• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTERESTERIFIKASI KIMIA MINYAK KELAPA VARIETAS DALAM DAN REFINED BLEACHED DEODORIZE STEARIN PADA PEMBUATAN LEMAK MARGARIN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INTERESTERIFIKASI KIMIA MINYAK KELAPA VARIETAS DALAM DAN REFINED BLEACHED DEODORIZE STEARIN PADA PEMBUATAN LEMAK MARGARIN SKRIPSI"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

INTERESTERIFIKASI KIMIA MINYAK KELAPA VARIETAS DALAM DAN REFINED BLEACHED DEODORIZE STEARIN PADA

PEMBUATAN LEMAK MARGARIN

SKRIPSI

Diajukan sebagai persyaratan dalam mencapai

Gelar Sarjana S-1 Program Studi Teknologi Hasil Pertanian

Disusun Oleh:

NOOR KHOLIS EFFENDI D.131.14.0070

PROGRAM STUDI S-1 TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS

SEMARANG SEMARANG

2019

(2)

l:IALAMAN PF.NG.ESAH.Ai'1 J

Judul Skripsi : lnteresteriflkasi Kirnia Minyak Kelapa Varictas Dalam dan

Refined Bleached Deodorize Stearin pada Pcm buatan Lemak Margarin

Nama : Noor Kholis Effendi

NIM : D.131.14:0070.

Program Studi : S-1 Tek.~?logi I lasil Pertanian

TanggalUjian : 20 Februari 2019

Pcrnbimbing I Pembirnping TT (Ir. Bambang Kunarto, MP) NJS.06557002101029 (lr. Elly Y liarti Sani, MSi) NIS.O 557002101004 Kenia J urusan Teknologi Hasil Pertanian

(3)

Bleached Deodorize Stearin pada Pembuntan Lcrnak Margarin

Nama : Noor Kholis Effendi

<,

NIM

:

D

.

1

3

1.

1

4

.

0070

Pr

o

gram

S

t

ud

i

:

S

-1

Teldihlogi Basil

Penanian

Tanggal lJjian :

2

0

Februari 2019 Pcngujl I Pcnguji

rr

(Ir. Bambang Kunarto, Ml')

N

I

S

.0655700

2

1010

2

9

(lswoyo .PLMP)

NIS.06557 02

1

01032

(fr. E - Ii Sani,

M.

S

i)

NlS.065

)

002101004

Panitla Ujian Skripsi I Ir. Sri · yati,M.Si)

N

I

S

.

0655700

2

10

1

014

iii

(4)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Noor Kholis Effendi NIM : D.131.14.0070

Program Studi : S-1 Teknolog]: Hasil Pcrtanian Fakultas/ Universitas : Tcknoloni Pertanian

er 1,

Menyatakan bahwa skripsi dengan judul "Interesrerifikasi Kimia Minyak

Kelapa Varieras Dalam dan RBD Stearin pada Pcmbuatan l.cmak Margarin ·· adalab hasil penelitian saya sendiri dan belwn pemah diajukan uniuk memperoleh

gelar kesarjanaan di perguruan tinggi. Dalam skripsi ini juga tidak terdapat karya atau pendapat orung lain yang pcrnah ditulis atau ditcrbitkan. kccuali yang secara tcrtulis diacu dalam sebuah naskah ini dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Pemyataan ini saya buat dengan sesungguhnya, Apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenamn dalam pernyataan ini. rnaka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai dengan aturan Y8;1lg berlaku,

/

Noor K.holis Effendi

(5)

Kimia Minyak Kelapa Varietas Dalam dan RBD Stearin Sawit pada Pembuatan Lemak Margarin”. Skripsi S-1 Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas

Teknologi Pertanian, Universitas Semarang. ( Pembimbing: Ir. Bambang Kunarto, M.P dan Ir. Elly Yuniarti, M.Si).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh formulasi minyak kelapa dengan RBD Stearin pada pembuatan margarin terhadap perubahan asam lemak bebas, bilangan peroksida, kadar air, bilangan iod, slip melting point dan solid

fat content. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah

kepada masyarakat terutama pada industri pengolahan pangan mengenai pengaruh formulasi minyak kelapa dan RBD Stearin pada pembuatan margarin.

Rancangan percobaan yang dilakukan adalah menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor 5 perlakuan dan tiga kali ulangan, yaitu F1 dengan formulasi proporsi minyak kelapa dan RBD Stearin 10% : 90%, F2 (20% :

80%), F3 (30% : 70%), F4 (40% : 60%), dan F5 (50% : 50%). Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis sidik ragam, apabila terdapat perbedaan akibat perlakuan dilanjutkan dengan menggunakan uji jarak berganda atau biasa disebut Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) taraf 5%.

Hasil penelitian menunjukkan formulasi minyak kelapa dan RBD Stearin berpengaruh terhadap asam lemak bebas, bilangan peroksida, kadar air, bilangan iod, Solid Fat Content dan Slip Melting Point.

Kata Kunci: RBD Stearin, minyak kelapa, asam lemak bebas, bilangan peroksida, kadar air, bilangan iod, Solid Fat Content dan Slip Melting Point.

(6)

ABSTRACT

NOOR KHOLIS EFEENDI. D.131.14.0070. 2018. “Chemical Interesterificaton of Cococnut Oil Varieties Dalam and RBD Stearin in the Production of Fat Margarine”. Thesis S-1 Agricultural Technology, Faculty of

Agricultural Technology, University of Semarang. (Advisor: Ir. Bambang Kunarto, M.P and Ir.Elly Yuniarti, M.Si).

This study aims to determine the effect of coconut oil formulation with RBD Stearin on the manufacture of margarine on changes in free fatty acids, peroxide value, moistures content, iodine value, slip melting point and solid fat content. The results of this study are expected to provide scientific information to the public, especially in the food processing industry regarding the influence of the formulation of coconut oil and RBD Stearin on the manufacture of margarine.

The experimental design was using a completely randomized design (RAL) of one factor 5 treatments and three replications, namely F1 with the formulation of the proportion of coconut oil with RBD Stearin 10%: 90%, F2 (20%: 80%), F3 (30% : 70%), F4 (40%: 60%), and F5 (50%: 50%). The data obtained were analyzed using analysis of variance, then if there were differences due to treatment continued by using multiple distance tests or commonly called Duncan's Multiple Range Test (DMRT) level of 5%.

The results showed that coconut oil and RBD Stearin formulations affected free fatty acids, peroxide value, moisture content, iodine value, Solid Fat

Content and Slip Melting Point.

Keywords: RBD Stearin, coconut oil, free fatty acid, peroxide value, moistures content, iodine value, Solid Fat Content and Slip Melting Point.

(7)

penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi dengan judul “Interseterifikasi

Kimia Minyak Kelapa Varietas Dalam dan RBD Stearin Sawit pada Pembuatan Lemak Margarin”. (Pembimbing: Ir. Bambang Kunarto, M.P dan

Ir. Elly Yuniarti Sani, M.Si).

Penelitian skripsi ini diajukan untuk memenuhi persyaratan yang diajukan dalam mencapai derajat sarjana S-1 program studi S-1 Teknologi Hasil Pertanian yang terselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ir. Bambang Kunarto, M.P selaku Pembimbing Utama Skripsi yang telah memberikan ilmu dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

2. Ir. Elly Yuniarti, M.Si, selaku pembimbing II yang telah memberikan masukan bagi penulis.

3. Iswoyo, S.Pt, M.P, selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan bagi penulis.

4. Dr. Ir. Haslina, M.Si, selaku Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Semarang.

5. Ir. Dewi Larasati, M.Si, selaku Wakil Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Semarang.

(8)

6. Ir. Sri Haryati, M.Si, selaku Ketua Jurusan Fakultas Teknologi Hasil Pertanian serta Dosen Wali.

7. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh staff Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Semarang yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi secara tepat waktu.

8. Bapak dan Ibu serta kakak tercinta yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

9. Teman seperjuangan FTP angkatan 2014 yang telah bersama-sama memberikan motivasi serta semangat bagi penulis.

10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi sehingga dapat terselesaikan secara tepat waktu.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis secara pribadi, para pembaca, dan masyarakat sekitar. Penulis saran dan kritik yang dapat membangun.

