• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN ALAT PENANGKAPAN IKAN YANG DIOPERASIKAN DI DAERAH TERUMBU KARANG DI TELUK DORERI, MANOKWARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN ALAT PENANGKAPAN IKAN YANG DIOPERASIKAN DI DAERAH TERUMBU KARANG DI TELUK DORERI, MANOKWARI"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

206

KAJIAN ALAT PENANGKAPAN IKAN YANG DIOPERASIKAN

DI DAERAH TERUMBU KARANG DI TELUK DORERI,

MANOKWARI

Iswahyudi Baso, Ridwan Sala dan Roni Bawole Jurusan Ilmu Kelautan, FPPK, UNIPA, Manokwari

Abstrak

Penelitian ini dilakukan sebagai respon atas semakin tingginya kerusakan terumbu karang yang disebabkan oleh penggunaan alat penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan. Penelitian ini dilakukan di Teluk Doreri, dengan mengambil lokasi contoh di Pulau Mansinam, Pulau Lemon dan Kampung Arowi, Kabupaten Manokwari. Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji masing-masing alat tangkap, terutama dari segi hasil tangkapan, dan teknik penangkapannya. Dari hasil analisis data diperoleh bahwa alat tangkap seperti bahan peledak dan jaring insang menangkap individu per satuan ekor/unit/hari yang tinggi tetapi dalam ukuran berat (kg/unit/hari) yang rendah. Hal ini menunjukan bahwa individu ikan yang tertangkap berukuran kecil. Sebaliknya, alat tangkap seperti pancing, bubu, alat penikam, senapan ikan dan linggis dapat menangkap ikan dengan ukuran individu relatif lebih besar. Dari kajian terhadap teknik penangkapan terungkap bahwa semua alat penangkapan ikan tersebut dapat menyebabkan kerusakan ekosistem terumbu karang dengan level kerusakan yang bervariasi. Beberapa saran untuk mengurangi dampak oleh alat-alat tersebut terhadap ekosistem terumbu karang juga dibahas.

Kata-kata kunci: alat penangkapan ikan, terumbu karang, hasil tangkapan, teknologi penangkapan.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Terumbu karang merupakan ekosisitem yang kaya akan keanekaragaman hayati, dimana di dalamnya terkandung berbagai organisme laut yang sangat pernting untuk kehidupan manusia. Dengan demikian kelestarian ekosistem ini sangat penting untuk dipertahankan. Sayangnya keberlanjutan dari ekosistem terumbu karang pada saat ini mulai terancam oleh kegiatan manusia yang berdampak negatif baik secara langsung maupun tidak langsung yang mengakibatkan terjadinya degradasi habitat.

Cara Sitasi: Baso I, Sala R, Bawole R. 2008. Kajian Alat Penangkapan Ikan Yang Dioperasikan Di

Daerah Terumbu Karang Di Teluk Doreri, Manokwari. Dalam Prosiding Konferensi Nasional VI Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan tanggal 26 – 29 Agustus 2008 di Manado, hal 206 – 215. Departemen Kelautan dan Perikanan Indonesia.

(2)

207 Kegiatan manusia tersebut berupa eksploitasi ekosistem terumbu karang yang berlebihan, cara penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, dan pencemaran daerah pesisir (Saptarini dkk, 1996).

Perairan Kampung Arowi, Pulau Lemon, dan Pulau Mansinam memiliki potensi yang cukup besar terutama dari ekosistem terumbu karang. Namun dewasa ini kondisi dari ekosistem ini telah mengalami degradasi yang diduga disebabkan oleh karena penggunaan berbagai jenis alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Indikasi terjadinya kerusakan terumbu karang yang diakibatkan oleh penggunaan alat tangkap, misalnya di Pulau Mansinam seperti yang dilaporkan oleh Tim KKL Ilmu Kelautan (2005) dan di perairan Pulau Lemon menurut laporan Tim KKL Ilmu Kelautan (2006). Sedangkan untuk perairan Kampung Arowi, sesuai dengan laporan dari Dinas Perikanan Manokwari, ditemukan adanya penggunaan bahan peledak untuk mencari ikan oleh nelayan pesisir (Tandi, 2007). Akibat dari aktifitas nelayan yang merusak tersebut, keberlangsungan dari ekosistem ini menjadi terganggu.

