• Tidak ada hasil yang ditemukan

ILMU Penyakit THT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ILMU Penyakit THT"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

ILMU penyakit THT

Catatan THT SERUMEN

 Secret kelenjar sebacea dan apokrin pada pars kartilagenis  Tipe basa dan kering

 Fungsi proteksi - efek bakterisidal

 Membersihkan serumen, tergantung tipe  Bisa suction

 Hindari irigasi pada perforasi

 Air jangan terlalu panas dan dingin (suhu kamar)  Serumen keras – karbogliserin 10% 3 hari

INFEKSI TELINGA LUAR FURUNKEL/SIRKUMSKRIPTA

 Infeksi batas tegas

 Pars kartilagenis MAE (1/3 luar)  Dimulai dari folikel pilosebaceus  Etiologi: S. aureus, S. albus  Kondisi baik

 Nyeri tekan tragus, nyeri tarik aurikel (khas), nyeri ketika membuka mulut

 Furunkel besar – gangguan pendengaran  Nyeri hebat tidak sesuai dengan besar bisul  Terapi: bila sudah terbentuk abses dapat

dipecahkan dengan jarum  Antibiotic, analgesic

FLEGMON/DIFUS

 Etiologi: pseudomonas (sering)  2/3 dalam

 Cuaca panas dan lembab  Gejala Klinis

 Nyeri tekan tragus

 Edema sebagian besar dinding MAE  Secret minimal

 Terapi: bersihkan telinga, masukan tampon

HERPES ZOSTER OTICUS

 Tanda khas: multiple herpetic vesicle  Ganglion geniculatum

 Aurikel, MAE, m. tympani

 Kasus berat: gangguan pendengaran (tuli sensorineural), paralisis facialis

 Bisa disebut sindrom ramsay hunt  Pengobatan : simptomatik

Penyakit telinga---- telinga tidak boleh basah

MIRINGITIS BULLOSA

 Biasanya muncul bersamaan dengan influenza (khas)

 Anak-anak sering  Tuli konduktif

 Otoskopi: ada bula, hiperemis, basah  Nyeri hebat

 Beberapa hari, bula kering dan sembuh tanpa komplikasi

 Terapi hanya berupa toilet telinga dan kontrol, atasi kejang serta analgesic  Antibiotic untuk cegah infeksi sekunder

(2)

OTITIS MEDIA SUPURATIF AKUT  Radang telinga tengah oleh infeksi bakteri  Mikro: H. Influenza, S. pneumonia

Masuk kavum tympani melalui  Tuba auditiva – anak-anak

 M. tmpani – perforasi/rupture – dewasa  Hematogen

Patologi

1. Stadium Hiperemis (Stadium

pre-supurasi)

 Otalgia

 Rasa penuh dalam telinga – oklusi tuba  Demam

 Hearing : nearly normal

Otoskopi – injeksi pembuluh darah membran tympani sekitar manubrium malei, tepi pars tensa dan pars flacida

2. Stadium eksudasi

 Otalgia + demam – bertambah  Pendengaran terganggu

 Pada bayi: muntah, kejang, meningismus  Nyeri tekan mastoid

Otoskopi –membran tympani bombans, hiperemis

x-ray mastoid – selulae Mastoid kabur foto harus kiri dan kanan

3. Stadium supurasi

 Otorhea (serosanguinolen – mukopurulen)  Otalgia berkurang

 Demam (+/-)

 Pendengaran makin berkurang  KU membaik

Otoskopi: perforasi kecil

4. Stadium Koalesen/mastoiditis  Aditu ad antrum

 Otalgia – biasanya nocturnal  Demam (+/-)

 Nyeri tekan mastoid/tanda abses (+)  Otore > 2minggu – curiga mastoiditis

Otoskopi – MAE sempit o/k dinding post-sup “sagging”/jatuh

5. Stadium komplikasi

Komplikasi intra temporal Komplikasi intrakranial  Mastoiditis  Petrositis  Labirintitis  Abses retroaurikuler  Paresis N. VII  Abses bezold  Abses cittelli

 Thromboflebitis sinus sigmoid  Abses perius  Abses subdural  Abses otak  Meningitis  Abses epidural  Hidrosefalus otitis  OMSK 6. Stadium resolusi  Otore berkurang/tidak ada  Pendengaran membaik – normal

Otoskopi – perforasi kecil – menutup

Terapi:

 Antibiotik: perhatikan resistensi kuman  Simptomatik: anti piretik

 Nasal dekongestan/terapi alergi  Operasi miringotomi u drainase

 Mastoidektomi pada stadium koalesen dan stadium komplikasi (mastoidektomi simplex)