Semarang, 2 Februari 2019 Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN I ... ii

HALAMAN PENGESAHAN II ... iii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 3 C. Tujuan Penelitian ... 3 D. Manfaat Penelitian ... 3 E. Hipotesis ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 5

A. Minyak Kelapa ... 5

B. Stearin Sawit ... 10

C. Interesterifikasi ... 14

D. Proses Pembuatan Lemak Margarin... 15

E. Variabel Pegamatan ... 17

BAB III METODE PENELITIAN ... 21

A. Waktu dan Tempat ... 21

B. Alat dan Bahan ... 21

C. Rancangan Percobaan ... 21

D. Prosedur Penelitian ... 22

E. Tahapan Pengujian (Asam Lemak Bebas, Bilangan Peroksida, Kadar Air, Bilangan Iod, Slip Melting Point dan Solid Fat Content) ... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

A. Free Fatty Acid (FFA) ... 29

B. Bilangan Peroksida ... 31

C. Solid Fat Content (SFC) ... 33

D. Bilangan Iod ... 35

E. Slip Melting Point (SMP) ... 37

F. Kadar Air ... 39

G. Korelasi Antar Variabel ... 41

H. Telaah Perlakuan Terbaik ... 45

(10)

BAB V PENUTUP ... 48 A. Simpulan ... 48 B. Saran ... 48 DAFTAR PUSTAKA ... 49 LAMPIRAN ... 52 x

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Tabel 1. Komposisi Daging Buah Kelapa dalam 100 gram Bahan ... 8

2. Tabel 2. Syarat Mutu Minyak Kelapa Berdasarkan SNI ...10

3. Tabel 3. Komposisi Asam Lemak Stearin Kelapa Sawit ... 12

4. Tabel 4. Kandungan FFA (mg/100g) ... ….29

5. Tabel 5. Kandungan Bilangan Peroksida (mEq peroksida/kg) ... 31

6. Tabel 6. Kandungan SFC ... 34

7. Tabel 7. Kandungan Bilangan Iod ... 35

8. Tabel 8. Kandungan SMP ... 37

9. Tabel 9. Kandungan Kadar Air ... 40

10. Tabel 6. Korelasi Pearson Variabel Pengamatan Lemak Margarin ... 42

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Buah Kelapa ... 6

2. Bagian-bagian Buah Kelapa ... 6

3. Morfologi Kelapa Sawit ... 11

4. Diagram Alir Pembuatan Lemak Margarin ... 24

5. Diagram Batang Kandungan FFA Lemak Margarin ... 30

6. Diagram Batang Kandungan Bilangan Peroksida Lemak Margarin ... 32

7. Diagram Batang Kandungan SFC Lemak Margarin ... 34

8. Diagram Batang Kandungan Bilangan Iod Lemak Margarin ... 36

9. Diagram Batang Kandungan SMP Lemak Margarin ... 38

10. Diagram Batang Kandungan Kadar Air ... 40

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Hasil Analisa Statistik Uji FFA...52

2. Hasil Analisa Statistik Uji Bilangan Peroksida ...53

3. Hasil Analisa Statistik Uji SFC ...54

4. Hasil Analisa Statistik Uji Bilangan Iod ...55

5. Hasil Analisa Statistik Uji SMP ...56

6. Hasil Analisa Statistik Uji Kadar Air ...57

7. Dokumentasi Hasil Penelitian ...58

(14)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Margarin adalah emulsi water-in-oil (w/o) yang mengandung setidaknya 80% fase lemak (O’Brien, 2009). Margarin adalah produk makanan berbentuk emulsi (w/o), baik semipadat maupun cair, yang dibuat dari lemak makan dan atau minyak makan nabati, dengan atau tanpa perubahan kimiawi termasuk hidrogenasi, interesterifikasi, dan telah melalui proses pemurnian, sebagai bahan utama serta mengandung air dan bahan tambahan pangan yang diizinkan.

Margarin umumnya terdiri dari beberapa jenis minyak maupun lemak nabati melalui berbagai campuran minyak (oil blend). Komposisi oil blend yang digunakan akan menentukan kandungan padatan dan pembentukan kristal pada produk yang akan mempengaruhi karakteristik fisik produk yang akan dihasilkan. Karakteristik fisik dapat dilihat untuk menentukan kualitas suatu minyak atau lemak yang digunakan. Karakter fisik margarin sebagian besar dikendalikan oleh kandungan padatan lemak (solid fat content), slip

melting point (SMP), konsistensi, kekompakan, spreadability serta mouth feel

(Young, dkk. 1994).

Proporsi lemak margarin dalam oil blend sangat mempengaruhi margarin yang dihasilkan. Proporsi yang tepat akan menghasilkan sifat fisik dan kimiawi yang disukai oleh konsumen. Salah satu metode yang dapat

(15)

digumakan untuk mengurangi kandungan asam lemak trans dan menurunkan

melting point adalah metode interesterifikasi.

Proses interesterifikasi telah lama digunakan untuk memodifikasi minyak dan lemak untuk mendapatkan produk yang memiliki sifat fungsional yang lebih baik yaitu menyusun kembali asam lemak-asam lemak pada rantai gliserol tanpa merubah komposisi kimianya. Interesterifikasi dibagi menjadi dua macam, yaitu interesterifikasi secara kimiawi dan enzimatis. Dalam penelitian ini digunakan proses interesterifikasi kimiawi karena proses ini memiliki beberapa keunggulan, yaitu memerlukan biaya yang murah dan proses pelaksanaannya lebih mudah dibandingkan dengan interesterifikasi enzimatis.

Pembuatan lemak margarin dengan menggunakan metode interesterifikasi telah dilakukan oleh Ramayana (2003), dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa margarin terbaik diperoleh dengan perbandingan minyak stearin kelapa sawit : minyak kelapa sawit : minyak kelapa (25 : 20 : 55) g, sedangkan menurut Hilda (2011) rasio antara minyak kemiri dan lemak kakao yang baik pada proses interesterifikasi yaitu pada 90:10 dan 80:20. Perlakuan rasio stearin : minyak (10:90; 20:80; 30,70; 40:60; dan 50:50) didasarkan pada penelitian Ginsu (2016) yang menggunakan stearin dan minyak kemiri sebagai bahan baku pembuatan lemak mentega.

Pada penelitian ini akan diamati pengaruh proporsi antara minyak kelapa dengan RBD stearin terhadap asam lemak bebas, bilangan peroksida,

(16)

3

kadar air, bilangan Iod, Slip Melting Point dan Solid Fat Content pada pembuatan lemak margarin.

B. Rumusan Masalah

Apakah dengan formulasi proporsi antara minyak kelapa dan Refined

Bleached Deodorize Stearin pada pembuatan lemak margarin metode

interesterifikasi berpengaruh terhadap perubahan asam lemak bebas, bilangan peroksida, kadar air, bilangan Iod, Slip Melting Point dan Solid Fat Content?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitan ini untuk mengetahui formulasi proporsi terbaik antara minyak kelapa dengan Refined Bleached Deodorize Stearin pada pembuatan lemak margarin metode interesterifikasi terhadap perubahan asam lemak bebas, bilangan peroksida, kadar air, bilangan Iod, Slip Melting Point dan

Solid Fat Content.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian formulasi proporsi minyak kelapa dan Refined

Bleached Deodorize Stearin metode interesterifikasi dapat digunakan sebagai

tambahan pustaka untuk mengembangkan produk dan sebagai masukan yang membangun untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan memberikan pedoman bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

E. Hipotesis

Diduga formulasi proporsi antara minyak kelapa dan Refined

(17)

interesterifikasi berpengaruh terhadap perubahan asam lemak bebas, bilangan peroksida, kadar air, bilangan Iod, Slip Melting Point dan Solid Fat Content.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Minyak Kelapa

Minyak kelapa diperoleh dari buah kelapa (Cocos nucifera L). Kelapa (Cocos nucifera L) adalah tanaman yang sangat banyak ditemukan di daerah tropis. Kelapa sangat populer di masyarakat karena memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Beragam manfaat tersebut diperoleh dari kayu, daun, daging buah, air kelapa, sabut, dan tempurung (Muhammad dan Joko, 2012).

Di Indonesia, varietas kelapa pada umumnya dibedakan menjadi dua yaitu varietas Nana (Genjah) dan varietas Typica (Dalam). Kelapa varietas dalam adalah varietas yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan minyak kelapa, hal ini karena kelapa varietas dalam memiliki beberapa keunggulan dibandingkan kelapa genjah antaranya produksi kopra lebih tinggi, daging buah tebal, dan lebih tahan terhadap hama dan penyakit. Kekurangannya yaitu lambat berbuah dan produksi tandan buah sedikit (Santoso dan Mansyur, 1982).

Salah satu cara untuk memanfaatkan buah kelapa adalah mengolahnya menjadi minyak konsumsi atau minyak goreng. Produk kelapa yang paling berharga adalah minyak kelapa, yang dapat diperoleh dari daging buah kelapa segar atau dari kopra. Buah kelapa (Cocos nucifera L.) termasuk famili

palmae dari genus cocos. Buah kelapa ditampilkan pada Gambar 1.

(19)

Gambar 1. Buah Kelapa

Buah kelapa terdiri dari sabut (eksokarp dan mesokarp), tempurung (endocarp), daging buah (endosperm) dan air buah (Listianawati, 2009). Morfologi buah kelapa ditampilkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Bagian – bagian Buah Kelapa Keterangan

1. Epikarp (Kulit Luar) 2. Mesokarp (Sabut) 3. Endokarp (Tempurung)

4. Testa (Kulit Daging Buah) 5. Endosperm (Daging Buah) 6. Lembaga

(20)

7

Menurut Santoso dan Mansyur (1982) buah kelapa terdiri dari epicarp, mesokarp, endokarp, testa, endosperm, dan lembaga, penjabarannya adalah sebagai berikut :

1. Epikarp

Epikarp atau disebut juga lapisan kulit luar pada buah kelapa merupakan lapisan tipis terluar dari buah kelapa yang kedap air. Permukaan mesocarp licin, agak keras dan tebalnya ± 0,014 mm.

2. Mesokarp

Mesokarp atau disebut juga lapisan sabut pada buah kelapa merupakan lapisan tebal yang berserabut. Mesokarp atau lapisan kulit bagian tengah terdiri dari serat-serat yang keras, tebalnya 3-5 cm. Sebesar 35% dari buah kelapa adalah mesokarp. Mesokarp kelapa terdiri dari serat dan gabus yang menghubungkan satu serat dengan serat lainnya. Setiap butir kelapa mengandung serat 525 gram (75 % dari sabut), dan gabus 175 gram (25 % dari sabut

3. Endokarp

Endokarp atau disebut juga lapisan tempurung pada buah kelapa merupakan lapisan yang paling keras dan tebal karena banyak mengandung hemiselulosa dan lignin. Tebal lapisan tempurung biasanya 3 - 6 mm. Sebesar 12% dari buah kelapa adalah endokarp.