Oleh karena itu perlu dilakukan suatu penelitian guna mengkaji jenis-jenis alat tangkap apa saja yang dapat mengancam keberlangsungan ekosistem pada ketiga lokasi ini.

Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji alat-alat tangkap yang dapat mengganggu dan merusak ekosistem terumbu karang di Perairan sekitar Manokwari dengan mengambil contoh kasus di Perairan Kampung Arowi, Pulau Lemon dan Pulau Mansinam. Kajian difokuskan pada aspek teknik pengoperasian alat tangkap, jenis hasil tangkapan, dan jumlah (individu dan biomass) yang tertangkap oleh masing alat tangkap.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan informasi ilmiah kepada pemerintah dan masyarakat/nelayan dalam pengelolaan kawasan ekosistem terumbu karang.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini berlangsung selama satu bulan yang dimulai dari bulan Juli sampai bulan Agustus 2008 yang bertempat di tiga lokasi yaitu Kampung Arowi, Pulau Lemon, dan Pulau Mansinam, Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat.

(3)

208 Metode Penelitian

Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif dengan teknik survei, wawancara semi struktural, dan observasi langsung. Menurut Singarimbun dan Effendi (1989) teknik survei merupakan teknik penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dengan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data. Sedangkan wawancara semi struktural merupakan teknik pengumpulan data dengan melakukan interaksi dan komunikasi yang mengacu pada daftar pertanyaan tetapi pertanyaan dapat berkembang dan disesuaikan dengan kondisi sebenarnya di lokasi penelitian. Observasi langsung dilakukan dengan cara mengamati langsung bagaimana pengoperasian dari alat-alat tangkap, jenis dan berat hasil tangkapan yang diperoleh, dan alat yang digunakan untuk memperoleh hasil tersebut. Jumlah responden yang diwawancarai dan diamati alat tangkapnya adalah 30% dari jumlah nelayan di masing-masing lokasi penelitian.

Analisis Data

Data yang diperoleh akan kelompokan berdasarkan tipe alat tangkap dan lokasi penelitian. Selanjutnya untuk membandingkan hasil yang diperoleh dari alat-alat tangkap tersebut di tiga lokasi dilakukan dengan analisis statistik sederhana, yaitu rataan dan galat baku (standard error) dan hasilnya disajikan dalam bentuk grafik dan tabel.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Alat Tangkap yang Ditemui di Lokasi Penelitian

Dari hasil pengamatan dan wawancara langsung dengan responden, diperoleh alat-alat yang digunakan di tiga lokasi penelitian adalah seperti yang disajikan pada Tabel. 1. Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa alat-alat tangkap yang digunakan di sekitar kawasan terumbu karang oleh nelayan di P. Lemon lebih beragam yaitu dengan 8 alat tangkap, dan diikuti oleh nelayan di Kampung Arowi dengan 6 alat tangkap dan P. Mansinam dengan 6 alat tangkap. Bubu dan bahan peledak hanya ditemukan di P. Lemon karena pada umumnya nelayan di P. Lemon ini memiliki keterampilan khusus untuk menganyam bubu. Selain itu mereka juga lebih aktif

(4)

209 dalam mencari sisa peninggalan Perang Dunia II berupa mortir yang akan dijadikan bahan peledak. Hal terlihat jelas pada saat pengamatan di lapangan dimana banyak kelongsong mortir yang masih disimpan oleh beberapa orang nelayan di rumah mereka.