Otolaringo referral

 Failed medical therapy  Hearing loss (≥ 20 db)  Tympanic membrane charge  Mastoiditis

(3)

 Komplikasi intrakranial

OTITIS MEDIA NEKTOTIKAN AKUT

 Pada bayi dengan infeksi akut, demam scarlet, campak, pneumonia, influenza  Gejala klinis = OMS akut, kecuali

a. Perforasi spontan lebih awal

b. Otore mukoid + foe tor – gejala otore > dini c. Ketulian > berat

 Sekuele

a. Perforasi membrane tympani yang luas b. Sembuh dan tertutup sikatrik tipis c. Sembuh dan hilangnya bagian osikula d. Perforasi menetap

e. Perforasi sentral, otore mukoid

Otitis media berulang – curiga karsinoma nasofaring

OTITIS MEDIA VIRAL

 Etiologi: virus common cold

 Patologi: silia sel mukosa hilang, produksi mucus bertambah, oklusi tuba – otitis media serosa

 Komplikasi: infeksi sekunder oleh bakteri  Terapi: simptomatis, antibiotic u/ cegah infeksi

OTITIS MEDIA ALERGIKA

 Reaksi alergi pada mukosa telinga tengah:  Mukosa tuba eustachius – otitis media serosa  Edema mukosa tuba

OTITIS MEDIA TB KRONIS

 Khas – perforasi > 1 (multipel) + tuli progresif, berat

 Suspek: OM. TBC – OM kronis yang tidak responsive terhadap terapi rutin/penyakit TB + infeksi kronis telinga

 Terapi: obat TB

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS

Tipe benigna Tipe maligna

Gejala Otore mukoid/mukopurulent,  gangguan pendengaran

Tidak terdapat kolesteatoma

Perforasi sentral (kecil-luas/total)

Letak perforasi pada pars tensa

Tidak mengenai tulang

 Mukosa kavum timpani : hiperemis, tebal  Dapat terjadi infeksi akut eksaserbasi

Terdapat kolesteatoma

Perforasi luas : marginal, post-sup, atik, total

Letak perforasi pada pars flacida  Mengenai tulang

Terapi Antibiotic (gol. Penisilin) Gangguan fungsi tuba –kausal

Operasi mastoidektomi radikal u/ 1. Hentika erosi tulang

2. Antrum + selula & kavum tympani – dihubungkan dengan meatus eksterna, menjadi 1 rongga besar, kering inaktif

KOLESTEATOMA

 Karakteristik : epidermoid cyst  2 tipe

1. Kolesteatoma kongenital 2. Kolesteatoma akuisita

a. Primer : terbentuk didahului ol perforasi m. tympani

Diagnosis

 Serpihan putih mengapung pada air bilasan  Perforasi khas: atik, marginal, post-sup  X-ray mastoid: daerah radiolusen (+)  Otore foetore, tuli berat, “unresponsive

(4)

b. Sekunder : setelah adanya perforasi m. tympani

3. Sifak erosive pada tulang

 Jaringan granulasi/polip pada kasus OMSK Atik (occult cholesteatoma)—Tensa (tensa cholesteatoma)

Flacida (flacida cholesteatoma)

PENYAKIT INFEKSI HIDUNG HIDUNG LUAR

1. SELULITIS

 Sering mengenai puncak dan batang hidung, perluasan furunkel pada vestibular nasi  Penyebab: Streptococcus, staphylococcus

 Infeksi: edema, kemerahan, sangat nyeri  Terapi: antibiotic dosis tinggi (sistemik)

2. VESTIBULITIS

 Infeksi pada kulit vestibulum nasi  Karena Iritasi:

 Secret dari rongga hidung (rhinitis, sinusitis, benda asing)  Trauma (dikorek-korek)

 Furunkel – potensial berbahaya menyebar ke v. facialis & v. oftalmica – tromboflebitis sinus cavernosum

 Jangan dipencet/insisi, kecuali sudah terbentuk abses  Infeksi spesifik: lepra, sifilis, tuberculosis

 Terapi: antibiotic dosis tinggi

RINITIS ALERGI (RA) = “ALLERGIC RHINITIS”

Definisi (Von Pirquet 1906) :

RA adalah penyakit inflamasi pada mukosa hidung yang disebabkan reaksi alergi dengan dilepaskannya mediator kimia, ketika terjadi paparan ulang dengan alergen spesifik, pada pasien atopi yang sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama sebelumnya.

