sebelum

dan sesudah dilakukan olahraga pernapasan selama 1 bulan. Penderita

asma

Dilakukan Olahraga Pernapasan Pre test

(43)

Olahraga Pernapasan

Olahraga pernapasan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gerakan

fisik yang teratur dan sistematis meliputi gerakan latihan peregangan awal,

gerakan latihan duduk awal, gerakan latihan jurus, gerakan latihan duduk akhir,

dan gerakan latihan peregangan akhir. Olahraga pernapasan dilakukan 3 kali

dalam seminggu pada waktu sore hari selama 4 minggu.

3.3 Hipotesa Penelitian

1. Terdapat perbedaan gejala asma pre dan post olahraga pernapasan (Ha).

(44)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian quasi eksperimen one group

dengan pre-post test untuk mengidentifikasi efektifitas olahraga pernapasan

terhadap penurunan gejala asma. Penelitian ini menggunakan satu kelompok yaitu

kelompok intervensi olahraga pernapasan.

4.2 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah semua penderita asma yang ikut latihan

olahraga pernapasan di Lembaga Seni Pernapasan Satria Nusantara Cabang

Medan Tingkat Dasar.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan penarikan

sampel secara purposif sampling. Purposif sampling adalah teknik penentuan

sampel dengan pertimbangan tertentu (Notoatmodjo, 2002). Peneliti

mengembangkan kriteria tertentu yang dianggap mewakili bagi populasi target

dan dengan sengaja memilih unit sampling yang sesuai dengan kriteria (Dempsey

& Dempsey, 1996).

Adapun kriteria inklusi sampel dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Menderita gejala asma ± 3 bulan

b. Menggunakan bronkodilator

c. Tidak merokok dan minum alkohol

(45)

e. Bersedia mengikuti kegiatan olahraga pernapasan selama 120 menit/sesi setiap

3 kali dalam satu minggu selama 4 minggu sesuai jadwal dan tidak melakukan

olahraga pernapasan di luar jadwal yang dikontrol peneliti.

Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan menggunakan tabel power

análisis dari Polit & Hungler (1999, dengan level of significance merupakan

derajat kemaknaan (α): 0.05, effect size merupakan ukuran kesalahan dari hipotesa

nol (γ): 0.60, dan power (1-β) merupakan kekuatan uji atau kekuatan untuk

menolak hipotesa nol : 0.60, sehingga didapatkan jumlah sampel sebanyak 15

orang. Selanjutnya ke 15 orang ini akan disatukan menjadi satu kelompok.

Peneliti dalam hal ini sudah berusaha untuk mendapatkan jumlah sampel

yang ideal seperti yang direncanakan, Namun jumlah sampel yang peneliti

dapatkan adalah 7 orang responden.

4.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Lembaga Seni Pernapasan Satria Nusantara

Cabang Medan. Alasan peneliti memilih Lembaga Seni Pernapasan Satria

Nusantara Cabang Medan karena lembaga tersebut merupakan sala satu kelompok

olahraga pernapasan yang sering diikuti oleh penderita asma dan berada di medan,

sehingga memudahkan peneliti dalam pengambilan sampel. Penelitian ini

dilaksanakan selama 1 bulan.

4.4 Pertimbangan Etik Penelitian

Penelitian ini mempertimbangkan etik penelitian yaitu dengan terlebih

dahulu mendapatkan persetujuan dari responden kemudian memberi penjelasan

kepada responden penelitian tentang tujuan, manfaat penelitian dan prosedur

(46)

lamanya pelaksanaan olahraga pernapasan dilaksanakan. Responden yang

bersedia dipersilahkan untuk menandatangani informed consent. Responden yang

tidak bersedia berhak untuk menolak. Penelitian ini tidak menimbulkan resiko

bagi individu baik secara fisik maupun psikologis. Olahraga pernapasan diadakan

selama 120 menit setiap kali latihan. Di awal latihan, responden mengalami proses

adaptasi terhadap latihan olahraga pernapasan, dimana responden merasa sedikit

pusing. Olahraga Pernapasan dihentikan pada penderita asma yang mengalami

kekambuhan asma, dimana penderita asma tiba-tiba menjadi sesak napas dan

kondisi tubuh menjadi jelek. Kerahasiaan catatan mengenai data responden dijaga

peneliti dan data-data yang diperoleh dari responden hanya digunakan untuk

kepentingan penelitian.