4. Testa

Testa merupakan kulit daging buah. Testa merupakan lapisan tipis coklat pada bagian terluar daging buah

(21)

5. Endosperm

Endosperm disebut juga daging buah. Endosperm merupakan lapisan tebal (8~15 mm) berwarna putih. Bagian ini mengandung berbagai zat gizi. Kandungan zat gizi tersebut beragam sesuai dengan tingkat kematangan buah. Daging buah tua merupakan bahan sumber minyak nabati (kandungan minyak 35 %)

6. Lembaga

Lembaga disebut juga bakal buah. Pada tanaman kelapa yang monokotil lembaga ini memiliki satu helai daun lembaga (kotiledon). Selanjutnya lembaga juga memiliki calon akar yang disebut radikula dan calon tunas yang disebut plumula. Pada tanaman kelapa, calon batang terletak di atas titik perlekatan daun lembaga atau epikotil. Daging buah kelapa adalah bagian utama dari buah kelapa dan merupakan sumber protein yang mudah dicerna. Selain itu buah kelapa juga dapat digunakan dalam industi kopra. Buah kelapa pada bagian daging buahnya memiliki banyak kandungan yang sangat bermanfaat untuk mendukung kebutuhan nutrisi manusia, Komposisi buah kelapa ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Daging Buah Kelapa dalam 100 gram Bahan Komposisi Jumlah Kalori (kal) 68,0 – 359,0 Protein (g) 1,0 – 3,4 Lemak (g) 0,9 – 34,7 Karbohidrat (g) 10,0 – 14,0 Kalsium (mg) 8,0 – 21,0 Fosfor (mg) 21,0 – 35,0 Besi (mg) 1,3 – 2,0 Thiamin (mg) 0,0 – 0,5 Sumber : Laras (2009)

(22)

9

Pada umumnya, minyak kelapa diperoleh dari daging buah kelapa dikeringkan terlebih dahulu (kopra), namun ada pula yang didapat dari perasan santannya. Pengeringan daging buah kelapa menjadi daging buah kelapa kering untuk menurunkan kadar air daging kelapa sekitar 50 % (b/b) menjadi 6 % (b/b), menurukan kadar asam lemak bebas menjadi maksimal 5%, mencegah pembusukan oleh mikrobia, dan menaikkan kadar minyak. Kandungan minyak pada daging buah kelapa tua diperkirakan mencapai 30%- 35%, sedangkan kandungan minyak dalam kopra mencapai 63-72%, dengan kelembaban 6-8%.

Minyak kelapa sebagaimana minyak nabati lainnya merupakan senyawa trigliserida yang tersusun atas berbagai asam lemak dan 90% diantaranya merupakan asam lemak jenuh. Selain itu minyak kelapa yang belum dimurnikan juga mengandung sejumlah kecil komponen bukan lemak seperti fosfatida, gum, sterol (0,06-0,08%), tokoferol (0,003%), dan asam lemak bebas (< 5%) dan sedikit protein dan karoten. Sterol berfungsi sebagai stabilizer dalam minyak dan tokoferol sebagai antioksidan (Ketaren, 2005). Setiap minyak nabati memiliki sifat dan ciri tersendiri yang sangat ditentukan oleh struktur asam lemak pada rangkaian trigliseridanya . Minyak kelapa kaya akan asam lemak berantai sedang (C8-C14), khususnya asam laurat dan asam

miristat. Adanya asam lemak rantai sedang ini (medium chain fat) yang relatif tinggi membuat minyak kelapa mempunyai beberapa sifat daya bunuh terhadap beberapa senyawa yang berbahaya di dalam tubuh manusia.

(23)

Komponen lain yang terkandung dalam minyak kelapa diantaranya adalah sterol, tokoferol, dan tokotrienol. Berdasarkan Codex-Stan 210-1999, sterol yang terdapat dalam minyak kelapa sebagian besar berupa beta sitosterol Sterol bersifat tidak berwarna, tidak berbau, stabil, dan berfungsi sebagai stabilizer dalam minyak (Krishna dkk, 2010). Berdasarkan Codex-Stan 210- 1999, tokoferol dan tokotrienol yang terdapat dalam minyak kelapa adalah α- tokoferol, β-tokoferol, γ-tokoferol.

Berdasarkan tingkat ketidakjenuhannya yang dinyatakan dengan bilangan Iod (Iodine Value), maka minyak kelapa dapat dimasukkan ke dalam golongan

non drying oils, karena bilangan iod minyak tersebut berkisar antara 7,5 - 10,5.

Syarat mutu minyak kelapa ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Syarat Mutu Minyak Kelapa Berdasarkan SNI.01-2902-1992 Karakteristik Syarat Mutu Kadar Air (%) Maks. 0,5 Kadar Kotoran (%) Maks. 0,05 Bilangan Iod (mg Iod/100g

contoh)

Bilangan Peroksida (mg oksigen/g contoh)

Bilangan Penyabunan (mg KOH/g contoh)

8-10 Maks. 5 255-265

Asam Lemak Bebas (%) Maks. 5 Warna, Bau, Aroma Normal

B. Stearin Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaeis gunensis JACQ) termasuk dalam famili

Palmae dan terdiri dari beberapa jenis antar lain : tenera, dura dan psifera.

Jenis tanaman sawit yang banyak digunakan adalah jenis tenera yang merupakan persilangan antara jenis dura dan psifera. Jenis ini banyak

(24)

11

digunakan karena menghasilkan minyak yang lebih banyak daripada jenis lainnya.

Minyak sawit diperoleh dari lapisan serabut atau kulit buah melalui proses pengolahan yang disebut dengan minyak sawit mentah atau Crude Palm

Oil (CPO) yang berwarna kuning kecoklatan.

Stearin sawit merupakan fraksi minyak kelapa sawit yang berasal dari minyak sawit. Minyak sawit dapat dibuat dari mesokarp (Crude Palm Oil) ataupun dari kernel sawit (Kernel Palm Oil). Morfologi kelapa sawit ditampilkan pada Gambar 3.

1 4

2 5

3

Gambar 3. Morfologi Kelapa Sawit Keterangan 1. Eksokarp 2. Mesokarp 3. Kernel 4. Embrio 5. Endokarp

Minyak sawit terdiri dari fraksi olein dan fraksi stearin. Stearin merupakan fraksi yang lebih solid (padat), fraksi ini merupakan co-product yang diperoleh dari minyak sawit bersama-sama dengan olein. Stearin memiliki slip melting point (titik leleh) pada kisaran 46-56o C, sedangkan olein pada kisaran 13-23oC. Hal ini menunjukkan bahwa stearin yang memiliki

(25)

kamar (Pantzaris 1994). Menurut Choo dkk. (1994), fraksinasi minyak kelapa sawit menghasilkan stearin sebesar 20-30%. Fraksi olein berwarna merah sedangkan fraksi stearin berwarna kuning pucat. Warna merah pada olein disebabkan kandungan karotenoid yang terlarut di dalamnya sedangkan fraksi stearin hanya sedikit mengandung karotenoid. Komposisi asam lemak stearin kelapa sawit ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Asam Lemak Stearin Kelapa Sawit

Asam Lemak Atom C Komposisi dalam

Stearin Laurat C12:0 0,1 Miristat C14:0 1,3 Palmitat C16:0 55,2 Stearat C18:0 5,3 Oleat C18:1 29,5 Linoleat C18:2 8,0 Linolenat C18:3 0,2 Arakhidonat C20:0 0,3 Sumber : Bear-Roger dkk (2001)

Stearin pada umumnya digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan shortening, margarin, dan pasta (Ketaren, 2005). Hal ini didukung oleh sifat yang dimiliki stearin yaitu bersifat plastis. Hal utama yang menyebabkan stearin mempunyai sifat plastis dan beku pada suhu ruang adalah tingginya kandungan asam lemak palmitat pada stearin. Stearin memiliki slip melting

point pada kisaran 45oC-56oC, selain itu stearin sawit memenuhi persayaratan sebagai asam lemak yang digunakan sebagai bahan baku margarin yaitu mempunyai bilangan iod yang rendah, warna minyak seperti mentega, flavor minyak yang baik, dan asam lemak yang stabil (Ketaren, 2005).

(26)

13

Stearin sawit sebagai lemak padat yang digunakan dalam pembuatan harus melalui proses “pembersihan” terlebih dahulu. Tahap “pembersihan” meliputi pemurnian (refined), pemutihan (blanching), dan penghilangan bau (deodorized) ditambah dengan pendinginan (winterisation). Tahapan-tahapan tersebut dilakukan untuk menghasilkan lemak/minyak yang telah diisolasi dari sumbernya menjadi lebih bermutu dan berkualitas tinggi (Ketaren, 2005).

Buckle dkk (2009) menguraikan tujuan dari masing-masing proses RBD. Tujuan refining (pemurnian) adalah untuk menghilangkan asam lemak bebas (FFA), bahan-bahan resin, dan protein dari stearin sawit yang telah diisolasi.

Refined dilakukan dengan cara memberikan asam terlebih dahulu pada

minyak/lemak untuk menghilangkan bahan getah (gums) dan protein. Stearin sawit kemudian diaduk dengan larutan soda kaustik pada suhu minimum 25oC. Campuran stearin sawit dan soda kaustik kemudian didiamkan untuk kemudian dilakukan proses selanjutnya yaitu bleaching (pemutihan).