ARIA WHO 2001 (Allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma)

Allergic Rhinitis is clinically defined as symptomatic disorders of the nose induced after allergen exposure by an IgE mediated inflammation of the membrane lining the nose.

Ggn kualitas hidup º RA

 Sering pada usia produktif

 Cost : USA : $ 3,5 milyar/thn blm termasuk komplikasi  Mudah kambuh º kronik º komplikasi

 Faktor berperan :  Genetik

 Lingkungan : Alergen & Non alergen  Sistem imun

 Kebugaran

Berdasarkan cara masuk alergen:

 INHALAN (udara pernapasan) - debu rumah, tungau, human dander, jamur, bulu hewan  INGESTAN (makanan)– susu, telur,kacang tanah, udang, dll.

 INJEKTAN (suntikan atau tusukan) – penisilin, sengatan lebah

 KONTAKTAN (kontak kulit atau mukosa) – bahan kosmetik, perhiasan

Untuk terjadinya RA ada 2 faktor penting yaitu:

 Sensitivitas pada alergen (atopi) biasanya herediter  Kontak ulang dengan alergen (lingkungan)

Faktor PREDISPOSISI :

1. Genetik

2. Infeksi - sinusitis - asma  Umur

(5)

 Kondisi sosial ekonomi dan kebugaran  Pekerjaan

 Polusi udara atau asap rokok  Konsentrasi alergen

3. Musim – iklim, suhu, lembab, tekanan udara 4. PSIKIS 1 ALERGI !

Patofisiologi Rinitis Alergi 1. Tahap Sensitisasi:

 Kontak I tubuh akan membentuk IgE spesifik

 IgE spesifik menempel pada permukaan sel mastosit dan basofil yang mengandung granul

Sensitization & IgE production

2. Tahap Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) Paparan ulang alergen spesifik

Degranulasi mastosit

 Histamin (efek utama)  Serotonin

 ECF-A, NCF-A

 Prostaglandin D2 (PGD2)  Leukotrient C4 (LTC4)  PAF, dll

Histamin sebagai efektor utama

 Rangsang saraf Vidianus º gatal dan bersin  Hipersekresi kelenjar º rinore

 Vasodilatasi dan permeabilitas kapiler meningkat º Obstruksi nasi

 Terjadi dalam beberapa menit dan puncaknya sampai 30 menit – 1 jam

3. Tahap Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) • 30-40% penderita RA

• 2-4 jam setelah paparan, puncak 6-8 jam dan berakhir 24 jam atau 48 jam kemudian • Gejala obstruksi nasi, bersin dan rinore

• Dalam mukosa hidung:  Sel inflamasi

 IL-3, IL-4 dan IL-5  ICAM-1

KLASIFIKASI

Klinis ( perlangsungan ) :

 RA musiman (Seasonal, hay fever, pollinosis)  RA sepanjang tahun ( Perennial )

ARIA – WHO 2001 (Allergic Rhinitis and its impact on asthma) membuat klasifikasi baru dengan menggunakan parameter lamanya gejala dan beratnya gejala.

Durasi (lamanya gejala)

Intermitten Persisten

Derajat berat penyakit

Ringan Sedang-berat

RA MUSIMAN

c Periodik – musiman -- Eropa (musim semi) – Indonesia (-) ?

c Penyebab – pollen, spora jamur, bunga, rumput (Out door Allergen)

c Semua umur -- mulai anak / dewasa muda c Berat-ringan berbeda dari tahun ke tahun ! Ê Sebagai rinokonjuntivitis ! AKUT !!

Ê Gejala mata – mata merah, gatal, lakrimasi Ê Gejala hidung – Gatal + bersin

paroksismal (> 5x)  Obstruksi nasi

 Rinore encer – profus

RA PERENIAL

 Intermiten / terus menerus !

 Alergen utama inhalan (dewasa) – ingestan (anak)

 Alergen utamanya biasanya “Indoor Allergen”, misal debu rumah, jamur, binatang peliharan  Faktor nonspesifik – iritasi asap – bau

merangsang > berat

 Semua umur – terbanyak anak – dewasa muda – lansia ê Sex – Ras – Etnik tidak berpengaruh !