Tabel. 1. Jenis-Jenis Alat Tangkap yang Terdapat di Tiga Lokasi Penelitian

Alat Tangkap Kampung

Arowi P. Lemon P. Mansinam

Jaring Insang 26 11 8 Pancing 256 68 57 Alat Penikam 12 5 7 Senapan Ikan 23 5 3 Bubu 6 Linggis 12 4 4 Bahan Peledak 11 a. Jaring Insang

Pada umumnya ukuran jaring insang yang digunakan di tiga lokasi penelitian ini hampir sama, begitu pula dengan teknik pengoperasiannya. Teknik pengoperasian alat ini yaitu jaring insang dibentangkan di luar daerah terumbu karang atau di daerah terumbu karang, kemudian dari arah yang berlawanan beberapa orang perenang berenang sambil memukul-mukul air, melempar batu ke dalam air, ataupun memukul-mukulkan kayu yang telah disiapkan sebelumnya ke air, sehingga menimbulkan bunyi gemuruh di dalam air dengan tujuan untuk mengagetkan biota tersebut (pada umumnya adalah ikan). Setelah kaget, biota-biota tersebut akan berenang menuju ke arah laut yang lebih dalam dimana jaring tersebut telah dibentangkan terlebih dahulu.

Alat tangkap ini dianggap merusak karena apabila dibentangkan di atas terumbu karang yang bercabang, akan mematahkan ujung-ujung dari karang bercabang tersebut pada saat jaring ditarik, tetapi juga berdasarkan hasil pengamatan terlihat banyak batu-batu yang dilemparkan ke laut pada saat pengoperasian alat tersebut. Batu-batu ini ada yang sampai mematahkan cabang-cabang karang atau terselip di antara terumbu karang. Hal ini kemungkinan dapat memperlambat pertumbuhan dari karang itu sendiri.

(5)

210 b. Pancing

Teknik pengoperasian alat ini pada umumnya sama di ketiga lokasi penelitian. Hal yang membedakan adalah ukuran tali nilon, pemberat dan kail yang digunakan antar nelayan. Semakin besar nilon dan kail yang digunakan, maka semakin besar juga ukuran biota yang tertangkap.

Penggunaan pancing kemungkinan sangat kecil konstribusinya terhadap kerusakan ekosistem terumbu karang. Tali nilon dan kail yang tersangkut di terumbu karang dan putus, diduga tidak terlalu berdampak pada pertumbuhan dari terumbu karang.

c. Alat Penikam

Alat penikam dijumpai di ketiga lokasi penelitian. Alat ini merupakan sebuah besi yang panjangnya  1 meter, ujung besi dibuat “sange-sange” agar target yang tertikam dengan alat ini susah untuk melepaskan diri.

Alat ini digunakan hanya untuk mencari Onychoteuthis angulata atau sering disebut gurita atau dengan bahasa daerah (Biak) yaitu ”kombrof”. Pada umumnya teknik pengoperasian alat tangkap ini sama di ketiga lokasi, yaitu dengan cara menusuk-nusuk alat ini ke dalam karang yang menjadi tempat persembunyian O.

angulata. O. angulata yang keluar langsung ditangkap oleh nelayan.

d. Senapan Ikan

Alat tangkap ini pada saat pengamatan digunakan di ketiga lokasi penelitian. Teknik pengoperasiannyapun sama, yakni nelayan menyelam sambil memburu target dan menembakan senapan ke arah target tersebut. Dari hasil pengamatan terhadap alat-alat tangkap yang terdapat di tiga lokasi, hanya alat ini yang mengalami modifikasi yaitu dengan adanya modifikasi pada ujung mata besi penikam. Menurut hasil wawancara terhadap responden, sebelum alat ini dimodifikasi seperti yang digunakan pada saat ini, awalnya ujung besi penikam tersebut hanyalah sebuah besi yang ujungnya diruncingkan saja. Namun setelah adanya modifikasi maka ujung dari besi penikam ini yang pada awalnya meruncing bagian depannya, tetapi pada saat target tertikam maka secara otomatis katup tersebut akan tertutup dan target tidak akan bisa terlepas lagi.

(6)

211 Pada saat pengamatan, alat tangkap ini hanya digunakan oleh nelayan dari P. Lemon. Alat ini dibuat sendiri dengan menganyam bambu sedemikian rupa hingga membentuk perangkap.

