• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENAMBAHAN PASTA SAWI PADA PEMBUATAN KERUPUK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENAMBAHAN PASTA SAWI PADA PEMBUATAN KERUPUK"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1172 SENASPRO 2017 | Seminar Nasional dan Gelar Produk

PENGARUH PENAMBAHAN PASTA SAWI PADA PEMBUATAN KERUPUK

Aniswatul Khamidah dan Sri Satya Antarlina

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Balitbangtan Jawa Timur / Malang Jalan Raya Karangploso Km 4 Malang

E-mail: aniswatul.bptp@gmail.com Abstrak

Sawi merupakan sayuran yang sering dikonsumsi karena kandungan gizi, harganya terjangkau dan rasanya yang disukai masyarakat. Namun demikian sawi mudah mengalami kerusakan karena kadar airnya tinggi. Untuk meningkatkan masa simpan sawi, salah satunya dengan mengolahnya menjadi kerupuk. Kerupuk merupakan makanan ringan yang sangat digemari semua lapisan masyarakat. Kerupuk bisa dikonsumsi sebagai pendamping menu utama maupun sebagai makanan selingan. Sawi juga berfungsi sebagai pewarna alami karena pada umumnya kerupuk yang beredar di pasaran menggunakan pewarna tambahan untuk mengikat daya tarik konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan pasta sawi terhadap kualitas kerupuk yang dihasilkan berdasarkan sifat fisik, kimia dan organoleptik. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen BPTP Balitbangtan Jawa Timur, menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang diulang sebanyak 3 kali. Perlakuan yang diujikan yaitu penambahan pasta sawi : A) 50%; B) 100% dan C) 150%. Karakteristik kimia dan fisik yang diamati meliputi kadar air, serat kasar dan tingkat kekerasan. Uji organoleptik menggunakan metode hedonik meliputi warna, rasa, aroma, tekstur dan penerimaan secara umum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan pasta sawi berpengaruh terhadap kualitas kerupuk. Semakin banyak pasta sawi yang ditambahkan maka semakin disukai panelis. Nilai serat kasarnyapun semakin meningkat, kadar airnya semakin tinggi dan warnanya semakin menarik. Penilaian kesukaan kerupuk sawi berkisar antara cukup sampai suka. Nilai kesukaan kerupuk tertinggi terdapat pada perlakuan dengan penambahan pasta sawi paling banyak (perlakuan C). Pada perlakuan ini nilai kadar airnya 5,73%, serat kasarnya 1,63% serta tingkat kerenyahannya sebesar 3,88%.

Kata kunci: Kerupuk, Sawi, Organoleptik

1. PENDAHULUAN

Sawi merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai masa simpan yang pendek disebabkan oleh kadar airnya yang tinggi, hingga mencapai 95% (Sinar Tani, 2013). Apabila sawi tidak bisa segera terserap oleh pasar, maka sawi akan mudah mengalami kebusukan. Sawi mengandung nilai gizi yaitu provitamin A (beta karoten) dan vitamin C. Warna hijau pada sawi merupakan sumber pigmen, mineral serta vitamin yang dibutuhkan manusia. Klorofil mampu berfungsi sebagai pembersih alamiah (mendorong detoksifikasi), antioksidan dan antikanker (Kurniawan etal., 2010). Klorofil juga dapat berfungsi sebagai pewarna alami (Susanto, 2014) sehingga dapat diaplikasikan pada kerupuk. Selain vitamin, sawi hijau juga mengandung serat, kalium, kalsium, fosfor dan zat besi (Rusilanti dan Kusharto, 2007).

Kerupuk merupakan makanan ringan yang biasanya dikonsumsi sebagai camilan (Nurainy etal., 2015) maupun sebagai pelengkap menu utama (Sugito etal., 2013). Kerupuk sangat disukai oleh semua lapisan masyarakat karena rasanya yang enak, praktis dan tidak memerlukan metode penyimpanan khusus dalam hal distribusi (Tofan, 2008).