(6)

 Rinoskopi / nasoendoskopi

mukosa edema, hiperemis, pucat / livide sekret encer

SEKRET banyak EOSINOFIL !

dan lebih persisten sehingga komplikasi lebih sering

(7)

DIAGNOSIS RA

ANAMNESIS :

 Riwayat atopi dalam keluarga penting!  Gejala alergi dan non alergi

 Onzet, progressi dan beratnya gejala  Durasi

 Hubungan dengan musim  Gejala mata, faring dan sistemik  Adanya kelainan sinus dan telinga  Faktor penyebab dan yg memperberat

PEMERIKSAAN PENUNJANG

 IN VIVO :

 TES KULIT:Scratch test, Prick test,,Intra dermal test Dan SET ( Set Endpoint Titration )

 Nasal Provocation Test  IN VITRO

 Nasal cytologi

 Kadar Ig E : Total Dan Spesifik  RADIOLOGI

 Foto polos : Waters,Cald Well dan lateral  CT Scan Sinus paranasalis posisi coronal

PEMERIKSAAN FISIK

 Rinoskopi anterior dengan memakai lampu kepala atau dengan endoskop :

Mukosa hiperemis, pucat, livide ( Khas ) Rinore seperti air, serous, mukus Edema atau hipertropi konka Dapat ditemukan massa polip

GEJALA LAIN BERUPA :

Mouth breathing Allergic salute Nasal crease Allergic shiners Frontal headache Hiposmia Gejala mata

SET “ Skin Endpoint Titration “

 Untuk INHALAN ( pelbagai kepekatan ! )  Keuntungan

menentukan jenis Ag menentukan derajat alergi

menentukan dosis inisial imunoterapi INGESTAN – Uji kulit tidak akurat !

– Diet eliminasi dan provokasi (“challenge test”)

TERAPI

1.

IDEAL – “Avoidance dan Elimination”

2.

Medikamentosa  antihistamin / dekongestan  kortikosteroid sistemik  topikal (TETES + SEMPROT)

antihistamin vasokonstriktor kortikosteroid

3.

Kaustik khemis ( konka inferior)

4.

Operatif – konkotomi media-inferior

5.

Imunoterapi

Desensitisasi-hiposensitisasi ( Imunoterapi )

alergi inhalan berat & kronik !! Netralisasi - Alergen ingestan !

Avoidance

Kunci keberhasilan, tp susah  Tungau DR

 Kasur,bantal º busa

 Sprei/selimut º cuci teratur (1x/minggu), siram air panas, jemur matahari

 Lantai non karpet  Perabot jangan berukir  Mainan berbulu (–)

 Pakai masker º lap basah, sedotan debu  Anjing & kucing

 Jgn pelihara dlm rumah  Kecoa :

 Bersihkan rumah

 Bisa dengan bahan kimia  Jamur dlm rumah :

 kelembaban  Bersihkan

 “Out door Allergen” (pollen,tepung sari):  Tutup jendela pd saat musim

(8)

MEDIKAMENTOSA

Oral/intra nasal (IN)

Keuntungan IN :

Dpt konsentrasi # dgn efek sistemik $ Bbrp obat hanya untuk IN

Onset kerja cepat

Kerugian IN :

Distribusi tdk optimal

Jika asma + konjungtiva º hrs diberikan bersamaan Efek samping bisa :epistaksis,perforasi septi º tapi jarang Obstr nasi total º tdk bisa

Kepatuhan > rendah drpd oral º edukasi

OBAT-OBAT YANG DIBERIKAN

Antihistamin (AH1)

 Generasi lama :kurang disukai,kurang selektif,efek sedasi (+), antikolinergik (+) Contoh : diphenhydramin, prometazin, triprolidin

 Generasi baru : potensi besar, long acting (+),sedasi (±)

Contoh : Cetirizine, Levocetirizine, Fexofenadin, Loratadine

Anti Histamin Generasi Baru (AHGB) :

 akumulasi eosinofil

 pelepasan mediator mastosit/basofil  migrasi eosinofil ok º ekspresi ICAM-1  kadar kemotaktik

 produksi IL-6

Dekongestan (Oral/Topikal)

 Vasokonstriksi oleh “ a adrenergik reseptor”  Topikal :

 Oxymetazolin  Xylometazolin  Fenilefrin

 Pemberian lama º R.Medikamentosa  Oral :

 Ephedrin, pseudoephedrin, fenilefrin, fenilpropanolamin  Gejala obstruksi nasi

 Efek samping sistemik  Kombinasi dgn AH 1

Anti kolinergik topikal

 Ipratropium Bromida menghambat stimulasi parasimpatis (anti kolinergik)  Diberikan pd RA dgn rinore yg menonjol

 Efek samping ringan, sistemik (–)

Anti Leukotrien

 Diberikan pd RA dg gejala obstruksi nasi menonjol  Kombinasi dg AH1

Kromolin lokal

 Mekanisme blm jelas

 Intra okuler sangat bermanfaat dibanding intra nasal

Kortikosteroid (Glukokortikosteroid)

 Anti inflamasi alamiah

 Cara kerja: berikatan reseptor glukokortikosteroid dlm sitoplasma menembus membran inti mempengaruhi DNA º tdk terbentuk m RNA

 Intra nasal & sistemik

(9)

 Intervensi # sistem imun

Definisi : cara pengobatan pd Rx Alergi type I dgn memberikan sejumlah alergen dimulai dgn dosis kecil dinaikkan secara bertahap & berulang dlm usaha untuk mengurangi gejala.