Bubu ini diletakkan di sela-sela terumbu karang atau ditindih dengan menggunakan batu karang, baik karang yang telah mati maupun yang masih hidup. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Suharsono (1998) tentang teknik pengoperasian dari bubu. Pengambilan terumbu karang baik yang telah mati maupun yang masih hidup merupakan salah satu hal yang merusak terumbu karang itu sendiri.

f. Linggis

Walaupun alat linggis ini merupakan salah satu alat untuk bangunan, di P. Lemon alat ini digunakan oleh nelayan setempat untuk mengambil sumberdaya. Sumberdaya yang dimaksud adalah Anemonia sp. atau sering disebut oleh masyarakat setempat sebagai “sayur laut” atau dengan bahasa daerah disebut sebagai “sai” yang melekat erat pada terumbu karang atau di sela-sela terumbu karang. Menurut hasil wawancara terhadap responden, Anemonia sp. ini melekat sangat erat pada substratnya sehingga diperlukan alat untuk menghancurkan karang tersebut. g. Bahan Peledak

Alat tangkap ini terkenal sangat praktis, simpel dan mudah dalam proses pembuatannya, dan hasil yang diperoleh cukup banyak. Tetapi kekurangan dari alat tangkap ini adalah dapat mengakibatkan stres pada karang bahkan lebih parah lagi dapat menghancurkan ekosistem terumbu karang dalam waktu singkat. Teknik pengoperasian alat ini yaitu setelah bahan peledak dirakit sedemikian rupa, kemudian pemicu dari bahan peledak tersebut dibakar dan dilempar ke tempat dimana target berada. Bahan yang dibutuhkan berupa korek api (korek lidi), botol, seng plat bekas baterai, dan bubuk mesiu.

Solusi untuk mengurangi penggunaan bahan peledak di kalangan nelayan adalah pemerintah diharapkan melakukan kegiatan eksplorasi terhadap sisa-sisa perang dunia yang masih tersisa sampai sekarang baik di Perairan Manokwari maupun di perairan lainnya. Dengan demikian amunisi yang menjadi bahan utama pembuatan bahan peledak ini menjadi langka.

(7)

212 Spesies-Spesies yang Tertangkap di Tiga Lokasi Penelitian

Hasil tangkapan oleh berbagai alat tangkap di kawasan terumbu karang di ketiga lokasi penelitian cukup beragam, yakni 69 species. Keanekaragaman spesies

tertinggi yang tertangkap yaitu di P. Mansinam. Tingginya keanekaragaman spesies yang diperoleh, diduga karena ekosistem terumbu karang di lokasi ini masih dalam kondisi baik. Selain itu lokasi ini memiliki luasan terumbu karang yang cukup besar bila dibandingkan dengan dua lokasi lainnya (Kampung Arowi dan P. Lemon) yang sangat mendukung tingginya keanekaragaman hayati di perairan pulau ini. Dari sejumlah species tersebut ditemukan beberapa species ekonomis penting (Departemen Kelautan dan Perikanan RI, 2006). Biota ekonomis penting dari hasil tangkapan nelayan di tiga lokasi penelitian disajikan pada Tabel 2.

Perbandingan Hasil Tangkapan dari Berbagai Alat Tangkap di Setiap Lokasi Hasil tangkapan dari berbagai alat tangkap di perairan Kampung Arowi, Pulau Lemon dan Pulau Mansinam disajikan pada Gambar 1 – Gambar 3. Tipe alat tangkap yang sama yang dioperasikan pada ketiga lokasi penelitian menunjukan karakteristik hasil tangkapan yang relatif sama, khususnya proporsi jumlah dan berat per unit penangkapan per hari. Meskipun demikian, khusus untuk jaring insang, berat per individu hasil tangkapan relatif lebih besar. Hal ini dikarenakan oleh penggunaan ukuran mata jaring yang lebih besar dibandingkan dengan yang ada dua lokasi yang lain.