Bleaching (pemutihan) dilakukan untuk menghilangkan warna-warna

yang terdapat dalam stearin sawit sehingga menjadi berwarna cerah. Zat warna yang biasanya terdapat pada minyak/lemak yaitu karotenoid, klorofil, dan lainnya dihilangkan dengan menggunakan tanah pemucat (fuller’s earth) dan arang (charcoal). Pemutihan dengan bahan kimia yang bersifat mengoksidasi atau hidrogenasi juga dapat dilakukan tetapi beresiko akan merubah lemak/minyak tersebut.

Deodorisation (penghilangan bau) bertujuan untuk menghilangkan bau dan

citarasa sehingga stearin sawit bebas dari bau dan citarasa aslinya. Deodorisation (penghilangan bau) dilakukan dengan cara penguapan sehingga

(27)

bau dan citarasa perlu dikristalkan dengan cara membiarkan stearin sawit pada suhu rendah (winterization). Kristal yang terkumpul di dasar berarti banyak mengandung molekul yang berat. Syarat mutu RBD staearin sawit menurut SNI 01-0021-1998 yang paling utama adalah harus mempunyai kadar air maksimal sebesar 0,1%. dan mempunyai kadar asam lemak bebas maksimal 0,15%.

C. Interesterifikasi

Interesterifikasi adalah suatu reaksi dimana ester trigliserida atau ester trigliserida asam lemak diubah menjadi ester lain melalui reaksi dengan suatu alkohol (alkoholisis), asam lemak (asidolisis), dan transesterifikasi. Interesterifikasi meliputi penataan ulang atau randomisasi residu asil dalam triasilgliserol dan selanjutnya menghasilkan lemak atau minyak dengan sifat- sifat baru. Pada trigliserida, interesterifikasi dapat dilakukan dengan dua proses yaitu pertukaran intermolekuler dan intramolekuler. Interesterifikasi dapat terjadi dengan adanya katalis kimia (interesterifikasi kimia) atau dengan adanya biokatalis enzim (interesterifikasi enzimatik). Interesterifikasi kimia menghasilkan suatu randomisasi gugus asil dalam trigliserida. Interesterifikasi dapat terjadi tanpa menggunakan katalis, namun membutuhkan temperatur yang sangat tinggi, pencapaian kesetimbangan lamban, trigliserida akan mengalami dekomposisi dan polimerisasi serta banyak menghasilkan asam lemak bebas.

Interesterifikasi kimia menghasilkan suatu randomisasi gugus asil dalam trigliserida. Interesterifikasi dapat terjadi tanpa menggunakan katalis, namun

(28)

15

membutuhkan temperatur yang sangat tinggi, pencapaian kesetimbangan lamban, trigliserida akan mengalami dekomposisi dan polimerisasi serta banyak menghasilkan asam lemak bebas. Suhu yang dibutuhkan terjadinya interesterifikasi tanpa katalis mencapai 300C bahkan lebih tinggi. Untuk itu digunakan katalis yang dapat mempercepat reaksi dan merendahkan temperatur.

Sedangkan intesterifikasi enzimatik sering menggunakan enzim lipase untuk mengkatalisisnya. Enzim yang terutama dihasilkan dari bakteri, khamir, dan fungi ini mengkatalisis hidrolisa triasilgliserol, diasilgliserol, dan asam lemak bebas. Sifat dari enzim dapat efektif jika prosedur dan kondisi reaksi benar terjaga. Keuntungan lipase dibandingkan katalis kimia, yaitu enzim dapat terurai di dalam sehingga tidak merusak lingkungan, enzim berfungsi pada kondisi reaksi yang rendah. Namun reaksinya sulit dikontrol dan biayanya tinggi (Barus, 2009).

D. Proses Pembuatan Lemak Margarin

Lemak pada margarin pada umumnya berasal campuran lemak dan minyak dari lemak nabati. Jumlah kandungan lemak nabati pada margarin biasanya tidak kurang dari 80% dan juga mengandung air yang tidak lebih dari

20%. Minyak nabati yang digunakan juga beraneka ragam, tapi para produsen margarin di Indonesia pada umumnya menggunakan Palm Oil atau minyak sawit sebagai bahan baku utama. Namun dalam proses pembuatannya dapat ditambahkan minyak nabati lain seperti soy bean oil atau minyak kedelai,

coconut oil atau minyak kelapa. Proporsi minyak nabati lain sangat kecil

(29)

pencampuran - pendinginan. Pencampuran bertujuan untuk menghomogenkan fase lemak dengan fase minyak pada suhu 800C tekanan 1-5 atm. Pencampuran merupakan tahapan yang penting dalam proses selanjutnya. Kehalusan dispersi antar fase pada dasarnya dipengaruhi oleh pengadukan mekanis dan stabilisator emulsi. Pendinginan emulsi pada pembuatan lemak margarin termasuk dalam kategori pendinginan kejutan dan pemadatan yang cepat. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghasilkan campuran yang baik untuk memisahkan padatan sehingga dapat membantu meningkatkan stabilitas dari lemak margarin. Untuk mempercepat proses pencampuran dapat dilakukan proses interesterifikasi dengan menambahan katalis kimia (misalnya NaoH atau NaOCH) atau katalis alami (enzim lipase).

Katalis yang dipakai dalam penelitian ini adalah natrium etoksida (C2H5ONa) 0,2%. Katalis natrium etoksida dengan konsentrasi 0,2% telah

banyak digunakan dalam pembuatan lemak margarin. Pemilihan natrium etoksida sebagai katalis didasarkan pada alasan penggunaan yang lebih sedikit (dibanding katalis lain seperti NaOH atau NaOCH yang dapat mencapai konsentrasi 2%); serta pembentukan etil ester pada trigliserida (penggunaan NaOH atau NaOCH membentuk metil ester). Etil ester yang dihasilkan memiliki kelebihan dibanding metil ester, yaitu stabilitas oksidasi yang lebih tinggi, bilangan iodin yang lebih rendah, dan tekstur yang lebih homogen, selain itu etil ester juga memiliki melting point lebih rendah (Ramayana, 2003; Ginsu, 2016).

(30)

17

E. Variabel Pengamatan 1. Kadar Air

Kadar air merupakan kandungan air yang terkandung dalam bahan. Air merupakan salah satu unsur penting dalam bahan pangan, meskipun bukan sumber nutrient namun keberadaannya sangat esensial dalam kelangsungan proses biokimiawi organisme hidup (Lestari, 2010).

Pengendalian kadar air pada margarin sangat penting, terutama karena margarin dibuat tanpa melalui proses sterilisasi dan pasteurisasi, sehingga tingginya kadar air akan mengakibatkan aktivitas mikrobiologi. Kadar air yang tinggi, baik yang terkandung pada minyak ataupun pada bahan pangan yang akan diolah dengan minyak mengakibatkan semakin banyak terbentuknya asam lemak bebas. Kandungan asam lemak bebas yang berlebihan pada minyak mengakibatkan mutu minyak tersebut menjadi buruk, begitupula bahan makanan yang kelak akan diolah bersama minyak tersebut (Kumalasari, 2012).

2. Bilangan Asam Lemak

Penentuan asam lemak dapat dipergunakan untuk mengetahui kualitas dari minyak atau lemak, hal ini dikarenakan bilangan asam dapat dipergunakan untuk mengukur dan mengetahui jumlah asam lemak bebas dalam suatu bahan atau sampel.

Semakin besar angka asam maka dapat diartikan kandungan asam lemak bebas dalam margarin semakin tinggi, besarnya asam lemak bebas yang terkandung dalam sampel dapat diakibatkan dari proses hidrolisis ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik.

(31)

jenis lemak dan minyak yang digunakan. Kadar asam lemak bebas dalam minyak kelapa sawit, biasanya hanya dibawah 1%. Lemak dengan kadar asam lemak bebas lebih besar dari 1%, jika dicicipi akan terasa pada permukaan lidah dan tidak berbau tengik, namun intensitasnya tidak bertambah dengan bertambahnya jumlah asam lemak bebas. Asam lemak bebas, walaupun berada dalam jumlah kecil mengakibatkan rasa tidak lezat pada margarin. Asam lemak bebas terbentuk karena proses oksidasi, dan hidrolisa enzim selama pengolahan dan penyimpanan. Dalam bahan pangan, asam lemak dengan kadar lebih besar dari berat lemak akan mengakibatkan rasa yang tidak diinginkan dan kadang- kadang dapat meracuni tubuh.

3. Bilangan Peroksida

Bilangan peroksida adalah indeks jumlah lemak atau minyak yang telah mengalami oksidasi. Angka peroksida sangat penting untuk identifikasi tingkat oksidasi minyak. Minyak yang mengandung asam- asam lemak tidak jenuh dapat teroksidasi oleh oksigen yang menghasilkan suatu senyawa peroksida. Bilangan peroksida sebagai jumlah asam lemak teroksidasi ditentukan berdasarkan jumlah iodine (I2) yang terbentuk dari reaksi peroksida dalam minyak dengan ion

Iodine (I-) yang sebanding dengan kadar peroksida sampel (Sudarmadji, 1996). Peroksida terbentuk pada tahap inisiasi oksidasi, pada tahap ini hidrogen diambil dari senyawa oleofin menghasikan radikal bebas. Radikal bebas yang terbentuk bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksida, selanjutnya dapat mengambil hidrogen dari molekul tak jenuh lain menghasilkan peroksida

(32)

19

dan radikal bebas yang baru. Bilangan peroksida didefinisikan sebagai jumlah meq peroksida dalam setiap 1000 gram (1 kg) minyak atau lemak. Bilangan peroksida menunjukkan derajat kerusakan pada margarin. Asam lemak tak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya membentuk peroksida dan selanjutnya terbentuk aldehid, hal inilah yang menyebabkan bau dan rasa tidak enak serta ketengikan margarin. Semakin besar nilai bilangan peroksida berarti semakin banyak peroksida yang terdapat pada sampel (Sudarmadjji,

1996).