Salah satu cara untuk meningkatkan masa simpan sawi, salah satunya dengan mengolahnya menjadi kerupuk. Selain itu pemanfaatan sawi pada pembuatan kerupuk sebagai pewarna alami yang aman serta diharapkan dapat menggeser penggunaan pewarna sintetis yang selama ini

(2)

Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2017 1173 digunakan dalam pembuatan kerupuk. Peraturan mengenai penggunaan bahan pewarna yang diizinkan dan yang dilarang untuk makanan sudah diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 mengenai bahan tambahan makanan. Namun demikian di masyarakat masih sering terjadi penyalahgunaan pemakaian bahan pewarna yang berbahaya untuk makanan. Penggunaan bahan pewarna yang berbahaya ini sangat merugikan kesehatan karena adanya residu bahan pewarna tersebut (Anzar, 2016).

Selain sebagai pewarna alami, pengolahan sawi menjadi kerupuk ini merupakan salah satu kegiatan diversifikasi konsumsi pangan. Melalui kegiatan diversifikasi konsumsi pangan dapat meningkatkan perbaikan gizi sehingga tercapai manusia yang berkualitas (Sukesi dan Shinta, 2011). Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan lebih dari 40 jenis zat gizi yang terdapat pada berbagai jenis makanan, yang dapat dipenuhi melalui diversifikasi konsumsi pangan (Martianto, 2005 dalam Sukesi dan Shinta, 2011). Diversifikasi konsumsi pangan sebagai salah satu upaya dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional serta sebagai salah satu instrumen peningkatan produktifitas kerja melalui perbaikan gizi masyarakat (Suhardjo, 1998 dalam Sukesi dan Shinta, 2011).

Pada pembuatan kerupuk menggunakan tepung tapioka sebagai bahan utamanya karena tapioka dapat mempengaruhi kerenyahan kerupuk. Hal ini disebabkan karena pada proses pembuatan kerupuk yaitu pada saat pengukusan, akan terjadi proses gelatinisasi pati dari tapioka. Proses gelatinisasi ini berhubungan erat dengan pembentukan tekstur, karena setelah terjadi gelatinisasi akan terbentuk gel. Menurut Siaw etal., (1985) amilopektin berperan pada kerenyahan kerupuk karena adanya proses gelatinisasi.

Secara umum tahapan pembuatan kerupuk sangat sederhana yaitu persiapan bahan, pembuatan bubur adonan, pembuatan adonan, pengukusan, pengirisan dan penjemuran (Wahyono, et al., 2002). Pada proses pembuatan adonan jumlah air yang digunakan akan mempengaruhi bentuk adonan (Sunaryo, 2006). Pada pembuatan kerupuk sawi ini menggunakan pasta sawi sebagai pengganti air yang nantinya akan terbentuk adonan encer (tidak menggunakan adonan padat yang harus melalui pengukusan dan pengirisan) sehingga lebih mudah dalam hal pencetakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan pasta sawi terhadap kualitas kerupuk yang dihasilkan berdasarkan sifat fisik, kimia dan organoleptik.

2. METODE

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen BPTP Balitbangtan Jawa Timur, menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang diulang sebanyak 3 kali. Perlakuan yang diujikan yaitu penambahan pasta sawi : A) 50%; B) 100% dan C) 150%. Karakteristik kimia dan fisik yang diamati meliputi kadar air, serat kasar dan tingkat kekerasan. Uji organoleptik menggunakan metode hedonik untuk mengetahui kerupuk sawi yang paling disukai panelis. Pengamatan uji organoleptik meliputi warna, rasa, aroma, tekstur dan penerimaan secara umum. Kriteria penilaian untuk uji organoleptik yaitu : 1) Sangat tidak suka, 2) Tidak suka, 3) Cukup, 4) Suka, 5) Sangat suka.

Untuk membuat kerupuk sawi dengan cara memblanching daun sawi sebanyak 100 gr terlebih dahulu selama 3 menit. Selanjutnya dihaluskan menggunakan bantuan blender, dengan penambahan air sebanyak 3 kali berat sawi sehingga dihasilkan pasta sawi. Pasta sawi lalu disaring menggunakan kain saring. Pasta sawi yang sudah disaring ini lalu diambil sesuai perlakuan (persentase berdasarkan atas berat sawi). Bumbu yang terdiri dari bawang putih 24 gram dan garam 14 gram dicampur bersama dengan pasta sawi. Adonan cair ini lalu dicetak menggunakan cetakan kerupuk, dengan ketebalan sekitar 0,3 cm. Selanjutnya dilakukan pengukusan selama 15 menit. Setelah itu kerupuk diambil dari cetakan lalu dikeringkan menggunakan oven suhu 450C selama 6

(3)

1174 SENASPRO 2017 | Seminar Nasional dan Gelar Produk

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penambahan pasta sawi dengan berbagai macam konsentrasi mempengaruhi sifat fisik dan kimia kerupuk. Selain itu juga berpengaruh terhadap kesukaan panelis meliputi parameter warna, aroma, tekstur, rasa dan tingkat kesukaan secara umum.