Berhubungan dgn “Blocking antibody” yaitu Ig G yg akan menangkap alergen sblm diikat oleh Ig E

Imunoterapi Spesifik Alergen

 $ Gejala 80 %. Sembuh 15 % kasus

Kendala :

Lama (2-3 tahun)

Biaya (terutama awal terapi)

 Manfaat : umumnya konsumsi obat (-)

PEMBEDAHAN

 Jika ada komplikasi  Sinusitis

 Polip

 Konka hypertrofi

 Dpt dilakukan : konkotomi, CWL, FESS, Septoplasti

 Rasional tp tdk menghilangkan alergi

KOMPLIKASI :

1.

Polip hidung ( penyebab-perburuk )

2.

OM berulang (terutama pada anak - 2)

3.

Sinusitis paranasalis – gangguan drenasi - ventilasi RINITIS VASOMOTOR

Sinonim :

- Vasomotor Instability - Vasomotor catarrh - Non Specific Rhinitis • Definisi :

Suatu Ggn Fisiologik Lapisan mukosa hidung yang disebabkan bertambahnya aktivitas parasimpatis

- Istilah rinitis kurang tepat karena lebih cenderung memberi pengertian peradangan daripada suatu ggn fungsi

- Mirip Rinitis alergi perenial • Patofisiologi

- Pada keadaan normal: Terdapat keseimbagan Simpatis & Parasimpatis - Bgmn saraf otonom bekerja ?

Diduga hipotalamus (sebagai pusat integrasi )

Menerima berbagai impuls afferen termasuk rangsang Emosional dari pusat yang lebih tinggi

Faktor-faktor yang menyebabkan gangguan keseimbangan vasomotor:

1.

Obat yang menghambat saraf

simpatis

(Simpatolitik): Ergotamin ( alkaloid ergot) Methyl dopa (Antihipertensi) Chlorpromazine

2.

Faktor fisik: Iritasi asap rokok

3. Faktor endokrin:

Keadaan hamil, menstruasi Hipotiroid

4. Faktor psikis : Cemas / neurosis

Stres / tegang ( konflik rumah tangga ) Excitement ( Sexual / emosional )

(10)

Udara yang dingin (ekstrim) Kelembaban yang tinggi Bau yang merangsang (Iritasi) • Gambaran klinik :

Obstruksi nasi ( alternating )

Rinore ( umumnya mukous /serous) Post nasal dripping

Bersin jarang Tidak gatal

Lab (Ig E normal, Skin test (-), Eosinofil normal )

Gejala dapat lebih buruk pd pagi hari Dlm anamnesis penting ditanyakan :

Pengaruh cuaca º Cenderung rinitis vasomotor

Pada rinoskopi anterior ditemukan - Edema konka

- Konka berwarna merah gelap atau merah tua – ( karakteristik ) tapi dapat pula pucat - Pemukan konka bisa licin atau berbenjol-benjol

- Sekret serous atau mukous • Terapi :

- Hindari faktor predisposisi

- Banyak olahraga diudara terbuka - Simptomatik :

 Dekongestan ( pseudoefedrin )  Antihistamin

 Kortikisteroid intra nasal  Vidian neurektomi

(11)

RINITIS MEDIKAMENTOSA

• Ggn respons normal vasomotor sbg akibat pemakaian obat vasokonstriktor topikal (obat tetes hidung) dalam waktu lama dan berlebihan (Drug abuse)

• Obat vasokostriktor topikal (Gol simpatomimetik) š Pemakaian lama š Ggn siklus nasal : Vasodilatasi/ kongesti beulang

(Rebound vasodilatation/ congestion)

pH hidung berubah Akifitas silia teranggu Sel goblet berubah ukuran

Membrana basalis menebal Pembuluh darah melebar Stroma tampak edema Hipersekresi Kel.mukus

Lap.submukosa dan periostium menebal

Syarat vasokonstriktor topikal : 1. pH : 6,3 – 6,5

2. Pemakain tidak lebih dari 1 (satu) minggu 3. Harus isotonik

Gejala Dan Tanda

- Obs.nasi terus menerus dan berair.Tampak edema konka + sekret. - Tes dengan adrenalin/ efedrin topikal š edema konka tidak berkurang • Terapi

- Hentikan segera pemakaian obat vasokonstriktor topikal - Kortikosteroid ( tapering off )

- Obat dekongestan oral (Pseudoefedrin)

• Setelah 3 minggu tidak ada perbaikanš Rujuk ke THT POLIP NASI (POLIP HIDUNG)

Definisi :

Massa lunak berbentuk kantong, warna putih pucat, keabu-abuan atau kekuning-kuningan (seperti buah langsat/dukuh) yang berisi cairan interselluler dan dindingnya terdiri jaringan fibriler.