4.5 Instrumen Penelitian 4.5.1 Data Demografi

Data demografi meliputi nomor responden, usia, jenis kelamin, TB (Tinggi

Badan), BB (Berat Badan), lama terdiagosa asma, penggunaan obat penurun

gejala asma, pekerjaan / aktivitas, dan suku. Data demografi ini berguna untuk

membantu peneliti mengetahui latar belakang dari responden yang bisa

berpengaruh terhadap penelitian ini.

4.5.2 Lembar Observasi Penurunan Gejala Asma Pre-Post Intervensi

Lembar observasi penurunan gejala asma mingguan pre-post olahraga

pernapasan mengacu pada hasil penelitian yang di lakukan oleh Osman,

McKenzie, Cairns, Friend, Godden, Legge, Douglas (2001). Lembar kuesioner ini

(47)

Lembar observasi penurunan gejala asma bulanan pre-post olahraga

pernapasan mengacu pada lembar observasi dari Global Initiative for Asthma

(2008). Keseluruhan variabel yang diukur ada enam, karena keterbatasan waktu

dan kesanggupan peneliti dalam melakukan penelitian maka variabel yang

sanggup diukur adalah 4 variabel.

Lembar pengisian kuesioner terhadap penurunan gejala asma pre dan post

intervensi disajikan dalam bentuk lembar observasi pada masing-masing

kelompok kuesioner.

4.5.3 Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas terhadap instrumen penelitian ini dilakukan oleh ahli yang

berkompeten di dalam bidang paru yaitu Prof. Tamsil Syafiuddin, Sp.P (K). Jenis

uji validitas yang dilakukan yaitu validitas konstruk yang menilai sejauhmana

kuesioner penelitian dapat mengukur konsep dari kerangaka penelitian ini dan

validitas isi yang menilai sejauhmana kuesioner penelitian ini dapat mewakili

semua aspek yang dianggap kerangka konsep (Riwidikdo, 2008).

Kuesioner lembar observasi penurunan gejala asma belum pernah diuji coba

oleh peneliti sebelumnya, sehingga penting dilakukan uji reliabilitas untuk

mengetahui seberapa besar derajat atau kemampuan alat ukur untuk mengukur

secara konsisten sasaran yang diukur. Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang

memberikan hasil yang sama bila digunakan beberapa kali pada kelompok

sampel. Dalam penelitian diguanakan uji reliabilitas konsistensi internal karena

memiliki kelebihan yaitu pemberian instrumen hanya satu kali dengan satu bentuk

(48)

Uji reliabilitas ini dilakukan sebelum pengumpulan data terhadap 10 orang

penderita asma di komunitas yang memenuhi kriteria inklusi. Uji reliabilitas ini

dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 15 untuk analisis cronbach alpha

dengan hasil koefisen reliabilitas untuk kuesioner mingguan yaitu 0.673 dan hasil

koefisien realibilitas kuesioner bulan yaitu 0.840. Hal ini dapat diterima untuk

instrumen yang baru, sesuai dengan pendapat Arikunto (2006), bahwa suatu

instrumen akan reliable jika memiliki nilai reliabilitas lebih dari 0.600.

4.6 Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menjelaskan tujuan, manfaat, prosedur pengumpulan data pada calon

responden.

2. Memberikan informed consent kepada calon responden.

3. Mengisi kuesioner data demografi oleh calon responden.

4. Menjelaskan jadwal kontrak kegiatan dimana pada kelompok dilakukan

olahraga pernapasan.