3.1 Tingkat Kekerasan Kerupuk Sawi Mentah

Tekstur produk pangan dapat dievaluasi melalui uji mekanika (metode instrumen) atau dengan penginderaan. Faktor yang paling sering dijadikan acuan meliputi tingkat kekerasan, kekohesifan maupun kandungan air. Ciri-ciri tekstur produk pangan dapat digolongkan menjadi ciri mekanis, geometris dan ciri lain yang berhubungan dengan air dan lemak (Deman, 1997). Pengukuran tekstur telah menjadi salah satu faktor terpenting dalam industri pangan, karena berhubungan dengan penerimaan produk pangan (Abbott etal, 2005 dalam Putri 2012). Pada gambar 1 terlihat bahwa perlakuan penambahan pasta sawi berpengaruh terhadap nilai kekerasan kerupuk sawi mentah. Nilai kekerasan kerupuk sawi berkisar antara 3,88 sampai 11,73 N. Semakin tinggi nilainya artinya semakin besar tekanan atau beban yang dibutuhkan untuk sampai terjadi deformasi pada bahan, yang menandakan bahwa kerupuk semakin keras. Kerupuk sawi yang paling keras terdapat pada penambahan pasta sawi sebesar 50% sedangkan kerupuk sawi yang paling renyah terdapat pada penambahan pasta sawi sebesar 150%.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mulyana et al., (2014) mengenai pembuatan kerupuk tempe semangit yang menggunakan perlakuan penambahan air sebesar 125%, 150% dan 175%. Pada penelitian tersebut penambahan air 150% memberikan perlakuan terbaik dan daya kembang yang paling besar.

Semakin banyak penambahan pasta sawi maka semakin banyak pula cairan yang terdapat pada adonan sehingga akan menyerap air lebih tinggi selama proses gelatinisasi. Hal ini akan berakibat pada semakin meningkatnya daya kembang kerupuk. Daya kembang kerupuk yang semakin tinggi diikuti juga dengan semakin tinggi pula tingkat kerenyahan kerupuk. Menurut Ramadhani dan Murtini (2017) daya kembang produk dipengaruhi oleh rasio amilosa dan amilopektin serta air.

Proses terjadinya pengembangan kerupuk merupakan suatu proses ekspansi tiba-tiba dari uap air dalam struktur adonan sehingga volume produk tersebut mengembang serta porus. Pada saat pembuatan kerupuk terjadi gelatinisasi pati adonan yaitu pada saat pengukusan. Pada saat penggorengan terjadi penguapan air yang terikat dalam gel pati sehingga dihasilkan tekanan uap yang mendesak gel pati akibatnya terjadi pengembangan dan sekaligus terbentuk rongga-rongga udara pada kerupuk matang (Koswara, 2009).

Gambar 1. Nilai Rata-rata Tingkat Kekerasan Kerupuk Sawi Mentah dari Berbagai Macam Perlakuan

A. Pasta sawi 50% B. Pasta sawi

100% C. Pasta sawi 150% 11.73a 5.193b 3.882b Tingkat Kekerasan (N)

(4)

Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2017 1175 3.2 Kadar Air Kerupuk Sawi Mentah

Kadar air pada kerupuk merupakan salah satu parameter yang berpengaruh terhadap penilaian konsumen karena berhubungan dengan tekstur maupun kerenyahan kerupuk (Nurainy etal., 2015). Kadar air kerupuk mentah juga berpengaruh terhadap mutu kerupuk setelah penggorengan, karena kadar air yang terikat dalam kerupuk mentah menentukan volume pengembangan kerupuk matang.

Perlakuan penambahan pasta sawi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai kadar air kerupuk mentah. Tetapi menunjukkan kecenderungan mengalami peningkatan nilai kadar air. Kadar air kerupuk sawi sebesar 3,83 sampai 5,73% (Gambar 2) masih memenuhi persyaratan dalam SNI 01-2713-1999 yang mensyaratkan kadar air maksimal pada kerupuk mentah yaitu 12% (Anonimous, 1999).