Etiologi - Alergi - Infeksi • Patogenesis

1. OH NISHI (ORANG JEPANG)

“Poor vascularity” (o/k ggn vaskuler mukosa hidung akibat obstr. mekanis) 2. LARSEN

“Epithelial Rupture Theory” 3. LINDSAY GRAY (1967)

Perubahan aliran udaraš misalnya penguncupan(konstriksi) š deviasi septi(Hk. Bernoulli) Pada tingkat awal edema mukosa ( terutama di daerah meatus medius ) š Pe› tek. jaringan menyebabkan nekrosis epitelš prolaps jaringan fibreus kmd stroma akan terisi cairan interselluler š kmd beransur-angsur terjadi epitelisasi š Membentuk kantung (polip kecil) š pengaruh gravitasi + kongesti aliran darah balik š POLIP

Patologi

- Makroskopis :

Mukosa licin dgn warna pucat (sering), kadang translusen, putih opak, kekuningan, merah mudah, tidak nyeri tekan, tidak mudah berdarah, dan movable, konsistensi lunak atau sedikit padat

- Mikroskopis :

Hanya sebagian mukosa yang edema & hipertropi diliputi epitel torak bersilia, stroma fibriler + rongga besar berisi cairan interselluler, penimbunan sel-sel limfosit, plasma dan eosinofil

(12)

Obstr. nasi

Rinore encer / mukopurulen Hiposmia / sefalgia

Rinolalia oklusa

Deformitas hidung luar ( polip besar)

Polip etmoidal š segala umur

Polip antral / antrokoanal š Umur muda (dewasa muda, anak-anak ( jarang).

Sumber / lokasi polip :

1. Dinding depan sinus etmoidalis (Kompleks Ostio Meatal) pada meatus nasi media 2. Sinus maksillaris š biasanya soliter, tangkai

panjang

3. Sinus etmoidalis š biasanya multipel 4. Konka media

5. Sinus frontal, Sfenoid, dllš jarang Diagnosis

Anamnesis

Pem.fisis + Pem.THT :

Rinoskopi anterior dan posterior Radiologisš X-Ray sinus paranasalis

(Posisi Waters, Lateral & CaldWell) Diff. Diagnosis

Hipertrofi / edema konka nasalis Tumor jinak kavum nasi

Tumor ganas Kav.nasi/ sinus paranasalis.

Terapi 1. KONSERVATIF

Polip yg masih kecil dpt di obati dengan kortikosteroid :

Sistemik (oral) Topikal

2. OPERATIF

Untuk polip yg sudah besar : a. POLIPEKTOMI SIMPLEKS

Dgn senar polip Polip forcep

b. Etmoidektomi (Intranasal, transantral ) c. CWL (Cald Well-Luc OP) š Sub labial approach d. F.E.S.S. / B.S.E.F.

(Functional Endoscopic Sinus Surgery) Residif o/k :

Teknik operasi tidak adekuat

Faktor pertumbuhan polip misalnya alergi perlu diatasi

EPISTAXIS

Epistaxis Anterior

90% (Little’s Area) Kisselbach’s plexus - usually children, young adults

Etiologies

 Trauma, epistaxis digitorum  Winter Syndrome, Allergies  Irritants - cocaine, sprays  Pregnancy

Epistaxis Posterior

10% of all epistaxis - usually in the elderly Etiologies  Coagulopathy  Atherosclerosis  Neoplasm  Hypertension (debatable) Epistaxis Management

 Pain meds, lower BP, calm patient

 Prepare ! (gown, mask, suction, speculum, meds and packing ready)  Evacuate clots

 Topical vasoconstrictor and anesthetic  Identify source

Anterior Sites

Pressure +/- cautery and/or tamponade all packs require antibiotic prophylaxis

Epistaxis Posterior Packing

Need analgesia and sedation

require admission and 02 saturation monitoring

Epistaxis Complications

- severe bleeding - hypoxia, hypercarbia - sinusitis, otitis media

(13)
(14)