Tabel 2. Biota Ekonomis Penting yang Tertangkap di Tiga Lokasi

No Genus/Spesies Nama Indonesia Nama Lokal Tertangkap Oleh Alat Tangkap 1. Suflamen frenatus Insum kif bekpor Pancing

2. Panulirus versicolor Udang

Pantung/Udang Bireng

Amos sapap Senapan ikan

3. Balistoides viridescens Insum byei Pancing, senapan ikan

4. Molgarda engeli Aruw Pancing,

5. Trachinotus Bobara Inbarwins Jaring insang, pancing, 6. Myripristis Ikan Gora Indur insar amyas Jaring insang, pancing, bahan

peledak

7. Scarus Ikan Kakap Jaring insang, pancing, bubu, senapan ikan

8. Sargocentron Indur for Pancing

9. Hemigymnus fasciatus Inbebai Jaring insang, bubu

(8)

213 No Genus/Spesies Nama Indonesia Nama Lokal Tertangkap Oleh Alat Tangkap senapan ikan, bubu, bahan peledak,

11. Parupeneus Jaring insang, pancing,

12. Cephalopholis Ikan Kerapu Jaring insang, bubu, pancing 13. Chlorurus frontalis Indai Apum Jaring insang

14. Caesio Ikan Ekor Kuning

Inmarsuaref Jaring insang

15. Abudefduf vaigiensis Insarawen Jaring insang, bahan peledak 16. Lutianus lutjanus Insanarem Jaring insang

Alat Tangkap

Jaring Insang Pancing Senapan Ikan Alat Penikam

Rata -r ata Jum lah dan Be rat Tangk apa n N elay an/Eko r/H ari) 0 5 10 15 20 25 Rata-rata tangkapan Rata-rata berat

Gambar 1. Rata-Rata Jumlah (ekor/unit/hari) dan Berat (kg/unit/hari) Hasil Tangkapan di Perairan Kampung Arowi.

Alat Tangkap

Jaring Insang Linggis Bubu

Rat a-rata Ju m la h da n Berat Ta ng ka pa n (nel ayan/ ek or/h ari) 0 1 2 3 4 Rata-Rata Tangkapan Rata-Rata Berat

(9)

214 Gambar 2. Rata-Rata Jumlah (ekor/unit/hari) dan Berat (kg/unit/hari) Hasil

Tangkapan di Perairan P. Lemon.

Alat Tangkap

Jaring insang Pancing Bahan Peledak Senapan Ikan Alat Penikam

Ra

ta-ra

ta jum

lah dan bera

t tangk apan (ne lay an/ekor/har i) 0 5 10 15 20 25 30 Rata-rata tangkapan Rata-rata berat

Gambar 3. Rata-Rata Jumlah (ekor/unit/hari) dan Berat (kg/unit /hari) Hasil Tangkapan di Perairan P. Mansinam.

Ditinjau dari jumlah individu biota yang tertangkap, ketujuh tipe alat tangkap yang diamati memiliki produktivitas yang bervariasi. Alat peledak dapat menangkap biota dalam jumlah yang secara nyata lebih besar dari alat tangkap yang lain. Namun demikian biota yang tertangkap berukuran kecil. Sehingga apabila ditinjau dari segi ekonomi alat ini tidak memberikan nilai ekonomi yang tinggi. Apalagi bila memperhatikan kondisi fisik biota yang tertangkap pada umumnya tidak utuh. Selain itu sebagiamana telah diuraikan pada bagian sebelumnya, kerusakan lingkungan (khususnya ekosistem terumbu karang) yang ditimbulkan oleh penggunaan alat peledak sangat besar. Dengan demikian alat ini harus dilarang.

Jaring insang secara ekonomi mungkin lebih baik dari pada bahan peledak karena alat ini dapat menangkap ikan dalam jumlah yang relatif besar dan ukuran individu ikan yang tertangkap relatif cukup besar (tergantung dari ukuran mata jaring), namun teknik pengoperasian alat ini dapat mengakibatkan kerusakan terumbu karang. Studi tentang teknik pengoperasian alat ini untuk menghindari kerusakan terumbu karang perlu dilakukan.

Penggunaan senapan ikan dapat dikategorikan tidak ramah lingkungan karena melalui hasil pengamatan apabila target yang tertembak masuk di antara sela-sela karang dan tidak dapat dijangkau dengan tangan, maka terumbu karang tersebut akan

(10)

215 dirusak (dibongkar) untuk mengambil biota yang telah tertembak tersebut. Perlakuan terhadap terumbu karang seperti ini yang selalu akan mengancam keberlangsungan dari ekosistem ini.