Semakin banyak penambahan pasta sawi maka semakin banyak pula konsentrasi cairan, sehingga kadar air kerupuk sawi semakin besar. Nilai kadar air tertinggi terdapat pada penambahan pasta sawi sebesar 150% (Gambar 2). Nilai kadar air yang semakin besar mengakibatkan peningkatan daya kembang, karena semakin tinggi kadar airnya mengakibatkan ketersediaan uap air untuk mengembangkan kerupuk juga semakin besar (Muliawan, 1991).

Proses gelatinisasi sangat menentukan banyaknya air yang terserap ke dalam adonan sehingga nantinya menentukan kadar air produk akhir. Menurut Winarno (1997) pada saat peristiwa gelatinisasi, molekul–molekul air akan masuk dan menembus ke dalam butir–butir pati sehingga molekul-molekul air ini akan terikat kuat secara kimia di dalam matriks. Ikatan ini terbentuk karena adanya ikatan hidrogen antara molekul air dengan molekul amilopektin pada tapioka. Pada saat ikatan hidrogen terbentuk, air akan menembus pati dan akan terikat ke dalam matriknya secara kimia. Sehingga semakin banyak pasta sawi yang ditambahkan pada adonan, maka kadar air kerupuk semakin besar (Gambar 2).

Menurut Muliawan, (1991) kadar air yang terikat dalam kerupuk mentah sangat menentukan volume pengembangan kerupuk matang. Semakin besar kadar airnya maka daya kembang kerupuk juga semakin besar karena dengan kadar air yang tinggi mengakibatkan ketersediaan uap air untuk mengembangkan kerupuk juga semakin besar.

Gambar 2. Nilai Rata-rata Kadar Air Kerupuk Sawi Mentah dari Berbagai Macam Perlakuan

3.3 Serat Kasar Kerupuk Sawi Mentah

Penambahan pasta sawi dengan berbagai konsentrasi, tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kandungan serat kasar kerupuk sawi mentah. Akan tetapi menunjukkan kecenderungan mengalami peningkatan. Semakin banyak pasta sawi yang ditambahkan, kandungan

A. Pasta sawi 50% B. Pasta sawi 100% C. Pasta sawi 150% 4.000a 3.833a 5.728a Kadar Air

(5)

1176 SENASPRO 2017 | Seminar Nasional dan Gelar Produk

serat kasar semakin meningkat. Meningkatnya serat kasar tersebut tidak memberikan perbedaan yang nyata. Nilai serat kasar kerupuk sawi mentah berkisar antara 1,166 sampai 1,635% (Gambar 3). Meningkatnya serat kasar ini berhubungan erat dengan kandungan serat pada bahan. Sawi hijau mengandung serat sekitar 1,8 gram per 100 gr bahan (Rusilanti dan Kusharto, 2007).

Gambar 3. Nilai Rata-rata Kadar Serat Kasar Kerupuk Sawi Mentah dari Berbagai Macam Perlakuan

3.4 Uji Organoleptik Kerupuk Sawi Matang 3.4.1 Warna

Warna merupakan spektrum cahaya yang dipantulkan oleh benda yang kemudian ditangkap oleh mata, selanjutnya diterjemahkan oleh otak sebagai sebuah warna tertentu (Anonimous, 2007 dalam Putri, 2012). Warna merupakan parameter penting dalam produk pangan yang mempengaruhi daya tarik konsumen karena warna merupakan parameter yang pertama kali dilihat oleh konsumen. Warna produk pangan ada yang bersifat alami yaitu dari bahan baku itu sendiri maupun ada bahan tambahan lain yang sengaja ditambahkan yang bertujuan untuk menambah daya tarik maupun karena adanya reaksi kimia akibat dari proses pemasakan dan pengolahan (Nurainy etal., 2015).

Perbedaan warna kerupuk dipengaruhi oleh banyaknya pasta sawi yang ditambahkan. Semakin banyak pasta sawi, maka kerupuk semakin berwarna hijau. Pada pembuatan pasta sawi, terlebih dahulu dilakukan blanching sehingga warna sawi yang semula hijau muda berubah warna menjadi hijau tua. Hal ini disebabkan karena klorofil dalam daun yang masih hidup berikatan dengan protein. Pada saat proses pemanasan maka protein akan terdenaturasi dan klorofil dilepaskan. Pemanasan dapat menyebabkan ion mg lepas sehingga warna klorofil pada sawi hijau akan berubah dari hijau muda menjadi hijau tua. Peristiwa ini terjadi karena klorofil bersifat tidak stabil sehingga sulit menjaga agar molekulnya tetap utuh (Winarno, 2004).