4. Bilangan Iod

Bilangan iodium mencerminkan ketidakjenuhan asam lemak penyusun minyak dan lemak. Asam lemak tak jenuh mampu mengikat iod dan membentuk senyawaan yang jenuh. Banyaknya iod yang diikat menunjukkan banyaknya ikatan rangkap. Lemak yang tidak jenuh dengan mudah dapat bersatu dengan iodium (dua atom iodium ditambahkan pada setiap ikatan rangkap dalam lemak). Semakin banyak iodium yang digunakan semakin tinggi derajat ketidakjenuhan. Biasanya semakin tinggi titik cair semakin rendah kadar asam lemak tidak jenuh dan demikian pula derajat ketidakjenuhan (bilangan iodium) dari lemak bersangkutan. Asam lemak januh biasanya padat dan asam lemak tidak jenuh adalah cair, karenanya semakin tinggi bilangan iodium semakin tidak jenuh dan semakin lunak margarin tersebut (Panggabean, 2009).

5.Slip Melting Point

Slip Melting Point atau biasa disebut titik leleh merupakan keadaan atau

(33)

pada trigliserida. Asam lemak berantai pendek memiliki titik leleh yang lebih rendah dibandingkan asam lemak berantai panjang. Semakin banyak ikatan rangkap maka Melting Point semakin rendah (Haryanti, 1999).

6.Solid Fat Content

Solid Fat Content merupakan parameter analisis yang menentukan

banyaknya jumlah lemak yang berbentuk padat pada temperatur tertentu. Solid

Fat Content merupakan perbandingan jumlah proton yang terdeteksi pada zat

padat atau cair. Kandungan lemak padat dapat ditentukan sesuai metode AOCS menggunakan nuclear magnetic resonance (NMR) (AOCS, 1997).

Menurut O’Brien (2004) menyatakan bahwa suhu observasi SFC untuk produk shortening pada suhu 100C mengindikasikan konsistensi produk pada saat adonan mengalami proses retarding. SFC pada suhu 26,70C mengindikasikan ketahanan produk selama proses pengadukan adonan dan SFC pada suhu observasi 400C akan menunjukkan resistensi produk pada penyimpanan suhu tinggi.

(34)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan November 2018 di Laboratorium PT Bonanza Megah Kawasan Industri Terboyo Blok N-3.dan Laboratorium Kimia Rekayasa Pangan dan Hasil Pertanian Universitas Semarang, Jalan Arteri Soekarno-Hatta Tlogosari, Semarang.

B. Alat dan Bahan

Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari PT Bonanza . Bahan baku yang digunakan untuk penelitian antara lain minyak kelapa, Refined Bleached Deodorize Stearin, natrium etoksida, dan asam sitrat.

Alat yang digunakan pada proses pembuatan margarin antara lain, beaker

glass, pengaduk, gelas arloji, neraca digital, corong pisah, spatula, termometer, hot plate, magnetic stirrer, dan mixer.

C. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan dengan perlakuan sebagai berikut:

F1= 10% minyak kelapa : 90% RBD stearin sawit F2= 20% minyak kelapa : 80% RBD stearin sawit F3= 30% minyak kelapa : 70% RBD stearin sawit F4= 40% minyak kelapa : 60% RBD stearin sawit F5= 50% minyak kelapa : 50% RBD stearin sawit

(35)

peroksida, kadar air, bilangan Iod, Slip Melting Point, dan Solid Fat Content. Data statistik dianalisa dengan menggunakan metode ANOVA, bila terjadi perbedaan dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan (DMRT) pada taraf 5% untuk mengetahui perbedaan masing-masing taraf perlakuan.

D. Prosedur Penelitian

Proses pembuatan lemak margarin dengan metode interesterifikasi dilakukan menurut Petruskaite dkk dalam Mariati (2001) dengan modifikasi.. Penelitian diawali dengan penyiapan bahan baku meliputi stearin sawit, minyak kelapa, natrium etoksida, dan asam sitrat. Minyak kelapa dan RBD stearin sawit ditimbang sesuai dengan proporsi perlakuan yang digunakan dengan ketentuan berat keseluruhan (basis) 200 gram. Minyak kelapa dan stearin sawit unruk setiap perlakuan adalah sebagai berikut : F1= minyak kelapa : RBD stearin sawit (20gram : 180gram); F2= minyak kelapa : RBD stearin sawit (40gram : 160gram); F3= minyak kelapa : RBD stearin sawit (60gram : 140gram); F4= minyak kelapa : RBD stearin sawit (80gram :

120gram); F5= minyak kelapa : RBD stearin sawit (100gram : 100gram). Sebanyak 200 gram gabungan proporsi minyak kelapa dan RBD stearin sawit dimasukkan ke dalam beaker glass yang telah dilengkapi dengan termometer. Kemudian ditambahkan natrium etoksida sebagai katalis untuk mempercepat proses reaksi sebanyak 0,2%, pada tahap ini disebut sebagai tahap interesterifikasi. Lalu beaker glass dipanaskan pada ± 90oC selama

±90 menit sambil terus diaduk. Lalu ditambahkan asam sitrat 20% sebanyak 20 ml yang berfungsi untuk menginaktifkan katalis apabila kesetimbangan

(36)

23

sudah tercapai. Pengadukan masih terus dilakukan selama ± 15 menit. Kemudian dilakukan pemisahan dengan corong pisah dan diambil lapisan atas yang terbentuk. Dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Diagram alir penelitian ditampilkan pada Gambar 4.

(37)

F1= minyak kelapa 10% : RBD stearin sawit 90; F2= minyak kelapa 20% : RBD stearin sawit 80%; F3= minyak kelapa 30% : RBD stearin sawit 70%; F4= minyak kelapa 40% : RBD stearin sawit 60%; F5= minyak kelapa 50% : RBD stearin sawit 50%. Asam sitrat 20% 20 ml (Basis 200 g) Penimbangan bahan Pencampuran dalam beaker glass Pemanasan dan pengadukan hingga homogen (90 menit, 90oC) Natrium etoksida 0.2% Pengadukan (± 15 menit) Pemisahan Residu (lapisan bawah) Lemak Margarin (lapisan atas) 70g Analisis :

1. Free Fatty Acid (FFA)

2. Bilangan Peroksida 3. Solid Fat Content (SFC)

4. Slip Melting Point (SMP)

5. Kadar Air 6. Bilangan Iod

(38)

25

E. Tahapan Pengujian ( Asam Lemak Bebas, Bilangan Peroksida, Kadar Air, Bilangan Iod, Slip Melting Point dan Solid Fat Content)

1. Uji Asam Lemak Bebas

Pembuatan larutan KOH 0,1 N. Ditimbang 2,805 gram padatan KOH kemudian dilarutkan dalam aquades di dalam labu takar 500 ml hingga mencapai batas. Pembuatan indikator PP, ditimbang 0,5 gram PP kemudian dilarutkan dalam 100 ml etanol 95%. Pembuatan Alkohol Netral yaitu dengan dimasukkan alkohol 95% ke dalam beaker glass, lalu diteteskan 3 tetes indikator PP kemudian ditambahkan larutan KOH 0,1 N hingga pH 7 dengan warna sedikit merah muda.

Ditimbang 25 gram sampel margarin ke dalam erlenmeyer 250 ml kemudian ditambahkan 50 ml alkohol netral 95%. Dipanaskan di atas hot

plate stirrer lalu ditambahkan 50 ml alkohol netral 95% dengan suhu 700C selama 10 menit kemudian didinginkan. Ditambahkan indikator PP 3 tetes kemudian titrasi dengan larutan KOH 0,1 N hingga berubah warna menjadi merah muda yang tidak hilang selama 15 detik, dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali.

Asam lemak bebas =

2. Uji Bilangan Peroksida (Farihah, 2002)

Pembuatan larutan bilangan peroksida terdiri dari asam asetat glasial (CH3COOH 1%) dan Chloroform (CHCl3) dengan perbandingan

3:2. 600 ml asam asetat glasial dimasukkan ke dalam botol berwarna gelap dan ditambahkan 400 ml chloroform. Pembuatan KI jenuh, ditambahkan kristal KI ke dalam labu takar dengan pelarut aquades. Pembuatan Natrium

(39)

dalam labu takar 250 ml tambahkan aquades sampai tanda batas. Pembuatan amilum 1%, 1 gram serbuk amilum dilarutkan ke dalam aquades 100 ml, lalu dipanaskan hingga mendidih dan diaduk. Larutan amilum dibuat beberapa saat sebelum dilakukan titrasi untuk mencegah rusaknya amilum

Analisa bilangan peroksida, sampel ditimbang 5 gram di Erlenmeyer, dipanaskan hingga meleleh, lalu ditambahkan larutan bilangan peroksida 30 ml, ditambahkan larutan KI 0,5 ml kocok hingga homogen dalam keadaan erlenmeyer tertutup, ditambahkan aquades lalu titrasi dengan Na2SO3 sampai warna biru hilang dan catat hasilnya,

dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali.