5. Melakukan pengisian lembaran kuesioner observasi pre intervensi pada awal

minggu selama 4 minggu hingga diperoleh data tentang gejala asma.

6. Melakukan olahraga pernapasan selama 120 menit/sesi tiga kali dalam

seminggu dalam waktu 4 minggu pada kelompok. Responden mengikuti

kegiatan hingga akhir penelitian. Pada semua responden harus terpenuhi

jadwal olahraganya dari awal sampai akhir yaitu 12 kali, dan bila tidak hadir

pada jadwal yang telah ditentukan maka responden tersebut menggantinya

(49)

7. Melakukan pengisian lembaran kuesioner observasi post intervensi setiap

akhir minggu hingga diperoleh penurunan gejala asma setelah latihan olahraga

pernapasan selama 4 minggu.

4.7 Analisa Data

Setelah dilakukan pengumpulan data maka dilakukan analisa data. Data

yang diperoleh dari setiap responden berupa data demografi yang merupakan hasil

pengisian kuesioner dan data hasil pengisian kuesioner penurunan gejala asma

sebelum dilakukan intervensi olahraga pernapasan dan sesudah dilakukan

olahraga pernapasan. Hasil penelitian tersebut dibandingkan dengan menguji

hipotesa penelitian sehingga diketahui efektivitas olahraga pernapasan terhadap

penurunan gejala asma. Selanjutnya dilakukan pengolahan data.

Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif digunakan untuk menyajikan data-data demografi yang

meliputi jenis kelamin, usia, TB (Tinggi Badan), BB (Berat Badan), lama

terdiagnosa asma, pegguanaan obat penurun gejela asma, suku, pekerjaan dan data

penurunan gejala asma pre dan post dalam bentuk tabel frekuensi dan persentase.

Statistik Inferensial

Statistik inferensial digunakan untuk menganalisis penurunan gejala asma

antara pre dan post olahraga pernapasan pada kelompok. Adapun uji inferensial

yang dipakai adalah uji paired t-test digunakan untuk membandingkan penurunan

gejala asma pre dan post olahraga pernapasan pada kelompok. Uji paired t-test

digunakan karena data yang diperoleh berdistribusi normal. Untuk Uji normalitas

(50)

Menurut Harsono (2001) dari uji paired t-test tersebut diperoleh nilai p,

yaitu nilai yang menyatakan besarnya peluang hasil penelitian. Kesimpulan

hasilnya diinterpretasikan dengan membandingkan nilai p dan nilai alpha (α =

0.05). Bila nilai p ≤ α, maka keputusannya adalah Ha gagal ditolak sedangkan bila

(51)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan hasil penelitian serta pembahasan mengenai

efektivitas olahraga pernapasan terhadap penurunan gejala asma pada penderita

asma di Lembaga Seni Pernapasan Satria Nusantara Cabang Medan.

5.1 Hasil Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan mulai dari tanggal 7 Juni 2009 sampai 5

Juli 2009. Penelitian ini melibatkan sejumlah 7 orang responden yang merupakan

satu kelompok pemberlakuan yang dilakukan olahraga pernapasan selama 120

menit/sesi setiap 2-3 kali / minggu dalam waktu 1 bulan.

Hasil penelitian ini memaparkan karakteristik demografi responden, gejala asma

pre dan post olahraga pernapasan, perbedaan gejala asma pre dan post olahraga

pernapasan dan Pengaruh Usia, IMT, Lama Terdiagnosa Asma, Jenis Kelamin,

Suku dan Pekerjaan Terhadap Penurunan Gejala Asma Mingguan dan Gejala

Asma Bulanan.

5.1.1 Karakteristik Demografi Responden

Responden penelitian ini adalah penderita asma yang mengikuti latihan

olahraga pernapasan di Lembaga Seni Pernapasan Satria Nusantara Tingkat

Dasar. Usia responden dalam penelitian ini berada pada rentang 24 - 60 tahun

yang merupakan usia dewasa akhir (M=45.86, SD=13.945), dan didominasi oleh

responden yang berusia 54-60 tahun (42.8 %, n=3).