Penggunaan pancing secara ekonomis (ditinjau dari jumlah hasil tangkapan) relatif lebih rendah dibandingkan dengan alat peledak dan jaring insang, namun lebih tinggi bila dibandingkan dengan alat tangkap alat tangkap lain yang jadi objek pengamatan dalam penelitian ini. Selain hasil tangkapan yang diperoleh yang relatif baik, alat ini secara teknis kerusakan terumbu karang yang ditimbulkan relatif kecil. Dengan demikian, sampai batasan jumlah tertentu alat tangkap ini dapat dioperasikan di kawasan terumbu karang.

Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini perlu diverifikasi lebih jauh, terutama mencakup kegiatan penangkapan ikan di perairan ketiga lokasi oleh nelayan-nelayan yang berasal dari luar wilayah administratif ketiga lokasi penelitian. Menurut hasil pengamatan dan wawancara terhadap penduduk sekitar dan responden, terutama untuk perairan P. Lemon dan P. Mansinam terdapat nelayan-nelayan dari luar kedua pulau tersebut yang melakukan aktifitas penangkapan di perairan tersebut. Hal ini yang menjadi hambatan dalam mencatat hasil tangkapan dari para nelayan tersebut.

Kemungkinan Penanggulangan Kerusakan Terumbu Karang Akibat Alat Tangkap

Sesuai hasil pengamatan, hampir seluruh alat yang digunakan mengakibatkan kerusakan pada ekosistem terumbu karang. Kerusakan ini sebagian besar berasal dari teknik pengoperasian alat-alat tersebut. Alternatif lain yang dapat mengurangi kerusakan khusunya dengan menggunakan jaring insang yaitu jaring insang dibentangkan di luar rataan terumbu karang. Kemudian dari sisi kiri dan kanan dari alat tersebut diikatkan daun daun kelapa beserta pelepahnya.

Setelah daun kelapa dan pelepahnya tersebut diikatkan, kemudian di ujung dari daun kelapa tersebut ditarik oleh beberapa perenang menuju ke perairan yang lebih dangkal hingga membentuk huruf “U” sampai membentuk huruf “O”. Setelah itu target digiring menuju ke jaring insang yang telah dibentangkan sebelumnya.

(11)

216 Perenang dapat juga memukul-mukul air sambil berenang ke arah jaring insang diletakkan.

Selain jaring insang, teknik penangkapan dengan menggunakan alat penikam pun dapat dimodifikasi. Sesuai hasil yang dilaporkan oleh Marsudi (2007) bahwa O.

angulata di Batam dapat ditangkap dengan menggunakan tembakau rokok. Pada

saat air surut, tembakau rokok dimasukan kedalam kubangan-kubangan atau celah-celah karang. Tidak lama kemudian O. angulata tersebut akan keluar perlahan-lahan. Cukup dengan memasukan tangan, tentakel yang lengket akan mencengkram tangan dan segera ditarik keluar.

Modifikasi terhadap alat tangkap dapat dilakukan pada bubu. Pada ke empat sisi bubu tersebut dapat diikatkan empat buah pemberat atau lebih berupa beton atau bahan sejenisnya yang telah dibuat terlebih dahulu. Beton atau bahan sejenisnya ini berfungsi sebagai pemberat. Alat ini dapat diletakkan dicelah-celah atau di samping karang tanpa harus mengambil mengambil karang untuk menindih alat tersebut. Namun alat ini sebaiknya jangan diletakkan pada daerah yang berarus besar dan bergelombang tinggi, tetapi sebaiknya diletakan pada daerah teluk yang memiliki perairan lebih tenang.

Untuk menjaga kelestarian dari ekosistem terumbu karang yang merupakan produsen di perairan, perlu adanya suatu pelarangan dan pengawasan yang ketat oleh pihak terkait ataupun masyarakat/nelayan setempat. Hal ini dapat diwujudkan dengan cara memberlakukan pelarangan terhadap pengoperasian alat-alat yang mengancam keberlangsungan ekologis (penggunaan bahan peledak) dari ekosistem ini serta praktek-praktek illegal fishing yang merusak. Selain itu perlu adanya modifikasi terhadap teknik penangkapan. Karena berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, hal ini merupakan faktor utama perusak ekosistem terumbu karang.