Penambahan pasta sawi menyebabkan adonan kerupuk sebelum digoreng berwarna hijau dan sangat menarik. Akan tetapi setelah penggorengan berlangsung, sebagian warna kerupuk berubah menjadi hijau kecoklatan dan terjadi penurunan tingkat kecerahan warnanya, peristiwa ini disebut dengan reaksi Maillard (Sumarna, 2008). Reaksi Maillard merupakan reaksi yang terjadi karena adanya gugus amino yang bebas dari protein kemudian berikatan dengan gugus hidroksil dari gula reduksi sehingga menyebabkan warna kerupuk menjadi coklat (Fatmawati, 2012).

Gugus amino yang berasal dari protein akan bereaksi dengan aldosa atau ketosa sehingga membentuk senyawa basa schiff. Selanjutnya terjadi perubahan menurut reaksi Amadori menjadi amino ketosa. Degradasi reaksi Amadori tersebut nantinya akan membentuk turunan furfuraldehid yang kemudian menghasilkan reaksi antara metil α-dikarbonil dan α-dikarboksil. Polimerisasi senyawa aldehid membentuk senyawa coklat disebut melanoidin. Hasil reaksi tersebut

A. Pasta Sawi 50 % B. Pasta Sawi 100 % C. Pasta Sawi 150 % 1.166a 1.443a 1.635a Kadar Serat Kasar (%)

(6)

Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2017 1177 menghasilkan produk yang berwarna coklat. Pada kerupuk perubahan warna menjadi coklat ini tidak dikehendaki (Winarno, 2004 dan Kusnandar, 2010 dalam Nurainy etal., 2015)

Penambahan pasta sawi tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap kesukaan warna kerupuk. Secara umum, panelis menyukai warna kerupuk sawi. Nilai kesukaan panelis berkisar antara 3,00 sampai 4,407 yang artinya cukup sampai suka (Gambar 4).

Gambar 4. Nilai Rata-rata Kesukaan Panelis terhadap Warna Kerupuk Sawi Matang

3.4.2 Aroma

Aroma merupakan bau yang muncul akibat adanya senyawa kimia yang tercium oleh syarat-syarat olfaktori yang berada di dalam rongga hidung. Aroma merupakan salah satu parameter yang mempengaruhi peneriman konsumen karena berpengaruh terhadap kelezatan makanan. Makanan yang beraroma kurang enak tidak disukai konsumen (Winarno, 1997). Aroma yang terbentuk pada produk kerupuk merupakan perpaduan dari reaksi Maillard (Ramadhani dan Murtini 2017) serta komponen bahan yang terkandung di dalamnya.

Penambahan pasta sawi pada kerupuk tidak memberikan pengaruh yang nyata pada kesukaan aroma. Nilai kesukaan aroma kerupuk berkisar antara 2,593 sampai 3,963 yang artinya cukup sampai suka. Penambahan pasta sawi paling banyak, semakin tidak disukai panelis karena aroma khas sawi semakin kuat (Gambar 5).

Gambar 5. Nilai Rata-rata Kesukaan Panelis terhadap Aroma Kerupuk Sawi Matang

3.4.3 Tekstur

Tekstur merupakan salah satu parameter yang menentukan kesukaan konsumen. Faktor-faktor yang mempengaruhi penilaian tekstur meliputi rabaan oleh tangan, keempukan, kemudahan dikunyah serta kerenyahan makanan (Meilgaard etal., 2007). Salah satu parameter yang

A. Pasta sawi 50% B. Pasta sawi 100%

C. Pasta sawi 150% 3,000

4.407 4.148

Nilai Kesukaan Warna

A. Pasta sawi 50% B. Pasta sawi 100% C. Pasta sawi 150% 3.556 3.963 2.593 Nilai Kesukaan Aroma

(7)

1178 SENASPRO 2017 | Seminar Nasional dan Gelar Produk

menentukan kesukaan konsumen terhadap kerupuk yaitu kerenyahan, jika digigit renyah, tidak keras, tidak lembek dan tidak mudah hancur (Putri, 2012).