Berdasarkan jenis kelamin, responden laki-laki hampir mendominasi

(57.1%, n=4). Kebanyakan berat badan responden dalam penelitian ini berada

(52)

pada rentang 156 – 160 cm (57.1%, n = 4). Lamanya responden terdiagnosa asma

pada umumnya berada pada rentang 1-13 tahun (57.1%, n=4). Seluruh responden

dalam mengatasi gejala asma memakai bronkodilator (100%, n=7). Menjadi

karyawan swasta/wiraswasta (42.9%, n=3) dan ibu rumah tangga (42.9%, n=3)

adalah pilihan terbanyak sebagai jenis pekerjaan atau aktivitas dari responden.

Menurut kategori suku responden mayoritas adalah suku Jawa (42.8%, n=3).

Karakteristik demografi responden dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2

Karakteristik Demografi Responden Karakteristik

Data Demografi

Kelompok Olahraga Pernapasan Frekuensi (f) Persentase (%) 1. Usia (tahun) 5. Lama terdiagnosa asma

1 - 13 4 57.1

14 – 26 1 14.3

(53)

Tabel 2 (lanjutan)

Karakteristik Data Demografi

Kelompok Olahraga Pernapasan Frekuensi (f) Persentase (%)

40 – 52 1 14.3

Karyawan Swasta/Wiraswasta 3 42.9

Lain-lain 4 57.1

5.1.2 Gejala asma Responden Pre dan Post Olahraga Pernapasan

Gejala asma yang dialami responden diidentifikasi tingkat keparahannya

dengan menggunakan kuesioner yang mengukur gejala asma selama sebulan dan

menggunakan kuesioner yang mengukur gejala asma selama seminggu.

Keparahan gejala asma akan terlihat berdasarkan nilai total skor yang diperoleh,

semakin besar total skor yang diperoleh maka gejala asma yang dialami dalam

rentang waktu yang diukur semakin parah, sebaliknya semakin kecil nilai total

skor gejala asma yang diperoleh maka semakin kecil tingkat keparahan gejala

asma yang dialami dalam rentang waktu yang diukur.

Nilai total skor yang diperoleh akan dikategorikan berdasarkan dua kategori

yaitu ringan dan berat. Pembagian kategori ini dilakukan berdasarkan pembagian

terhadap rentang nilai minimal sampai nilai maksimal yang kemudian dibagi

dalam 2 kelompok, dimana kelompok nilai yang kecil sebagai kategori ringan dan

kelompok nilai yang besar sebagai kategori berat. Pembagian untuk setiap

(54)

Tabel 3

Rentang Kelas Kategori Gejala Asma Responden

Kategori Rentang

Kategori gejala asma mingguan pada setiap gejala asma yang dialami responden

Ringan 0-6 Berat 7-14 Kategori jumlah total skor gejala asma mingguan yang dialami

responden

Ringan 0-34 Berat 35-40 Kategori gejala asma bulanan pada setiap gejala asma yang dialami

responden

Ringan 0-6 Berat 7-14 Kategori jumlah total skor gejala asma bulanan yang dialami responden

Ringan 0-27 Berat 28-56 Kategori gejala asma mingguan secara keseluruhan yang dialami setiap

responden

Ringan 0-4 Berat 5-10 Kategori gejala asma bulanan secara keseluruhan yang dialami setiap

responden

Ringan 0-3 Berat 4-8 Kategori setiap gejala asma mingguan dan gejala asma bulanan pada

setiap responden

Ringan 0 Berat 1-2

Gejala asma mingguan yang dialami responden pre olahraga pernapasan

pada umumnya berada pada kategori berat. Diman gejala batuk, sesak, dada

tertekan dan gangguan tidur berada pada kategori berat dan gejala wheeze berada

pada kategori ringan. Namun, semua gejala asma mingguan post olahraga

pernapasan berada pada kategori ringan. Gejala asma yang dialami responden

(55)