SINUSITIS PARANASALIS

 tidak jarang

 akibat gangguan drainase + ventilasi sinus paranasalis  messerklinger

Etiologi

 rhinitis akut  infeksi faring, gigi  ….  Trauma maxillofacial  Barotraumas  Benda asing Factor predisposisi Lokal: obstruksi Gejala klinis  Nyeri sinus  Rinore

` kental – blood stain `post nasal drip  Obstruksi nasi

 Cephalgia – bisa menentukan lokasi

SINUSITIS PARANASALIS KRONIK

 Berhubungan erat dengan rhinitis alergi + vasomotor, 2/3 kasus “chronic allergy”, vasomotor, rhinosinusitis

 Terapi optimal  Terdiri dari

1. SP kronik tipe I: simple chronic infectious sinusitis

2. SP kronik tipe II: mixed infective allergic vasomotor kronik

SP kronik Tipe I

 Alergi + vasomotor instability  Etiologi: serangan akut, rekurensi  Gejala:

 Rinore post nasal drip – purulent mukoid  Obstruksi nasi

 Terapi:

 Prinsip = SP akut –perbaiki drainase ’ ventilasi SP  Konservatif: infraksi, punksi/irigasi, IMA

 Radikal: conventional  Ideal: BSEF

SP Kronik Tipe II

 SP kronik tipe I, ada factor alergi

 Gejala: cenderung multipan—bilateral sinus paranasalis, rinore (+)  Terapi: tanggulangi alergi

 Tanggulangi infeksi

 Operasi: conventional simple-radical-external  BSEF

(15)

TENTANG :

Bedah Hidung dan Sinusitis

Sinusitis adalah inflamasi sinus, istilah yang hanya digunakan untuk sinus paranasal. Penyakit ini dapat akut atau kronik.

Sinusitis akut sering kali merupakan sekuela infeksi saluran napas alas, misalnya demam salesma (common cold), tetapi juga dapat terjadi akibat masalah gigi. Sinusitis kronik dapat terjadi akibat ventilasi sinus yang kurang memadai akibat obstruksi hidung, atau timbul setelah sinusitis akut.

Sinusitis dapat diatasi secara konservatif, misalnya dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal, dan kortikosteroid. Jika upaya konservatif gagal, tersedia sejumlah prosedur bedah.

Bedah hidung dan sinus

Antrostomi-pembukaan secara bedah sinus maksilaris melalui rongga hidung untuk memperbaiki drainase.

Etmoidektomi-pengangkatan secara bedah sel etmoid yang merupakan asal polip hidung.

Functional endoscopic sinus surgery (FEES)—melalui sebuah endoskop nasal tipis. Lubang sinus dapat diperlebar untuk memperbaiki ventilasi dan drainase. Jaringan yang sakit di dalam sinus dapat dikeluarkan.

Polipektomi—pengangkatan polip.

Rinoplasti—bedah plastik untuk kerangka hidung.

Pembedahan septum atau konka—memperbaiki aliran udara be hidung dan sinus serta mempermudah pemberian obat topikal.

Septoplasti—operasi konservatif untuk meluruskan septum nasal. Septum nasal diubah posisinya di gads tengah dengan mengangkat sesedikit mungkin

(16)

Pembilasan sinus (sinus washout)—berupa pembuatan lubang di sinus maksilaris di bawah konka inferior. Salin dimasukkan untuk rnengalirkan debris atau pus melalui lubang tersebut.

Reseksi submukosa septum nasal—mass mukosa hidung, pengangkatan septum nasal yang bengkok, dan penggantian mukosa.

(17)

SINUSITIS MAXILLARIS

 Tersering Pathogenesis

 Rinogen, dentogen, langsung, hematogen/limfogen (jarang)  Bakteri

Gejala klinis

 Nyeri pipi ke frontal, temporal, gigi  Rinore – post nasal dripping

 Udem pipi (jarang)  Rinitis alergi

- Konka media-meatus nasi media-hiperemis - Posture test bisa (+)

 Palpasi, transluminasi, x-ray, CT-scan Terapi

 Prinsip = sinusitis paranasalis + infrared, refraksi IMA  Berulang – BSEF (medial meatal athrostomy)

NEUROSITIS VESTIBULER AKUT

- Bisa ditemukan pada dewasa muda - Terjadi setelah infeksi

- Onset tiba-tiba – vertigo, mual, muntah, positional vertigo - Nistagmus positional

- Tes kalori

- Pengobatan: simptomatik. Antivirus, rehabilitasi

BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO

- Vertigo + nistagmus rotator

- Perlangsungannya kurang dari 1 menit

- Vertigo terjadi saat perubahan posisi kepala, terutama kearah yang sakit - Patologi