( )

Bilangan peroksida =

3. Uji Kadar Air (Astuti, 2010)

Cawan alumunium kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 10 menit kemudian ditimbang ( a gram ). Sampel 5 gram dimasukkan dalam cawan yang sudah diketahui berat awalnya. Cawan, isi dan tutupnya dimasukkan ke dalam oven bersuhu 1050C selama 3 jam sampai beratnya konstan. Selanjutnya cawan, isi dan tutup didinginkan dalam desikator selama 10 menit dan ditimbang (b gram). Perhitungan kadar air dapat dilakukan dengan basis basah dengan rumus:

( )

(40)

27

Keterangan:

% bb = kadar air / bahan basah a = berat cawan (g)

b = berat cawan dan sampel akhir (g) c = berat sampel awal (g)

4. Uji Bilangan Iod (Ioidne Value)

Disiapkan larutan standar Natrium Thiosulfat 0,1 N; larutan KI 10%; indikator Amilum 1%, larutan kloroform; larutan Wijs pa dan aquades. Sampel dicarikan dengan aquades dalam beaker glass hingga 100 ml. Lalu ditanbahkan larutan kloroform 10 ml, larutan Wijs 10 ml, ditutup dan dihomogenkan, ditambahkan 10 ml larutan KI 10% dan aquades 30 ml dan dihomogenkan. Sampael dititrasi dengan larutan standar Natrium Thiosulfat 0,1 N hingga berawarna kuning muda, lalu ditambahkan indikator amilum 1% sebanyak 2 pipet, lalu dititrasi lagi hingga warna biru

hilang. Dicatat hasil dan diulang 3 kali.

( )

Iodine Value = x 12,691

5. Uji Slip Melting Point

Sampel dipanaskan hingga 1300C, dan dicelupkan pipa kapiler ke dalam sampel dan berisi 1 cm. ditutup salah satu ujung dengan dipanaskan pada lampu spirtus. Sampel disimpan di dalam lemari es (4-100 C) selama 3 jam. Pipa kapiler dikaitkan di termometer dengan menggunakan karet gelang, pipa kapiler dimasukkan pada penangas air, lalu dimasukkan pada

beaker glass dengan menggunakan hot plate stirrer. Kenaikan suhu diatur

(41)

pengulangan.

6. Uji Solid Fat Content (SFC)

Sampel dipanaskan pada suhu 800C hingga mencair. Lalu dimasukkan ke dalam tabung NMR dengan ketinggian 2 cm. Sampel dipertahankan pada suhu 600C selama 5 menit. Selanjutnya sampel didiamkan pada water bath dengan suhu 00C selama 60 menit. Sampel selanjutnya didiamkan pada suhu observasi yang telah ditentukan yaitu 100C, 200C, 300C dan 400C selama 30 menit. Sampel kemudian dipindahkan ke alat spektrofotometri NMR dengan segera diujikan. Baca hasil analisa pada monitor. Diulang sebanyak tiga kali dan catat hasilnya.

(42)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Free Fatty Acid (FFA)

Kandungan Free Fatty Acid (FFA) lemak margarin yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah 0,070 mg/100 g – 0,250 mg/100 g. Kandungan

Free Fatty Acid lemak margarin ditampilkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Free Fatty Acid (FFA) Lemak Margarin

Perlakuan Free Fatty Acid (mg/100 g)*

F1 0,250±0,020b

F2 0,220±0,036b F3 0,186±0,040b F4 0,113±0,059a F5 0,070±0,110a

*) Notasi dengan huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05).

Berdasarkan analisis sidik ragam terdapat pengaruh perlakuan (p<0,05) pada kandungan Free Fatty Acid (FFA) lemak margarin, dan setelah dilakukan uji lanjut DMRT terdapat beda nyata. F1 berbeda nyata dengan F3, F4, dan F5, tetapi tidak berbeda nyata dengan F2; F2 berbeda nyata dengan F3, F4, dan F5, dan F1; F3 berbeda nyata dengan F1 dan F2 tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan F4 dan F5; F4 berbeda nyata dengan F1 dan F2 tetapi tidak berbeda nyata dengan F3 dan F5; F5 berbeda nyata dengan F1dan F2 tetapi tidak berbeda nyata dengan F3 dan F5. FFA lemak margarin ditampilkan pada Gambar 5.

(43)

FF A (M g/100 g )

FFA

0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 F1 F2 F3 F4 F5 Perlakuan

Gambar 5. Free Fatty Acid (FFA) Lemak Margarin

Berdasarkan Gambar 5. F1 mempunyai nilai FFA tertinggi dengan 0,250 mg/100 g; lalu diikuti oleh F2 dengan 0,220 mg/100g; F3 dengan 0,186 mg/100 g, lalu oleh F4 dengan 0,113 mg/100g. F5 mempunyai kadar FFA terendah dengan 0,070 mg/100g.

Asam lemak, bersama-sama dengan gliserol, merupakan penyusun utama minyak nabati. Asam lemak bisa berbentuk bebas karena hidrolisis ataupun oksidasi. Kemudian pada saat diolah atau disimpan lebih lanjut asam lemak bebas akan membentuk asam lemak trans dan radikal bebas.

Semakin banyak kandungan RBD stearin dalam lemak margarin semakin tinggi nilai FFA. Hal ini diduga karena kandungan asam lemak jenuh yang tinggi pada RBD stearin sawit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lawson (2005) bahwa minyak kelapa dengan kandungan asam lauratnya yang dominan mengakibatkan minyak kelapa memiliki ketahanan yang tinggi terhadap perubahan oksidatif sehingga minyak kelapa pada umumnya digunakan sebagai

(44)

31

minyak penyemprot (spray oil) untuk produk biskuit untuk meningkatkan masa simpan.

FFA dalam penelitian ini berkorelasi positif dengan bilangan peroksida. Pembentukan FFA lemak margarin dalam penelitian ini disebabkan oleh oksidasi yang membentuk peroksida sebagai produk awal sebelum memecah trigliserida menjadi FFA (Ketaren, 2005)

B. Bilangan Peroksida

Bilangan peroksida lemak margarin yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah 0,473 mEq peroksida/kg -0,910 mEq peroksida/kg. Kandungan peroksida lemak margarin ditampilkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Bilangan Peroksida Lemak Margarin

Perlakuan Peroksida (mEq peroksida/kg)*

F1 0,830±0,010e

F2 0,720±0,017d F3 0,606±0,057c F4 0,910±0,000b F5 0,473±0,057a

*) Notasi dengan huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05).

Berdasarkan analisis sidik ragam terdapat pengaruh perlakuan (p<0,05) pada kandungan peroksida lemak margarin, dan setelah dilakukan uji lanjut DMRT terdapat beda nyata antar perlakuan. F1, F2, F3, F4 dan F5 berbeda nyata satu sama lain. Kadar peroksida lemak margarin ditampilkan pada Gambar 6.

(45)

Pe ro ks id a (mg .Q E/100 g )

Bilangan Peroksida

1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 F1 F2 F3 F4 F5 Perlakuan

Gambar 6. Bilangan Peroksida

Berdasarkan Gambar 6. F4 mempunyai kandungan peroksida tertinggi dengan 0,910 mEq peroksida/kg lalu diikuti oleh F1 dengan 0,830 mEq peroksida/kg; F2 dengan 0,720 mEq peroksida/kg, lalu oleh F3 dengan 0,606 mEq peroksida/kg. F5 mempunyai kadar peroksida terendah dengan 0,473 mEq peroksida/kg.

Bilangan peroksida merupakan indikator tingkat kerusakan suatu produk. Semakin tinggi bilangan peroksida maka semakin tinggi tingkat kerusakan suatu produk. Bilangan peroksida sangat berhubungan dengan dengan reaksi autooksidasi. Reaksi autooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas yang dipercepat oleh faktor cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logam berat, dan enzim lipoksidase (Ketaren, 2005).

Semakin tinggi kandungan minyak kelapa, bilangan peroksida cenderung semakin menurun. Pada pelakuan F4 didapatkan nilai bilangan peroksida paling tinggi sebesar 0,910 mEq peroksida/kg, hal ini diduga karena senyawa antioksidan pada minyak kelapa dalam berperan dalam pencegahan

(46)

33

pembentukan senyawa peroksida. Hal ini sesuai dengan Wicaksono (2017) yang menyatakan bahwa minyak kelapa mengandung polifenol, dan bakteri asam laktat yang memiliki kemampuan sebagai antioksidan. Senyawa antioksidan pada pada minyak kelapa akan secara cepat memberikan atom hidrogen pada radikal lemak sehingga berubah menjadi senyawa yang lebih stabil. Stearin yang dihasilkan dari minyak kelapa sawit yang telah mengalami proses refined bleaching, dan deodorisation yang melibatkan panas diduga mengurangi senyawa antioksidan yang ada pada stearin. Seperti diketahui, minyak kelapa sawit murni mengandung pula banyak senyawa antioksidan seperti senyawa fenol dan flavonoid. Fraksi olein berkemungkinan lebih besar dalam menghambat terbentuknya bilangan peroksida pada lemak margarin hal ini karena aktivitas antioksidan olein mencapai 294.567 AEAC dibandingkan dengan stearin dengan 135.734 AEAC (Rismawati, 2011).