Penambahan pasta sawi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kesukaan tekstur kerupuk. Secara umum panelis menerima dengan baik tekstur kerupuk sawi. Nilai kesukaan kerupuk sawi berkisar antara 3,148 sampai 4,556 yang artinya cukup sampai suka (Gambar 6).

Semakin besar penambahan pasta sawi, daya kembang kerupuk semakin besar. Daya kembang ini berhubungan dengan daya patah kerupuk, karena semakin tinggi daya kembang kerupuk maka kerupuk yang dihasilkan semakin porus dan lebih mudah dipatahkan (Syarief, etal 1999).

Hal ini terjadi karena semakin besar penambahan pasta sawi maka semakin besar pula konsentrasi cairan sehingga kadar air kerupuk sawi semakin besar. Nilai kadar air yang semakin besar mengakibatkan daya kembang juga semakin besar karena semakin tinggi kadar airnya mengakibatkan ketersediaan uap air untuk mengembangkan kerupuk juga semakin besar (Muliawan, 1991). Sehingga semakin banyak pasta sawi yang ditambahkan, tekstur kerupuk sawi semakin renyah dan disukai panelis.

Gambar 6. Nilai Rata-rata Kesukaan Panelis terhadap Tekstur Kerupuk Sawi Matang

3.4.4 Rasa

Pada saat mengecap makanan, senyawa cita rasa makanan dapat memberikan rangsangan pada indera penerimaan. Kesan yang ditinggalkan pada indera perasa setelah menelan makanan akan berpengaruh terhadap penilaian rasa (Wiriano, 1984). Rasa merupakan gabungan dari semua komponen bahan dan reaksi yang terjadi selama pengolahan.

Penambahan pasta sawi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rasa kerupuk. Semua panelis menerima dengan baik rasa kerupuk sawi. Nilai kesukaan kerupuk sawi berkisar antara 3,148 sampai 4,556 yang artinya cukup sampai suka (Gambar 7).

A. Pasta sawi 50% B. Pasta sawi 100%

C. Pasta sawi 150%

3.148 4.037

4.556 Nilai Kesukaan Tekstur

(8)

Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2017 1179 Gambar 7. Nilai Rata-rata Kesukaan Panelis terhadap Rasa Kerupuk Sawi Matang

3.4.5 Tingkat Kesukaan Berdasarkan Keseluruhan Parameter

Penilaian panelis berdasarkan keseluruhan parameter artinya penilaian panelis berdasarkan atas parameter warna, aroma, tekstur dan rasa kerupuk sawi. Perbedaan konsentrasi pasta sawi yang ditambahkan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap penerimaan secara umum. Pada umumnya panelis menerima dengan baik kerupuk sawi. Nilai kesukaan panelis tersebut berkisar antara 3,629 sampai 4,444 yang artinya cukup sampai suka (Gambar 8).

Gambar 8. Nilai Rata-rata Kesukaan Panelis Berdasarkan Keseluruhan Parameter

4. KESIMPULAN

Penambahan pasta sawi pada pembuatan kerupuk memberikan pengaruh terhadap kualitas kerupuk yaitu secara kimia, fisik dan organoleptik. Semakin banyak pasta sawi yang ditambahkan maka semakin disukai panelis. Nilai serat kasarnyapun semakin meningkat, kadar airnya semakin tingi dan warnanya semakin menarik. Penilaian kesukaan kerupuk sawi secara umum berkisar antara cukup sampai suka. Nilai kesukaan kerupuk tertinggi terdapat pada perlakuan dengan penambahan pasta sawi paling banyak (perlakuan C). Pada perlakuan ini nilai kadar airnya 5,73%, serat kasarnya 1,63% serta tingkat kerenyahannya sebesar 3,88%.