Tabel 4

Gejala Asma Responden Selama Seminggu Pre dan Post Olahraga Pernapasan

Gejala asma bulanan yang dialami responden pre olahraga pernapasan pada

umumnya berada pada kategori berat. Dimana gejala harian berada pada kategori

berat dan gangguan aktivitas, gangguan tidur, kebutuhan obat penurun gejala

asma berada pada kategori ringan. Namun, pada post olahraga pernapasan semua

gejala asma bulanan berada pada kategori ringan. Gejala asma yang dialami

responden selama sebulan pre dan post olahraga pernapasan dapat dilihat pada

tabel 5.

Tabel 5.

Gejala Asma Responden Selama Sebulan Pre dan Post Olahraga Pernapasan Gejala

Gejala Bulanan Tingkat Gejala

(56)

Tabel 5 (Lanjutan)

5.1.3 Perbedaan Penurunan Gejala asma Pre dan Post Olahraga pernapasan

Untuk melihat perbedaan penurunan gejala asma digunakan uji paired

t-test. Namun, uji paired t-test dapat digunakan apabila data hasil penelitian

terdistribusi secara normal, sehingga data hasil penelitian perlu dilakukan uji

normalitas.

Uji normalitas data digunakan untuk mengetahui sebaran data. Uji

normalitas data pada penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov.

Sebaran data dari hasil penelitian ini ternyata terdistribusi secara normal artinya

data variabel yang diukur tersebar secara merata (Gejala asma mingguan: uji

Kolmogorov-Smirnov: p=0.115; Gejala asma bulanan: uji Kolmogorov-Smirnov:

p=0.200), sehingga untuk mengetahui perbedaan penurunan gejala asma pre dan

post olahraga pernapasan dapat dilakukan dengan menggunakan uji statistik

paired t-test.

Hasil analisa uji paired t-test menunjukkan bahwa gejala asma mingguan

dan gejala asma bulanan mengalami perubahan yang signifikan dimana nilai

p<0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa adanya perbedaan gejala asma pre dan

post olahraga pernapasan terhadap gejala asma mingguan dan gejala asma

bulanan.

Gejala Bulanan Tingkat Gejala

Gambar

Tabel 1
Tabel 2 (lanjutan) Karakteristik
Tabel 3
Tabel 4 Gejala Asma Responden Selama Seminggu Pre dan Post Olahraga Pernapasan
+6

Referensi

Dokumen terkait

2) Siswa secara umum menyukai pembelajaran yang menggunakan media, tetapi siswa merasa bosan jika media yang digunakan hanya teks atau tulisan saja, siswa

Apabila suatu pelat lantai ditumpu sederhana oleh balok pada sisi-sisi panjangnya yang saling berhadapan, perhitungan nya dilakukan sama seperti perhitungan balok, demikian juga

Peraturan Menteri Agama Nomor 68 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor dan Ketua pada Perguruan Tinggi Keagamaan yang diselenggarakan oleh Pemerintah

Menurut Fauzel (2016), semakin banyak wisatawan yang berkunjung pada suatu negara tertentu, maka akan menyebabkan terjadinya peningkatan permintaan akan produk-produk lokal,

Adanya perbedaan yang terjadi antar karyawan didalam suatu perusahaan, komunikaasi yang di lakukan daru pimpinan kebawahan menjadi sangat penting dimana dalam tujuan

Dengan hormat kami sampaikan kepada Bapak bahwa kami Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia Pusat (FPPTI-Pusat) bekerjasama dengan Forum Perpustakaan

Peran ahli pikir Islam ini besar sekali, tidak hanya dalam pemikiran filsafat saja, akan tetapi juga memberi sumbangan yang tidak kecil bagi bangsa Eropa, yaitu dalam bidang ilmu

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa karakteristik morfologi warna miselium dan keberadaan clamp connection dipengaruhi oleh jenis fungi, sementara bentuk percabangan