KESIMPULAN

1. Alat tangkap yang dikategorikan paling merusak ekosistem terumbu karang adalah penggunaan bahan peledak. Selain itu jaring insang, linggis, bubu, alat penikam, dan senapan menyelam dapat dikategorikan merusak karena teknik

(12)

217 pengoperasiannya. Oleh karena itu modifikasi terhadap alat maupun teknik penngoperasian alat-alat ini perlu dilakukan.

2. Dari semua alat tangkap yang diamati, alat tangkap pancing dapat dikatakan paling baik untuk dioperasikan di kawasan terumbu karang karena dampak kerusakana yang ditimbulkan sangat minim. Selain itu, hasil tangkapan (baik jumlah maupun ukuran individu) oleh alat ini relatif besar.

DAFTAR PUSTAKA

Departeman Kelautan dan Perikanan RI. 2006. Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan. http://www.pipp.dkp.go.id/pipp2/species.html?idkat=1&idsp=13. [20 Desember 2006].

Marsudi, A. 2007. Mancing Gurita Memang Aneh.

http://www.fishyforum.com/t5329/. [18 Maret 2008].

Singaribuan, M dan S. Effendi. 1989. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta. Saptarini, D., Suprapti dan R. S. Happy., 1996. Pengelolaan Sumberdaya Kelautan

dan Wilayah Pesisir. Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Jakarta.

Suharsono. 1998. Kesadaran Manusia tentang Terumbu Karang (Kerusakan Karang di Indonesia). Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Pusat Pengembangan Penelitian dan Pengembangan Oseanologi. Jakarta.

Tandi, Y. 2007. Nelayan di Tiga Lokasi Masih Pakai Bom. Cahaya Papua, 28 Februari 2007, halaman 1 (kolom 1-3) dan halaman 2 (kolom 6-7).

Tim KKL Ilmu Kelautan. 2005. Laporan Kuliah Kerja Lapang. Universitas Negeri Papua. (Tidak Dipublikasikan).

Tim KKL Ilmu Kelautan. 2006. Laporan Kuliah Kerja Lapang. Universitas Negeri Papua. (Tidak Dipublikasikan).

Gambar

Tabel 2. Biota Ekonomis Penting yang Tertangkap di Tiga Lokasi
Gambar  1.  Rata-Rata  Jumlah  (ekor/unit/hari)  dan  Berat  (kg/unit/hari)  Hasil  Tangkapan di Perairan Kampung Arowi
Gambar  3.  Rata-Rata  Jumlah  (ekor/unit/hari)  dan  Berat  (kg/unit  /hari)  Hasil  Tangkapan di Perairan P

Referensi

Dokumen terkait

Saran terhadap penelitian yang telah dilakukan dan yang akan dilakukan, yaitu: (1) Minat mahasiswa rantau asal Sumatera yang sudah tergolong tinggi untuk melakukan

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran peta hubungan yang terjadi pada jaringan sosial, aktor-aktor yang berpengaruh dalam jaringan

Penelitian aplikasi search engine berbasis semantic web menggunakan algoritma Rabin Karp pada tanaman di Indonesia ini memberikan kemudahan untuk penggunanya, yaitu dengan

Dibutuhkan peran pemerintah untuk mewajibkan dan memudahkan penyelenggaraan materi dan praktek yang berkaitan dengan usaha membangun karakter bisnis melalui

4 Menyampai kan hasil percobaan Menyampaikan hasil percobaan dengan kalimat yang jelas dan sesuai dengan materi Menyampaikan hasil percobaan dengan kalimat yang

Berapa harga kotoran sapi perkilogram jika dijual ke pasar sebelum adanya pengolahan

Disolusi merupakan sebuah proses yang dimulai dari  beberapa tahap yaitu dimulai dari proses desintegrasi yang merupakan proses  pelepasan zat aktif dari sediaannya yang