Teori kanalolitiasis - Terapi

Reposisi kanalis metode “epley”

LABIRINTITIS

- Pathogenesis

 Otogenik : OMSK, mastoiditis

 Non otogenik : meningogenik, iatrogenic - Pembagian

1. Labirintitis sirkumskripta

Gejala: vertigo (bila terjadi perubahan tekanan ME, nistagmus, tuli konduktif Tes fistula (+)

2. Labirintitis purulenta

Timbunan nanah pada labirin sehingga merusak sel sensoris

Gejala: vertigo (kontinyu), nistagmus spontan, pasien selalu berbalik diri ke sisi yang sakit.

Tuli sensoris motoris Kanal paresis (tes kalori.. - Terapi:

 Mastoidektomi radikal jika kausa otogenik  Antibiotic dosis ringan

(18)

DEVIASI SEPTUM

- Septum normal – midline – divide nasal cavity Etiologi Traumatic  Intrauteri  Perinatal  Kecelakaan Tipe

 Cartilaginous site-bong site  Mild, moderate & severe

deviation  C form  S form

 Spine dan spur forming

Sign and symptom  Mainly nasal obstruction –

uni/bilateral

 Headache – vacuum/pressure  Paranasal sinus ostia obstruction  Epistaksis

 Compensatory inferior nasal turbinate hypertrophy Diagnosis  Rhinoskopi anterior  Nasal endoskopi Komplikasi  Sinusitis paranasalis  Perdarahan nasal

 Compensatory inferior nasal turbinate

Penanganan

 Tidak ada gejala – no operasi

 Sub mucosal resection – komp. Saddle nose  Septoplasty/reposisi septum

 Funchional septal correction surgery  Turbinektomi

HEMATOMA SEPTAL

- Biasanya bilateral

Etiologi

Trauma & iatrogenic

Hematoma/darah diantara cartilage/tulang septal

Gejala

Total bilateral obstruction/panic Nasal pain: >abses

Sakit kepala Smelling loss Sub febris

(tekan untuk membedakan)

Diagnosa: palpasi, rinoskopi anterior

Terapi

Insisi satu sisi septum – drainase dan evaluasi darah/pus

Jika bilateral, insisi pada tempat beda Nasal packing

Antibiotic oral sensitive terhadap staphylococcus Komplikasi Abses Septum Saddle nose Septal perforation Septal fibrosis

Thrombosis sinus cavernosus (septal abses)

ABSES SEPTAL Etiologi: trauma

Gejala: obstruksi hidung progresif + nyeri berat di puncak hidung, demam, sakit kepala Terapi: insisi, drainase, + antibiotic dosis tinggi, demam ’ antipiretik

Komplikasi: perforasi seprum, saddle nose, intrakranial, septicemia SEPTAL PERFORATION

- Sering – trauma & iatrogenic - Abses septum

Infeksi: sifilis, TB, lepra

Tanda

Iritasi hidung Whistling Epistaksis Nasal foetore

Perforasi ukuran besar – hyponasality

Penanganan

Kecil – no problem – no surgery Nasal irrigation

Hidung tersumbat > 2 hari – susah menutup Penutupan dengan sliding mucosal flaps

(19)

Diagnosis

Referensi

Dokumen terkait

Tapi sebelum itu untuk mengetahui nomor ekstensi dari masing-masing  pesawat telepon yang terhubung ke PABX, praktikan cukup menekan tombol #*9 maka secara otomatis

Klien : ( menarik nafas) Yang paling utama ialah sikap saya : ( menarik nafas) Yang paling utama ialah sikap saya sendiri iaitu masalah kewangan sebab saya ni memang sendiri

Sementara deaerators mekanis yang paling efisien menurunkan oksigen hingga ke tingkat yang sangat rendah (0,005 mg/liter), namun jumlah oksigen yang sangat kecil

Burung Layang-layang Asia yang dijumpai di wilayah Bantul, Kulonprogo dan Sleman diduga merupakan populasi satwa tersebut yang berasal dari koloni di Daerah

Jika terdapat bukti objektif bahwa kerugian penurunan nilai telah terjadi atas pinjaman yang diberikan dan piutang atau investasi dimiliki hingga jatuh tempo yang

Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkanoleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah yang

selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah memberi kesempatan untuk

Pada fraktur femur, pasien biasanya datang dengan gejala trauma hebat disertai pembengkakan pada daerah tungkai atas dan tidak dapat menggerakkan tungkai..