A. Pasta sawi 50% B. Pasta sawi 100% C. Pasta sawi 150% 3.148

4.037 4.556

Nilai Kesukaan Rasa

A. Pasta sawi 50% B. Pasta sawi 100% C. Pasta sawi 150% 3.629

4.407 4.444

(9)

1180 SENASPRO 2017 | Seminar Nasional dan Gelar Produk

DAFTAR PUSTAKA

[1] Abbott, Judih A and F. Roger Harker, 2005. Texture. The Horticulture and Food Research Instead Of New Zaeland

[2] Anonimous. 1999. SNI 01-2713-1999 Kerupuk Ikan. Badan Standarisasi Nasional Indonesia. Jakarta

[3] Anonimous. 2007. Teori dasar Warna http://www.indoforum.org/t38722

[4] Anzar, L. 2016. Analisis Kandungan Zat Pewarna Sintetis Rodamin B pada Sambal Botol yang Diperdagangkan di Pasar Modern Kota Kendari. Skripsi. Fakultas Teknologi dan Industri Pertanian. Universitas Halu Oleo. Kendari. 46 halm

[5] Deman, Jhon M, 1997. Kimia Makanan. Institut Teknologi Bandung, Bandung.

[6] Fatmawati, W.T. 2012. Pemanfaatan Tepung Sukun dalam Pembuatan Produk Cookies (Choco Cookies, Brownies Sukun dan Fruit Pudding Brownies). Proyek Akhir. Program Studi Teknik Boga Fakultas Teknik. Universitas Negeri Yogyakarta. Juli

[7] Koswara, Sutrisno. 2009. Pengolahan Aneka Kerupuk. Ebookpangan.com. http://tekpan.unimus.ac.id/wp-content/uploads/2013/07/PENGOLAHAN-ANEKA-K-E-RU-P-U-K.pdf.

[8] Kurniawan, M., Izzati M dan Nurchayati, Y. 2010. Kandungan Klorofil, Karotenoid dan Vitamin C pada Beberapa Spesies Tumbuhan Akuatik. Buletin Anatomi dan Fisiologi XVIII (1):28-40.

[9] Kusnandar, F. 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. PT Dian Rakyat. Jakarta. Hlm 79–142.

[10] Meilgaard, M.C., Civille, G.V dan Carr, B.T. 2007. Sensory Evaluation Techniques. CRC Press, Boca Raton, FL, USA

[11] Muliawan, D. 1991. Pengaruh Berbagai Tingkat Kadar Air Terhadap Pengembangan Kerupuk Sagu Goreng. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor

[12] Mulyana, Wahono Hadi Susanto dan Indria Purwantiningrum. 2014. Pengaruh Proporsi (Tepung Tempe Semangit : Tepung Tapioka) dan Penambahan Air terhadap Karakteristik Kerupuk Tempe Semangit. Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol. 2. No 4. P 113-120.

[13] Nurainy, F, R. Sugiharto dan D.W. Sari. 2015. Pengaruh Perbandingan Tepung Tapioka dan Tepung Jamur Tiram Putih (Pleurotus Oestreatus) terhadap Volume Pengembangan, Kadar Protein dan Organoleptik Kerupuk. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian. Volume 20. Nomor 1. Maret. Hal 11-24

[14] Putri, A.R. 2012. Pengaruh Kadar Air Terhadap Tekstur dan Warna Keripik Pisang Kepok (Musa parasidiaca formatypica). Program Studi Keteknikan Pertanian. Jurusan Teknologi Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Hasanuddin. Makassar

[15] Ramadhani, F dan E.S. Murtini. 2017. Pengaruh Jenis Tepung dan Penambahan Perenyah terhadap Karakteristik Fisikokimia dan Organoleptik Kue Telur Gabus Keju. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 5 No, 1. Hal 38-47. Januari

[16] Rusilanti dan C.M. Kusharto. 2007. Sehat dengan Makanan Berserat. Penerbit PT. Agro Media Pustaka. Jakarta Selatan. Cetakan pertama. 56 halm. ISBN 979-006-083-1

[17] Siaw, C.H, A.Z. Idrus dan S.Y. Yu. 1985. Intermediate Technology for Fish Cracker (Kerupuk) Production. Food Tech. (20) : 17–21.

[18] Sinar Tani. 2013. Pemanfaatan Limbah Pasar sebagai Pakan Ruminansia Sapi dan Kambing di DKI Jakarta. Hal 10-16. Edisi 4-10 September 2013. No . 3522 Tahun XLIV. Agroinovasi. Badan Litbang Pertanian.