Hal ini sesuai dengan Adimulyo (2011) yang menyatakan bahwa rendahnya nilai bilangan peroksida pada lemak margarin yang mengandung minyak sawit disebabkan karena minyak kelapa mempunyai ketahanan oksidatif yang tinggi. Lebih lanjut Adimulyo (2011) menyatakan bahwa bilangan peroksida sendiri hanya menunjukkan proses awal (inisiasi) pada proses oksidasi lemak sebelum asam lemak berubah menjadi asam lemak bebas.

C. Solid Fat Content (SFC)

Kandungan Solid Fat Content (SFC) lemak margarin yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah 4,100%-12,160%. Kandungan SFC lemak margarin ditampilkan pada Tabel 6.

(47)

SF

C

(

%

)

Tabel 6. Solid Fat Content (SFC) Lemak Margarin

Perlakuan Solid Fat Content (%)*

F1 12,160±0,010e

F2 9,330±0,010d

F3 7,243±0,057c F4 5,840±0,020b

F5 4,100±0,010a

*) Notasi dengan huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05).

Berdasarkan analisis sidik ragam terdapat pengaruh perlakuan (p<0,05) pada kandungan peroksida lemak margarin, dan setelah dilakukan uji lanjut DMRT terdapat beda nyata antar perlakuan. F1, F2, F3, F4 dan F5 berbeda nyata satu sama lain. SFC lemak margarin ditampilkan pada Gambar 7.

SFC

15 10 5 0 F1 F2 F3 F4 F5 Perlakuan

Gambar 7. Solid Fat Content (SFC) Lemak Margarin

Berdasarkan Gambar 7. F1 mempunyai SFC tertinggi dengan 12,160% lalu diikuti oleh F2 dengan 9,330%; F3 dengan 7,243%, lalu oleh F3 dengan 5,840%. F5 mempunyai SFC terendah dengan 4,100%.

SFC (Solid Fat Content) merupakan sifat fisik yang menjelaskan jumlah fraksi padatan dalam minyak/lemak pada suhu tertentu yang mempengaruhi

(48)

35

sifat fisik seperti kemampuan oles, konsistensi, stabilitas, dan pengaruh sifat sensorik (Ketaren, 2005).

Semakin sedikit stearin sawit yang ditambahkan semakin menurun kadar SFC yang terukur hal ini karena kandungan lemak dan perbedaan komponen asam lemak yang ada pada minyak kelapa dan RBD stearin sawit. RBD stearin sawit mempunyai rentang asam lemak yang lebar dan bervariatif. Kandungan asam lemak palmitat sebagai asam lemak jenuh utama dalam RBD stearin sawit mencapai 47%-74%, rentang yang cukup besar dibandingkan dengan kandungan asam laurat minyak kelapa sebagai asan lemak jenuh utama sebesar 45,9% - 50,3%. Kandungan asam lemak tak jenuh utama minyak kelapa yaitu asam oleat sebesar 5,4% - 7,4%. Kandungan asam oleat pada RBD sawit sebagai asam lemak tak jenuh utama mencapai 15.6% - 37% (Canapi dkk, 2005; Basiron, 2005). Hal ini menyebabkan kandungan lemak padat (SFC) banyak terukur pada lemak margarin yang 90% nya adalah stearin sawit (F1).

D. Bilangan Iod

Kandungan iod lemak margarin yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah 40,200%-51,603%. Kadar iod lemak margarin ditampilkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Bilangan Iod Lemak Margarin

Perlakuan Iod (%)* F1 40,200±0,030a F2 43,203±0,176b F3 45,710±0,010c F4 48,400±0,010d F5 51,603±0,057e

*) Notasi dengan huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05).

(49)

IO

D

terhadap kadar iod lemak margarin, dan setelah dilakukan uji lanjut DMRT terdapat beda nyata antar perlakuan. F1, F2, F2, F4, dan F5 berbeda nyata satu sama lain. Kadar iod lemak margarin ditampilkan pada Gambar 8.

Bilangan Iod

60 50 40 30 20 10 0 F1 F2 F3 F4 F5 Perlakuan

Gambar 8. Bilangan Iod Lemak Margarin

Berdasarkan Gambar 8, F5 mempunyai bilangan iod tertinggi dengan 51,603% lalu diikuti oleh F4 dengan 48,400%; F3 dengan 45,710%, lalu oleh F2 dengan 43,203%. F1 mempunyai SFC terendah dengan 40,200%.

Bilangan iod merupakan nilai yang menunjukkan ketidakjenuhan suatu minyak/lemak. Prinsip analisis bilangan iod adalah kemampuan asam lemak tidak jenuh dalam menyerap sejumlah iod. Besarnya jumlah yang diserap menunjukkan banyaknya ikatan rangkap atau ikatan tidak jenuh. Bilangan iod dinyatakan sebagai jumlah gram iod yang diserap oleh 100 gram minyak atau lemak (Basiron, 2005).

(50)

37

Semakin sedikit kandungan RBD stearin dalam lemak margarin semakin rendah bilangan iod yang terukur. Hal ini karena RBD stearin banyak mengandung asam lemak jenuh. Semakin rendah bilangan iod semakin tinggi kandungan asam lemak jenuh bahwa sehingga tampilan fisiknya semakin padat (Weiss dalam Adimulyo, 2011).

Bilangan iod berkorelasi negatif dengan Slip Melting Point (SMP). Minyak/lemak yang mempunyai bilangan iod yang rendah mempunyai SMP yang tinggi. Hal ini karena minyak/lemak dengan bilangan iod rendah banyak mengandung asam lemak jenuh sehingga biasanya mempunyai Slip Melting

Point diatas 40oC dan tidak mudah untuk dicerna oleh tubuh.

E. Slip Melting Point (SMP)

Temperatur Slip Melting Point (SMP) lemak margarin dalam penelitian ini adalah 36,367oC – 48,467oC. Temperatur SMP lemak margarin ditampilkan pada Tabel 8.

Tabel 8. Slip Melting Point (SMP) Lemak Margarin

Perlakuan SMP (oC)* F1 48,4±0,231e F2 45,2±0,231d F3 43,4±0,173c F4 40,3±0,153b F5 36,3±0,153a

*)Notasi dengan huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05).

Berdasarkan analisis sidik ragam terdapat pengaruh perlakuan (p<0,05) pada kandungan peroksida lemak margarin, dan setelah dilakukan uji lanjut DMRT terdapat beda nyata antar perlakuan. F1, F2, F3, F4 dan F5 berbeda nyata satu sama lain. SFC lemak margarin ditampilkan pada Gambar 8.

(51)

SMP ( OC)

SMP

50 40 30 20 10 0 F1 F2 F3 F4 F5 Perlakuan

Gambar 9. Slip Melting Point (SMP) Margarin

Berdasarkan Gambar 9, F1 mempunyai temperatur SMP tertinggi dengan 48.4 oC lalu diikuti oleh F2 dengan 45.2 oC; F3 dengan 43.4oC lalu oleh F4 dengan 40.3 oC . F5 mempunyai SFC terendah dengan 36.3 oC.

Slip melting point (SMP) menunjukkan suhu dimana lemak margarin

akan berubah wujudnya dari bentuk plastis menjadi cair kembali. Menurut Ketaren (2005), slip melting point digunakan untuk pengenalan minyak dan lemak serta pengaruh kehadiran komponen-komponennya.

Semakin sedikit kandungan RBD stearin sawit nilai SMP juga semakin menurun. Hal ini diduga titik cair (SMP) minyak kelapa lebih rendah daripada titik cair RBD stearin sawit. SMP minyak kelapa berkisar antara 24 oC-26oC, sedangkan titik cair (SMP) RBD stearin sawit berkisar antara 44,5oC-56,2oC. Perbedaan titik cair minyak kelapa dan RBD stearin sawit disebabkan karena setiap asam lemak murni memiliki titik cair spesifik. Minyak dan lemak merupakan campuran dari berbagai jenis asam lemak berupa trigliserida. Komponen asam lemak utama minyak kelapa adalah asam laurat

(52)

39

(45,9%-50,2%), kemudian asam miristat, dan asam palmitat, ketiganya merupakan asam lemak jenuh. Asam lemak tak jenuh dalam minyak kelapa terutama adalah asam oleat (5,4% - 7,4%) (Canapi dkk, 2005).

Buckle dkk (2009) menyatakan bahwa setiap kristal-kristal asam lemak mempunyai titik cair (SMP) yang berbeda-beda yang disebabkan karena heterogenitas dan perbedaan susunan polimorfik kristal lemak. Pendinginan lemak cair secara cepat akan menghasilkan kristal heterogen dari campuran trigliserida yang mencair pada suhu lebih rendah daripada kristal lemak yang homogen. Trigliserida murni dapat menunjukkan polimorfisme yaitu memiliki beberapa bentuk kristal. Masing-masing bentuk ditandai dengan titik cair, berat jenis, panas laten dan stabilitasnya masing-masing.

Menurut Lawson (2005), faktor-faktor yang penting dalam menentukan titik cair dan melting behaviour dari suatu produk antara lain; (1) rata-rata panjang asam lemak dimana semakin panjang rantai maka titik cairnya akan semakin tinggi, (2) posisi asam lemak pada molekul gliserol juga mempengaruhi titik cair, (3) proporsi relatif asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh dimana semakin tinggi proporsi asam lemak tidak jenuh, maka titik cairnya akan semakin rendah, (4) teknik proses seperti derajat hidrogenasi dan winterisasi. Ketaren (2005) juga menyebutkan bahwa struktur asam lemaknya akan mempengaruhi titik cair, dimana asam lemak yang berstruktur trans akan mempunyai titik cair yang lebih tinggi daripada yang berstruktur cis.