[19] Sumarna, D. 2008. Pengaruh Proporsi Beras Pecah Kulit, Kacang Tunggak dan Jagung terhadap Mutu Sereal Mengembang (Puffed) yang Dihasilkan. J. Teknologi Pertanian Vol.4 No.1 : 41-47. Universitas Mulawarman Samarinda

[20] Sunaryo, Marlyna. 2006. Mempelajari Pengaruh Kadar Air terhadap Karakteristik Mutu dan Minimalisasi Waste Selama Proses Produksi Snack Taro Net di PT. Rasa Mutu Utama. Bogor. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor

(10)

Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2017 1181 [21] Sugito, H. Rusmarilin dan L. M. Lubis. 2013. Studi Pembuatan Kerupuk dari Ubi Kayu dengan Penambahan Ikan Pora-pora. Jurnal Rekayasa Pangan dan Pertanian. Vol 1. Nomor 4. Ilmu dan Teknologi Pangan. Hal : 20-28

[22] Sukesi, K dan A. Shinta. 2011. Diversifikasi Pangan sebagai Salah Satu Strategi Peningkatan Gizi Berkualitas di Kota Probolinggo (Studi Kasus di Kecamatan Kanigaran). SEPA. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis. Volume 7. Nomor 2. Februari. Hal 85-90. ISSN : 1829-9946

[23] Susanto, S. 2014. Kestabilan Pigmen dan Vitamin pada Es Krim Sawi Hijau (Brassica rapa chinensis) selama 4 Minggu Penyimpanan. Skripsi. Program Studi Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Katolik Soegijapranata. Semarang

[24] Syarief, R., Joko H., Purwiyatno H., Sutedja W., Suliantari, Dahrul S., Nugraha E.S., dan Y. Pieter S. 1999. Wacana Tempe Indonesia. Universitas Katolik Widya Mandala. Surabaya

[25] Tofan. 2008. Sifat Fisik dan Organoleptik Kerupuk yang Diberi Penambahan Tepung Daging Sapi Selama Penyimpanan. Bogor : Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor

[26] Wahyono, Rudy dan Marzuki. 2002. Pembuatan Aneka Kerupuk. Depok : Penebar Swadaya [27] Winarno, F.G. 1997. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. PT Gramedia Pustaka

Utama. Jakarta. 407 hlm.

[28] Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 253 hlm

[29] Wiriano H, Rahayu S E dan Muljiati. 1984. Mekanisasi dan Teknologipembuatan Kerupuk. Balai Pengembangan Makanan dan Phytokimia. Badan Penelitian Pengembangan Industri. Departemen Perindustrian. Jakarta. 56 hlm.

Gambar

Gambar 1. Nilai Rata-rata Tingkat Kekerasan Kerupuk Sawi Mentah dari Berbagai Macam Perlakuan A
Gambar 3. Nilai Rata-rata Kadar Serat Kasar Kerupuk Sawi Mentah dari Berbagai Macam Perlakuan
Gambar 4. Nilai Rata-rata Kesukaan Panelis terhadap Warna Kerupuk Sawi Matang  3.4.2 Aroma
Gambar 6. Nilai Rata-rata Kesukaan Panelis terhadap Tekstur Kerupuk Sawi Matang
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian pembuatan kerupuk rumput laut dengan kondisi basah dan kering pada penambahan tepung tapioka analisa kimia terjadi interaksi terhadap kadar air,

Rata-rata hasil daya terima panelis dapat diketahui penilaian panelis terhadap kerupuk ampas tahu dengan penambahan tepung ampas tahu yang meliputi warna, aroma, rasa,

Kombinasi tepung sorghum dalam pembuatan cookies berpengaruh terhadap parameter kadar air, kadar protein, kadar zat besi serta tekstur, dan tidak berpengaruh terhadap kadar abu,

Adapun parameter yang diukur meliputi analisis karakteristik yaitu kadar air, tekstur, rasa dan warna, dan kerenyahan serta analisis penerimaan konsumen ceriping kimpul

Parameter yang diamati meliputi sifat fisikokimia yaitu kadar air, tekstur (daya patah dan kerenyahan), warna, dan aktivitas antioksidan serta sifat organoleptik

Perbedaan penambahan konsentrasi wortel berpengaruh nyata terhadap kadar air, persentase pengembangan, densitas kamba kerupuk matang, daya patah, warna, serta sifat

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa penambahan bayam berpengaruh terhadap karakteristik kimia yaitu kadar air dan kadar zat besi serta karakteristik

Sedangkan perlakuan jenis koagulan yang digunakan pada pembuatan tahu berserat berpengaruh nyata terhadap parameter kadar serat (%bb), tekstur dan warna (kecerahan