F. Kadar Air

Kadar air lemak margarin dalam penelitian ini adalah 13,833% – 17,413%. Kadar air lemak margarin ditampilkan pada Tabel 9.

(53)

A IR ( % ) Perlakuan Air (%)* F1 13,833±0,491a F2 14,966±0,477b F3 16,020±0,436c F4 16,853±0,577cd F5 17,413±0,453d

*) Notasi dengan huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05).

Berdasarkan analisis sidik ragam terdapat pengaruh perlakuan (p<0,05) pada kandungan peroksida lemak margarin, dan setelah dilakukan uji lanjut DMRT terdapat beda nyata. F1 berbeda nyata dengan seluruh perlakuan. F2 berbeda nyata dengan seluruh perlakuan. F3 berbeda nyata dengan F1, F2, dan F5 tetapi tidak berbeda nyata dengan F4, F4 berbeda nyata dengan F1 dan F2 tetapi tidak berbeda nyata dengan F3 dan F5. Kadar air lemak margarin ditampilkan pada Gambar 10.

Kadar Air

20 15 10 5 0 F1 F2 F3 F4 F5 Perlakuan

Gambar 10. Kadar Air Lemak Margarin

Berdasarkan Gambar 10. F5 mempunyai kadar air tertinggi dengan 17.413% lalu diikuti oleh F4 dengan 16.863%; F3 dengan 16.020%, lalu oleh F2 dengan 14.966%. F1 mempunyai kadar air terendah dengan 13.933%

(54)

41

Semakin banyak minyak kelapa yang terkandung dalam lemak margarin semakin banyak kadar air yang terukur. Hal ini diduga karena minyak kelapa yang digunakan mengandung banyak air. Diduga pada rasio minyak kelapa dan RBD stearin sawit (50:50) mampu menghasilkan kadar air yang tinggi pada lemak margarin.

Kenaikan kadar air pada lemak/minyak dikarenakan pada proses pengolahan dari bahan baku dan penyimpanan minyak sendiri yang terkena kelembapan udara, atau karena adanya reaksi oksidasi. Selama proses oksidasi terjadi, akan terbentuk gas CO2, senyawa volatil, dan sejumlah kecil molekul

air.

Standar mutu kadar air margarin adalah maksimal mengandung kadar air maksimal 18%. Kadar air margarin yang dihasilkan oleh margarin dalam penelitian ini telah memenuhi standar mutu margarin yang ditetapkan.

G. Korelasi Antar Variabel

Korelasi (correlations) adalah analisis yang dilakukan untuk mengGambarkan ada atau tidaknya hubungan linear positif maupun negative antara variabel. Apabila terdapat hubungan maka perubahan-perubahan yang terjadi pada salah satu variabel X akan mengakibatkan terjadinya perubahan yang linier positif maupun negatif pada variabel lainnya (Y). Istilah tersebut dikatakan istilah sebab akibat, dan istilah tersebut menjadi ciri khas dari analisis korelasi. Berkorelasi positif artinya apabila kenaikan nilai satu variabel X menyebakan kenaikan nilai pula pada satu variabel Y dan mempunyai hubungan linier sempurna (membentuk garis lurus) yang searah, sedangkan berkorelasi nrgatif artinya apabila kenaikan nilai satu variabel X meyebabkan

(55)

(membentuk garis lurus) yang berlawanan arah.

Metode parametrik yang digunakan adalah metode korelasi Pearson. Metode Korelasi Pearson digunakan karena dapat menghasilkan koefesien korelasi yang berfungsi untuk mengukur kekuatan hubungan linier antara dua variabel, selain itu metode korelasi pearson mempunyai tingkat ketelitian yang tinggi. Korelasi antar variabel ditampilkan pada Tabel 10.

Tabel 10.

Correlations

FFA PEROKSIDA SFC IOD SMP Air FFA Pearson Correlation 1 .364 .872** -.898** .889** -.819**

Sig. (2-tailed) .182 .000 .000 .000 .000

N 15 15 15 15 15 15

PEROKSIDA Pearson Correlation .364 1 .495 -.500 .517* -.414

Sig. (2-tailed) .182 .061 .058 .048 .125

N 15 15 15 15 15 15

SFC Pearson Correlation .872** .495 1 -.990** .977** -.953**

Sig. (2-tailed) .000 .061 .000 .000 .000

N 15 15 15 15 15 15

IOD Pearson Correlation -.898** -.500 -.990** 1 -.996** .944**

Sig. (2-tailed) .000 .058 .000 .000 .000

N 15 15 15 15 15 15

SMP Pearson Correlation .889** .517* .977** -.996** 1 -.928**

Sig. (2-tailed) .000 .048 .000 .000 .000

N 15 15 15 15 15 15

Air Pearson Correlation -.819** -.414 -.953** .944** -.928** 1 Sig. (2-tailed) .000 .125 .000 .000 .000

N 15 15 15 15 15 15

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

1. Korelasi pada Variabel Free Fatty Acid (FFA)

Berdasarkan Tabel 10, variabel FFA berkorelasi dengan positif terhadap variabel SFC pada taraf signifikan 0.05, dan variabel SMP pada taraf signifikan 0.05. Variabel FFA berkorelasi negatif terhadap variabel bilangan iod dam kadar air pada taraf signifikan 0.05.

(56)

43

Berdasarkan Tabel 10, variabel SFC, SMP, bilangan iod, dan kadar air mempunyai nilai Pearson Correlation ( r ) terhadap FFA berturut-turut adalah 0.872; 0.889; -0.898; -0.819. Nilai Pearson Correlation ( r ) baik positif maupun negatif masing-masing variabel SFC, SMP, bilangan iod, dan kadar air terhadap FFA bernilai antara 0,75 – 0,99 yang berarti korelasi sangat kuat.

2. Korelasi pada Variabel Bilangan Peroksida

Berdasarkan Tabel 10, variabel Bilangan Peroksida berkorelasi positif dengan variabel SMP pada taraf signifikan 0.01. Berdasarkan Tabel. variabel SMP mempunyai nilai Pearson Correlation ( r ) terhadap bilangan peroksida sebesar 0.517. Nilai Pearson Correlation ( r ) variabel SMP terhadap variabel bilangan peroksida bernilai antara 0.5 – 0.75 yang berarti korelasi kuat

3. Korelasi pada Variabel Solid Fat Content (SFC)

Berdasarkan Tabel 10, variabel SFC berkorelasi positif dengan FFA dan SMP pada taraf signifikan 0.05, dan berkorelasi negatif dengan bilangan iod dan kadar air pada taraf 0.05. Berdasarkan Tabel. nilai Pearson Correlation ( r ) variabel FFA, SMP, bilangan iod, dan kadar air terhadap SMP berturut-turut adalah 0.872; 0.977; -0.990; -0.953. Nilai Pearson Correlation ( r ) baik positif maupun negatif masing-masing variabel FFA, SMP, bilangan iod, dan kadar air terhadap (SFC) bernilai antara 0,75 – 0,99 yang berarti korelasi sangat kuat.

4. Korelasi pada Variabel Bilangan Iod

Berdasarkan Tabel 10, variabel bilangan Iod berkorelasi positif dengan kadar air pada taraf signifikan 0.05. Variabel bilangan iod berkorelasi negatif dengan variabel FFA, SFC, dan SMP pada taraf signifikan 0.05. Berdasarkan

Gambar

Gambar 1. Buah Kelapa
Tabel 1. Komposisi Daging Buah Kelapa dalam 100 gram Bahan  Komposisi                                                            Jumlah  Kalori (kal)                                                       68,0 – 359,0  Protein (g)
Tabel 2. Syarat Mutu Minyak Kelapa  Berdasarkan SNI.01-2902-1992  Karakteristik                                                      Syarat Mutu  Kadar Air (%)                                                      Maks
Gambar 3. Morfologi Kelapa Sawit  Keterangan  1.   Eksokarp  2.   Mesokarp  3.   Kernel  4
+7

Referensi

Dokumen terkait

KUHPerdata Kaminah adalah ahli waris golongan I yang mana anak atau keturunan dari pasangan suami istri Wakidjan dan Sukini. Pertimbangan hakim juga terkait dengan

Jika potongan pertama panjangannya 6m dan potongan berikutnya adalah kali dari panjang potongan sebelumnya, panjang potongan kawat yang ketujuh adalah….A. Jumlah penduduk

penuh dalam Jabatan Fungsional Pengawas Benih Ikan sesuai. dengan ketentuan

Bank Rakyat Indonesia Cabang Sidoarjo, prosedur tersebut sesuai dengan ketentuan. dan SOP yang berlaku apabila tidak berdasarkan ketentuan yang berlaku

It supports collaboration between the School of Education at Indiana University Bloomington (IUB) and the department of Civic Education at the State University of Padang

dalam novel Cinta di Ujung Sajadah karya Asma Nadia pada halaman 215, yakni. pada

Alasan utama yang menjadi lemahnya daya saing industri tekstil Indonesia adalah keberadaan mesin-mesin tekstil yang terlam- pau tua sehingga tidak lagi dapat menghadapi

memperhatikan sebelum mendapat giliran berikutnya. 5) Pada muhadasah tingkat lebih tinggi atas, anak didiklah yang ebih banyak berperan, sedangkan guru yang menentukan topik